Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 PENGERTIAN EKSPLORASI


Eksplorasi adalah penyelidikan lapangan untuk mengumpulkan data atau informasi
tentang keberadaan SDA di suatu tempat tindakan mencari atau melakukan penjelajahan
dengan

tujuan

menemukan

sesuatu;

misalnya

daerah

tak

dikenal, minyak

bumi (eksplorasi minyak bumi), gas alam, batubara, mineral, air, ataupun informasi.
Istilah ini dapat digunakan pula untuk mengambarkan masuknya budaya suatu
masyarakat untuk pertama kalinya ke dalam lingkungan geografis atau budaya dari
masyarakat lainnya. Meskipun eksplorasi telah terjadi sejak awal keberadaan manusia,
kegiatan eksplorasi dianggap mencapai puncaknya pada saat terjadinya Abad
Penjelajahan, yaitu ketika para pelaut Eropa menjelajah ke seluruh penjuru dunia untuk
menemukan berbagai daerah dan budaya baru.
Dalam konteks riset ilmiah, eksplorasi adalah salah satu dari tiga bentuk tujuan
riset, sedangkan tujuan lainnya ialah penggambaran (deskripsi) dan penjelasan
(eksplanasi). Dalam hal ini, eksplorasi adalah usaha untuk membentuk pengertian
umum dan awal terhadap suatu fenomena.
1.2 Tahap kegiatan Eksplorasi
Prospeksi merupakan tahapan awal dalam mencari bijih-bijih metal atau mineral
berharga lainnya (batubara atau nonmetal). Mineral mineral berharga ini berada dibawah
permukaan bumi oleh karena itu diperlukan cara-cara tertentu untuk menemukannya. Metode
pencariannya terbagi menjadi dua yaitu metode langsung dan tidak langsung.

Untuk metode langsung biasanya terbatas pada cadangan permukaan (singkapan


ditemukan). Berdasarkan dari penglihatan atau pengamatan langsung, singkapan cadangan
atau dari pecahan-pecahan lepas yang mengalami pelapukan dari singkapan tersebut. Pada
metode langsung biasanya dilakukan studi geologi beberapa data tambahan dari foto udara
maupun peta topograpi daerah tersebut.
Untuk metode tidak langsung yang mana bahan galiannya tersebunyi biasanya
digunakan berupa metode geofisika. suatu metode yang mendeteksi kejanggalan-kejanggalan
yang disebabkan adanya cadangan mineral dibawah permukaan bumi. Metode ini biasanya
menggunakan analisa gravitasi, seismik magnetik, elektrik, elektromagnetik dan ukuran
radiometrik.
Prospeksi Merupakan kegiatan penyelidikan, pencarian dan atau penemuan endapan
mineral berharga yang merupakan tahap awal eksplorasi pada suatu daerah berdasarkan data
geologi, geokimia dan geofisika. Secara umum aliran kegiatan industri pertambangan dimulai
dengan tahapan prospeksi yang kemudian dilanjutkan dengan eksplorasi. Tahapan ini
mempunyai resiko yang sangat tinggi (high risk), karena berhubungan dengan resiko geologi.
Pada saat memasuki tahapan pre-studi kelayakan (prefeasibility study) sampai dengan
tahapan studi kelayakan (feasibility study), resiko kegagalan mulai diperkecil.
Dalam pelaksanaannya, eksplorasi seperti disebut dalam UU tahun 1967 didahului
oleh adanya suatu kegiatan yang disebut sebagai Penyelidikan Umum. Penyelidikan umum
ini disebutkan sebagai penyelidikan secara geologi umum atau geofisika, di daratan, perairan,
dan dari udara, segala sesuatu dengan maksud untuk membuat peta geologi umum atau
menetapkan tanda-tanda adanya bahan galian pada umumnya. Adanya letakan bahan galian
yang ditetapkan pada penyelidikan umum lebih lanjut diteliti secara seksama pada tahap
eksplorasi.

1.3 Tahap Dalam Perencanaan Kegiatan Eksplorasi


1.3.1Tahap Eksplorasi Pendahuluan
Menurut White (1997), dalam tahap eksplorasi pendahuluan ini tingkat ketelitian
yang diperlukan masih kecil sehingga peta-peta yang digunakan dalam eksplorasi
pendahuluan juga berskala kecil 1 : 50.000 sampai 1 : 25.000. Adapun langkah-langkah
yang dilakukan pada tahap ini adalah :
a. Studi Literatur
Dalam tahap ini, sebelum memilih lokasi-lokasi eksplorasi dilakukan studi terhadap
data dan peta-peta yang sudah ada (dari survei-survei terdahulu), catatan-catatan lama,
laporan-laporan temuan dll, lalu dipilih daerah yang akan disurvei. Setelah pemilihan
lokasi ditentukan langkah berikutnya, studi faktor-faktor geologi regional dan provinsi
metalografi dari peta geologi regional sangat penting untuk memilih daerah
eksplorasi, karena pembentukan endapan bahan galian dipengaruhi dan tergantung
pada proses-proses geologi yang pernah terjadi, dan tanda-tandanya dapat dilihat di
lapangan.
b. Survei Dan Pemetaan
Jika peta dasar (peta topografi) dari daerah eksplorasi sudah tersedia, maka survei dan
pemetaan singkapan (outcrop) atau gejala geologi lainnya sudah dapat dimulai (peta
topografi skala 1 : 50.000 atau 1 : 25.000). Tetapi jika belum ada, maka perlu
dilakukan pemetaan topografi lebih dahulu. Kalau di daerah tersebut sudah ada peta
geologi, maka hal ini sangat menguntungkan, karena survei bisa langsung ditujukan
untuk mencari tanda-tanda endapan yang dicari (singkapan), melengkapi peta geologi
dan mengambil conto dari singkapan-singkapan yang penting.
1.3.2 Tahap Eksplorasi Detail
Setelah tahapan eksplorasi pendahuluan diketahui bahwa cadangan yang ada
mempunyai prospek yang baik, maka diteruskan dengan tahap eksplorasi detail (White,
1997). Kegiatan utama dalam tahap ini adalah sampling dengan jarak yang lebih dekat
(rapat), yaitu dengan memperbanyak sumur uji atau lubang bor untuk mendapatkan data
yang lebih teliti mengenai penyebaran dan ketebalan cadangan (volume cadangan),
penyebaran kadar/kualitas secara mendatar maupun tegak. Dari sampling yang rapat
tersebut dihasilkan cadangan terhitung dengan klasifikasi terukur, dengan kesalahan yang
kecil (<20%), sehingga dengan demikian perencanaan tambang yang dibuat menjadi
lebih teliti dan resiko dapat dihindarkan.
3

Pengetahuan atau data yang lebih akurat mengenai kedalaman, ketebalan,


kemiringan, dan penyebaran cadangan secara 3-Dimensi (panjang-lebar-tebal) serta data
mengenai kekuatan batuan sampling, kondisi air tanah, dan penyebaran struktur (kalau
ada) akan sangat memudahkan perencanaan kemajuan tambang, lebar/ukuran bahwa
bukaan atau kemiringan lereng tambang. Juga penting untuk merencanakan produksi
bulanan/tahunan dan pemilihan peralatan tambang maupun prioritas bantu lainnya.
1.3.3

Studi Kelayakan

Pada tahap ini dibuat rencana produksi, rencana kemajuan tambang, metode
penambangan, perencanaan peralatan dan rencana investasi tambang. Dengan melakukan
analisis ekonomi berdasarkan model, biaya produksi penjualan dan pemasaran maka
dapatlah diketahui apakah cadangan bahan galian yang bersangkutan dapat ditambang
dengan menguntungkan atau tidak. Feasibility Study Merupakan kegiatan untuk
menghitung dan mempertimbangkan suatu endapan bahan galian ditambang dan atau
diusahakan secara menguntungkan.

BAB II
EKSPLORASI EMAS
2.1 Eksplorasi Emas High Sulfide
Analisa Eksplorasi Pertambangan Emas adalah penjelajahan atau pencarian, adalah
tindakan mencari atau melakukan penjelajahan dengan tujuan menemukan sesuatu; misalnya
daerah tak dikenal, minyak bumi (eksplorasi minyak bumi), gas alam, batubara, mineral, gua,
air, ataupun informasi. Emas adalah unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki simbol
Au (bahasa Latin: 'aurum') dan memiliki nomor atom 79, Au merupakan unsur transisi dalam
sistem periodik unsur, mengkilap, kuning, berat, "malleable", dan "ductile". Emas tidak
bereaksi dengan zat kimia lainnya tapi terserang oleh klorin, fluorin dan aqua regia.
Logam ini banyak terdapat di nugget emas atau serbuk di bebatuan dan di deposit
alluvial dan salah satu logam coinage melebur dalambentuk cair pada suhu sekitar 1000
derajat celcius. Emas merupakan logam yang bersifat lunak dan mudah ditempa,
kekerasannya berkisar antara 2,5 3 (skala Mohs), serta berat jenisnya tergantung pada jenis
dan kandungan logam lain yang berpadu dengannya. Pada industri, emas diperoleh dengan
cara mengisolasinya dari batuan bijih emas (ekstraksi).
Bijih emas dikategorikan dalam 4 ( empat ) kategori :
Bijih tipis dimana kandungannya sebesar 0.5 ppm
Bijih rata-rata ( typical ) dengan mudah digali, nilai biji emas khas dalam
galian terowongan terbuka yakni kandungan 1 -5 ppm
Bijih bawah tanah/harrdrock dengan kandungan 3 ppm
Bijih nampak mata ( visible ) dengan kandungan minimal 30 ppm
Menurut Greenwood dkk (1989), batuan bijih emas yang layak untuk dieksploitasi
sebagai industri tambang emas, kandungan emasnya sekitar 25 g/ton (25 ppm). Mineral
pembawa emas biasanya berasosiasi dengan mineral ikutan (gangue minerals). Mineral ikutan
tersebut umumnya kuarsa, karbonat, turmalin, flourpar, dan sejumlah kecil mineral non
logam. Mineral pembawa emas juga berasosiasi dengan endapan sulfida yang telah
teroksidasi. Mineral pembawa emas terdiri dari emas nativ, elektrum, emas telurida, sejumlah
paduan dan senyawa emas dengan unsur-unsur belerang, antimon, dan selenium. Elektrum
sebenarnya jenis lain dari emas nativ, dimana hanya kandungan perak di dalamnya >20%.

2.2 Tambang Emas Indonesia


Geologi sebagai jalan tengah tentunya peran yang sangat menantang, dengan
keinginan kuat bagi para geolog untuk belajar mengenai tatanan tektonik dan geologi daerah
tersebut. Sehingga menjadikan hal ini bukan tentang uang ataupun kesejahteraan, tetapi
tantangan yang sudah dimiliki semenjak melangkah memasuki gedung kuliah untuk belajar.
Berbicara eksplorasi geologinya seperti pada emas, dibutuhkan pengetahuan dan pengalaman
dalam menjabarkan target mineralisasi dan alterasi. Pengetahuan ini digunakan dalam
mengejar target dan harapan, dengan kegiatan detail setiap harinya serta disiplin yang tinggi.
Kembali kepada susunan acara kegiatan eksplorasi, tahapan pada kegiatan eksplorasi emas
bisa mencapai angka tahunan dari 5 hingga 10 tahun. Contoh pada area seluas 1000Ha
dikerucutkan pada area prospek menjadi 800Ha dan kemudian dikecilkan menjadi 700Ha,
semua didasarkan atas data dan analisa geologi-geokimia-geofisika dan perhitungan statistik
cadangan yang ditargetkan.
Menjadi perhatian adalah, standar SOP dalam eksplorasi tidaklah menjadi titik baku dalam
pelaksanaan, karena jika diperlakukan secara baku maka target dan biaya bisa membesar.
Diperlukan kelongaran dalam pelaksanaanya, akan tetapi kewajiban dalam ekplorasi
berdasarkan SOP hanyalah perilaku sampel. Perilaku yang berkualitas terhadap sampel, mulai
dari target sampel, pengambilan sampel, penyimpanan sampel, deskripsi sampel, hingga
pengiriman sampel ke lab diperlukan tata cara yang benar.
Dengan korelasi analisa yang terukur target utama eksplorasi didasarkan pada
pengeboran yang efektif dan efisien, bor dengan target terlihat maupun tidak tampak
dipermukaan merupakan titik uji bagi geolog yang berperan. Disini ditegaskan titik bor yang
tidak berhasil bukan kesia-siaan dalam target, akan tetapi informasi yang lebih berharga

karena didalamnya informasi batas dan kemungkinan baru menjadi jawaban yang sangat
signifikan.

Tahapan Eksplorasi,
Fase eksplorasi pada tahap ini diutamakan dalam mencari cadangan layak tambang,
menggunakan metode sesuai dan jelas. Hanya saja seakan-akan (hampir tidak) ada batasan
dalam anggaran untuk mencari target-target baru, dikarenakan hal ini ditujukan cadangan
selanjutnya yang bernilai.
Tulisan ini tidak didasarkan pada bagaimana SOP yang tepat dan cara melakukannya. Disetiap
perusahaan hal tersehut bisa dipelajari, akan tetapi konsep dan maknanya tidak pernah dibahas
bersama agar lebih mendalami tujuan kegiatan tersebut.
Semoga eksplorasi bukan menjadi rutinitas semata dan keamanan finansial saja, tetapi
menjadi pembelajaran agar semakin bijaksana dalam mengenal bumi dan berbagi ilmu dan
pengetahuan. Bukan sumber daya alam yang kita kelola tetapi sebaiknya mengelola sumber
daya manusia.

BAB III
7

PROSES GEOLOGI EMAS HIGH SULFIDE

3.1 Geologi
Proses fenomena geologi seringkali diasosiasikan dengan rentang waktu jutaan
tahun, tetapi terkait pembentukan deposit emas, cukup dengan rentang waktu ribuan
tahun. Secara teoritis, untuk bisa terbentuk deposit emas dalam skala ekonomis cukup
dengan proses geologi dalam kurun waktu sekitar 13 ribu tahun. Sehingga pada
lapangan panas bumi aktif potensial telah terbentuk cebakan emas dalam skala
ekonomis.

Berdasarkan hasil-hasil penyelidikan yang dilakukan oleh Pusat Sumber Daya


Geologi, dan lembaga lain, diketahui bahwa aktivitas lapangan panas bumi beberapa
lokasi di Indonesia mempunyai kisaran umur antara 200 ribu tahun (Gunung Lawu di
Jateng) sampai dengan 1,5 juta tahun (Gunung Ranang di Sulawesi Tengah). Demikian
juga halnya dengan hasil penentuan umur menggunakan mineral adularia terhadap
beberapa deposit emas di Jawa Barat, diperoleh umur Pliosen-Plistosen, yaitu berumur
2,1 juta tahun (urat bijih emas Cipangleseran), 1,5 juta tahun (urat Gang Mangan di
Ciawitali), dan 1,7 juta tahun (urat bijih emas Cirotan). Akan tetapi rentang waktu
pembentukan urat bijih emas sebenarnya lebih pendek dibandingkan umur dari urat
bijih emas itu sendiri. Hal ini disebabkan prosesproses pembentukan urat bijih emas
tersebut sudah lama terhenti.

Emas dan panas bumi terbentuk dalam lingkungan geologi yang sama, yakni hasil
aktivitas hidrotermal. Aktivitas magmatik atau hidrotermal dapat berlangsung dalam
kurun waktu ribuan sampai jutaan tahun, sehingga dapat dijumpai deposit emas dalam
sekala ekonomis pada daerah dijumpainya panas bumi. Bahkan beberapa tambang
emas berada pada daerah panas bumi seperti tambang emas Hisikari di Jepang dan
Lihir di Papua Nugini.

Kekerabatan emas dan panas bumi sangat penting, baik dari aspek eksplorasi
maupun pemanfaatan. Eksplorasi emas primer sulit dilakukan, akan tetapi dengan
tersingkapnya manifestasi panas bumi yang penduduk lokal dengan mudah bisa
mengenali dan menjadi salah satu petunjuk awal akan kemungkinan dijumpainya
prospek mineralisasi emas. Keterdapatan emas primer dan panas bumi umumnya
berada pada daerah tinggian, terpencil, dan infrastruktur yang terbatas. Pengolahan
emas memerlukan energi, sehingga keberadaan panas bumi dapat digunakan untuk
memenuhi kebutuhan khususnya listrik pada lokasi tambang emas. Selain itu kondisi
daerah tinggian dengan suhu udara relatif dingin, potensi panas bumi dapat digunakan
secara langsung untuk keperluan wisata air panas.
3.2 Genesis Endapan Emas High Sulfide
Pembentukan endapan emas di Indonesia terkait dengan aktivitas hidrotermal,
yaitu berupa cairan panas dari sisa magma atau cairan panas yang berasal dari air
tanah yang terpanasi oleh magma. Aktivitas magmatik sebagai sumber panas untuk
menghasilkan fluida hidrotermal merupakan pengontrol utama terbentuknya deposit
emas. Hidrotermal sebagai media pembentukan deposit emas, terbentuk pada jalur
gunung api aktif maupun jalur gunung api yang sudah tidak aktif, melintasi hampir
9

sebagian besar wilayah kepulauan Indonesia yang berupa jalur magmatik, sebagai
daratan membentang sepanjang 15 ribu km. Sepanjang jalur tersebut emas berpotensi
terbentuk. Aktivitas magmatik selain membentuk deposit emas, hidrotermal yang
terperangkap di bawah lapisan tudung (cap rock) juga merupakan sumber energi panas
bumi.

Emas dalam bentuk cebakan di alam dijumpai dalam dua tipe, yaitu cebakan
emas primer dan emas sekunder. Cebakan emas primer umumnya terbentuk oleh
aktivitas hidrotermal, yang membentuk tubuh bijih dengan kandungan utama silika.
Cebakan emas primer mempunyai bentuk sebaran berupa urat atau dalam bentuk
tersebar pada batuan. Aktivitas hidrotermal menghasilkan cebakan emas dengan
komponen utama silika, terdiri dari dua tipe, yaitu tipe tersebar mengisi pori batuan
atau replacement batuan samping dan tipe mengisi celah dari kekar atau sesar. Tipe
tersebar umumnya mempunyai kadar relatif rendah namun dapat dijumpai berupa
tubuh bijih yang sangat besar. Cebakan mengisi celah membentuk bijih emas urat
kuarsa/silika. Lingkungan pembentukan emas pada daerah endapan mata air panas,
lingkungan epitermal, sampai dengan mesotermal. Sebagai hostrock tempat
10

bersarangnya bijih emas berupa batuan samping ataupun tubuh batuan magmatik yang
sekaligus sebagai sumber panas.
Aktivitas hidrotermal untuk membentuk deposit emas dalam sekala ekonomis
memerlukan tersedianya sumber panas dalam rentang waktu yang cukup. Sumber
panas yang umum dijumpai yaitu magma. Keberadaan magma sebagai sumber panas
diperlukan tubuh magma yang memungkinkan untuk menyediakan sumber panas
dalam jangka waktu yang lama. Tubuh magma berbentuk cakram dengan tebal satu
kilometer dapat menyediakan panas sampai seratus ribu tahun. Selain dimensi tubuh
magma, perulangan aktivitas magmatik juga dapat menghasilkan sumber panas dalam
jangka waktu lama. Magma basaltik atau ultra basa umumnya membentuk tubuh
magma dalam dimensi kecil, sehingga cepat menjadi dingin. Sedangkan magma
bersifat asam cenderung membentuk tubuh magma berukuran besar, sehingga tidak
cepat dingin menjadi beku. Oleh sebab itu, kondisi geologi untuk berpotensi
terbentuknya emas sekala ekonomis berada di daerah terdapatnya batuan beku asam.
Proses oksidasi dan pengaruh sirkulasi air yang terjadi pada cebakan emas primer pada
atau dekat permukaan menyebabkan terurainya penyusun bijih emas primer. Proses
tersebut menyebabkan juga terlepas dan terdispersinya emas. Terlepas dan tersebarnya
emas dari ikatan bijih primer dapat terendapkan kembali pada rongga-rongga atau pori
batuan, rekahan pada tubuh bijih dan sekitarnya, membentuk kumpulan butiran emas
dengan tekstur permukaan kasar. Akibat proses tersebut, butiran-butiran emas pada
cebakan emas sekunder cenderung l

Model dan tipe mineralisasi emas


11

Proses erosi, transportasi dan sedimentasi yang terjadi terhadap hasil


disintegrasi cebakan emas pimer menghasilkan cebakan emas letakan/aluvial. Emas
letakan dapat berada pada tanah residu dari cebakan emas primer, sebagai endapan
koluvial, kipas aluvial, dan umumnya terdapat pada endapan fluviatil.

Model tentatif sistem panas bumi daerah ArjunoWelirang


Penunjaman lempeng menghasilkan aliran panas yang besar di bawah
permukaan, mengakibatkan terjadinya perubahan tekanan dan temperatur. Aliran panas
merambat secara konduksi pada batuan dan merambat secara konveksi melalui fluida
ke permukaan membentuk transfer panas berupa arus konveksi.
Dalam pembentukan sistem panas bumi diperlukan sumber panas, reservoir,
dan fluida untuk menghasilkan akumulasi energi. Sumber panas pada umumnya
berupa sisa magma atau tubuh plutonik seperti batolit. Sedangkan reservoir panas
bumi merupakan wadah di bawah permukaan yang bersifat sarang dan berdaya lulus
terhadap fluida, dapat menyimpan fluida panas (hidrotermal), serta mempunyai
temperatur dan tekanan tinggi dari sistem panas bumi.

12

Kerak silika mengandung emas 50 ppm, pada pipa PTLP


Gaya gravitasi mempengaruhi fluida yang dingin untuk bergerak ke bawah,
dan apabila mengalami kontak dengan sumber panas atau batuan penghantar panas
berubah menjadi fluida panas yang memiliki berat jenis yang lebih ringan. Sebagai
akibatnya

fluida

panas

tersebut

naik

kembali

ke

arah

permukaan

dan

mengubah/mengalterasi komposisi batuan sekitar yang dilewati, serta mengendapkan


mineral mineral pada pori batuan, kekar, dan patahan. Di antara mineral yang
diendapkan tersebut sebagian mempunyai nilai ekonomis, seperti emas, perak, dan
logam dasar. Aliran fluida panas dapat mencapai permukaan tanah, muncul sebagai
manifestasi panas bumi. Munculnya manifestasi panas bumi ke permukaan umumnya
dipengaruhi oleh adanya struktur geologi.
Batuan penudung (clay cap) merupakan lapisan tidak lulus air (impermeable)
yang berfungsi menahan fluida panas untuk tidak bergerak ke permukaan. Lapisan
tudung berupa lapisan lempung atau batuan impermeable yang lain. Lempung sebagai
lapisan tudung bisa merupakan hasil ubahan/alterasi oleh aktivitas hidrotermal yang
membentuk zona alterasi berupa argilik/lempung.
Manifestasi panas bumi terdiri dari mata air panas, tanah panas, kolam air
panas, lumpur panas, fumarol/solfatar, sinter, geyser, dan alterasi. Mata air panas,
adalah tempat keluarnya air tanah melalui celah-celah atau rekahan batuan secara
alami yang memiliki suhu lebih tinggi dari suhu badan atau udara sekitarnya. Biasanya
13

memiliki komposisi kimia yang beragam, dapat dikelompokkan menjadi tipe air panas
sulfat, klorida, dan bikarbonat. Tanah panas, adalah manifestasi panas bumi berupa
tanah panas beruap. Uapnya berasal dari air panas yang tertutupi lapisan tanah. Kolam
air panas, terbentuk karena adanya aliran air panas ke permukaan, membentuk kolam
dengan suhu di bawah titik didih, biasanya diiringi letupan-letupan kecil noncondensable gas CO2. Fumarol, berupa hembusan gas, terutama mengandung gas H2S
dan belerang. Geyser, merupakan mata air panas yang menyembur ke udara dengan
selang waktu tertentu dan ketinggian semburan beragam. Sinter, adalah endapan silika
atau karbonat hasil aktivitas mata air panas atau geyser. Alterasi, adalah perubahan
komposisi bantuan yang terbentuk akibat proses interaksi antara fluida panas dan gas
dengan batuan yang dilewati.

Mata air panas di daerah Prospek Emas Bombana, Sulawesi Tenggara


Keterdapatan Emas dan Panas Bumi Beberapa daerah prospek emas terdapat
manifestasi panas bumi, seperti prospek Ciawitali dan Cikotok di Provinsi Banten,
Gunung Gede diProvinsi Jawa Barat, Bombana di Provinsi Sulawesi Tenggara, serta
Tambang Emas Gosowong di Provinsi Maluku Utara. Lapangan panas bumi umumnya
berada di sepanjang busur magmatik khususnya pada lingkungan gunung api, tempat
terdapatnya sisa magma sebagai sumber panas, dengan batuan penyusun breksi dan tuf
bersifat porous yang dapat sebagai reservoir. Tektonik pada busur vulkanik umumnya
sangat aktif, menghasilkan struktur rekahan dan patahan. Struktur rekahan dan patahan
14

tersebut berfungsi sebagai reservoir dan sebagai jalur untuk lewatnya aliran fluida
hidrotermal. Demikian juga struktur lokal pada lingkungan gunung api akibat letusan
yang membentuk kaldera dan struktur ikutannya, potensial untuk berkembangnya
lapangan panas bumi. Lingkungan geologi berpotensi untuk terbentuknya lapangan
panas bumi tersebut juga merupakan lingkungan yang potensial terbentuknya deposit
emas.

Peta lokasi emas dan panas bumi di Pulau Halmahera


Selain itu panas bumi juga dijumpai pada daerah yang bukan merupakan busur
vulkanik. Manifestasi panas bumi berupa mata air panas terdapat di beberapa lokasi di
Kalimantan dan Sulawesi Tenggara. Seperti di Bombana, Sulawesi Tenggara, mata air
panas berasosiasi dengan keterdapatan deposit emas primer dan emas sekunder.
Proses alterasi yang berlangsung sebagai hasil aktivitas aliran hidrotermal
mengendapkan mineral di antaranya silika mengandung emas pada pori batuan,
15

sebagai replacement, atau mengisi struktur rekahan dan patahan. Aliran hidrotermal
sebagian sampai di permukaan tanah, menghasilkan manifestasi panas bumi. Sehingga
dapat dijumpai juga endapan silika mengandung emas di permukaan tanah.

BAB IV
MANFAAF EMAS DI BERBAGAI SEKTOR KEHIDUPAN MANUSIA

4.1 Manfat Dan Kegunaan Emas


Emas dapat mewakili berbagai makna. Dalam bidang ekonomi, emas menjadi
lambang kemakmuran. Dalam bidang sosial, emas meninggikan status sosial pemilik
dan pemakainya. Bahkan dalam bidang agama, emas kerap digunakan untuk mewakili
keagungan dewa-dewa. Memang begitu banyak peran dan manfaat emas. Berikut adalah
uraian tentang peran dan manfaat emas dalam berbagai segi kehidupan manusia.
4.2 Manfaat Emas Terkait Bidang Ekonomi
Manfaat emas salah satunya yaitu dapat dijadikan sebagai cadangan emas suatu negara
via Manfaat emas dalam bidang ekonomi tak perlu diragukan lagi. Perannya dalam
perekonomian telah tumbuh sejak zaman dahulu, ketika emas pertama kali dipakai sebagai
alat tukar dalam perdagangan. Dalam perkembangannya, dibuatlah uang emas yang
memudahkan umat manusia dalam transaksi jual beli. Namun, karena jumlahnya yang langka,
uang emas akhirnya tidak lagi dipakai atau karena alasan politik tertentu.
Meski demikian, emas masih dijadikan cadangan devisa suatu negara. Dengan nilai
jualnya yang tinggi, memiliki emas berarti memiliki kekayaan. Fakta bahwa emas selalu
dinilai tinggi ini menjadikan motivasi untukmenabung dalam bentuk emas. Maka dari
itu, emas juga sering kali dijadikan alat investasi jangka panjangmaupun pendek.

16

4.3 Manfaat Emas Terkait Bidang Sosial


Emas juga memiliki manfaat sosial yaitu meningkatkan status sosial Dalam kehidupan
sosial, manfaat emas sangat mudah diamati. Dalam bentuk apapun, kepemilikan emas sangat
berpengaruh terhadap kedudukan seseorang dalam status sosial. Seorang yang memiliki emas
akan dianggap lebih makmur dan, disadari atau tidak, ia akan menaiki tangga status sosialnya.
Hal ini tak jauh dari nilai emas itu sendiri yang dianggap berharga dan menjadi simbol
kemakmuran. Seorang yang memiliki emas, sekalipun sebagai simpanan yang tidak
dipamerkan, menjadikannya dipandang sebagai seorang berada. Lantas menjadikannya lebih
dihormati.

4.4 Manfaat Emas Terkait Bidang Budaya


17

Beberapa budaya juga memanfaatkan emas, salah satunya yaitu kintsukuroi


Di Jepang ada sebuah seni yang disebut Kintsugi atau Kintsukuroi, yaitu seni
memperbaiki cangkir yang telah pecah dengan emas. Dalam seni ini, cangkir yang telah
pecah dapat digunakan kembali setelah serpihannya direkatkan dengan sepuhan emas.

Umumnya kaum kebanyakan membuang begitu saja cangkir yang telah pecah,
karena tidak lagi bisa digunakan. Namun dalam seni Kintsugi, tumbuh filosofi bahwa
sesuatu yang telah rusak lebih baik dari yang baru, broken is better than new.
Filosofi semacam ini membawa kita belajar untuk menerima ketidaksempurnaan dalam
hidup. Selayaknya kita sebagai manusia yang berbuat salah dari waktu ke waktu, dan
terus memperbaiki diri dari waktu ke waktu.
4.5 Manfaat Emas Terkait Bidang Agama
Emas juga dimanfaatkan dalam ritual agama tertentu Dalam sejarah peradaban umat
manusia, emas menduduki posisi yang tinggi, bahkan dalam bidang agama. Emas kerap kali
digunakan sebagai media untuk mengungkapkan keagungan. Seperti dikutip dari buku karya
V. Elbern, emas dipandang sebagai bahan yang sesuai untuk menggambarkan dewadewa. Bukti manfaat emas dalam bidang agama ini dapat kita temukan dengan mengamati
sejumlah benda-benda keagamaan. Di Barakat Gallery, Amerika Serikat, tersimpan
peninggalan bersejarah dari kerajaan Hindu dan Budha yang pernah berjaya di Indonesia.
Peninggalan ini berupa arca-arca yang terbuat dari emas. Arca-arca ini menggambarkan
dewa-dewa yang disembah dalam agama Hindu.

18

4.6 Manfaat Emas Terkait Bidang Industri


Emas juga berperan dalam dunia industri Berdasarkan sifatnya, emas termasuk logam lunak
yang mudah ditempa. Lantaran sifatnya ini, emas mudah disulap ke dalam berbagai bentuk
yang diinginkan. Oleh karena itu, industri perhiasan yang memakai bahan dasar emas
memungkinkan orang untuk menawarkan beragam perhiasan dalam beaneka bentuk dan desain
yang cantik. Lantas, tak mengherankan lebih banyak perhiasan yang dibuat dari bahan emas.
Selain penampilannya yang berkilau dan memukau, dari segi industri perhiasan itu sendiri emas
merupakan bahan yang mudah dibentuk dan disulap ke dalam berbagai rupa.

4.7 Manfaat Emas Terkait Bidang Kesehatan


Selain gigi emas, emas juga dipakai untuk masker kesehatan Manfaat emas pada bidang
kesehatan dapat dilihat dari penggunaan logam mulia ini dalam mengatasi masalah gigi. Pada
zaman dahulu, masalah gigi berlubang diatasi dengan menambalkan emas.

19

Bahkan, gigi yang tanggal bisa diganti dengan gigi palsu berlapis emas. Emas
dipilih karena sifat logam ini yang tidak bereaksi terhadap oksidasi. Emas tidak akan
berkarat sehingga menjadikannya logam yang paling aman untuk menggantikan gigi.
Itulah tadi ulasan tentang beberapa peran dan manfaat emas dalam berbagai kehidupan
umat manusia. Melihat manfaat emas yang begitu banyak dalam berbagai segi
kehidupan, kita dapat melihat bahwa emas memang memiliki kedudukan yang penting.
Sepanjang umat manusia masih berlangsung, nampaknya emas masih akan terus digali
dan digunakan

BAB V
ENDAPAN TINGGI SULFIDA PADA EMAS
5.1 Endapan Emas High Sulfide
Endapan Tinggi sulfida adalah hasil dari cairan (dominan gas seperti SO2, HF, HCl)
yang disalurkan langsung dari magma panas. Cairan berinteraksi dengan tanah dan
membentuk asam kuat. Asam ini kemudian membusuk dan melarutkan batuan sekitarnya
yang hanya menyisakan silika dibaliknya, sering dalam formasi spons seperti yang dikenal
sebagai rongga silika. Emas dan kadang-kadang tembaga kaya akan air asin yang juga naik
dari magma kemudian mengendapkan logamnya di dalam tubuh rongga silika spons. Bentuk
ini merupakan endapan mineral pada umumnya ditentukan oleh distribusi rongga silika.
Kadang-kadang rongga silika dapat meluas jika cairan asam bertemu dengan suatu unit
geologi permeable.
20

Cairan asam secara progresif dinetralkan oleh batu selanjutnya cairan asam tadi
menjauh dari patahan. Batu-batu diubah oleh cairan ke dalam mineral sehingga semakin lebih
netral-stabil jauh dari patahannya. Akibatnya, zona yang terbentuk dari mineral alterasi
hampir selalu terbentuk dalam lapisan shell-seperti sekitar zona sesar. Biasanya urutannya
berpindah dari rongga silika (pusat patahan) melewati kuarsa-nontronit lalu ke kaolinitedickite, yang kaya akan batuan illite ke batuan yang kaya akan klorit saat mencapai zona luar
dari alterasi. Nontronit (mineral sulfat) dan kalonite, dickite, (mineral lempung) illite dan
klorit umumnya berwarna putih kekuningan. Clay dan alterasi sulfat (disebut sebagai
perubahan asam-sulfat) di sistem high-sulfida dapat meninggalkan zona yang sangat besar,
kadang-kadang sampai 100 kilometer persegi batuan berwarna visual mengesankan.

Sebaliknya, vein rendah sulfida terbentuk ketika cairan berinteraksi denganjumlah yang lebih
besar dari air bawah tanah saat mereka meningkat darimagma panas. Titik didih
yang lama dari cairan dalam sistem rendah sulfidamenghasilkan emas kelas tinggi (lebih
dari satu ons emas per ton) dan endapan perak. Cairan berinteraksi dengan batuan
sekitarnya dalam jangka waktu yang jauh lebih lama daripada cepatnya
aliran cairan tinggi sulfida.
Akibatnya, cairan menjadi encer dan dinetralkan sehingga silikanya larut. Silika
kemudian diendapkan di vein sebagai kuarsa, sering kali saat celahtertutup.
Ketika ini terjadi, tekanan gas di bawah bangunan patahan yang tertutup kemudian sampai
patahan yang tertutup tadi pecah, yang menyebabkan titik didih dan terendapkannya
emas. Setelah ledakan dari titik didih terjadi, kondisi menjadi pasif kembali, dan
kuarsa terendapkan sekali lagi.
21

Ini merupakan siklus dari hasil proses yang dikenal dengan tekstur bandeddari urat
kuarsa-adular'ia khas sistem urat rendah sulfida. Urat kuarsa-adular'ia dapat berisi emas
yang bermutu tinggi (lebih dari satu onsemas per ton) dan endapan - endapan perak, selama
interval vertikal umumnya300 sampai 600 meter. Dalam dimensi vertikal ini, nilai emas yang
tinggidapat dibuat dalam sejumlah yang cukup besar dan mudah untuk menambang emasdi
daerah kompak yang sempit

Emas selalu ditemukan dalam batuan mineral logam yang mengandung belerang,
termasuk batuan bersulfida tinggi. Pada batuan jenis pyrite / pirit, kandungan emas umumnya
antara 0,2 gram / ton hingga 7 gram / ton. Batuan jenis pyrrhotite memiliki kandungan emas
antara 0,2 gram hingga 30 gram per ton ore, dan pada batuan berjenis arsenopyrite,
kandungan emas bisa ditemukan dalam jumlah yang jauh lebih tinggi, bahkan bisa mencapai
16 kg per ton ore.
Batuan emas bersulfida tinggi sulit diolah dengan cara-cara yang biasa, disebabkan
banyaknya belerang dan logam-logam dasar dalam batuan tersebut. Penggunaan merkuri
sebagai alat ekstraksi tidak efektif disebabkan belerang dalam batuan bisa membentuk
senyawa larut H2S selama proses penggilingan dan penghalusan di dalam tromol atau
glundung. Larutan H2S bereaksi dengan merkuri, membentuk lapisan merkuri II sulfide
(lapisan berwarna hitam) di kulit terluar dari dari merkuri :
H2S (l) + Hg (s) HgS (s) + H2 (g) ..(i)

22

Terbentuknya lapisan HgS di klulit terluar dari logam cair merkuri mengakibatkan
terhalangnya bijih emas untuk masuk dan melakukan penetrasi ke dalam merkuri, sehingga
membawa dampak sebagai berikut :

Rendahnya perolehan hasil bullion emas yang teramalgamasi, dimana bijih yang
teramalgamasi hanya berasal dari bijh emas yang memiliki diameter beasar dan
berkadar tinggi

Rusaknya merkuri, yang selanjutnya membentuk butiran-butiran kecil logam merkuri


di dalam tromol, dimana proses pecahnya logam-logam merkuri menjadi ukuran yang
lebih kecil ini disebabkan terbentuknya lapisan hitam merkuri II sulfida. Makin
banyak senyawa sulfida yang larut selama proses amalgamasi di dalam tromol, akan
mengakibatkan makin banyaknya merkuri yang membentuk bubur, dan makin tinggi
susut berat dari merkuri.
Adanya senyawa sulfida yang larut selama proses amalgamasi juga menyebabkan

rusaknya lapisan luar bijih emas, terutama pada bijih emas berkadar emas rendah (bijih emas
yang memiliki kadar Au di bawah 50%, dimana sisanya umumnya berupa logam perak). Ini
terjadi disebabkan perak pada bijih emas bereaksi dengan H2S, membentuk lapisan hitam
Ag2S di permukaan bijih emas. Senyawa perak sulfida yang terbentuk akan menghalangi
proses amalgamasi emas.
Ag (s) + H2S (l)

Ag2S (s) + H2 (g)

Belerang dalam batuan emas sulfida tinggi juga menyebabkan sulitnya bijih emas di
ekstraksi menggunakan sianida (refractory-sulit diolah). Faktor kesulitan disebabkan
kemungkinan terbentuknya banyak senyawa larut Na2S dan H2S selama berlangsungnya
proses sianidasi. Na2S dan H2S bereaksi dan merusak permukaan bijih emas, khususnya bijih
emas berkadar rendah, yang memiliki kandungan perak tinggi. Perak sulfida yang terbentuk
akibat bijih emas bereaksi dengan larutan Na2S atau H2S akan menyebabkan terbentuknya
bijih emas pasif, yang pada akhirnya sulit dilarutkan oleh pelarut sianida.
5.2 Ekstraksi Emas Sulfida Tinggi
Sianida bebas juga mengalami kerusakan akibat pengaruh larutan Na2S dalam proses
sianidasi. Dalam proses sianidasi, ion sulfida yang terbentuk dari belerang akan bereaksi
dengan ion CN-, membentuk senyawa larut thiocyanate, yang memiliki kemampuan
pelarutan emas yang sangat rendah. Rusaknya sebagian besar ion sianida bebas
23

memngakibatkan naiknya konsumsi sianida selama berlangsungnya proses leaching. Batuan


emas bersulfida tinggi umumnya mengandung mineral tembaga yang relatif tinggi. Dalam
proses sianidasi, tembaga memiliki laju pelarutan yang lebih tinggi dibanding emas dan
perak. Jumlah mineral tembaga yang tinggi akan menaikkan pemakaian sianida selama
berlangsungnya proses sianidasi. Pengayaan kandungan emas dari batuan emas sulfida tinggi
menggunakan flotasi, juga harus diikuti oleh proses lanjutan yang benar, dimana sebagian
besar praktisi pengolahan emas menggunakan flotasi sering mengalami kegagalan dalam hal
ini.
5.3 Tahap Eksplorsi Dan Batuan Pembawa Emas Pada Mineralisasi Sulfida
BERDASARKAN DATA PETROGRAFI DAN KIMIA DAERAH CIHONJE,
GUMELAR, BANYUMAS, JAWA TENGAH .Batuan pembawa logam dasar dan emas di
Indonesia umumnya terdapat pada batuan volkanik berumur Tersier. Namun, batuan yang
berpotensi sebagai pembawa logam dasar dan emas di daerah Cihonje, Gumelar, Banyumas
terdapat pada batuan sedimen Tersier. Kondisi ini mendorong untuk dilakukan penelitian
dengan tujuan untuk mengetahui kenapa keberadaannya
pada sedimen Tersier. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan penelitian lapangan,
pengambilan conto batuan terpilih untuk dilakukan dianalisis petrografi dan kimia batuan.
Hasilnya menujukkan bahwa didapatkan batupasir gampingan, breksi tersilisifikasi dan
terargilitisasi serta termineralisasi sebagai anggota Formasi Rambatan, batupasir anggota
Formasi Halang terpropilitisasi lemah serta sedikit termineralisasi, andesit basaltik Formasi
Kumbang dan urat-urat kalsit-adularia-kuarsalogam.
Alterasi dan mineralisasi hidrotermal yang terjadi disebabkan oleh intrusi andesit
basaltik Formasi Kumbang berbentuk sill atau dyke. Pada batuan volkanik Formasi
Kumbang, kandungan SiO2 vs K2O dan FeO*/MgO vs SiO2 menunjukkan komposisi basalt
dan andesit basaltik yang sebagian termasuk seri toleitik dan umumnya kapur alkali. Batuan
anggota Formasi Rambatan dan Formasi Halang bawah diinterpretasikan sebagai jebakan
(perangkap), batuan Formasi Kumbang sebagai jebakan dan pembawa logam, urat kalsitadularia-kuarsalogam adalah pembawa logam. Mineral mineral sulfida terdiri dari pirit,
khalkopirit, sfalerit, galena. Mineralisasi emas dan logam dasar dapat terjadi pada zona
epitermal mesotermal bersulfida rendah. Pembawa logam, jebakan, mineralisasi,
hidrotermal, sulfida rendah.

24

Secara umum, di Indonesia mineralisasi emas ditemukan pada batuan magmatik (beku
plutonik,volkanik) yang disebut pluto vulkanisma, yaitu ditunjukkan oleh hasil kegiatan
magmatisma berupa batuan intrusif dan volkanik (Sunarya & Yudawinata, 1996). Jika
mencermati jalur keterdapatan mineralisasi emas yang dibuat oleh Sunarya & Yudawinata
(1996), batuan perangkap terjadinya mineralisasi emas adalah pada batuan volkanik (batuan
beku dan batuan piroklastik).
Berbeda dengan hal tersebut, di daerah Cihonje, Kecamatan Gumelar, Kabupaten
Banyumas, Jawa Tengah, batuan yang berfungsi sebagai perangkap (jebakan) mineralisasi
emas adalah batuan sedimen klastik. Oleh karenanya akan dibahas batuan yang berfungsi
sebagai jebakan (hosted rocks) dan batuan pembawa emas (gold bearing rocks) pada
mineralisasi yang terjadi di daerah tersebut. Untuk itu perlu dilakukan identifikasi batuanbatuan yang mengalami alterasi dan mineralisasi di lapangan serta pengambilan sejumlah
sampel batuan yang representatif.
Sejumlah sampel batuan yang terpilih dianalisis petrografi dan kimia untuk
memperkuat data lapangan dalam menentukan batuan sebagai jebakan dan pembawa emas.
Di daerah penelitian terdapat empat macam batuan yang diinterpretasikan berhubungan
dengan terbentuknya mineralisasi emas: batupasir gampingan dan breksi teralterasi anggota
Formasi Rambatan, batupasir jenis grewake anggota Formasi Halang bagian bawah, andesit
basaltik anggota Formasi Kumbang, dan urat kuarsakalsit- adularia-logam. Batuan-batuan
yang paling terpengaruh dan berfungsi sebagai batuan perangkap (jebakan) untuk terjadinya
mineralisasi adalah batupasir gampingan dan breksi teralterasi anggota Formasi Rambatan,
sedangkan batupasir (grewake) Formasi Halang bagian bawah kurang terpengaruh. Untuk
batuan yang diinterpretasikan sebagai pembawa logam emas adalah urat kuarsa-kalsitadularia-logam yang diduga sebagai hasil kegiatan magma akhir yang muncul setelah intrusi
andesit basaltik Formasi Kumbang.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penelitian ini ditujukan untuk meneliti
khususnya batuan batuan yang berfungsi sebagai perangkap (hosted rocks) dan batuan
pembawa emas (gold bearing rocks) serta bagaimana hubungannya satu dengan yang lain
pada pembentukan mineralisasi sulfida daerah Cihonje, Gumelar, Banyumas, Jawa Tengah.
5.4 Lokasi Penelitian
Daerah penelitian secara administratif terletak sekitar 12 Km di sebelah baratdaya
Kecamatan Pakuncen yaitu di wilayah Desa Cihonje, Kecamatan Gumelar, Banyumas, Jawa
Tengah
25

Secara fisiografi daerah penelitian merupakan bagian jalur Pegunungan Serayu Utara (Van
Bemmelen, 1949, Armandita et al., 2009)
Pegunungan Serayu Utara tersebut membentang di Jawa bagian utara berupa geosinklin yang
terangkat. Ke arah barat, lanjutan bentangan fisiografis disebut Bogor Zone dan ke arah
timur sebagai Kendeng Ridge (Van Bemmelen, 1949).
Morfologi daerah penelitian berupa perbukitan bergelombang yang berkembang pada
cekungan belakang busur Tersier sebagai produk subduksi dari lempeng Indo-Australia
menunjam di bawah lempeng Asia Tenggara (Asikin, 1994 di dalam Ansori dan Puswanto,
2009).
5.5 Geologi Umum
Daerah penelitian termasuk di dalam Peta Geologi Bersistim, Indonesia (Gambar 1),
Skala 1:100.000, Lembar Purwokerto & Tegal (1309-3 & 1309-6) (Djuri et al., 1996) dan
Lembar Majenang (1308-5) (Kastowo & Suwarna,1996) yang diterbitkan oleh Pusat
penelitian dan Pengembangan Geologi, Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral
(ESDM). Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Daerah tersebut terletak di jalur Pegunungan
Serayu Utara (Van Bemmelen, 1949 di dalam Armandita et al, 2009; Permana et al., 2010).
Secara stratigrafi (Djuri et al., 1996; Kastowo &
Suwarna,1996) terdapat formasi-formasi batuan yang berumur Tersier dari tua ke muda yang
Lokasi pengamatan geologi serta pengambilan sampel batuan. Peta dasar diambil dari peta
geologi regional (Djuri et al., 1996; Kastowo dan Suwarna, 1996).

26

Gambar 1. Lokasi pengamatan geologi serta pengambilan sampel batuan. Peta dasar
diambil dari peta geologi regional (Djuri et al., 1996; Kastowo dan Suwarna, 1996).

Gambar 2. Fisiografi Jawa dan Madura (Van Bemmelen, 1949 di dalam Armandita et al.,
2009). Daerah penelitian merupakan bagian dari jalur Pegunungan Serayu Utara.

27

Terdiri dari Formasi Pemali (Tmp), Formasi Rambatan (Tmr), Formasi Halang
(Tmph), Formasi Kumbang (Tmk), Anggota Batugamping Formasi Tapak (Tptl), Formasi
Tapak (Tpt), dan Batuan Gunungapi Tak Terurai berumur Kuarter produk G. Slamet (Qvs),
Endapan Lahar G. Slamet (Qls), Aluvium (Qa)

Gambar 3. Korelasi Satuan Peta Daerah Purwokerto dan Tegal (Djuhri et al., 1996)

Formasi-formasi batuan tersebut dapat diuraikan mulai dari yang berumur tua ke
muda. Paling bawah adalah Formasi Pemali yang batuannya terdiri dari napal Globogerina
Sp., bersisipan batugamping pasiran, batupasir tufan. Di atasnya tedapat Formasi Rambatan
tersusun oleh serpih, napal dan batupasir gampingan, banyak dijumpai lapisan tipis kalsit
berserat yang posisinya tegak lurus bidang perlapisan. Kemudian di atasnya ditemukan
Formasi Halang yang terdiri dari batupasir dengan komposisi umumnya butiranbutiran
andesit, konglomerat tufaan dan napal,sisipan batupasir, batulempung, Formasi Kumbang
tersusun dari breksi, lava andesit dan tuf, di beberapa tempat terdapat breksi berfragmen
batuapung dan tuf pasiran. Di atasnya lagi terdapat Anggota Batugamping Formasi Tapak
yang terdiri dari lensa-lensa batugamping tak berlapis berwarna kelabu kekuningan.
28

Formasi Tapak yang batuannya berupa batupasir berbutir kasar berwarna kehijauan
dan konglomerat, setempat-setempat terdapat breksi andesit dan di bagian atas terdiri dari
batupasir gampingan dan napal berwarna hijau yang mengandung kepingan Moluska. Batuan
Gunungapi Slamet tidak terurai terdiri dari breksi gunungapi, lava dan tuf. Endapan Lahar
Gunung Slamet yang tersusun oleh lahar dengan bongkahan batuan gunungapi bersusunan
andesit-basalt yang berukuran 10-50 cm, sebagai produk kegiatan Gunung Slamet Tua. Paling
Gambar 3. Korelasi Satuan Peta Daerah Purwokerto dan Tegal (Djuhri et al., 1996)
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia muda adalah endapan Aluvium yang materialnya
berupa kerikil, pasir, lanau dan lempung yaitu sebagai endapan sungai dan pantai (Gambar 1,
dan 3).
Khususnya Formasi Halang dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu Formasi
Halang bagian bawah dan Formasi Halang bagian atas. Pada Formasi Halang bawah
didapatkan lapisan tipis kalsit berserat yang dijadikan sebagai ciri formasi tersendiri yang
disebut sebagai Formasi Rambatan atau Member Rambatan (Sumarso dan Suparyono, 1974).
Formasi Rambatan atau Formasi Halang bagian bawah ini anggotanya terdiri dari napal hijau,
batupasir tufaan gampingan, konglomerat dan breksi volkanik gampingan, sedangkan
Formasi Halang bagian atas terdiri dari napal, batupasir andesitan berwarna hijau. Umur
Formasi Halang disebutkan berkisar (N17-N19) atau Miosen Atas bagian bawah hingga
Pliosen Bawah (Sumarso dan Suparyono, 1974). Umur satuan batupasir anggota Formasi
Halang yang terdapat di daerah Gumelar, Banyumas menunjukkan Miosen Atas bagian atas
hingga Pliosen Bawah bagian atas (N18-N19) ( Indarto, 1985). Formasi Kumbang yang
batuannya terdiri dari batuan volkanik di dalam posisi stratigrafi terletak di atas atau lebih
muda dari pada Formasi Halang.
5.6 HASIL DAN PEMBAHASAN
Di daerah mineralisasi emas Cihonje dan sekitarnya didapatkan batuan yang
diasumsikan sebagai batuan perangkap dan batuan pembawa emas. Batuan-batuan tersebut
diantaranya batuan anggota Formasi Rambatan, batuan anggota Formasi Halang dan anggota
Formasi Kumbang. Khususnya di daerah penelitian, batuan anggota Formasi Halang dapat
dipetakan, sedangkan batuan anggota Formasi Rambatan dan Formasi Kumbang tidak dapat
terpetakan (Gambar 4).
Namun dari masing masing singkapan batuan yang menunjukkan ciri anggota suatu
formasi dan berkaitan dengan terjadinya mineralisasi di daerah Cihonje dan sekitarnya dapat
dijelaskan sebagai berikut.
29

Mineralisasi yang melibatkan batuan anggota Formasi Rambatan sebagai perangkap


(hosted rocks)
Singkapan batuan yang ditemukan di cabang Kali Harus berupa batupasir gampingan
berlapis warna abu-abu keputihan berselang-seling dengan batulanau gampingan dan sisipan
batulempung gampingan hitam, sering terdapat sisipan lapisan tipis kalsit berserat (fibrous
calcite) yang ketebalannya (1-2) cm (Gambar 5a). Arah jurus dan kemiringan perlapisan
batupasir gampingan tersebut U263oT/55o, dan di sekitar singkapan batupasir kadang-kadang
terdapat bongkahan batuan beku andesit basaltik Indarto Sri, et al., / Batuan Pembawa Emas
Pada Mineralisasi Sulfida Berdasarkan Data Petrografi dan Kimia Daerah Cihonje,
Gumelar, Banyumas, Jawa Tengah 120 (nomor sampel K.ARS-06). Pengamatan batuan dari
galian sumur uji (test pit) dengan kedalaman sekitar 10 m yang dibuat oleh para penambang
emas menunjukkan adanya batupasir gampingan berbutir halus, batulanau gampingan
termineralisasi dan terargilitasi lemah (K.ARS- 04 LB-1), grewake diterobos oleh veinlets
kalsit (graywacke crossed calcite veinlets) (K.ARS- 05A).
Pengamatan terhadap breksi abu-abu keputihan yang didapatkan di desa Cihonje:
fragmennya terdiri dari batuan volkanik dan sebagian batulempung, sehingga batuan tersebut
dapat dinamakan sebagai breksi polimik (sampel nomor CHJ-15), telah mengalami alterasi
kuat yang ditunjukkan oleh terbentuknya mineral silika dan argilik serta terdapat terobosan
urat-urat kalsit di dalamya yang kadang-kadang mengandung piritkhalkopirit. Hal yang sama
terjadi pada batupasir berwarna abu-abu keputihan yang mengalami argilitisasi dan
mineralisasi yang kadang-kadang diterobos oleh urat dan veinlet kalsit mengandung pirit dan
khalkopirit. Batuan tersebut umumnya dapat dilihat pada sumur uji (test pit) para penambang
emas baik di desa Cihonje maupun Paningkaban, yang kedalamannya sekitar 14 m (Sumur uji
4 Cihonje lokasi CHJ-14) hingga kedalaman 40 m (sumur uji CHJ-18).
Untuk mendetailkan data hasil pengamatan ingkapan batuan secara megaskopis
(Gambar 5a), dilakukan analisis petrografi dari sejumlah sampel yang dipilih di lapangan.
Analisis petrografi batulanau gampingan (calcareous siltstone) nomor sampel K.ARS-04,
menunjukkan tekstur klastik, bentuk butiran menyudut-membulat tanggung, ukuran butir
0,01-0,3mm, pemilahan butir kurang bagus, komposisi mineral serisit dan sedikit mineral
lempung sebagai matriks, felspar, fosil, mineral opak (bijih) dalam jumlah agak banyak,
diterobos veinlet-kalsit-dolomit berasosiasi dengan mineral opak (bijih logam), mika
(muskovit) (Gambar 5b). Berdasarkan data pengamatan batuan secara megaskopis di
lapangan dan hasil analisis petrografi tersebut di atas, tampak bahwa batupasir gampingan,
batulanau gampingan, breksi teralterasi yang diterobos oleh veinlets (barik-barik) kalsit yang
30

berasosiasi dengan adularia-kuarsa-mineral opak (logam), jika mengacu pada stratigrafi


(Sumarso dan Suparyono, 1974; Djuri et al., 1996; Kastowo & Suwarna, 1996), mempunyai
kesamaan sifat fisik dengan anggota Formasi Rambatan, dan dapat Zona silifikasi dan
argilitasi batuan anggota Formasi rambatan.

Gambar 4. Peta Geologi serta zona alterasi dan mineralisasi di daerah Cihonje, Gumelar,
Banyumas, Jawa Tengah.
Mineralisasi yang melibatkan batuan anggota Formasi Halang
Batuan yang dapat dijumpai di daerah penelitian adalah batupasir berbutir kasar-halus,
pemilahan butir (sortasi) kurang bagus-buruk, berwarna abuabu gelap berselang-seling
dengan batulempung hitam pecah-pecah, berlapis. Tebal perlapisan batupasir dari bawah ke
atas semakin menipis, ketebalan berkisar (2m-30cm), sedangkan tebal batulempungnya ke
arah atas semakin tebal. Pada
batupasir tersebut kadang-kadang ditemukan struktur sedimen turbidit dari sequence a hingga
e, yaitu: graded bedding/perlapisan bersusun yang materialnya berupa breksi yang terletak
pada urutan sequence) paling bawah (sequence pertama atau a), kemudian di atasnya terdapat

31

Gambar 5. (a) Singkapan batupasir gampingan (Bpsgp) di bagian bawah dan batulanau
gampingan (Blngp) di bagian atas berlapis terdapat kalsit berserat (fibrous calcite), (b)
Batulanau gampingan ( Calcareous siltstone) No. sampel K.ARS-04, (c) Urat-kalsit-dolomit/
Ve-Ks-Do ( No. Sampel : CHJ-10 A), (d) Ore bearing calcite-adularia-quartz vein (Ve-KsAd- Ku-Op) No. sampel : CHJ-37, (e) Ore bearing calcareous sandstone (batupasir
gampingan mengandung bijih = Btpsgp) No. sampel CHJ-40. Se-Serisit, Mlp-Mineral
lempung, Fd-Felspar, Fs-Fosil, Ve-Veinlets, Ks-Kalsit, Do-Dolomit, Op-Opak/ bijih logam,
Ad-Adularia, Ku-Kuarsa, Px-Piroksen, CHJ-Cihonje, Btpsgp-Batupasir gampingan, Blngpbatulanau gampingan. Indarto Sri, et al., / Batuan Pembawa Emas Pada Mineralisasi Sulfida
Berdasarkan Data Petrografi dan Kimia Daerah Cihonje, Gumelar, Banyumas, Jawa Tengah
122 laminasi sejajar (sequence kedua atau b), cross lamination atau laminasi gelembur arus
(sequence c). Di atasnya lagi diendapkan laminasi sejajar (sequence d) yang butirannya halus
dan yang paling atas endapan batuan yang butirannya sangat halus (sequence e). Batuan
yang menunjukkan struktur sedimen seperti itu adalah hasil endapan turbidit (Bouma, 1962),
dan dijadikan ciri khas untuk Formasi Halang (Mulhadijono, 1973). Singkapan batuan yang
32

mengandung struktur sedimen model turbidit tersebut (Gambar 6a) banyak dijumpai di
wilayah Kecamatan Gumelar yaitu Desa Cihonje (Kampung Ciuyah, Kampung Larangan,
Kampung Cilantung, Kampung Tajum), Desa Samudra (Kampung Paningkaban), wilayah
Kecamatan Ajibarang, di tebing dan dasar Kampung Harus. Struktur sedimen tersebut
umumnya didapatkan pada batuan breksi, batupasir jenis graywacke (grewake) berwarna abuabu gelap, berlapis dengan jurus dan kemiringan perlapisan sekitar 280oT/10o sering
berselang-seling dengan batulempung hitam, batulempung pasiran yang kadang-kadang
mempunyai terobosan veinlet kuarsa di dalamnya. Ke arah muara Kampung Harus, yaitu di
cabang Kampung Harus sebelah barat, didapatkan singkapan anggota Formasi Rambatan
yaitu batupasir gampingan berlapis abu-abu keputihan berselang-seling dengan batulanau
gampingan yang disisipi oleh lapisan tipis kalsit berserat (fibrous calcite) ketebalannya lebih
kurang 2 cm dengan arah jurus dan kemiringan perlapisannya U263oT/55o. Batas penyebaran
litologi antara batuan anggota Formasi Rambatan dengan Formasi Halang di lapangan dapat
ditemukan, yaitu ditunjukkan oleh singkapan batupasir Formasi Halang yang ditemukan di
Kampung Harus pada bagian muara yang mempunyai arah jurus dan kemiringan erlapisan
U280oT/10o. Kemudian ke arah muara dijumpai singkapan lapisan tipis kalsit berserat pada
batulanau gampingan berlapis anggota Formasi Rambatan dengan arah U263oT/55o.
Sehingga dapat diinterpretasikan bahwa secara normal batulanau gampingan yang
mengandung kalsit berserat merupakan anggota Formasi Rambatan yang diendapkan lebih
awal daripada batupasir anggota Formasi Halang. Namun setelah pengendapan kedua formasi
batuan tersebut, diduga terjadi gangguan struktur, berdasarkan dari masing-masing besarnya
arah jurus dan kemiringan perlapisan batuan. Jika mengacu stratigrafi yang dibuat oleh
Sumarso dan Suparyono (1974), Formasi Rambatan merupakan Formasi Halang bagian
bawah., Pembedanya adalah adanya kandungan kalsit berserat yang dijadikan sebagai ciri
khas untuk Formasi Rambatan. Sejumlah sampel batuan yang diasumsikan sebagai anggota
Formasi Halang, yang didapatkan di Kampung Harus dan sekitarnya, dianalisis secara
petrografi.
Urat kalsit-kuarsa sebagai pembawa bijih logam (ore bearing veins)
Pada penelitian di lapangan didapatkan dua macam urat, yaitu urat kalsit dan urat
kuarsakalsit, warna bening hingga keputihan, keduanya kadang-kadang mengandung mineral
logam, ketebalannya berkisar 1cm 3 cm, yang terdapat pada batupasir gampingan dan
breksi teralterasi anggota Formasi Rambatan. Urat-urat tersebut berbentuk stockworks terlihat
jelas pada dindingdinding sumur uji (test pit) para penambang emas di Desa Cihonje. Analisis
33

petrografi urat kalsit nomor sampel CHJ-10 A, menunjukkan tekstur kristalin membentuk
mozaik, ukuran kristal (1-6mm), komposisi mineral kalsit dan dolomit mengandung mineral
opak (bijih logam) yang menerobos batupasir gampingan (Gambar 5c) berlokasi di Kampung
Tajum. Analisis petrografi pada ore bearing quartz-adularia-calcite-vein, nomor sampel
CHJ-37, menunjukkan tekstur kristalin membentuk mozaik, ukuran kristal (0,2- 4mm),
komposisi mineralnya kalsit mengandung bijih (ore) dan berasosiasi dengan felspar (adularia
berbentuk euhedral) dan kuarsa, bijih logam >30%, berlokasi di lubang sumur uji Woto,
Cihonje (Gambar 5d). Analisis petrografi pada Ore bearing calcareous sandstone (batupasir
gampingan mengandung bijih) nomor sampel CHJ-40, berupa bongkahan, menunjukkan
tekstur klastik, ukuran butiran 0,02
- 2mm, matriks berupa mineral ubahan (silika dan felspar sekunder), fragmennya terdiri dari
kalsit, fragmen batuan, mineral opak (bijih), felspar/plagioklas (labradorit), piroksen, mika,
dan kalsit sebagai semen (Gambar 3e), berlokasi di Kampung Larangan cabang
KampungTajum, Cihonje. Urat dan veinlets kalsit-adularia-kuarsa-logam tersebut
diinterpretasikan sebagai larutan magma akhir yang pembawa logam (ore bearing veins).
Berdasarkan data lapangan dan petrografi, veinlets dan urat-urat tersebut banyak dijumpai
(menerobos) pada batuan sedimen klastik anggota Formasi Rambatan, sedangkan pada
batuan Formasi Halang dan Kumbang urat-urat kalsit dan kalsit-kuarsa sulit dijumpai (tidak
tampak).

34

35

DAFTAR PUSTAKA
Alzwar. M., Akbar. N., Bachri N., 1992, Peta Geologi Lembar Garut dan
Pameungpeuk (1:100.000), Dirjen Geologi & Sumberdaya Mineral, Pusat penelitian dan
pengembangan geologi (P3G), Bandung
Basuki N.I. Basuki , Prihatmoko S, Suparka E, 2012, Gold Mineralization
Systems In Southern Mountain Range, West Java, Proceedings Of Banda And
Eastern Sunda Arcs 2012 MGEI Annual Convention 26-27
November 2012, Malang, East Java, Indonesia
Harrison, R, 2013, Application of Terraspect spectral data in exploration at
Cascade, Northern Ecuador, SolGold Plc.
Hedenquist, J.W ., Arribas, A.Jr. and Reynolds, J.R., 1998 . Evolution of
intrusion-centered hydrothermal

systems:

Far

Southeast -Lepanto porphyry and

epithermal Cu-Au deposits, Phillippines, Economic Geology, v.93, p.373-404.


Kuswono. M., Kusmana, Sumarna. N., 1996, Peta Geologi Lembar Sindangbarang
dan Bandarwaru (1:100.000) edisi ke dua, Dirjen Geologi & Sumberdaya Mineral,
Pusat penelitian dan pengembangan geologi (P3G), Bandung.
Pratama, B., Setyandhaka., D., Maryono., A., Hermawan, W., Clode,
C.H.,2011, Application of PIMA Technology in Defining Gold and Cop per
Exploration Targets In Island Arc Settings : A Case Study from Sumbawa and Lombok,
Indonesia, IAGI 2008.
PT. Antam (persero) tbk, unit geomin, 2011, Assestment project generation
southern java, deliniate porphyry and high sulfidation system , tidak
dipublikasikan
Suparka, E., Aziz, M., Abdullah, C.I., and Suparka, 2007. Mineralization of CuAu Porphyry Deposits in Cihurip and Surrounding Area, Garut Regency, West Java.
Joint Convention The 36, IAGI Annual Convention & Exhibition, Bali,
36

Setijadji, D.L., Kajino, S., Imai, A., dan W atanabe, K., 2006, Cenozoic Island
Arc Magmatism in Java Island (Sunda Arc, Indonesia): Clues on Relationships between
Geodynamics of Volcanic Centers and Ore Mineralization, Journal of Resources
Geology vol.56, no.3, pp. 267 -292
White, N., 1996, Hydrotermal Alteration in Porphyry Copper Systems , 11 p. tidak
dipublikasikan

37

Anda mungkin juga menyukai