Oleh:
Syarifah Chaira
1507101030154
Pembimbing
dr. Farida, Sp. S (K)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan pada Allah SWT yang telah menciptakan manusia,
karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas presentasi kasus
ini. Shalawat dan salam penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW, atas semangat
perjuangan dan panutan bagi umatnya.
Adapun Presentasi Kasus yang berjudul Trauma Medulla Spinalis ini diajukan
Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Seniorpada Bagian/SMF
Neurologi Fakultas Kedokteran Unsyiah BLUD RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
Penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi tingginya kepada
dr. Farida, Sp. S (K) yang telah meluangkan waktunya untuk memberi arahan dan bimbingan
dalam menyelesaikan tugas ini.
Dengan kerendahan hati, penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari
kesempurnaan. Saran dan kritik dari dosen pembimbing dan teman-teman akan penulis terima
dengan tangan terbuka, semoga dapat menjadi bahan pembelajaran dan bekal di masa
mendatang.
Penulis
DAFTAR ISI
14
22
23
BAB I
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama
: Tn. S.A.
Usia
: 53 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Status Perkawinan
: Menikah
Alamat
: Pidie
Suku
: Aceh
Pekerjaan
: Pedagang
No RM
: 1-10-03-77
Tanggal Masuk
: 23 Agustus 2016
Tanggal Periksa
: 31 Agustus 2016
Anamnesis
Keluhan Utama
Kelemahan keempat anggota gerak atas dan bawah
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien merupakan rujukan dari RS Sigli dengan kelemahan keempat anggota gerak
sejak 14 hari yang lalu. Anggota gerak bawah hanya dapat digerakkan ke kiri kanan tanpa
gerakan mengangkat kaki, sedangkan anggota gerak atas tidak mampu menggerakkan jarijemari. Sebelumnya, pasien jatuh dari sepeda motor pada tanggal 17 Agustus 2016 dalam
keadaan terduduk kemudian telungkup. Pasien mengaku sempat pingsan selama lima menit.
Setelah itu, pasien dibawa ke puskesmas terdekat dan langsung dirujuk ke RS Sigli. Pasien
berada di RS Sigli selama lima hari, untuk kemudian dirujuk ke RSUDZA Banda Aceh. Pada
saat kecelakaan, pasien tidak mengeluhkan adanya keluar darah, baik dari hidung maupun
telinga. Dikeluhkan pasien bahwa giginya copot, gusi berdarah dan nyeri pada pinggang,
sedangkan keluhan mual, muntah, demam, sakit kepala tidak dijumpai. Pasien mengaku
merasa kebas pada bagian anggota gerak atas. Pasien BAK dengan menggunakan kateter.
Riwayat mencret dan nyeri sejak masuk rumah sakit dan mulai berangsur membaik.
2.
Riwayat trauma karena terjatuh dari sepeda motor dalam posisi terduduk sejak 14 hari
yang lalu.
IVFD RL 20 gtt/i
Methyl prednisolon 1000 mg
Mecobalamin 500 gr/12 jam
Citicolin 1 gr/12 jam
: 15 (E4 M6 V5)
Tekanan darah
: 110/60 mmHg
Nadi
: 72x /menit
Nafas
: 18x /menit
Suhu
: 37,1oC
Mata
: pupil bulat isokor, ukuran 3 mm/ 3 mm; RCL (+/+); RCTL (+/+)
KGB
Leher
Thorak
:
5
Paru
: Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: sonor
: Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Palpasi
Perkusi
: Timpani
Kesadaran
: GCS: 15 (E: 4, V: 5, M: 6)
Pupil
: (+/+)
: (+/+)
Rangsang Meningeal
Kaku Kuduk
: (-)
Tanda Kerniq
: (-)
Tanda Laseque
: (-)
Tanda brudzinski I
: (-)
Tanda brudzinski II
: (-)
: (-)
Sakit kepala
: (-)
Kejang
: (-)
Kanan
Kiri
1. Ukuran pupil
3 mm
3 mm
2. Bentuk pupil
bulat
bulat
5. Nistagmus
6. Strabismus
7. Eksoftalmus
8. Melihat kembar
Nervus III, IV, VI (gerakan okuler)
Kanan
Kiri
Lateral
Atas
Bawah
Medial
Diplopia
Kelompok Motorik
Kiri
Mengerutkan dahi
Menutup mata
Menggembungkan pipi
Memperlihatkan gigi
Sudut bibir
Kanan
Kiri
Bicara
Menelan
Mengangkat bahu
Memutar kepala
Nervus XII (fungsi motorik)
Artikulasi lingualis
Baik
Menjulurkan lidah
Kelompok Sensoris
Badan
Motorik
Gerakan respirasi
: Thorako Abominalis
: Simetris
Sensibilitas
Rasa suhu
Rasa nyeri
: Ada.
Rasa raba
: Ada.
: (+ /+)
Kekuatan
: 2555/5552
Trofi
: N/N
Refleks Fisiologis
1.
Biceps
: (3+/3+)
2.
Triceps
: (3+/3+)
Refleks Patologis
Refleks Hoffman Tromner
: (+/+)
Sensibilitas
Sensibilitas
Rasa suhu
Rasa nyeri
Rasa raba
Kanan
Kiri
Tidak dilakukan pemeriksaan Tidak dilakukan pemeriksaan
Ada
Ada
Ada
Ada
: (+/+)
Kekuatan
: 2222/2222
Trofi
: N/N
8
Refleks
Refleks Fisiologis
Kanan
Kiri
Patella
: (+3)
(+3)
Achilles
: (+3)
(+3)
Babinski
: (+)
(+)
Oppenheim
: (-)
(-)
Chaddock
: (+)
(+)
Gordon
: (-)
(-)
Schaefer
: (-)
(-)
Refleks Patologis
Klonus
Paha
: (-)
Kaki
: (-)
Tanda Laseque
: (-)
Tanda Kernig
: (-)
Gerakan Abnormal
: Tidak ditemukan
Fungsi Vegetatif
Miksi
Defekasi
Koordinasi Keseimbangan
Cara Berjalan
Romberg Test
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal
23/08/2016
Darah Rutin
9
Hemoglobin
11,3 g/dl
Hematokrit
32 %
Leukosit
Trombosit
Eritrosit
MCV
MCH
MCHC
E/B/NB/NS/L/M
GDS
Natrium
Kalium
Clorida
Ureum
Creatinin
7,1x103/mm3
110x102 U/L
4,4x106/mm3
74 fL
26 pg
35%
0/0/0/72/12/16
160 mg/dl
124 mmol/L
4,0 mmol/L
95 mmol/L
44 mg/dl
0,60 mg/dl
Radiologi
Lumbosacral AP/Lat (dari RS Sigli)
Gambar 1.1
Foto Lumbosacral AP
10
11
Kesimpulan
Trauma medulla spinalis
12
Diagnosis
1.
2.
3.
4.
Diagnosis Klinis
Diagnosis Topik
Diagnosis Etiologi
Diagnosa Patologi
Penatalaksanaan
Non farmakologi
1. Bedrest
Farmakologi
1.
2.
3.
4.
IVFD RL 20 gtt/i
IV Methyl prednisolone 125 mg/12 jam
IV Mecobalamine 500 mg/12 jam
Gabapentin 2 x 300 mg
Rehabilitasi Medik
-
Fisioterapi dengan menggunakan alat bantu Cervical Collar atau sering disebut collar neck
Bladder Training dengan menggunakan teknik intermitten catheterization
Prognosis
Qou ad vitam
: Dubia ad bonam
Quo ad functionam
: Dubia ad bonam
Quo ad sanactionam
: Dubia ad bonam
BAB II
PEMBAHASAN
13
anggota gerak disebut dengan tetraparese. Tetraparese berdasarkan topisnya dibagi menjadi
dua, yaitu: Tetraparese spastik terjadi karena kerusakan yang mengenai upper motor neuron
(UMN), sehingga menyebabkan peningkatan tonus otot, peningkatan reflek fisiologis serta
refleks patologis. Sedangkan tetraparese flaksid adalah tetraparese yang terjadi karena
kerusakan lower motor neuron (LMN) dan menyebabkan terjadinya penurunan tonus otot,
refleks fisiologis, refleks patologis.
Kerusakan pada upper motor neuron (UMN) dapat disebabkan adanya lesi medulla
spinalis setinggi servikal. Sedangkan kerusakan pada lower motor neuron (LMN) dapat
mengenai motoneuron, radiks dan saraf perifer, maupun pada otot itu sendiri. Pada hasil
pemeriksaan MRI kasus ini ditemukan kontusio medulla spinalis VCs 5,6,7, dengan disc
bulging ke posterior tanpa menekan thecal sac. Kerusakan susunan neuromuscular di lokasi
UMN, akan memberikan gambaran gerakan refleks fisiologis yang meningkat, juga
timbulnya refleks patologis oleh karena refleks tendon lebih peka daripada keadaan biasa.
Dalam hal ini gerakan otot timbul secara berlebihan, walaupun perangsangan pada tendon
sangat lemah. Hiperefleksia merupakan keadaan setelah impuls inhibisi dari susunan
pyramidal dan ekstrapiramidal tidak dapat disampaikan ke motorneuron. Pada kasus ini,
pasien mengalami spastis (kaku), hiperefleksia serta dijumpainya refleks patologis seperti
Hoffmann tromner, Babinski dan Chaddok sebagai reaksi terhadap penarikan diri
(withdrawal).
Kerusakan medulla spinalis terjadi akibat kompresi tulang, herniasi disk, hematoma,
edema, regangan jaringan saraf dan gangguan sirkulasi pada spinal. Adanya perdarahan
akibat trauma dari grey sampai white matter menurunkan perfusi vascular dan menurunkan
kadar oksigen serta menyebabkan iskemia pada daerah cedera. Keadaan tersebut lebih lanjut
mengakibatkan edema sel dan jaringan menjadi nekrosis. Sirkulasi dalam white matter akan
kembali normal kurang lebih 24 jam. Perubahan kimia yang terjadi adalah meningkatnya
asam laktat dalam jaringan dan menurunnya kadar oksigen secara cepat 30 menit setelah
trauma. Meningkatnya norepinefrin terjadi disebabkan karena efek iskemia, rupture vascular,
atau nekrosis jaringan saraf.
Trauma pada daerah leher dapat bermanifestasi pada kerusakan struktur kolumna
vertebra, kompresi diskus, sobeknya ligamentum servikalis, dan kompresi medulla spinalis
pada setiap sisinya, sehingga menekan spinal yang dapat bermanifestasi pada kompresi radiks
dan dstribusi saraf sesuai segmen dari tulang belakang servikal.
Gambaran klinik dari trauma medulla spinalis tergantung pada lokasi dan besarnya
kerusakan yang terjadi. Selain gejala sesuai segmental yang terkena seperti pada tabel
dibawah, terdapat pula beberapa gejala lainnya, seperti nyeri akut pada belakang leher, dan
15
menyebar sepanjang saraf yang terkena, penurunan keringat dan fungsi pernafasan,
perubahan refleks, hipotensi, bradikardi, spasme otot, maupun terjadinya gangguan seksual
(ereksi).
Tabel 1. Kondisi Patologis Saraf Spinal Akibat Cedera
Batas Cedera
C1-C4
C5
C6
C7
C8
T1-T8
T9-T12
L1-L3
dari
abdomen
bagian
bawah
dan
tungkai.
Tidak
L4-S1
S2-S4
Ada dua tipe lesi yang diklasifikasikan pada cedera medulla spinalis, yaitu lesi komplit
dan lesi inkomplit, Lesi komplit dapat menyebabkan kehilangan kontrol otot dan sensorik
dibawah lesi secara total, sedangkan lesi inkomplit mungkin hanya terjadi kelumpuhan otot
ringan (parese) atau kerusakan sensorik, maupun campuran dari keduanya. Berikut akan
dijelaskan perbandingan klinik lesi komplit dan inkomplit.
Tabel 2. Tubulasi perbandingan klinik lesi komplit dan inkomplit
Karakteristik
Motorik
Lesi Komplit
Hilang dibawah lesi
16
Lesi Inkomplit
Sering (+)
Sering (+)
Sering (+)
vibrasi)
Sacral Sparing
Ro. Vertebrae
Negatif
Positif
Sering fraktur, luksasi, atau Sering normal
Gambaran MRI
listesis
Hemoragik (54%), Kompresi Edema
(25%)
(62%),
Kontusio
Dari penjelasan tersebut, dapat diketahui bahwa pasien dalam kasus ini memiliki lesi
inkomplit. Pasien mengalami lumpah pada kedua tungkai bawah dan jari-jari yang tidak
mampu menggenggam. Pasien juga sedikit merasakan kebas-kebas pada ekstremitas atas, hal
ini menunjukkan pasien tidak mengalami kehilangan fungsi motorik dan sensorik secara total.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada kasus ini adalah Sinal X thorakolumbal
posisi AP dan lateral, juga MRI.
Berdasarkan referensi disebutkan bahwa sinar X spinal akan sangat menentukan lokasi
dan jenis cedera tulang (fraktur, dislokasi). Pada kasus-kasus yang tidak menunjukkan
kelainan radiologis, pemeriksaan lanjutan yang sebaiknya dilakukan adalah CT Scan dan
Magnetic Resonance Imaging, dimana dari CT Scan dapat diketahui tempat luka/jejas, dan
mengevaluasi gangguan struktural, sedangkan dari MRI dapat mengidentifikasi adanya
kerusakan saraf spinal, edema dan kompresi. Pasien pada kasus ini tidak melakukan
pemeriksaan penunjang CT Scan oleh karena fasilitas yang kurang mendukung.
Selain itu dapat juga dilakukan mielografi pada penderita trauma daerah spinal,
khususnya segmen lumbal, sebab sering terjadi herniasi diskus intervertebralis.
Penatalaksanaan dari cedera medulla spinalis dimulai dari :
Penatalaksanaan kedaruratan
Tatalaksana terhadap pasien ditempat kejadian sangat penting, karena penatalaksanaan
yang tidak tepat akan mengakibatkan kerusakan fungsi neurologik. Korban kecelakaan
bermotor, trauma olahraga, jatuh atau trauma langsung pada leher harus
dipertimbangkan mengalami trauma medulla spinalis hingga bukti trauma ini
disingkirkan.
1. Ditempat kecelakaan, korban harus dimobilisasi pada papan spinal dengan kepala
dan leher dalam posisi netral, untuk mencegah trauma komplit.
2. Salah satu anggota tim harus mengontrol kepala pasien untuk mencegah fleksi,
rotasi atau ekstensi kepala.
3. Tangan ditempatkan pada kedua sisi dekat telinga untuk mempertahankan traksi
dan kesejajaran, sementara papan spinal atau alat imobilisasi servikal dipasang.
17
4. Paling sedikit empat orang harus mengangkat korban dengan hati-hati keatas
papan untuk memindahkan korban ke rumah sakit. Adanya gerakan memuntir
dapat merusak medulla spinalis ireversibel yang menyebabkan fragmen tulang
vertebrae terputus, patah atau bahkan memotong spinal.
Sebaiknya pasien dirujuk ke trauma spinal regional atau pusat trauma karena personel
multidisiplin dan pelayanan pendukung dituntut untuk menghadapi perubahan destruktif yang
terjadi beberapa jam pertama setelah trauma. Memindahkan pasien selama pengobatan
departemen kedaruratan dan radiologi dilakukan diatas papan pemindahan. Pasien harus
dipertahankan dalam posisi eksternal. Tidak ada bagian tubuh yang terpuntir atau tertekuk,
juga pasien tidak boleh dibiarkan mengambil posisi duduk.
Pasien harus ditempatkan diatas sebuah stryker atau kerangka pembalik lain ketika
merencanakan pemindahan ke tempat tidur. Selanjutnya jika sudah terbukti bahwa ini bukan
trauma medulla spinalis, pasien dapat dipindahkan biasa tanpa bahaya. Jika stryker atau
kerangka pembalik lain tidak tersedia, pasien dapat ditempatkan diatas matras padat dengan
papan tempat tidur dibawahnya.
18
6. Pengelolaan cedera stabil tanpa defisit neurologis seperti angulasi atau baji dari badan
ruas tulang belakang, fraktur proses tranverses, spinosus dan lainnya. Tindakannya
simptomatis (istirahat baring hingga nyeri berkurang), imobilisasi dengan fisioterapi
untuk pemulihan kekuatan otot secara bertahap.
7. Farmakoterapi :
Analgesik untuk membantu rasa sakit dan mengurangi peradangan di sekitar saraf
-
Pada kasus ini penatalaksanaan yang diberikan dibagi 2, yaitu: penatalaksanaan secara
supportif dan medikamentosa. Untuk penatalaksanaan secara supportif dengan bedrest. Hal
ini dilakukan untuk menstabilkan dan mengistirahatkan tulang belakang. Dimana menurut
teori, saat cedera medulla spinalis disangkakan, tulang belakang harus dimobilisasi untuk
mencegah cedera neurologis yang lebih lanjut. Selanjutnya adalah penatalaksanaan secara
medikamentosa. Untuk terapi yang diberikan pada kasus ini adalah:
Steroid yaitu methyl prednisolone. Steroid dosis tinggi dapat mengurangi efek sekunder
dari cedera medulla spinalis. Selain itu, The National Acute Spinal Cord Injury Studies
(NASCIS) II dan III, melaporkan bahwa telah diverifikasi adanya peningkatan yang
signifikan dalam fungsi motorik dan sensorik pada pasien dengan cedera medulla
spinalis komplit maupun inkomplit, yang dapat diobati dengan dosis tinggi
20
BAB III
KESIMPULAN
Cedera atau trauma medulla spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang
disebabkan oleh benturan pada daerah medulla spinalis. Mayoritas cedera medulla spinalis
disebabkan oleh kecelakaan bermotor dan olahraga, luka tembak, dan cacat bawaan saraf
tulang
belakang.
Gejala
klinis
dari
cedera
medulla
spinalis
dapat
berupa
kelemahan/kelumpuhan dari anggota gerak yang dapat diklasifikasikan menjadi lesi pada
LMN ataupun UMN, nyeri akut pada belakang leher dan menyebar sepanjang saraf yang
terkena, kehilangan kontrol kandung kemih, serta penurunan fungsi pernafasan. Gejala-gejala
yang terjadi tergantung pada lokasi dan besarnya kerusakan yang terjadi. Diagnosis cedera
medulla spinalis didasarkan pada gejala klinis, pemeriksaan fisik,
penunjang lainnya seperti X-ray thorakolumbal, CT-Scan, MRI.
21
dan pemeriksaan
DAFTAR PUSTAKA
1. Baehr dan Frotscher. 2010. Diagnosis Topik Neurologi DUUS Anatomi, Fisiologi,
Tanda, Gejala. Ed.4. Jakarta: EGC.
2. Brunner dan Sudarth. 2001. Buku Ajar Keperawaan Medikasi Bedah. Ed.8. Vol.3.
Jakarta: EGC.
3. Fehlings MG and Perrin RG. The role and Timing of Early Decompression for Cervical
Spinal Cord Injury: Update with A Review of Recent Clinical Evidence. Injury. Jul
2005;36 Suppl 2:B13-26
4. Garrison, 1995. Dasar-Dasar Terapi dan Rehabilitasi. Jakarta: Hipokrates
5. Luckman J and Sorensens R.C. 1993. Medical Surgical Nursing a Psychophysiologic
Approach, Ed:4, Philadelphia; WB, Souders Company.
6. Maja, Junita. 2013. Diagnosis dan Penatalaksanaan Cedera Servikal Medulla Spinalis.
Jurnal Biomedik, Vol.5(3) p. 181-189. Manado: Bagian Neurologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sam Ratulangi.
7. Perdossi. 2006. Konsensus Nasional Penanganan Trauma Kapitis dan Trauma Spinalis.
Jakarta: PT Prikarsa Utama
8. Schreiber, Donald. 2009. Spinal Cord Injuries. Available et www.emedicine.com
9. Stiell IG, Clement CM, McKnight RD, et.al. The Canadian C-spine Rule versus the
NEXUS Low-risk Criteria in Patients with Trauma. N Engl J Med. Dec 25
2003;349(26):2510-8.
10. Trombly, A Mary Vining Radomsk. 2002. Occupatonal Therapy for Physical
Dysfunction. Fifth Edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
11. Wise Young, Ph. D., M.D. 2009. Acute Spinal Injury. Center for Collaborative
Neuroscience. Rutgers University, Priscataway: New Jersey.
22
Follow Up
31/08/1
6
Th/
-
IVFD RL 20 gtt/i
IV Methyl prednisolone 125
mg/24 jam
IV Mecobalamine 500 mg/12
jam
IV Omeprazole 40 mg/12 jam
Gabapentin 2x300 mg
Loperamide 1 tab tiap dare(K/P)
bila diare
Sucralfat syr 3xCI
Cotrimoxazole 2x2 tab
Pkl.
06.00
H-9
01/09/1
O/
GCS : E4M6V5
TD : 110/60 mmHg
RR : 18 x/i
N : 72 x/i
P/
Th/
Pkl.
06.00
H-10
02/09/1
6
O/
GCS : E4M6V5
TD : 100/60 mmHg
RR : 20 x/i
N : 84 x/i
T : 36.9C
IVFD RL 20 gtt/i
IV Methyl prednisolone 125
mg/24 jam
IV Mecobalamine 500 mg/12
jam
IV Omeprazole 40 mg/12 jam
Gabapentin 2x300 mg
Sucralfat syr 3xCI
P/
IVFD RL 20 gtt/i
IV Mecobalamine 500 mg/12
jam
IV Omeprazole 40 mg/12 jam
Gabapentin 2x300 mg
Sucralfat syr 3xCI
Th/
24
Pkl.
06.15
O/
GCS : E4M6V5
TD : 110/60 mmHg
RR : 18 x/i
N : 80 x/i
T : 36,8C
Mata : pupil isokor (3mm / 3mm)
RCL (+/+), RCTL (+/+)
Motorik : 2555 5552
2222 2222
Sensorik : Ada
Otonom : BAK terpasang kateter,
BAB (-)
R. Fisiologis : +3/+3
+3/+3
R. Patologis : Babinski (+) Chaddock
(+)
A/
1. Tetraparese tipe UMN ec Cedera
Medulla Spinalis
2. Gastroenteritis akut
03/09/1 S/ lemah pada jari-jari tangan, dan
6
lemah pada tungkai bawah, lecet pada
bagian punggung
P/
-
H-11
Th/
-
Pkl.
06.30
O/
GCS : E4M6V5
TD : 110/70 mmHg
RR : 20 x/i
N : 76 x/i
T : 36,8C
IVFD RL 20 gtt/i
IV Mecobalamine 500 mg/12
jam
IV Omeprazole 40 mg/12 jam
Gabapentin 2x300 mg
Sucralfat syr 3xCI
P/
-
H-12
A/
Tetraparese tipe UMN ec Cedera
Medulla Spinalis
26