Masyarakat Kepulauan Riau mengenal musim kemarau dan penghujan sebagaimana yang dikenal
oleh masyarakat tropis pada umumnya, namun mereka juga mengenal adanya musim berdasarkan
arah angin. Sejarah Indonesia mencatat bahwa Selat Malaka sebagai daerah strategis perdagangan
internasional, bahkan pernah menjadi salah satu pusat Kerajaan Melayu Riau-Lingga. Oleh karena
itu, tidak mengherankan jika masyarakat Melayu Riau memiliki kepercayaan animisme terhadap
mitos, hantu- hantu, serta larang pantang yang berkaitan dengan kelautan selain hukum Islam.
2.Sistem Kemasyarakatan dalam Ruang Hidup Melayu Riau
Sejarah Indonesia mencatat bahwa Selat Malaka sebagai daerah strategis perdagangan
internasional, bahkan pernah menjadi salah satu pusat Kerajaan Melayu Riau-Lingga. Oleh karena
itu, tidak mengherankan jika masyarakat Melayu Riau memiliki kepercayaan animisme terhadap
mitos, hantu- hantu, serta larang pantang yang berkaitan dengan kelautan selain hukum Islam.
Selain itu, mereka pun mampu menandai waktu dan ruang di tengah lautan meski tanpa jam dan
kompas, serta bahasa mereka yang me-nusantara. Selain itu, mereka pun mampu menandai waktu
dan ruang di tengah lautan meski tanpa jam dan kompas, serta bahasa mereka yang me-nusantara.
Pada mulanya struktur kesatuan hidup setempat berdasarkan kesukuan, maka pemimpin adalah
kepala suku atau kepala hinduk. Namun demikian terdapat bermacam-macam sebutan untuk
pimpinan dalam kesatuan hidup setempat. Gelar kepala suku atau kepala hinduk tersebut adalah
Datuk dan Penghulu (atau juga disebut batin, tua-tua, jenang, dan monti).
Kerukunan merupakan ciri khas dari masyarakat kampung tersebut, sehingga penduduk kampung
saling mengenal satu sama lain dan memiliki rasa keterikatan antara satu sama lainnya masih kuat.
Menghindarkan hal-hal dapat menimbulkan aib dan malu bisa sebagai faktor pendorong untuk terus
berbuat dan bersikap baik terhadap sesamanya. Perasaan yang demikian lebih kuat dibandingkan
dengan perasaan berdosa. Segala tindakan harus dijaga supaya tidak menimbulkan "sumbang mata",
"sumbang telinga", dan "sumbang adab".
Masyarakat Melayu di daerah pada dasarnya terdiri atas golongan asli dan golongan penguasa,
Sebelum adanya Kesultanan Siak Sri Inderapura, kepala-kepala suku yang menguasai hutan tanah
secara "territorial" bernaung di bawah Kerajaan Johor. Setelah tersingkir dari tahta Kerajaan Johor,
Raja Kecil meninggalkan Johor dan pada akhirnya mendirikan Kesultanan Siák Sri Inderapura pada
tahun 1723 yang terletak di sungai Siak. Rajanya bergelar Sultan Abdul Jalil. Oleh karenanya,
terjadilah pembagian golongan dalam masyarakat Melayu yang pada dasarnya terdiri atas golongan
asli dan golongan penguasa (bangsawan kesultanan). Tingkatan- tingkatan sosial tersebut adalah
sebagai berikut.
3) Tingkat ketiga diisi oleh orang baik-baik terdiri dari Datuk Empat Suku dan Kepala-kepala suku
lainnya beserta keturunannya.
4) Tingkat keempat diisi oleh orang kebanyakan atau rakyat umum sebagai tingkatan terbawah.
Di masa sekarang ketentuan-ketentuan adat tersebut sudah tidak lagi mengikat dan sudah
disesuaikan dengan alam demokrasi sekarang, sehingga perbedaan golongan tingkat tidak kelihatan
lagi dalam pergaulan karena lebih mengutamakan kepribadian, kedudukan, dan keadaan materiel
seseorang menurut ukuran sekarang. Misalnya dalam upacara adat masa kini, yang dianggap tinggi
adalah pejabat pemerintah menurut kedudukan, alam demokrasi sekarang, tidak lagi seorang Datuk
atau Tengku.
3.Tugas dan Fungsi dari Struktur Kemasyarakatan dalam Kebudayaan Melayu
Riau
Beberapa tugas dan fungsi struktur kemasyarakatan masyarakat Melayu di beberapa daerah
Riau diantaranya sebagai berikut.
a. Kampar (kenegrian)
Kabupaten Kampar dikenal dengan istilah kenegrian karenba memiliki bentuk struktur
kemasyarakatan yang merupakan gabungan dari persukuan. Kabupaten ini memiliki bentuk
struktur kemasyarakatan yang beragam termasuk pada identifikasi tugas dan fungsinya.
Sebagai sebuah kumpulan dari persukuan, maka dalam kenegerian adalah para ketua suku.
1)Pucuk tertinggi Kenegrian Kampar
yang duduk Struktur adat dalam setiap kenegrian berbeda-beda, sesuai dengan suku
yang ada dalam negeri tersebut. Jabatan-jabatan yang ada di Kenegrian Kampar adalah
Suku Domo dan Suku Pitopang. Suku Domo (domo tua) memiliki gelar Datuk
Temenggung. Tugasnya adalah mengurus keluar dan kedalam wilayah persukuan serta
bertanggung jawab penuh terhadap kesukuan sebagai pucuk pimpinan tertinggi.
Sedangkan Suku Pitopang memiliki gelar Datuk Manjo Bosau yang tugasnya hanya ke
dalam persukuan (jika dalam sistem pemerintahan RI setara dengan SEKDA). Suku Domo
dan Suku Pitopang dibantu oleh orang-orang sebagal berikut
2) Suku
2) Koto-koto di Singingi
Di kawasan ini diklasifikasikan menjadi Raja Adat dari Pagaruyung dan Rajo Ibadat dari
Semanjung Melayu (Malaysia). Mereka berdua juga disebut sebagai Datuk Nan
Beduo/Urang Godang Antau. Mereka bertugas dan berfungsi sebagai pelaksana roda
pemerintahan, mengatur kehidupan masyarakat sebagai pihak terkelola. Pada dasarnya,
pekerjaan mereka pada urusan adat dibantu oleh tujuh datuk. Sehingga seluruh datuk yang
menjalankan roda pemerintahan dan adat berjumlah sembilan orang sehingga dikenal
sebagai Datuk yang Sembilan. Tujuh datuk berkedudukan di koto-koto Tanjung Pauh (utara)
dan Logas (selatan) adalah sebagai berikut.
Siak dalam anggapan Melayu sangat bertali erat dengan agama Islam. Dalam khasanah
bahasa Sanskerta, "sri"memiliki arti bercahaya dan "indera" bermakna raja sedangkan
"pura" bermakna kota atau kerajaan. Secara harfiah Siak Sri Inderapura memiliki makna
sebagai pusat kota raja yang taat beragama. Kesultanan Siak Inderapura memiliki kawasan
lebih luas dibanding kerajaan-kerajaan yang pernah ada di kawasan Melayu Riau. Kesultanan
Siak Sri Inderapura pernah menguasai daerah-daerah di Sumatra bagian utara dan
Kalimantan bagian barat hingga pertengahan abad ke-19. Kerajaan ini meninggalkan
pengaruh yang amat besar pada wilayah Provinsi Riau di masa sekarang seperti Kota
Pekanbaru, Kota Dumai, Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Meranti, Kabupaten Rokan Hilir,
dan Kabupaten Siak. Bahkan sebagian daerah Palalawan dan Kampar pernah berada dalam
kawasan Kesultanan Siak. Sedangkan dalam pelaksanaan masalah pengadilan umum di
Kesultanan Siak, akan diselesaikan melalui Balai Kerapatan Tinggi yang dipimpin oleh Sultan
Siak, Dewan Menteri dan dibantu oleh Kadi Negeri Siak beserta anggotanya. Salah satu kitab
hukum di Negeri Siak bernama Bab Al-Qawaid yang menguraikan hukum yang dikenakan
kepada masyarakat Melayu dan masyarakat lainnya yang terlibat dalam perkara Melayu.
Dalam melaksanakan pemerintahan, Raja Kecil dibantu penasehat sultari sebagai berikut.
1) Penghulu Khusus penghulu, tidak memiliki tanah ulayat yang dalam pekerjaan
dibantu oleh sebagai berikut.
a. Sangko panghulu atau wakil penghulu.
b. Malin penghulu, pembantu urusan kepercayaan atau agama.
c. Lelo penghulu, pembantu urusan adat sekaligus berfungsi sebagai
Auereqnny
2) Batin
Adapun batin dibantu oleh sebagai berikut.
a. Tongkat, urusan yang menyangkut kewajiban-kewajiban terhadap
sultan.
b. Monti, pembantu batin urusan adat.
c. Antan-antan, pembantu batin yang sewaktu-waktu dapat dapat
mewakili tongkat atau monti jika keduanya berhalangan.
Pada masa pemerintaha Raja Kecil, terdapat sepuluh perbatinan dan empat penghulu telah
terwujud saat mengembangkan kawasan tersebut menjadi Kesultanan Siak. Perbatinan dan
kepenghuluan itu adalah Perbatinan Gasip, Perbatinan Senapelan, Perbatinan Sejalen,
Perbatinan Perawang, Perbatinan Sakai, Perbatinan Petalang, Perbatinan Tebing Tinggi,
Perbatinan Senggoro, Perbatinan Merbau, Perbatinan Rangsang. Penghulu Siak Kecil, dan
Perbatinan Siak Besar.
Dengan demikian, perkembangan bentuk dan struktur yang timbul akibat interaksi sosial-budaya
dengan dunia luar adalah hal lazim dalam setiap sejarah kesenian Riau. Karena kesenian tradisional
identik dengan produk kolektif masyarakat dan berakar tunjang pada masyarakat yang
menghasilkannya, maka perubahan-perubahan yang berlangsung di tengah-tengah masyarakat
pendukungnya akan menyebabkan bentuk dan struktur luaran kesenian tersebut juga berkembang
dari waktu ke waktu.
Dengan demikian, nilai-nilai persebatian (persatuan dan kesatuan) menjadi asas kerukunan hidup
antar sesama anggota masyarakat tanpa memandang asal-usulnya. Ungkapan yang sering didengar
yaitu: "bersatu kita teguh bercerai kita rubuh, ke bukit. sama mendaki dan ke lurah sama menurun,
berat sama dipikul ringan sama dijinjing dan lain-lain. Selain itu nilai senasib sepenanggungan. Nilai
ini mengutamakan kebersamaan, rasa kasih mengasihi, saling tenggang rasa. Terkenal ungkapan:
"setikar sebantal tidur, sepiring-sepinggan makan, seanak sekemanakan, senendk semamak, seadat
dan sepusaka" atau dikatakan: "makan tidak menghabiskan, mi tidak mengeringkan, dan lain-lain".
Kondisi ini terlihat dengan terjalinnya hubungan persahabatangan dan kekeluargaan antara berbagai
etnik di Nusantara yang memperkuat satu sama lain, misalnya perkawinan antara Melayu dengan
Mataram pada abad 10 M atau pernikahan antara putri Melayu dengan bangsawan Singosari pada
abad 13 M. Dari perkawinan tersebut melahirkan seorang pemimpin Majapahit dan seterusnya
menjadi raja Minangkabau yaitu Adityawarman.
Namun di masa sekarang. Budaya Melayu justru semakin mengkhawatirkan karena makin
berkembangnya berbagai stereotip yang sangat merugikan dan bahkan memberi dampak negatif
yang merugikan kepada pendukung budaya Melayu itu. oleh sebab itu, era reformasi seharusnya
berkembang dengan peluang kepada daerah terutama sejak diterapkannya UU tentang otonomi.
Dari sejak penerapan UU itu, daerah Riau kembali kepada jati diri sebagai pendukung budaya Melayu
untuk menjadikan budaya Melayu sebagai roh pembangunan dan penyelenggaraan pemerintahan.
kebudayaan Melayu mengkespresikan hubungan lingkungan itu dalam dua sikap. Pertama ada yang
dinamakan kepatuhan referensial, kebudayaan Melayu itu dalam satu pola bergerak mengikuti gerak
ekologis. Dalam hal itu, dicontohkannya, ada sejumlah bentuk ekspresi budaya itu menampilkan
penerimaan alam semesta sebagaimana adanya, ditafsirkan dalam semangat kepatuhan yang
dihidangkan dalam berbagai upacara ritual seperti semah laut, tolak bala dan lain-lain. “Ritual-ritual
seperti itu salah satu contoh yang menunjukkan kepatuhan referensial manusia kepada gerak alam
sekitarnya.
Inilah kita sebut alam terkembang menjadi guru. Alam berfungsi sebagai guru. Berbagi pengalaman
atau dialog itu tadi. Kreasi-kreasi dan ekpresi budaya bersumber dari nilai-nilai yang dibentuk
melalui keakraban dengan alam itu. Misalnya, ada ekspresi budaya yang memperlihatkan hubungan
harmonis manusia dan komuntias Melayu itu dengan lingkungannya. Jadi, antara manusia dengan
alam itu berbagi berkah, Jadi, ekologi alam sekitar dan ekspresi budaya serta nilai-nilainya jika
dianalogikan ibarat hubungan sarang dan burung, antara tanah dan tumbuh-tumbuhan, air dan ikan,
adanya penyatuan
Dinamika kebudayaan Melayu itu di mana lingkungan ruang hidup itu mempengaruhi kebudayaan
Melayu yang berarti, berkembang atau terhambatnya perkembangan budaya Melayu itu bergantung
kepada lingkungan baik lingkungan fisik, lingkungan biologis, flora, fauna dan lingkungan sosial.
Makanya banyak sekali tunjuk ajar, petuah tetua dahulu terkait dengan larangan anak cucu untuk
merusak hutan, tahu mana hutan yang boleh ditebang, mana yang kawasan larangan. Pedoman-
pedoman tentang penggunaan hutan ditetapkan dengan teliti. Tentang menebang pohon diuraikan
apa yang boleh ditebang, seberapa banyak, dan apa yang pantang ditebang.
Budaya Melayu dengan sangat tegas dan jelas menata ruang. Tata ruang dalam budaya
Melayu itu jelas. Pembagian ruang menurut orang melayu :
1. Tanah kampung, yaitu berarti tempat rumah tegak berjajar, tempat masyarakat dan
membuat perkampungan dan negerinya. Ungkapan adat mengatakan :
Kampung yang dibuat bukanlah kampung sembarangan. Tetapi ditentukan pula oleh adat
penataannya. Sebagaimana dalam ungkapan adatnya :
Apa tanda kampung halaman Rumah induk ada penanggahnya
2. Tanah dusun, yaitu tanah yang diperuntukkan bagi kebun tanaman keras, yang nantinya
dicadangkan pula untuk perluasan atau penambahan area perkampungan. Ungkapan adat
mengatakan :
3. Tanah Peladangan, yaitu tanah yang disediakan sebagai tempat berladang. Menurut adat
dalam kawasan itulah mereka berladang berpindah-pindah tetapi sangat dilarang berpindah keluar
dari areal yang disediakan. Dalam ungkapan adat dikatakan ‘ walau ladang berpindah-pindah,
pindahnya ke situ juga”, maksudnya , setiap tahun masyarakat melakukan ladang berpindah tetapi
dalam sirkulasi 5-10 tahun mereka kembali lagi ke belukar lama (tempat berladang sebelumnya).
4. Rimba larangan, Menurut adat yang disebut rimba larangan ialah rimba yang tidak boleh
dirusak, wajib dipelihara dengan sebaik mungkin pelestariannya. Rimba larangan ini terdiri dari dua
jenis , yakni rimba kepungan sialang dan rimba simpanan. Rimba kepungan sialang ialah rimba
tempat pohon sialang tumbuh ( yakni pohon rimba tempat lebah bersarang), ungkapan adat
mengatakan :
sedangkan rimba lebat/rimba simpanan tempat berbagai jenis pepohonan dan binatang hutan
hidup. Ungkapan adat mengatakan :
Ke semua yang tersebut di atas, merupakan tanah mineral, sedangkan tanah gambut, bagi orang
Melayu, bukan untuk usaha-usaha tanaman produktif, tetapi mereka mengambil produk-produk dari
hutan itu yang non kayu seperti rotan dan lainnya.
3. Morok
Morok adalah salah satu upacara yang dilakukan setelah selesai memumpun atau membakar ulang
barulah kita menaburkan benih atau menugalnya. Sebelum melaksankan acara menugal di buat adat
pemorokan terlebih dahulu adapun paraga adatnya adalah :
Benih Padi
Sirih Sekapur
Nasi Kuning
Panggang Ayam
Dengan cara membuat patok segi empat dengan ukuran 1x 1 meter dengan dibuat patok-patok kecil
dari akyu setelah itu lobang dengan ukuran yang sama 10 Cm kemudian setiap patok ditugalkan,
kemudian dibuatlah api unggun yang di taburi gula sehingga harum keciumannya dan kemudian
dibacakan doa rasul untuk meminta kepada tuhan semoga padi tumbuh dengan baik, hidup subur
dan mendapat hasil yang banyak kemudian barulah meneruskan penugalan.
Setelah melakukan adat pemorokan barulah menuggal dilaksanakan dan ini memakai tenaga yang
benyak sekali sekitar dua puluh sampai tiga puluh orang dengan memakan waktu sehari sampai dua
hari. Waktu menugal membawa benih yang cukup banyak sekali enam sampai tujuh gantang,
tergantung pada luasnya lahan, jika bekerja bergotong royong mereka membawa bakal sendiri-
sendiri. Apabila tidak secara bergotong-royong/balale, yang menyiapkan makanan adalah tuan
ladang. Tuan ladang menyiapkan seperti kue untuk sarapan pagi, minum dan nasi lauk pauknya
apabila kira-kira sudah jam tiga sore di siapkan snack berupa bubur atau kue yang lain. Anggota
pembenih dan penugalnya harus seimbang.
4. Melao
Setelah lebih kurang satu bulan umur padi, kita sudah boleh untuk memulai perumputan yang ada
disekeliling tanaman padi tersebut, agar padi tumbuh denga subur. Setelah umur padi satu setengah
bulan itu barulah juga dilaksankannya merumput dicelah-celah dan disekitar pohon padi tersebut
dengan memakan waktu skurang-kurangnya dua sampai tiga minggu agar padi tumbuhnya semakin
baik. Setelah itu menyesek, menyesek adalah merumput untuk yang ketiga kalinya supaya buah padi
jernih, tidak banyak gabah yang kosong dan inipun tergantung pada iklim. Apabila padi sedang murai
datang musaim kemarau maka padi itu kurang baik buahnya. Dan jika musim ada hujan ada panas
padi akan baik hasilnya.
5. Memangku Bulan
Apa bila padi sudah mulai menguning atau masak maka kita boleh mengaku bulan. Menganku bulan
adalah mematah atau memetik rumpun padi yang terbaik buahnya dari yang lain. Ini kita
menyiapkan : 1( Sirih Sekapur, 2) Nasi Kuning,3) Panggang Ayam. Dan juga disiapkan tali untuk
mengikat rumpunpadi tersebut, dan kemudian dibacakan Doa Rasul yaitu memohon pada tuhan
semoga hasil tersebut melimpah ruah, kemudian dipilih sebanyak tujuh tangkai dan dibungkus
dengan kain untuk dibawa pulang dan nasi kuning, panggang ayam itu boleh di makan bersama
keluarga dan sebagian diberikan bagi orang memanen padi tersebut.
Bergotong royong atau balale masih rutinitas dilakukan masyarakat Melayu Darit terutama juga
dalam hal mengetam padi yang sudah si dipanen. Sebelum berangkat menuju ladang atau
tempatpengetaman. Sebelum berangkat menuju ladang atau tempat pengetaman padi terlebih
dahulu sarapan pagi, yang dimaksud perut kita kenyang dan cepat juga mengisi tempat yang kita
bawa, tuan ladang memasukan setangkai padinya kemasing-masing orang yang akan mengetam.
Setelah itu barulah rombongan mengetam sendiri untuk mengisi tempat yang dibawa, cara
pengetaman padi kita harus keliling memutari perladangan itu dan menghadap pada mata hari
terbit.
6. Meres Padi
Setelah pengetaman padi selesai, barulah rombongan membawa padi pulang kerumah tuan ladang,
dan serta membawa alat-alat seperti engge,kebudang atau rampun yang atasnya disambung dengan
tikar. Padi yang sudah di panen tadi dikumpulkan dan siap untuk di irit dengan beramai-ramai
sehingga tanggal dari tangkainya, kemudian padi tersebut diayak oleh kaum wanitanya.
Meruman adalah pekerjaan yang dilaksankan setelah padi diirit dari tangkai-tangkainya, itu juga
dilakukan oleh perempuan dengan menggunakan alat nyiru yang terbuat dari bambu.
7. Menjemur ke Langko
Langko adalah tempat penyimpanan padi, pada langko itulah padi di jemur dan dikeringkan selama
sebulan atau dua bulan. Untuk meyimpan padi dilangko padi tersebut diberi sirih sekapur, besi
sebatang sebgai pengkeras. Kemudian padi yang pertama di ambil untuk di jadikan beras setelah di
jemur bisa ditumbuk atau digiling.
8. Syukuran
Setelah nasi dimasak diadakan acara mawai atau matik ( nasi baru ) dan kemudian dibacakanlah doa
selamat memohon syukur kepada Tuhan bahwa rezeki yang di berikan berasal dari Dia kemudian
dibagikan kepada tetangga-tetangga terdekat untuk mencicipi nasi baru hasil ladang itu tadi.
9. Nyimpan Padi
Setelah padi kering semuanya di bawa kerumah dan disimpan. Waktu untuk menyimpan di ber lagi
besi sebatang untuk pangkaras. Sebelum mengeluarkan padi kita harus membuat adat dengan
membuat nasi kuning ,penggang ayam, maksudnya supaya padi yang dikeluarkan ada berkatnya, dan
kata mohon kepada Tuhan agar padi tersebut cukup untuk kita menggunakannya, kemudian waktu
kita mengeluarkan padi kita harus makan dahulu supaya perut kita kenyang dan menurut
hakekatnya supaya padi tersebut tidak cepat habis. Bagi hasil panennya yang memuaskan diwajibkan
untuk membayar zakat menurut Hukum Islam.