PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Batubara merupakan salah satu sumber energi primer yang memiliki
riwayat pemanfaatan yang sangat panjang. Penyediaan BBM mulai kritis karena
cadangannya terbatas sedangkan sumber kayu bakar juga kritis karena luas
kawasan hutan (terutama jawa) sudah kurang dari persyaratan ideal. Jadi salah
satu sumberenergi alternatif adalah batubara. Akhir-akhir ini harga bahan bakar
minyak dunia meningkat pesat yang berdampak pada meningkatnya harga jual
bahan bakar minyak termasuk Minyak Tanah di Indonesia.
Minyak Tanah di Indonesia yang selama ini di subsidi menjadi beban yang
sangat berat bagi pemerintah Indonesia karena nilai subsidinya meningkat pesat
menjadi lebih dari 49 trilun rupiah per tahun dengan penggunaan lebih kurang 10
juta kilo liter per tahun. Untuk mengurangi beban subsidi tersebut maka
pemerintah berusaha mengurangi subsidi yang ada dialihkan menjadi subsidi
langsung kepada masyarakat miskin.
Namun untuk mengantisipasi kenaikan harga BBM dalam hal ini Minyak
Tanah diperlukan bahan bakar alternatif yang murah dan mudah didapat.Briket
batubara merupakan salah satu bahan bakar padat alternatif yang terbuat dari
batubara, bahan bakar padat ini merupakan bahan bakar alternatifpengganti
minyak tanah yang mempunyai kelayakan teknis untukdigunakan sebagai bahan
bakar rumah tangga, industri kecil ataupun menengah.
Briket juga mempunyai keuntungan ekonomis karena dapat diproduksi
secarasederhana, memiliki nilai kalor yang tinggi, dan ketersediaan batubara
cukup banyakdi Indonesia sehingga dapat bersaing dengan bahan bakar lain.
1.2
Rumusan Masalah
1.
2.
5.
1.3
Tujuan
1.
2.
3.
4.
5.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Karbonisasi
Karbonisasi atau pengarangan adalah proses mengubah bahan menjadi
karbon berwarna hitam melalui pembakaran dalam ruang tertutup dengan udara
yang terbatas atau seminimal mungkin. Pada proses karbonisasi akan melepaskan
zat yang mudah terbakar seperti CO, CH 4, H2, formaldehid, metana, formik dan
acetil acid serta zat yang tidak terbakar seperti seperti CO 2, H2O dan tar cair.
Proses pembakaran dikatakan sempurna jika hasil pembakaran berupa abu dan
seluruh energi di dalam bahan organik dibebaskan ke lingkungan dengan
perlahan. Secara ringkas proses karbonisasi dapat ditampilkan dalam bagan
(Kurniawan dan Marsono 2008).
a.
Pembakaran Sempurna
Bahan
b.
Energi
Abu
Energi
Arang
membentuk uap air, methanol, uap-uap asam asetat dan hidrokarbon. Dengan
adanya proses karbonisasi maka zat-zat terbang yang terkandung dalam briket
diturunkan serendah mungkin sehingga produk akhirnya tidak berbau dan berasap.
Menurut Kurniawan dan Marsono (2008), pelaksanaan karbonisasi
meliputi teknik yang paling sederhana hingga yang paling canggih. Metode
karbonisasi yang paling sederhana dilakukan adalah metode pengarangan di dalam
drum. Arang yang dihasilkan lebih hitam jika dibandingkan dengan metode
pengarangan lainnya dan rendemen yang dicapai mendekati angka 5060 % dari
berat semula. Drum bekas aspal atau oli yang masih baik digunakan untuk
membuat arang. Bagian alas drum dilubangi kecil-kecil dengan paku atau bor besi
dengan jarak 1 cm x 1 cm, selanjutnya bahan baku dimasukkan ke dalam drum,
lalu api dinyalakan lewat bawah drum yang berlubang. Apabila asap mulai keluar,
berarti pembakaran bahan baku telah berlangsung.
2.2
Tujuan Karbonisasi
Tujuan dari proses karbonisasi adalah menaikkan kadar karbon padat dan
menghilangkan zat terbang (volatile matter) yang terkandung dalam batubara
serendah mungkin sehingga dihasilkan semi kokas atau kokas dengan kandungan
zat terbang yang ideal 8-15% dengan nilai kalori yang cukup tinggi di atas 6.000
kkal/kg. Kandungan zat terbang berhubungan erat dengan kelas batubara, makin
tinggi zat terbangnya maka makin rendah kelas batubara, karena zat terbang akan
mempercepat pembakaran karbon padatnya. Dengan karbonisasi juga akan
menghasilkan produk akhir yang tidak berbau dan berasap.
2.3
1978).Melalui
penelitian-penelitian
sebelumnya,
maka
Pengarangan (Karbonasi)
Karbon adalah suatu bahan padat yang berpori dan merupakan
hasil pembakaran tidak sempurna.Dalam istilah kimia, karbon adalah
karbon aktif yang mengandung 5 - 15% abu dan sisanya adalah karbon.
Selain unsur karbon yang tinggi, karbon juga mengandung unsur-unsur
lain yang terikat secara kimia sepertinitrogen, hidrogen, belerang,
oksigen dan abu mineral organik yang berasal dari bahan mentahnya
(Suarya, 1999).
pencetakan briket.
Pencampuran Perekat
Perekat adalah suatu zat atau bahan yang memiliki kemampuan
untuk mengikat dua benda melalui ikatan permukaan. Analisa berbagi
tepung pati-patian dapat dilihat pada Tabel berikut :
6
Jenis tepung
Air
(%)
(%)
(%)
(%)
Serat
kasar
Karbon
(%)
(%)
Tepung Jagung 10,52 1,27
4,89
8,48
1,04
73,8
Tepung Beras
7,58 0,68
4,53
9,89
0,82
76,9
Tepung Terigu
10,7 0,86
2
11,5
0,64
74,2
Tepung Tapioka 9,84 0,36
1,5
2,21
0,69
85,2
Tepung Sagu
14,1 0,67
1,03
1,12
0,73
82,7
Tabel Daftar Analisa Bahan Perekat(Anonimous, 1989).
Estela (2002) menggunakan dua cara dalam pembuatan briket
yaitu kompaksi rendah dengan menggunakan bahan pengikat tanah liat,
bentonit serta kanji dan kompaksi tinggi tanpa bahan pengikat.
Berdasarkan fungsi bahan perekat dan kualitasnya, pemilihan bahan
perekat dapat dibagi 2 yaitu:
1) Berdasarkan sifat perekatan briket
Karakteristik bahan baku perekatan untuk pembuatan briket adalah
sebagai berikut:
a) Memiliki gaya kohesi yang baik bila dicampur dengan semikolas
b) Mudah terbakar dan tidak berasap
c) Tidak mengeluarkan bau, tidak beracun dan tidak berbahaya
2) Berdasarkan Jenis
Jenis bahan baku yang umumnya dipakai sebagai perekat untuk
pembuatan briket yaitu:
a)
Perekat Anorganik
Perekat anorganik dapat menjaga ketahanan briket selama proses
pembakaran sehingga dasar permeabilitas bahan tidak terganggu.
b) Perekat Organik
Perekat organik menghasilkan abu yang relatif sedikit setelah
pembakaran briket dan umumnya merupakan bahan perekat yang
efektif, contohnya kanji. Dalam penelitian ini perekat yang
digunakan adalah tepung sagu dan kanji.
Ndraha (2009) dalam penelitiannya menyatakan bahwa perlakuan
persentase bahan pengikat memberi pengaruh sangat nyata terhadap
kualitas nilai kalor briket. Kriteria untuk menilai ketepatan komposisi
bahan pengikat dalam briket yaitu:
7
pengikatan
pada
briket
bertekanan
rendah
Pengeringan
Wijayanti (2009) mengeringkan briket dengan oven pada suhu
60oC selama 2 x 24 jam. Pengeringan bertujuan untuk menghilangkan
kadar air briket akibat pencampuran dengan bahan perekat sehingga yang
tersisa hanya kandungan air higroskopis bahan penyusunnya.
9
b.
Kadar abu
Kandungan abu merupakan ukuran kandungan material dan
berbagai material anorganik didalam benda uji. Menurut Earl (1974)
dalam Husada (2008), abu adalah bahan yang tersisa misalnya pada kayu,
apabila kayu dipanaskan hingga berat konstan. Kadar abu ini sebanding
dengan kandungan bahan anorganik di dalam kayu. Salah satu unsur
utama yang terkandung dalam abu adalah silika dan pengaruhnya kurang
baik terhadap nilai kalor yang dihasilkan. Abu terdiri dari bahan mineral
didefinisikan sebagai nilai kalor bakar dari bahan bakar tersebut. Untuk
bahan bakar padat seperti batubara, nilai kalor bakarnya dapat diukur
dengan
menggunakan
kalorimeter
bomb
(Kulshrestha,
1989).
Berat jenis
11
Jenis-Jenis Briket
Briket batubara terdiri atas 2 jenis :
1. Jenis berkarbonisasi (super), jenis ini mengalami proses karbonisasi
sebelum menjadi briket. Proses karbonisasi batubara adalah proses
karbonisasi zat terbang yang dikandung batubara sehingga dihasilkan
karbon sebagai sisa padatan dan disebut sebagai kokas atau semikokas.
Selain itu dihasilkan juga cairan (campuran dari hidrokarbon lainnya dan
air) dan gas (Sukandarrumidi, 2006). Dengan proses karbonisasi, zat-zat
terbang yang terkandung dalam briket batubara diturunkan serendah
mungkin sehingga produk akhirnya tidak berbau dan berasap, namun biaya
produksi menjadi meningkat karena pada batubara tersebut terjadi
rendemen sebesar 50%. Briket ini cocok untuk digunakan untuk keperluan
rumah tangga.
12
13
d. Suhu Karbonisasi
Proses karbonisasi sekam padi yang terbaik diperoleh pada suhu 240
250oC selama 2 jam dan pada suhu 200 oC didapatkan sekam padi yang
belum terkarbonisasi sempurna, sedangkan pada suhu 300 320oC telah
terbentuk abu.
2. Jenis non karbonisasi (biasa), jenis yang ini tidak dikarbonisasi sebelum
diproses menjadi briket dan harganya pun lebih murah. Karena zat
terbangnya masih terkandung dalam briket batubara, maka pada
penggunaannya lebih baik menggunakan tungku (bukan kompor) sehingga
akan menghasilkan pembakaran yang sempurna dimana seluruh zat
terbang yang muncul dari briket akan habis terbakar oleh lidah api
dipermukaan tungku. Briket ini umumnya digunakan untuk industri kecil
Gambar 2.2 Flow chart pembuatan briket batubara non karbonisasi (biasa)
Devolatisasi
Proses pengeringan akan dilanjutkan dengan proses devolatisasi/
pirolisis. Setelah proses pengeringan, bahan bakar mulai mengalami
proses dekomposisi, yaitu pecahnya ikatan kimia secara termal dan zat
terbang akan keluar dari partikel.
3.
Pembakaran Arang
Proses pengeringan dan pirolisismenyisakan arang (fix carbon) dan
sedikit abu, kemudian partikel bahan bakar mengalami tahapan oksidasi
arang yang memerlukan 70 - 80 % dari total waktu pembakaran
(Mujiono, 2009). Laju pembakaran arang tergantung pada konsentrasi
oksigen, temperatur gas, bilangan Reynolds, ukuran, dan porositas arang.
temperatur
udara
pembakaran
menyebabkan
semakin
Tipe Telor (Egg), berbentuk oval dengan panjang 46-48 mm, lebar 32-39
mm, dan tebal bagian tengah 20-24 mm. Pada bagian tepi pinggir dibuat
pipih tumpul (tidak meruncing), sehingga mudah dibakar mulai dari
bagian pinggir ke bagian tengah (Sukandarrumidi, 2006).
2.4
sebagai sumber kalori, kokas berreaksi dengan oksigen dari tiupan udara
menghasilkan panas untuk melelehkan besi dan slag;
sebagai unggun yang kuat, poros dan media permeabel agar sirkulasi dan
distribusi gas pereduksi optimal.
Kokas digunakan terutama untuk melebur bijih besi dan bahan besi lainnya
dalam blast furnace, bertindak baik sebagai sumber panas dan sebagai bahan
kimia pereduksi, untuk memproduksi pig iron, atau logam panas. Kokas, bijih
besi, dan batu kapur dimasukkan ke dalam blast furnace, yang bekerja secara
terus menerus. Udara panas ditiupkan ke dalam tungku untuk membakar kokas,
yang berfungsi sebagai sumber panas dan oksigen, sebagai zat pereduksi untuk
menghasilkan besi metalik. Dalam penyediaan panas ini, secara kimiawi dapat
mengubah bijih yang seperti batu menjadi bentuk logam cair. Kokas juga
membantu memisahkan gas dari logam cair. Sementara gas naik di dalam tungku,
logam cair tenggelam ke bawah dimana ia akan diambil untuk diproses lebih
lanjut menjadi baja. Kapur bertindak sebagai fluks dan juga menyatu dengan
kotoran untuk membentuk terak. Industri baja menggunakan kokas sebagai
sumber panas untuk menghasilkan logam cor. Industri lainnya menggunakan
kokas untuk peleburan batuan fosfat untuk menghasilkan unsur fosfor dan
produksi kalsium karbida.
18
b.
c.
2.
Kadar sulfur yang rendah, sponge coke dengan kadar logam yang
rendah, setelah proses kalsinasi, dapat digunakan untuk membuat anoda pada
industri aluminium. Industri aluminium merupakan industri satu-satunya yang
mengkonsumsi kokas paling banyak. Untuk setiap pon dari aluminium yang
dihasilkan melalui proses peleburan hampir lb dari kokas hasil kalsinasi
yang digunakan. Needle coke merupakan petroleum coke yang paling banyak
dipesan yang dihasilkan dari bahan aromatik dengan kandungan sulfur yang
rendah. Penggunaan utama dari needle coke yang dkalsinasi adalah pada
pembuatan elektroda grafit untuk dapur elektrik pada industri baja. (Robert A.
Meyers, 1986)
a.
2.
Hasil cair
Terbuat dari campuran hidrokarbon (zat arang cair) disebut tar
dan larutan yang mengandung air yang mengandung jenis bahan-bahan
3.
21
Tujuan Proses
Menghasilkan semikokas
Temperatur sedang
750-900
Temperatur tinggi
900-1050
dan gas
Menghasilkan kokas keras
Proses Karbonisasi
Temperatur rendah
Secara umum sifat fisik dan kimia kokas (parameter) yang diinginkan setelah
karbonisasi adalah sebagai berikut :
apparent density antara 0,85-0,95 untuk kokas temperatur tinggi dan 0,75
untuk semikokas;
Kekuatan shatter kokas yang berukuran 2,0 inch, 1,5 inch dan 1,0 inch
masing-masing 80, 90 dan 98%.
23
Karbon padat (char) : sebagai bahan baku kokas briket dan kokas
metalurgi yang digunaan untuk tanur tiup.
2.
Yang bersifat volatile terdiri atas gas amonia, tar dan minyak ringan
(bahan bakar cair ringan )
2.
2.5
Plastometer Gieseler
Plastometer Gieseler adalah viskometer yang memantau viskositas sampel
batubara yang telah dileburkan. Dari tes ini direkam data-data sbb.
5.
a.
b.
c.
Viskositas maksimum
d.
Indeks Roga
25
BAB III
PENUTUP
nilai kalori yang cukup tinggi di atas 6.000 kkal/kg. Proses karbonisasi batubara
untuk menjadi kokas terjadi pada saat batubara dengan spesifikasi tertentu (kalori
tinggi) pada pemanasan bebas udara pada temperature 9000C dalam waktu tertentu
sehingga terjadi pengkayaan karbon tetap (FC) menjadi char dan menghasilkan
cairan dan gas. Hasil karbonisasi terdiri dari Karbon padat (char) sebagai bahan
baku kokas briket dan kokas metalurgi yang digunaan untuk tanur tiup. Yang
bersifat volatile terdiri atas gas amonia, tar dan minyak ringan (bahan bakar cair
ringan )
DAFTAR PUSTAKA
27
28