Anda di halaman 1dari 7

SUKU KAILI DAN PERKEMBANGAN DIGITALISASI

MAKALAH

Disusun Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : sejarah dan budaya kaili.

Dosen Pengampu : Syamsuddin ,S,S.,M.,Si (PJ)

Disusun Oleh :
Julianus (22333016)

JURUSAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS ALKHAIRAAT

1
PENDAHULUAN

Kegiatan pengumpulan materi yaitu , agar kita mengenal dan mempelajari suku-suku yang
ada di Indonesia secara khusus ,suku kaili yang berada di Sulawesi, bertepat dikota Palu Provinsi
Sulawesi Tengah ,dan bagaimana perkembangan suku kaili di era digitalisasi ,tentunya akan kita
bahas secara sistematis ,berbagai keunikan yang ada pada suku kaili dengan banyak etnis dan
dialeg nya sehingga menjadi suatu pembeda satu dengan yang lainnya

Masalah yang dapat dirumuskan dalam makalah ini adalah sebagi berikut :

1. Cara Bertahan hidup , asal muasal suku kaili ?


2. Suku kaili di era digitalisasi ?
1. Untuk mempelajari suku kaili dan perkembangan
2.perkembangan suku kaili dan digitalisasi

2
II. PEMBAHASAN

A. Asal muasal suku kaili di lemba palu

Sejarah sebuah kota yang merupakan ibu kota Proinsi Sulawesi Tengah tepatnya adalah Kota
Palu. Kota ini di huni oleh sebuah suku yaitu Kaili. Palu yang berada tepat di tengah-tengah
pulau Sulawesi, di huni oleh banyak suku dari berbagai daerah di sekitarnya. Suku asli yang
lama tinggal di memiliki sejarah berdasarkan penelusuran tempo dulu. Peradaban orang-orang
kaili yang mendiami kota Palu terletak di pegunungan yang mengintari laut Kaili (saat itu kata
Palu belum digunakan, karena lembah Palu masih berupa lautan) yang terdiri dari beberapa
Kerajaan lokal.

To-Kaili juga terdiri dari beberapa subetnik Kaili diantaranya To-Sigi, To-Biromaru, To-
Banawa, To-Dolo, To-Kulawi, To-Banggakoro, To-Bangga, To-Pakuli, To-Sibalaya, To-Tavaili,
To-Parigi, To-Kulavi dan masih banyak lagi subetnis Kaili lainnya. To-Kaili mendiami hampir
seluruh seluruh Kota Palu, Kab. Donggala, Kab. Sigi dan Kab. Parigimautong.
Selain itu to-Kaili juga mempunyai beberapa dialek diantaranya dialek Ledo, Rai, Tara, Ija,
Edo/Ado, Unde, dan lain-lain. Dari semua dialek yang ada, dialek Ledo merupakan dialek yang
umum di gunakan. Semua dialek Kaili merupakan dialek yang dibedakan dengan kata “sangkal”,
karena semua jenis dialek Kaili mengandung pengertian “tidak”.
Sejarah Kota Palu dan Suku Kaili seperti Kaili sendiri konon katanya diambil dari satu jenis
pohon yang bernama Kaili (saat ini sudah punah) sebuah pohon yang sangat besar dan tinggi
yang menjadi penanda daratan bagi orang-orang yang memasuki teluk Kaili (teluk Palu dulu
bernama teluk Kaili). Pohon Kaili ini diperkirakan terletak diantara Kalinjo (sebelah timur Ngata
Baru) dan Sigimpu (sebelah Tenggara desa Bora). ditengarai pohon ini terletak di Ngata Kaili
(sebuah kampung yang terletak di sebelah selatan Paneki, saat ini masih didiami oleh masyarakat
etnik Kaili).
Berbagai etnik yang dimiliki dalam Sejarah Kota Palu dan suku Kaili memebrikan nuansa
keberagaman yang ada di di Kota Palu. Keberagamana ini juga memberikan nuansa keindahan
yang tercermin dengan tempat-tempat yang indah untuk dikunjungi. Tempat yang patut anda
kunjungi seperti :

Sejarah Kota Palu dan Suku Kaili dalam sejarah La Galigo tercatat satu riwayat Sawerigading,
yang pernah menginjakan kakinya di tanah Kaili, peristiwa ini terjadi sekitar abad 8-9 M. Cerita
tentang Sawerigading sangat populer di masyarakat Bugis dan juga masyarakat Kaili. Peristiwa
ini juga merupakan cikal bakal terjalinnya hubungan dagang antara Kerajaan-Kerajaan di Tanah
Kaili khususnya Kerajaan Banawa dan Kerajaan Sigi.

Teluk Kaili dahulu sangat luas yang tepi pantai sebelah barat berada di Desa Bangga, di belah
timur sampai ke Desa Bora dan mengintari Desa Loru. Bisa di bayangkan seperti apa lembah
Palu pada saat itu. proses surutnya laut teluk Kaili diperkirakan terjadi sebelum Abad 16, sebab
pada Abad 16 sudah ada Kerajaan Palu.
Ada beberapa versi tentang surutnya laut Kaili yang berkembang di masyarakat, salah satunya

3
adalah saat seekor anjing yang mengganggu ketenangan seekor belut lalu kemudian terjadi
perkelahian hebat yang menyebabkan sang belut keluar dari lubangnya kemudian oleh si anjing,
belut tersebut di seret menuju laut dan serta merta air laut pun surut dan berakhir di
talise. Lubang belut itu yang kemudian menjadi Rano Lindu (Danau Lindu) sedangkan tanah
bekas di seretnya sang belut kemudian menjadi sungai Palu.

Berikut daftar susunan raja-raja Palu :

1. Pue Nggari (Siralangi) 1796 – 1805


2. I Dato Labungulili 1805 – 1815
3. Malasigi Bulupalo 1815 – 1826
4. Daelangi 1826 – 1835
5. Yololembah 1835 – 1850
6. Lamakaraka 1850 – 1868
7. Maili (Mangge Risa) 1868 – 1888
8. Jodjokodi 1888 – 1906
9. Parampasi 1906 – 1921
10. Djanggola 1921 – 1949
11. Tjatjo Idjazah 1949 – 1960
Setelah Tjatjo Idjazah, tidak ada lagi pemerintahan raja-raja di wilayah Palu. Setelah masa
kerajaan telah ditaklukan oleh pemerintah Belanda, dibuatlah satu bentuk perjanjian “Lange
Kontruct” (perjanjian panjang) yang akhirnya dirubah menjadi “Karte Vorklaring” (perjanjian
pendek). Hingga akhirnya Gubernur Indonesia menetapkan daerah administratif berdasarkan
Nomor 21 Tanggal 25 Februari 1940. Kota Palu termasuk dalam Afdeling Donggala yang
kemudian dibagi lagi lebih kecil menjadi Arder Afdeling, antara lain Order Palu dengan ibu
kotanya Palu, meliputi tiga wilayah pemerintahan Swapraja, yaitu :

1. Swapraja Palu
2. Swapraja Dolo
3. Swapraja Kulawi
Ada banyak tempat yang telah berubah di kota Palu. Beberapa foto tentang kota palu tempo dulu
disajikan dalam tulisan ini. Mungkin ada beberapa pengunjug yang ingin merefleksi kembali
bagaimana suasana kota Palu tempo dulu. Berikut adalah perempatan Jl Gajah Mada Utara ke
arah Royal Palu Plaza dan Selatan Arah Teuku Umar (ke Pasar Bambaru)

4
B. Perkembangan suku kaili di era digitalisai

Suku kaili di era digitalisasi ,saat ini tentunya akan mengalami dan positif dan negative
Pada era modern yang pada masa digitalisi tentunya kita sangat dibantu,dengan adanya teknologi
modern ,maka suka ataupun tidak suka suku kaili juga harus mengikuti perkembangan di msa
digitalisais sekarang yang semua snagat instan
Dampok Positif :Era digitalisai sangat membantu mempublikasikan data-data yang sangat
dipentingkan ,dan juga berguna untuk menampung ataupun memuat documentasi,sejarah
khususnya masrakat lemba palu yang dikatakan sebagaib tempat atau wadah suku kaili sendiri

.Dampak negatif: Maka dampak negative dengan adanya era digitalisasi .maka bahasa kaili tidak
begitu penting bagi anak muda atau generasi melinieal ,terbukti bgitu banyak ,pemuda pemudi
suku kaili tidak begitu paham akan bahasa kaili padahal mereka sendiri darah kaili ,bukan itu
saja upacara adat kaili saja ,tidak sangat penting bagi generasi milenial ,factor pendukung yaitu
jarang nya mempelajari basasa kaili sendiri,gengsi dan lebih suka mengunakan bahasa indonesia
atau formal dalam kehidupan sehari-hari mereka

5
III. KESIMPULAN

kita telah behas suku kaili dilembah palu,dan diera digitalisasi,begitu pentingnya untuk
menjaga keanekaragam budaya yang ada Indonesia ,dan harus melestarikan budaya
kitameskipun begitu banyak perbedaan tetapi dengan adanya perbedaan maka kita harus
membangun kesatuan republic Indonesia agar semakin maju kedepannya.

6
DAFTAR PUSTAKA
https://wisatapalu.com/sejarah-kota-palu-dan-suku-kaili

Anda mungkin juga menyukai