Anda di halaman 1dari 5

peran pemuda seperti yang bisa dilakukan ikut berperan dalam pencegahan, penanaman kembali

hutan yang rusak dan selalu menjaga lingkungan. Mengingat saat ini negara membutuhkan
pemuda pemudi yang memiliki SDM tinggi, tidak mudah menyerah, memiliki inovasi baru untuk
menyelesaikan masalah yang terjadi di negara ini. Selain itu kita sebagai pemuda juga harus
peduli dan ikut menolong korban bencana, karena hidup di bumi ini saling membutuhkan satu
sama lainnya. Selain itu melakukan sosialisasi kepada masyarakat akan dampak bencana, baik
itu yang diakibatkan kebakaran hutan maupun lahan yang sering terjadi di daerah ini.

Mitigasi adalah langkah yang juga dilakukan sebelum bencana terjadi. Contoh kegiatannya antara
lain membuat peta wilayah rawan bencana, pembuatan bangunan tahan gempa, penanaman
pohon bakau, penghijauan hutan, serta memberikan penyuluhan dan meningkatkan kesadaran
masyarakat yang tinggal di wilayah rawan bencana.

Sejarah Gempa Sulawesi Tengah (Pasigala)

1.ada 1 Desember 1927, gempa kekuatan 6,5 magnitudo mengguncang Palu dan sekitarnya.
Gempa berasal dari aktivitas tektonik watusampo yang berpusat di Teluk Palu yang
menyebabkan 14 jiwa meninggal dunia dan 50 orang luka-luka.

2.Pada tanggal 30 Januari 1930 terjadi gempa di pantai barat Kabupaten Donggala menyebabkan
tsunami setinggi dua meter dan berlangsung selama dua menit.

3. Pada 14 Agustus 1938, gempa dengan kekuatan 6 magnitudo mengguncang Sulawesi Tengah
yang berpusat di Teluk Tambu Kecamatan Balaesang Donggala. Gempa ini menyebabkan
tsunami 8-10 meter di pantai barat Kabupaten Donggala. Sebanyak 200 korban meninggal dunia
dan 790 rumah rusak serta seluruh desa di pesisir pantai barat Donggala hampir tenggelam.

4. Gempa juga terjadi pada tahun 1994 dikenal dengan gempa sausu, Kabupaten Donggala
mengguncang Sulawesi Tengah.

6. Pada tahun 1996 terjadi gempa Tonggolobibi terjadi di Desa Bankir, Tonggolobibi dan
Donggala mengakibatkan 9 orang tewas dan bangunan rusak parah. Menyebabkan tsunami 3,4
meter datang dan membawa air laut sejauh 300 meter ke daratan.

7. Pada 11 Oktober 1998 Kabupaten Donggala diguncang gempa berkekuatan 5,5 magnitudo.
Ratusan bangunan rusak parah akibat gempa.

Mitigasi Bencana berbasi kearifan Lokal ditanah Kaili

Mitigasi bencana sebetulnya sudah diperingatkan oleh pesan masa lalu dalam bentuk seni dan
budaya. Leluhur kita memberikan peringatakan dalam bentuk musik dan sastra atau bentuk tanda
dan pesan lainnya. Peringatan itu merupakan nilai kearifan lokal yang sering kali tidak diindahkan
oleh masyarakat masa kini karena dikira irasional. Bahkan mungkin, pengambil kebijakan
mengatahui akan pesan-pesan mitigasi yang disampaikan melalui cerita, sajian seni dan budaya,
namun karena kebutuhan ekonomi pemangku kebijakan mengindahkan pesan sebagai khasanah
kebudayaan ini.

kearifan lokal yang sudah ada sejak dahulu ada di Lembah Kaili mulai terdengar lagi dan ternyata
wilayah-wilayah yang terdampak parah setelah bencana 2018 dahulu bukanlah wilayah daerah
yang dihuni para leluhur bahkan daerah tersebut merupakan daerah bahaya yang tidak layak
huni, hal ini terbukti melalui (Toponimi) asal-usul penamaan nama tempat dari leluhur kaili dan
Peta daerah yang dibuat oleh kolonial Belanda. dari arsip dan peta yang dibuat oleh kolonial
Belanda sekitar 100 tahun yang lalu sekitar tahun 1907 sampai ada 941, Belanda memetakan
sangat baik keadaan di lembah palu, di situ tergambar di peta itu jelas, wilayah-wilayah yang
terkena likuifaksi misalnya wilayah perumnas di kelurahan balaora, kemudian petobo, kemudian
jonooge, dan sibalaya selatan dan itu memang tidak di huni dan itu jelas bagian daerah aliran
sungai sungai purba, dari situ kita mengetahui ternyata pembangunan kota palu ini awal
berdirinya kota administrative palu di tahun 1978 dan di awal tahun 80-an pembangunan itu
marak di Kota Palu pembangunan BTN yah, perumahan-perumahan BTN tidak, memperhatikan
sejarah lingkungan, sejarah penamaan sebuah wilayah dan akhirnya ya kita merasakan
akibatnya semua wilayah yang tidak di huni itu di masa lampau itu memang sudah diketahui oleh
leluhur orang kaili daerah yang tidak aman untuk di huni.

Lalu, menurut menurut Arkeolog Pak Iksam, misalnya wilayah yang di kota Palu ini, di perumnas
Balaroa yang menjadi lokasi likuifaksi itu ada beberapa nama yang merujuk memang itu wilayah
yang sangat berbahaya ya, misalnya sebgaian di sebut pusentase atau pusentasi artinya pusat
laut, wilayah yang berawa-rawa. Nah kemudian ada juga yang mengatakan wilayah itu dulu
dijadikan kebun pun tidak, jangankan pemukiman dijadikan kebun pun tidak artinya selain
bencana gempa, dari cerita-cerita yang kami kumpulkan ada beberapa penelitian bencana yang
cukup sering melanda wilayah-wilayah lembah palu adalah banjir bandang, wilayah yang awalnya
terlihat seperti kering kemudian tiba-tiba menjadi aliran sungai itu juga yang sangat berbahaya.
Jadi dua hal soal toponimi itu peristiwa dan vegetasi itu adalah dua hal yang melatar belakangi
kenapa ada nama-nama tempat itu dan peristiwa alam itu tentu sangat
berpengaruh dengan penamaan-penamaan itu karena sejarah ekologi itu tidak bisa dipisahkan
dengan penamaan jadi misalnya ada satu vegetasi yang tumbuh di satu kawasan dia tumbuh di
sana juga karena peristiwa alam. Ada salah satu ungkapan leluhur di tanah kaili bunyinya seperti
ini: Aginamo mainga nemo maonga, artinya lebih baik waspada daripada tenggelam nah
pemilihan kata tenggelam ini “maonga” berarti sudah punya cerita yang sangat Panjang, leluhur
kita mengalami bencana yang berhubungan dengan air, kenapa tidak memilih kata yang lain, mati
misalnya atau musnah tapi dipilih kata tenggelam yang jelas-jelas itu bencana yang berhubungan
dengan air.

Kearifan lokal itu sebenarnya ada tiga komponennya, pertama pengetahuan, yang kedua nilai
budaya, dan yang ketiga etika. Misalnya pengetahuan lokal tentang kearifan lokal dalam bidang
arsitektur nah itu tergambar dari rumah tradisional yang tahan gempa, tahan gempa ya bukan
anti gempa kemudian dari segi nilai dan etika, suku-suku yang ada di Indonesia semua punya
sastra lisan yang membaca tanda kemudian mengkomunikasikan kepada masyarakatnya bahwa
inilah tanda-tanda bencana yang akan terjadi, atau dari segi etika kalau kalianmelanggar hukum
atau melanggar adat bencana Menurut Pak Iksam seorang ahli Arkeolog, traditional kebudayaan
berupa karya sastra dan lagu yang dibuat oleh leluhur kaili untuk merawat dan menyampaikan
pesan tentang peristiwa apa saja yang terjadi dan sebagai peringatan pada sesuatu yang akan
terjadi, termasuk peristiwa bencana alam, contohnya Kayori sebuah syair kaili diiringi alat musik
kaili yang lahir untuk merespon peristiwa termasuk peristiwa bencana alam. Kayori di tanah kaili
Sulawesi tengah, salah satunya memuat isu tentang bagaimana membaca tanda-tanda sebuah
bencana yang akan datang dan bagaimana Ketika kita bertingkah laku tidak baik di dalam
masyarakat khusunya melanggar etika, bencana bisa saja itu akan datang. Selain Kayori karena
Orang Kaili itu tidak punya aksara, tidak punya huruf sebagaimana orang Bugis yang punya
Lontara tetapim, kebudayaan Kaili itu diwariskan dengan tutura “bertutur”, dengan lisan dia
dihidupkan dengan cara itu dan beberapa cara yang yang tumbuh sebagai ritus atau ritual tradisi
atau yang lain misalnya adalah Dandedate juga ada
Vaino. Cara Bahasa Kaili merawat pesan atau menyampaikan pesan menyampaikan, merawat
pesan atau menghidupkan apa yang pernah terjadi dan peringatan pada sesuatu yang akan
terjadi yang sebelum dan yang akan terjadi.

Kearifan Lokal Diera Modernisasi

Terjadinya bencana alam di negeri kita tidak dapat dicegah, namun masyarakat bisa
meminimalisir kerugian akibat bencana, baik kerugian materi maupun kerugian jiwa. Disinilah
Teknologi Informasi berperan penting dalam menangulangi bahkan memberikan peringatan awal
sebelum terjadinya bencana. Beberapa pengalaman pemanfaatan Teknologi Informasi dalam
memudahkan penanggulangan bencana di Indonesia sendiri ketika Tsunami melanda Nangroe
Aceh Darussalam dan Sumatera Utara dimana ketika itu seluruh jaringan komunikasi terputus,
namun para relawan maupun para korban tidak habis akal untuk mengoptimalkan internet
sebagai jalur komunikasi untuk mengabarkandan menginformasikan kondisi yang ada pada saat
itu ke dunia luar maupun kepada sanak saudara mereka. Melalui blog maupun website, email,
chat dan lain sebaagainya pemanfaatan internet ini mereka lakukan. Dampaknya adalah bantuan
dari dalam dan luar negeri cepat tersalurkan dan relawanpun terus berdatangan untuk membantu
evakuasi jenazah para korban yang meninggal akibat bencana itu.

Dalam memberikan informasi, ini merupakan tugas utama internet sebagai media baru. Namun,
bukan hanya itu. Teknologi Internet rupanya memiliki fungsi lain yaitu menggalang dana untuk
para korban bencana. Tsunami di Aceh pada tahun 2004 membuktikan bahwa internet bukan
hanya memiliki fungsi informatif, tetapi dapat pula menjadi lahan mencari dana. Salah satu situs
yang berhasil menggalang dana paling besar pada saat itu adalah amazon.com, salah satu situs
ritel yang sukses mengumpulkan lima puluh ribu dermawan dengan penghasilan lebih dari 32,6
miliar yang kemudian disalurkan melalui organisasi palang merah di Amerika Serikat. Selain itu
yang berhasil dikumpulkan oleh tim AirPutih sebuah komunitas IT yang berhasil menggalan
bantuan melalui website yang kemudian menyalurkannya berupa alat-alat telekomunikasi,
komputer dan lain sebagainya sebagai alat untuk berkomunikasi dengan dunia luar.
Lebih dari itu, ternyata perkembangan teknologi informasi juga bisa mengetahui kondisi korban
dan mencari orang yang hilang akibat bencana. Seperti situs BBC yang mencari salah satu warga
Belanda yang menjadi salah satu korban Tsunami di selatan Thailand. Mediacenter Airputih juga
memanfaatkan hal serupa dan berhasil membantu salah seorang warga Malaysia yang juga
menjadi korban Tsunami di Aceh. Ini membuktikan bahwa teknologi informasi berkembang untuk
peradaban manusia, menyesuaikan kebutuhan manusia untuk keberlangsungan hidup manusia.

Dalam membantu menanggulangi dampak bencana yang ada, perkembangan teknologi berupa
internet rupanya telah memberikan sumbangsih besar bagi pemulihan wilayah maupun
pemulihan korban yang telah terkena bencana alam. Namun bagaimana peran teknologi
informasi dalam meminimalisir besarnya kerugian materi dan kerugian jiwa akibat bencana ?.
Masih membahas pengalaman kita pada Tsunami Aceh tahun 2004 dimana kerugian yang
ditimbulkan mencapai ratusan miliar untuk merekonstruksi lagi kota yang telah mati akibat
bencana tersebut. Apabila kita analisis lebih jauh, sebenarnya hal tersebut bisa diatasi sejak dini
dengan memberikat peringatan dini lebih awal dengan melihat tanda-tanda yang atau gejala yang
terjadi di lokasi tersebut. Berkaca pada Jepang, salah satu negera paling rawan terjadi gempa,
pemanfaatan teknologi informasi disana rupanya sudah mencapai bagaimana memberikan
peringatan sangat dini untuk mengetahui adanya potensi gempa di salah satu lokasi tertentu yang
bisa diketahui adanya potensi gempa. Hal ini sangat berpengaruh sekali terhadap masyarakat
Jepang, karena dengan peringatan sangat dini, sebelum terjadinya gempa, masyarakat dapat
mempersiapkan mental dan segala sesuatunya yang akan diselamatkan, baik itu dokumen
penting, sumber-sumber finansial, mapun barang-barang berharganya, atau bahkan mereka
dapat mengungsi lebih awal sebelum terjadinya gempa yang tentu akan menyulitkan mereka
untuk bermigrasi ke tempat lain. Peringatan dini pulalah yang bisa mengurangi atau meminimalisir
kerugian akibat bencana alam.

Inilah yang mungkin harus bisa juga dikembangkan di Indonesia, mengingat negara kita
merupakan negara kepulauan dimana gempa, tsunami, dan potensi meletusnya gunung berapi
merupakan sebuah ancaman bencana, yaitu meningkatkan peran teknologi informasi dalam
memberikan informasi lebih awal tentang potensi terjadinya bencana alam di daerah tertentu.
Karena selain akan meminimalisir kerugian negara, hal tersebut juga menyelamatkan jiwa
masyarakat yang berada di wilayah tersebut. Namun, penggunaan media baru oleh masyarakat
Indonesia berupa internet dengan segala situs-situsnya menjadi modal awal bagi masyarakat kita
untuk dapat memperoleh informasi mengenai potensi bencana alam.

Inilah yang mungkin harus bisa juga dikembangkan di Indonesia, mengingat negara kita
merupakan negara kepulauan dimana gempa, tsunami, dan potensi meletusnya gunung berapi
merupakan sebuah ancaman bencana, yaitu meningkatkan peran teknologi informasi dalam
memberikan informasi lebih awal tentang potensi terjadinya bencana alam di daerah tertentu.
Karena selain akan meminimalisir kerugian negara, hal tersebut juga menyelamatkan jiwa
masyarakat yang berada di wilayah tersebut. Namun, penggunaan media baru oleh masyarakat
Indonesia berupa internet dengan segala situs-situsnya menjadi modal awal bagi masyarakat kita
untuk dapat memperoleh informasi mengenai potensi bencana alam.
Seperti yang disediakan oleh beberapa situs yang memang concern terhadap antisipasi bencana
alam, informasi-informasi mengenai potensi bencana alam di wilayah ternentu, analisa-analisa
mengenai terjadinya gejala alam terntentu. Selain itu, saat ini, muncul sebuah sistem baru yang
dikenal dengan geolocation, yaitu sebuah sistem identifikasi lokasi geografis dari dunia nyata
yang berasal dari sambungan computer, handphone, pengunjung website dan yang lainnya.

Jadi dengan koneksi internet saja kita dapat mengetahui lokasi-lokasi mana saja yang ingin kita
cari berdasarkan karakteristik yang kita inginkan. Seperti kaitannya dengan bencana alam, kita
dapat mengakses informasi berdasarkan potensi terjadinya tsunami, atau potensi terjadinya
gempa, dan lain sebagainya. Jadi, perkembangan teknologi senantiasa memberikan banyak
kemudahan dan keuntungan bagi penggunanya, salah satu yang dapat kita rasakan adalah ketika
bencana alam melanda bangsa kita, dalam keadaan darurat dan mengkhawatirkan ternyata
teknologi informasi dan komunikasi dapat memberikan alternatif jalan keluar untuk
menginformasikan bagaimana kondisi daerah bencana, menjadi alternatif bagi pengumpulan
bantuan untuk korban bencana, mencari orang atau sanak saudara yang hilang akibat bencana
dan lain sebagainya. Jadi masyarakat dimudahkan untuk menanggulangi bencana dengan cepat
dan sigap. Namun diluar itu, perkembangan teknologi memberikan alternatif baru untuk
masyarakat dalam meminimalisir atau mengurangi kerugian akibat bencana alam serta
membantu masyarakat untuk mewaspadai adanya gejala-gejala alam tertentu jadi masyarakat
kita dapat mengantisipasi kemungkinan apa yang akan terjadi, apa yang harus dipersiapkan, dan
bagaimana cara menyelamatkan diri, harta benda, dan surat-surat berharga yang beresiko hilang
ketika bencana alam melanda. Bencana alam memeng tidak bisa dicegah, namun manusia
dengan segala kecerdasannya dapat mengantisipasi terjadinya bencana alam.

Anda mungkin juga menyukai