Anda di halaman 1dari 16

PERADABAN MASA SEJARAH SITUS EREKE,

BUTON UTARA, SULAWESI TENGGARA [1]


(The Historical Civilization of Ereke Site, North Buton, Southeast Sulawesi)

M. Irfan Mahmud
Balai Arkeologi Jayapura
irfanarkeologi@yahoo.co.id

ABSTRACT
Ereke is one of regions in the north of Buton Island which grew in the authorization
of Muna Palace.Under the threat of pirates and the greatness of Waolio Castle
(Buton) and Muna, they built their government in a fortress (intra-murros). It was
divided into some units with “kalisusu” as physical symbol of residential centre, and
it became their identity. This paper will reveal the archaeological trackin historical
landscape. To describe some aspects of community civilization in the history of
Ereke archaeological site. At least since XV until XIX centuries. The purpose is
to give initial information which can be developed in the broader and deeper
research in the future. There was one significant thing found using archaeological
survey, although cultural acculturation and assimilation occurred transparently, but
the substantive element of local culture can hold up as the identity by adapting the
external influence, such as defence system, fortress, armament, import goods, and
religious order of the society.

Keywords: Ereke, Kalisusu, culture, settlement, fortress, space

ABSTRAK
Ereke merupakan kawasan di sisi utara pulau Buton yang tumbuh dalam
pengaruh penguasa keraton Muna. Di bawah ancaman bajak laut dan bayang-bayang
kebesaran keraton Wolio (Buton) dan Muna, mereka membangun pemerintahan
dalam benteng (intra-murros). Ruang benteng terbagi dalam beberapa unit,
dengan “Kalisusu” sebagai simbol pusat permukiman, sekaligus menjadi identitas
yang merekatkan. Tulisan ini akan mengungkapkan jejak arkeologis dalam bentang
sejarah (historical landscape) untuk menggambarkan beberapa aspek peradaban
komunitas di situs Ereke masa sejarah, sekurang-kurangnya sejak abad XV hingga
XIX. Tujuannya, untuk memberikan informasi awal yang dapat dikembangkan
dalam penelitian yang lebih luas dan mendalam di masa akan datang. Ada satu
hal yang penting ditemukan dengan survei arkeologis, bahwa meskipun akulturasi
dan assimilasi budaya berlangsung terbuka, namun unsur subtantif budaya lokal
mampu bertahan sebagai identitas dengan tetap mengadaptasi anasir luar, seperti
sistem pertahanan (benteng), persenjataan, barang impor, dan tatanan keagamaan.

Kata Kunci: Ereke, Kalisusu, budaya, pemukiman, benteng, ruang

Tanggal masuk : 25 April 2014


Tanggal diterima : 2 Juni 2014

1 Penelitian ini dilakukan pada saat penulis masih bertugas sebagai peneliti di Balai Arkeologi Makassar tahun 2007.
Penulisan ini untuk menyampaikan informasi yang seharusnya diketahui oleh publik dan tidak menjadi pengetahuan bagi
orang-orang terbatas. Untuk semua bantuan tenaga, pemikiran dan kesempatan yang telah diberikan oleh banyak pihak
selama penelitian, penulis menyampaikan terima kasih.

Jurnal Arkeologi Papua | Vol. 6 Edisi No. 1 Juni – 2014 69


PENDAHULUAN kapak batu neolitik3 untuk kepentingan
pameran permanen. Selain kapak
Ereke merupakan daratan di batu, informasi peradaban masa
bagian utara pulau Buton yang secara sejarah dari situs Ereke masih banyak
administratif semula masuk wilayah belum diketahui dan perlu diungkapkan
Kabupaten Muna sebelum dimekarkan kepada masyarakat. Oleh karena itu,
menjadi Kabupaten Buton Utara survei arkeologis dilakukan dengan
(Anonim, 2014: 1)2. Di bawah bayang- tujuan mengungkapkan sejumlah data
bayang kisah “magis” dan dominasi artefak yang penting dalam rekonstruksi
kekuasaan keraton Wolio (Buton) dan unsur-unsur peradaban di situs Ereke,
Muna, masa lalu Ereke masih misterius khususnya masa sejarah. Data-data
dan banyak belum didokumentasikan arkeologis yang dikumpulkan dapat
ilmuan. Padahal posisi geografisnya di didayagunakan untuk bahan ajar
punggung tanjung pada Teluk Kalisusu dalam rangka pembangunan jati diri
menjadi tempat transit strategis yang bangsa. Selain itu, survei arkeologis
aman bagi pelayaran jarak-jauh juga ditujukan memberi informasi
menghadapi terpaan badai musim timur kepada pemangku kepentingan lain,
atau tenggara. Posisi di persimpangan sehingga tidak terjadi benturan ketika
utama jalur ke wilayah timur Nusantara dilakukan perluasan pembangunan
memberi Ereke kontribusi ekonomi di wilayah yang baru dimekarkan
lewat perdagangan dan pelayaran ini. Dalam banyak kasus, kegiatan
untuk memenuhi kouta pendapatan pembangunan yang tidak mengenali
pajak ke pusat kekuasaan sebagai potensi cagar budaya seringkali
pelindung. Bukan itu saja komunitas menyebabkan kerusakan situs, hilang
Ereke sebagaimana juga orang-orang dan hancurnya data kebudayaan yang
di pulau Buton di masa lalu, dicatat sangat diperlukan sebagai jembatan
oleh Coppenger (2012: 37) dengan memahami masa lalu bagi generasi
perahu bertonase besar menjadi salah masa datang (Mahmud, 2005: 1-8).
satu sumber pemasok berbagai hasil Di masa kini dan akan datang,
laut bagi Makassar hingga abad XIX. situs sebagai cagar budaya merupakan
Beberapa kisah penduduk kekayaan yang mempunyai arti
setempat kemudian sedikit menguak penting bagi pembangunan jati diri
jejak artefak masa sejarah di situs bangsa, khususnya untuk memupuk
Ereke yang menunjukkan sejumlah rasa kebanggaan kebangsaan dan
ekspresi peradaban yang unik. memperkokoh identitas. Oleh karena
Meskipun demikian, mata arkeolog itu, dalam rangka kepentingan bangsa,
dan peminat kebudayaan pertama maka cagar budaya yang memiliki
kali terbuka ketika penjajakan yang nilai sejarah, ilmu pengetahuan, seni,
dilakukan oleh Museum Daerah agama, sosial dan budaya harus
Propinsi Sulawesi Tenggara pada dilakukan upaya penelitian serta
tahun 2006 berhasil mengidentifikasi selanjutnya pelestarian. Penelitian
terhadap warisan budaya tercantum
di dalam Undang-undang nomor 11
tahun 2010 tentang Cagar Budaya,
2 Pada saat penelitian, lokasi situs masih menjadi
bagian dari kabupaten Muna, tetapi pada tahun 2007 3 Pengumpulan kapak batu atau kapak neolitik sudah
berdasarkan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2007, dimulai pada abad XVII oleh para antiquarian
tanggal 2 Januari 2007 dimekarkan dan menjadi dalam suatu perkumpulan bernama “European Art
kabupaten Buton Utara yang berbatasan dengan Collectors”. Di dalam masyarakat, kapak neeolitik
Laut Banda di sebelah Utara; Selat Buton di sebelah dianggap sebagai gigi petir atau halilintar. (Untuk
barat; Selat Wawonii, dan Laut Banda di Utara; serta sejarah awal penelitian purbakala lebih lanjut dapat
Kabupaten Boton di sebelah selatan (Anonim, 2014: dibaca dalam “50 Tahun Lembaga Purbakala dan
3). Peninggalan Nasional”, 1992: 1-62).

70 Jurnal Arkeologi Papua | Vol. 6 Edisi No. 1 Juni – 2014


pasal 79, khususnya ayat 1 bahwa
“penelitian dilakukan pada setiap
rencana pengembangan cagar
budaya untuk menghimpun informasi
serta mengungkap, memperdalam,
dan menjelaskan nilai-nilai budaya”.
Penelitian cagar budaya yang
dimaksud dalam rangka meningkatkan
informasi dan promosi cagar budaya
untuk kepentingan ilmu pengetahuan,
pendidikan, pariwisata, agama, sosial
dan budaya. Menurut Cleere, sudah
merupakan keniscayaan bahwa masa
lalu merupakan komponen penting
bagi kehidupan masa kini (Koestoro,
2014: 21).
Berdasarkan uraian di atas, survei
pada tahap eksploratif ini menekankan
Gambar 1. Peta Sulawesi Tenggara
pada pusat situs yang memiliki informasi
awal yang diharapkan dapat menjadi
titik tolak mengembangkan penelitian Kalisusu. Secara administratif situs
arkeologis di masa akan datang. Ereke berada di lingkungan Wapala,
Diketahui bahwa wilayah Ereke masih kelurahan Lokonea4, kecamatan
sangat sedikit informasi yang sudah Kalisusu , kabupaten Buton Utara,
5

dilaporkan, sangat jauh tertinggal dari propinsi Sulawesi Tenggara. Fokus


kajian kawasan pusat keraton Wolio survei terletak di kelurahan Lokonea,
(Buton) dan Muna. Padahal situs lingkungan Wapala, khususnya
Ereke juga memiliki peran strategis kawasan benteng Kalisusu. Situs ini
dalam dinamika sejarah-kebudayaan tepatnya berada di sebelah tenggara
sejak masa prasejarah sampai masa Raha, kabupaten Muna. Secara
kolonial di Sulawesi Tenggara. Dengan geografis, situs berada pada posisi 04º
demikian, ada dua masalah utama 47’ 02,8” LS - 123º 10’ 49,5” BT.
yang akan diungkapkan penelitian Penelitian mula-mula
arkeologi di situs Ereke, yaitu: (1) diorientasikan pada usaha menemukan
apa saja potensi arkeologi di Ereke, sejumlah locus tinggalan monumental
kawasan utara pulau Buton? (2) pada situs dengan menandai
bagaimana gambaran peradaban menggunakan GPS (Geographical
di Ereke masa sejarah berdasarkan Position System). Pada area tinggalan
temuan arkeologisnya? monumen dilakukan observasi untuk
mengumpulkan relics (fragmen artefak
METODE PENELITIAN yang bisa dipindahkan) kemudian
diklasifikasikan dan diletakkan
Sasaran survei di situs posisinya dalam kerangka peta budaya
Ereke berusaha memperoleh dan
4 Kelurahan Lokonea berbatasan dengan desa
mengumpulkan data arkeologis dalam Lingsowu di sebelah selatan, kelurahan Lipu di utara,
satuan bentang fisik unsur sejarah Laut Banda di timur dan Teluk Kulisusu di sebelah
(historic landscape). Pada setiap barat.
5 Kecamatan Kulisusu terdiri dari 5 kelurahan dan 9
tinggalan arkeologis yang ditemukan, desa. Kelurahan di kecamatan Kulisusu terdiri dari:
pengumpulan data artefak dilakukan Kelurahan Lipu, Bangkudu, Lokonea, Lemo, dan
Bonelipu. Sedangkan desa di Kecamatan Kulisusu,
dalam batas konteks lingkungan meliputi: desa Loji, Lanaji, Kalibu, Campaka, Laea,
situs, terutama di dalam area benteng SP.1, Lingsohu, dan Rombong.

Jurnal Arkeologi Papua | Vol. 6 Edisi No. 1 Juni – 2014 71


Gambar 2. Pintu gerbang dan dinding Benteng Kalisusu terlihat dari arah barat
(dokumentasi Irfan)

situs. Selain itu, observasi mencoba Kalisusu. Tetapi Raja Muna7 VIII, La
menggambarkan pola pemukiman Pusaso (1541-1551) memiliki memori
serta melihat kemungkinan hubungan istimewa bagi komunitas suku Kalisusu
diantara unit budaya berdasarkan di Ereke, karena mampu merebut
temuan artefaknya. hati penguasa Wapala setelah ia
Model kerja ini dipilih berdasarkan bergandengan membangun otonomi
asumsi bahwa totalitas lingkungan yang luas dengan kewajiban lunak disertai
ada di situs Ereke merupakan kesatuan jaminan perlindungan. Sumber tutur
sistemik kebudayaan. Langkah- penduduk menyebutkan bahwa pada
langkah operasional-nya dilakukan mulanya pusat pemerintahan dibangun
dengan melakukan penjaringan data di Wapala, tersembunyi dalam teluk.
lapangan melalui tahap-tahap: (1) Pusat pemerintahan di Wapala tetap
survei, yakni melakukan pengamatan, eksis sampai memasuki periode Islam
pengidentifikasian temuan dan yang mengubah wajah penguasa
lingkungan, melihat potensi artefak lokal diindikasikan jejak peradaban
serta menemukan dan mencatat multikultur terdistribusi dalam bentang
data-data arkeologis terkait; (2) fisik benteng Kalisusu di situs Ereke.
pengolahan dan analisis data, yakni
melakukan kategorisasi temuan artefak Benteng Kalisusu
berdasarkan ukuran, bentuk, jumlah
dan fungsi; (3) eksplanasi, berupaya Pembangunan benteng kalisusu
menggambarkan hubungan antar unit merupakan manifestasi kesadaran
ruang dan menjelaskan fungsi artefak dinasti penguasa di Ereke akan nilai
dalam satuan semi-mikro. ekonomi posisi mereka di simpang
utama jalur pelayaran barat-timur
Jejak Peradaban di Situs Ereke Nusantara yang perlu diamankan dari
potensi ancaman bajak laut dan infiltrasi
Dibawah bayang-bayang kerajaan tetangga yang mapan.
kekuasaan mapan di Sulawesi Dinding benteng Kalisusu di situs Ereke
Tenggara, --- yaitu keraton Walio di sisi dibangun sepanjang dinding 3.700
Selatan pulau Buton6---, Ereke tidak meter untuk memberi perlindungan
banyak muncul di permukaan, meskipun modal sosial, budaya (adat) dan
memiliki posisi cukup baik sebagai ekonomi permukiman inti di dalam
tempat transit berlindung dari terpaan benteng dan di luar benteng sebelah
badai Laut Banda bagi pelayaran jarak
jauh di sebuah tanjung di dalam Teluk 7 Menurut sumber lisan, penduduk pertama Muna
berasal dari orang Bugis dan Luwu. Perkembangan
menuju tahap masyarakat bangsa (kerajaan) yang
6 Keraton Wolio di pulau Buton memiliki empat wilayah lebih maju ketika Murhum memerintah dan digantikan
yang diperhamba (barata), meliputi: Muna, Tiworo, saudaranya La Pusaso. (Lebih lanjut lihat Couvreur,
Kulisusu, dan Kaledupa (Coppenger, 2012: 58) 2001: 1-19)

72 Jurnal Arkeologi Papua | Vol. 6 Edisi No. 1 Juni – 2014


timur. Mereka membangun dinding Kendari. Temuan-temuan arkeologis
benteng Kalisusu menggunakan bahan inilah akan digambarkan di bawah
yang disediakan lingkungan sekitar, selanjutnya.
bahan dasar batu karang, dengan
sedikit campuran batu gamping. Tinggi Masjid Tua
dinding benteng bervariasi antara Lokasi masjid tua berada di unit
280 – 300 centimeter, berbentuk agak pusat ruang perbentengan. Masjid
regtangular, dimana bagian dasar didirikan di sebelah selatan arena
lebih tebal dari bagian permukaan pelantikan raja, berjarak sekitar 20
atas. Dasar dinding benteng memiliki meter. Informan kami, Mustahara (43
ketebalan 320 centimeter, sedangkan tahun), mengatakan bahwa lokasi
permukaan atas hanya 300 centimeter. masjid tua tidak pernah berpindah,
Benteng ini dilengkapi dengan 6 sejak pertama kali didirikan, pada
buah pintu, yaitu 4 pintu besar masing- posisi geografis 04º 47’ 02,8” LS --
masing di utara, timur, selatan, dan 123º 10’ 49,5” BT.
barat. Dua pintu lain hanya berukuran
kecil, 1 buah di dekat sudut tenggara
benteng dan 1 buah di bagian utara
seolah-olah lorong pengintaian.
Pintu selatan benteng memiliki lebar
5 meter, berada tepat pada posisi
geografis 04º 47’ 02,0” LS - 123º 10’
46,0” BT. Sekarang, pintu gerbang
barat menjadi poros utama jalSan
yang membelah pemukiman dalam
benteng menuju suatu perkampungan
di luar benteng sebelah timur. Pintu
utara dan selatan benteng berhadapan Gambar 3. Masjid tua di dalam kawasan
dengan masing-masing pintu di sisi benteng Kulisusu, terletak di pusat pemukiman
(dokumentasi Irfan)
lain dalam kondisi yang sudah rusak.
Dengan konstruksi ini tampak oleh kita Masjid berbentuk persegi empat,
suatu bentuk arsitektur benteng yang dengan teras hanya pada sisi timur,
persegi, menyerupai model-model tepat di sisi jalan kecil penghubung
benteng Portugis di beberapa daerah dari poros utama yang membujur
di Nusantara, seperti benteng Toboali timur-barat. Ukuran luas masjid 11,20
(Bangka), Somba Opu (Makassar), m x 12,10 m, dengan teras berukuran
Ford Rotterdam (Makassar), dan lebar 2 m dan panjang 12,10 m. Pintu
Nieuw Victoria (Ambon). utama masjid semua berada di sisi
Di dalam kompleks benteng timur sebanyak dua buah, dan 1 pintu
terdapat beberapa unit perkampungan samping di sebelah selatan mighrab.
yang sekarang dihuni kurang lebih Kelihatannya masjid tua ini telah
100 kepala keluarga. Pada unit ruang beberapa kali mengalami renovasi,
pusat situs benteng di temukan masjid sehingga bentuk asli hampir hilang,
tua, batu pelantikan, meriam, dan meskipun tetap mempertahankan
makam-makam kuno serta berbagai lokasi awalnya.
reliks (porselin dan tembikar) dalam Pada bagian tubuh masjid
jumlah yang sangat banyak. Dari terdapat 8 jendela, 3 buah di sisi utara
perkampungan sisi timur pernah dan 3 buah di sisi selatan, serta 2 di
ditemukan kapak batu yang sekarang sisi barat. Sisi timur tubuh masjid
menjadi koleksi museum daerah tidak terdapat jendela. Jendela masjid

Jurnal Arkeologi Papua | Vol. 6 Edisi No. 1 Juni – 2014 73


berukuran lebar 137 centimeter. Di belakang sepanjang 11 cm. Pada
sebelah barat mighrab juga diberi bagian belakang meriam terdapat
jendela kecil berukuran lebar 80 lubang penyulut dengan diameter 3
centimeter. Pada kempat sisi sudut cm.
masjid –– sudut baratlaut, baratdaya,
timurlaut dan tenggara –– diletakkan
meriam kuno yang mengingatkan
masyarakat di Ereke akan perjuangan
melawan kolonialisme.

Meriam Kuno
Meriam kuno ditemukan berada
di selasar masjid Agung Kalisusu,
sebanyak 4 buah. Lokasi penemuan
pada unit ruang pusat dengan titik
koordinat sama dengan masjid, 04° 47’ Gambar 5. Lokasi keraton, sekarang tempat
02,8” LS - 123° 10’ 49,5” BT. tersebut diabadikan dengan bangunan panggung
Salah satu meriam yang berada yang berfungsi sebagai tempat musyawarah
di sudut tenggara masjid agung (dokumentasi Irfan)
memiliki panjang 117 cm dengan
diameter lubang muncong depan Bekas Lokasi Keraton
7 cm. Meriam memiliki tekstur
Bekas lokasi keraton (Lipu) di
agak menonjol sebanyak 6 pada
dalam benteng Kalisusu terletak di unit
permukaan, masing-masing selebar
ruang pusat, sisi timur atau sebelah
2 cm, yaitu tepat pada bagian tepian utara bangunan masjid. Letak keraton
moncong depan; selanjutnya 15 cm ini tidak sebagaimana lazimnya
dari tonjolan tepian moncong; tonjolan struktur kota Islam di Indonesia, seperti
ketiga terletak 38 cm dari terletak 12 di Yogyakarta, Banten, dan Luwu
cm dari tonjolan ketiga; tonjolan kelima (Palopo)8. Di banyak kota Islam di
terletak pada jarak sekitar 13 cm dari Indonesia, keraton berada di sebelah
tonjolan keempat; sedangkan tonjolan selatannya, menghadap alun-alun di
keenam terletak tepat pada bagian sebelah utaranya. Keraton di dalam
belakang meriam. Meriam memiliki benteng Kalisusu menghadap ke
dua tangkai bulat berdiameter 5 cm. selatan, tanpa alun-alun.
Bonggol penahan meriam pada bagian Di lokasi yang ditunjuk sebagai
bekas lokasi keraton, tidak ditemukan
lagi tanda-tanda, misalnya umpak.
Masyarakat sekarang hanya
mendirikan sebuah bangunan bertiang
kayu sebagai kenangan terhadap
keraton tersebut yang berfungsi
sebagai tempat musyawarah. Dari sini
mereka mentasbihkan keputusan adat
yang mengatur tatanan sosial sesuai
moral-etik leluhur.
8 Penataan struktur kota kuno adalah usaha manusia
memberi arti pada dunia sebagaimana yang mereka
pahami dan yakini. Bagi masyarakat klasik timur pada
umumnya, kota dibangun berdasarkan konsep tujuan
Gambar 4. Salah satu dari empat meriam kuno di harmonisasi kosmos – dari wajah fisik, sosial, sampai
sudut masjid Agung keraton Kulisusu ideologis (Lihat lebih lanjut dalam Mahmud, 2003: 14-
(dokumentasi Irfan) 20).

74 Jurnal Arkeologi Papua | Vol. 6 Edisi No. 1 Juni – 2014


Tempat Pelantikan (Kalisusu) Lipu Ereke’. Kedua, Kalisusu juga
berfungsi sebagai tempat menetapkan
Pelantikan raja merupakan salah musim baik dan musim buruk. Musim
satu perayaan yang paling menyita buruk ditandai dengan banyaknya babi
perhatian masyarakat Ereke di masa yang menjadi hama tanaman jagung
lalu. Tempat pelantikan pemimpin di atau umbi-umbian. Jika musim buruk
Ereke sekarang berada dalam suatu penduduk melakukan ritual di Kalisusu
arena berbentuk bulat dan di tengahnya agar mendapat perlindungan Tuhan
terdapat karang laut raksasa yang dan mendapat hasil panen yang baik.
sudah menfosil, penduduk setempat
menyebutnya Kalisusu.
Konon menurut cerita rakyat
setempat, Kalisusu awalnya
merupakan air yang terpancar dan
menjadi mata air, karenanya dianggap
sumber kehidupan bagi masyarakat.
Penduduk setempat percaya bahwa
orang belum dapat dianggap tiba
di Ereke jika belum mengunjungi
Kalisusu, pusat dunia mereka. Dalam
pemantauan GPS Kalisusu berada
pada koordinat antara 04° 47’ 02,5” LS
dan 123° 10’ 49,5” BT. Gambar 6. Pusat dunia yang dikenal dengan
“Kulisusu”, tempat para pemimpin Ereke
Arena pelantikan raja dibatasi dilantik (dokumentasi Irfan)
tembok bulat setebal 25 cm dari bahan
batu karang. Diameter bundaran arena Makam-makam Kuna
pelantikan 200 cm dan fosil kerang
sebagai titik pusatnya sebagai simbol Makam raja dan keluarganya
pusat mikrokosmos (dunia manusia). diberi tempat terhormat di unit ruang
Dari pemukaan luar tinggi tembok 60 pusat benteng. Di sisi utara masjid
cm, sedangkan sebelah dalam 110 dan hampir sejajar dengan tempat
cm, sehingga tampak seperti kolam. pelantikan, diidentifikasi sejumlah
Untuk memasuki arena pelantikan, makam kuno. Salah satu makam kuno
terdapat tangga di sisi selatan. Tangga yang dapat diidentifikasi adalah makam
di sisi luar memiliki satu anak tangga Waode Bilahi. Makam ini tampak sudah
dengan tinggi 27 cm dan lebar 40 cm, rusak, meskipun demikian masih dapat
sedangkan sebelah dalam memiliki memperlihatkan bentuk dasarnya.
dua anak tangga setinggi 73 cm dan Makam memiliki dua nisan berbentuk
50 cm. bunga teratai; sedangkan jirat dibuat
Menurut Bapak Jamaluddin (50 dari balok-balok batu kapur.
tahun), Kalisusu bagi komunitas di Ereke Selain makam Waode Bilahi,
memiliki dua fungsi. Pertama, tempat masih terdapat beberapa makam kuno
pelantikan raja. Pada saat dilantik yang sudah tidak teridentifikasi yang
kandidat raja naik dan menginjakkan menurut informan kami merupakan
kedua telapak kaki di batu Kalisusu, lalu kelompok bangsawan atau elite
dituntun untuk mengucapkan sumpah. keraton Lipu. Di lokasi makam-makam
Setelah mengucapkan sumpah kuno tersebut ditemukan banyak
untuk memimpin secara adil untuk sekali sebaran reliks, berupa porselin
kesejahteraan dan kemuliaan rakyat, asing dan tembikar, serta kulit kerang
kandidat raja baru resmi memakai (molluska) sisa makanan penduduk.
gelar wakaka dan tinggal di keraton

Jurnal Arkeologi Papua | Vol. 6 Edisi No. 1 Juni – 2014 75


Porselin dan Tembikar
Di dalam lingkungan Benteng
Kalisusu intensitas temuan relik
(porselin dan tembikar) cukup tinggi.
Titik-titik konsentrasi temuan fragmen
porselin dan tembikar terutama di situs
bekas keraton, makam-makam kuno,
dan sisi luar sebelah timur dinding
benteng. Hal ini memperlihatkan
bahwa sisi timur benteng, baik sebelah
dalam maupun sebelah luar dinding
benteng Kalisusu merupakan sektor
kegiatan yang padat. Khusus untuk
tembikar, nampak sekali sedikitnya
fragmen yang memiliki motif. Motif
tembikar yang ditemukan cenderung
Gambar 7. Salah satu makam kuno di pada periuk dan tempayan. Gambaran
sebelah utara lokasi keraton dan masjid temuan fragmen porselin dan tembikar
(dokumentasi Irfan) yang ditemukan dalam survei di
kawasan benteng Kalisusu Ereke,
kabupaten Buton Utara dapat dilihat
pada tabel di bawah.

Tabel 1. Temuan Fragmen Porselin Asing Survei Situs Benteng Kalisusu, Ereke,
Kabupaten Buton Utara

NO JENIS PORSELIN PERIODE JUMLAH


1 Dasar mangkuk Eropa Abad XIX-XX 1
2 Badan piring Eropa Abad XIX-XX 3
3 Badan Mangkuk Ching Abad XVII-XVIII 1
4 Sendok Ching Abad XVII-XVIII 1
5 Badan piring Ching Abad XVII-XVIII 6
6 Badan Mangkuk Ming Abad XVII 1
7 Tepian piring Ming Abad XVII 2
8 Badan piring Ming Abad XVII 1
9 Badan Mangkuk Ming Swatow Abad XVI 1
10 Dasar mangkuk Ming Swatow Abad XVI 1
11 Badan Tempayan Vietnam Abad XV-XVI 2
JU M L A H 20
Sumber: Penelitian arkeologi situs Ereke, tahun 2007

76 Jurnal Arkeologi Papua | Vol. 6 Edisi No. 1 Juni – 2014


Tabel 2. Temuan Fragmen Tembikar Survei Situs Benteng Kalisusu, Ereke,
Kabupaten. Buton Utara

No Bagian Fragmen Jumlah


1 Tepian Tempayan 19
2 Tepian periuk 25
3 Tepian piring 2
4 Tutup periuk 1
5 Karinasi Kendi 2
6 Badan periuk 17
Jumlah 66
Catatan: Jumlah tembikar pada tabel 2 tidak mewakili distribusi dan
kerapatan temuan. Jumlah pada tabel sebagai hasil pengambilan
tidak sistematis, hanya sebagai sampel yang dikumpulkan secara
arbitrer. (Sumber: Penelitian arkeologi situs Ereke, tahun 2007)

Gambar 8. Gambar 9.
Fragmen porselin badan tempayan Vietnam yang Fragmen porselin Ming dan Ching yang dikoleksi
dikoleksi secara arbiter dari situs benteng Kulisusu, secara arbiter dari situs benteng Kulisusu, Ereke
Ereke (dokumentasi Irfan) (dokumentasi Irfan)

Beliung di wilayah Sumatra–Jawa–Bali–


Malaysia. Kelompok tipe belincung
Di Ereke ditemukan beliung yang memiliki ciri memanjang dan irisan segi
sebagian besar merupakan warisan tiga (ditemukan baru sebuah dan sudah
dari leluhur dan tidak ada yang fragmentaris). Tipe lainnya adalah
memproduksi lagi sekarang. Beliung beliung dengan tajaman melebar yang
terdiri dari taraf variasi pembuatan, dianggap meniru bentuk kapak logam.
mulai dari tingkat permulaan Selain itu, beliung bahu dan biola juga
(pembentukan) sampai terakhir. belum ditemukan sebagaimana banyak
Dilihat dari morfologinya, beliung di dijumpai di Filipina dan Jepang.
Ereke termasuk kelompok tipe umum, Beliung-beliung yang ditemukan
direpresentasikan oleh berbentuk di Ereke dan benda warisan sebagian
simple rectangular dan chisel. Tipe ini besar telah dikoleksi oleh museum
tersebar dalam kawasan yang luas di daerah propinsi Sulawesi Tenggara di
Asia Tenggara-Pasifik. Kendari. Salah seorang ibu bernama
Sejauh ini tipe belincung belum Amurah (70 tahun) bersama anaknya
ditemukan di Ereke yang memang bernama Mustahara (43 tahun) di
merupakan tipe yang tersebar kediamannya di kelurahan Lipu

Jurnal Arkeologi Papua | Vol. 6 Edisi No. 1 Juni – 2014 77


menceritakan tentang beliung yang
sudah diserahkan ke Museum Propinsi
Sulawesi Tenggara. Ibu Amurah
memperoleh beliung dari bapaknya
sebagai warisan. Dahulu, beliung
diwariskan secara turun-temurun
dan dianggap sebagai gigi halilintar.
Menurut Mali, beliung juga pernah Gambar 10. Sumur Mataoleo, sebelah timur
ditemukan di Kampung Epe’, Desa benteng (dokumentasi Irfan)
Tomoahi. Desa ini terletak 8 kilometer
dari benteng Kalisusu ke arah utara. permukaan tanah sekitar dengan
Dahulu beliung digunakan kedalaman muka air 150 cm. Bentuk
penduduk Ereke untuk ritual mandi sumur persegi empat dengan luas 3 x
penolak bala bagi anak-anak. Ritual 3 meter. Pinggiran sumur sebelah atas
mandi penolak bala dilaksanakan diberi dinding balok kayu bersusun tiga
ketika terjadi pergantian musim timur yang saling menyilang.
memasuki musim barat atau sebaliknya. Satu sumur terletak di sisi luar
Ritual mandi dilaksanakan dengan dinding barat. Sumur berada kaki
harapan anak mereka memiliki daya bukit yang datar, kira-kira 75 meter
tahan terhadap penyakit, karena pada dari pintu barat benteng Kalisusu.
musim pancaroba di Ereke di masa Secara geografis, sumur berada
lalu sering muncul wabah penyakit. pada koordinat antara 04° 47’ 04,2”
Sebelum mandi beliung terlebih dahulu LS dan 123° 10’ 41,0” BT. Sumur
direndam di dalam wadah tempayan. ini dinamakan sumur Ee Bula yang
Air rendaman beliung itulah yang bermakna “sumur putih” dalam bahasa
digunakan untuk mandi tolak bala bagi setempat. Sampai sekarang sumur
anak-anak. ini masih digunakan oleh penduduk
untuk keperluan mandi, cuci, dan air
Sumur Tua bersih. Oleh karena itu, sepanjang hari
Di kawasan benteng Kalisusu sumur Ee Bula terus ramai dikunjungi
terdapat dua sumur tua. Salah satu penduduk untuk mengambil air. Konon,
sumur berada di sebelah luar dinding menurut penduduk air sumur Ee Bula
timur. Sumur berada punggung bukit juga mengandung berkah, juga dikenal
yang datar. Secara geografis, sumur penduduk sebagai sumur jodoh. Bagi
berada pada koordinat antara 04° 47’ mereka yang belum mendapat jodoh,
07,6” LS dan 123° 11’ 18,0” BT. Sejak
dahulu penduduk Ereke, terutama
yang bermukim di dalam benteng
Kalisusu menggantungkan air bersih
pada sumur ini, tetapi sekarang sudah
tidak terawat dan tidak digunakan lagi.
Penduduk di Ereke mengenal
sumur yang terletak disebelah luar
dinding timur dengan nama sumur
“Mataoleo” yang dalam bahasa
setempat bermakna sinar matahari.
Penamaan ini kelihatannya berkaitan
dengan letaknya di sisi timur, arah
matahari terbit. Sumur Mataoleo Gambar 11. Sumur Ee Bula sebelah barat
memiliki kedalaman 27 meter dari benteng (dokumentasi Irfan)

78 Jurnal Arkeologi Papua | Vol. 6 Edisi No. 1 Juni – 2014


air sumur ini dapat dipakai dengan (Banten), Melolo10, Plawangan11 (van
membasuh muka, agar mendapat Heekeren, 1956) serta dari masa awal
berkah pasangan hidup. sejarah kerajaan di situs Bulubangi
(Sidrap)12. Penemuan di situs tersebut
Highlights Wajah Peradaban menunjukkan berkembangnya sistem
penguburan primer, dimana si mati
Kebudayaan Ereke, termasuk ditempatkan dalam tempayan dengan
pewarisan beliung sebagai harta posisi jongkok, sebagaimana posisi
“magis”, muncul di wilayah Teluk bayi (fates). Tetapi sistem ini kemudian
Kalisusu sekurang-kurangnya 1500 berubah memasuki masa sejarah
tahun yang lalu. Potensi geomorfologis di banyak tempat dengan sistem
serta posisi di persimpangan utama penguburan abu jenazah di dalam
jalur migrasi dan pelayaran jarak tempayan porselin, sebagaimana
jauh ke wilayah timur Nusantara ditemukan di situs Ereke.
memungkinkan introduksi budaya Seiring dengan makin
dengan mudah menyentuh segala meningkatnya ancaman bajak laut dan
aspek kehidupan. Meskipun indikasi penguasa mapan yang menebar rasa
periode prasejarah yang in-situ takut, pusat pemerintahan dilindungi
belum ditemukan, tetapi penemuan benteng (intra-murros). Pemukiman
tradisi pewarisan beliung di Ereke dalam benteng Kalisusu nampaknya
menunjukkan jejak budaya prasejarah, sudah mulai didirikan sebelum pengaruh
setidaknya dari masa neolitik akhir. Islam diterima keraton Lipu sejalan
Penemuan beliung tipe simple dengan pencapaian taraf kemapanan
rectanglar dan chisel yang tersebar luas ekonomi dan kesadaran akan matra
di Asia Tenggara-Pasifik merupakan keamanan Dinasti Kalisusu. Benteng
sumber tradisi budaya neolitik Ereke. yang dibangun sejak berkembangnya
Budaya pewarisan beliung terus periode niaga merupakan salah satu
berjalan sampai memasuki periode bentuk upaya perlindungan wilayah
sejarah, ketika Ereke sudah mencapai dari ancaman pihak luar (Sarjiyanto,
suatu taraf masyarakat “negara” 1999: 99). Sumber lisan menyebutkan
(state). bahwa benteng dibangun di atas
Orang-orang Ereke setelah perbukitan Wapala bersamaan dengan
mencapai taraf masyarakat bernegara semakin tingginya ancaman dari bajak
(state), membangun suatu pusat laut, terutama dengan orang perahu
pemerintahan di atas punggung bukit yang berkulit legam, bertubuh sangat
Kampung Walaka yang diduga kuat kekar dan tinggi yang mereka kenal
dari temuan porselin sekitar abad XV. dengan nama La Bolong Tio.
Sejumlah sisa porselin tempayan kubur
Vietnam abad XV diperoleh dari lubang 10 Situs Melolo terletak 63 kilometer sebelah tenggara
Waingapu, Sumba Timur. Situs Melolo pertama kali
galian dan berserakan di permukaan diteliti oleh L. Dannenberger dan Rodenwaldt (1923).
tanah memberi bukti pencapaian Peneliti lain berikutnya adalah K.W. Dammerman
kebudayaan mereka, khususnya sistem (1026), L. Onvlee (1936), W.J.A. Willems (1939), dan
van Heekeren (1956).
religi. Sistem penguburan tempayan 11 Situs Plawangan terletak di Desa Plawangan, kira-
sudah berkembang luas sejak zaman kira 24 km dari kota Lasem, Jawa Tengah.
megalitik di Nusantara hingga abad XV, 12 Situs Bulubangi terletak di kampung Bulubangi
Kabupaten Sidrap merupakan salah satu pusat
sebagaimana penemuan tempayan penguburan dinasti Bugis pra-Islam, abad XV-XVI.
kubur prasejarah di situs Anyar9 Untuk hal ini dapat lebih lanjut dibaca dalam artikel
Stave Druce, M. Irfan Mahmud, dan M. Nur, “A
9 Situs Anyar berada di Kelurahan Anyar, Kabupaten Transitional Islamic Bugis Cremation in Bulubangi,
Serang, Propinsi Banten. Situs Anyar diperkirakan South Sulawesi: its historical and archaeological
seluas ± 1000 meter persegi berdasarkan estimasi context” dalam Jurnal RIMA (Review of Indonesian
cakupan lokasi tempat temuan rangka manusia dan and Malaysian Affairs, volume 39, number 1, 2006,
tembikar oleh masyarakat. Camberra: APIMSI, Australia, hal. 1-22.

Jurnal Arkeologi Papua | Vol. 6 Edisi No. 1 Juni – 2014 79


Benteng di situs Ereke dirancang usaha menegaskan identitas suku
menurut konsep dunia Timur, sebagai serta sumpah dan pengakuan sebagai
refleksi ruang mikrokosmos (dunia sentral dari segala tanggung jawab
manusia). Simbol titik pusat dunia keselarasan dunia sosial-budaya,
(mikrokosmos) mereka terletak di unit agama, dan pemerintahan.
ruang pusat benteng yang disebut Ketika agama Islam diterima,
“Kalisusu”. Di area ruang pusat juga masjid juga dibangun di dekat simbol
didirikan keraton yang dianggap pusat kosmos mereka, Kalisusu.
kediaman para keturunan langit yang Terkesan adanya upaya merekatkan
diturunkan memimpin dunia. Keraton simbol moral-etik adat (Kalisusu) dan
yang asli sudah tidak ditemukan lagi pesan keagamaan di unit ruang pusat.
bekas-bekasnya sekarang, kecuali Pada masjid ini dilakukan pengajian dan
dapat diketahui dari ingatan penduduk dakwah serta membicarakan masalah
yang berusia lanjut dan bangunan kayu sosial-keagamaan lainnya. Untuk
sebagai penanda, sekaligus berfungsi memajukan kegiatan Islam diangkat
sebagai tempat musyawarah. seorang petugas keagamaan, bernama
Konsep pusat dunia dengan titik kadi. Kadi inilah yang menjadi motor
simbolik Kalisusu merupakan hirofani pengajaran dan pengajian di lingkungan
(petunjuk bagi titik orientasi absolut situs Ereke sampai sekarang. Dari
dan suci) yang diwariskan leluhur dari masjid ini pula pada zaman perjuangan
masa pra-Islam (Mahmud, 2013: 62- kemerdekaan suara-suara pergerakan
63) dan terus digunakan melegitimasi berkumandang untuk melawan
dinasti fase berikutnya. Di beberapa penjajahan. Justru itu secara simbolik
pusat Islam di Jawa dan Sulawesi, sekarang pada keempat sisi masjid
ketika agama Islam masuk tiang masjid ditempatkan empat buah meriam
(soko guru) menjadi simbol pusat dunia sebagai simbol basis perjuangan.
(Mahmud, 2003: 29-46). Di Jawa, Berdirinya masjid di dalam
tiang masjid dipandang sebagai simbol lingkungan benteng menjadi awal
kesatuan dan solidaritas ummat Islam, trasnformasi dalam bidang kebudayaan,
yakni hanya satu tali Allah yang harus terutama kepercayaan. Meskipun
dipegangi (Salam, 1960: 63). Peranan demikian konsep-konsep leluhur
simbol pusat ini mencerminkan masih terus abadi sampai sekarang
kerohanian, yakni simbol yang ditunjukkan dengan pembagian ruang
mempersatukan masyarakat (Hasyim, benteng bagian utara sebagai area
1974: 66). sakral dan selatan area profan. Di zona
Begitu pentingnya pusat dunia utara ruang benteng, ditemukan makam
dalam konsep orientasi masyarakat para keluarga raja, batu pelantikan
Ereke pada masa itu, sehingga setiap dan suatu tempat ritual; sedangkan
pemimpin yang akan mengemban zona selatan merupakan area lahan
amanah diambil sumpahnya di perkebunan penduduk, sementara
Kalisusu. Pengambilan sumpah pemukiman rakyat ditempatkan di unit
dengan duduk atau berpijak pada ruang timur. Nampaknya, benteng
batu sakral yang dikenal juga di hanya diperuntukkan untuk kalangan
Kesultanan Banten dengan nama terbatas, mungkin para pejabat
Watu Gilang (Djajadiningrat: 1983: keraton dan keluarga raja karena di
33); di Kerajaan Luwu disebut Batu luar benteng bagian timur ditemukan
Tuppu atau batu sumpah (Mahmud, juga klauster pemukiman dengan
2003: 80); serta Batu Walio di keraton sumur tua dinamakan “mataoleo”
Buton (Coppenger, 2012: 59-60). yang berarti sinar matahari. Begitu
Sumpah pada Kalisusu merupakan pula di sisi luar bagian barat dinding

80 Jurnal Arkeologi Papua | Vol. 6 Edisi No. 1 Juni – 2014


benteng, ditemukan sebaran porselin situs Ereke. Berdasarkan hasil
dengan didukung sumur tua bernama penelitian arkeologi, diketahui bahwa
“Ee Bula”. Dengan demikian, dapat situs Ereke memiliki data arkeologi
diketahui bahwa pemukiman rakyat yang cukup beragam yang mewakili
berada di sisi luar bagian timur dan wajah pokok peradaban masa
barat benteng. sejarah, baik monumen dan reliks,
Selain itu, unit-unit ruang maupun fitur. Data monumen yang
pemukiman kecil menyebar di ditemukan berupa dinding benteng
beberapa perbukitan utara dengan sepanjang 3.700 meter, masjid tua,
kehidupan yang ditopang oleh tempat pelantikan sultan (Kalisusu),
pertanian jagung atau umbi-umbian. dan makam kuno dari dinasti Islam
Pola hidup demikian nampaknya belum yang saling tumpang tindih dengan
banyak berubah sampai dengan abad bekas kuburan tempayan porselin
XIX sebagai sumber protein. Meskipun Vietnam dari penguasa sebelumnya.
padi telah menjadi makanan pokok di Sementara data reliks berupa meriam
Asia Tenggara, Buton dan pulau yang kuno, porselin, tembikar dan beliung
gersang sekitar abad XV masih tetap yang dimiliki sebagai harta warisan
dengan pertanian jagung dan umbi- “magis” beberapa keluarga. Selain
umbian (Reid, 1992: 23). itu, penelitian juga menemukan fitur
Pola-pola hidup yang berupa sumur tua (2 buah) yang seusia
berkembang tampak memperlihatkan pembangunan kompeks perbentengan,
hubungan historis yang kuat dengan satu berada di sisi timur dengan nama
budaya Buton dan Muna. Meskipun “mataoleo” berarti matahari yang
secara sosial, pengaruh keraton Muna digunakan untuk kebutuhan sehari-hari
jauh lebih kuat, tetapi Buton tetap dan satu lainnya berada di sisi barat
merupakan junjungan bersama. Kiblat yang dinamakan penduduk Ee Bula
hubungan sosial-budaya pemerintahan yang bermakna sumur putih dalam
ditunjukkan secara simbolik oleh bahasa lokal, dahulu digunakan untuk
orientasi arah hadap keraton ke ritual tolak bala.
Keraton Muna (barat), bukan ke Sentuhan konsep “negara”
keraton Wolio-Buton (selatan). Hal benteng (intra-murros) meningkatkan
ini memperlihatkan bahwa tatanan keyakinan akan kekuatan mengatasi
kekuasaan di wilayah tersebut sangat ancaman bajak laut, infiltrasi asing
ditentukan intensitas hubungan yang menebar rasa takut, ditambah
sosial ketetanggan dibandingkan sinergitas dengan penguasa Muna
dengan kesatuan wilayah pulau. Jejak sejak abad XV menjadi pilihan
arkeologis menunjukkan peradaban ketetanggaan mengamankan potensi
situs Ereke lebih mendekati wajah hutan dan ikan (laut) yang melimpah.
keraton Muna, seperti terlihat dari pola Ketika pengaruh Islam menyentuh
pusat dunia (Kalisusu), masjid, dan Ereke yang diintrodusir dinasti Buton
porselin dan morfologi tembikar yang dan Muna sekitar akhir abad XVII
ditemukan. Masehi ditandai dengan pendirian
masjid di unit ruang pusat, dekat
dengan tempat pelantikan pemimpin
(Kalisusu) yang menegaskan assimilasi
PENUTUP antara simbol moral-etik adat dan
tatanan keagamaan baru. Dalam
Jelas terlihat kemapanan sistem pemerintahan masa sejarah
ekonomi, kesadaran matra keamanan, abad XV-XIX di Ereke, unsur-unsur
dan hubungan yang sangat dinamis pra-Islam tetap didayagunakan untuk
antara Islam dan budaya lokal di

Jurnal Arkeologi Papua | Vol. 6 Edisi No. 1 Juni – 2014 81


memperkuat legitimasi pemerintahan
masa berikutnya, seperti batu
pelantikan (Kalisusu) yang dipandang
sebagai identitas dan simbol perekat
zaman.

82 Jurnal Arkeologi Papua | Vol. 6 Edisi No. 1 Juni – 2014


DAFTAR PUSTAKA
Abbas, Novida. 2014. “Kehidupan di Balik Tembok Benteng di Masa Lampau: Hasil
Penelitian Balai Arkeologi Yogyakarta di Benteng Sumenep dan Benteng
Lodewijk, Jawa Timur”, dalam Inajati Adrisijanti (ed.), Benteng Dulu, Kini
dan Esok. Cet. 1. Yogyakarta: Kepel Press, Hlm.217-230.
Anonim. 2004. Muna dalam Angka. Raha: Kantor Statistik Kabupaten Muna
Anonim. 1992. “50 Tahun Lembaga Purbakala dan Peninggalan Nasional 1913-
1963”. Jakarta: Proyek Penelitian Purbakala Jakarta, Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Anonim. 2014. ”Kabupaten Buton Utara dalam Angka 2014”. Buranga: Badan Pusat
Statistik Kabupaten Buton Utara, Propinsi Sulawesi Tenggara.
Coppenger, Caleb. 2012. Misteri Kepulauan Buton Menurut Sesepuh dan Saya.
Jakarta: Adonai.
Druce, Staven; M. Irfan Mahmud, dan M. Nur, 2006. “A Transitional Islamic Bugis
Cremation in Bulubangi, South Sulawesi: its historical and archaeological
context” dalam Jurnal RIMA (Review of Indonesian and Malaysian Affairs),
vol. 39, number 1, Camberra: APIMSI, Australia,Hlm. 1-22.
Haris, Tawaluddin.1990. “Benteng Keraton Buton”. Monumen. Jakarta: FS-
Universitas Indonesia.
Heekeren, H.R. van. 1956. “Note on a Proto-historic urn-burial site at Anyar, Java”,
Anthropos, Hlm. 194-201.
Koestoro, Lucas Partanda. 2014. “Benteng di Sumatera Bagian Utara dan Perspektif
Penelitiannya”, dalam Inajati Adrisijanti (ed.), Benteng Dulu, Kini dan Esok.
Cet. 1. Yogyakarta: Kepel Press, Hlm.1-43.
----------------------. 2014. “Sekilas tentang Pelestarian dan Pemanfaatan Kawasan
Kota Lama sebagai Identitas Modern”, Jurnal Arkeologi Indonesia No. 6,
Oktober 2014, Jakarta: IAAI, Hlm. 19 – 29.
Mahmud, M. Irfan. 2003. Kota Kuno Palopo: Dimensi Fisik, Sosial, dan Kosmologi.
Cet. 1. Makassar: Masagena Press.
----------------------. 2005. “ Warisan Kultural dalam Perspektif Masyarakat: Studi Kasus
Kawasan Situs Banten Lama” (Tesis). Depok: PPs. Antopologi Universitas
Indonesia.
----------------------. 2013. “Akulturasi Budaya Lokal dan Konsepsi Isalam di Situs kali
Raja, Raja Ampat”, dalam Jurnal Papua Vo. V, No. 1/Juni 2013. Hlm. 59-75.
Novita, Aryandini. 1998/99. “Sistem Pertahanan di Batavia Abad XVII-XVIII”,
dalam Pertemuan Ilmiah Arkeologi VII. Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi
Nasional, Hlm. 32-38.
Reid, Anthony. 1992. Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680. Edisi 1, Cet. 1.
Jakarta; Yayasan Obor Indonesia.

Jurnal Arkeologi Papua | Vol. 6 Edisi No. 1 Juni – 2014 83


Ruyanto, Sugeng. 1995. “Morfologi dan Aspek-Aspek Meriam Kuna (Sumbangan
bagi Penelitian Meriam Kuna di Indonesia)”. Amerta No. 15. Jakarta: Puslit
Arkenas.
Sarjiyanto. 1999. “Eksistensi Kerajaan Buton: Kajian Benteng-Benteng Masa
Kesultanan”. WalennaE No. 3/I-Juli. Makassar: Balai Arkeologi, Hlm. 97-
101.
Shadly, Hasan. 1980. Ensiklopedi Indonesia I. Jakarta: Ictiar Baru Van Hoeve.
Surachman, Heddy. 1995-1996. “Makam-Makam Kuno di Tepi Sungai Pawan,
Kabupaten Ketapang (Tinjauan Sebab-sebab Keberadaannya)”, dalam
Amerta No. 16. Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Hlm. 13-23.
Tjandrasasmita, Uka. 1984. Sejarah Nasional Indonesia III. Jakarta: Balai Pustaka.

84 Jurnal Arkeologi Papua | Vol. 6 Edisi No. 1 Juni – 2014

Anda mungkin juga menyukai