Anda di halaman 1dari 38

Kompasiana Kompas.

com Cetak ePaper Kompas TV Bola Entertainment Tekno Otomotif


Female Health Properti Urbanesia Images More

Berita Politik Humaniora Ekonomi Hiburan Olahraga Lifestyle Wisata Kesehatan Tekno Media
Muda Green Lipsus Fiksiana Freez
Home
Humaniora
Sejarah
Artikel
Sejarah
Lori Mora
Jadikan Teman | Kirim Pesan
Writing is the 1st job. Love to do it through an anxiety tht was appeared by listening,
watching, observing and talking with society.....
0inShare
Gunung Toba: Takut-takutnya Bangsa Batak Mencatat Sejarah Warisannya
OPINI | 16 July 2012 | 13:36 Dibaca: 1367
Komentar: 3
2 inspiratif

sumber: doc Pribadi

Menurut para ahli geologi, bahwa Gunung Toba merupakan sejarah letusan gunung volcano
tektonik yang paling spektakuler di dunia. Dengan skala letusan hingga 2.800 m3 menghasilkan
kaldera Danau Toba seperti saat ini, yang terisi air selama berpuluh ribu tahun sisa hasil letusan
supervulcano Toba pada 74.000 tahun yang lalu. Letusan Gunung Api ini tercatat sebagai letusan
Gunung api terbesar yang berkekuatan setara dengan 20 ribu kali letusan bom Hiroshima dan
Nagasaki di Jepang yang mempengaruhi iklim di seluruh dunia, hampir selama 1 tahun lebih
debu vulkanik menutup atmosfer bumi oleh abu vulkanik dan hanya sekitar 10.000 manusia yang
mampu bertahan melewati zaman Es akibat letusan kolosal Toba ini. Bahkan material
Vulkaniknya menyebar hingga ke Afrika Selatan dan India. (Reportase Cincin Api
Kompas,11/10/11)
Baik secara mitologi oleh masyarakat dan riset oleh beberapa ahli geologi dan badan peneliti
asing (peneliti dari bangsa lain,pen) hingga saat ini, data otentik diyakini bahwa gunung toba
telah mengalami tiga kali masa letusan meliputi letusan pertama sekitar 840.000 tahun lalu
membentuk kaldera Porsea, letusan kedua sekitar 500.000 tahun yang lalu membentuk kaldera
Haranggaol, dan yang terakhir sekitar 74.000 tahun yang lalu membentuk kaldera raksasa
Sibadung. Catatan tersebut pun secara keseluruhan didapatkan dari catatan usang para peneliti
asing yang pernah mengadakan riset tentang Gunung Toba. Mungkin jejak kebumian yang baru
kita ketahui itu hanya sebagian kecil dari geodiversity Danau Toba. Lalu bagaimana dengan
aspek-aspek yang lain?
Takut-takutnya Mencatat
Berdasarkan studi kecil-kecilan yang penulis lakukan, Gunung Toba sesungguhnya adalah awal
sejarah dari hadirnya Bangso Batak di pulau Samosir yang berada tepat ditengah-tengah kaldera
Gunung Toba tersebut. Namun sangat disayangkan data lengkap tentang awal kehadiran Suku
Batak ini masih simpang siur karena tidak ditemukannya tulisan yang menyangkut sejarah
tersebut. Sehingga cukup menyulitkan peneliti untuk memprediksi rentang waktu peristiwa
letusan gunung Toba dengan kehadiran Suku Batak itu sendiri.
Selain dari hasil warisan geologinya, disadari bahwa Danau Toba pun memiliki sejumlah
kekayaan warisan yang super unik mulai dari topografi, ekologi (lingkungan) dan estetika
(budaya dan seni). Tepatlah bahwa Danau Toba memang layak dinobatkan sebagai salah satu
GEOPARK atau kawasan konservasi sebagai bentuk kepedulian akan warisan dunia yang telah
tercatat sebagai salah satu fenomena alam yang kolosal di dunia ini.
Namun ternyata sekedar mencatat segudang warisan yang bernilai sejarah itu pun masih belum
cukup. Untuk menjadikannya sebagai salah satu warisan dunia yang ada, maka haruslah
diadakan inventaris yang bersifat autentik. Namun lagi-lagi menjadi kendala adalah catatan
sejarah yang terpercaya tak banyak ditemukan di bangsa ini. Semisal catatan tentang sejarah
masyarakat batak sendiri pun diakui langka untuk ditemukan. Minimnya catatan sejarah itu
menjadi kelemahan demi pencapaian prasyarat konservasi alam tersebut. Cerita itu hanya
diketahui dari mulut kemulut, yang secara ilmu pengetahuan masih belum diakui kebenarannya.
Seperti konsepsi dari budayawan Irwansyah Harahap dalam diskusi bersama Earth Society (ES)
dan sejumlah lembaga pecinta Danau Toba lainnya di gedung prodi (S2) seni FIB, USU,

menyebutkan bahwa hilangnya catatan sejarah sejumlah poin besar warisan Danau Toba ini
merupakan sebuah utang sejarah akibat tidak teridentifikasinya rantai asal mula budaya hingga
lingkungannya. Malah justru fakta yang ditemukan bahwa bangsa Jerman yang dulu bermukim
di Indonesia khususnya Sumatra Utaralah yang mengetahui terlebih dahulu sejarah konkret
warisan-warisan itu. Nenek Moyang Bangso Batak seolah buta huruf dan tidak dapat menuliskan
peristiwa demi peristiwa yang menyebarkan pomparannya turun temurun. Hal senada juga
terjadi pada aspek geologinya, yang hingga saat ini masih menjadi keragu-raguan yang besar
akibat belum sepakatnya sejumlah peneliti yang pernah mencatat kebenaran peristiwa letusan
gunung toba tersebut.
Kemungkinan yang terjadi dimasa lalu adalah ketika zaman penjajahan maka kaum pribumi
sangat dikekang kuat oleh para kolonial sehingga mempersempit ruang geraknya baik dalam hal
tulis menulis. Sehingga ketika itu pun tentunya pihak asing dengan leluasa mempersilahkan para
peneliti maupun missionaris sebangsanya untuk mencatat sejarah tersebut dan menjadikannya
inventaris pribadi mereka. Lalu bangso Batak hanya ditinggalkan cerita takhayul yang
kebenarannya berada ditangan bangsa lain. Takut-takutnya bangso batak inilah yang menjadi
kendala studi banding historis warisan geodiversity Danau Toba tersebut. Catatan otentik sejarah
gereja yang telah ada di Samosir salah satunya malah lengkap berada ditangan Jerman.
Revitalisasi Unsur-unsur Warisan Danau Toba
Kurangnya pengetahuan masyarakat akan nilai historis asal muasal Danau Toba dan bangso
Batak sendiri merupakan penyesalan yang disadari kini. Coba bandingkan dengan Bali yang
memupuk dan melestarikan nilai-nilai budayanya, menghantarkan danau Batur menjadi kawasan
GEOPARK yang telah dipatenkan oleh UNESCO. Meskipun faktanya Sejarah Danau Toba dan
kekayaan warisannya justru lebih melimpah. Tentunya ini memang sudah menjadi kesalahan dan
utang masa lampau. Ditambah lagi kurangnya kesadaran perlindungan dan pelestarian
peninggalan-peninggalan bersejarah oleh masyarakat itu sendiri semakin memperlengkap
punahnya nilai mahal warisan dunia itu.
Dengan menyadari bahwa Danau Toba ternyata berlimpah warisan, maka perlulah sebuah
langkah pasti untuk melindungi dan melestarikan keanekaragaman tersebut dalam bentuk
konservasi menyeluruh. Kawasan Danau Toba yang sangat tepat dijadikan sebagai GEOPARK
atau Taman Bumi yang telah diusulkan oleh UNESCO tersebut akan diberdayakan sebagai lahan
pembelajaran tentang Ilmu Kebumian (geologi), tempat penelitian (research), museum dan
tujuan wisata.
Untuk mencapai tahap itu, tentunya harus melalui kesiapan-kesiapan secara fisik. Pembenahan
ini dimulai dengan mengenal seluruh topografi kawasan Danau Toba, mengadakan pemetaan
ulang dan pembenahan data-data yang masih simpang siur diberbagai aspek hingga
merevitalisasi nilai-nilai estetika baik dalam budaya dan seninya. Proses revitalisasi ini tentunya
sangat melibatkan peran serta masyarakat sebagai penduduk asli yang masih tetap menjunjung
nilai-nilai budaya, seni dan keyakinannya. Oleh karena itu, dibutuhkanlah komitmen dan kerja
keras demi pencapaian pemulihan kembali aspek-aspek yang saat ini kita tahu sudah mengalami
pemudaran. Seperti hal dari segi data otentik warisan geologi (geological heritages) harus
didapatkan kembali secara faktual. Sedang dari segi warisan budaya (Cultural Heritage) seperti

warisan seni (pahat, tenun, musik tradisional, dan tari), budaya (adat istiadat, tutur/marga dan
bahasa) serta keyakinan (Kristen, Islam dan Parmalim) yang kita saksikan sudah mengalami
kepunahan secara berkala, harus segera diselamatkan dengan revitalisasi penuh, mengadakan
studi lanjut atas catatan masa lampau dan membenahi konsep pemahaman masyarakat tentunya.
Dengan adanya komitmen bersama untuk bergerak membenahi kawasan Danau Toba ini agar
layak sebagai GEOPARK - pusat konservasi warisan dunia, mudah-mudahan akan
menghantarkan Danau Toba sebagai kawasan penelitian (oleh anak-anak bangsa,pen), ilmu
kebumian, tempat museum serta tujuan wisata. Bahkan hal yang terpenting adalah kembalinya
sejarah yang sempat punah dan harus dipatenkan sebagai milik bangso batak hingga pada
generasi berikutnya serta menghilangkan sikap takut-takutnya mencatat sejarah. Sesungguhnya
Danau Toba itu sangat kaya, oleh karena itu sadarilah bahwa Nenek Moyang kita (Bangso Batak)
punya hutang masa lampau yang harus diselesaikan dengan berkontribusi bersama-sama
melindungi warisan Danau Toba.Semoga! Salam Bumi dan Danau Toba***

Ikuti Wikipedia bahasa Indonesia di Facebook dan Twitter!


[tutup]
Suku Batak
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
"Batak" beralih ke halaman ini. Untuk kegunaan lain dari Batak, lihat Batak (disambiguasi).
Suku Batak

Tokoh-tokoh dari suku Batak


Amir Sjarifoeddin, Abdul Haris Nasution, Burhanuddin
Harahap, Adnan Buyung Nasution, TB Simatupang, Sitor
Situmorang
(dari kiri ke kanan)
Jumlah populasi
6.076.440 jiwa (Sensus 2000)[1]

Kawasan dengan populasi yang signifikan

Sumatera Utara
Riau
Jakarta
Jawa Barat
Sumatera Barat

4.827.000
347.000
301.000
275.000
188.000
Bahasa
Toba
Angkola
Karo
Simalungun
Pakpak
Mandailing
Agama
Kristen
Islam
Parmalim
Animisme

Kelompok etnik terdekat


Suku Alas
Suku Nias
Suku Melayu
Suku Minangkabau
Suku Bugis
Suku Dayak
Suku Rimba
Suku Gayo
Suku Singkil
Suku Aceh

Batak merupakan salah satu suku bangsa di Indonesia. Nama ini merupakan sebuah tema
kolektif untuk mengidentifikasikan beberapa suku bangsa yang bermukim dan berasal dari
Tapanuli dan Sumatera Timur, di Sumatera Utara. Suku bangsa yang dikategorikan sebagai
Batak adalah: Batak Toba, Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Simalungun, Batak Angkola, dan
Batak Mandailing.

Saat ini pada umumnya orang Batak menganut agama Islam Sunni dan Kristen Protestan. Tetapi
ada pula yang menganut kepercayaan tadisional yakni: tradisi Malim dan juga menganut
kepercayaan animisme (disebut Sipelebegu atau Parbegu), walaupun kini jumlah penganut kedua
ajaran ini sudah semakin berkurang.
Daftar isi

1 Sejarah

2 Identitas Batak

3 Penyebaran agama
o

3.1 Masuknya Islam

3.2 Misionaris Kristen

3.3 Gereja HKBP

4 Kepercayaan

5 Salam Khas Batak

6 Kekerabatan

7 Falsafah dan sistem kemasyarakatan


o

7.1 Ritual kanibalisme

8 Tarombo

9 Kontroversi

10 Referensi

Sejarah
Orang Batak adalah penutur bahasa Austronesia namun tidak diketahui kapan nenek moyang
orang Batak pertama kali bermukim di Tapanuli dan Sumatera Timur. Bahasa dan bukti-bukti
arkeologi menunjukkan bahwa orang yang berbahasa Austronesia dari Taiwan telah berpindah ke
wilayah Filipina dan Indonesia sekitar 2.500 tahun lalu, yaitu di zaman batu muda (Neolitikum).
[2]
Karena hingga sekarang belum ada artefak Neolitikum (Zaman Batu Muda) yang ditemukan di
wilayah Batak maka dapat diduga bahwa nenek moyang Batak baru bermigrasi ke Sumatera
Utara di zaman logam. Pada abad ke-6, pedagang-pedagang Tamil asal India mendirikan kota
dagang Barus, di pesisir barat Sumatera Utara. Mereka berdagang kapur Barus yang diusahakan
oleh petani-petani di pedalaman. Kapur Barus dari tanah Batak bermutu tinggi sehingga menjadi
salah satu komoditas ekspor di samping kemenyan. Pada abad ke-10, Barus diserang oleh

Sriwijaya. Hal ini menyebabkan terusirnya pedagang-pedagang Tamil dari pesisir Sumatera[3].
Pada masa-masa berikutnya, perdagangan kapur Barus mulai banyak dikuasai oleh pedagang
Minangkabau yang mendirikan koloni di pesisir barat dan timur Sumatera Utara. Koloni-koloni
mereka terbentang dari Barus, Sorkam, hingga Natal[4]. Batak merupakan salah satu suku bangsa
di Indonesia. Nama ini merupakan sebuah tema kolektif untuk mengidentifikasikan beberapa
suku bangsa yang bermukim dan berasal dari Tapanuli dan Sumatera Timur, di Sumatera Utara.
Suku bangsa yang dikategorikan sebagai Batak adalah: Batak Toba, Batak Karo, Batak Pakpak,
Batak Simalungun, Batak Angkola, dan Batak Mandailing.
Mayoritas orang Batak menganut agama Kristen dan sisanya beragama Islam. Tetapi ada pula
yang menganut agama Malim dan juga menganut kepercayaan animisme (disebut Sipelebegu
atau Parbegu), walaupun kini jumlah penganut kedua ajaran ini sudah semakin berkurang.
Identitas Batak
R.W Liddle mengatakan, bahwa sebelum abad ke-20 di Sumatra bagian utara tidak terdapat
kelompok etnis sebagai satuan sosial yang koheren. Menurutnya sampai abad ke-19, interaksi
sosial di daerah itu hanya terbatas pada hubungan antar individu, antar kelompok kekerabatan,
atau antar kampung. Dan hampir tidak ada kesadaran untuk menjadi bagian dari satuan-satuan
sosial dan politik yang lebih besar.[5] Pendapat lain mengemukakan, bahwa munculnya kesadaran
mengenai sebuah keluarga besar Batak baru terjadi pada zaman kolonial.[6] Dalam disertasinya J.
Pardede mengemukakan bahwa istilah "Tanah Batak" dan "rakyat Batak" diciptakan oleh pihak
asing. Sebaliknya, Siti Omas Manurung, seorang istri dari putra pendeta Batak Toba menyatakan,
bahwa sebelum kedatangan Belanda, semua orang baik Karo maupun Simalungun mengakui
dirinya sebagai Batak, dan Belandalah yang telah membuat terpisahnya kelompok-kelompok
tersebut. Sebuah mitos yang memiliki berbagai macam versi menyatakan, bahwa Pusuk Buhit,
salah satu puncak di barat Danau Toba, adalah tempat "kelahiran" bangsa Batak. Selain itu mitosmitos tersebut juga menyatakan bahwa nenek moyang orang Batak berasal dari Samosir.
Terbentuknya masyarakat Batak yang tersusun dari berbagai macam marga, sebagian disebabkan
karena adanya migrasi keluarga-keluarga dari wilayah lain di Sumatra. Penelitian penting tentang
tradisi Karo dilakukan oleh J.H Neumann, berdasarkan sastra lisan dan transkripsi dua naskah
setempat, yaitu Pustaka Kembaren dan Pustaka Ginting. Menurut Pustaka Kembaren, daerah
asal marga Kembaren dari Pagaruyung di Minangkabau. Orang Tamil diperkirakan juga menjadi
unsur pembentuk masyarakat Karo. Hal ini terlihat dari banyaknya nama marga Karo yang
diturunkan dari Bahasa Tamil. Orang-orang Tamil yang menjadi pedagang di pantai barat, lari ke
pedalaman Sumatera akibat serangan pasukan Minangkabau yang datang pada abad ke-14 untuk
menguasai Barus.[7]
Penyebaran agama

Kabupaten-kabupaten di Sumatera Utara yang diwarnai, memiliki mayoritas penduduk Batak.


Masuknya Islam
Dalam kunjungannya pada tahun 1292, Marco Polo melaporkan bahwa masyarakat Batak
sebagai orang-orang "liar" dan tidak pernah terpengaruh oleh agama-agama dari luar. Meskipun
Ibn Battuta, mengunjungi Sumatera Utara pada tahun 1345 dan mengislamkan Sultan Al-Malik
Al-Dhahir, masyarakat Batak tidak pernah mengenal Islam sebelum disebarkan oleh pedagang
Minangkabau. Bersamaan dengan usaha dagangnya, banyak pedagang Minangkabau yang
melakukan kawin-mawin dengan perempuan Batak. Hal ini secara perlahan telah meningkatakan
pemeluk Islam di tengah-tengah masyarakat Batak.[8] Pada masa Perang Paderi di awal abad ke19, pasukan Minangkabau menyerang tanah Batak dan melakukan pengislaman besar-besaran
atas masyarakat Mandailing dan Angkola. Namun penyerangan Paderi atas wilayah Toba, tidak
dapat mengislamkan masyarakat tersebut, yang pada akhirnya mereka menganut agama Kristen
Protestan.[9] Kerajaan Aceh di utara, juga banyak berperan dalam mengislamkan masyarakat
Karo dan Pakpak. Sementara Simalungun banyak terkena pengaruh Islam dari masyarakat
Melayu di pesisir Sumatera Timur
Misionaris Kristen
Lihat pula: Sejarah masuknya Kekristenan ke suku Batak
Pada tahun 1824, dua misionaris Baptist asal Inggris, Richard Burton dan Nathaniel Ward
berjalan kaki dari Sibolga menuju pedalaman Batak.[10] Setelah tiga hari berjalan, mereka sampai
di dataran tinggi Silindung dan menetap selama dua minggu di pedalaman. Dari penjelajahan ini,
mereka melakukan observasi dan pengamatan langsung atas kehidupan masyarakat Batak. Pada
tahun 1834, kegiatan ini diikuti oleh Henry Lyman dan Samuel Munson dari Dewan Komisaris
Amerika untuk Misi Luar Negeri.[11]
Pada tahun 1850, Dewan Injil Belanda menugaskan Herman Neubronner van der Tuuk untuk
menerbitkan buku tata bahasa dan kamus bahasa Batak - Belanda. Hal ini bertujuan untuk
memudahkan misi-misi kelompok Kristen Belanda dan Jerman berbicara dengan masyarakat
Toba dan Simalungun yang menjadi sasaran pengkristenan mereka.[12].

Misionaris pertama asal Jerman tiba di lembah sekitar Danau Toba pada tahun 1861, dan sebuah
misi pengkristenan dijalankan pada tahun 1881 oleh Dr. Ludwig Ingwer Nommensen. Kitab
Perjanjian Baru untuk pertama kalinya diterjemahkan ke bahasa Batak Toba oleh Nommensen
pada tahun 1869 dan penerjemahan Kitab Perjanjian Lama diselesaikan oleh P. H. Johannsen
pada tahun 1891. Teks terjemahan tersebut dicetak dalam huruf latin di Medan pada tahun 1893.
Menurut H. O. Voorma, terjemahan ini tidak mudah dibaca, agak kaku, dan terdengar aneh dalam
bahasa Batak.[13]
Masyarakat Toba dan sebagian Karo menyerap agama Kristen dengan cepat, dan pada awal abad
ke-20 telah menjadikan Kristen sebagai identitas budaya[14]. Pada masa ini merupakan periode
kebangkitan kolonialisme Hindia-Belanda, dimana banyak orang Batak sudah tidak melakukan
perlawanan lagi dengan pemerintahan kolonial. Perlawanan secara gerilya yang dilakukan oleh
orang-orang Batak Toba berakhir pada tahun 1907, setelah pemimpin kharismatik mereka,
Sisingamangaraja XII wafat.[15]
Gereja HKBP
Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) telah berdiri di Balige pada bulan September
1917. Pada akhir tahun 1920-an, sebuah sekolah perawat memberikan pelatihan perawatan
kepada bidan-bidan disana. Kemudian pada tahun 1941, Gereja Batak Karo Protestan (GBKP)
didirikan.[16]
Kepercayaan

Sebuah kalender Batak yang terbuat dari tulang, dari abad ke-20. Dimiliki oleh Museum Anak di
Indianapolis.
Sebelum suku Batak Toba menganut agama Kristen Protestan, mereka mempunyai sistem
kepercayaan dan religi tentang Mulajadi Nabolon yang memiliki kekuasaan di atas langit dan
pancaran kekuasaan-Nya terwujud dalam Debata Natolu.

Menyangkut jiwa dan roh, suku Batak Toba mengenal tiga konsep, yaitu:

Tondi : adalah jiwa atau roh seseorang yang merupakan kekuatan, oleh karena itu tondi
memberi nyawa kepada manusia. Tondi di dapat sejak seseorang di dalam
kandungan.Bila tondi meninggalkan badan seseorang, maka orang tersebut akan sakit
atau meninggal, maka diadakan upacara mangalap (menjemput) tondi dari sombaon yang
menawannya.

Sahala : adalah jiwa atau roh kekuatan yang dimiliki seseorang. Semua orang memiliki
tondi, tetapi tidak semua orang memiliki sahala. Sahala sama dengan sumanta, tuah atau
kesaktian yang dimiliki para raja atau hula-hula.

Begu : adalah tondi orang telah meninggal, yang tingkah lakunya sama dengan tingkah
laku manusia, hanya muncul pada waktu malam.

Demikianlah religi dan kepercayaan suku Batak yang terdapat dalam pustaha. Walaupun sudah
menganut agama Kristen dan berpendidikan tinggi, namun orang Batak belum mau
meninggalkan religi dan kepercayaan yang sudah tertanam di dalam hati sanubari mereka.
Salam Khas Batak
Tiap puak Batak memiliki salam khasnya masing masing. Meskipun suku Batak terkenal dengan
salam Horasnya, namun masih ada dua salam lagi yang kurang populer di masyarakat yakni
Mejuah juah dan Njuah juah. Horas sendiri masih memiliki penyebutan masing masing
berdasarkan puak yang menggunakannya
1. Pakpak Njuah-juah Mo Banta Karina!
2. Karo Mejuah-juah Kita Krina!
3. Toba Horas Jala Gabe Ma Di Hita Saluhutna!
4. Simalungun Horas banta Haganupan, Salam Habonaran Do Bona!
5. Mandailing dan Angkola Horas Tondi Madingin Pir Ma Tondi Matogu, Sayur Matua
Bulung!
Kekerabatan
Kekerabatan adalah menyangkut hubungan hukum antar orang dalam pergaulan hidup. Ada dua
bentuk kekerabatan bagi suku Batak, yakni berdasarkan garis keturunan (genealogi) dan
berdasarkan sosiologis, sementara kekerabatan teritorial tidak ada.
Bentuk kekerabatan berdasarkan garis keturunan (genealogi) terlihat dari silsilah marga mulai
dari Si Raja Batak, dimana semua suku bangsa Batak memiliki marga. Sedangkan kekerabatan
berdasarkan sosiologis terjadi melalui perjanjian (padan antar marga tertentu) maupun karena
perkawinan. Dalam tradisi Batak, yang menjadi kesatuan Adat adalah ikatan sedarah dalam
marga, kemudian Marga. Artinya misalnya Harahap, kesatuan adatnya adalah Marga Harahap vs

Marga lainnya. Berhubung bahwa Adat Batak/Tradisi Batak sifatnya dinamis yang seringkali
disesuaikan dengan waktu dan tempat berpengaruh terhadap perbedaan corak tradisi antar
daerah.
Adanya falsafah dalam perumpamaan dalam bahasa Batak Toba yang berbunyi: Jonok dongan
partubu jonokan do dongan parhundul. merupakan suatu filosofi agar kita senantiasa menjaga
hubungan baik dengan tetangga, karena merekalah teman terdekat. Namun dalam pelaksanaan
adat, yang pertama dicari adalah yang satu marga, walaupun pada dasarnya tetangga tidak boleh
dilupakan dalam pelaksanaan Adat.

Rumah Adat Batak Toba


Falsafah dan sistem kemasyarakatan
Masyarakat Batak memiliki falsafah, azas sekaligus sebagai struktur dan sistem dalam
kemasyarakatannya yakni yang dalam Bahasa Batak Toba disebut Dalihan na Tolu. Berikut
penyebutan Dalihan Natolu menurut keenam puak Batak
1. Dalihan Na Tolu (Toba) Somba Marhula-hula Manat Mardongan Tubu Elek Marboru
2. Dalian Na Tolu (Mandailing dan Angkola) Hormat Marmora Manat Markahanggi Elek
Maranak Boru
3. Tolu Sahundulan (Simalungun) Martondong Ningon Hormat, Sombah Marsanina Ningon
Pakkei, Manat Marboru Ningon Elek, Pakkei
4. Rakut Sitelu (Karo) Nembah Man Kalimbubu Mehamat Man Sembuyak Nami-nami Man
Anak Beru
5. Daliken Sitelu (Pakpak) Sembah Merkula-kula Manat Merdengan Tubuh Elek Marberru

Hulahula/Mora adalah pihak keluarga dari isteri. Hula-hula ini menempati posisi yang
paling dihormati dalam pergaulan dan adat-istiadat Batak (semua sub-suku Batak)
sehingga kepada semua orang Batak dipesankan harus hormat kepada Hulahula (Somba
marhula-hula).

Dongan Tubu/Hahanggi disebut juga Dongan Sabutuha adalah saudara laki-laki satu
marga. Arti harfiahnya lahir dari perut yang sama. Mereka ini seperti batang pohon yang
saling berdekatan, saling menopang, walaupun karena saking dekatnya kadang-kadang
saling gesek. Namun, pertikaian tidak membuat hubungan satu marga bisa terpisah.
Diumpamakan seperti air yang dibelah dengan pisau, kendati dibelah tetapi tetap bersatu.
Namun demikian kepada semua orang Batak (berbudaya Batak) dipesankan harus
bijaksana kepada saudara semarga. Diistilahkan, manat mardongan tubu.

Boru/Anak Boru adalah pihak keluarga yang mengambil isteri dari suatu marga (keluarga
lain). Boru ini menempati posisi paling rendah sebagai 'parhobas' atau pelayan, baik
dalam pergaulan sehari-hari maupun (terutama) dalam setiap upacara adat. Namun
walaupun berfungsi sebagai pelayan bukan berarti bisa diperlakukan dengan semenamena. Melainkan pihak boru harus diambil hatinya, dibujuk, diistilahkan: Elek marboru.

Namun bukan berarti ada kasta dalam sistem kekerabatan Batak. Sistem kekerabatan Dalihan na
Tolu adalah bersifat kontekstual. Sesuai konteksnya, semua masyarakat Batak pasti pernah
menjadi Hulahula, juga sebagai Dongan Tubu, juga sebagai Boru. Jadi setiap orang harus
menempatkan posisinya secara kontekstual.
Sehingga dalam tata kekerabatan, semua orang Batak harus berperilaku 'raja'. Raja dalam tata
kekerabatan Batak bukan berarti orang yang berkuasa, tetapi orang yang berperilaku baik sesuai
dengan tata krama dalam sistem kekerabatan Batak. Maka dalam setiap pembicaraan adat selalu
disebut Raja ni Hulahula, Raja no Dongan Tubu dan Raja ni Boru.
Ritual kanibalisme

Pejuang Batak
Ritual kanibalisme telah terdokumentasi dengan baik di kalangan orang Batak, yang bertujuan
untuk memperkuat tondi pemakan itu. Secara khusus, darah, jantung, telapak tangan, dan telapak
kaki dianggap sebagai kaya tondi.
Dalam memoir Marco Polo yang sempat datang berekspedisi dipesisir timur Sumatera dari bulan
April sampai September 1292, ia menyebutkan bahwa ia berjumpa dengan orang yang
menceritakan akan adanya masyarakyat pedalaman yang disebut sebagai "pemakan manusia".[17]
Dari sumber-sumber sekunder, Marco Polo mencatat cerita tentang ritual kanibalisme di antara
masyarakat "Battas". Walau Marco Polo hanya tinggal di wilayah pesisir, dan tidak pernah pergi

langsung ke pedalaman untuk memverifikasi cerita tersebut, namun dia bisa menceritakan ritual
tersebut.
Niccol Da Conti (1395-1469), seorang Venesia yang menghabiskan sebagian besar tahun 1421
di Sumatra, dalam perjalanan panjangnya untuk misi perdagangan di Asia Tenggara (1414-1439),
mencatat kehidupan masyarakat. Dia menulis sebuah deskripsi singkat tentang penduduk Batak:
"Dalam bagian pulau, disebut Batech kanibal hidup berperang terus-menerus kepada tetangga
mereka ".[18][19]
Thomas Stamford Raffles pada 1820 mempelajari Batak dan ritual mereka, serta undang-undang
mengenai konsumsi daging manusia, menulis secara detail tentang pelanggaran yang dibenarkan.
[20]
Raffles menyatakan bahwa: "Suatu hal yang biasa dimana orang-orang memakan orang tua
mereka ketika terlalu tua untuk bekerja, dan untuk kejahatan tertentu penjahat akan dimakan
hidup-hidup".. "daging dimakan mentah atau dipanggang, dengan kapur, garam dan sedikit nasi".
[21]

Para dokter Jerman dan ahli geografi Franz Wilhelm Junghuhn, mengunjungi tanah Batak pada
tahun 1840-1841. Junghuhn mengatakan tentang ritual kanibalisme di antara orang Batak (yang
ia sebut "Battaer"). Junghuhn menceritakan bagaimana setelah penerbangan berbahaya dan lapar,
ia tiba di sebuah desa yang ramah. Makanan yang ditawarkan oleh tuan rumahnya adalah daging
dari dua tahanan yang telah disembelih sehari sebelumnya.[22] Namun hal ini terkadang dibesarbesarkan dengan maksud menakut-nakuti orang/pihak yang bermaksud menjajah dan/atau
sesekali agar mendapatkan pekerjaan yang dibayar baik sebagai tukang pundak bagi pedagang
maupun sebagai tentara bayaran bagi suku-suku pesisir yang diganggu oleh bajak laut.[23]
Oscar von Kessel mengunjungi Silindung di tahun 1840-an, dan pada tahun 1844 mungkin orang
Eropa pertama yang mengamati ritual kanibalisme Batak di mana suatu pezina dihukum dan
dimakan hidup. Menariknya, terdapat deskripsi paralel dari Marsden untuk beberapa hal penting,
von Kessel menyatakan bahwa kanibalisme dianggap oleh orang Batak sebagai perbuatan
berdasarkan hukum dan aplikasinya dibatasi untuk pelanggaran yang sangat sempit yakni
pencurian, perzinaan, mata-mata, atau pengkhianatan. Garam, cabe merah, dan lemon harus
diberikan oleh keluarga korban sebagai tanda bahwa mereka menerima putusan masyarakat dan
tidak memikirkan balas dendam.[24]
Ida Pfeiffer mengunjungi Batak pada bulan Agustus 1852, dan meskipun dia tidak mengamati
kanibalisme apapun, dia diberitahu bahwa: "Tahanan perang diikat pada sebuah pohon dan
dipenggal sekaligus, tetapi darah secara hati-hati diawetkan untuk minuman, dan kadang-kadang
dibuat menjadi semacam puding dengan nasi. Tubuh kemudian didistribusikan; telinga, hidung,
dan telapak kaki adalah milik eksklusif raja, selain klaim atas sebagian lainnya. Telapak tangan,
telapak kaki, daging kepala, jantung, serta hati, dibuat menjadi hidangan khas. Daging pada
umumnya dipanggang serta dimakan dengan garam. Para perempuan tidak diizinkan untuk
mengambil bagian dalam makan malam publik besar ".[25]
Pada 1890, pemerintah kolonial Belanda melarang kanibalisme di wilayah kendali mereka.[26]
Rumor kanibalisme Batak bertahan hingga awal abad ke-20, dan nampaknya kemungkinan

bahwa adat tersebut telah jarang dilakukan sejak tahun 1816. Hal ini dikarenakan besarnya
pengaruh agama pendatang dalam masyarakat Batak.[27]
Tarombo
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Tarombo
Silsilah atau Tarombo merupakan suatu hal yang sangat penting bagi orang Batak. Bagi mereka
yang tidak mengetahui silsilahnya akan dianggap sebagai orang Batak kesasar (nalilu). Orang
Batak diwajibkan mengetahui silsilahnya minimal nenek moyangnya yang menurunkan
marganya dan teman semarganya (dongan tubu). Hal ini diperlukan agar mengetahui letak
kekerabatannya (partuturanna) dalam suatu klan atau marga.
Kontroversi
Sebagian orang Karo, Angkola, dan Mandailing tidak menyebut dirinya sebagai bagian dari suku
Batak. Wacana itu muncul disebabkan karena pada umumnya kategori "Batak" dipandang rendah
oleh bangsa-bangsa lain. Selain itu, perbedaan agama juga menyebabkan sebagian orang
Tapanuli tidak ingin disebut sebagai Batak. Di pesisir timur laut Sumatera, khususnya di Kota
Medan, perpecahan ini sangat terasa. Terutama dalam hal pemilihan pemimpin politik dan
perebutan sumber-sumber ekonomi. Sumber lainnya menyatakan kata Batak ini berasal dari
rencana Gubernur Jenderal Raffles yang membuat etnik Kristen yang berada antara Kesultanan
Aceh dan Kerajaan Islam Minangkabau, di wilayah Barus Pedalaman, yang dinamakan Batak.
Generalisasi kata Batak terhadap etnik Mandailing (Angkola) dan Karo, umumnya tak dapat
diterima oleh keturunan asli wilayah itu. Demikian juga di Angkola, yang terdapat banyak
pengungsi muslim yang berasal dari wilayah sekitar Danau Toba dan Samosir, akibat
pelaksanaan dari pembuatan afdeeling Bataklanden oleh pemerintah Hindia Belanda, yang
melarang penduduk muslim bermukim di wilayah tersebut.
Konflik terbesar adalah pertentangan antara masyarakat bagian utara Tapanuli dengan selatan
Tapanuli, mengenai identitas Batak dan Mandailing. Bagian utara menuntut identitas Batak untuk
sebagain besar penduduk Tapanuli, bahkan juga wilayah-wilayah di luarnya. Sedangkan bagian
selatan menolak identitas Batak, dengan bertumpu pada unsur-unsur budaya dan sumber-sumber
dari Barat. Penolakan masyarakat Mandailing yang tidak ingin disebut sebagai bagian dari etnis
Batak, sempat mencuat ke permukaan dalam Kasus Syarikat Tapanuli (1919-1922), Kasus
Pekuburan Sungai Mati (1922),[28] dan Kasus Pembentukan Propinsi Tapanuli (2008-2009).
Dalam sensus penduduk tahun 1930 dan 2000, pemerintah mengklasifikasikan Simalungun,
Karo, Toba, Mandailing, Pakpak dan Angkola sebagai etnis Batak.[29]
Referensi
1.

^ Indonesia's Population: Ethnicity and Religion in a Changing Political


Landscape. Institute of Southeast Asian Studies. 14 Desember 2003. ISBN 9812302123.

2.

^ Peter Bellwood, Prehistory of the Indo-Malaysian Archipelago, Revised edition,


University of Hawaii Press, Honolulu, 1997

3.

^ Munoz, Paul Michel (14 Desember 2006). Early Kingdoms of the Indonesian
Archipelago and the Malay Peninsula.

4.

^ Dobbin, Christine. Gejolak Ekonomi, Kebangkitan Islam, dan Gerakan Paderi,


Minangkabau 1784 1847.

5.

^ Liddle, R.W. Ethnicity, party, and national integration: an Indonesian case


study. New Haven: Yale University Press.

6.

^ Castles, L. Statelesness and Stateforming Tendencies Among the Batak before


Colonial Rule. Kuala Lumpur: Monograph no 6 of MBRAS. hlm. 67-66.

7.

^ Tideman, J.. Hindoe-Invloed in Noordelijk Batakland. Amsterdam: Uitgave van


het Bataksche Institut no 23. hlm. 56.

8.

^ Dobbin, Christine. Gejolak Ekonomi, Kebangkitan Islam, dan Gerakan Paderi,


Minangkabau 1784 1847.

9.

^ Kipp, 1990.

10.

^ Burton, R. and Ward, N., "Report of a Journey into the Batak Country, in the
interior of Sumatra, in the year 1824." Transactions of the Royal Asiatic Society, London
1:485-513.

11.

^ "Missionaries: The Martyrs of Sumatra," in The Most of It: Essays on Language


and the Imagination. by Theodore Baird, Amherst, Mass.: Amherst College Press, 1999.

12.

^ Tuuk, H. N. van der, Bataksch Leesbok, Stukken in het Mandailingsch; Stukken


in het Dairisch. Amsterdam, 1861.

13.

^ Voorma, H.O. The Encounter of the Batak People with Rheinische MissionsGesellschaft in the Field of Education, 1861-1940, A Historical-Theological Inquiry.
(2000), p. 173.

14.

^ Ooi KG. Southeast Asia: A Historical Encyclopedia, from Angkor Wat to East
Timor. Santa Barbara, Calif.: ABC-CLIO, 2004.

15.

^ Sherman, George, Rice, Rupees and Ritual, Cornell University Press, Ithaca,
NY 1990.

16.

^ Kushnick, G. "Parent-Offspring Conflict Among the Karo of Sumatra,"


Doctoral dissertation, University of Washington, Seattle, 2006, p. 7.

17.

^ Polo M, Yule H, Cordier H. The Travels of Marco Polo: The Complete YuleCordier Edition, Dover Pubns, 1993, Vol. II, Chapter X, p. 366.

18.

^ The Travels of Nicol Conte [sic] in the East in the Early Part of the Fifteenth
Century Hakluyt Society xxii (London, 1857)

19.

^ Sibeth A, Kozok U, Ginting JR. The Batak: Peoples of the Island of Sumatra:
Living with Ancestors. New York: Thames and Hudson, (1991) p. 16.

20.

^ Nigel Barley (ed.), The Golden Sword: Stamford Raffles and the East, British
Museum Press, 1999 (exhibition catalogue). ISBN 0-7141-2542-3.

21.

^ Barley N. The Duke of Puddle Dock: Travels in the Footsteps of Stamford


Raffles. 1st American ed. New York: H. Holt, 1992, p. 112.

22.

^ Junghuhn, F., Die Batta-lnder auf Sumatra, (1847) Vol. II, p. 249.

23.

^ Junghuhn, p. 87

24.

^ Von Kessel, O., "Erinnerungen an Sumatra," Das Ausland, Stuttgart (1854)


27:905-08.

25.

^ Pfeiffer, Ida, A Lady's Second Journey Around the World: From London to the
Cape of Good Hope, Borneo, Java, Sumatra, Celebes, Ceram, the Moluccas, etc.,
California, Panama, Peru, Ecuador, and the United States. New York, Harper &
Brothers, 1856, p. 151.

26.

^ Sibeth, p. 19.

27.

^ Kipp RS. The early years of a Dutch Colonial Mission: the Karo Field. Ann
Arbor: University of Michigan Press, 1990.

28.

^ Perret, Daniel. La Formation d'un Paysage Ethnique: Batak & Malais de


Sumatra Nord-Est. Paris: Ecole francaise d'Extreme-Orient. hlm. 316-325.

29.

^ (Inggris) Leo Suryadinata, Evi Nurvidya arifin, Aris Ananta, Indonesia's


Population: Ethnicity and Religion in a Changing Political Landscape, Institute of
Southeast Asian Studies, Singapura, hal.48.
[tampilkan]
lbs

Suku bangsa di Indonesia


Kategori:

Suku bangsa di Indonesia

Batak

Suku bangsa di Sumatera Utara

Navigation menu

Buat akun baru

Masuk log

Halaman

Pembicaraan

Baca

Sunting

Versi terdahulu

Halaman Utama

Perubahan terbaru

Peristiwa terkini

Halaman baru

Halaman sembarang

Komunitas

Warung Kopi

Portal komunitas

Bantuan

Wikipedia
Cetak/ekspor
Peralatan
Bahasa lain

Cymraeg

Deutsch

English

Espaol

Franais

Fiji Hindi

Basa Jawa

Lietuvi

Bahasa Melayu

Nederlands

Polski

Portugus

Srpskohrvatski /

Trke

Ting Vit

Halaman ini terakhir diubah pada 10.08, 23 November 2012.

Teks tersedia di bawah Lisensi Atribusi/Berbagi Serupa Creative Commons; ketentuan


tambahan mungkin berlaku. Lihat Ketentuan Penggunaan untuk lebih jelasnya.

Kebijakan privasi

Tentang Wikipedia

Penyangkalan

Tampilan seluler

Ikuti Wikipedia bahasa Indonesia di Facebook dan Twitter!


Tarombo Batak
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikipedia

[tutup]

Merapikan artikel bisa berupa membagi artikel ke dalam paragraf atau wikifikasi artikel. Setelah
dirapikan, tolong hapus pesan ini.

Artikel ini sudah memiliki daftar referensi, bacaan terkait atau pranala luar, tapi
sumbernya masih belum jelas karena tak memiliki kutipan pada kalimat (catatan
kaki). Mohon tingkatkan kualitas artikel ini dengan memasukkan rujukan yang lebih
mendetil bila perlu.
Artikel ini membutuhkan lebih banyak catatan kaki untuk pemastian.
Silakan bantu memperbaiki artikel ini dengan menambahkan catatan kaki dari sumber yang terpercaya.

Tarombo Batak ialah silsilah garis keturunan secara patrilineal dalam suku bangsa Batak. Sudah
menjadi kewajiban bagi masyarakat suku bangsa Batak untuk mengetahui silsilahnya agar
mengetahui letak hubungan kekerabatan terkhusus dalam falsafah Dalihan Natolu.
Daftar isi

1 Raja Batak dan keturunannya


o

1.1 Raja Biakbiak

1.2 Saribu Raja

1.2.1 Raja Lontung

1.2.2 Raja Borbor

1.3 Limbong Mulana

1.4 Sagala Raja

1.5 Silau Raja

1.6 Raja Isumbaon

1.6.1.1 Raja Nai Ambaton

1.6.1.2 Nai Rasaon

1.6.1.3 Tuan Sorbadibanua

2 Padan atau janji antar marga


o

1.6.1 Tuan Sorimangaraja

2.1 Sihotang dengan Naipospos (Marbun)

3 Sumber dan rujukan

Raja Batak dan keturunannya


Tarombo si Raja Batak (silsilah garis keturunan suku bangsa Batak) dimulai dari seorang
individu bernama Raja Batak.
Si Raja Batak berdiam di lereng Pusuk Buhit, Sianjur Mulamula, namanya. Sehingga
wilayah/lereng Pusuk Buhit dapat dikatakan sebagai daerah asal-muasal suku bangsa Indonesia,
Batak, yang kemudian menyebar ke berbagai pelosok, baik Indonesia maupun dunia.
Si Raja Batak mempunyai 2 (dua) orang putera, yaitu:
1. Guru Tatea Bulan
2. Raja Isumbaon
Guru Tatea Bulan mempunyai 5 (lima) orang putera, yaitu:
1. Raja Biakbiak (Raja Uti)
2. Saribu Raja
3. Limbong Mulana
4. Sagala Raja
5. Silau Raja
Raja Biakbiak
Raja Biakbiak adalah putera sulung Guru Tatea Bulan.

Raja Biakbiak atau juga disebut dengan Raja Uti tidaklah mempunyai keturunan.
Saribu Raja
Saribu Raja adalah putera kedua Guru Tatea Bulan.
Saribu Raja mempunyai 2 (dua) orang putera yang dilahirkan oleh 2 (dua) isteri. Isteri pertama
Saribu Raja adalah Siboru Pareme yang melahirkan Raja Lontung dan isteri kedua Saribu Raja
adalah Nai Mangiring Laut yang melahirkan Raja Borbor.
Raja Lontung
Raja Lontung mempunyai 7 (tujuh) orang putera, yaitu:
1. Sinaga, menurunkan marga Sinaga dan cabang-cabangnya
2. Situmorang, menurunkan marga Situmorang dan cabang-cabangnya
3. Pandiangan, menurunkan Perhutala dan Raja Humirtap, Raja Sonang (Toga Gultom, Toga
Samosir, Toga Pakpahan, Toga Sitinjak) dan cabang-cabangnya
4. Nainggolan, menurunkan marga Nainggolan dan cabang-cabangnya: Hutabalian,
Lumbanraja, Lumbantungkup
5. Simatupang, menurunkan marga Togatorop, Sianturi dan Siburian
6. Aritonang, menurunkan marga Ompu Sunggu, Rajagukguk, dan Simaremare
7. Siregar, menurunkan marga Siregar dan cabang-cabangnya
Raja Borbor
Keturunan Raja Borbor membentuk rumpun persatuan yang disebut dengan Borbor yang terdiri
dari marga Pasaribu, Batubara, Harahap, Parapat, Matondang, Sipahutar, Tarihoran, Saruksuk,
Lubis, Pulungan, Hutasuhut, Tanjung serta Daulay. Sementara, waktu Nai Mangiring masih
hidup, dia dan adik-ipar (adik-adik Sariburaja), Limbongmulana, Sagala Raja dan Silau Raja
membuat suatu ikatan perjanjian yang disebut "padan" yang menyatakan bahwa "pomparan"
mereka semua, seterusnya disebut dengan "Borbor Marsada". Disini turunan dari Boru Pareme
tidak turut serta.
Limbong Mulana
Keturunan Limbong Mulana sebagai putera ketiga Guru Tatea Bulan, hingga kini tetap memakai
marga Limbong.
Sagala Raja
Keturunan Sagala Raja sebagai putera keempat Guru Tatea Bulan tetap memakai marga Sagala.
Silau Raja
Silau Raja sebagai putera bungsu Guru Tatea Bulan menurunkan marga Malau, Manik, Ambarita.

Raja Isumbaon
Raja Isumbaon adalah putera kedua/bungsu Raja Batak. Raja Isumbaon mempunyai 3 (tiga)
orang putera, yaitu:
1. Tuan Sorimangaraja
2. Raja Asiasi
3. Sangkar Somalidang
Khusus keturunan Raja Asiasi dan Sangkar Somalidang hingga saat ini belum diketahui pasti
siapa keturunan mereka. Ada yang berpendapat, Sangkar Somalidang sekaligus Sangkar Sobaoa.
Pengertian "sangkar sobaoa" ialah sesungguhnya laki-laki namun sifat-pembawaannya
perempuan, atau banci. Sedang Raja Asiasi dikatakan berkelana ("adventure") ke Aceh.
Tuan Sorimangaraja
Tuan Sorimangaraja mempunyai 3 (tiga) orang putera, yaitu:
1. Ompu Tuan Nabolon, lahir dari isteri Sorimangaraja, Nai Ambaton (nama kecil, Boru
Paromas/Boru Antingantingsabungan)
2. Datu Pejel/ Tuan Sorbadijae, lahir dari isteri Sorimangaraja, Nai Rasaon (nama kecil,
Boru Bidinglaut)
3. Tuan Sorbadibanua, lahir dari isteri Sorimangaraja, Nai Suanon/Nai Tungkaon (nama
kecil, Boru Parsanggul Haomasan)
Naiambaton, kurang pas, seharusnya atau aslinya adalah Nai Ambaton) dan Nairasaon
seharusnya atau aslinya Nai Rasaon, tidak didahului kata "Raja". Karena yang dimaksud "raja"
ialah pomparannya yang LAKI-LAKI. Kedua orang tersebut, Nai Ambaton dan Nai Rasaon
adalah Ibu. Maka seharusnya ada pertukaran letak suku kata, bukan "pomparan raja naiambaton
atau nairasan" tetapi seharusnya adalah "raja pomparan ni nai ambaton" atau raja pomparan ni
nai rasaon" dan seterusnya. Kata "Nai" dalam bahasa Batak asli adalah panggilan-kehormatan,
semacam "gelar". Karena kata Nai bagi seorang ibu dan kata "Amani" bagi seorang bapak
menunjukkan bahwa pasangan suami-isteri yang bersangkutan sudah berhasil naik setingkat
dalam status sosial bermasyarakat, dalam arti ibu dan bapak yang bersangkutan sehari-hari
dipanggil dengan nama anak pertama, lepas dari laki atau perempuan. Namun kepada sang
bapak, didepan nama anak-pertama tsb ditambahkan "Amani", semisal anak pertama tsb ialah si
Bunga, maka si bapak dipanggil sehari-hari, "Amani Bunga". Sementara si ibu sehari-hari
dipanggil "Nai Bunga", karena anak-pertama dari perkawinan mereka berdua diberi nama si
Bunga. Semisal, sudah lahir anak pertama dan ternyata laki-laki, namun belum diberi nama,
maka secara otomatis bernama "Ucok", sementara kalau yang lahir tersebut adalah perempuan,
otomatis bernama "Butet". Sepanjang anak pertama lahir tersebut belum diberi nama, maka
kedua orang, suami-isteri tersebut akan dipanggil Amani Ucuk/ Nai Ucok atau Amani/ Nai Butet.
Di wilayah/daerah p. Samosir hal ini dianggap sangat elementer, namun sangat penting dalam
etika berbicara, berkomunikasi dan pergaulan-bermasyarakat sehari-hari. Orang yang memanggil

orang lain dengan panggilan "gelar", merasa menghormati orang yang bersangkutan dan orang
yang dipanggil akan merasa dihormati. Kalau sepasang suami-isteri masih dalam penantian anak
dari perkawinan, maka ada dua opsi. Pertama, diberi nama yang agak abstrak, misalnya Amani/
Nai Paima. Paima, secara harfiah= "menanti". Opsi kedua, mengambil-pinjam nama anak kedua
atau ketiga atau keempat dari abang-kandung sang suami, yang belum dipergunakan oleh orang
lain dalam kerluarga dekat. Bagi kita yang sudah hidup dikota, kita dipanggil dengan nama kecil
kita, tidak masalah. Lain halnya dengan masyarakat kampung yang masih terikat dengan nilai
dan tradisi lama secara turun-temurun. Masyarakat di kampung akan merasa plong, bebas,
nyaman dan tidak terbebani, bila memanggil seseorang dengan gelar. Contoh di atas, Amani
Bunga untuk sang bapak dan Nai Bunga untuk sang ibu.
Demikian halnya atas dua nama yang diberi koment di atas. Nai Ambaton ("panggoaran"), nama
kecil ialah si Boru Anting-anting Sabungan/Boru Paromas (puteri Guru Tatea Bulan, "mar
pariban"/"sisters" dengan si Boru Pareme). Si Boru Paromas adalah isteri pertama dari Tuan
Sorimangaraja (anak dari Raja Isumbaon). Anak yg dilahirkan si Boru Paromas/Nai Ambaton,
satu, bernama Ompu Tuan Nabolon; namun ada juga penulis yang menyebut namanya Ompu
Sorbadijulu. Anak-anak O Tuan Nabolon inilah si Bolontua (Simbolon - seluruhnya), Tambatua melahirkan banyak marga-marga, Saragitua - melahirkan banyak marga-marga, dan Muntetua yang juga melahirkan banyak marga-marga. Estimasi terkini menjadi 70-an marga yang disebut
dengan PARNA (Parsadaan Nai Ambaton) "na boloni".
Isteri kedua Tuan Sorimangaraja ialah si Boru Bidinglaut, yang kemudian "mar-panggoaran" Nai
Rasaon. Melahirkan satu anak, bernama Datu Pejel; namun ada penulis menyebut namanya
Ompu Tuan Sorbadijae. Anak-anaknya ada dua, yang lahir sekaligus dalam satu "lambutan"
bernama Raja Mangarerak dan Raja Mangatur. Pomparan Raja Mangarerak ialah seluruhnya
marga Manurung; sementara pomparan Raja Mangatur, ialah seluruhnya marga-marga Sitorus,
Sirait dan Butarbutar. Panjang cerita/"turiturian" dibalik penyebutan 4 marga tersebut.
Isteri ketiga Tuan Sorimangaraja ialah Nai Suanon/ Nai Tungkaon, nama kecilnya ialah Boru
Parsanggul Haomasan. Dalam tarombo pomparan Guru Tateabulan, diberbagai literatur nama ini
tidak tertulis. Ibu ini melahirkan satu anak, bernama Tuan Sorbadibanua. Dari Tuan
Sorbadibanua lahir 8 anak laki-laki, no 1 si Bagotnipohan, turunannya termasuk "Hula-hula anak
manjae" SBY, keluarga Aulia Pohan. Satu lagi di antara 8 itu ada Silahi Sabungan, termasuk
Letjend (Prn) TB Silalahi, anggota Watimpres SBY. Satu lagi di antara 8 itu ialah Raja Sobu, asal
dari marga-marga Sitompul, si Raja Hasibuan kemudian (disamping masih tetap ada Hasibuan)
menurunkan marga-marga Hutabarat(si Raja Nabarat), Panggabean (bercabang lagi dgn
Simorangkir), Hutagalung, Huta Toruan (bercabang dua yaitu marga-marga HutapeaTarutung/Silindung & Lumbantobing). Catatan: ada juga Hutapea di Laguboti, tapi punya
tarombo tersendiri.
Khusus tentang turunan Ompu Tuan Nabolon, menurut kebanyakan literatur adalah: No 1, si
Bolontua (sampai sekarang masih satu) yg disebut Simbolon, no 2, Tambatua (1 Tonggor
Dolok/Rumabolon, 2 Lumban Tongatonga, 3 Lumbantoruan), no 3, Saragitua, no 4, Muntetua.
Mereka berempat, si Bolontua, Tambatua, Saragitua dan Muntetua dilahirkan oleh 2 Ibu:
pertama, boru Pasaribu, kedua boru Malau (Silau Raja). Penyebutan nama anak-anaknya tsb oleh
Ompu Tuan Nabolon pun, konon, tidak asal-asalan tapi harus bijaksana ("wise"), seperti cerita

Raja Salomo yang bijak, karena dilahirkan oleh 2 orang isteri. Ada isteri pertama dan ada isteri
kedua. Istilah kerennya, poligami. Sebagai perbandingan, ingatlah Abraham. Anak-anaknya
antara Ismael dgn Ishak. Yg lahir duluan, Ismael, namun lahir dari pembantu, Hagar. Maka Ishak
yang lahir dari sang "permaisuri", yaitu Sarah, itulah yg diberkati oleh Abraham dan Yahwe yang
disembah oleh Abraham. Sekedar perbandingan saja lah.-->
Raja Nai Ambaton
Keturunan Raja Naiambaton dikenal sebagai keturunan yang terdiri dari berpuluh-puluh marga
yang tidak boleh saling kawin (ndang boi masiolian). Kumpulan persatuan rumpun keturunan
Raja Naiambaton disebut dengan PARNA (Parsadaan Raja Nai Ambaton). Catatan: huruf R
dalam kata PARNA bukan representasi 'raja', tapi PAR=Parsadaan ("persatuan"), NA=Nai
Ambaton.
Marga-marga keturunan Raja Naiambaton (Datu Sindar Mataniari) , antara lain: Raja Sitempang
dan Bolon Tua. Dan cabang-cabangnya: Dari Istri Siboru Biding laut III Pomparan Raja
Sitempang
1. Raja Sitempang ( Sitanggang Bau, Sitanggang Lipan, Sitanggang Upar, Sitanggang Silo,
Sigalingging, Sitanggang Gusar dari Sitanggang Bau, Sidauruk, Manihuruk dari
Sitanggang Silo, Sigalingging Ke Dairi (Banuarea, Manik, Gaja, Tendang, Rampu,
Kecupak, Kombi,Boang Manalu, Barasa, Turutan, Siambataon), Simanihuruk(Ginting
Manik ke Tanah Karo)
Dari IStri SIboru Anting Anting Pomparan Raja Nabolon
1. Simbolon Tua (Simbolon, Tinambunan, Tumanggor, Turutan, Pinayungan, Maharaja,
Nahampun)
2. Tamba Tua: Tonggor Dolok, Lumbang Tongatonga, Lumban Toruan. Lumban
Tongatonga beranak dua: Rumaganjang dan Lumbanuruk. Rumaganjang beranak 3: Guru
Sateabulan, Guru Sinanti dan Datu Parngongo. Datu Parngongo beranak 7, satu di
antaranya bernama Guru Sojoloan (Guru Sotindion). Dari Guru Sojoloan/Guru Sotindion
inilah Sidabutar, Sijabat, Siadari, Sidabalok yang biasa disebut "pomparan ni si opat
ama".
3. Munte Tua (Munte)
4. Saragi Tua (Saing, Simalango, Simarmata, Nadeak, Sidabungke, Rumahorbo, Sitio,
Napitu). Tiga marga dintaranya, yang konon turunan dari satu leluhur, yaitu RumahOrbo,
NApitu dan SiTIO, akronim (RoNaTio ).
Nai Rasaon
Nai Rasaon adalah kelompok marga-marga dari suku bangsa Batak Toba yang berasal dari
daerah Sibisa. Marga-marga keturunan Nai Rasaon, adalah: Manurung, Sitorus (menurunkan
Pane, Dori, Boltok), Sirait, Butarbutar. MANURUNG menurunkan HUTAGURGUR
HUTAGAOL dan SIMANORONI.

Si Raja Batak adalah S-1, Raja Isumbaon - setaraf dengan Guru Tatea Bulan adalah S-2, maka
Tuan Sorimangaraja (anak Raja Isumbaon) adalah S-3. Dari Ibu, Nai Rasaon {nama kecil: si
Boru Bidinglaut, Isteri II Tuan Sorimangaraja (S-3)/Anak no. 2 Ompu Raja Isumbaon (S-2)}
beranak satu, yaitu Datu Pejel/Ompu Tuan Sorbadijae. (S=Sundut/generasi). Datu Pejel, dua
anaknya sekali lahir (kembar-dua), namun tidak sebagaimana umumnya lahir kembar secara satu
per satu, melainkan lahir kembar-dua didalam satu "lambutan". Yang dimaksud lambutan,
barangkali adalah jaringan selaput yang membungkus bayi ketika didalam kandungan. Pada
waktunya yang tepat dikemudian hari diberi nama: Raja Mangarerak dan Raja Mangatur si "Duasahali tubu". Pomparan Raja Toga Manurung berkembang dari Raja Mangarerak; Sementara
pomparan Raja Toga Sitorus, Raja Toga Sirait dan Raja Toga Butarbutar berkembang dari Raja
Mangatur. Meski empat marga ini sesungguhnya berasal dari satu Ompu, Datu Pejel, namun
umumnya, berawal dari wilayah Porsea ke-empat marga ini sudah saling kawin-mawin. Maka
prinsip satu keluarga besar "na so boi mar-si-oli-an" telah ditinggalkan. Proses ini diperkirakan
sudah dimulai sejak 5 - 6 generasi sebelum generasi yang sekarang, atau kira-kira 200 tahun yl.
Sedang diwilayah asal/asli Sibisa dan Ajibata perasaan bersaudara itu masih kental. Namun
khususnya diwilayah Ajibata, antara Sirait dan Manurung, pada generasi yang sekarang, telah
ada yang memulai kawin-mawin. Sementara antara Sirait terhadap Sitorus dan Butarbutar belum
ada yang memulai. Tetapi didaerah perantauan, misalnya di p. Jawa telah ada yang merintis. aaa
Tuan Sorbadibanua
Tuan Sorbadibanua mempunyai 8 (delapan) putera, yaitu:
1. Sibagotnipohan
2. Sipaettua(Pangulu Ponggok, Partano Nai Borgin,Puraja Laguboti(Pangaribuan,Hutapea)
3. Silahisabungan
4. Raja Oloan
5. Raja Hutalima
6. Raja Sumba
7. Raja Sobu
8. Raja Naipospos
Sibagotnipohan Sibagotnipohan sebagai cikal-bakal marga Pohan mempunyai 4 (empat) putera,
yaitu:
1. Tuan Sihubil, sebagai cikal-bakal marga Tampubolon dan cabang-cabangnya
2. Tuan Somanimbil, sebagai cikal-bakal marga Siahaan, Simanjuntak, dan Hutagaol

3. Tuan Dibangarna, sebagai cikal-bakal marga Panjaitan, Silitonga, Siagian, Sianipar, dan
cabang-cabangnya
4. Sonak Malela, menurunkan marga Simangunsong, Marpaung, Napitupulu, dan Pardede
Sipaettua Marga-marga keturunan Sipaettua, antara lain: Hutahaean, Hutajulu, Aruan, Sibarani,
Sibuea, Pangaribuan, dan Hutapea
Silahisabungan
Delapan Anak Keturunan Silahisabungan dari 2 istri yakni :
Istri Pertama, Pingganmatio Padangbatanghari, anaknya : 1.Loho Raja (Sihaloho) 2.Tungkir Raja
(Situngkir) 3.Sondi Raja (Rumasondi) 4.Butar Raja (Sidabutar) 5.Debang Raja (Sidebang)
6.Bariba Raja (Sidabariba) 7.Batu Raja (Pintubatu)
Istri Kedua,Sinailing Nairasaon, anaknya : 8. Tambun Raja Alias Raja Itano Alias Raja Tambun
(Tambun,Tambunan,Daulay)
Selain marga pokok di atas masih ada lagi marga marga cabang keturunan Silahisabungan,
yakni : Sipangkar, Sembiring, Sipayung, Silalahi, Dolok Saribu, Sinurat, Nadadap,
Naiborhu,Maha, Sigiro, Daulay.
Raja Oloan Raja Oloan mempunyai 6 (enam) orang putera, yaitu:
1. Naibaho, yang merupakan cikal-bakal marga Naibaho dan cabang-cabangnya
2. Sigodang Ulu, yang merupakan cikal-bakal marga Sihotang dan cabang-cabangnya
3. Bakara, yang merupakan cikal-bakal marga Bakara
4. Sinambela, yang merupakan cikal-bakal marga Sinambela
5. Sihite, yang merupakan cikal-bakl marga Sihite
6. Manullang, yang merupakan cikal-bakal marga Manullang
Raja Hutalima Raja Hutalima tidak mempunyai keturunan
Raja Sumba Raja Sumba mempunyai 2 (dua) orang putera, yaitu:
1. Simamora, yang merupakan cikal-bakal marga Purba, Manalu, Simamora Debata Raja,
dan Rambe

2. Sihombing, yang merupakan cikal-akal marga Silaban, Sihombing Lumban Toruan,


Nababan, dan Hutasoit
SILABAN(BORSAK JUNJUNGAN) 1.SILABAN (BORSAK JUNGJUNGAN) 2.OP. RATUS
3.AMA RATUS 4.OP.RAJADIOMAOMA 5.a. DATU BIRA (SITIO); b. DATU
MANGAMBE/MANGAMBIT (SIPONJOT) c. DATU GULUAN
Raja Sobu Marga-marga keturunan Raja Sobu, antara lain: Sitompul dan si Raja Hasibuan. Dari
si Raja Hasibuan berkembang lagi, yang tetap tinggal di Toba tetap Hasibuan, sedang
"pomparan" Ompu Guru Mangaloksa yang merintis hidupnya ke wilayah Silindung, anakanaknya berkembang menjadi si Raja Nabarat (Hutabarat), si Raja Panggabean
(cabangnya,Simorangkir), si Raja Hutagalung dan si Raja Hutatoruan. Si Raja Hutatoruan dua
anaknya, itulah Hutapea (Silindung/Tarutung, beda dari Hutapea - Toba/Laguboti), dan
Lumbantobing (biasa disingkat L. Tobing=Lumbantobing). Marga-marga tsb (diluar marga
Hasibuan), secara "specific" pomparan Guru Mangaloksa dinamai "Pomparan ni si Opat
Pu(i)soran". Mana ejaan yang benar dalam bahasa Batak, antara Pusoran atau Pisoran, entahlah.
Marga-marga tersebut di atas masih tetap alias belum bercabang hingga sekarang. Kecuali
pencabangan untuk tujuan penyebutan internal, semisal Hutabarat. Ada Hutabarat Sosunggulon,
Hutabarat Hapoltahan, Hutabarat Pohan. Dari tataran ini barulah dibagi lagi menjadi "mar-ompuompu". Sebagai catatan, khusus dari pomparan Guru Mangaloksa, setiap anggota marga-marga
tersebut mengingat nomornya masing-masing, termasuk Boru. Semisal di Hutabarat, berkenalan
seorang Hutabarat dengan seorang lain Hutabarat. Tidak lagi ditanya, Hutabarat Sosunggulon?
atau Hapoltahan? atau Pohan? dst. Tetapi langsung ditanya, "nomor berapa"?, termasuk Boru.
Sehingga masing-masing tahu "standing position", memanggil abang/adik, bapatua/bapauda, dst,
termasuk "tutur" untuk Boru. Hal seperti ini perlu dicontoh karena dapat memotivasi orang lain
mencari asal-usul ("identitas") "ha-batahonna", tentu setelah indentitas keyakinan dan
kepercayaan masing-masing individu.
Raja Naipospos Raja Naipospos mempunyai 5 (lima) orang putera yang secara berurutan, yaitu:
1. Donda Hopol, yang merupakan cikal-bakal marga Sibagariang
2. Donda Ujung, yang merupakan cikal-bakal marga Hutauruk
3. Ujung Tinumpak, yang merupakan cikal-bakal marga Simanungkalit
4. Jamita Mangaraja, yang merupakan cikal-bakal marga Situmeang
5. Marbun, yang merupakan cikal-bakal marga Marbun Lumban Batu, Marbun Banjar
Nahor, Marbun Lumban Gaol
Padan atau janji antar marga
Dalam suku bangsa Batak, selain marga yang satu nenek moyang (satu marga) ditabukan untuk
saling kawin, dikenal juga padan (janji atau ikrar) antar marga yang berbeda untuk tidak saling
kawin. Marga-marga tersebut sebenarnya bukanlah satu nenek moyang lagi dalam rumpun

persatuan atau pun paradaton, tetapi marga-marga tersebut telah diikat padan (janji atau ikrar)
agar keturunan mereka tidak saling kawin oleh para nenek moyang pada zaman dahulu. Antar
marga yang diikat padan itu disebut dongan padan.
Marga-marga yang mempunyai padan khusus untuk tidak saling kawin, anatara lain:
1. Sihotang dengan Naipospos (Marbun)
2. Naibaho dengan Sihombing Lumban Toruan
3. Nainggolan dengan Siregar
4. Tampubolon dengan Silalahi
5. dan lain sebagainya
Sihotang dengan Naipospos (Marbun)
Seluruh keturunan Raja Naipospos diikat janji (padan) untuk tidak saling kawin dengan
keturunan Raja Oloan yang bermarga Sihotang. Sehingga Sihotang disebut sebagai dongan
padan. Memang pada awalnya pembentuk janji ini adalah Marbun. Namun ditarik suatu
kesepakatan bersama bahwa keturunan Raja Naipospos bersaudara (na marhahamaranggi)
dengan keturunan Sihotang. Hal ini dapat dilihat bersama bahwa hingga saat ini seluruh marga
NAIPOSPOS SILIMA SAAMA (Sibagariang-Hutauruk-Simanungkalit-Situmeang-Marbun)
tidak ada yang kawin dengan marga Sihotang. Pengalaman di lapangan bahwa memang ada-ada
saja orang yang mempersoalkan padan ini. Mereka mengatakan bahwa hanya Marbun sajalah
yang marpadan dengan Sihotang tanpa mengikutsertakan Sibagariang, Hutauruk, Simanungkalit,
dan Situmeang. Perlu diketahui bersama bahwa telah ada ikrar (padan) para nenek moyang
(ompu) bahwa padan ni hahana, padan ni angina; jala padan ni angina, padan ni hahana (ikrar
kakanda juga ikrar adinda dan ikrar adinda juga ikrar kakanda). Benar Marbunlah pembentuk
padan pertama terhadap Sihotang. Tetapi oleh karena Marbun sebagai anggi doli Sibagariang,
Hutauruk, Simanungkalit, dan Situmeang, maka turut juga serta dalam padan dengan Sihotang.
Contoh lain dapat pula dilihat bersama bahwa sesungguhnya Sibagariang tidaklah ada ikrar
(padan) sama sekali untuk tidak saling kawin (masiolian) dengan Marbun. Tetapi oleh karena
Hutauruk, Simanungkalit, dan Situmeang marpadan dengan Marbun untuk tidak saling kawin
maka Sibagariang pun turut serta dengan sendirinya oleh karena ikrar (padan) para nenek
moyang (ompu) yang telah disebutkan di atas. Sehingga suatu padan yang umum bahwa
keturunan Raja Naipospos dari isteri I (Sibagariang, Hutauruk, Simanungkalit, dan Situmeang)
tidak boleh saling kawin dengan keturunan Raja Naipospos dari isteri II (Marbun).
Demikian pula halnya seluruh marga-marga keturunan Raja Naipospos (Sibagariang, Hutauruk,
Simanungkalit, Situmeang, Marbun Lumban Batu, Marbun Banjar Nahor, dan Marbun Lumban
Gaol) tidak boleh saling kawin dengan keturunan Sihotang.
Sumber dan rujukan

Haran Sibagariang (Gelar: Ompu Basar Solonggaron), mantan Kepala Negeri Huta
Raja sebagai sumber tertulis dalam buku sederhana susunannya sendiri tentang Raja
Naipospos dan Keturunannya.

Laris Kaladius Sibagariang, seorang yang dituakan dan kepala adat di Huta Raja,
Sipoholon sebagai sumber lisan.

W. M. Hutagalung, sebagai sumber pembanding dalam bukunya yang bejudul


PUSTAHA BATAK Tarombo dohot Turiturian ni Bangso Batak

D. J. Gultom Raja Marpodang, sebagai sumber pembanding dalam bukunya yang


berjudul Dalihan Natolu Nilai Budaya Suku Batak tentang marga keturunan Raja
Batak

Kategori:

Batak

Marga Batak

Navigation menu

Buat akun baru

Masuk log

Halaman

Pembicaraan

Baca

Sunting

Versi terdahulu

Halaman Utama

Perubahan terbaru

Peristiwa terkini

Halaman baru

Halaman sembarang

Komunitas

Warung Kopi

Portal komunitas

Bantuan

Wikipedia
Cetak/ekspor
Peralatan

Halaman ini terakhir diubah pada 06.01, 10 Desember 2012.

Teks tersedia di bawah Lisensi Atribusi/Berbagi Serupa Creative Commons; ketentuan


tambahan mungkin berlaku. Lihat Ketentuan Penggunaan untuk lebih jelasnya.

Kebijakan privasi

Tentang Wikipedia

Penyangkalan

Tampilan seluler

7 Votes

Asal mula GS didirikan oleh Anton Szandor


La Vey tanggal 30 April 1966, dan GS ini secara terang-terangan diorganisasikan di San
Fransisco. Sebagai buku panduan umatnya, La Vey menulis sebuah kitab The Satanic Bible tahun
1969.
Sebuah patung Setan, raja iblis telah dibuat dan saat ini berada di Katedral Notre Dame (Paris)
berwujud seperti wajah manusia-binatang bertanduk 2 buah dengan posisi bertopang dagu dan di
punggungnya terdapat 2 sayap, patung ini terbuat dari batu dan dinamakan patung setan (patung
itu pernah dimasukan dalam adegan film Si Bongkok dari Notre Dame).
Organisasi ini menyebut dirinya organisasi pertama di muka bumi dan di sepanjang sejarah yang
secara terbuka menyatakan mengabdi kepada penerimaan terhadap fitrah sejati manusia yaitu
binatang jasmaniah yang hidup di dalam kosmos yang diresapi dan dimotivasi oleh kekuatan
gelap yang kami sebut Setan.
Untuk yang bukan anggota akan dituding sebagai orang yang hidup dalam iri hati obsesif
terhadap kita yang tetap eksis oleh arus alamiah bersama rasa takut terhadap Pangeran
Kegelapan, oleh sebab itu mereka menyebut dirinya kaum asing yang terpilih dan Elite. Bahkan
mereka mengatakan kita para pengikut Setan adalah Tuhan itu sendiri. GS menyebarkan doktrin
yang diciptakan Anton La Vey melalui tulisan, rekaman, dan video. GS mengaku punya media
yang luas dan selama 33 tahun terakhir ini dirujukkan dengan berbagai nama, misalnya Gereja
Setan.
Yang pertama Gereja Setan, Gereja Setan Amerika, kini nama resmi mereka adalah Gereja Setan,
nama lain adalah pendusta. Pada tanggal 29 Oktober 1997, Anton La Vey mati. Kemudian GS
diwariskan kepada Blanche Barton (pendeta wanita tertinggi) yang juga adalah istrinya dan ibu
anak yang ketiga yang bernama Satan Xerces Carnacki La Vey Blanche juga menjabat kepala
adiministrasi GS selama 14 tahun terakhir. Semasa hidupnya, Anton La Vey mengangkat banyak
anggota Kependetaan Mendes sebagai Pengacara Iblis. Dan kependetaan ini bersama Ordo
Trapezoid Dewan Nan Sembilan kini bekerja sama dengan Pendeta Wanita Tinggi Barton untuk
memajukan filosofi ikonoklastik yang diracik oleh La Vey.
Lambang Para pengikut GS umumnya menggunakan lambang 666, pentagram, bintang bersudut
5 terbalik yang bergambar kepala kambing bertanduk dua. Sudut bintang yang menggambarkan
tanduk itu bermakna Lucifer, sama tinggi dengan Allah. Tiga sudut di bawah menggambarkan
tritunggal iblis, yang di tengah Lucifer, di kiri anti Kristus, yang di kanan nabi-nabi palsu

Tritunggal iblis ini lawan Tritunggal Kristiani (Bapa, Anak, dan Roh Kudus ). Di tiap sudut
bintang ada lima lambang kecil-kecil yang menggambarkan lima lambang setan : Zombie,
WereWolf, Dracula, Vampire, dan SherWolf.
Kepala kambing merupakan salah satu ciri khas utama penyembah Setan, unsur penyembahan
yang menuju kepada pengorbanan kepada Satan Lucifer
GS
mengenal
tiga
jenis
ritual
:
Seks, Kebaikan, dan Kejahatan. Ritual Seks dilakukan setelah upacara dan itu merupakan
bagian dari upacara. Roh dan manusia dapat melakukan hubungan badan bila roh itu berubah
wujud menjadi manusia, hal ini dapat dilakukan oleh Lucifer karena dia adalah malaikat. Lain
halnya dengan roh lainnya yang bukan termasuk malaikat sehingga harus meminjam tubuh orang
lain (media); seperti kerasukan, memanggil arwah orang mati, perdukunan, semua hal ini tidak
lain adalah praktek satanisme,dan menjadi pengikut Lucifer.
Sumber : lieagneshendra.blog.friendster.com

Sedangkan Ibu Elly Risman,Psi adalah


pakarnya parenting di Indonesia ini.

Dia berkata :
percayalah pornografi adalah suatu bencana yang kita sendiri ( maksudnya negara
Amerika sendiri ) keteteran .
Negara kita dapat mempersiapkan perang, dengan senjata dan tentara. Negara kita bisa
menghadapi penyakit dengan temuan obat 0bat dengan penelitian ilmuwan kami.
Tapi untuk pornografipercayalah. pada awalnya kami tidak siap dan tidak tahu cara
apa yang harus dilakukan untuk melawannya.
Oia, merebaknya pornografi di Amerika pada saat sekarang, sudah jauh berkurang dibandingkan
20 tahun silam.
Ya ! anak anak di Amerika sana serta remaja -remaja disana dilanda pornografi 20 tahun lalu.
Waktu lagi parah parahnya banget. Sekarang bisa dikatakan sudah sembuh untuk ukuran
penyakit satu negara.
Kalau negera kita Indonesia, sekarang inilah yang lagi merebak rebaknya !
Maka dari itu saya datang kesini, karena saya ingin ikut dalam upaya pembersihan
pornografi di negara kita ini. Karena negara kamipun pernah dilanda bencana ini. Dan itu
sangat mengganggu. Dan syukurnya kami sudah melewati itu sekarang.
Dia juga berkata : I love your country, I love your people
( Saya sempat terharu mendengarnya )
2 detik kemudian saya tertawa, karena berikutnya dia mengatakan : I love your cendol too
Gurakrak hahaha !


Di tubuh kita banyak hormon yang bekerja.
( Tenang bagi yang agak alergi dengan istilah kimia. meskipun nanti ada istilah kimia, akan
dijelaskan secara santai kok ^_^ )
Di tubuh kita banyak hormon yang bekerja, menurut Dr. Randall F. Hyde,Ph.D ada 4 hormon
yang yang dirusak cara kerjanya. Hormon ini jika bekerja secara normal akan menguntungkan
kita. Nah Pornografi membuat ke-4 hormon ini keluar secara berlebihan dan terus menerus.
Berikut penjelasan detail dari ke-4 Hormon tersebut :

Dopamine

Kalau anda sedang kesusahan mengerjakan suatu soal matematika saat ujian, dateng telat, belom
makan, eh pas datang ternyata soalnya susah banget, anda pasrah, lunglai, merasa bakal jeblok
nilanya, gara-gara tidak ada satupun soal yang bisa anda kerjakan.
Lagi frustasi-frustasinya, tiba -tiba ketemu cara ngerjain soalnya.
YES!!!!!! Alhamdullillah!!!
Bagaimana perasaanya..?? Senang yang bukan main bukan..??? Serasa puas campur bahagia!
Sepertu itulah efek Hormon Dopamine kalau lagi bekerja. Menimbulkan SENSASI Puas,
senang , bahagia di dalam dada.
Eits tunggu dulu
Efek dopamine ternyata menimbulkan peningkatan kebutuhan level.
Maksudnya gini, kalau kemaren anda puas dan loncat loncat kegirangan gara- gara mengerjakan
soal anak TK, apakah saat besoknya anda mengerjakan soal yang sama anda merasa puas dan
loncat-loncat yang sama dengan yang anda lakukan kemaren..???
Tentu tidak!!! Anda pasti butuh untuk bisa mengerjakan soal anak SD, baru loncat- loncat
kegirangan lagi. Betul tidak..???
Seperti itulah efek dari bekerjanya si Dopamine.
NAHHH!!! Pornografi itu membuat si Dopamine bekerja terus menerus dan sayangnya
penyebab dia bekerja adalah karena pornografi.
Ilustrasi :

1. Pertama kali si Nyoman akan berteriak oh my god gambar apa sih tuh ! ( sambil tutup mata
tapi agak direnggangin jarinya buat ngintip )
2. Eh kemaren gambar apa sih? mengunjungi lagi situs yang menampilkan gambar perempuan
memakai bikini tersebut. Dilihat terus.!!!
3. Besok- besoknya si Nyoman harus melihat perempuan bertelanjang dada agar bisa merasakan
sensasi yang wuooowwww
4. Besoknya tentu harus melihat yang lebih parah dari melihat perempuan yang bertelanjang
dada. Bisa yang cuma pakai kancut doank atau langsung bugil.
Begitu seterusnya, dari melihat cewe bugil, melakukan seks, lebih parah, terus dan teruuuss
Harus lebih parah atau minimalnya beda gambar, agar merasakan sensasi wuooowwww .
Bisa dibayangkan kan , setelah puas melihat gambar- gambar yang terparah sekalipun apa yang
harus dilakukan agar merasakan sensasi wuooowwww ???
Nonton videonya beneran donk..!!!
Lalu seterus dan seterusnya..???
Melakukan seks beneran donk..!!!

Bener banget..!!!

Waktu melakukan seks juga begitu, karena dari awalnya dilandaskan si Dopamine tadi, maka
akan beda dengan seks yang dilakukan orang normal yang biasa.
Dia selalu butuh teknik seks yang baru, baru dan baru, kalau perlu yang gak normal dan aneh.
Makanya kalau para pelaku seks yang melakukan seks gara-gara pertamanya dia terpincut
pornografi, akan butuh gaya yang baru dan menuju ke arah penyimpangan seksual.
Sampai jadi nyoba incest (berhubungan dengan saudara sendiri), berhubungan seks dengan
binatang, pemerkosaan, penyiksaan dalam seks.
Hanya karena butuh utuk merasakan sensasi wuooowwww tersebut.
Mereka tahu itu salah, tapi tetap melakukannya.
Mereka tahu itu salah, tapi tidak bisa melawannya.
Itulah parahnya hormon Dopamine yang dibikin bekerja secara terus menerus oleh pornografi..!!

Neuropinhiprin

Kalau seorang pebisnis sejati, otaknya dipenuhi dengan yang namanya peluang dan keuntungan.
Ngeliat usaha yang bisa dijadikan ladang uang, selalu dimanfaatkan dengan baik.
Instingnya ke bisniiiiisss mulu!
Nah inilah yang terjadi juga terhadap para pecandu pornografi.
Otaknya selalu berputar- putar dengan yang namanya pornografi.
Ngeliat yang ngerangsang dikit, otak udah ngebayanginnya yang lain lain.
Kalau ada perempuan yang memakai baju seksi, mungkin orang normal hanya kan berkata
perempuan itu seksi. Tetapi kalau orang yang sudah kecanduan pornografi, akan berfikir,
gimana ya rasanya bersetubuh dengan dia, (sambil ngiler diem diem bego gitu).
Lagi berdiri disamping perempuan, langsung otaknya ngeres dah! padahala perempuannya biasa
aja,gak ngedance, ngeliuk-liukin badan, apalagi striptise. Sama sekali enggak! Tapi otaknya
sudah yang gimanaaaa gitu.
Itulah yang dirasakan orang yang sudah berurusan dengan pornografi. Ngerusak otak!
Nah inilah yang sering digembor-gemborkan orang bahwa pornografi itu ngerusak otak, inilah
yang diamaksudkan. Sering terbayang selalu.
Akibatnya tidak bisa berfikir jernih, males belajar, males mikir, males kreatif. Karena
otaknya sudah dipenuhi dengan daftar kosakata atau kejadian yang bisa otak dia sambungsambungin dengan yang namanya seks.
Kerjaannya siapa?
Kerjaannya Hormon Neorupiniphrin yang sudah disutradarai oleh Pornografi.

Serotonin

Saat seorang perokok lagi stress, dia akan merokok.


Kenapa begitu..??? karena rokok adalah sesuatu yang bisa membuatnya senang, tentram, damai,
dan piss.
Itulah efek kerja dari Hormon Serotonin.
Membuat seseorang merasa nyaman saat hormon itu keluar.

Nah saat orang bersentuhan dengan yang namanya pornografi, hormon itupun keluar.
Fly, lihat yang porno.
Efeknya????
Setiap orang itu kesel, orang itu frustasi, orang itu sedih, orang itu kesepian, orang itu
mengalamai hal yang menyulitkan dirinya, dia akan lari ke pornografi. Karena itu yang
membuatnya tentram.
Sedih ya..???
Kalo orang stress, pelariannya ke Ibadah..Mantep!
Kalo pelariannya ke Bermiditasi..Keren!
Kalau pelariannya ke hang out bersama teman- teman atau kalau yang perempuan shooping,
Masih okelah.
Lah kalau sebuah pelarian haruslah ke pornografi misalkan langsung ke warnet dan langsung
searching situs www.XxX.com gtu??? Nahh Loe..

Oksitosin

Anda tahu kenapa seorang ibu dengan anak- anaknya ada ikatan batin?
Karena Hormon Oksitosin-lah jawabannya.
Saat seorang ibu melahirkan, Hormon Oksitosin terpancar banjir keluar dari tubuhnya.
Nah efeknya adalah, dia mencintai sesuatu yang membuat orang tersebut mengeluarkan
[b]hormon oksitosin itu![/b]
Karena si ibu itu jadi keluar hormon oksitosinnya, gara- gara anak yang dilahirkannya tersebut,
maka dia akan jadi punya ikatan batin dengan anak tersebut.
Itulah sistem kerjanya si Hormon Okitosin.
Pornografi itu membuat Hormon Okitosin bekerja secara terus menerus pada saat si orang
tersebut mengakses pornografi.
Sudah tahu kan akibatnya jadi seperti apa ?
Dia menjadi terikat secara batin dengan pornografi tersebut.

Makanya yang kecanduan pornografi itu, ada rasa kangen jika tidak melihat pornografi selama
beberapa hari.
Adanya keterikatan batin dengan pornografi.
Apa yang bisa dibanggakan dengan terikatnya seseorang dengan pornografi???
Semoga artikel ini bisa bermanfaat untuk kita semua. Amin.
tips agar selalu tersenyum pada keadaan apapun

1. hilangkan pikiran buruk.


ex: pas kamu lagi nervest atau apalah yang bikin kamu gak bisa senyum. pikirin hal lucu yang
ngebuat kamu ketawa, jangan sekali-kali mikirin hal yang bisa bikin kamu makin buruk.

2. berpikir, semua pasti takdir.


ex: misalkan kamu patah hati, kamu harus mikir, itu semua takdir dari yang di atas. dia cuman
gak mau kamu terluka lebih dari ini, atau dia punya kejutan yang lebih membahagiakan buat
kamu.^^

3. berpikir kamu adalah orang yang paling bahagia.


maka kamu bakal menjadi orang yang selalu tersenyum. gak ada yang bisa ngalahin kebahagian
dan senyum yang ada di wajah mu.

4. pikirin orang yang ad adi bawah kamu.


pikirin orang yang lebih menderita dari kamu, maka kamu bakal ngerasa kamu adalah seseorang
yang beruntung, dan kamu akan selalu tersenyum.

5. tetep berdoa semoga kamu bahagia.


gak perlu kaya, yang penting bahagia. itulah makna pokok dari sebuah senyuman yang tulus.
:D

Anda mungkin juga menyukai