PENDAHULUAN
baik
setidaknya
peneliti
harus
mengacu
pada
kriteria
1
perumusan
hipotesis,
penelitian,
maupun
bagaimana
jenis-jenis
hipotesis
dalam
pemahaman
tentang
penelitian
tanpa
BAB II
PEMBAHASAN
Terhadap hipotesis yang sudah dirumuskan, peneliti dapat bersikap dua hal:
1. Menerima keputusan seperti apa adanya seandainya hipotesisnya tidak terbukti
(pada akhir penelitian).
2. Mengganti hipotesis seandainya melihat tanda-tanda bahwa data yang
terkumpul tidak mendukung terbuktinya hipotesis (pada saat penelitian
berlangsung).
Untuk mengetahui kedudukan hipotesis antara lain:
1. Perlu diuji apakah ada data yang menunjuk hubungan antara variable penyebab
dan variabel akibat.
2. Adakah data yang menunjukkan bahwa akibat yang ada, memang ditimbulkan
oleh penyebab itu.
3. Adanya data yang menunjukkan bahwa tidak ada penyebab lain yang bisa
menimbulkan akibat tersebut.
Apabila ketiga hal tersebut dapat dibuktikan, maka hipotesis yang dirumuskan
mempunyai kedudukan yang kuat dalam penelitian. Namun tidak selalu semua
penelitian harus berorientasikan hipotesis, walaupun hipotesis ini sangat penting
sebagai pedoman kerja dalam penelitian. Jenis penelitian eksploratif, survei, atau
kasus, dan penelitian development biasanya justru tidak berhipotesis karena tujuan
penelitian jenis ini bukan untuk menguji hipotesis tetapi mempelajari tentang gejalagejala sebanyak-banyaknya. G.E.R Brurrough mengatakan bahwa penelitian
berhipotesis penting dilakukan bagi:
1. Penelitian menghitung banyaknya sesuatu (magnitude).
2. Penelitian tentang perbedaan (differencies).
3. Penelitian hubungan (relationship).
Deobold Van Dalen mengutarakan adanya 3 bentuk inter relationship studies yang
termasuk penelitian hipotesis yaitu:
1. Case studies
2. Causal comparative studies
3. Correlations studies
2.2. JENIS-JENIS HIPOTESIS
Hipotesis dapat di bagi atas dua jenis yaitu
2.2.1.
Hipotesis penelitian (Hipotesis alternatif) atau hipotesis kerja yang
bisa di lambangkan dengan Ha, menyatakan adanya saling hubungan antara
dua variable atau lebih, atau menyatakan adanya perbedaan dalam hal tertentu
yaitu
rumusan
masalah
deskriptif
(variabel
mandiri),
komparatif
(perbandingan), dan asosiatif (hubungan). Oleh karena itu, maka bentuk hipotesis
penelitian juga ada tiga yaitu hipotesis deskriptif, komparatif, dan asosiatif.
2.3.1.
Hipotesis Deskriptif
Hipotesis deskriptif merupakan jawaban sementara terhadap masalah
deskriptif, yaitu yang berkenaan dengan variabel mandiri. Contoh:
1) Seorang peneliti ingin mengetahui pengaruh coffe. Peneliti ingin
mengetahui apakah ada pengaruh cafein terhadap susahnya tidur seseorang.
Rumusan masalah : Seberapa semangat belajar mahasiswa Perguruan
Tinggi Negeri?
Ho : Semangat belajar mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri = 75% dari
kriteria ideal yang ditetapkan.
H1 : Semangat belajar mahasiswa Perguruan Negeri 75% dari kriteria
ideal yang ditetapkan.
2) Kepala desa ingin mengetahui sikap penduduk desanya. Kepala desa ingin
mengetahui apakah terdapat kecendrungan perbedaan pendapat di
masyarakat dalam menerima kebijakan baru
Rumusan masalah : apakah terdapat kecendrungan perbedaan pendapat di
masyarakat dalam menerima kebijakan baru?
Ho :tidak terdapat kecendrungan perbedaan pendapat di masyarakat dalam
menerima kebijakan baru.
H1 :terdapat kecendrungan perbedaan pendapat di masyarakat dalam
menerima kebijakan baru
2.3.2.
Hipotesis Komparatif
2) Peneliti ingin mengetahui sikap anak terhadap minat belajar. Apakah ada
pengaruh game online terhadap minat belajar anak.
Rumusan masalah : apakah ada pengaruh game online terhadap kurangnya
minat belajar seorang anak?
Ho : tidak ada pengaruh game online terhadap kurangnya minat belajar
seorang anak.
Ha : ada pengaruh game online terhadap kurangnya minat belajar seorang
anak.
2.6.2.
Hipotesis
pendahuluan
atau
hipotesis
preliminer
(preliminary
hypothesis)
Dugaan atau anggapan sementara yang menjadi pangkal bertolak dari
semua kegiatan. Ini digunakan juga dalam penalaran ilmiah. Tanpa hipotesis
preliminer, observasi tidak akan terarah. Fakta yang terkumpul mungkin tidak
akan dapat digunakan untuk menyimpulkan suatu konklusi, karena tidak
relevan dengan masalah yang dihadapi. Karena tidak dirumuskan secara
eksplisit, dalam penelitian, hipotesis priliminer dianggap bukan hipotesis
keseluruhan penelitian, namun merupakan sebuah hipotesis yang hanya
digunakan untuk melakukan uji coba sebelum penelitian sebenarnya
dilaksanakan.
2.6.3.
Pengumpulan fakta
Dalam penalaran ilmiah, diantara jumlah fakta yang besarnya tak
terbatas itu hanya dipilih fakta-fakta yang relevan dengan hipotesis preliminer
yang perumusannya didasarkan pada ketelitian dan ketepatan memilih fakta.
2.6.4.
Formulasi hipotesis
Pembentukan hipotesis dapat melalui ilham atau intuisi, dimana logika
tidak dapat berkata apa-apa tentang hal ini. Hipotesis diciptakan saat terdapat
hubungan tertentu diantara sejumlah fakta. Sebagai contoh sebuah apel jatuh
dari pohon ketika Newton tidur di bawahnya dan teringat olehnya bahwa
semua benda pasti jatuh dan seketika itu pula dilihat hipotesisnya, yang
dikenal dengan hukum gravitasi.
2.6.5.
Pengujian hipotesis
Artinya mencocokkan hipotesis
dengan
keadaan
yang
dapat
tidak
terbantah
oleh
fakta
yang
dinamakan
koroborasi
2.6.6.
Aplikasi/penerapan
Apabila hipotesis itu benar dan dapat diadakan menjadi ramalan
(dalam istilah ilmiah disebut prediksi), dan ramalan itu harus terbukti cocok
dengan fakta. Kemudian harus dapat diverifikasikan/koroborasikan dengan
fakta.
2.7. KESALAHAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Dalam pengujian hipotesis selalu dihadapkan pada suatu kesalahan
pengambilan keputusan. Ada dua jenis pengambilan keputusan dalam uji statistik:
2.7.1.
Kesalahan jenis I
Kesalahan ini merupakan kesalahan menolak Ho, padahal
sesungguhnya Ho benar. Artinya menyimpulkan adanya perbedaan, padahal
sesungguhnya tidak ada perbedaan.
2.7.2.
Kesalahan jenis II
Kesalahan ini merupakan kesalahan tidak menolak Ho, padahal
sesungguhnya Ho salah. Artinya menyimpulkan tidak adanya perbedaan,
padahal sesungguhnya ada perbedaan.
Tabel kesalahan pengambilan keputusan
Keputusan
Menerima H0
Menolak H0
2.8.
Populasi
Ho benar
Ho salah
Tepat
Kesalahan jenis I
Kesalahan jenis II
Tepat
Pengujian
hipotesis
pada
dasarnya
adalah
menaksir
besar
interval
taksirannya
maka
akan
semakin
kecil
penelitian,
biasanya
interval
taksiran
ditetapkan
terlebih dahulu. Seperti 1%, 5%, atau 10%. Nilai ini disebut taraf
signifikansi / tingkat signifikansi / level of significant. Nilainya adalah
berupa probabilitas atau peluang munculnya suatu kejadian, yaitu
peluang besarnya melakukan kesalahan. Tingkat signifikansi 5%
artinya kita mengambil resiko salah dalam mengambil keputusan
untuk mengolah hipotesis yang benar adalah sebanyak-banyaknya
5% dan benar dalam mengambil keputusan sedikit-dikitnya adalah
95%. (tingkat kepercayaan).
Atau dengan kata lain, kita percaya bahwa 95% dari
keputusan
untuk
benar. Penentuan
menolak
taraf
hipotesis
signifikansi,
yang
biasanya
salah
adalah
ditentukan
oleh
10
ekor, maka akan terdapat dua daerah kritik, yaitu di ekor kanan dan
di ekor kiri kurva, masing-masing 2%.
Daerah
kritik
merupakan
daerah
penolakan
hipotesis
X X
SD
PENENTUAN
TARAF
SIGNIFIKASI
DENGAN
TINGKAT
PENERIMAAN HIPOTESIS
2.9.1.
Pengertian Signifikan
Kebanyakan dari kita selalu berharap bahwa riset yang
sedang dilakukan akan memberikan hasil yang signifikan. Apakah
harus begitu? "Significant implies that it is not plausible that the
research findings are due to chance" adalah definisi dari signifikan
menurut Cramer dan Howitt (2006). Menurut mereka adalah tidak
masuk akal jika hasil / temuan riset merupakan hal yang bersifat
kebetulan. Selanjutnya mereka mengatakan bahwa hipotesis nol
(H0) yang menunjukkan misalnya tidak ada hubungan atau tidak
ada perbedaan akan ditolak untuk kepentingan hipotesis alternatif
(Ha atau H1) .
Definisi lain mengatakan bahwa "Significant means probably
true do not to chance" (surveysystem.com). Ini berarti bahwa hasil
12
riset yang signifikan berarti benar bukan karena kebetulan. Jika riset
memberikan hasil yang signifikan; maka riset tersebut benar namun
tidak harus berarti penting.
Pengujian signifikansi sebenarnya hanya merupakan sebagian
kecil dari penilaian implikasi-implikasi dalam kajian tertentu. Oleh
karena itu saat peneliti gagal memperoleh hasil yang signifikan
maka sebaiknya peneliti melakukan kajian ulang metode-metode
yang sudah digunakan saat ketentuan ukuran sampel sudah
dipenuhi.
Lebih lanjut jika saat hipotesis dalam riset dianggap penting
untuk kepentingan alasan-alasan teoritis maupun praktis; maka
peneliti harus melakukan kajian ulang terhadap metode-metode
yang sudah dipergunakan dalam riset.
Pada umumnya orang menggunakan tingkat signifikansi
dalam bentuk persen, misalnya sebesar 5% atau 0,05 atau lebih
kecil dari nilai tersebut untuk melakukan penolakan hipotesis nol
(H0). Nilai ini mempunyai maksud bahwa adanya perbedaan atau
hubungan antar variabel kelihatannya akan terjadi secara kebetulan
5 kali dari 100. Besaran probabilitas 0,05 ini secara historis
merupakan pilihan secara arbitrer dan sudah diterima secara
meluas dalam dunia riset.
Dalam praktik riset umumnya orang menggunakan kisaran
nilai signifikansi / probabilitas atau alpha sebesar 1% (0,01) yang
terkecil, 5% (0,05) atau 10% (0,1) yang terbesar. Hal ini tidak
berarti kita tidak boleh menggunakan nilai-nilai di luar nilai
kesepakatan tersebut.
Pertimbangan apa yang dipergunakan untuk menentukan
tingkat signifikansi ini dalam riset tergantung dari besaran nilai
13
apa
maknanya
jika
hasil
riset
signifikan
dengan
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk
kalimat pernyataan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru
didasarkan pada teori yang relevan, yang didasarkan pada fakta-fakta empiris yang
diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai
jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang empirik
dengan data. Hipotesis dapat di bagi atas dua jenis yaitu ; hipotesis penelitian
15
(Hipotesis alternatif) atau hipotesis kerja yang bisa di lambangkan dengan Ha, dan
hipotesis Nol (Ho).
Bentuk hipotesis penelitian sangat terkait dengan rumusan masalah penelitian.
Bila dilihat dari tingkat eksplanasinya, maka bentuk rumusan masalah penelitian ada
tiga
yaitu
rumusan
masalah
deskriptif
(variabel
mandiri),
komparatif
(perbandingan), dan asosiatif (hubungan). Oleh karena itu, maka bentuk hipotesis
penelitian juga ada tiga yaitu hipotesis deskriptif, komparatif, dan asosiatif.
Hipotesis yang baik hendaknya memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut;
harus dengan nyata menunjukkan adanya hubungan antara dua atau lebih variabel,
harus jelas, tidak membingungkan, dan dalam bentuk deklaratif (pernyataan), harus
dapat di uji secara empires, artinya seseorang mengumpulkan data yang tersedia di
lapangan guna menguji kebenaran hipotesis tersebut, dan hipotesis harus didukung
oleh teori-teori yang dikemukakan para ahli atau hasil penelitian yang relevan.
Perumusan
hipotesis
berguna
untuk;
memfokuskan
masalah,
3.2. SARAN
Sebaiknya apabila melakukan penelitian hendaknya didasari oleh suaatu
hipotesis yang dapat dipertanggung jawabkan selanjutnya. Selain itu pengujian
hipotesis harus didasari pada taraf signifikansi agar memperoleh tingkat kepercayaan
secara akurat.
16
DAFTAR PUSTAKA
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian. Alfabeta. Bandung
Mualim,
Asep
Saipul.
2011.
Perumusan
Hipotesis
(Online).
17
18