Anda di halaman 1dari 50

BAB I

SEJARAH ETNIK MELAYU

Sejarah Melayu
Melayu merupakan bangsa, adat istiadat, suku , ras, bahasa atau kebudayaan yang sudah ada pada
zaman dahulu. Bangsa Melayu (suku) sendiri banyak terdapat di berbagai belahan dunia terutama di indonesia,
malaysia . Kata melayu sendiri berasal dari kata “ Mala” yang berarti mula dan “Yu” yang berarti negeri.
Kemudian kata melayu dalam bahasa tamil yang berarti tanah tinggi atau bukit. Di samping itu melayu juga yang
berasal dari istilah ”Malay” yang artinya hujan. Hal sesuai dengan negeri-negeri orang melayu yang pada
awalnya terletak pada perbukitan, seperti tersebut dalam sejarah melayu, Bukit Sigantang Mahameru, negeri ini
dikenal sebagai negeri yang banyak mendapatkan hujan karena terletak diantara dua benua yaitu Asia dan
Autralia.
Sejarah perkembangan bangsa atau kebudayaan melayu sejak zaman prasejarah bisa kita lihat dari
beberapa keterangan-keterangan tentang manusia serta kebudayaannya masa itu yaitu:
1. peninggalan manusia prasejarah serta kebudayaannya yang meliputi fosil-fosil (sisa tulang belulang
manusia dan hewan) dan artefak-artefak (alat yang dipergunakan oleh manusia prasejarah) yang
ditemukan di dalam tanah.
2. suku-suku bangsa yang waktu itu hidup terbelakang.
Dalam artian luas istilah melayu sendiri merujuk kepada bangsa-bangsa Austronesia yang terdapat
disemenanjung tanah melayu dan kawasan-kawasan gugusan kepulauan melayu. Berdasarkan ”The Malay
Culture Studi Project (1972) konsep melayu merujuk kepada suku bangsa disemenanjung tanah melayu termasuk
orang-orang di thailand, indonesia, indonesia, Filiphina, Madagaskar.
Secara umum, pengertian melayu sendiri merujuk kepada bangsa yang berbahasa melayu yang
mendiami semenanjung Tanah Melayu, pantai timur Sumatra, dan beberapa tempat lainnya di wilayah
Nusantara. Dalam artian sempit yang terdapat daalam perlembagaan Malaysia yakni perkara 153 mengatakan
bahwa seseorang itu dapat di kategorikan sebagai melayu apabila memiliki ciri-ciri seperti
a. Lazimnya berbahasa melayu
b. Berkebudayaan melayu
c. Beragama islam
Pengertian melayu sendiri dapat kita liat dari berbagai aspek seperti Suku Bangsa, Bahasa,dan agama yaitu:
1. Pengertian melayu menurut pengertian suku bangsa lebih berdasarkan etnis, walaupun begitu syarat
berbahasa melayu dan kebudayaan melayu masih dieperlukan, tetapi mereka tidaklah semestinya
beragama islam. Berdasarkan ini orang-orang melayu adalah:
a. Orang-orang melayu yang mendiami kawasan Thai, pesisir Sumatra ( utara medan, deli, serdang,
palembang, riau lingga )
b. Ada yang beragamabudha dan kristen
Pengertian melayu berdasarkan Ras, yaitu menerangkan penduduk seluruh nusantara yang memiliki ras
melayu yang melekat pada dirinya sejak nenek moyang mereka.
Di Sumatra khususnya di Riau kita selalu menghadapi pesoalan prasejarah yang sulit, terutama dalam usaha
memperoleh gambaran tentang asal-usul penghuni pertama yang ada di riau, beserta kebudayaannya. Hampir
tidak ditemukannya fosil-fosil atau artefak-artefak yang dapat mendukung ke arah penelitian itu. Hal ini berbeda
dengan jawa yang banyak ditemuka fosil-fosil dan artefak-artefak.Akhirnya penelitian arkeologi menyimpulkan
di Sumatra 28 Mei – 8 Juli 1973, tidak menghasilkan tulang-tulang dari manusia pertama.
Walupun di Riau tidak ditemukannya fosil-fosil atau artefak-artefak namun kita bisa melihat para peneliti
masih dapat mengambil manfaatnya karena terdapatnya suku-suku terbelakang di Riau saat ini, yaitu: suku sakai
di daerah Minas, Duri, Siak, Sungai Apit, Suku Orang Hutan atau Oran Bonai di Kecamatan Kuto Darussalam
dan Kepunahan Kampar, Suku Akik di Kecamatan Rupat Bengkalis, Suku Talang Mamak di siberida, Rengat
dan Pasir Penyu, Suku Laut atau Orang Laut atau Orang Laut di Indragiri Hilir dan Kepulauan Riau.

Ada 6 macam kelompok melayu yang ada di Riau


1. Kelompok melayu Riau – Lingga, mendiami kerajaan Riau Lingga, yaitu sebagian besar daerah
kepulauan Riau yang sekarang terdiri dari kabupaten kepulauan Riau, karimun dan natuna. Mereka
sebagian telah nikah – kawin dengan perantau Bugis dalam abab ke- 18.
2. Kelompok melayu Siak, mendiami bekas kerajaan Siak yang sebagian besar merupakan daerah aliran
sungai Siak. Mereka sebagian nikah – kawin dengan keturunan Arab sehingga sebagian dari sultan
Siak keturunan Arab.
3. Kelompok melayu Kampar, mendiami daerah aliran batang Kampar, mereka ada yang nikah – kawin
dengan perantau minangkabau dan ada pula dengan orang jawa yang menjadi Romusha Jepang.
4. Kelompok melayu Indragiri, mendiami daerah Indragiri takni daerah aliran sungai Indragiri, mereka
ada yang nikah – kawin dengan perantau Banjar dan juga keturuanan Arab.
5. Kelompok melayu Rantau Kuantan, mendiami daerah aliran Batang Kuantan yang telah masuk
kedalam kabupaten Kuantan Singingi.
6. Kelompok melayu Petalangan, mendiami daerah Belantara yang dilalui beberapa cabang (anak)
sungai didaerah Pangkalan Kuras.

Melayu dapat dibedakan antara melayu tua ( Proto Melayu ) dengan melayu muda (Deutro Melayu).
1. Melayu Tua (Proto Melayu)
Kenapa Disebut melayu tua (proto melayu) karena orang parantau melayu pertama yang datang ke
kepulauan melayu. Leluhur melayu tua ini diperkirakan oleh para ahli arkeologi dan sejarah tiba sekitar 3000-
2500 sebelum masehi
Adapun golongan kedalam keturunan melayu tua (Proto Melayu) itu antaranya adalah orang talang
mamak, oran sakai, dan suku laut. Keturunan melayu tua ini terkenal amat tradisional, karena mereka amat teguh
sekali memegang adat dan tradisinya.
Perkampungan kelompok melayu tua pada masa dulu jauh terpencil dari perkampungan melayu muda.
Ini mungkin berlaku karena mereka ingin menjaga kelestarian adat dan tradisi mereka. Keadaan ini
menyebabkan mereka jauh ketinggalan dalam bidang pendidikan sehingga kemajuan kehidupan mereka amat
lambat sekali.
2 . Kelompok melayu muda
Kelompok melayu muda yang disebut juga Deutro Melayu. Kedatangan nenek moyang mereka tiba
antara 300 – 250 tahun sebelum masehi, mereka lebih suka mendiami daerah pantai yang ramai disinggahi
perantau dan daerah aliran sungai-sungai besar yang menjadi lalu lintas perdagangan, karena itu mereka bersifat
lebih terbuka dari melayu tua. System social dan system nilainya punya potensi menghadapi perubahan ruang
dan waktu, serta selera zaman.
Pada masanya, baik melayu tua maupun melayu muda sama-sama memegang kepercayan nenek
moyang yang disebut animisme (Semua benda yang mempunyai roh) dan dinamisme( roh-roh nenek moyang)
kepercayaan ini kemudian semakin kental, oleh ajaran hindu dan Buddha sebab antara kedua kepercayaan ini
hamper tidak ada bedanya., sehingga bermuatan spiritual, maka setelah kehadiran agama islam terutama didaerah
pesisir pantai serta daerah aliran sungai-sungai besar di Riau.
Kepemimpinan melayu, baik melayu tua maupun melayu muda terdiri dari pemangku adat (sebagai
pemimpin formal) disamping tokoh tradisi seperti dukun, sebagai pemimpin informal. Tetapi setelah melayu
muda membentuk guru beberapa kerajaan melayu dengan dasar islam maka muncullah pemegang kendali,
kerajaan yang disebut raja, sultan dan pertuah. Kehadiran islam juga telah menampilkan cendikiawan yang
disebut ulama. Dengan demikian kehidupan melayu muda ini dipandu oleh raja (sultan), ulama, emangku adat
dan tokoh tradisi.
Sejarah Melayu adalah antara teks Melayu yang tertua dan karya terpenting antara beberapa teks klasik seperti
Hikayat Raja-raja Pasai, Hikayat Banjar, Hikayat Acheh, Hikayat Merong Mahawangsa, Hikayat Patani dan
Tuhfat al-Nafis.
Sejarah Melayu telah disalin atau diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa seperti bahasa Inggeris,
Perancis, Jerman, Belanda, Jepun, Tamil dan Cina. Teks ini juga telah menjadi bahan rujukan dan penelitian para
sarjana dari seluruh dunia yang mahu mengkaji sejarah dan kebudayaan masyarakat Melayu yang awal. Kajian
yang dilakukan oleh para sarjana ini meliputi pelbagai disiplin ilmu seperti bahasa, sastera, sosiologi,
antropologi, budaya dan juga politik.
Terdapat 29 versi Sejarah Melayu yang tersimpan di beberapa institusi di seluruh dunia, antaranya 12
versi tersimpan di Belanda, 11 versi di United Kingdom, lima versi di Indonesia dan satu versi di Rusia.
Daripada jumlah tersebut, terdapat sekurang-kurangnya enam naskhah yang telah dikaji dan diselenggarakan
oleh para pengkaji, iaitu Edisi Munsyi Abdullah bin Abdul Kadir (1831), Edisi Dulaurier (1849-1856), Edisi
W.G. Shellabear (1896), Edisi R.O. Winstedt (1938), Edisi Dato’ Madjoindo (1959) dan Edisi A. Samad Ahmad
(1979). Bagaimanapun naskhah-naskhah tersebut hanyalah dikaji pada peringkat yang mudah seperti melibatkan
kerja-kerja merumikan, memberi kata pengantar dan membuat anotasi. Tidak banyak kajian yang dilakukan
terhadap teks Sejarah Melayu untuk peringkat sarjana ataupun kedoktoran.
Tidak ada satu sumber yang tepat yang dapat menyatakan tarikh sebenar Sejarah Melayu ditulis. Yang
pasti nama Sulalatus Salatin ada disebut oleh Francois Velentijn dalam bukunya, Oud En New Oost-Indien
(Sejarah Ringkas Hindia Timur) yang diterbitkan pada tahun 1726. Sejarah Melayu telah menjadi sumber
rujukannya apabila dia menulis mengenai raja-raja Melaka. Ini bermakna Sejarah Melayu telah ditulis lebih awal
dari tahun 1726. Pada tahun 1811, William Marsden juga menggunakan Sejarah Melayu apabila dia menulis
bukunya yang berjudul History of Sumatera. Mengenai pengarangnya pula, pada bahagian mukadimah Sejarah
Melayu ada disebut Tun Seri Lanang yang bertanggungjawab mengarang (menyusun) teks berkenaan. Dia
menyusun teks ini atas perintah raja untuk dijadikan panduan atau ikutan anak cucunya pada masa akan
datang.Shellabear merujuk versi Abdullah Munsyi dan Versi Daulaurieer. Dia melakukan banyak perubahan
iaitu dengan mengambil beberapa episod daripada versi lain. Ini kerana kalau mengikut versi Abdullah Munsyi
dan Dulaurier, isi cerita Sejarah Melayu berakhir setakat episod pembunuhan Tun Ali. Bagaimanapun dalam
versi Shellabear, ceritanya tamat dengan perpindahan Sultan Alauddin Riayat Syah ke Pasar Raja yang terletak
di hulu Sungai Riun. Justeru, edisi Shellabear bukanlah satu edisi yang boleh dipertanggungjawabkan
berdasarkan disiplin filologi. Ini kerana Shellabear ternyata telah membina sebuah teks Sejarah Melayu yang
baharu dengan cara mengambil beberapa episod daripada teks yang lain dan menambah kepada teks
selenggaraannya tanpa memberikan apa-apa catatan.
Teks Sejarah Melayu yang diselenggarakan oleh A. Samad Ahmad, menggunakan tiga naskhah yang
tersimpan di Perpustakaan Dewan Bahasa dan Pustaka. Dia menamakan naskhah tersebut sebagai naskhah A, B
dan C. Naskhah A mengandungi 418 halaman. Pada halaman pertamanya tercatat nama pemilik asal naskhah
iaitu Munsyi S. Md. Ally. Naskhah ini diperoleh oleh Dewan Bahasa dan Pustaka daripada Tuan Omar bin
Masajee pada tahun 1977. Naskhah ini juga pernah dijadikan sebagai bahan perbandingan oleh Shellabear.
Naskhah B diperoleh daripada Haji Othman Abdullah pada tahun 1963. Naskhah ini berjumlah 321 halaman.
Naskhah C pula tidak ada sebarang catatan yang dapat menerangkan tentang penulis atau penyalin, tarikh tamat
kerja-kerja penyalinan dan sebagainya. Naskhah ini sudah uzur kerana kertasnya hampir reput.

Paling penting berdasarkan teks Sejarah Melayu ialah struktur sosial masyarakat Melayu pada zaman
itu. Raja-raja dikatakan berada pada kedudukan yang paling atas sekali, diikuti oleh para pembesar negeri dan
juga rakyat negeri yang merdeka. Manakala golongan hamba berada pada kedudukan yang paling bawah.
Mobiliti sosial amat jarang berlaku. Kalau adapun hanyalah melibatkan golongan pembesar atau golongan rakyat
yang mempunyai kebolehan yang luar biasa. Umpamanya Hang Tuah dan Badang hanyalahrakyat biasa telah
berubah kepada golongan pembesar negeri kerana mempunyai kelebihan yang tersendiri. Begitu juga dengan
Tun Fatimah, oleh sebab mempunyai rupa paras yang cantik, dia telah dikahwini oleh Sultan Mahmud Syah.
Oleh sebab itu status sosialnya telah berubah daripada golongan pembesar kepada golongan raja.
Cerita dalam Sejarah Melayu diakhiri dengan kejatuhan Melaka ke tangan Portugis. Melaka diserang
buat kali kedua oleh Portugis. Akibatnya, Sultan Mahmud Syah dan keluarganya berundur ke Batu Hampar,
manakala Sultan Ahmad pula lari ke Pagoh. Akhirnya, Sultan Mahmud Syah mangkat di Kampar. Berdasarkan
naskhah Sejarah Melayu juga para sejarawan telah berusaha menulis kembali sejarah negeri Melaka. Antaranya
seperti Mohammad Yusof Hashim yang telah menulis buku Persejarahan Melayu Melaka. Malah Sejarah
Melayu juga telah dijadikan buku bacaan terpenting bagi pelajar Tingkatan Enam. Dalam sukatan pelajaran yang
baharu, teks Sejarah Melayu telah diletakkan bersama-sama teks Hikayat Hang Tuah sebagai sastera agung.

Melayu Riau dan Kepulauan Riau


Provinsi Riau dan Provinsi Kepulauan Riau– telah ditandai beberapa gelombang migrasi nenek moyang
bangsa Indonesia. Gelombang migrasi pertama konon menunjukkan ciri ras Weddoid yang datang sesudah
zaman es terakhir. Ras ini disebut-sebut sebagai ras pertama yang menghuni Nusantara. 
Sisa-sisa nenek moyang ras gelombang pertama ini masih ada sampai sekarang,yang merupakan golongan
tersendiri di Riau dan disebut sebagai Orang Sakai, Orang Hutan, dan Orang Kubu. Orang-orang asli ini
memiliki populasi yang tidak banyak. Orang Sakai mendiami Kecamatan Kuno-Darussalam, Kabupaten
Kampar, dan Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis. Jumlahnya terbatas, kira-kira 2160 jiwa. Orang Hutan
mendiami Pulau Penyalai di Kecamatan Kuala Kampar di Kabupaten Kampar, dengan jumlah sekitar 1494 jiwa.
Gelombang migrasi pertama terjadi pada periode 2500-1500 SM dengan berciri ras Proto Melayu yang
merupakan pendukung kebudayaan zaman batu baru. Mereka menyebar ke Pulau Sumatra melalui
Semenanjung Melayu. Sisa mereka terdapat di Riau, yang dikenal sebagai Orang Talang Mamak dan Orang
Laut.
Gelombang migrasi ras Melayu kedua datang sesudah tahun 1500 SM yang disebut Deutro Melayu.
Golongan ini menyebabkan Proto Melayu menyingkir ke pedalaman, sisanya bercampur dengan pendatang
baru. Proses selanjutnya, orang-orang Deutro Melayu bercampur lagi dengan pendatang-pendatang dan
berbagai golongan
berasal dari berbagai penjuru Nusantara. Percampuran itu menghadirkan suku-suku bangsa Melayu. Mereka
inilah penduduk mayoritas yang mendiami kawasan Riau. Suku-suku bangsa Melayu Riau menghadirkan sub-
sub suku bangsa Melayu Siak, Melayu Bintan, Melayu Rokan, Melayu Kampar, Melayu Kuantan, dan Melayu
Indragiri, dengan alat komunikasi utama (lingua franca) bahasa Melayu tersebar ke seluruh pelosok Nusantara.
Bahasa Melayu Riau dibedakan sebagai dialek bahasa Melayu Riau kepulauan dan pesisir serta dialek
Melayu Riau daratan. Dialek pertama adalah sub-dialek Tambelan, Tarempa, Bunguran, Singkep, Penyengat,
dan lain-lain. Sementara dialek kedua adalah sub-dialek Kampar, Rokan, Kuantan, Batu Rijai, Peranap, dan
lain-lain. Di samping itu masih terdapat bahasa-bahasa orang asli seperti bahasa Sakai, bahasa Orang Laut,
bahasa Akit, dan bahasa Talang Mamak.
Sebagaimana terlihat pada peta, Kepulauan Riau memang merupakan bagian yang secara historis menyatu
dengan perkembangan kawasan-kawasan Selat Melaka selama berabad-abad yang silam. Di wilayah ini terdapat
pulau Bintan, yang pada abad ke-13 didatangi Sri Tribuana dari Bukit Siguntang, dekat Palembang. Dari pulau
inilah peradaban Melayu di Selat Melaka berkembang, seiring dengan penemuan Temasik (Singapura),
kemudian penubuhan Kerajaan Melaka yang berjaya menjadi kerajaan dan pusat perniagaan dominan di
nusantara abad ke-14 – 15.
Kesatuan politik itu, khususnya, mulai berakhir manakala dua kuasa kolonial, Belanda dan
Inggris, pada tahun 1824 menandatangani Traktat London (Treaty of London) yang membelah kawasan ini
menjadi dua wilayah pengaruh politik. Singapura dan negeri-negeri semenanjung berada di bawah kuasa politik
Inggris, sedangkan Riau dan Sumatera Timur di bawah kuasa Hindia-Belanda.
Kerajaan Riau-Lingga-Johor-Pahang sebagai pewaris Melaka dibelah-bagi menjadi Riau-Lingga (di bawah
pengaruh Hindia Belanda) dan Johor-Pahang (di bawah pengaruh Inggris). Pembagian melalui Traktat London
itu, dalam historiografi Melayu di kepulauan Riau dicatat dalam nada pedih, sebagai bentuk cerai-paksa sebuah
keluarga (misalnya, sebagaimana dinyatakan Raja Ali Haji dalam Tuhfat al-Nafis).
Kerajaan Riau-Lingga pasca Traktat London tersebut membangun pusatnya di Daik-Lingga, dengan
pemerintahan berada di tangan Yang Dipertuan Muda yang berkedudukan di Penyengat. Setelah Sultan Abdul
Rahman Muazzamsyah berkuasa, pusat kerajaan Riau-Lingga ini sepenuhnya berada di Pulau Penyengat,
sampai kerajaan ini dibubarkan oleh Belanda (de jure: 1911; de facto: 1913).
Pemecahan politik Melayu oleh dua kuasa kolonial itu, memang membekaskan perkembangan yang
berbeda dalam geliat ekonomi kawasan Selat Melaka semasa abad ke-19. Inggris menumpukan pembangunan
pada Singapura, dan menjadikan pulau ini sebagai pusat perniagaan yang diunggulkan, selain Pulau Pinang.
Sementara Belanda yang menguasai wilayah yang begitu luas nampaknya hanya menekankan aspek
pemeliharaan keamanan Selat Melaka sebagai jalur perdagangan.
Diplomasi dan perang sebagai pilihan penyelesaian konflik-konflik yang melibatkan Belanda di Riau-
Lingga dan Daerah Takluknya pada abad ke-19 pasca 1824, hampir seluruhnya berkenaan dengan keamanan
Selat Melaka dan Laut Cina Selatan, yang berada di bawah domain mereka. Belanda lebih fokus membangun
Jawa sehingga pembangunan kawasan di titik-titik potensial di Riau-Lingga terabaikan, dan membuat
Singapura menjadi pusat perdagangan tunggal di kawasan ini. Sampai kekuasaan  Belanda berakhir, kita
menyaksikan tidak ada satupun kawasan di bekas kerajaan Riau-Lingga dan Daerah Takluknya yang
berkembang sebagai bandar perdagangan yang setara dengan Singapura atau Pulau Pinang. Maka dalam
pengalaman sosial Riau-Lingga semasa Traktat London 1824 itu juga mempercepat kemerosotan ekonomi para
elite dan rakyat kerajaan.
Namun pemecahan dan tekanan politik bersama kemerosotan ekonomi itu ternyata tidak mengakibatkan
perasaan ’bersaudara’ ikut terkikis. Perasaan bersaudara itu dengan jelas terus bergema di dalam karya-karya
budaya Riau-Lingga abad ke-19 dan awal abad ke-20. Seperti misalnya didalam Tuhfat al-Nafis-nya yang
terkenal itu, Raja Ali Haji selalu memaparkan perkembangan di semenanjung dan Singapura semasa sebagai
bagian yang menyatu dengan kronik dan kisahan sejarahnya tentang Riau-Lingga. Kamus Melayunya yang
berjudul Kitab Pengetahuan Bahasa pun menyebutkan bahwa kata-kata atau istilah yang dimaknakannya itu
adalah kata atau istilah dari bahasa Johor-Riau. Rekannya, Haji Ibrahim, menulis buku percakapan
berjudul Cakap-cakap Rampai-rampai Bahasa Melayu Johor (1872).
Perasaan menyatu sebagai saudara itu demikian kentalnya, sehingga bagi orang kepulauan Riau, kawasan
semenanjung adalah juga ’kampung halaman’ yang memberi kemungkinan bagi mereka untuk pulang. Di
bawah tekanan Belanda, misalnya, Sultan Abdul Rahman Muazzamsyah meninggalkan Penyengat pada tahun
1913, ’pulang’ ke Singapura sampai baginda wafat di negeri yang menjadi bagian kerajaan Johor itu, dan
dikebumikan di pemakaman Masjid Negara Johor di Telok Belanga. Pengarang Aisyah Sulaiman, setelah
suaminya bernama Khalid Hitam meninggal di Jepang, juga ’pulang’ ke Johor dan wafat di sana. Demikian pula
Raja Ali Kelana, dan pejuang kemerdekaan bernama Raja Haji Muhammad Junus.

Melayu Patani

Selatan Thailand terletak di bahagian utara Semenanjung Malaysia. Selatan Thailand merangkumi 14
provinsi. Provinsi-provinsi tersebut dibahagikan kepada 2 bahagian iaitu Provinsi bahagian Selatan atas dan
bahagian Selatan bawah. Provinsi Selatan bahagian bawah ini merangkumi 5 provinsi yang dominan
penduduknya adalah penduduk keturunan Melayu. Provinsi-provinsi tersebut adalah Provinsi Songkhla, Pattani,
Narathiwas, Yala dan Setul. Walaupun Provinsi Songkla atau Singgora penduduk Melayu adalah penduduk
minoritas tetapi jumlahnya tertinggi diantara provinsi-provinsi yang Melayu menjadi minoritas di Thailand
Selatan.
Bahasa Melayu yang dituturkan oleh penduduk keturunan Melayu di Selatan Thailand dibahagikan kepada
2 dialek iaitu:
Pertama, dialek Kedah-Perlis yang dituturkan oleh penduduk keturunan Melayu di Provinsi Setul dan
Daerah Sadao, Provinsi Songkhla. Provinsi Setul adalah sebahagian dari negeri Kedah, Malaysia di zaman
dahulu. Daerah Sadao (kecuali Mukim Prik) juga adalah sebahagian dari negeri Kedah yang diserahkan kepada
kerajaan Siam mengikut perjanjian Inggeris-Siam dalam tahun 1909.
Kedua, dialek Patani. Dialek Melayu Patani tergolong dalam bahasa Melayu timur laut. Bahasa Melayu
timur laut adalah salah satu cabang bahasa Melayu yang terdiri dari bahasa Melayu Patani, Kelantan dan
Trengganu. Bahasa Melayu dialek Patani tidak berbeza dari bahasa Melayu dialek Kelantan. Dialek Patani
dituturkan oleh keturunan Melayu di bekas negeri Patani lama iaitu Provinsi Pattani, Yala dan Narathiwas dan
sebahagian dari Provinsi Songkhla.
Di Selatan Thailand terdapat 2 kawasan yang penduduk masyarakat Melayu menjadi penduduk majoritas
yaitu kawasan bekas negeri Melayu Patani lama yang sekarang terbentuk menjadi provinsi Pattani, Narathiwas,
Yala dan beberapa dearah yang terletak dalam provinsi Singgora. Satu kawasan lagi ialah kawasan bekas
jajahan negeri Kedah yang sekarang terbentuk menjadi provinsi Setul dan daerah Sadao provinsi Songkhla.
Walaupun penduduk masyarakat Melayu di kedua-dua kawasan tersebut menjadi penduduk majoritas, tetapi
mereka menjadi penduduk minoritas di Thailand secara keseluruhan. Karena penduduk Melayu mempunyai
latarbelakang sejarah, adat resam, budaya, bahasa dan agama yang berlainan dari penduduk keturunan Thai
yang menjadi penduduk majoritas di Thailand.
Pihak pemerintah Thailand telah menjalankan dasar Siamisasi terhadap penduduk Melayu untuk
mengurangkan jarak perbezaan di antara kedua-dua penduduk tersebut. Dasar Siamisasi ini dijalankan secara
langsung dan tidak langsung. Walaupun pemerintah Thailand belum berjaya secara menyeluruh terhadap dasar
Siamisasi ini, tetapi berlaku perubahan secara tolak-ansur dari dasar Siamisasi sehingga terdapat beberapa kesan
perubahan dari segi sosio-budaya Melayu.
Negeri Patani memiliki sejarah yang cukup lama, jauh lebih lama daripada sejarah negeri-negeri di
Semenanjung Melayu seperti Malaka, Johor dan Selangor. Sejarah lama Patani merujuk kepada kerajaan
Melayu tua pengaruh Hindu-India bernama Langkasukasebagaimana dikatakan oleh seorang ahli antropologi
sosial di Prince of Songkla University di Patani, Seni Madakakul bahwa Langkasuka itu terletak di Patani.
Pendapat beliau ini didukung oleh ahli sejarawan lainnya seperti Prof. Zainal Abidin Wahid, Mubin Shepard,
Prof. Hall dan Prof. Paul Wheatly.
Sedangkan asal muasal orang Patani menurut para antropolog berasal dari suku Javanese-Malay. Sebab
ketika itu suku inilah yang mula-mula mendiami Tanah Melayu. Kemudian berdatangan pedagang Arab dan
India yang melakukan persemendaan sehingga menurunkan keturunan Melayu Patani di selatan Thai sekarang.
Tanah Melayu telah didatangi pedagang dari Arab, India dan China sejak sebelum masehi. Seorang pengembara
China
menyebutkan bahwa ketika kedatangannya ke Langkasuka pada tahun 200 masehi, ia mendapati negeri itu telah
lama dibuka.
Sebelum menjadi negeri Islam, Patani (baca: Langkasuka) dikenal sebagai kerajaan Hindu Brahma.
Rajanya yang terkenal adalah Bhaga Datta (515 M) yang berarti "pembawa kuasa". Ketika kerajaan Sriwijaya
di nusantara berhasil menaklukkan Nakorn Sri Thamarat (sekarang Ligor di Thailand) pada 775 M dan
kemudian mengembangkan kekuasaannya ke selatan (Patani), mulailah penduduk Patani meninggalkan agama
Hindu dan memeluk Budha. Sebuah berhala Budha zaman Sriwijaya yang ditemui dalam gua Wad Tham di
daerah Yala membuktikan pertukaran agama di atas.
Tak diketahui pasti kapan Patani memeluk Islam, namun kalau dilihat kebanyakan karya sastra sejarah dan
merujuk kepada Teeuw dan Wyatt, juga W.K Che Man maka dapat diperkirakan bahwa Patani menjadi negeri
Islam pada 1457 (Martinus Nijhoff, 1970). Masuknya Patani kedalam Islam ibarat sebuah "dongeng", namun
itulah adanya, seperti tertulis dalam buku-buku sejarah. Dikisahkan pada waktu itu Patani (Langkasuka)
diperintah oleh raja Phya Tu Nakpa. Raja dikabarkan menderita sakit yang tak kunjung sembuh. Beliau
mendengar ada seorang tabib, syeikh Said, seorang Muslim, yang mampu menyembuhkan sakitnya. Tabib
tersebut sanggup mengobati penyakit sang Raja asal dengan syarat jika sembuh dari sakitnya maka Raja harus
memeluk Islam. Namun Raja Phya Tu Nakpa ingkar janji setelah sembuh. Akhirnya Raja sakit kembali.
Kejadian ini terulang sampai tiga kali. Pada kali ketiga inilah Raja bertaubat, ia tidak akan memungkiri janjinya
lagi.
Setelah Raja sembuh dari sakitnya, beliau bersama keluarga dan pembesar istana memeluk Islam. Raja
Phya Tu Nakpa berganti nama menjadi Sultan Ismail Shah. Sejak saat itu mulailah Islam berkembang dan
pengaruh Hindu-Budha mulai berkurang, lemah dan akhirnya hilang dari Patani. Raja Phya Tu Nakpa (Sultan
Ismail Shah) diketahui juga sebagai pengasas negeri Patani. Beliaulah yang mengganti nama kerajaan lama
menjadi Patani yang berarti "Pantai Ini". Karena beliau secara kebetulan menemukan suatu tempat yang indah
dan ideal untuk dijadikan negeri di tepi pantai. Riwayat lain mengatakan Patani berasal dari kata "Pak Tani".
Yaitu pemilik pondok (seorang petani garam) ditepi pantai yang ditemui oleh Raja ketika beliau bepergian
mencari lokasi negeri baru. (Ibrahim Shukri, tanpa tahun) Setelah berpindah ke Patani, Patani menjadi lebih
ramai dan oleh karena lokasinya yang baik, tempat baru ini menjadi makmur dan mewah. Patani menjadi pusat
daya tarik saudagar-saudagar dari timur seperti Jepang, China, Siam dan Eropa. Tercatat pada 1516 kapal
dagang Portugis singgah pertama kalinya di pelabuhan Patani. Pinto, seorang saudagar dan penjelajah asal
Portugis menyatakan: "Pada masa saya datang ke Patani dalam tahun itu saya telah berjumpa hampir-hampir
300 orang Portugis yang tinggal di dalam pelabuhan Patani. Selain dari Portugis didapati juga bangsa-bangsa
timur seperti Siam, China dan Jepang. Orang-orang Jepang besar juga perniagaannya di pelabuhan ini.

Sejarah Bangka Belitung

Secara  etimologis  Pangkalpinang berasal dari kata pangkal atau pengkal dan Pinang (areca chatecu).
Pangkal atau pengkal yang  dalam bahasa Melayu Bangka berarti, pusat atau awal, atau dapat diartikan pada
awal. Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sebelumnya adalah bagian dari Sumatera Selatan, namun menjadi
provinsi sendiri bersama Banten dan Gorontalo pada tahun 2000. Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
didirikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2000 Tentang Pembentukan Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung tanggal 21 November 2000 yang terdiri dari Kabupaten Bangka, Kabupaten Belitung dan Kota
Pangkalpinang. Pada tahun 2003 berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003 tanggal 23 Januari 2003
dilakukan pemekaran wilayah dengan penambahan 4 kabupaten yaitu Bangka Barat, Bangka Tengah, Bangka
Selatan dan Belitung Timur. Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan pemekaran wilayah dari Provinsi
Sumatra Selatan.
Definisi tenteng penduduk asli Pulau Bangka hingga kini masih menjadi perdebatan. Ada yang mengatakan
bahwa penduduk asli Pulau ini adalah Suku Melayu, padahal pembahasan sebelumnya nyebutkan bahwa Suku
Melayu adalah eksodus secara perlahan-lahan penduduk yang datang dari kerajaan johor dan Kerajaan Lingga-
Riau. Sejarah dipulau ini juga diwarnai dengan kedatangan orang-orang bugis yang menjadi lanun dan
menguasai dan menguasai pulau-pulau kecil dan daerah pesisir Bangka. Cina juga adalah bagian yang tidak
terpisahkan dengan perjalanan perkembangan demografis pulau ini. Jadi tampaknya Pulau Bangka dan Belitung
pada mulanya tidak berpenghuni, melainkan didatangi oleh penduduk dari daerah lain dan kemudian
membentuk kultur khas daerah ini. Pada sekitar pertengahan abad ke-17, pasukan dari Kerajaan johor dan
Kerajaan Minang datang untuk membantu penguasa setempat menumpas para lanun-lanun yang mengganggu
aktivitas masyarakat. Kedua Kerajaan ini mendarat di Toboali dimana kemudian Kerajaan Minang menetap dan
mempengaruhi budaya dan bahasa peduduk setempat, sedangkan Pasukan dari Kerajaan johor menuju Mentok
dan kemudian menetap serta memberikan pengaruh yang besar pada kehidupan budaya dan bahasa penduduk
Mentok dan sekitarnya. Pengaruh Kerajaan Minang di Toboali sangat terasa hingga sekarang, misalnya dari
sudut bahasa yang cenderung mengganti huruf S dengan H. Hal ini dapat di indetifisikasi pada penggunaan
bahasa yang digunakan di Minang. Pengaruh lain misalnya pada tradisi makanan seperti lemang di Toboali
yang merupakan makanan khas Minang. Sedangkan pengaruh Melayu Johor yang sangat kuat ditampakkan
pada ciri khas ke-Melayu-an yang sangat kental di Mentok, misalnya pada bahasa yang cenderung
menggunakan E pepet, tradisi masyarakat Mentok juga mengidentifikasikan diri dengan tradisi Melayu
Malaysia. Sementara itu, Heidhues menyebutkan bahwa seorang pejabat Belanda bernama J. Van den Bogaart
datang ke Pulau Bangka pada tahun 1803 membagi penduduk Bangka pada waktu itu dalam 4 kasta, yaitu :
1. Cina,
2. Melayu,
3. Orang Bukit (disebut juga Orang Gunung/Orang Darat),
4. Orang Laut (Orang sekak.

UNSUR KEBUDAYAAN ETNIK MELAYU

Sistem Kepercayaan

Penduduk daerah Riau umumnya adalah pemeluk agama Islam yang taat. Agama Islam di daerah ini telah
dianut penduduk sejak masuknya agama Islam yang diperkirakan sejak abad ke-11 dan 12 M. Kepercayaan
masyarakat melayu mempunyai kepercayaan yang mengandung konsep dasar animisme shamanisme, tetapi tidak
meliputi semua aspek kehidupan mereka. Keyakinan mengenai hal – hal yang bersifat gaib mempengaruhi
perilaku menanggapi roh – roh, kekuatan – kekuatan gaib, hari baik dan naas, hantu – hantu, mambang dan peri,
dan sekaligus mencerminkan kekhawatiran mereka terhadap berbagai ancaman dunia gaib yang dapat merugikan
atau mencelakakan mereka. Masyarakat kepulauan Riau memang mempunyai banyak kepercayaan terhadap hal
– hal yang tahayul. Mereka percaya dengan Mambang yaitu dunia roh tempat tinggal para hantu.

Sistem Kekerabatan

Sistem kekerabatan dalam etnik melayu dapat menjadi dua, yaitu patrilineal dan matrilineal. Beberapa
daerah yang beretnik melayu menggunakan sistem kekerabatan patrilineal, seperti halnya di Sumatra utara.
Tetapi ditempat lagi menggunakan sistem kekerabatan matrilineal seperti di Sumatra barat. Dan pada kawasan
riau, Setiap keluarga inti berdiam di rumah sendiri, kecuali pasangan baru yang biasanya lebih suka menumpang
di rumah pihak isteri sampai mereka punya anak pertama. Karena itu pola menetap mereka boleh dikatakan
neolokal. Keluarga inti yang mereka sebut kelamin umumnya mendirikan rumah di lingkungan tempat tinggal
pihak isteri. Prinsip garis keturunan atau kekerabatan lebih cenderung parental atau bilateral. Pada masa dulu
orang Melayu juga hidup mengelompok menurut asal keturunan yang mereka sebut suku. Kelompok keturunan
ini memakai garis hubungan kekerabatan yang patrilineal sifatnya. Tetapi orang Melayu Riau yang tinggal di
daratan Sumatera sebagian menganut paham suku yang matrilineal. 

Mata Pencaharian
Pada mulanya, Orang-orang yang tinggal disekitaran selat malaka bermata pencaharian berdagang. Mereka
melakukan transaksi antar etnik yang datang, baik itu dari portugis, tiongkok, maupun dari india dan arab. Selain
itu, bagi masyarakat pesisir juga bermata pencaharian nelayan. Dua profesi inilah yang banyak dikerjakan oleh
masyarakat melayu pada awalnya. Seperti yang kita tahu, masyarakat kota Riau terbagi 2 yaitu Riau daratan dan
Riau kepulauan yang dipisahkan oleh selat malaka, mata pencaharianya pun terlihat agak sedikit berbeda,
sebagian besar masyarakat Pekanbaru-Riau daratan (dumai, pekanbaru) ber mata pencaharian sebagai petani,
karena itulah pemerintah sangat menjaga kelestarian pedesaan dan sector pertanian Riau. Tidak heran bila kita
melihat banyak sekali sawah disana, masyarakat Riau ini ada yang mempunyai sawah sendiri atau bahkan
menyewa dengan dengan orang lain untuk mendapatkan penghasilan. Masyarakat Riau senang bertani karena
daerahnya masih subur dan hijau. Selain bertani, mereka juga mengandalkan perkebunan, terutama perkebunan
kelapa sawit yang biasanya dibentuk di daerah dataran tinggi.
Sistem Pengetahuan
Mengenal Arab Melayu, Arab Melayu adalah aksara utama dalam penyebaran bahasa Melayu di Nusantara
yang sepantun dengan dakwah syiar agama Islam pada abad ke-12 Masehi. Disebut arab melayu, karena
merupakan huruf-huruf arab yang sengaja digubah ntuk mewakili bunyi bahasa Melayu. Penggunaan lambang
huruf arab melayu tidak hanya terjadi anar sesama bangsa melayi, namun juga dengan bangsa lainnya,
khususnya Eropa. Penulisan Arab Melayu ini meliputin perjanjian dagang, surat-menyurat antar raja-raja
Melayu dengan pemerintah Eropa. Arab Melayu tidak hanya didominasi oleh Islam. Kewajiban qiraah Al-
Qur;an bagi umat Islam, memuluskan pula upaya penyebaran aksara dan bahasa Melayu di Nusantara.
Keberadaan Arab Melayu yang terekam ke dalam berbagai bahan bacaan sejak semula digunakan hingga akhir
abad ke-20 Masehi, masih terasa perkembangannya.

Gurindam dua belas ditulis oleh Raja Ali Haji di Pulau Penyengat, Kepulauan Riau, pada tarikh 23
Rajab 1263 Hijriyah atau 1847 Masehi dalam usia 38 tahun. Karya ini terdiri atas 12 pasal dan dikategorikan
sebagai Syi’ar al-Irsyadi atau puisi didaktik, karena berisikan nasihat dan petunjuk menuju hidup yang
diridhoi Allah. Selain itu terdapat pula pelajaran dasar Ilmu Tasawuf tentang mengenal yang empat : yaitu
syari’at, tarikat, hakikat, dan makrifat. Diterbitkan pada tahun 1854 dalam Tijdschrft van het Bataviaasch
Genootschap No. II, Batavia, dengan huruf Arab dan terjemahannya dalam bahasa Belanda oleh Elisa
Netscher.

Gurindam dua belas merupakan salah satu karya monumental Raja Ali Haji. Disebut monumental,
karena walaupun ditulis sekitar dua abad yang lalu, kedalaman makna, keindahan bunyi, serta kandungan
isinya masih relevan hingga saat ini. Gurindam termasuk salah satu bentuk puisi lama. Menurut Raja Ali
Haji, Gurindam adalah perkataan bersajak pada akhir pasangannya, tetapi sempurna perkataannya dengan
satu pasangan sahaja, jadilah seperti sajak yang pertama itu syarah dan sajak yang kedua itu seperti jawab.
Sementara disebut Gurindam dua belas karena gurindam ini terdiri dari dua belas pasal. Gurindam dua belas
merupakan sari pati dari dua karya Raja Ali Haji, muqaddima fi intizam dan tsamarat al muhimmah (Hasan
Junus dkk, 1995: 114). Oleh karena itu, walaupun hanya terdiri dari dua belas pasal, kandungan isi
Gurindam dua belas mencakup ranah yang sangat luas, seperti masalah ketuhanan, keluarga, etika pergaulan,
dan kenegaraan.

Sejak zaman bahari masyarakat Melayu Riau sudah memiliki bermacam cara untuk memenuhi keperluan
hidup. Artinya sejak masa lampau masyarakat Melayu Riau telah menguasai teknologi. Teknologi ini
diklasifikasi menjadi teknologi pertanian, pernikahan, peternakan, pertukangan, perkapalan, pertambangan, dan
pengolahan bahan makanan. Sistem teknologi yang dikuasai orang melayu menunjukkan bahwa orang Melayu
kreatif dan peka dalam memfungsikan lingkungan dan sumber daya alam di sekitarnya. Orang Melayu juga tidak
tertutup terhadap perubahan teknologi yang menguntungkan dan menyelamatkan mereka. Teknologi pada
hakekatnya adalah cara mengerjakan suatu hal (Masher, 1970:127), yaitu cara yang dipakai manusia untuk
beberapa kegiatan dalam kehidupannya. Teknologi yang dikuasai masyarakat Melayu Riau antara lain membuat
rumah dan atapnya yang terbuat dari daun-daunan, maupun membuat sejenis keranjang untuk mengangkut hasil
pertanian yang bentuk dan jenisnya beragam. Masyarakat Melayu juga menguasai cara membuat perkakas yang
dipakai sehari-hari. Cara ini masih ada dan berlanjut sampai sekarang.

Peralatan dan cara penggunaannya dipengaruhi oleh lingkungan dan sumberdaya yang akan di olah,
sehingga lahir berbagai teknologi. Walaupun teknologi itu menghasilkan hal yang sama atau mempunyai fungsi
yang sama, tapi teknologi tetap berbeda. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa masyarakat Melayu mampu
secara aktif menghasilkan berbagai teknologi dan sekaligus mengembangkannya sesuai dengan fungsi dan
pengaruh lingkungan tempat digunakannya teknologi tersebut. Masyarakat Melayu tidak canggung dengan
perubahan teknologi, asal teknologi tersebut lebih menguntungkan dan mudah diterapkan , seperti teknologi
dalam pertanian.

Bahasa

Daerah seluas itu didiami oleh berbagai subdialek Melayu, yang seperti sudah dijelaskan dapat dibagi
menjadi dua subdialek, yaitu subdialek Daratan dan subdialek Kepulauan. Subdialek Daratan mempunyai ciri-
ciri fonologis yang berdekatan dengan bahasa Melayu Minangkabau, sedang subdialek Kepulauan mempunyai
ciri fonologis yang berdekatan dengan bahasa Melayu Malaysia. Di samping berbagai ciri khas lain, kedua
subdialek ini ditandai dengan kata-kata yang dalam bahasa Indonesia merupakan kata-kata yang berakhir
dengan vokal /a/; pada subdialek Daratan diucapkan dengan vokal /o/, sedang pada subdialek Kepulauan
diucapkan /?/ (Hasan, 1976: 50).
Jadi, kesan pertama bila berhadapan dengan dialek Melayu Riau (Kepulauan) adalah tingginya frekuensi
kemunculan vokal /e/ pada kata-kata bersuku terbuka dan tiadanya vokal yang sama pada suku yang tertutup
konsonan, seperti bahasa Indonesia dialek Jawa. Vokal yang lain juga memiliki distribusi yang khas, yang akan
penulis perlihatkan pada bagian belakang. Kelompok konsonan yang paling mengesankan ialah konsonan getar
uvular /R/ yang berbeda dengan getar ujung lidah yang terdapat dalam bahasa Indonesia.
Seperti umumnya yang terjadi pada bahasa lisan, dalam dialek ini banyak kata yang muncul dalam bentuk
singkat seperti lah untuk sudah atau telah, na‘ untuk hendak, ta‘ untuk tidak. Bahkan, kata ta‘ yang
dalam bahasa Indonesia hanya muncul dalam bentuk terikat, dalam dialek ini dapat berdiri sendiri sebagai
kalimat minim.
Dalam bidang morfologi, awalan per- dan akhiran -i jarang sekali muncul. Untuk melalui misalnya dipakai
lalu dekat (masjid) dan untuk mempertinggi dipakai membuat tinggi atau meninggikan, sedangkan dalam
bidang sintaksis, kesan yang penulis peroleh ialah jarang muncul kata-kata tugas seperti terhadap atau akan,
dengan, dan oleh.
Dalam bidang kosakata, tidak terlihat adanya perbedaan yang mencolok, namun juga dapat dicatat beberapa
kata khas yang tidak biasa dipergunakan dalam bahasa Indonesia modern. Untuk mempersilakan tamu-tamu
minum atau makan dipergunakan kata jemput, ‘silakan ambil‘, untuk tetangga digunakan rumah sebelah,
kata patek ‘patik‘ digunakan bila orang ingin merendahkan diri, dan untuk panggilan guru dipakai cek gu.

BAB II
SEJARAH ETNIK BETAWI

Etimologi betawi

Menurut para ahli dan sejarahwan asal mula kata Betawi mengacu pendapat berikut:

1. Pitawi (bahasa Melayu Polynesia Purba) yang artinya larangan. Perkataan ini mengacu pada komplek
bangunan yang dihormati di Batu Jaya. Sejarahwan Ridwan Saidi mengaitkan bahwa Kompleks Bangunan
di Batu Jaya, Karawang merupakan sebuah Kota Suci yang tertutup, sementara Karawang, merupakan Kota
yang terbuka.

2. Betawi (Bahasa Melayu Brunei) di mana kata "Betawi" digunakan untuk menyebut giwang. Nama ini
mengacu pada ekskavasi di Babelan, Kabupaten Bekasi, yang banyak ditemukan giwang dari abad ke-11
M.

3. Flora guling Betawi (cassia glauca), famili papilionaceae yang merupakan jenis tanaman perdu yang
kayunya bulat seperti guling dan mudah diraut serta kokoh. Dahulu kala jenis batang pohon Betawi banyak
digunakan untuk pembuatan gagang senjata keris atau gagang pisau.

Kemungkinan nama Betawi yang berasal dari jenis tanaman pepohonan ada kemungkinan benar. Menurut
Sejarahwan Ridwan Saidi Pasalnya, beberapa nama jenis flora selama ini memang digunakan pada
pemberian nama tempat atau daerah yang ada di Jakarta, seperti Gambir, Krekot, Bintaro, Grogol dan
banyak lagi. "Seperti Kecamatan Makasar, nama ini tak ada hubungannya dengan orang
Makassar,melainkan diambil dari jenis rerumputan"

Sejarah Suku Betawi

Suku Betawi berasal dari hasil kawin-mawin antaretnis dan bangsa di masa lalu. Secara biologis, mereka
yang mengaku sebagai orang Betawi adalah keturunan kaum berdarah campuran aneka suku dan bangsa yang
didatangkan oleh Belanda ke Batavia. Apa yang disebut dengan orang atau suku Betawi sebenarnya terhitung
pendatang baru di Jakarta. Kelompok etnis ini lahir dari perpaduan berbagai kelompok etnis lain yang sudah lebih
duluh idup di Jakarta,seperti orang Sunda, Jawa, Arab, Bali, Bugis, Makassar, Ambon, Melayu dan Tionghoa.

Antropolog Universitas Indonesia, Dr. Yasmine Zaki Shahab, MA memperkirakan, etnis Betawi baru


terbentuk sekitar seabad lalu, antara tahun 1815-1893. Perkiraan ini didasarkan atas studi sejarah demografi
penduduk Jakarta yang dirintis sejarawan Australia, Lance Castle. Di zaman kolonial Belanda, pemerintah selalu
melakukan sensus, yang dibuat berdasarkan bangsa atau golongan etnisnya.
Suku Betawi
            Antropolog Universitas Indonesia lainnya, Prof Dr ParsudiSuparlan menyatakan, kesadaran sebagai orang
Betawi pada awal pembentukan kelompok etnis itu juga belum mengakar. Dalam pergaulan sehari-hari, mereka
lebih sering menyebut diri berdasarkan lokalitas tempat tinggal mereka, seperti orang Kemayoran, orang Senen, atau
orang Rawabelong. Pengakuan terhadap adanya orang Betawi sebagai sebuah kelompok etnis dan sebagai satuan
sosial dan politik dalam lingkup yang lebih luas, yakni Hindia Belanda, baru muncul pada tahun 1923, saat Husni
Thamrin, tokoh masyarakat Betawi mendirikan Perkoempoelan Kaoem Betawi. Baru pada waktu itu pula segenap
orang Betawi sadar mereka merupakan sebuah golongan, yakni golongan orang Betawi. Ada juga yang berpendapat
bahwa orang Betawi tidak hanya mencakup masyarakat campuran dalam benteng Batavia yang dibangun oleh
Belanda tapi juga mencakup penduduk di luar benteng tersebut yang disebut masyarakat proto Betawi. Penduduk
lokal di luar benteng Batavia tersebut sudah menggunakan bahasa Melayu, yang umum digunakan di Sumatera,
yang kemudian dijadikan sebagai bahasa nasional.

Selain itu, perjanjian antara Surawisesa (raja Kerajaan Sunda) dengan bangsa Portugis pada tahun 1512
yang membolehkan Portugis untuk membangun suatu komunitas di Sunda Kalapa mengakibatkan perkawinan
campuran antara penduduk lokal dengan bangsa Portugis yang menurunkan darah campuran Portugis. Dari
komunitas ini lahir musik keroncong.

Istilah Betawi
Kata Betawi digunakan untuk menyatakan suku asli yangmenghuni Jakarta dan bahasa Melayu Kreol yang
digunakannya, dan juga kebudayaan Melayunya. Kata Betawi berasal dari kata “Batavia,” yaitu nama
lama Jakarta yang diberikan oleh Belanda. Sejak akhir abad yang laludan khususnya setelah kemerdekaan
(1945), Jakarta dibanjiri imigran dari seluruh Indonesia, sehingga orang Betawi dalam arti apapun jugaA tinggal
sebagai minoritas. Pada tahun 1961, ‘suku’ Betawi mencakup kurang lebih 22,9 persen dari antara 2,9 juta
penduduk Jakarta pada waktu itu. Mereka semakin terdesak ke pinggiran, bahkan ramai-ramai digusur dan tergusur
ke luar Jakarta. Walaupun sebetulnya, ’suku’ Betawi tidaklah pernah tergusur atau digusur dari Jakarta, karena
proses asimilasi dari berbagai suku yang ada di Indonesia hingga kini terus berlangsung dan melalui proses panjang
itu pulalah ’suku’ Betawi hadir di bumi Nusantara.
Betawi Selayang Pandang
Betawi adalah cikal bakal munculnya kota metropolitan Jakarta. Betawi juga menjadi sebutan bagi
penduduk asli Kota Jakarta dengan budaya dan sejarahnya yang dinamis. Sejarah Betawi tak lepas dari pengaruh
budaya China dan Belanda yang pernah mendominasi kota Batavia beberapa abad lalu.

Di tahun 1740 orang-orang China merantau di kota Batavia memberontak kepada pemerintahan Belanda.
Namun para pemberontak ditumpas oleh Kompeni dan tidak lagi diperbolehkan tinggal di dalam tembok kota.
Percampuran dan pembauran etnis serta budaya asli Betawi dengan kaum pendatang pun berlanjut. Pusat
pemerintahan Belanda dipindahkan dari wilayah utara Batavia ke wilayah baru di sebelah selatan tepatnya di
kawasan Medan Merdeka. Perumahan-perumahan mewah pun dibangun di antaranya rumah Gubernur Jenderal
Belanda yang sekarang menjadi Istana Negara. Pelabuhan baru pun didirikan di Tanjung Priok, karena Sunda
Kelapa sudah tidak sanggup lagi menampung banyaknya kapal-kapal yang datang berlabuh.

Pada awal abad ke 20 Batavia berkembang menjadi sebuah kota besar dengan penduduk lebih kurang
116.000 jiwa. Mei 1942 pada awal perang dunia ke-2, pasukan Jepang mendarat di Pulau Jawa dan menduduki
Batavia, dan nama Batavia diganti menjadi Jakarta. Nama yang terus dipakai hingga sekarang ini.
Perkembangan kota Jakarta sebagai kota metropolitan dan ibukota negara ini semakin pesat di masa
pemerintahan Orde Baru. Mayoritas penduduk asli Betawi yang menetap di tengah kota mulai menjual tanahnya dab
pindah ke pinggiran Jakarta seperti Kebayoran, Condet dan Jagakarsa. Untuk melestarikan budaya Betawi dari
kepunahan, di tahun 1970-an pemerintah menetapkan Condet sebagai kawasan cagar budaya Betawi.
Kuliner Betawi yang Nyaris Punah Perjalanan sejarah Betawi tentu saja mempengaruhi budaya dan pola
kehidupan masyarakat Betawi. Salah satunya terlihat dari keragaman kulinernya. Pengaruh tradisi China misalnya
tampak dari beberapa jenis makanan Betawi. Contohnya penggunaan bahan dasar tahu dan masakan berbahan ikan
seperti ikan Cing Cuan. Yang terakhir ini adalah sajian dari ikan ekor kuning atau ikan pisang-pisang yang diberi
bumbu tauco.
Selain China, masakan Betawi juga dipengaruhi oleh budaya Arab dan Eropa. Jika Anda menyantap Nasi
Kebuli atau Gule itu adalah sajian khas Betawi yang kuat dipengaruhi budaya Arab. Sementara sentuhan budaya
Eropa, terasa pada sajian khas Betawi seperti Semur Jengkol atau Lapis Legit. Semur (bisa juga Gabus Pucung) dan
Lapis Legit sangat dipengaruhi oleh Steak dan Cake dari Eropa.
Masyarakat Betawi memiliki banyak makanan lezat. Sayang beberapa di antaranya kian punah. Siapa tak
suka dengan Soto Betawi yang gurih dan manis itu. Atau kudapan bercita rasa khas seperti Kerak Telor. Selain dua
sajian ini, Betawi masih punya banyak makanan lezat lainnya. Hanya saja sekarang ini tak semua hidangan khas
Betawi dapat dijumpai dengan mudah di jakarta, beberapa di antaranya sudah bisa dikatakan telah punah.
Ciri khas hidangan betawi adalah citarasa gurih dan sedap. Masakan Betawi yang masih bertahan dan bisa
dinikmati masyarakat bisa dihitung dengan jari. Beberapa di antaranya cukup populer yaitu Soto Betawi, Kerak
Telor, Nasi Uduk dan Nasi Ulam. Bahkan tak sedikit orang yang bukan asli Betawi menjual sajian asli khas Betawi
ini.
Contoh masakan langka namun paling khas dan unik yang dimiliki masyarakat Betawi adalah Ketupat
Babanci. Sesuai dengan namanya, Ketupat Babanci adalah masakan dengan unsur utama ketupat yang disantap
dengan kuah santan berisi daging sapi dan diberi aneka bumbu seperti kemiri, bawang merah, bawang putih, cabai
dan rempah-rempah. Salah satu rempah-rempah yang sudah tak dapat lagi dijumpai di daerah Jakarta adalah buah
Jali-jali. Kini tumbuhan buah Jali-jali hanya bisa dijumpai budidaya tumbuhannya di negeri Belanda. Sajian khas
Betawi di hari-hari istimewa seperti Lebaran dan syukuran kini menjadi menu tradisional yang dinanti. Sajian yang
paling umum hadir di meja makan masyarakat Betawi saat Lebaran adalah Ketupat Sayur, Sambal Godok dan
SemurOrang Betawi punya menu spesial untuk sarapan yakni Pindang Bandeng. Selain Pindang Bandeng, orang
Betawi memiliki sajian berbahan ikan lainnya. Sebut saja misalnya Pecak Lele, Gurame dan Ikan Emas. Ada pula
sayur Gabus Pucung (kluwek, kluak) dengan ikan gabus yang diolah dengan bumbu kluwak (black nut = kacang
hitam). Sayangnya jarang Betawi yang mengolah masakan ini, disamping sulitnya ternak ikan gabus kanibal bila
diternak (ikan gabus cenderung memangsa anak-anaknya sendiri), namun begitu masih ada beberapa warung
makanan khas masakan Betawi yang menyajikan masakan ikan liar gabus ini. Sajian paling unik dari ikan adalah
Pepes Ikan Belanak. Dan seperti halnya Gabus Pucung, Pepes Ikan Belanak juga sudah langka.

kepercayaan

Agama Masyarakat Betawi Pada Jaman Dulu

Pada masa dulu di abad ke-2 tanah Betawi merupakan daerah kekuasaan kerajaan Salakanegara. Agama
yang dianut oleh kerajaan Salakanegara adalah agama peningggalan nenek moyang, jadi secara otomatis masyarakat
Betawi juga mempercayai hal itu. kepercayaan ini mengajarkan tentang kekuasaan yang amat besar yang mengatasi
segala kekuasaan yang ada di dunia. Kepercayaan itu dilambangkan pada tumpal.Kepercayaan ini juga mengajarkan
agar manusia juga menahan Wasa, didalam bahasa Kawi dinamakan Upawasa. Upawasa atau puasa berlangsung
selama 41 hari dan hari ke-41 dinamakan sebagai lebaran atau hari penutup.

Agama Masyarakat Betawi Pada Jaman Sekarang


Manusia sadar akan adanya suatu alam dunia di luar batas panca indera dan juga diluar batas akalnya.
Begitu juga manusia sadar akan adanya kekuasaan yang mengatur dan menguasai alam semesta ini. Pada umumnya
manusia mempunyai suatu kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha esa termasuk halnya dengan masyarakat Betawi
yang konon sangat dekat dengan spiritual Islami. Pemeluk agama Islam di DKI berdar kantor Urusan Agama DKI
tahun1978 3,70 %, Hindu/Budha 3,06 % dan kepercayaan lainnya 0,29%.

Agama Islam merupakan agama yang paling banyak pemeluknya di Jakarta. Hampir seluruh penduduk asli
Betawi beragama Islam seperti halnya di daerah Marunda dan Pondok Ranggon dimana hampir seluruh
penduduknya beragama Islam dan taat beribadah. Kepercayaan akan kekuatan gaib juga bisa ditemui oleh
masyarakat Betawi yang menempati beberapa wilayah seperti di Kampung Baru Kelapa Dua Wetan, Pondok
Ranggon, Pasar Rebo, yang mempercayai bahwa setiap bayi yang dilahirkan selalu didampingi dengan empat
saudara kandungnya yang tidak bisa dilihat dengan mata. Empat saudara kandung masing-masing dinamai ; Mbok
Tutuban, Nyai Gumelar, Urihi dan tali ari-ari sebagai saudara yang keempat yang disebut Gebleghi. Tali ari-ari ini
kemudian dikubur dan rohnya menjadi penjaga dan pelindung saudaranya yang hidup. Pada dasarnya, kepercayaan
yang dianut oleh masyarakat Betawi (agama Islam) sangat berpengaruh terhadap pembentukan karakter, pola pikir
dan pola perilaku sebagian besar masyarakatnya.   Agama Islam sangat mengakar pada kehidupan Masyarakat
Betawi dan hal ini dapat dilihat dari kegiatan masyarakat Betawi dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

UNSUR KEBUDAYAAN UNIVERSAL ETNIK BETAWI

A. Sistem Religi/Agama
Sebagian besar Orang Betawi menganut agama Islam, tetapi yang menganut
agama Kristen; Protestan dan Katolik juga ada namun hanya sedikit sekali. Di antara suku Betawi yang beragama
Kristen, ada yang menyatakan bahwa mereka adalah keturunan campuran antara penduduk lokal dengan
bangsa Portugis. Hal ini wajar karena pada awal abad ke-16, Surawisesa, raja Pajajaran mengadakan perjanjian
dengan Portugis yang membolehkan Portugis membangun benteng dan gudang di pelabuhan Sunda Kalapa sehingga
terbentuk komunitas Portugis di Sunda Kalapa. Komunitas Portugis ini sekarang masih ada dan menetap di
daerah Kampung Tugu, Jakarta Utara.

Umumnya masyarakat Betawi ini memang beragama islam, ini dapat terlihat dari kegiatan keagamaan
sehari-hari,misalnya seni tari,seni musik dan seni suara, tetapi pada suku Betawi juga terdapat upacara adat yang
berkaitan dengan religius. Upacara tersebut antara lain:

1. Upacara Adat Perkawinan

Biasanya masyarakat Betawi menikah dengan orang yang masih memiliki hubungan keluarga.
Pada masyarakat Marunda tradisi tersebut bertahan karena adanya kepercayaan masyarakat bahwa perkawinan
dengan orang luar kurang dibenarkan dan dapat menimbulkan malapetaka.
2. Upacara Adat Palang Pintu Perkawinan

Palang pintu perkawinan adalah salah satu prosesi yang harus dilalui oleh kedua mempelai menjelang
pernikahannya. Upacara pernikahan diawali dengan arak -arakan calon pengantin pria menuju rumah calon istrinya.
Pada arak-arakan itu, selain iringan rebana ketimpring juga diikuti barisan sejumlah kerabat yang membawa
sejumlah seserahan mulai dari roti buaya yang melambangkan kesetiaan abadi, sayur-mayur, uang, jajanan khas
dan pakaian adat Betawi.

3. Upacara Masa Kehamilan

Warga Betawi biasanya mengenal upacara nujuh bulan. Kebiasaan ini bertujuan untuk mendapatkan rasa
aman, mensyukuri nikmat Tuhan, dan memohon berkat pada Yang Maha Kuasa serta sebagai pemberitahuan tentang
akan hadirnya seorang anggota baru di tengah-tengah mereka. Tradisi ini juga mengandung harapan agar anak yang
sedang dikandung akan lahir selamat.

4. Upacara Sunatan

Anak pria yang sudah beranjak dewasa wajib disunat alat kelaminnya. Anak yang disunat disebut pengantin sunat.

.Sistem Kekerabatan

Betawi adalah suku yang multikultural.Termasuk budaya islam yang amat kuat melandaskan kebudayaan
betawi. Secara umum suku Betawi menganut sistem Patriarki atau mengambil garis keturunan dari pihak
ayah,contohnya ketika pembagian harta warisan anak laki-laki akan mendapatkan jatah yang lebih besar
dibandingkan anak perempuan. Namun,diketahui pula bahwa islam mengangut sistem kekerabatan bilateral yang
sampai sekarang mempengaruhi sistem kekerabatan suku Betawi. Bilateral adalah suatu sistem kekerabatan yang
dalam pergaulan antar anggota kerabat tidak dibatasi pada kerabat ayah atau kerabat ibu saja. Melainkan meliputi
kedua-duanya. Jadi, dalam sistem kekerabatan ini hubungan anak terhadap sanak keluarga pihak ayah adalah sama
dengan hubungan keluarga di pihak ibu. Sistem kekerabatan Bilateral ini mempengaruhi pola perilaku orang-orang
Betawi salah satunya saat ingin melangsungkan pernikahan,orang Betawi selalu mengambil keputusan dari kedua
belah pihak baik pihak laki-laki maupun pihak perempuan.

Sistem kekerabatan Bilateral suku Betawi menjadika masyarakat Betawi menghormati adat istiadat mereka
dan sangat religius. Hamipir seluruh adat istiadat masyarakat Betawi diwarnai oleh agama Islam. Hal inilah yang
menyebabkan masyarakat Betawi sangat taat terhadap ajaran agama Islam yang mereka anut. Kereligiusan
masyarakat Betawi ini tampak dalam adat istiadat mereka yang tidak pernah melepaskan unsur-unsur agama Islam
dalam keseharian mereka.
Sistem kekerabatan Bilateral juga mempengaruhi masyarakat Betawi yang sangat menjungjung tinggi
solidaritas antar kerabatnya, mereka merasa bahwa seseorang dengan genealogi yang sama adalah saudara walaupun
hubungan darah antara mereka sangatlah jauh, hal ini mempengaruhi pola perilaku orang-orang Betawi yang gemar
berkumpul atau sekedar berbincang-bincang didepan rumah mereka atau sanak saudaranya.

Hubungan saudara orang Betawi selain karena faktor hubungan darah, juga dilatarbelakangi faktor
perkawinan. Orang Betawi biasanya menikah dengan orang Betawi juga. Meski mereka tidak dilarang menikah
dengan orang di luar suku Betawi. Salah satu penyebabnya adalah karena lingkungan tempat tinggal mereka yang
sebagian besar adalah sesama orang Betawi. Walaupun sekarang orang betawi juga hidup berdampingan dengan
suku lainnya.               

Orang Betawi memiliki sifat kukuh terhadap keyakinan yang mereka anut, Hal ini melahirkan karakter
yang tegas dan sabar pada diri Betawi.  Walaupun hidup dalam kesulitan, orang Betawi tidak akan menjual
keyakinan mereka. Sesuatu yang telah mereka anut sejak kecil tidak akan mudah pudar begitu saja hanya karena
kesusahan atau iming-iming harta benda, Contohnya yaitu   bagaimana mereka  menjaga nilai - nilai agama yang
tercermin dari ajaran orang tua (terutama yang beragama Islam) kepada anak-anaknya.

Kehidupan bagi orang Betawi adalah sebuah perjuangan dan kerja keras yang terus berlanjut hingga
kematian tiba. Oleh karena itu, karakter pantang menyerah dan selalu mencari jalan keluar adalah ciri dari orang
Betawi asli. Dalam mengatasi masalah hidup menjadi kekuatan tersendiri masyarakat Betawi. Karakter ini juga
melahirkan sifat berani menghadapi tantangan apapun pada diri orang Betawi selama mereka meyakini apa yang
mereka pilih itu benar. Gambaran lain orang Betawi adalah sebuah penggambaran watak seorang manusia yang
menghargai kejujuran dan keterbukaan, contohnya dapat dilihat dari cara berkomunikasi orang-orang Betawi yang
cenderung terlihat blak-blak an tanpa memperhalus maksud dari perkataan mereka.Keterbukaan  masyarakat Betawi
menghadirkan rasa toleransi yang tinggi mereka terhadap kaum pendatang. Hal ini terlihat dengan hubungan yang
baik antara masyarakat Betawi dan pendatang dari luar Jakarta maupun dari etnis lain. Keterbukaan inipun membuat
kebudayaan Betawi menjadi semakin semarak dengan masuknya unsur-unsur budaya kaum pendatang yang
berasimilasi dengan kebudayaan Betawi sendiri. Walaupun masyarakat Betawi sangat menghormati pluralisme
tetapi mereka juga sangat mempertahankan budaya yang mereka warisi. terbukti dari perilaku kebanyakan warga
yang masih memainkan lakon atau kebudayaan yang diwariskan dari masa ke masa seperti lenong, ondel-ondel,
gambang kromong, dan lain-lain. Keterbukaan dan kejujuran masyarakat Betawi dalam keseharian inipun
melahirkan sikap orang betawi yang humoris , hal ini mungkin terjadi untuk menghindari pertengkaran karena sikap
terbuka dan jujur mereka yang mungkin akan melukai hati orang lain.

Dalam suku Betawi juga berlaku istilah menyapa dan menyebut sesuai dengan sistem kekerabatan dalam
bahasa Betawi. Mereka mengenal istilah menyapa dan menyambut sampai tingkat tujuh keturunan. Hal tersebut
dipandang cukup penting untuk diketahui. Karena apabila seseorang ingin melakukan hajatan, maka dalam salah
satu doa yang diucapkan terkadang dikirimkan juga doa-doa untuk para kerabat yang telah meninggal, maupun yang
masih hidup sampai tujuh keturunan.
Ada tujuh istilah kekerabatan yang khas dalam sebuah keluarga Betawi, yaitu: 

1. Nyak

Adalah panggilan terhadap seorang ibu. Baik laki-laki maupun perempuan semua memanggil Nyak kepada ibunya;
demikian pula para menantu, baik. laki-laki maupun wanita. Sebenarnya kata ini berasal dari kata Enyak tetapi
dalam penggunaan sehari-hari disingkat menjadi Nyak saja. Penggunaan .kata ini adalah sama dalam kalimat yang
aktif maupun yang pasif, misalnya: "Mau ke mana, Nyak ...?" - "nyak gue" atau "nyak lu", dan sebagianya.

2. Babe

Kata Babe adalah panggilan anak-anak kepada ayahnya. Baik laki-laki atau perempuan, dewasa maupun anak-anak,
tetap memanggil ayah mereka dengan kata Babe, demikian pula para menantunya. Adalah pantang untuk menyebut
nama orang yang bersangkutan, karena akan dianggap tidak tahu adat atau kurang sopan. Sebutan babe ini oleh
mereka dipersingkat menjadi Be saja.

4. Engkong dan Kumpe

Artinya kakek, berasal dari kata Cina, tetapi oleh orang Betawi sudah dilokalkan, sehingga seolah-olah sudah
merupakan bahasa sendiri. Sedangkan Kumpe adalah panggilan untuk buyut, baik lelaki maupun wanita. Sampai
saat ini kata engkong masih digunakan dan sangat popular di kalangan orang Betawi.

5. Nyaik (Nyai)

Dipakai untuk. menyebut nenek atau ibu dari ibu si ego, tetapi kata Nyai ini juga biasa dipergunakan orang-orang di
kampung untuk menyebut wanita yang sudah tua dan dihormati. Di dalam bahasa Betawi juga dikenal istilah nyai,
istilah nyai-nyai dipergunakan untuk menyebut atau menunjukkan seorang wanita yang menjadi gundik Belanda
(dipeliliara tetapi tanpa nikah).

6. Mpok

Mpok, adalah istilah untuk memanggil kakak perempuan atau wanita yang lebih tua umumya dari yang
bersangkutan. lstilah ini umum digunakan oleh semua orang Betawi, bahkan orang bukan Betawi pun kadang-
kadang menggunakannya apabila ia hendak menyapa atau berbicara dengan orang Betawi.

7. Abang

Adalah sebutan kepada kakak laki-lakinya. Istilah ini juga biasa dipakai untuk memanggil orang lain yang umurnya
lebih tua dari yang bersangkutan dan kadang-kadang istiIah ini juga diringkas menjadi Bang saja tanpa awalan a.
Istilah ini juga dipergunakan oleh orang luar Betawi untuk menyebut temannya ataupun orang lain.

Mata Pencaharian
Di Jakarta, orang Betawi sebelum era pembangunan orde baru, terbagi atas beberapa profesi menurut
lingkup wilayah (kampung) mereka masing-masing. Semisal di kampung Kemanggisan dan sekitaran Rawabelong
banyak dijumpai para petani kembang (anggrek, kemboja jepang, dan lain-lain). Dan secara umum banyak menjadi
guru, pengajar, dan pendidik semisal K.H. Djunaedi, K.H. Suit, dll. Profesi pedagang, pembatik juga banyak
dilakoni oleh kaum betawi. Petani dan pekebun juga umum dilakoni oleh warga Kemanggisan.

Kampung yang sekarang lebih dikenal dengan Kuningan adalah tempat para peternak sapi perah.

Kampung Kemandoran di mana tanah tidak sesubur Kemanggisan. Mandor, bek, jagoan silat banyak di jumpai
disana semisal Ji’ih teman seperjuangan Pitung dari Rawabelong.

Di kampung Paseban banyak warga adalah kaum pekerja kantoran sejak zaman Belanda dulu, meski kemampuan
pencak silat mereka juga tidak diragukan. Guru, pengajar, ustadz, dan profesi pedagang eceran juga kerap dilakoni.

Warga Tebet aslinya adalah orang-orang Betawi gusuran Senayan, karena saat itu Ganefonya Bung Karno
menyebabkan warga Betawi eksodus ke Tebet dan sekitarnya untuk “terpaksa” memuluskan pembuatan kompleks
olahraga Gelora Bung Karno yang kita kenal sekarang ini.

Sistem Pengetahuan
Kebanyakan dari asumsi banyak orang tentang masyarakat Betawi ini mengatakan bahwa sedikit atau bahkan
jarang dari masyarakat Betawi yang berhasil, baik dalam segi ekonomi, pendidikan dan teknologi. Ada beberapa hal
yang positif dari Betawi antara lain Jiwa sosial mereka sangat tinggi, walaupun terkadang dalam beberapa hal terlalu
berlebih dan cenderung tendensius. orang betawi juga sangat menjaga nilai-nilai agama yang tercermin dari ajaran
orangtua (terutama yang beragama islam), kepada anak-anaknya. Masyarakat betawi sangat menghargai pluralisme.
hal ini terlihat dengan hubungan yang baik antara masyarakat betawi dan pendatang dari luar Jakarta.

Orang betawi sangat menghormati budaya yang mereka warisi. terbukti dari perilaku kebanyakan warga
yang mesih memainkan lakon atau kebudayaan yang diwariskan dari masa ke masa seperti lenong, ondel-ondel,
gambang kromong, dan lain-lain.

Di Jakarta sebelum era pembangunan orde baru, orang Betawi terbagi atas beberapa profesi menurut
lingkup wilayah (kampung) mereka masing-masing. Misalnya di kampung Kemanggisan dan sekitaran Rawabelong
banyak dijumpai para petani kembang (anggrek, kemboja jepang, dan lain-lain). Dan secara umum banyak menjadi
guru, pengajar, dan pendidik semisal K.H. Djunaedi, K.H. Suit, dll. Profesi pedagang, pembatik juga banyak
dilakoni oleh kaum betawi. Petani dan pekebun juga umum dilakoni oleh warga Kemanggisan.

Kampung yang sekarang lebih dikenal dengan Kuningan adalah tempat para peternak sapi perah. Di
Kemanggisan, banyak di dapati orang-orang yang ahli dalam pencak silat. Misalnya Ji’ih, teman seperjuangan
Pitung dari Rawabelong, Dikarenakan asal – muasal bentukan etnis mereka adalah multikultur (orang Nusantara,
Tionghoa, India, Arab, Belanda, Portugis, dan lain-lain), profesi masing-masing kaum disesuaikan pada cara
pandang bentukan etnis dan bauran etnis dasar masing-masing.
Sistem Teknologi
Betawi sekarang ini dapat kita sebut sebagai Jakarta. Ibu kota Indonesia tentu memiliki perkembangan yang
bisa dikatakan paling pesat dari semua daerah yang tersebar di Indonesia. Begitu juga dengan pesatnya
perkembangan tekhnologi yang dialami di Jakarta. Walaupun masih dibilang sedikit tertinggal disbanding negara-
negara maju lainnya, Indonesia sebagai negara berkembang memiliki perkembangan yang maju di bidang peralatan
dan tekhnologi.

Sejak kedatangan para pendatang asing ke Betawi, dimulai dari Belanda, Jepang, Inggris, dan lain sebagainya,
rakyat Suku Betawi sudah disuguhkan dengan barang – barang yang didatangkan dari negara asing tersebut, seperti
senjata api, kapal laut, kompas, teropong, peralatan pabrik dan bercocok tanam, dan lain sebagainya. Sayang untuk
dikatakan, tetapi masyarakat Betawi merupakan konsumen yang memiliki sifat ‘konsumtif’ yang secara langsung
mempengaruhi negara kita. Perkembangan global atau modernisasi yang ingin selalu diikuti oleh masyarakat
membuat masyarakat Jakarta melakukan adaptasi dengan cara ‘mengonsumsi’ barang-barang yang diproduksi oleh
negara–negara asing, dan bukan menggunakan produk lokal atau produk dalam negri.

Sistem Bahasa
Bahasa Bahasa Betawi merupakan bahasa sehari-hari sukuasli ibu kota negara Indonesia yaitu Jakarta. Bahasa
ini mempunyai banyak kesamaan dengan Bahasa resmi Indonesia yaitu Bahasa Indonesia. Bahasa Betawi
merupakan salah satu anak Bahasa Melayu, banyak istilah Melayu Sumatra ataupun Melayu Malaysia yang
digunakan dalam Bahasa Betawi, seperti kata “niari” untuk hari ini. Persamaan dengan bahasa-bahasa lain di Pulau
Jawa, walaupun ada bermacam-macam Bahasa, seperti Bahasa Betawi, Bahasa Sunda, Bahasa Jawa, Bahasa
Madura, dan lain sebagainya tetapi hanya Bahasa Betawi yang bersumber kepada Bahasa Melayu sepertihalnya
Bahasa Indonesia. Bagi Orang Malaysia mendengar Bahasa ini mungkin agak sedikit tidak faham, kerana bahasa ini
sudah bercampur dengan bahasa-bahasa asing, seperti Belanda, Bahasa Portugis, Bahasa Arab, Bahasa Cina, dan
banyak Bahasa-bahasa lainnya. Tetapi Bahasa ini adalah Bahasa yang termudah dimengerti oleh Orang Malaysia
dibandingkan Bahasa Pulau Jawa yang lain selain Bahasa Indonesia.

Ciri khas Bahasa Betawi adalah mengubah akhiran “A” menjadi “E”. sebagai contoh,Siape, Dimane, Ade Ape,
Kenape. tetapi “E” di Jakarta dan Malaysia berbeda. “E”dalam Bahasa Betawi merupakan “E” dengan aksen tajam
seperti “E” dalam kata “NET”. Daerah lain di Indonesia yang mengubah akhiran “A” menjadi “E” adalah
SumatraUtara, Riau, Kepulauan Riau, Kalimantan Barat dan Bali. walaupun tidak semua Masyarakat mengubah
akhiran “A” menjadi “E”. ada pula penduduk di lima daerah tersebut yang mengubah akhiran “A” menjadi “O”. “E”
yang digunakan di lima daerah tersebut serupa dengan “E” yang digunakan Masyarakat Malaysia. Kerajaan
Tarumanagara, yang berpusat di Sundapura atau Sunda Kalapa, pernah diserang dan ditaklukkan oleh kerajaan
Sriwijaya dari Sumatera. Oleh karena itu, tidak heran kalau etnis Sunda di pelabuhan Sunda Kalapa, jauh sebelum
Sumpah Pemuda, sudah menggunakanbahasa Melayu, yang umum digunakan di Sumatera, yang kemudian dijadikan
sebagaibahasa nasional. Karena perbedaan bahasa yang digunakan tersebut maka pada awalabad ke-20, Belanda
menganggap orang yang tinggal di sekitar Batavia sebagai etnis yang berbeda dengan etnis Sunda dan menyebutnya
sebagai etnis Betawi (kata turunan dari Batavia). Walau demikian, masih banyak nama daerah dan nama sungai
yang masih tetap dipertahankan dalam bahasa Sunda seperti kata Ancol, Pancoran, Cilandak, Ciliwung, Cideng
(yang berasal dari Cihideung dan kemudian berubah menjadi Cideung dan tearkhir menjadi Cideng), dan lain-lain
yang masih sesuai dengan penamaan yang digambarkan dalam naskah kuno Bujangga Manik yang saatini disimpan
di perpustakaan Bodleian, Oxford, Inggris. Meskipun bahasa formal yang digunakan di Jakarta adalah Bahasa
Indonesia, bahasa informal atau bahasa percakapan sehari-hari adalah Bahasa Indonesia dialek Betawi. Bahasa
daerah juga digunakan oleh para penduduk yang berasal dari daerah lain, seperti bahasa Jawa,bahasa Sunda, bahasa
Minang, bahasa Batak, bahasa Madura, bahasa Bugis, dan jugabahasa Tionghoa. Hal demikian terjadi karena Jakarta
adalah tempat berbagai suku bangsa bertemu. Untuk berkomunikasi antar berbagai suku bangsa, digunakan Bahasa
Indonesia. Selain itu, muncul juga bahasa gaul yang tumbuh di kalangan anak muda dengan kata-kata yang
terkadang dicampur dengan bahasa asing

Kesenian
Segala sesuatu yang berkaitan dengan kesenian atau kebudayaan betawi adalah hasil peleburan dari beberapa
macam kebudayaan yang ada di Tanah Betawi melalui masa gradual change yang tidak sekejap. Hasil peleburan
atau alkuturasi itu membentuk kebudayaan baru yang “terlepas” dari masing-masing kebudayaan yang
mempengaruhinya.

Tari-tarian

Seni tari di Jakarta merupakan perpaduan antara unsur-unsur budaya masyarakat yang ada di dalamnya.
Pada awalnya, seni tari di Jakarta memiliki pengaruh Sunda dan Tionghoa seperti tariannya yang memiliki corak tari
Jaipong dengan kostum penari khas pemain Opera Beijing. Namun Jakarta dapat dinamakan daerah yang paling
dinamis. Selain seni tari lama juga muncul senitari dengan gaya dan koreografi yang dinamis. Dewasa ini orkes
gambang kromong biasa digunakan untuk mengiringi tari pertunjukan kreasi baru, pertunjukan kreasi baru,
seperti tari Sembah Nyai, Sirih Kuning dan sebagainya, disamping sebagai pengiring tari pergaulan yang disebut tari
cokek. Sebagai pembukaan pada tari cokek ialah wawayangan. Penari cokek berjejer memanjang sambil melangkah
maju mundur mengikuti irarna garnbang kromong. Rentangan tangannya setinggi bahu meningkah gerakan kaki.

Musik

Musik Dalam dunia musik Betawi terdapat perbauran yang harmonis antara unsur priburni dengan unsur
Cina, dalam bentuk orkes gambang kromong yang tampak pada alat-alat musiknya. Sebagian alat seperti gambang,
kromong, kemor, kecrek, gendang, kempul dan gong adalah unsur pribumi, sedangkan sebagian lagi berupa alat
musik gesek Cina yakni kongahyan, tehyan, danskong. Dalam lagu-lagu yang biasa dibawakan orkes tersebut,
rupanya bukan saja terjadi pengadaptasian, bahkan pula pengadopsian lagu-lagu Cina yang disebut pobin, seperti
pobin mano Kongjilok, Bankinhwa, Posilitan, Caicusiu dan sebagainya. Biasanya disajikan secara instrumental
Pengaruh Eropa yang kuat pada salah satu bentuk musik rakyat Betawi, tampak jelas pada orkes Tanjidor,
yang biasa menggunakan klarinet, trombon, piston, trompet dan sebagainya. Alat-alat musik tiup yang sudah
berumur lebih dari satu abad masih banyak digunakan oleh grup-grup tanjidor. Mungkin bekas alat-alat musik
militer pada masa jayanya penguasa kolonial(tempo dulu), dengan alat-alat setua itu tanjidor biasa digunakan untuk
mengiringi helaran atau arak-arakan pengantin membawakan lagu-lagu barat berirama imarsi dan Wals yang susah
sulit dilacak asal-usulnya, karena telah disesuaikan dengan selera dari generasi kegenerasi. 

Musik Betawi yang berasal dari Timur Tengah adalah Orkes Gambus. Pada kesempatan-kesempatan
tertentu, misalnya untuk memeriahkan pesta perkawinan, orkes gambus digunakan untuk mengiringi tari zafin, yakni
tari pergaulan yang lazimnya hanya dilakukan oleh kaum pria saja. Tetapi sekarang ini sudah mulai ada yang
mengembangkannya menjadi tari pertunjukan dengan mengikut sertakan penari wanita. 

Musik Betawi lainnya yang banyak memperoleh pengaruh Barat adalah Kroncong Tugu yang konon
berasal dari Eropa Selatan. Sejak abad ke-18 musik ini berkembang di kalangan Masyarakat Tugu, yaitu sekelompok
masyarakat keturunan golongan apa yang disebut Mardijkers (bekas anggota tentara Portugis yang dibebaskan dari
tawanan Belanda). Setelah beralih dari Katolik menjadi Protestan, mereka ditempatkan di Kampung Tugu, dewasa
ini termasuk wilayah Kecamatan Koja, Jakarta Utara, dengan jemaat dan gereja tersendiri yang dibangun pertama
kali pada tahun 1661. Pada masa-masa yang lalu keroncong ini dibawakan sambil berbiduk-biduk di sungai di
bawahsinar bulan, disamping untuk pertunjukan, bahkan untuk mengiringi lagu-lagu gereja. Alat-alat musik
keroncong tugu masih tetap seperti tiga abad yang lalu, terdiri dari keroncong, biola, ukulele, banyo, gitar, rebana,
kernpul, dan selo.

Ondel-ondel

Ondel-ondel merupakan salah satu bentuk pertunjukan rakyat Betawi yang sering ditampilkan dalarn pesta-
pesta rakyat adalah ondel-ondel. Nampaknya ondel-ondel memerankan leluhur atau nenek moyang yang senantiasa
menjaga anak cucunya atau penduduk suatu desa.Ondel-ondel yang berupa boneka besar itu tingginya sekitar 2,5 m
dengan garis tengah 80 cm, dibuat dari anyarnan barnbu yang disiapkan begitu rupa sehingga mudah dipikul dari
dalarnnya. Bagian wajah berupa topeng atau kedok, dengan rambut kepala dibuat dari ijuk. Wajah ondel-ondel laki-
laki di cat dengan warna merah, sedang yang perempuan dicat dengan warna putih. Bentuk pertunjukan ini banyak
persamaannya dengan yang terdapat di beberapa daerah lain. Di Pasundan dikenal dengan sebutan Badawang, di
Jawa Tengah disebut Barongan Buncis, di Bali barong landung. Menurut perkiraan jenis pertunjukan itu sudah ada
sejak sebelum tersebarnya agama Islam di Pulau Jawa. Semula ondel-ondel berfungsi sebagai penolak bala atau
gangguan roh halus yang gentayangan. Dewasa ini ondel-ondel biasanya digunakan untuk menambah semarak
pesta- pesta rakyat atau untuk penyambutan tamu terhormat, misainya pada peresmian gedung yang baru selesai
dibangun. Betapapun derasnya arus modernisasi, ondel-ondel ternyata masih tetap bertahan dan menjadi penghias
wajah kota metropolitan Jakarta.

Cerita rakyat
Cerita rakyat yang berkembang di Jakarta selain cerita rakyat yang sudah dikenal seperti Si Pitung juga
dikenal cerita rakyat lain seperti serial Jagoan Tulen yang mengisahkan jawara-jawara Betawi baik dalam
perjuangan maupun kehidupannya yang dikenal “keras”. Selain mengisahkan jawara atau pendekar dunia persilatan,
juga dikenal

Teater tradisional

Lenong adalah teater tradisional Betawi. Kesenian tradisional ini diiringi musik gambang kromong dengan
alat-alat musik seperti gambang, kromong, gong, kendang, kempor, suling, dan kecrekan, serta alat musik unsur
Tionghoa seperti tehyan, kongahyang, dan sukong. Lakon atau skenario lenong umumnya mengandung pesan
moral,yaitu menolong yang lemah, membenci kerakusan dan perbuatan tercela. Bahasa yang digunakan dalam
lenong adalah bahasa Melayu (atau kini bahasa Indonesia) dialek Betawi. Sejarah Lenong Lenong berkembang sejak
akhir abad ke-19 atau awal abadke-20. Kesenian teatrikal tersebut mungkin merupakan adaptasi oleh masyarakat
Betawi atas kesenian serupa seperti “komedi bangsawan” dan “teater stambul” yang sudah ada saat itu. Selain itu,
Firman Muntaco, seniman Betawi, menyebutkan bahwa lenong berkembang dari proses teaterisasi musik gambang
kromong dan sebagai tontonan sudah dikenal sejak tahun 1920-an. Lakon-lakon lenong berkembang dari lawakan-
lawakan tanpa plot cerita yang dirangkai-rangkai hingga menjadi pertunjukan semalam suntuk dengan lakon panjang
dan utuh. Pada mulanya kesenian ini dipertunjukkan dengan mengamen dari kampung ke kampung. Pertunjukan
diadakan di udara terbuka tanpa panggung. Baru di awal kemerdekaan, teater rakyat ini murni menjadi tontonan
panggung

Rumah tradisional

Rumah tradisional Betawi adalah rumah kebaya

BAB III

SEJARAH ETNIK SUNDA

Sejarah Suku Sunda


Suku sunda adalah suku yang mendiami pulau jawa bagian barat. Pada tahun 1998, suku Sunda berjumlah
kurang lebih 33 juta jiwa (belum ada pemisahan dengan Suku Banten pada masa itu), kebanyakan dari mereka hidup
di Jawa Barat dan sekitar 3 juta jiwa hidup di provinsi lain. Kendatipun demikian, suku Sunda adalah salah satu
kelompok orang yang paling kurang dikenal di dunia Barat. Nama orang Sunda sering dianggap sebagai orang
Sudan di Afrika dan salah dieja dalam ensiklopedia. Beberapa koreksi ejaan dalam komputer juga mengubahnya
menjadi Sudanese (dalam bahasa Inggris berarti orang Sudan). Pada abad ke-20, sejarah Sunda telah terjalin melalui
bangkitnya nasionalisme Indonesia yang akhirnya menjadi Indonesia modern.
Sunda merupakan kebudayaan masyarakat sunda yang tinggal di wilayah barat pulau Jawa. Sebagai suatu
suku, bangsa Sunda merupakan cikal-bakal berdirinya peradaban di Nusantara, dimulai dengan berdirinya kerajaan
tertua di Indonesia, yakni Kerajaan Salakanagara dan Tarumanegara sampai ke Galuh, Pakuan Pajajaran, dan
Sumedang Larang.

Kata Sunda artinya bagus/baik/putih/bersih/cemerlang, segala sesuatu yang mengandung unsur kebaikan.
Orang Sunda diyakini memiliki etos/watak/karakter Kasundaan sebagai jalan menuju keutamaan hidup.
Watak/karakter Sunda yang dimaksud adalah cageur (sehat), bageur (baik), bener (benar), singer (terampil), dan
pinter (pandai/cerdas) yang sudah ada sejak zaman Salaka Nagara tahun 150 sampai ke Sumedang Larang Abad ke-
17, telah membawa kemakmuran dan kesejahteraan lebih dari 1000 tahun.

a. Sistem Kepercayaan Mula-Mula


Suku Sunda tidak seperti kebanyakan suku yang lain; suku Sunda tidak memiliki mitos tentang penciptaan
atau catatan mitos-mitos lain yang menjelaskan asal mula suku ini. Tidak seorang pun tahu dari mana mereka
datang, juga bagaimana mereka menetap di Jawa Barat. Agaknya pada abad-abad pertama Masehi, sekelompok
kecil suku Sunda menjelajahi hutan-hutan pegunungan dan melakukan budaya tebas bakar untuk membuka hutan.
Semua mitos paling awal mengatakan bahwa orang Sunda lebih sebagai pekerja-pekerja di ladang daripada petani
padi.

Kepercayaan mereka membentuk fondasi dari apa yang kini disebut sebagai agama asli orang Sunda.
Meskipun tidak mungkin untuk mengetahui secara pasti seperti apa kepercayaan tersebut, tetapi petunjuk yang
terbaik ditemukan dalam puisi-puisi epik kuno (Wawacan) dan di antara suku Badui yang terpencil. Suku Badui
menyebut agama mereka sebagai Sunda Wiwitan (orang Sunda yang paling mula-mula). Beberapa kata dalam
bahasa Sansekerta dan Hindu yang berhubungan dengan mitos masih tetap adaRoh-roh tersebut melakukan hal-hal
yang baik maupun jahat, tergantung pada ketaatan seseorang kepada sistem tabu tersebut. Ribuan kepercayaan tabu
digunakan dalam setiap aspek kehidupan sehari-hari.

Pengaruh Hinduisme

Tidak seorang pun yang tahu kapan persisnya pola-pola Hindu mulai berkembang di Indonesia, dan siapa
yang membawanya. Diakui bahwa pola-pola Hindu tersebut berasal dari India; mungkin dari pantai selatan. Tetapi
karakter Hindu yang ada di Jawa menimbulkan lebih banyak pertanyaan daripada jawabannya. Misalnya, pusat-
pusat Hindu yang utama bukan di kota-kota dagang di daerah pesisir, tetapi lebih di pedalaman. Tampaknya jelas
bahwa ide-ide keagamaanlah yang telah menaklukkan pemikiran orang setempat, bukan tentara. Sebuah teori yang
berpandangan bahwa kekuatan para penguasa Hindu/India telah menarik orang-orang Indonesia kepada
kepercayaan-kepercayaan roh-magis agama Hindu. Entah bagaimana, banyak aspek dari sistem kepercayaan Hindu
diserap ke dalam pemikiran orang Sunda dan juga Jawa.

Karya sastra Sunda yang tertua yang terkenal adalah Caritha Parahyangan. Karya ini ditulis sekitar tahun
1000 dan mengagungkan raja Jawa Sanjaya sebagai prajurit besar. Sanjaya adalah pengikut Shiwaisme sehingga kita
tahu bahwa iman Hindu telah berurat akar dengan kuat sebelum tahun 700. Sangat mengherankan kira-kira pada
waktu ini, agama India kedua, Buddhisme, membuat penampilan pemunculan dalam waktu yang singkat. Tidak
lama setelah candi-candi Shiwa dibangun di dataran tinggi Dieng di Jawa Tengah, monumen Borobudur yang indah
sekali dibangun dekat Yogyakarta ke arah selatan. Diperkirakan agama Buddha adalah agama resmi Kerajaan
Syailendra di Jawa Tengah pada tahun 778 sampai tahun 870. Hinduisme tidak pernah digoyahkan oleh bagian
daerah lain di pulau Jawa dan tetap kuat hingga abad 14. Struktur kelas yang kaku berkembang di dalam
masyarakat. Pengaruh bahasa Sanskerta menyebar luas ke dalam bahasa masyarakat di pulau Jawa. Gagasan tentang
ketuhanan dan kedudukan sebagai raja dikaburkan sehingga keduanya tidak dapat dipisahkan.

Di antara orang Sunda dan juga orang Jawa, Hinduisme bercampur dengan penyembahan nenek moyang
kuno. Kebiasaan perayaan hari-hari ritual setelah kematian salah seorang anggota keluarga masih berlangsung
hingga kini. Pandangan Hindu tentang kehidupan dan kematian mempertinggi nilai ritual-ritual seperti ini. Dengan
variasi-variasi yang tidak terbatas pada tema mengenai tubuh spiritual yang hadir bersama-sama dengan tubuh
natural, orang Indonesia telah menggabungkan filsafat Hindu ke dalam kondisi-kondisi mereka sendiri. J. C. van
Leur berteori bahwa Hinduisme membantu mengeraskan bentuk-bentuk kultural suku Sunda. Khususnya
kepercayaan magis dan roh memiliki nilai absolut dalam kehidupan orang Sunda. Salah seorang pakar adat istiadat
Sunda, Prawirasuganda, menyebutkan bahwa angka tabu yang berhubungan dengan seluruh aspek penting dalam
lingkaran kehidupan perayaan-perayaan suku Sunda sama dengan yang ada dalam kehidupan suku Badui.

Pengaruh suku Jawa terhadap kehidupan masyarakat Sunda


Kerajaan-kerajaan besar bangkit di Jawa Tengah dan Jawa Timur namun hanya sedikit yang berubah di
antara suku Sunda. Walaupun terbatas, pengaruh Hindu di antara orang-orang Sunda tidak sekuat pengaruhnya
seperti di antara orang-orang Jawa. Kendatipun demikian, sebagaimana tidak berartinya Jawa Barat, orang Sunda
memiliki raja pada zaman Airlangga di Jawa Timur, kira-kira tahun 1020. Tetapi raja-raja Sunda semakin berada di
bawah kekuasaan kerajaan-kerajaan Jawa yang besar. Kertanegara (1268-92) adalah raja Jawa pada akhir periode
Hindu di Indonesia. Setelah pemerintahan Kertanegara, raja-raja Majapahit memerintah hingga tahun 1478, tetapi
mereka tidak penting lagi setelah tahun 1389. Namun, pengaruh Jawa ini berlangsung terus dan memperdalam
pengaruh Hinduisme terhadap orang Sunda. Puncaknya adalah ketika tanah parahyangan jatuh ke dalam kekuasaan
Mataram Islam yang kala itu dipimpin Sultan Agung Hanyokrokusumo, pengaruh budaya jawa terhadap sunda
sangat terasa. Mulai dari bahasa sunda yang sebelumnya egaliter menjadi bahasa yang mengenal tingkatan bahasa.
Seni budaya seperti wayang golek diadaptasi dari kesenian wayang kulit dari jawa. Bersamaan dengan itu pula sejak
Mataram menguasai parahyangan gamelan masuk tanah pasundan. Selain itu masih banyak lagi bukti pengaruh
budaya jawa seperti baju tradisional sunda dalam pernikahan, dll.

Pajajaran dekat Bogor


Pada tahun 1333, hadir kerajaan Pajajaran di dekat kota Bogor sekarang. menurut sudut pandang dari
kerajaan Majapahit, Kerajaan ini dikalahkan oleh kerajaan Majapahit di bawah pimpinan perdana menterinya yang
terkenal, Gadjah Mada. Menurut cerita romantik Kidung Sunda, putri Sunda hendak dinikahkan dengan Hayam
Wuruk, raja Majapahit, namun Gajah Mada menentang pernikahan ini dan setelah orang-orang Sunda berkumpul
untuk acara pernikahan, ia mengubah persyaratan. Ketika raja dan para bangsawan Sunda mendengar bahwa sang
putri hanya akan menjadi selir dan tidak akan ada pernikahan seperti yang telah dijanjikan, mereka berperang
melawan banyak rintangan tersebut hingga semuanya mati akibat dari jumlah pasukan yang tidak imbang (pasukan
sunda yang dikirim hanyalah pengawal rombongan pengantin). Meski permusuhan antara Sunda dan Jawa
berlangsung selama bertahun-tahun setelah episode ini, tetapi pengaruh yang diberikan oleh orang Jawa tidak pernah
berkurang terhadap orang Sunda.

Hingga saat ini, Kerajaan Pajajaran dianggap sebagai kerajaan Sunda tertua. Sungguhpun kerajaan ini
hanya berlangsung selama tahun 1482-1579, banyak kegiatan dari para bangsawannya dikemas dalam legenda.
Siliwangi, raja Hindu Pajajaran, digulingkan oleh komplotan antara kelompok Muslim Banten, Cirebon, dan Demak
dalam persekongkolan dengan keponakannya sendiri. Dengan jatuhnya Siliwangi, Islam mengambil alih kendali atas
sebagian besar wilayah Jawa Barat. Faktor kunci keberhasilan Islam adalah kemajuan kerajaan Demak dari Jawa
Timur ke Jawa Barat sebelum tahun 1540

Kemajuan Islam

Orang Muslim telah ada di Nusantara pada awal tahun 1100 namun sebelum Malaka yang berada di selat
Malaka menjadi kubu pertahanan Muslim pada tahun 1414, pertumbuhan agama Islam pada masa itu hanya sedikit.
Aceh di Sumatera Utara mulai mengembangkan pengaruh Islamnya kira-kira pada 1416. Sarjana-sarjana Muslim
menahun tanggal kedatangan Islam ke Indonesia hingga hampir ke zaman Muhammad. Namun beberapa peristiwa
yang mereka catat mungkin tidak penting.

Kedatangan Islam yang sebenarnya tampaknya terjadi ketika misionaris Arab dan Persia masuk ke pulau
Jawa pada awal tahun 1400 dan lambat laun memenangkan para mualaf di antara golongan yang berkuasa.

Kejatuhan Majapahit
Sebelum 1450, Islam telah memperoleh tempat berpijak di istana Majapahit di Jawa Timur. Van Leur
memperkirakan hal ini ditolong oleh adanya disintegrasi budaya Brahma di India. Surabaya (Ampel) menjadi pusat
belajar Islam dan dari sana para pengusaha Arab yang terkenal meluaskan kekuasaan mereka. Jatuhnya kerajaan
Jawa, yaitu kerajaan Majapahit pada tahun 1468 dikaitkan dengan intrik dalam keluarga raja karena fakta bahwa
putra raja, Raden Patah masuk Islam. Baik di Jawa Timur maupun Jawa Barat, pemberontakan dalam keluarga-
keluarga raja digerakkan oleh tekanan militer Islam. Ketika para bangsawan berganti keyakinan, maka rakyat akan
ikut. Meskipun demikian, Vlekke menunjukkan bahwa perang-pra keagamaan jarang terjadi di sepanjang sejarah
Jawa.

Kerajaan Demak
Raden Patah menetap di Demak yang menjadi kerajaan Islam pertama di Jawa. Ia mencapai puncak
kekuasaannya menjelang 1540 dan pada waktunya menaklukkan suku-suku hingga ke Jawa Barat. Bernard Vlekke
mengatakan bahwa Demak mengembangkan wilayahnya hingga Jawa Barat karena politik Jawa tidak begitu
berkepentingan dengan Islam. Pada waktu itu, Sunan Gunung Jati mengirim putranya Hasanuddin dari Cirebon,
untuk mempertobatkan orang-orang Sunda secara ekstensif. Pada 1526, baik Banten maupun Sunda Kelapa berada
di bawah kontrol Sunan Gunung Jati yang menjadi Sultan Banten pertama. Penjajaran Cirebon dengan Demak ini
telah menyebabkan Jawa Barat berada di bawah kekuasaan Islam. Pada kuartal kedua abad ke-16, seluruh pantai
utara Jawa Barat berada di bawah kekuasaan pemimpin-pemimpin Islam dan penduduknya telah menjadi Muslim.
Karena menurut data statistik penduduk tahun 1780 terdapat kira-kira 260.000 jiwa di Jawa Barat, dapat kita
asumsikan bahwa pada abad ke-16 jumlah penduduk jauh lebih sedikit. Ini memperlihatkan bahwa Islam masuk
ketika orang-orang Sunda masih merupakan suku kecil yang berlokasi terutama di pantai-pantai dan di lembah-
lembah sungai seperti Ciliwung, Citarum, dan Cisadane.

Natur Islam
Ketika Islam masuk ke Sunda, memang ditekankan lima pilar utama agama, namun dalam banyak bidang
yang lain dalam pemikiran keagamaan, sinkretisme berkembang dengan cara pandang orang Sunda mula-mula.
Sejarawan Indonesia Soeroto yakin bahwa Islam dipersiapkan untuk hal ini di India. "Islam yang pertama-tama
datang ke Indonesia mengandung banyak unsur filsafat Iran dan India. Namun justru komponen-komponen
merekalah yang mempermudah jalan bagi Islam di sini." Para sarjana yakin bahwa Islam menerima kalau adat-
istiadat yang menguntungkan masyarakat harus dipertahankan. Dengan demikian Islam bercampur banyak dengan
Hindu dan adat istiadat asli masyarakat. Perkawinan beberapa agama ini biasa disebut "Agama Jawa". Akibat
percampuran Islam dengan sistem kepercayaan majemuk, yang sering disebut aliran kebatinan, memberi deskripsi
akurat terhadap kekompleksan agama di antara suku Sunda saat ini.

Kolonialisme Belanda
Sebelum kedatangan Belanda di Indonesia pada 1596, Islam telah menjadi pengaruh yang dominan di
antara kaum ningrat dan pemimpin masyarakat Sunda dan Jawa. Secara sederhana, Belanda berperang dengan pusat-
pusat kekuatan Islam untuk mengontrol perdagangan pulau dan hal ini menciptakan permusuhan yang
memperpanjang konflik Perang Salib masuk ke arena Indonesia. Peristiwa-peristiwa pada abad ke-18 menghadirkan
serangkaian kesalahan Belanda dalam bidang sosial, politik, dan keagamaan. Seluruh dataran rendah Jawa Barat
menderita di bawah persyaratan-persyaratan yang bersifat opresif yang dipaksakan oleh para penguasa lokal.
Contohnya adalah daerah Banten. Pada tahun 1750, rakyat mengadakan revolusi menentang kesultanan yang
dikendalikan oleh seorang wanita Arab, Ratu Sjarifa. Menurut Ayip Rosidi, Ratu Sjarifa adalah kaki tangan
Belanda. Namun, Vlekke berpendapat bahwa "Kiai Tapa", sang pemimpin, adalah seorang Hindu, dan bahwa
pemberontakan itu lebih diarahkan kepada pemipin-pemimpin Islam daripada kolonialis Belanda. (Sulit untuk
melakukan rekonstruksi sejarah dari beberapa sumber karena masing-masing golongan memiliki kepentingan sendiri
yang mewarnai cara pencatatan kejadian.)

Sistem budaya
Kesalahan politik yang paling terkenal yang dilakukan Belanda dimulai pada tahun 1830. Kesalahan politik
ini disebut sebagai Sistem Budaya (Cultuurstelsel), namun sebenarnya lebih tepat jika disebut sistem perbudakan.
Sistem ini mengintensifkan usaha-usaha pemerintah untuk menguras hasil bumi yang lebih banyak yang dihasilkan
dari tanah ini. Sistem budaya ini memeras seperlima hasil tanah petani sebagai pengganti pajak. Dengan
mengadakan hasil panen yang baru seperti gula, kopi, dan teh, maka lebih besar lagi tanah pertanian yang diolahnya.
Pengaruh ekonomi ke pedesaan bersifat dramatis dan percabangan sosialnya penting. Melewati pertengahan abad,
investasi swasta di tanah Jawa Barat mulai tumbuh dan mulai bermunculan perkebunan-perkebunan. Tanah diambil
dari tangan petani dan diberikan kepada para tuan tanah besar. Menjelang 1870, hukum agraria dipandang perlu
untuk melindungi hak-hak rakyat atas tanah.

Pertumbuhan Populasi di Jawa


Pada tahun 1851 di Jawa Barat, suku Sunda berjumlah 786.000 jiwa. Dalam jangka waktu 30 tahun jumlah
penduduk menjadi dua kali lipat. Priangan menjadi titik pusat perdagangan barang yang disertai arus penguasa dari
Barat serta imigran-imigran Asia (kebanyakan orang Tionghoa). Pada awal abad ke-19 diperkirakan bahwa
sepertujuh atau seperdelapan pulau Jawa merupakan hutan dan tanah kosong. Pada tahun 1815 seluruh Jawa dan
Madura hanya memiliki 5 juta penduduk. Angka tersebut bertambah menjadi 28 juta menjelang akhir abad tersebut
dan mencapai 108 juta pada tahun 1990. Pertumbuhan populasi di antara orang Sunda mungkin merupakan faktor
non-religius yang paling penting di dalam sejarah suku Sunda.

Karakteristik Sejarah Sunda


Yang menonjol dalam sejarah orang Sunda adalah hubungan mereka dengan kelompok-kelompok lain.
Orang Sunda hanya memiliki sedikit karakteristik dalam sejarah mereka sendiri. Ayip Rosidi menguraikan lima
rintangan yang menjadi alasan sulitnya mendefinisikan karakter orang Sunda. Secara historis, orang Sunda tidak
memainkan suatu peranan penting dalam urusan-urusan nasional. Beberapa peristiwa yang sangat penting telah
terjadi di Jawa Barat, namun biasanya peristiwa-peristiwa tersebut bukanlah kejadian yang memiliki karakteristik
Sunda. Hanya sedikit orang Sunda yang menjadi pemimpin, baik dalam hal konsepsi maupun implementasi dalam
aktivitas-aktivitas nasional. Memang banyak orang Sunda yang dilibatkan dalam berbagai peristiwa pada abad ke-
20, namun secara statistik dikatakan mereka tidak begitu berperan. Pada abad ini, sejarah orang Sunda pada
hakikatnya merupakan sejarah orang Jawa.

Mantera-mantera magis

Dalam penyembahan kepada ilah-ilah, sistem mantera magis juga memainkan peran utama berkaitan
dengan kekuatan-kekuatan roh. Salah satu sistem tersebut adalah Ngaruat Batara Kala yang dirancang untuk
memperoleh kemurahan dari dewa Batara Kala dalam ribuan situasi pribadi. Rakyat juga memanggil roh-roh yang
tidak terhitung banyaknya termasuk arwah orang yang telah meninggal dan juga menempatkan roh-roh (jurig) yang
berbeda jenisnya. Banyak kuburan, pepohonan, gunung-gunung dan tempat-tempat serupa lainnya dianggap keramat
oleh rakyat. Di tempat-tempat ini, seseorang dapat memperoleh kekuatan-kekuatan supranatural untuk memulihkan
kesehatan, menambah kekayaan, atau meningkatkan kehidupan seseorang dalam berbagai cara.

Memahami orang Sunda pada zaman ini merupakan tantangan yang besar bagi sejarawan, antropolog, dan
sarjana-sarjana agama. Bahkan sarjana-sarjana Sunda yang terkemuka segan untuk mencoba melukiskan karakter
dan kontribusi rakyat Sunda. Agaknya, melalui berbagai cara masyarakat Sunda telah terserap ke dalam budaya
Indonesia sejak 50 tahun yang lalu.

Sejarah Sunda Wiwitan


Sunda asli/kepercayaan masyarakat asli Sunda. Kepercayaan Sunda Wiwitan terdiri dari dua kata ―Sunda
dan ―wiwitan. Menurut Djatikusumah sebagai mana dikutip Ira, Sunda wiwitan adalah sebuah aliran kepercayaan
orang-orang Sunda terdahulu. Mereka meyakini kepercayaan tersebut sebagai kepercayaan Sunda dapat dimaknai
dengan tiga konsep dasar, yaitu: 1. Filosofis yang berarti bersih, indah bagus cahaya

2. Etnis yang merujuk kepada sebuah komunitas masyarakat layaknya masyarakat lainnya

3. Geografis yang merujuk pada penamaan suatu wilayah. Dalam hal ini di bedakan dengan istilah Sunda besar yang
meliputi pulau besar di indonesia (saat itu nusantara) seperti jawa, Sumatera, kalimantan. Dan Sunda kecil yang
meliputi bali, Sumbawa, lombok Flores dan lain-lain.

Sedangkan wiwitan berarti asal mula. Dengan demikian, Sunda wiwitan berarti Sunda asal atau Sunda yang
asli. Dengan pengertian di atas, Sunda wiwitan dimaknai sebagai aliran kepercayaan yang dianut oleh orang Sunda
asli dari dahulu hingga saat ini. Kepercayaan Sunda wiwitan juga dibuktikan dengan adanya temuan arkeologi di
berbagai daerah seperti situs Cipari kabupaten kuningan, situs Arca Domas di Kanekes Kabupaten Lebak, serta yang
paling fenomenal situs gunung padang yang ada di kabupaten Cianjur. Temuan tersebut menunjukkan bahwa orang
Sunda awal telah memiliki sistem kepercayaan. Masyarakat tradisional Sunda menganut paham kepercayaan yang
memuja terhadap kekuatan alam dan arwah leluhur (Animisme dan Dinamisme) yang di kenal dengan Agama/aliran
Sunda wiwitan. Akan tetapi ada sementara pihak yang berpendapat bahwa agama Sunda wiwitan juga memiliki
unsur Monoteisme purba, yaitu di atas para dewata dan hyang dalam pantheonnya terdapat dia tunggal tertinggi
maha kuasa yang tak berwujud yang disebut Hyang Kersa yang di samakan dengan Tuhan Yang Maha Esa. Dengan
cara demikian ajaran madrais disebut agama jawa Sunda atau yang sekarang disebut Sunda wiwitan. Akan tetapi,
saat itu ajaran madrais ialah tauhid murni, hanya Allah yang wajib di sembah.

UNSUR KEBUDAYAAN UNIVERSAL ETNIK SUNDA

A. Sistem Religi/Agama
Sebagian besar masyarakat suku sunda menganut Agama Islam, namun ada pula yang beragama kristen,
hindhu atau budha, dll. Mereka itu tergolong pemeluk agama yang taat karena bagi mereka kewajiban beribadah
adalah prioritas utama. Contohnya dalam menjalankan ibadah puasa, sholat lima waktu, serta berhaji bagi yang
mampu. Mereka juga masih mempercayai adanya kekuatan ghaib. Terdapat juga adanya upacara-upacara yang
berhubungan dengan salah satu fase dalam lingkaran hidup, mendirikan rumah, menanam padi, dan lain-lain.
B. Sistem Kekerabatan
Sistem kekerabatan yang digunakan adalah sistem kekerabatan parental atau bilateral, yaitu mengikuti garis
keturunan kedua belah pihak orang tua yaitu bapak dan ibu. Dalam keluarga sunda, bapak yang bertindak sebagai
kepala keluarga. Ikatan kekeluargaan yang kuat dan peranan agama Islam yang sangat mempengaruhi adat istiadat
mewarnai seluruh sendi kehidupan suku sunda.

Dalam bahasa sunda dikenal pula kosa kata sejarah dan sarsilah (silsilah, silsilah) yang maknanya kurang
lebih sama dengan kosa kata sejarah dan silsilah dalam bahasa Indonesia. Makna sejarah adalah susun galur atau
garis keturunan. Pada saat menikah, orang sunda tidak ada keharusan menikah dengan keturunan tertentu asal tidak
melanggar ketentuan agama. Setelah menikah, penggantin baru bisa tinggal di tempat kediaman istri atau suami
tetapi pada umumnya mereka memilih tinggal di tempat baru atau neolokal. Dilihat dari sudut ego, orang sunda
mengenal istilah tujuh generasi keatas dan tujuh generasi ke bawah, antara lain yaitu :

 Tujuh generasi keatas :

Kolot, Embah, Buyut, Bao, Janggawareng, Udeg-udeg, Gantung Siwur

 Tujuh G enerasi Kebawah :

Anak, Incu, Buyut, Bao, Janggawareng, Udeg-Udeg, Gantung Siwur

C. Mata Pencaharian
Mata pencaharian pokok masyarakat sunda adalah :

 Bidang perkebunan, seperti tumbuhan teh, kelapa sawit, karet dan kina Bidang pertanian, seperti padi,
palawija, dan sayur-sayuran.
 Bidang perikanan, seperti tambak udang, dan perikanan ikan payau.
 Selain bertani, berkebun dan mengelola perikanan, ada juga bermata pencaharian sebagai pedagang,
pengrajin, peternak.

D. Sistem Pengetahuan
Pendidikan di suku sunda sudah dibilang sangat berkembang baik. Terlihat dari peran pemerintah Jawa
Barat. Pemerintah Jawa Barat memiliki tugas dalam memberikan pelayanan pembangunan pendidikan bagi
warganya, sebagai hak warga yang harus dipenuhi dalam pelayanan pemerintah. Pembangunan pendidikan
merupakan salah satu bagian yang sangat vital dan fundemental untuk mendukung upaya-upaya pembangunan Jawa
Barat di bidang lainnya. Pembangunan pendidikan merupakan dasar bagi pembangunan lainnya, menginggat secara
hakiki upaya pembangunan pendidikan adalah membangun potensi manusia yang kelak akan menjadi pelaku
pembangunan.

Dalam setiap upaya pembangunan, maka penting untuk senantiasa mempertimbangkan karekteristik dan
potensi setempat. Dalam konteks ini masyarakat Jawa Barat yang mayoritas suku sunda memiliki potensi budaya
dan karekteristik tersendiri, baik secara sosiologis-antropologis, falsafah kehidupan masyarakat Jawa Barat yang
telah diakui memiliki makna yag sangat mendalam

E. Sistem Teknologi
Sistem peralatan masyarakat sunda terdapat pada senjata tradisionalnya yaitu kujang. Senjata seperti kujang
ini disimpan sebagai pusaka yang digunakan untuk melindungi rumah dari bahaya dengan meletakkan di atas tempat
tidur. Menurut sebagian orang kujang mempunyai kekuatan tertentu yanng berasal dari dewa (Hyang), kujang juga
dipakai sebagai salah satu estetika dalam beberapa organisasi serta pemerintahan. Dengan perkembangan kemajuan,
teknologi, budaya, sosial dan ekonomi masyarakat sunda, kujang pun mengalami perkembangan dan pergeseran
bentuk, fungsi dan makna. Dari sebuah peralatan pertanian, kujang berkembang menjadi sebuah benda yang
memiliki karakter tersendiri dan cenderung menjadi senjata yang bernilai simbolik dan sakral.

Berdasarkan fungsi kujang terbagi menjadi empat antara lain, Kujang Pusaka (lambang keagungan dan
perlindungan keselamatan), Kujang Pakarang (untuk berperang), Kujang Pangarak (sebagai alat upacara), Kujang
Pamangkas ( sebagai alat berladang).

Teknologi di masyarakat sunda pula saat ini sudah berkembang pesat, masyarakat saat ini sudah banyak
mengenal dan bahkan memiliki benda-benda elektronik, tetapi adapula masyarakat sunda yang masih kental dengan
adat dan menghindari tentang adanya teknologi dan unsur modern. Contohnya adalah masyarakat baduy. Mereka
memang tidak begitu suka dengan perubahan teknologi, karena bagi mereka adat leluhur dari nenek moyang
haruslah tetap dijalankan

F. Sistem Bahasa
Bahasa sunda juga mengenal tingkatan dalam bahasa, yaitu bahasa untuk membedakan golongan usia dan status
sosial antara lain, yaitu :

 Bahasa sunda lemes (halus) yaitu dipergunakan untuk berbicara dengan orang tua, orang yang dituakan
atau disegani.
 Bahasa sunda sedang yaitu digunakan antara orang yang setaraf, baik usia maupun status sosialnya.
 Bahasa sunda kasar yaitu digunakan oleh atasan kepada bawahan, atau kepada orang yang status sosialnya
lebih rendah.

Namun demikian di Serang dan di Cilegon, lebih lazim menggunakan bahasa Banyumasan (bahasa Jawa
tingkatan kasar) digunakan oleh teknik pendatang dari suku jawa.

G. Kesenian
Masyarakat sunda begitu gemar akan kesenian, sehingga banyak terdapat jenis kesenian diantaranya seperti :

 Seni Bangunan
Rumah adat tradisional msayarakat sunda adalah berbentuk keraton kesepuhan cirebonan yang memiliki 4
ruang, yaitu sebagai berikut :

1. Pendopo yaitu tempat untuk keselamatan sultan

2.Pringgondani yaitu tempat untuk sultan memberikan perintah kepada adipati

3.Prabayasa yaitu tempat sultan menerima tamu (ruang Tamu)

4.Panembahan yaitu ruang kerja dan tempat istirahat sultan.

 Seni Tari

Tari yang terkenal di masyarakat sunda adalah tari topeng, tari merak, tari sisingaan dan tari jaipong.

 Seni Suara dan Musik

Alat musik tradisional masyarakat sunda adalah angklug, calung, kecapi, dan degung. Alat musik ini
digunakan untuk mengiringi tembang. Tembang adalah puisi yang di iringi oleh kecapi dan suling. Salah satu lagu
tradisional masyarakat sunda yaitu : Bubuy Bulan, Manuk dadali dan Tokecang. Pertubjukan yang paling terkenal di
suku sunda adalah Wayang Golek. Wayang golek adalah boneka kayu dengan penampilan yang sangat menarik dan
kreatif.

 Seni Sastra

Sunda sangat kaya akan seni sastra, contohnya Prabu Siliwangi yang diungkapkan dalam bentuk pantun
dan Si Kabayan yang diungkapkan dalam bentuk prosa.

 Seni Pertujukan

Pertunjukan yang paling terkenal di suku sunda adalah Wayang Golek. Wayang golek adalah boneka kayu
dengan penampilan yang sangat menarik dan kreatif.

BAB IV

SEJARAH ETNIK JAWA

Etimologi Jawa

Secara Etimologi asal mula nama “Jawa” tidak jelas. Salah satu kemungkinan adalah nama pulau ini
berasal dari tanaman jáwa-wut, yang banyak ditemukan dipulau ini pada masa purbakala, sebelum masuknya
pengaruh India pulau ini mungkin memiliki banyak nama. Ada pula dugaan bahwa pulau ini berasal dari
kata jaú yang berarti "jauh". Dalam Bahasa Sanskerta yava berarti tanaman jelai, sebuah tanaman yang membuat
pulau ini terkenal. Yawadvipa disebut dalam epik India Ramayana. Sugriwa, panglima wanara(manusia kera) dari
pasukan Sri Rama, mengirimkan utusannya ke Yawadvipa (pulau Jawa) untuk mencari Dewi Shinta. Kemudian
berdasarkan kesusastraan India terutama pustaka Tamil, disebut dengan nama Sanskerta yāvaka dvīpa (dvīpa =
pulau). Dugaan lain ialah bahwa kata "Jawa" berasal dari akar kata dalam bahasa Proto-Austronesia, yang berarti
'rumah'.

Menurut hikayat, asal muasal suku Jawa diawali dari datangnya seorang satria pinandita yang bernama Aji
Saka. Ia adalah orang yang menulis sebuah sajak, dimana sajak itu yang kini disebut sebagai abjad huruf Jawa
hingga saat ini. Maka dari itu, asal mula sajak inilah yang digunakan sebagai penanggalan kalender Saka. Definisi
suku Jawa adalah penduduk asli pulau Jawa bagian tengah dan timur, kecuali pulau Madura. Selain itu, mereka yang
menggunakan bahasa Jawa dalam kesehariannya untuk berkomunikasi juga termasuk dalam suku Jawa, meskipun
tidak secara langsung berasal dari pulau Jawa. Demikian adalah definisi Magnis-Suseno mengenai suku bangsa
Jawa. Asal usul suku Jawa juga berkaitan dengan bahasa yang digunakan, yakni bahasa Jawa.

A. Sejarah Suku Jawa

Asal-usul suku Jawa banyak versinya. Versi yang paling populer adalah bahwa leluhur orang Jawa adalah
Ajiasaka, Pandita dari India yang datang ke Jawa. Kisah Ajisaka dan murid-muridnya kemudian digunakan sebagai
patokan aksara Jawa (ha na ca ra ka ...).

Versi lain mengatakan nenek moyang orang Jawa datang dari sekitar lereng Gunung Merapi. Karena di
lereng dan kaki gunung Merapi berdiri kerajaan Mataram kuno, yang mana mereka mendirikan Candi Borobudur.
Kerajaan Maratam Kuno kemudian pindah ke Jawa Timur karena bencana dahsyat letusan Gunung Merapi yang
bahkan membuat Borobudur terkubur tanah.

Jika ditarik ribuan tahun ke belakang, di Jawa sudah ada kehidupan. Bahkan di Sangiran (Sragen),
ditemukan fosil manusia purba, terutama dari jenis phitecanthropus erectus. Jauh-hari bahkan di Mojokerto (Jawa
Timur) sudah hidup nenek moyang manusia Jawa yang diberi julukan Homo Mojokertensis. Mereka hidup 200 ribu
tahun yang lalu.

Masyarakat Jawa sekarang mendiami wilayah Jawa Tengah, Jawa Timur dan Yogyakarta. Jika diperluas,
mereka yang tinggal di Cirebon dan Indramayu juga diklasifikasikan sebagai orang Jawa karena bahasa yang mereka
gunakan lebih dekat ke bahasa Jawa daripada bahasa Sunda. banyak orang Jawa menetap di selatan Sumatera
(Lampung dan sekitarnya), sebagian besar Banten (Keturunan pasukan Mataram) Jakarta dan Sumatera Utara. Hal
ini terjadi karena berbagai alasan, antara lain: kolonial Belanda membawa orang Jawa ke tempat-tempat itu untuk
menjadi buruh perkebunan. Selain itu, etnis Jawa juga menyebar ke Suriname.

Bahasa Jawa (ngoko dan Kromo) umum digunakan dalam bahasa sehari-hari instruksi. Tentu ada beberapa
dialek. Ada dialek Yogya-Solo, semarangan, Banyumasan, Tegal dan Jawa Timur.
Soal kehidupan beragama, setelah kedatangan Wali Songo, umumnya orang Jawa adalah Muslim. Sebagian
kecil masih Hindu dan Budha, selain Kristen dan Katolik. Ada juga masih memegang ajaran-ajaran kejawen. 

Orang Jawa dikenal halus dan sangat tepo seliro. Juga tidak suka konflik. Di lain pihak, di mata suku Non-
jawa, orang Jawa di kenal penakut dan suka main belakang. tapi, apapun dan bagaimanapun, orang Jawa adalah
mayoritas di Indonesia dan sangat mendominasi sektor pemerintahan dan kebudayaan.

UNSUR KEBUDAYAAN UNIVERSAL ETNIK JAWA

A. Sistem Religi/Kepercayaan
Mayoritas orang Jawa menganut agama Islam, sebagian yang lain menganut
agama Kristian, Protestan dan Katolik, termasuknya dikawasan luar bandar, dengan penganut agama
Buddha danHindu juga ditemukan dikalangan masyarakat Jawa. Terdapat juga agama kepercayaan suku Jawa yang
disebut sebagai agama Kejawen. Kepercayaan ini pada dasarnya berdasarkan kepercayaan animisme dengan
pengaruh agama Hindu-Buddha yang kuat. Masyarakat Jawa terkenal kerana sifat asimilasi kepercayaannya, dengan
semua budaya luar diserap dan ditafsirkan mengikut nilai-nilai Jawa.

Suku Jawa berbeda dengan suku-suku lain dalam hal pandangan hidup, jika suku lain selalu melabelkan
agama tertentu sebagai identitas kesukuannya, atau bukanlah bagian dari suku tertentu jika bukan beragama tertentu,
maka suku jawa merupakan suku yang universal identitas sukunya tidak dibangun oleh agama maupun ras tertentu
walaupun setiap individu jawa wajib beragama dan dituntun untuk melaksanakan syariat agamanya yang mesti
dilaksanakan dengan taat oleh pribadi jawa yang memeluknya sebagai konsekuensi hidup sebagai hamba tuhan.

Suku jawa memposisikan diri sebagai suku universal dan sebagian mengatakan jawa bukanlah sebuah suku
namun dia adalah Jiwa dari setiap individu baik dia muslim maupun non-muslim sehingga dapat kita lihat
pandangan hidupnya yang mengayomi semua agama dan muslim sebagai pemimpinnya karena memang sebagai
mayoritas bisa dilihat kesultanan-kesultanan yang dibangun oleh suku jawa yang bercorakkan islam, namun tetap
menghargai suku jawa non-muslim yang tidak beragama islam karena agama adalah iman dan keyakinan pilihan
jiwa, dan jika orang jawa mayoritasnya adalah non muslim maka ia juga berkewajban mengayomi hak-hak suku
jawa yang beragama lainnya karena memang itu pandangan hidup yang ditanamkan kepada orang-orang jawa hal
sesuai dengan firman Allah dalam Al-Quran surat Al-Mumtahanah (80:8

B. Sistem Kemasyarakatan
Dalam sistem kemasyarakatan, akan dibahas mengenai pelapisan sosial. Dalam sistem kemasyarakatan
Jawa, dikenal 4 tingkatan yaitu Priyayi, Ningrat atau Bendara, Santri dan Wong Cilik.

Priyayi ini sendiri konon berasal dari dua kata bahas Jawa, yaitu “para” dan “yayi” atau yang berarti para
adik. Dalam istilah kebudayaan Jawa, istilah priyayi ini mengacu kepada suatu kelas sosial tertinggi di kalangan
masyarakat biasa setelah Bendara atau ningrat karena memiliki status sosial yang cukup tinggi di masyarakat.
Biasanya kaum priyayi ini terdiri dari para pegawai negeri sipil dan para kaum terpelajar yang memiliki tingkatan
pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang-orang disekitarnya. Ningrat atau Bendara adalah kelas
tertinggi dalam masyarakat Jawa. pada tingkatan ini biasanya diisi oleh para anggota keraton, atau kerabat-
kerabatnya, baik yang memiliki hubungan darah langsung, maupun yang berkerabat akibat pernikahan. Bendara pu
memiliki banyak tingkatan juga di dalamnya, mulai dari yang tertinggi, sampai yang terendah. Hal ini dapat dengan
mudah dilihat dari gelar yang ada di depan nama seorang bangsawan tersebut.

Yang ketiga adalah golongan santri. Golongan ini tidak merujuk kepada seluruh masyarakat suku Jawa
yang beragama muslim, tetapi, lebih mengacu kepada para muslim yang dekat dengan agama, yaitu para santri yang
belajar di pondok-pondok yang memang banyak tersebar di seluruh daerah Jawa.

Terakhir, adalah wong cilik atau golongan masyarakat biasa yang memiliki kasta terendah dalam pelapisan
sosial. Biasanya golongan masyarakat ini hidup di desa-desa dan bekerja sebagai petani atau buruh. Golongan wong
cilik pun dibagi lagi menjadi beberapa golongan kecil lain yaitu:

a. Wong Baku: golongan ini adalah golongan tertinggi dalam golongan wong cilik, biasanya mereka adalah
orang-orang yang pertama mendiami suatu desa, dan memiliki sawah, rumah, dan juga pekarangan.
b. Kuli Gandok atau Lindung: masuk di dalam golongan ini adalah para lelaki yang telah menikah, namun
tidak memiliki tempat tinggal sendiri, sehingga ikut menetap di tempat tinggal mertua.
c. Joko, Sinoman, atau Bujangan: di dalam golongan ini adalah semua laki-laki yang belum menikah dan
masih tinggal bersama orang tua, atau tinggal bersama orang lain. Namun, mereka masih dapat memiliki tanah
pertanian dengan cara pembelian atau tanah warisan.
Desa-desa di Jawa umumnya dibagi-bagi menjadi bagian-bagian kecil yang disebut dengan dukuh, dan setiap
dukuh dipimpin oleh kepala dukuh. Di dalam melakukan tugasnya sehari-hari, para pemimpin desa ini dibantu oleh
para pembantu-pembantunya yang disebut dengan nama Pamong Desa. Masing-masing pamong desa memiliki tugas
dan perananya masing-masing. Ada yang bertugas menjaga dan memelihara keamanan dan ketertiban desa, sampai
dengan mengurus masalah perairan bagi lahan pertanian warga.

C. Mata Pencaharian
Pada umumnya masyarakat bekerja pada segala bidang, terutama administrasi negara dan kemiliteran yang memang
didominasi oleh orang Jawa. Selain itu, mereka bekerja pada sektor pelayanan umum, pertukangan, perdagangan
dan pertanian dan perkebunan. Sektor pertanian dan perkebunan, mungkin salah satu yang paling menonjol
dibandingkan mata pencaharian lain, karena seperti yang kita tahu, baik Jawa Tengah dan Jawa Timur banyak lahan-
lahan pertanian yang beberapa cukup dikenal, karena memegang peranan besar dalam memasok kebutuhan nasional,
seperti padi, tebu, dan kapas.
1) Pertanian

Yang dimaksud pertanian disini terdiri atas pesawahan dan perladangan (tegalan), tanaman utama adalah padi.
Tanaman lainnya jagung, ubi jalar, kacang tanah, kacang hijau dan sayur mayor, yang umumnya ditanam di tegalan.
Sawah juga ditanami tanaman perdagangan, seperti tembakau, tebu dan rosella.

2) Perikanan

Adapun usaha yang dilakukan cukup banyak baik perikanan darat dan perikanan laut. Perikanan laut diusahakan di
pantai utara laut jawa. Peralatannya berupa kail, perahu, jala dan jaring

3) Peternakan

Binatang ternak berupa kerbau, sapi, kambing, ayam dan itik dan lain-lain.

4) Kerajinan

Kerajinan sangat maju terutama menghasilkan batik, ukir-ukiran, peralatan rumah tangga, dan peralatan pertanian.

Dalam suku Jawa atau masyarakat Jawa biasanya bermata pencaharian bertani, baik bertani disawah maupun
tegalan, juga Beternak pada umumnya bersipat sambilan, selain itu juga masyarakat Jawa bermata pencaharian
Nelayan yang biasanya dilakukan masyarakat pantai.

D. Sistem Pengetahuan
Salah satu bentuk sistem pengetahuan yang ada, berkembang, dan masih ada hingga saat ini, adalah bentuk
penanggalan atau kalender. Bentuk kalender Jawa adalah salah satu bentuk pengetahuan yang maju dan unik yang
berhasil diciptakan oleh para masyarakat Jawa kuno, karena penciptaannya yang terpengaruh unsur budaya islam,
Hindu-Budha, Jawa Kuno, dan bahkan sedikit budaya barat. Namun tetap dipertahankan penggunaanya hingga saat
ini, walaupun penggunaanya yang cukup rumit, tetapi kalender Jawa lebih lengkap dalam menggambarkan
penanggalan, karena didalamnya berpadu dua sistem penanggalan, baik penanggalan berdasarkan sistem matahari
(sonar/syamsiah) dan juga penanggalan berdasarkan perputaran bulan (lunar/komariah).

Sistem Teknologi/Peralatan dan Perlengkapan Hidup


Sebagai suatu kebudayaan, suku Jawa tentu memiliki peralatan dan perlengkapan hidup yang khas
diantaranya yang paling menonjol adalah dalam segi bangunan. Masyarakat yang bertempat tinggal di daerah Jawa
memiliki ciri sendiri dalam bangunan mereka, khususnya rumah tinggal. Ada beberapa  jenis rumah yang dikenal
oleh masyarakat suku Jawa, diantaranya adalah rumah limasan, rumah joglo, dan rumah serotong. Rumah limasan,
adalah rumah yang paling umum ditemui di daerah Jawa, karena rumah ini merupakan rumah yang dihuni oleh
golongan rakyat jelata. Sedangkan rumah Joglo, umumnya dimiliki sebagai tempat tinggal para kaum bangsawan,
misalnya saja para kerabat keraton.
Umumnya rumah di daerah Jawa menggunakan bahan batang bambu, glugu (batang pohon nyiur), dan
kayu jati sebagai kerangka atau pondasi rumah. Sedangkan untuk dindingnya, umum digunakan gedek atau anyaman
dari bilik bambu, walaupun sekarang, seiring dengan perkembangan zaman, banyak juga yang telah menggunakan
dinding dari tembok. Atap pada umumnya terbuat dari anyaman kelapa kering (blarak) dan banyak juga yang
menggunakan genting. Dalam sektor pertanian, alat-alat pertanian diantantaranya: bajak (luku), grosok, bakul besar
tenggok, garu. Adapun senjata tradisionalnya yaitu berupa keris. Sedangkan pakaian pria jawa tengah adalah
penutup kepala yang disebut kuluk, berbaju jas sikepan, korset dan keris yang terselip di pinggang. Memakai kain
batik dengan pola dan corak yang sama dengan wanita. Wanitanya memakai kain kebaya panjang dengan batik
sanggulnya disebut bakor mengkurep yang diisi dengan daun pandan wangi.

E. Sistem Bahasa
1. Bahasa Lisan Suku Jawa

Suku Jawa sebagian besar menggunakan bahasa Jawa dalam bertutur sehari-hari. Bahasa Jawa memiliki
aturan perbedaan kosa kata dan intonasi berdasarkan hubungan antara pembicara dan lawan bicara, yang dikenal
dengan unggah-ungguh. Aspek kebahasaan ini memiliki pengaruh sosial yang kuat dalam budaya Jawa, dan
membuat orang Jawa biasanya sangat sadar akan status sosialnya di masyarakat.

Mayoritas orang Jawa menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa sehari-hari. Sebagian lainnya
menggunakan bahasa Jawa yang bercampur bahasa Indonesia. Bahasa Jawa sendiri memiliki berbagai macam
variasi dialek atau pengucapan, yaitu:

1. Bahasa Jawa dialek Cirebon, dialek Tegal, dialek Banyumas dan dialek Bumiayu (dialek barat).
2. Bahasa Jawa dialek Pekalongan, dialek Semarang, dialek Yogyakarta dan dialek Madiun (dialek
madya/tengah).
3. Bahasa Jawa dialek Surabaya, dialek Malang, dialek Jombang, dialek Banyuwangi (dialek timur).
Dalam bahasa Jawa, pada dasarnya terdiri dari 3 kasta bahasa, yaitu:
a. Ngoko (kasar)
b. Madya (biasa)
c. Krama (halus)

Dalam bahasa Jawa penggunaan tingkatan bahasa tersebut, tergantung status yang bersangkutan dan lawan
bicara. Status bisa ditentukan oleh usia, posisi sosial, atau hal-hal lain. Seorang anak yang bercakap-cakap dengan
sebayanya akan berbicara dengan varian ngoko, namun ketika bercakap dengan orang tuanya akan menggunakan
krama andhap dan krama inggil. Sistem semacam ini masih dipakai di Surakarta, Yogyakarta, dan Madiun. Dialek
lainnya cenderung kurang memegang erat tata-tertib berbahasa semacam ini.

2. Bahasa Tulisan Suku Jawa


Aksara Jawa merupakan salah satu peninggalan budaya yang tak ternilai harganya. Bentuk aksara dan seni
pembuatannya menjadi suatu peninggalan yang patut untuk dilestarikan. Aksara jawa disebut juga dengan nama
aksara Legenda. Aksara Legena merupakan aksara Jawa pokok yang jumlahnya 20 buah.

Setiap suku kata aksara Jawa mempunyai pasangan, yakni kata yang berfungsi untuk mengikuti suku kata
mati atau tertutup, dengan suku kata berikutnya, kecuali suku kata yang tertutup oleh wignyan, cecak dan layar.
Tulisan Jawa bersifat Silabik atau merupakan suku kata. Sebagai tambahan, didalam aksara Jawa juga dikenal huruf
kapital yang dinamakan Aksara Murda. Penggunaannya untuk menulis nama gelar, nama diri, nama geografi, dan
nama lembaga. Hanacaraka atau dikenal dengan nama carakan atau cacarakan adalah aksara turunan aksara Brahmi
yang digunakan untuk naskah-naskah berbahasa Jawa, bahasa Madura, bahasa Sunda, bahasa Bali, dan bahasa
Sasak.

Hanacaraka  dikenal sebagai (tulisan Jawaatau abjad Jawa) ialah suatu sistem tulisan abjad suku kata yang
digunakan oleh orang Jawa untuk menulis dalam bahasa Jawa. Ia juga digunakan di Bali, Sunda, dan Madura.
Bahkan ditemukan pula surat-surat dalam bahasa Melayu yang menggunakan tulisan Hanacaraka. Tulisan ini berasal
daripada tulisan kawi yang mempunyai asal-usul dari tulisan Brahmi di India. Hanacaraka dinamakan sedemikian
kerana lima huruf pertamanya membentuk sebutan "ha-na-ca-ra-ka". Hanacaraka juga boleh merujuk kepada
kelompok sistem tulisan yang berkait rapat dengan tulisan Jawa dan menggunakan susunan abjad yang sama, yaitu
tulisan Jawa sendiri, tulisan Bali dan tulisan Sunda.

3. Penyebaran Bahasa Jawa

Penduduk Jawa yang merantau, membuat bahasa Jawa bisa ditemukan diberbagai daerah bahkan diluar negeri.
Banyaknya orang Jawa yang merantau ke Malaysia turut membawa bahasa dan kebudayaan Jawa ke Malaysia,
sehingga terdapat kawasan pemukiman mereka yang dikenal dengan nama kampung Jawa, padang Jawa. Disamping
itu, masyarakat pengguna Bahasa Jawa juga tersebar di berbagai wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kawasan-kawasan luar Jawa yang didominasi etnik Jawa atau dalam persentase yang cukup signifikan adalah:
Lampung (61,9%), Sumatera Utara (32,6%), Jambi (27,6%), Sumatera Selatan (27%), Aceh(15,87%) yang dikenal
sebagai Aneuk Jawoe. Khusus masyarakat Jawa di Sumatera Utara, mereka merupakan keturunan para kuli kontrak
yang dipekerjakan di berbagai wilayah perkebunan tembakau, khususnya di wilayah Deli sehingga kerap disebut
sebagai Jawa Deli atau Pujakesuma (Putra Jawa Kelahiran Sumatera), dengan dialek dan beberapa kosa kata Jawa
Deli. Sedangkan masyarakat Jawa didaerah lain disebarkan melalui program transmigrasi yang diselenggarakan
semenjak zaman penjajahan Belanda.

F. Kesenian
Orang Jawa terkenal dengan budaya seninya yang terutama dipengaruhi oleh agama Hindu-Buddha, yaitu
pementasan wayang. Repertoar cerita wayang atau lakon sebagian besar berdasarkan
wiracarita Ramayana dan Mahabharata.Selain pengaruh India, pengaruh Islam dan Dunia Barat. Seni batik dan keris
merupakan dua bentuk ekspresi masyarakat Jawa. Musik gamelan, yang juga dijumpai di Bali memegang peranan
penting dalam kehidupan budaya dan tradisi Jawa. Sistem kesenian masyarakat jawa memiliki dua tipe yaitu, tipe
jawa tengah dan jawa timur.

a) Kesenian tipe jawa tengah

Wujud kesenian tipe jawa tengah bermacam-macam misalnya sebagai berikut :

1. Seni Tari Contoh : Seni tari tipe jawa tengah adalah tari serimpi dan tari bambang cakil

2. Seni Tembang berupa lagu-lagu daerah jawa, misalnya lagu-lagu dolanan suwe ora jamu, gek kepiye dan pitik
tukung

3. Seni pewayangan merupakan wujud seni teater di jawa tengah

4. Seni teater tradisional wujud seni teater tradisional di jawa tengah antara lain adalah ketoprak.

b) Kesenian tipe jawa timur

Wujud kesenian dari pesisir dan ujung timur serta madura juga bermacam-macam, misalnya sebagai berikut :

1. Seni tari dan teater antara lain tari ngremo, tari tayuban, dan tari kuda lumping

2. Seni pewayangan antara lain wayang beber

3. Seni suara antara lain berupa lagu-lagu daerah seprerti tanduk majeng (dari Madura) dan ngidung (dari Surabaya)

4. Seni teater tradisional antara lain ludruk dan kentrung.

BAB V

SEJARAH ETNIK MINANG


Asal Kata Minangkabau

Kata Minangkabau mempunyai banyak arti. Merujuk kepada penelitian kesejarahan, beberapa ilmuan telah
mengemukakan pendapatnya tentang asal kata Minangkabau. a. Purbacaraka (dalam buku Riwayat Indonesia I )
Minangkabau berasal dari kata Minanga Kabawa atau Minanga Tamwan yang maksudnya adalah daerah-daerah
disekitar pertemuan dua sungai; Kampar Kiri dan Kampar Kanan. Hal ini dikaitkannya dengan adanya candi Muara
Takus yangdidirikan abad ke 12. Sutan Mhd Zain mengatakan kata Minangkabau berasal dari BinangaKamvar
maksudnya muara Batang Kampar. d. M.Hussein Naimar mengatakan kata Minangkabau berasal dari kata Menon
Khabu yang artinya tanah pangkal, tanah yang mulya. e. Slamet Mulyana mengatakan kata Minangkabau berasal
dari kata MinangKabau. Artinya, daerah-daerah yang berada disekitar pinggiran sungai-sungai yang ditumbuhi
batang kabau (jengkol). Dari berbagai pendapat itu dapat disimpulkan bahwa Minangkabau itu adalah suatu wilayah
yang berada di sekitar muara sungai yang didiami oleh orang Minangkabau.Namun dari Tambo, kata Minangkabau
berasal dari kata Manang Kabau Menang dalam adu kerbau antara kerbau yang dibawa oleh tentara Majapahit dari
Jawa.

Sejarah Minangkabau menurut Tambo


Bagi masyarakat Minangkabau, tambo mempunyai arti penting, karena di dalam tambo terdapat dua hal;
(1) Tambo alam, suatu kisah yang menerangkan asal usul orang Minangkabau semenjak raja pertama datang sampai
kepada masa kejayaan kerajaan Pagaruyung. (2) Tambo adat, uraian tentang hukum-hukum adat Minangkabau. Dari
sumber inilah hukum-hukum, aturan-aturan adat, dan juga berawalnya system matrilineal dikembangkan.
2 Dari tambo tersebut, konon pada suatu masa ada satu kerajaan asing yang datang dari laut akan melakukan
penaklukan. Untuk mencegah pertempuran, masyarakat setempat mengusulkan untuk mengadu kerbau. Pasukan
asing tersebut menyetujui dan menyediakan seekor kerbau yang besar dan agresif, sedangkan masyarakat setempat
menyediakan seekor anak kerbau yang lapar. Dalam pertempuran, anak kerbau yang lapar itu menyangka kerbau
besar tersebut adalah induknya. Maka anak kerbau itu langsung berlari mencari susu dan menanduk hingga
mencabik-cabik perut kerbau besar tersebut. Kemenangan itu menginspirasikan masyarakat setempat memakai nama
Minangkabau, yang berasal dari ucapan " Manang kabau " (artinya menang kerbau). Kisah tambo ini juga
dijumpai dalam Hikayat Raja-raja Pasai dan juga menyebutkan bahwa kemenangan itu menjadikan negeri yang
sebelumnya bernama Periaman (Pariaman) menggunakan nama tersebut. Selanjutnya penggunaan nama
Minangkabau juga digunakan untuk menyebut sebuah nagari, yaitu Nagari Minangkabau, yang terletak di
kecamatan Sungayang, kabupaten Tanah Datar, provinsi Sumatera Barat. Dari tambo yang diterima secara turun
temurun, menceritakan bahwa nenek moyang mereka berasal dari keturunan Iskandar Zulkarnain. Walau tambo
tersebut tidak tersusun secara sistematis dan lebih kepada legenda dibanding fakta, serta cenderung kepada sebuah
karya sastra yang sudah menjadi milik masyarakat banyak. Namun demikian, kisah tambo ini sedikit banyaknya
dapat dibandingkan dengan Sulalatus Salatin yang juga menceritakan bagaimana masyarakat Minangkabau
mengutus wakilnya untuk meminta Sang Sapurba (tokoh mitos di Bumi Melayu) salah seorang keturunan Iskandar
Zulkarnain tersebut untuk menjadi raja mereka Di dalam Tambo alam diterangkan bahwa raja pertama yang datang
ke Minangkabau bernama Suri Maharajo Dirajo. Anak bungsu dari Iskandar Zulkarnain. Sedangkan dua saudaranya,
Sultan Maharaja Alif menjadi raja dibenua Rum dan Sultan Maharajo Dipang menjadi raja di benua Cina. Secara
tersirat tambo telah menempatkan kerajaan Minangkabau setaraf dengankerajaan di benua Eropa dan Cina. Suri
Maharajo Dirajo meninggalkan seorang putra bernama Sutan Maharajo Basa yang kemudian dikenal dengan Datuk
Katumanggungan pendiri sistem kelarasan Koto Piliang. Menurut Tambo Minangkabau, kerajaan yang satu adalah
kelanjutan dari kerajaan sebelumnya. Karena itu, setelah adanya kerajaan Pagaruyung,semuanya melebur diri
menjadi kawasan kerajaan Pagaruyung. Kerajaan Dusun Tuo yang didirikan oleh Datuk Perpatih Nan
Sabatang,karena terjadi perselisihan paham antara Datuk Ketumanggungan dengan Datuk Perpatih nan Sabatang,
maka kerajaan itu tidak diteruskan, sehingga hanya ada satu kerajaan saja yaitu kerajaan Pagaruyung.

Wilayah asal Minangkabau

Menurut tambo, wilayah Minangkabau disebutkan saedaran gunuang Marapi, salareh batang Bangkaweh,
sajak Sikilang Aie Bangih, lalu ka gunuang Mahalintang, sampai ka Rokan Pandalian, sajak di Pintu Rayo
Hilie,sampai Si Alang Balantak Basi, sajak Durian Ditakuak Rajo, lalu ka Taratak Aie Hitam, sampai ka Ombak
Nan Badabua. Mengenai batasbatas yang disebutkan di atas, berbagai penafsiran terjadi.Ada yang mengatakan
bahwa batasbatas itu adalah simbol-simbol sajatetapi wilayah itu tidak ada yang jelas dan tepat, tetapi ada juga yang
berpendapat bahwa batas-batas itu adalah benar dan nagari-nagari yangdisebutkan itu ada sampai sekarang.

BAHASA
Bahasa Minangkabau atau dalam bahasa asal, Baso Minang adalah sebuah bahasa Austronesia yang
digunakan oleh kaum Minangkabau di Sumatra Barat,di barat Riau,Negeri Sembilan (Malaysia), dan juga oleh
penduduk yang telah merantau ke daerah-daerah lain diIndonesia. Terdapat beberapa kontroversi mengenai
hubungan bahasa Minangkabau dengan bahasa Melayu. Hal ini disebabkan kemiripan dalam tatabahasa mereka.
Ada pendapat yang mengatakan bahasa Minangkabau sebenarnya adalah dialek lain dari bahasa Melayu,sedangkan
pendapat lain mengatakan bahasa Minangkabau adalah sebuah bahasa dan bukan sebuah dialek. Secara garis besar,
daerah pemakaian bahasa Minangkabau dibedakan dalam dua daerahbesar, yaitu daerah /a/ dan daerah /o/. Contoh
perbandingan bahasa Minangkabau dan bahasa Melayu: Bahasa Minangkabau: Sarang kayu di rimbo tak samo
tinggi, kok kunun manusia Bahasa Melayu: Pohon di rimba tidak sama tinggi, apa lagi manusia. Bahasa
Minangkabau: Indak buliah mambuang sarok disiko! Bahasa Melayu: Tidak boleh membuang sampah di sini!
Bahasa Minangkabau: A tu nan ka karajo ang? Bahasa Melayu: Apa yang kamu sedang kerjakan?

SISTEM PENGETAHUAN
Anak-anak lelaki usia 7 tahun biasanya akan meninggalkan rumah mereka untuk tinggal disurau di mana
mereka diajarkan ilmu agama dan adat Minangkabau. Di usia remaja, mereka digalakkan untuk meninggalkan
perkampungan mereka untuk menimba ilmu di sekolah ataumenimba pengalaman di luar kampung dengan harapan
mereka akan pulang sebagai seorang dewasa yang lebih matang dan bertanggung jawab kepada keluarga dan nagari
Penggunaan angka-angka Bagi masyarakat minangkabau tidak hanya sebagai penghitung dan pembatas sebuah
bilangan atau penjumlahan, tetapi sekaligus juga sebagai pembeda yang satu dengan yang lain. Orang minangkabau
mengenal sistem perimbangan dengan angka-angka yang genap seperti dua, empat, dan seterusnya. Bilangan empat
merupakan perimbangan antara dua dan dua. Hal ini banyak ditemukan dalam sistem adat dan bahasa yang mereka
pakai sampai sekarang yaitu koto nan ampek (untuk tempat), urang nan ampek (untuk fungsi manusia), kato nan
ampek (untuk bahasa dan hukum), indak tahu dinan ampek (untuk etika dan moral), sahabat na ampek (untuk musik,
saluang), dan banyak lagi. Sesuatu yang empat terdiri dari suatu keseimbangan 2 dan 2. Siang dan malam akan
berimbang dan pagi dan sore. Hilir dan mudik berimbang dengan ateh dan baruah, begitu seterusnya.
Penggunaan bahasa Dalam sistem komunikasi, perundingan dan pembicaraan umum, masyarakat
minangkabau lebih mementinkan kesamaan pengertian untuk setiap kata (vocabulary). Mereka menyadari, bila
pengertian untuk satu kata berbeda untuk masing-masing pihak yang sedang berkomunikasi dalam suatu
perundingan akan dapat menyebabkan kesalahankesalahan pengertian maksud dan tujuan. Hal semacam itu dapat
disimak dalam pidato-pidato adat atau pesambahan. Setiap kata selalu diberikan batasan yang jelas. Seperti
misalnya, orang minang tidak mengenal kata biru dalam kamus bahasanya, mereka mengenal kata biru dalam kamus
bahasanya. Selain dikenali sebagai seorang pedagang, masyarakat Minangkabau juga berhasil melahirkan beberapa
penyair, penulis, negarawan, ahli fikir dan para ulama. Ini terjadi kerana budaya mereka yang memberatkan
penimbaan ilmu pengetahuan. Sebagai penganut agama Islam yang kuat, mereka cenderung kepada ide untuk
menggabungkan ciri-ciri Islam dalam.

SISTEM TEKNOLOGI DAN PERALATAN


Teknologi yang berkembang pada masyarakat Minangkabau contohnya yaitu bentuk desa dan bentuk
tempat tinggal. Desa mereka disebut nagari dalam bahasa Minangkabau. Nagari terdiri dari dua bagian utama, yaitu
daerah nagari dan taratak. Nagari ialah daerah kediaman utama yang dianggap pusat sebuah
7 desa. Halnya berbeda dengan taratak yang dianggap sebagai daerah hutan dan ladang.Di dalam nagari biasanya
terdapat sebuah masjid, sebuah balai adat, dan pasar. Mesjid merupakan tempat untuk beribadah, balai adat
merupakan tempat sidang-sidang adatdiadakan. Sedangkan pasar dan kantor kepala nagari terletak pada pusat desa
atau padapertengahan sebuah jalan memanjang dengan rumah-rumah kediaman di sebelah kiri dankanannya.Rumah
adat Minangkabau biasa disebut rumah gadang dan merupakan rumahpanggung. Bentuknya memanjang dengan atap
menyerupai tanduk kerbau. Ukuran rumah juga didasarkan kepada perhitungan jumlah ruang yangterdapat dalam
rumah itu. Sebuah rumah gadang terdiri dari jumlah ruangan dalam bilangan yang ganjil,mulai dari tiga. Jumlah
ruangan yang biasa adalah tujuh, namun ada sebuah rumah gadangyang mempunyai tujuh belas ruangan.

Pakaian Limpapeh Rumah Nan Gadang


Limpapeh Rumah Nan Gadang atau sering disebut pakaian Bundo Kanduang. Makna pakaian adat
Minangkabau ini merupakan lambang kebesaran bagi para istri. Pakaian tersebut merupakan symbol dari pentingnya
peran seorang ibu dalam keluarga. Limpapeh memiliki arti tiang tengah dari bangunan rumah adat Minangkabau.
Peran limpapeh dalam memperkokoh menegakkan bangunan adalah analogi dari peran ibu dalam sebuah keluarga.
Jika limpapeh roboh, maka rumah juga akan roboh.Pakaian adat Bundo Kanduang atau Limpapeh Rumah Nan
Gadang memiliki desain yang berbeda dari setiap sub suku dan hampir sama mirip dengan baju adat Minangkabau
anak. Akan tetapi, beberapa kelengkapan khusus yang pasti ada dalam pakaian-pakaian tersebut.
2. Tingkuluak (Tengkuluk). Tengkuluk merupakan sebuah penutup kepala yang bentuknya menyerupai kepala
seperti kerbau.
3. Baju Batabue Baju batabue atau baju bertabur adalah baju adat Minangkabau baju kurung (naju) yang dihiasi
dengan taburan pernik benang emas. Pernik-pernik sulaman benang emas tersebut melambangkan tentang kekayaan
alam daerah Sumatera Barat yang begitu berlimpah. Corak dan motif dari sulaman ini pun sangat beragam. Baju
batabue dapat kita jumpai dalam 4 varian warna, yaitu warna merah, hitam, biru, dan lembayung. Pada bagian tepi
lengan dan leher terdapat hiasan yang biasa disebut minsie
4. Lambak Lambak atau sarung adalah pakaian bawahan pelengkap pakaian adat Bundo Kanduang. Sarung ini ada
yang berupa songket dan berikat. Sarung dikenakan dengan cara diikat pada pinggang. Belahannya bisa disusun di
depan, samping, maupun belakang tergantung adat Nagari atau suku mana yang memakainya.
5. Salempang Salempang adalah selendang yang terbuat dari kain songket. Salempang di letakan di pundak wanita.
Salempang menyimbolkan bahwa wanita harus memiliki welas asih pada anak dan cucu, serta harus waspada akan
segalakondisi.
6. Perhiasan Umumnya seperti pakaian adat wanita dari daerah lain, penggunaan baju adat Minangkabau untuk
wanita juga dilengkapi dengan beragam aksesoris seperti galang (gelang), dukuah (kalung), serta cincin. Dukuah
memiliki beberapa motif, yaitu kalung perada, daraham, kaban, manik pualam, cekik leher, dan dukuh panyiaram.
Secara filosofis, dukuah melambangkan bahwa seorang wanita harus selalu mengerjakan segala sesuatu dalam dasar
kebenaran.
Pria 1. Deta Deta atau destar adalah sebuah penutup kepala yang terbuat dari kain berwarna hitam gelap biasa yang
dililitkan untuk membuat kerutan. Kerutan pada deta melambangkan bahwa sebagai seorang tetua, saat akan
memutuskan sesuatu perkara hendaknya terlebih dahulu ia dapat mengerutkan dahinya untuk mempertimbangkan
segala baik dan buruk setiap hasil dari keputusan. Deta sendiri dibedakan berdasarkan pemakaiannya menjadi deta
raja untuk seorang raja, kemudaian deta gadang dan deta saluak batimbo untuk penghulu, deta ameh, dan deta
cilieng manurun.
2. Baju Baju penghulu umumnya berwarna hitam. Baju ini terbuat dari kain beludru. Warna hitamnya
melambangkan tentang makna kepemimpinan
3. Sarawa Sarawa adalah celana penghulu yang berwarna hitam. Celana ini memiliki ukuran besar pada bagian betis
dan paha. Ukuran inilah yang melambangkan seorang kepala adat atau pemimpin berjiwa besar.
.4. Sasampiang Sasampiang adalah selendang merah berhias benang makau warna warni yang diletakan di bahu
pemakainya. Warna merah selendang melambangkan makna keberanian.
.5. Cawek Cawek atau ikat pinggang berbahan sutra yang dikenakan untuk menguatkan ikat celana sarawa yang
longgar.
6. Sandang Sandang adalah kain merah yang diikatkan di pinggang sebagai pelengkap pakaian adat Minangkabau.
Kain merah ini memiliki segi empat, melambangkan bahwa seorang penghulu harus tunduk pada hukum adat yang
berlaku.
7. Karih dan tongkat Keris diselipkan di pinggang, sementara tongkat digunakan untuk petunjuk jalan. Kedua
kelengkapan ini adalah simbol bahwa kepemimpinan merupakan sebuah amanah dan tanggung jawab besar.

SISTEM MATA PENCAHARIAN


Sebagian besar masyarakat Minangkabau hidup dari bercocok tanam. Di daerah yang subur dengan cukup
air tersedia,kebanyakan orang mengusahakan sawah, sedangkan pada daerah suburyang tinggi banyak orang
menanamsayur mayur untuk perdagangan.Pada daerah yang kurang subur,penduduknya hidup dari tanaman-
tanaman seperti pisang, ubi kayu, dan sebagainya.Pada daerah pesisir mereka bisa menanam kelapa. Disamping
hidup dari pertanian,penduduk yang tinggal di pinggir laut atau danau juga dapat hidup dari hasil tangkapan ikan.
Ada berbagai hal yang menyebabkan banyak orang Minangkabau kemudian meninggalkan sektor pertanian. Ada
yang disebabkan karena tanah mereka memberikan hasil yang kurang atau karena kesadaran bahwa dengan
pertanian mereka tidak dapat menjadi kaya. Orang-orang sejenis ini biasanya beralih ke sektor perdagangan dan
merantau dengan harapanmereka akan kembali sebagai orang yang dewasa dan bertanggung jawab.

SISTEM RELIGI.
Hampir seluruh masyarakat Minangkabau menganut agama Islam, Boleh dikatakan mereka tidak mengenal
unsur-unsur kepercayaan lain selainyang diajarkan oleh agama Islam. Walaupun demikian masih banyak juga orang
yangpercaya akan hal-hal yang tidak diajarkan oleh Islam, seperti hantu-hantu dan kekuatan gaib. Berikut ini
merupakan contoh dari beberapa kesamaan faham Islam dan Minangkabau: a) Faham Islam : Menimba ilmu adalah
wajib. b) Faham Minangkabau : Anak-anak lelaki harus meninggalkan rumah mereka untuktinggal dan belajar di
surau (langgar, masjid). c) Faham Islam : Mengembara adalah kewajiban untuk mempelajari tamaduntamadun yang
kekal dan binasa untuk meningkatkan iman kepada Allah. d) Faham Minangkabau : Para remaja harus merantau
(meninggalkan kampunghalaman) untuk menimba ilmu dan bertemu dengan orang dari berbagai tempat untuk
mencapai kebijaksanaan, dan untuk mencari penghidupan yang lebih baik.Falsafah merantau juga berarti melatih
orang Minangkabau untuk hidup mandiri,kerana ketika seorang pemuda Minangkabau berniat merantau
meninggalkan kampungnya, dia hanya membawa bekal seadanya. e) Faham Islam : Tidak ada wanita yang boleh
dipaksa untuk menikah dengan lelaki yang tidak dia cintai. f) Faham Minangkabau : Wanita yang menentukan
dengan siapa yang ia ingin menikah. g) Faham Islam : Ibu berhak dihormati 3 kali lebih tinggi daripada bapak. h)
Faham Minangkabau : Bundo Kanduang adalah pemimpin/pengambil keputusan di Rumah Gadang.

SISTEM KEKERABATAN.
Kelompok kekerabatan masyarakat Minangkabau yaitu paruik, kampuang, dan suku. Sukudan kampuang
dapat dianggap sebagai kelompok formal. Suku dipimpin oleh seorang penghulu suku, sedangkan kampuang oleh
penghulu andiko atau datuak kampung.Selain kelompok paruik, kampuang, dan suku, masyarakat Minangkabau
tidak mengenalorganisasi.masyarakat adat yang lain. Dengan begitu instruksi dan aturan pemerintah,administrasi
masyarakat pedesaan, biasanya disalurkan kepada penduduk desa melaluipanghulu suku dan panghulu andiko.Di
samping memiliki seorang penghulu suku, sebuah suku juga mempunyai seorangdubalang atau manti.
Sistem Matrilineal Sistem matrilineal adalah suatu sistem yang mengatur kehidupan dan ketertiban suatu
masyarakat yang terikat dalam suatu jalinan kekerabatan dalam garis ibu. Seorang anak lakilaki atau perempuan
merupakan klen dari perkauman ibu. Ayah tidak dapat memasukkan anaknya ke dalam klen-nya sebagaimana yang
berlaku dalam sistem patrilineal. Oleh karena itu,waris dan pusaka diturunkan menurut garis ibu pula. kekerabatan
ini tetap dipertahankan masyarakat Minangkabau sampai sekarang. Bahkan selalu disempurnakan sejalan dengan
usaha menyempurnakan sistem adatnya. Terutama dalam mekanismepenerapannya di dalam kehidupan sehari-hari.
Oleh karena itu peranan seorang penghulu ataupun ninik mamak dalam kaitan bermamakberkemanakan sangatlah
penting.Bahkan peranan penghulu dan ninik mamak itu boleh dikatakan sebagai faktor penentu dan juga sebagai
indikator, apakah mekanisme system matrilineal itu berjalan dengan semestinya atau tidak. Jadi keberadaan sistem
ini tidak hanya terletak pada kedudukan dan peranan kaum perempuan saja, tetapi punya hubungan yang sangat kuat
dengan institusi ninik mamaknya di dalam sebuah kaum, suku atau klen.Sebagai sebuah sistem, matrilineal
dijalankan berdasarkan kemampuandan berbagai penafsiran oleh pelakunya; ninik-mamak, kaum perempuandan
anak kemenakan.

Pengaturan Harta Pusaka


Harta pusaka yang dalam terminologi Minangkabau disebut harato jo pusako. Harato adalah sesuatu milik
kaum yang tampak dan ujud secaramaterial seperti sawah, ladang, rumah gadang, ternak dan sebagainya.Pusako
adalah sesuatu milik kaum yang diwarisi turun temurun baikyang tampak maupun yang tidak tampak. Oleh karena
itu di Minangkabau dikenal pula dua kata kembar yang artinya sangat jauh berbeda; sako dan pusako.
1. Sako Sako adalah milik kaum secara turun temurun menurut system matrilineal yang tidak berbentuk material,
seperti gelar penghulu, kebesarankaum, tuah dan penghormatan yang diberikan masyarakat kepadanya.Sako
merupakan hak bagi laki-laki di dalam kaumnya. Gelar demikian tidak dapat diberikan kepada perempuan walau
dalam keadaan apapun juga. Pengaturan pewarisan gelar itu tertakluk kepada sistem kelarasanyang dianut suku atau
kaum itu.
2. Pusako Pusako adalah milik kaum secara turun temurun menurut sistemmatrilineal yang berbentuk material,
seperti sawah, ladang, rumah gadangdan lainnya.Pusako dimanfaatkan oleh perempuan di dalam kaumnya.Hasil
sawah, ladang menjadi bekal hidup perempuan dengan anak-anaknya. Rumah gadang menjadi tempat
tinggalnya.Laki-laki berhak mengatur tetapi tidak berhak untuk memiliki.Karena itu di Minangkabau kata hak milik
bukanlah merupakan katakembar, tetapi dua kata yang satu sama lain artinya tetapi berada dalam konteks yang sama
KESENIAN
Masyarakat Minangkabau memiliki berbagai macam atraksi dan kesenian, seperti taritarian yang biasa
ditampilkan dalam pesta adat maupun perkawinan. Di antara tari-tarian tersebut misalnya tari pasambahan
merupakan tarian yang dimainkan bermaksud sebagai ucapan selamat datang ataupun ungkapan rasa hormat kepada
tamu istimewa yang baru saja sampai, selanjutnya tari piring merupakan bentuk tarian dengan gerak cepat dari para
penarinya sambil memegang piring pada telapak tangan masing-masing, Silat Minangkabau merupakan suatu seni
bela diri tradisional khas suku ini yang sudah berkembang sejak lama. Dewasa ini Silek tidak hanya diajarkan di
Minangkabau saja, namun juga telah menyebar ke seluruh Kepulauan Melayu bahkan hingga ke Eropa dan Amerika.
Selain itu, adapula tarian yang bercampur dengan silek yang disebut dengan Randai.
Randai biasa diiringi dengan nyanyian atau disebut juga dengan sijobang dalam randai ini juga terdapat seni peran
berdasarkan scenario. Selain itu, Minangkabau juga menonjol dalam seni berkata-kata. Terdapat tiga genre seni
berkata-kata, yaitu pasambahan (persembahan), indang, dan salawat dulang. Seni berkata-kata atau bersilat lidah,
lebih mengedepankan kata sindiran, kiasan, ibarat, alegori, metafora, dan aforisme. Dalam seni berkata-kata
seseorang diajarkan untuk mempertahankan kehormatan dan harga diri, tanpa menggunakan senjata dan kontak
fisik.
16
Tabuik Tradisi Tabuik merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan setiap tahunnya di Kota Pariaman. Berakar
pada nilai-nilai religi untuk mengenang wafatnya cucu Nabi Muhammad SAW, yaitu Hussein. Peringatan ini
sejatinya berlang sung setiap tanggal 10 Muharram penanggalan Hijriyah. Berlangsungnya ritual Tabuik tersebut
tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak, tidak terkecuali pemerintah. Kata tabuik yang berasal dari bahasa Arab
dapat mempunyai beberapa
pengertian. Pertama, tabuik diartikan sebagai ‘keranda’ atau ‘peti mati’. Pengertian yang lain mengatakan bahwa
tabuik artinya adalah peti pusaka peninggalan Nabi Musa yang digunakan untuk menyimpan naskah perjanjian Bani
Israel dengan Allah. Tabut pada mulanya sebuah peti kayu yang dilapisi dengan emas sebagai tempat penyimpanan
manuskrip Taurat yang ditulis di atas lempengan batu. Akan tetapi, Tabuik kali ini tidak lagi sebuah kotak peti kayu
yang dilapisi oleh emas. Namun, yang diarak oleh warga Pariaman adalah sebuah replika menara tinggi yang terbuat
dari bambu, kayu, rotan, dan berbagai macam hiasan. Puncak menara adalah sebuah hiasan yang berbentuk payung
besar, dan bukan hanya di puncak, di beberapa sisi menara hiasan berbentuk payung-payung kecil juga terpasang
berjuntai. Tidak seperti menara lazimnya, bagian sisi-sisi bawah Tabuik terkembang dua buah sayap. Di antara sisi-
sisi sayap itu, terpasang pula ornamen ekor dan sebuah kepala manusia sepertinya wajah wanita lengkap dengan
kerudung. Bambu-bambu besar menjadi pondasi sekaligus tempat pegangan untuk mengusung Tabuik yang terlihat
kokoh dan sangat berat. Butuh banyak pria untuk mengangkatnya dan butuh banyak kucuran keringat untuk
mengoyaknya.
Randai
Randai adalah salah satu permainan tradisional di Minangkabau yang dimainkan secara berkelompok dengan
membentuk lingkaran, kemudian melangkahkan kaki secara perlahan, sambil menyampaikan cerita dalam bentuk
nyanyian secara berganti-gantian. Randai menggabungkan seni lagu, musik, tari, drama dan silat menjadi satu.
17 Randai dipimpin oleh satu orang yang biasa disebut panggoreh, yang mana selain ikut serta bergerak dalam
lingkaran legaran ia juga memiliki tugas yang sangat penting lainya yaitu mengeluarkan teriakan khas misalnya hep
tah tih untuk menentukan cepat atau lambatnya tempo gerakan dalam tiap gerakan. Tujuannya agar Randai yang
dimainkan terlihat rempak dan menarik serta indah dimata penonton Randai tersebut. Cerita randai biasanya diambil
dari kenyataan hidup yang ada di tengah masyarakat. Fungsi Randai sendiri adalah sebagai seni pertunjukan hiburan
yang didalamnya juga disampaikan pesan dan nasihat. Randai dalam sejarah Minangkabau memiliki sejarah yang
lumayan panjang. Randai ini bertujuan untuk menghibur masyarakat yang biasanya diadakan pada saat pesta rakyat
atau pada hari raya Idul Fitri.

Makanan khas.

1.Rendang
Rendang atau randang adalah masakan daging bercita rasa pedas yang menggunakan campuran dari berbagai
bumbu dan rempah-rempah. Masakan ini dihasilkan dari proses memasak yang dipanaskan berulang-ulang dengan
santan kelapa. Proses memasaknya memakan waktu berjam-jam (biasanya sekitar empat jam) hingga kering dan
berwarna hitam pekat. Dalam suhu ruangan, rendang dapat bertahan hingga berminggu-minggu. Rendang yang
dimasak dalam waktu yang lebih singkat dan santannya belum mengering disebut kalio, berwarna coklat terang
keemasan.
2. Nasi Kapau
Nasi Kapau adalah nasi, sambal dan beberapa jenis lauk pauk khas Kapau, beberapa lauk yang biasanya disajikan
dengan nasi kapau adalah gulai tunjang atau urat kaki sapi atau kaki kerbau, gulai tulang daging sapi atau daging
kerbau dan juga gulai bebek. Selain lauk juga biasanya disajikan dengan sayur nangka. Membuat kuliner yang satu
ini juga harus menggunakan beras pilihan, biasanya beras dengan kualitas terbaik yang bisa didapatkan di
Bukittinggi.
3. Lamang Tapai
Lamang Tapai adalah jenis jajanan yang legit berasal dari Sumatera Barat dengan berbahan dasar
19 ketan. Beras ketan yang dimasak dengan santan kelapa dam bambu mudah yang kemudian dibakar di atas bara
api, membuat ciri khas rasanya sangat unik dan enak, jajanan yang satu ini biasanya disajikan dengan tape ketan
hitam.
4. The Talua
Minuman ini terdiri dari kombinasi teh yang dicampur dengan telur. Teh talua biasanya menjadi favorit kaum adam.

5. Aia Kawa
Aia kawa atau kawa daun merupakan minuman yang terbuat dari daun kopi yang diseduh dengan air panas seperti
membuat teh. Minuman ini muncul saat zaman Belanda, di mana saat itu penduduk Sumatera Barat dilarang
menikmati biji kopi untuk konsumsi pribadi meskipun mereka dipaksa menanamnya demi kepentingan perdagangan
Belanda. Namun, yang menjadi ciri khas dan keunikannya yaitu penyajiannya tidak menggunakan gelas, melainkan
tempurung kelapa dibelah dua dan diberi tatakan terbuat dari bambu.

Anda mungkin juga menyukai