Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KASUS

TRAUMA MEDULLA SPINALIS


Diajukan untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat dalam Menjalani Kepaniteraan
Klinik Senior pada Bagian Neurologi
Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala
Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

Oleh:
Syarifah Chaira
1507101030154

Pembimbing
dr. Farida, Sp. S (K)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BAGIAN/SMF ILMU NEUROLOGI RSUDZA BANDA ACEH
2016

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan pada Allah SWT yang telah menciptakan manusia,
karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas presentasi kasus
ini. Shalawat dan salam penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW, atas semangat
perjuangan dan panutan bagi umatnya.
Adapun Presentasi Kasus yang berjudul Trauma Medulla Spinalis ini diajukan
Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Seniorpada Bagian/SMF
Neurologi Fakultas Kedokteran Unsyiah BLUD RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
Penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi tingginya kepada
dr. Farida, Sp. S (K) yang telah meluangkan waktunya untuk memberi arahan dan bimbingan
dalam menyelesaikan tugas ini.
Dengan kerendahan hati, penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari
kesempurnaan. Saran dan kritik dari dosen pembimbing dan teman-teman akan penulis terima
dengan tangan terbuka, semoga dapat menjadi bahan pembelajaran dan bekal di masa
mendatang.

Banda Aceh, September 2016

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .....................................................................................

DAFTAR ISI ...................................................................................................

BAB II LAPORAN KASUS ..........................................................................

BAB III PEMBAHASAN...............................................................................

14

BAB IV KESIMPULAN ................................................................................

22

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................

23

BAB I
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama

: Tn. S.A.

Usia

: 53 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Agama

: Islam

Status Perkawinan

: Menikah

Alamat

: Pidie

Suku

: Aceh

Pekerjaan

: Pedagang

No RM

: 1-10-03-77

Tanggal Masuk

: 23 Agustus 2016

Tanggal Periksa

: 31 Agustus 2016

Anamnesis
Keluhan Utama
Kelemahan keempat anggota gerak atas dan bawah
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien merupakan rujukan dari RS Sigli dengan kelemahan keempat anggota gerak
sejak 14 hari yang lalu. Anggota gerak bawah hanya dapat digerakkan ke kiri kanan tanpa
gerakan mengangkat kaki, sedangkan anggota gerak atas tidak mampu menggerakkan jarijemari. Sebelumnya, pasien jatuh dari sepeda motor pada tanggal 17 Agustus 2016 dalam
keadaan terduduk kemudian telungkup. Pasien mengaku sempat pingsan selama lima menit.
Setelah itu, pasien dibawa ke puskesmas terdekat dan langsung dirujuk ke RS Sigli. Pasien
berada di RS Sigli selama lima hari, untuk kemudian dirujuk ke RSUDZA Banda Aceh. Pada
saat kecelakaan, pasien tidak mengeluhkan adanya keluar darah, baik dari hidung maupun
telinga. Dikeluhkan pasien bahwa giginya copot, gusi berdarah dan nyeri pada pinggang,
sedangkan keluhan mual, muntah, demam, sakit kepala tidak dijumpai. Pasien mengaku
merasa kebas pada bagian anggota gerak atas. Pasien BAK dengan menggunakan kateter.
Riwayat mencret dan nyeri sejak masuk rumah sakit dan mulai berangsur membaik.

Riwayat Penyakit Dahulu


1.

Hipertensi, Diabetes Mellitus disangkal.

2.

Riwayat trauma karena terjatuh dari sepeda motor dalam posisi terduduk sejak 14 hari
yang lalu.

Riwayat Penyakit Keluarga


1 Hipertensi, Diabetes Melitus, Asma, Alergi disangkal.
2 Tidak ada anggota keluarga pasien yang mengalami hal serupa
Riwayat Penggunanaan Obat
Pengobatan yang didapatkan pasien di RS Sigli, yaitu:
1.
2.
3.
4.

IVFD RL 20 gtt/i
Methyl prednisolon 1000 mg
Mecobalamin 500 gr/12 jam
Citicolin 1 gr/12 jam

Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi dan Kebiasaan


1 Pasien adalah seorang pedagang di toko aluminium yang bekerja untuk pembuatan perabot
rumah tangga.
2 Pasien adalah ayah dari 4 anak dan 1 istri.
3 Pasien memiliki kebiasaan merokok dan minum kopi.
Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Kesadaran

: 15 (E4 M6 V5)

Tekanan darah

: 110/60 mmHg

Nadi

: 72x /menit

Nafas

: 18x /menit

Suhu

: 37,1oC

Kepala dan Leher


Kepala

: normocephali, rambut berwarna putih kehitaman, tidak mudah dicabut

Mata

: pupil bulat isokor, ukuran 3 mm/ 3 mm; RCL (+/+); RCTL (+/+)

KGB

: leher, aksila dan inguinal tidak membesar

Leher

: JVP 5-2 CmH20

Thorak

:
5

Paru

: Inspeksi

: simetris kiri dan kanan

Palpasi

: fremitus normal kiri sama dengan kanan

Perkusi

: sonor

Auskultasi : vesikuler, ronchi (-), wheezing (-)


Jantung

: Inspeksi

: iktus tidak terlihat

Palpasi

: iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V

Perkusi

: batas-batas jantung dalam batas normal

Auskultasi : irama teratur, bising (-)


Abdomen : Inspeksi

: Tidak tampak membuncit

Palpasi

: Hepar dan lien tidak teraba, ballotement (-)

Perkusi

: Timpani

Auskultasi : Bising usus (+) Normal


Status Neurologis
Keadaaan umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: GCS: 15 (E: 4, V: 5, M: 6)

Pupil

: Isokor (3 mm/3 mm)

Reflek Cahaya Langsung

: (+/+)

Reflek Cahaya Tidak Langsung

: (+/+)

Rangsang Meningeal
Kaku Kuduk

: (-)

Tanda Kerniq

: (-)

Tanda Laseque

: (-)

Tanda brudzinski I

: (-)

Tanda brudzinski II

: (-)

Peningkatan tekanan intrakranial


Muntah

: (-)

Sakit kepala

: (-)

Kejang

: (-)

Pemeriksaan Nervus Cranialis


Nervus III (otonom)
6

Kanan

Kiri

1. Ukuran pupil

3 mm

3 mm

2. Bentuk pupil

bulat

bulat

3. Refleks cahaya langsung

4. Refleks cahaya tidak langsung

5. Nistagmus

6. Strabismus

7. Eksoftalmus

8. Melihat kembar
Nervus III, IV, VI (gerakan okuler)

Kanan

Kiri

Lateral

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Atas

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Bawah

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Medial

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Diplopia
Kelompok Motorik

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Pergerakan bola mata :

Nervus V (fungsi motorik)


1. Membuka mulut

Tidak dijumpai trismus

2. Menggigit dan mengunyah


Nervus VII (fungsi motorik)

Dalam batas normal


Kanan

Kiri

Mengerutkan dahi

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Menutup mata

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Menggembungkan pipi

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Memperlihatkan gigi

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Sudut bibir

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Kanan

Kiri

Bicara

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Menelan

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Mengangkat bahu

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Memutar kepala
Nervus XII (fungsi motorik)

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Nervus IX & X (fungsi motorik)

Nervus XI (fungsi motorik)

Artikulasi lingualis

Baik

Menjulurkan lidah
Kelompok Sensoris

Dalam batas normal

Nervus I (fungsi penciuman)

Tidak bisa dilakukan pemeriksaan, tidak ada


7

Nervus V (fungsi sensasi wajah)

ketersediaan alat pemeriksaan.

Nervus VII (fungsi pengecapan)


Nervus VIII (fungsi pendengaran)

Badan
Motorik
Gerakan respirasi

: Thorako Abominalis

Bentuk columna vertebralis

: Simetris

Sensibilitas
Rasa suhu

: Tidak dilakukan pemeriksaan.

Rasa nyeri

: Ada.

Rasa raba

: Ada.

Anggota Gerak Atas


Motorik
Pergerakan

: (+ /+)

Kekuatan

: 2555/5552

Trofi

: N/N

Refleks Fisiologis
1.

Biceps

: (3+/3+)

2.

Triceps

: (3+/3+)

Refleks Patologis
Refleks Hoffman Tromner

: (+/+)

Sensibilitas
Sensibilitas
Rasa suhu
Rasa nyeri
Rasa raba

Kanan
Kiri
Tidak dilakukan pemeriksaan Tidak dilakukan pemeriksaan
Ada
Ada
Ada
Ada

Anggota Gerak Bawah


Motorik
Pergerakan

: (+/+)

Kekuatan

: 2222/2222

Trofi

: N/N
8

Refleks
Refleks Fisiologis

Kanan

Kiri

Patella

: (+3)

(+3)

Achilles

: (+3)

(+3)

Babinski

: (+)

(+)

Oppenheim

: (-)

(-)

Chaddock

: (+)

(+)

Gordon

: (-)

(-)

Schaefer

: (-)

(-)

Refleks Patologis

Klonus
Paha

: (-)

Kaki

: (-)

Tanda Laseque

: (-)

Tanda Kernig

: (-)

Gerakan Abnormal

: Tidak ditemukan

Fungsi Vegetatif
Miksi

: Pasien terpasang kateter

Defekasi

: Dalam batas normal

Koordinasi Keseimbangan
Cara Berjalan

: Pasien tidak bisa berjalan

Romberg Test

: Tidak dilakukan pemeriksaan

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium

Tanggal
23/08/2016

Darah Rutin
9

Hemoglobin

11,3 g/dl

Hematokrit

32 %

Leukosit
Trombosit
Eritrosit
MCV
MCH
MCHC
E/B/NB/NS/L/M
GDS
Natrium
Kalium
Clorida
Ureum
Creatinin

7,1x103/mm3
110x102 U/L
4,4x106/mm3
74 fL
26 pg
35%
0/0/0/72/12/16
160 mg/dl
124 mmol/L
4,0 mmol/L
95 mmol/L
44 mg/dl
0,60 mg/dl

Radiologi
Lumbosacral AP/Lat (dari RS Sigli)

Gambar 1.1
Foto Lumbosacral AP

10

Gambar 1.2 Foto Lumbosacral Lateral


MRI Medulla Spinalis

11

Gambar 1.3 MRI Thorakolumbal

Gambar 1.4 MRI Thorakolumbal


MRI Thorakolumbal Tanpa Kontras
1. Tampak lesi isointens pada T1WI dan menjadi hyperintens pada T2WI di spinal cord
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

setinggi VCS-5, kesan spinal cord contusion


VCS-5, 6,7 disc bulging ke posterior lateral tanpa menekan thecal sac
Tampak osteofit
Allignment baik
Curve cervical selurus
Canalis spinalis tampak lurus
Tak tampak spondylolisthesis
Jaras syaraf tampak normal
Tak tampak hambatan aliran liquor cerebrospinalis

Kesimpulan
Trauma medulla spinalis

12

Diagnosis
1.
2.
3.
4.

Diagnosis Klinis
Diagnosis Topik
Diagnosis Etiologi
Diagnosa Patologi

: Tetraparese tipe UMN


: Medulla spinalis segmen cervical 5,6,7
: Cedera medulla spinalis
: Kontusio medulla spinalis, disc bulging ke posterolateral

Penatalaksanaan
Non farmakologi
1. Bedrest
Farmakologi
1.
2.
3.
4.

IVFD RL 20 gtt/i
IV Methyl prednisolone 125 mg/12 jam
IV Mecobalamine 500 mg/12 jam
Gabapentin 2 x 300 mg

Rehabilitasi Medik
-

Fisioterapi dengan menggunakan alat bantu Cervical Collar atau sering disebut collar neck
Bladder Training dengan menggunakan teknik intermitten catheterization

Prognosis
Qou ad vitam

: Dubia ad bonam

Quo ad functionam

: Dubia ad bonam

Quo ad sanactionam

: Dubia ad bonam

BAB II
PEMBAHASAN

13

Telah dilaporkan seeorang pasien laki-laki berumur 53 tahun dengan keluhan


kelemahan pada keempat anggota gerak sejak 14 hari yang lalu. Anggota gerak bawah hanya
dapat digerakkan ke kiri kanan tanpa bisa diangkat, sedangkan kedua anggota gerak atas tidak
dapat menggerakkan jari-jari. Pasien merasakan kebas pada bagian ekstremitas atas.
Sebelumnya, pasien terjatuh dari sepeda motor dalam keadaan terduduk. Pasien mengaku,
setelah kejadian pasien pingsan selama lima menit. Dikeluhkan pasien gigi copot dan keluar
darah dari gusi,selain itu pasien juga merasakan nyeri pada pinggang.
Dari pemeriksaan fisik dijumpai kelemahan anggota gerak atas dengan kekuatan
2555/5552 dan kekuatan anggota gerak bawah senilai 2222/2222. Ditemukan refleks
fisiologis pada pasien meningkat, dan terdapat adanya refleks patologis yaitu refleks
hoffmann tromner pada anggota gerak atas, serta refleks patologis babinski dan chaddock
pada anggota gerak bawah. Pada pasien ini telah dilakukan foto thorakolumbal AP/Lateral
serta MRI Thorakolumbal dengan kesan kontusio medulla spinalis VCs 5,6,7, disc bulging ke
posterior tanpa menekan thecal sac. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang tersebut, ditegakkan diagnosis klinis tetraparese tipe UMN et causa
trauma medulla spinalis.
Trauma medulla spinalis merupakan salah satu penyebab gangguan fungsi saraf yang
sering menimbulkan kecacatan permanen pada usia muda. Trauma medulla spinalis terjadi
pada jaringan medulla spinalis yang dapat menyebabkan fraktur atau pergeseran dari satu
bahkan lebih dari tulang vertebrata, ataupun kerusakan jaringan medulla spinalis lainnya,
termasuk akar-akar saraf yang berada sepanjang medulla spinalis hingga menyebabkan defisit
neurologis. Chairuddin Rasjad (1998) menegaskan bahwa semua trauma tulang belakang
harus dianggap suatu trauma hebat sehingga sejak awal pertolongan pertama dan transportasi
ke rumah sakit, penderita harus diperlakukan secara hati-hati.
Sesuai dengan kasus diatas, kejadian ini lebih dominan dialami pria dibandingkan
wanita, yaitu sekitar lebih dari 75% dari semua cedera. Etiologi dari trauma medulla spinalis
beraneka ragam, seperti kecelakaan lalu lintas, jatuh dari tempat ketinggian, kecelakaan
olahraga, luka tusuk, luka tembak ataupun tumor.
Sejak tahun 2005, persentase tertinggi penyebab paling umum dari cedera tulang
belakang (SCI) tetap kecelakaan bermotor (42%), luka tembak (27,1%), kekerasan
interpersonal primer (15,3%) dan olahraga (7,4%).
Cedera medulla spinalis dapat menyebabkan kelemahan/kelumpuhan pada anggota
gerak tubuh, atau lebih dikenal dengan sebutan parese. Kelemahan yang dimaksud adalah
hilangnya sebagian fungsi otot untuk satu atau lebih kelompok otot yang dapat menyebabkan
gangguan mobilitas bagian yang terkena. Kelemahan/kelumpuhan yang mengenai keempat
14

anggota gerak disebut dengan tetraparese. Tetraparese berdasarkan topisnya dibagi menjadi
dua, yaitu: Tetraparese spastik terjadi karena kerusakan yang mengenai upper motor neuron
(UMN), sehingga menyebabkan peningkatan tonus otot, peningkatan reflek fisiologis serta
refleks patologis. Sedangkan tetraparese flaksid adalah tetraparese yang terjadi karena
kerusakan lower motor neuron (LMN) dan menyebabkan terjadinya penurunan tonus otot,
refleks fisiologis, refleks patologis.
Kerusakan pada upper motor neuron (UMN) dapat disebabkan adanya lesi medulla
spinalis setinggi servikal. Sedangkan kerusakan pada lower motor neuron (LMN) dapat
mengenai motoneuron, radiks dan saraf perifer, maupun pada otot itu sendiri. Pada hasil
pemeriksaan MRI kasus ini ditemukan kontusio medulla spinalis VCs 5,6,7, dengan disc
bulging ke posterior tanpa menekan thecal sac. Kerusakan susunan neuromuscular di lokasi
UMN, akan memberikan gambaran gerakan refleks fisiologis yang meningkat, juga
timbulnya refleks patologis oleh karena refleks tendon lebih peka daripada keadaan biasa.
Dalam hal ini gerakan otot timbul secara berlebihan, walaupun perangsangan pada tendon
sangat lemah. Hiperefleksia merupakan keadaan setelah impuls inhibisi dari susunan
pyramidal dan ekstrapiramidal tidak dapat disampaikan ke motorneuron. Pada kasus ini,
pasien mengalami spastis (kaku), hiperefleksia serta dijumpainya refleks patologis seperti
Hoffmann tromner, Babinski dan Chaddok sebagai reaksi terhadap penarikan diri
(withdrawal).
Kerusakan medulla spinalis terjadi akibat kompresi tulang, herniasi disk, hematoma,
edema, regangan jaringan saraf dan gangguan sirkulasi pada spinal. Adanya perdarahan
akibat trauma dari grey sampai white matter menurunkan perfusi vascular dan menurunkan
kadar oksigen serta menyebabkan iskemia pada daerah cedera. Keadaan tersebut lebih lanjut
mengakibatkan edema sel dan jaringan menjadi nekrosis. Sirkulasi dalam white matter akan
kembali normal kurang lebih 24 jam. Perubahan kimia yang terjadi adalah meningkatnya
asam laktat dalam jaringan dan menurunnya kadar oksigen secara cepat 30 menit setelah
trauma. Meningkatnya norepinefrin terjadi disebabkan karena efek iskemia, rupture vascular,
atau nekrosis jaringan saraf.
Trauma pada daerah leher dapat bermanifestasi pada kerusakan struktur kolumna
vertebra, kompresi diskus, sobeknya ligamentum servikalis, dan kompresi medulla spinalis
pada setiap sisinya, sehingga menekan spinal yang dapat bermanifestasi pada kompresi radiks
dan dstribusi saraf sesuai segmen dari tulang belakang servikal.
Gambaran klinik dari trauma medulla spinalis tergantung pada lokasi dan besarnya
kerusakan yang terjadi. Selain gejala sesuai segmental yang terkena seperti pada tabel
dibawah, terdapat pula beberapa gejala lainnya, seperti nyeri akut pada belakang leher, dan
15

menyebar sepanjang saraf yang terkena, penurunan keringat dan fungsi pernafasan,
perubahan refleks, hipotensi, bradikardi, spasme otot, maupun terjadinya gangguan seksual
(ereksi).
Tabel 1. Kondisi Patologis Saraf Spinal Akibat Cedera
Batas Cedera
C1-C4

Fungsi yang Hilang


Hilangnya fungsi motorik dan sensorik leher ke bawah. Paralisis

C5

pernafasan, tidak terkontrolnya bowel dan blader.


Hilangnya fungsi motorik dari atas bahu ke bawah. Hilangnya

C6
C7
C8

sensasi di bawah klavikula. Tidak terkontrolnya bowel dan blader.


Keterbatasan kontrol pergelangan tangan.
Keterbatasan fleksi pergelangan tangan dan jari-jari tangan.
Mampu mengontrol lengan tapi beberapa hari lengan mengalami

T1-T8

kelemahan. Hilangnya sensasi di bawah dada.


Hilangnya kemampuan motorik dan sensorik di bawah dada tengah.

T9-T12

Ketidak mampuan untuk mengontrol otot abdomen.


Hilangnya kemampuan sensorik dan motorik di bawah pinggang

L1-L3

serta kehilangan kontrol otot abdomen secara partial.


Hilangnya fungsi motorik dari pelvis dan tungkai. Hilangnya
sensasi

dari

abdomen

bagian

bawah

dan

tungkai.

Tidak

L4-S1

terkontrolnya bowel dan blader.


Hilangnya beberapa fungsi motorik pada pangkal paha, lutut dan

S2-S4

kaki. Tidak terkontrolnya bowel dan blader.


Hilangnya fungsi motorik ankle plantar fleksor. Hilangnya sensasi
pada tungkai dan perineum. Pada keadaan awal terjadi gangguan
bowel dan blader.

Ada dua tipe lesi yang diklasifikasikan pada cedera medulla spinalis, yaitu lesi komplit
dan lesi inkomplit, Lesi komplit dapat menyebabkan kehilangan kontrol otot dan sensorik
dibawah lesi secara total, sedangkan lesi inkomplit mungkin hanya terjadi kelumpuhan otot
ringan (parese) atau kerusakan sensorik, maupun campuran dari keduanya. Berikut akan
dijelaskan perbandingan klinik lesi komplit dan inkomplit.
Tabel 2. Tubulasi perbandingan klinik lesi komplit dan inkomplit
Karakteristik
Motorik

Lesi Komplit
Hilang dibawah lesi
16

Lesi Inkomplit
Sering (+)

Protopatik (nyeri, suhu)


Hilang dibawah lesi
Propioseptik (joint position, Hilang dibawah lesi

Sering (+)
Sering (+)

vibrasi)
Sacral Sparing
Ro. Vertebrae

Negatif
Positif
Sering fraktur, luksasi, atau Sering normal

Gambaran MRI

listesis
Hemoragik (54%), Kompresi Edema
(25%)

(62%),

Kontusio

(26%), Normal (15%)

Dari penjelasan tersebut, dapat diketahui bahwa pasien dalam kasus ini memiliki lesi
inkomplit. Pasien mengalami lumpah pada kedua tungkai bawah dan jari-jari yang tidak
mampu menggenggam. Pasien juga sedikit merasakan kebas-kebas pada ekstremitas atas, hal
ini menunjukkan pasien tidak mengalami kehilangan fungsi motorik dan sensorik secara total.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada kasus ini adalah Sinal X thorakolumbal
posisi AP dan lateral, juga MRI.
Berdasarkan referensi disebutkan bahwa sinar X spinal akan sangat menentukan lokasi
dan jenis cedera tulang (fraktur, dislokasi). Pada kasus-kasus yang tidak menunjukkan
kelainan radiologis, pemeriksaan lanjutan yang sebaiknya dilakukan adalah CT Scan dan
Magnetic Resonance Imaging, dimana dari CT Scan dapat diketahui tempat luka/jejas, dan
mengevaluasi gangguan struktural, sedangkan dari MRI dapat mengidentifikasi adanya
kerusakan saraf spinal, edema dan kompresi. Pasien pada kasus ini tidak melakukan
pemeriksaan penunjang CT Scan oleh karena fasilitas yang kurang mendukung.
Selain itu dapat juga dilakukan mielografi pada penderita trauma daerah spinal,
khususnya segmen lumbal, sebab sering terjadi herniasi diskus intervertebralis.
Penatalaksanaan dari cedera medulla spinalis dimulai dari :

Penatalaksanaan kedaruratan
Tatalaksana terhadap pasien ditempat kejadian sangat penting, karena penatalaksanaan
yang tidak tepat akan mengakibatkan kerusakan fungsi neurologik. Korban kecelakaan
bermotor, trauma olahraga, jatuh atau trauma langsung pada leher harus
dipertimbangkan mengalami trauma medulla spinalis hingga bukti trauma ini
disingkirkan.
1. Ditempat kecelakaan, korban harus dimobilisasi pada papan spinal dengan kepala
dan leher dalam posisi netral, untuk mencegah trauma komplit.
2. Salah satu anggota tim harus mengontrol kepala pasien untuk mencegah fleksi,
rotasi atau ekstensi kepala.
3. Tangan ditempatkan pada kedua sisi dekat telinga untuk mempertahankan traksi
dan kesejajaran, sementara papan spinal atau alat imobilisasi servikal dipasang.
17

4. Paling sedikit empat orang harus mengangkat korban dengan hati-hati keatas
papan untuk memindahkan korban ke rumah sakit. Adanya gerakan memuntir
dapat merusak medulla spinalis ireversibel yang menyebabkan fragmen tulang
vertebrae terputus, patah atau bahkan memotong spinal.
Sebaiknya pasien dirujuk ke trauma spinal regional atau pusat trauma karena personel
multidisiplin dan pelayanan pendukung dituntut untuk menghadapi perubahan destruktif yang
terjadi beberapa jam pertama setelah trauma. Memindahkan pasien selama pengobatan
departemen kedaruratan dan radiologi dilakukan diatas papan pemindahan. Pasien harus
dipertahankan dalam posisi eksternal. Tidak ada bagian tubuh yang terpuntir atau tertekuk,
juga pasien tidak boleh dibiarkan mengambil posisi duduk.
Pasien harus ditempatkan diatas sebuah stryker atau kerangka pembalik lain ketika
merencanakan pemindahan ke tempat tidur. Selanjutnya jika sudah terbukti bahwa ini bukan
trauma medulla spinalis, pasien dapat dipindahkan biasa tanpa bahaya. Jika stryker atau
kerangka pembalik lain tidak tersedia, pasien dapat ditempatkan diatas matras padat dengan
papan tempat tidur dibawahnya.

Penatalaksanaan trauma medulla spinalis (fase akut)


Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mencegah trauma medulla spinalis lebih lanjut

untuk mengobservasi gejala perkembangan defisit neurologis. Lakukan resusitasi sesuai


kebutuhan dan pertahankan oksigenasi serta kestabilan kardiovaskular.
Penatalaksanaan medis :
1. Dilakukan untuk mempertahankan fungsi neurologis yang masih ada, memaksimalkan
pemulihan neurologis, mengobati komplikasi dan mencegah kerusakan neural lebih
lanjut. Reabduksi atau subluksasi untuk mendekompresi koral spinal sebagai tindakan
imobilisasi tulang belakang agar korda spinal terlindungi.
2. Operasi lebih awal sebagai indikasi dekompresi neural, fiksasi internal atau
debridement luka terbuka.
3. Fiksasi internal elektif dilakukan pada pasien dengan ketidakstabilan tulang belakang,
cedera ligament tanpa fraktur, deformitas tulang belakang, progresif, cedera yang tidak
dapat di reabduksi dan fraktur non-union.
4. Terapi steroid atau dopamine untuk perbaikan aliran darah pada korda spinal. Dosis
tertinggi metil prednisolone adalah 30 mg/kg diikuti 5,4mg/kgBB/jam berikutnya. Bila
diberikan 8 jam sejak cedera akan memperbaiki pemulihan neurologis.
5. Mempertahankan jaringan perfusi yang adekuat, fungsi ventilasi, dan keadaan
dekompensasi.

18

6. Pengelolaan cedera stabil tanpa defisit neurologis seperti angulasi atau baji dari badan
ruas tulang belakang, fraktur proses tranverses, spinosus dan lainnya. Tindakannya
simptomatis (istirahat baring hingga nyeri berkurang), imobilisasi dengan fisioterapi
untuk pemulihan kekuatan otot secara bertahap.
7. Farmakoterapi :
Analgesik untuk membantu rasa sakit dan mengurangi peradangan di sekitar saraf
-

Suntikan kortikosteroid untuk membantu mengurangi rasa sakit, peradangan serta


membantu pemulihan neurologis

Pada kasus ini penatalaksanaan yang diberikan dibagi 2, yaitu: penatalaksanaan secara
supportif dan medikamentosa. Untuk penatalaksanaan secara supportif dengan bedrest. Hal
ini dilakukan untuk menstabilkan dan mengistirahatkan tulang belakang. Dimana menurut
teori, saat cedera medulla spinalis disangkakan, tulang belakang harus dimobilisasi untuk
mencegah cedera neurologis yang lebih lanjut. Selanjutnya adalah penatalaksanaan secara
medikamentosa. Untuk terapi yang diberikan pada kasus ini adalah:

Steroid yaitu methyl prednisolone. Steroid dosis tinggi dapat mengurangi efek sekunder
dari cedera medulla spinalis. Selain itu, The National Acute Spinal Cord Injury Studies
(NASCIS) II dan III, melaporkan bahwa telah diverifikasi adanya peningkatan yang
signifikan dalam fungsi motorik dan sensorik pada pasien dengan cedera medulla
spinalis komplit maupun inkomplit, yang dapat diobati dengan dosis tinggi

methylprednisolone dalam 8 jam setelah cedera terjadi.


Methylcobalamin atau mecobalamin adalah salah satu bentuk kimia dari vitamin B12
(cobalamin), yaitu vitamin larut air yang memegang peranan penting dalam
pembentukan darah serta menjaga fungsi sistem saraf dan otak. Obat ini berfungsi
untuk mengobati gangguan yang diakibatkan oleh defisiensi vitamin B12, seperti pada
kondisi anemia megaloblastik (contoh: anemia pernisiosa), neuropati diabetes,

neuropati perifer, dan pengobatan awal sklerosis lateral amiotrofik.


Gabapentin merupakan obat anti epilepsi yang mempunyai potensi analgesik kuat.
Beberapa studi menunjukkan, gabapentin efektif memperbaiki keluhan nyeri pada
neuropati diabetikum dan juga nyeri neuropatik.
Selain manajemen farmakologis, pembedahan merupakan pilihan utama dalam

paradigma penanganan cedera medulla spinalis untuk stabilisasi kolumna vertebrata.


Pembedahan dilakukan untuk memasang penyangga atau screw pada tulang belakang
pasien. Pada pasien ini telah dilakukan konsultasi ke divisi bedah orthopedi, namun saran
untuk tindakan stabilisasi posterior tidak disetujui oleh pasien.
19

Hari rawatan ke 10, pasien dikonsulkan ke divisi rehabilitasi medik. Penatalaksaan


rehabilitasi medik yang diberikan pada kasus pasien ini sangat berperan penting. Tindakan
rehabilitasi medik merupakan kunci utama dalam penanganan pasien dengan cedera medulla
spinalis. Fisioterapi, terapi okupasi, dan bladder training harus dilakukan sedini mungkin.
Tujuan utama fisioterapi adalah untuk mempertahankan range of movement (ROM) dan
kemampuan mobilitas dengan memperkuat fungsi otot-otot. Fisioterapi untuk cedera medulla
spinalis dapat dibantu dengan alat penyangga vertebrae. Alat yang digunakan sesuai dengan
segmen yang terkena, untuk cedera cervical yaitu collar neck. Untuk daerah lumbal kebawah
dapat digunakan penyangga seperti brace.
Pada pasien ini digunakan alat penyangga collar neck dengan tujuan :
Mengurangi pergerakan leher yang berlebihan selama proses pemulihan
Mencegah bertambahnya cedera tulang belakang
Mengurangi rasa sakit
Terapi okupasional terutama ditujukan untuk memperkuat dan memperbaiki fungsi
ekstremitas, serta mempertahankan kemampuan aktivitas hidup sehari-hari. Pembentukan
kontraktur harus dicegah sedini mungkin.
Bladder training yaitu latihan perkemihan dengan metode pengosongan vesika urinaria
yang flaksid dengan memberikan tekanan eksternal pada simpisis pubis, jika otot detrusor
melemah. Bladder training dilakukan dengan teknik intermitten catheterization, dimana
kandung kemih dapat diisi sesuai dengan kapasitasnya dan dapat dikosongkan pada waktuwaktu tertentu. Tujuan dari pemberian bladder training ini untuk menjaga kontraktilitas otot
detrusor. Perawatan bladder merupakan sesuatu yang sangat vital pada pasien dengan cedera
medulla spinalis karena data statistik menunjukkan bahwa penyakit ginjal yang berakibat
kematian banyak terjadi pada pasien cedera medulla spinalis.
Prognosis pada kasus ini adalah bonam. Hal ini sesuai dengan teori yang menyebutkan
bahwa cedera medulla spinalis inkomplit cenderung memiliki prognosis yang lebih baik. Bila
fungsi sensorik masih ada, maka kemungkinan pemulihan >50%. Berbeda halnya dengan
pasien cedera medulla spinalis inkomplit yang hanya memiliki peluang 5% untuk kembali
normal. Lesi medulla spinalis komplit yang tidak menunjukkan perbaikan dalam 72 jam
pertama, cenderung menetap dan prognosisnya buruk.
Faktor yang mempengaruhi prognosis antara lain adalah tingkat keparahan kelemahan
ekstremitas atas, usia yang lebih muda serta pulihnya fungsi motorik serta sensorikyang
signifikan pada awal rehabilitasi.

20

BAB III
KESIMPULAN
Cedera atau trauma medulla spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang
disebabkan oleh benturan pada daerah medulla spinalis. Mayoritas cedera medulla spinalis
disebabkan oleh kecelakaan bermotor dan olahraga, luka tembak, dan cacat bawaan saraf
tulang

belakang.

Gejala

klinis

dari

cedera

medulla

spinalis

dapat

berupa

kelemahan/kelumpuhan dari anggota gerak yang dapat diklasifikasikan menjadi lesi pada
LMN ataupun UMN, nyeri akut pada belakang leher dan menyebar sepanjang saraf yang
terkena, kehilangan kontrol kandung kemih, serta penurunan fungsi pernafasan. Gejala-gejala
yang terjadi tergantung pada lokasi dan besarnya kerusakan yang terjadi. Diagnosis cedera
medulla spinalis didasarkan pada gejala klinis, pemeriksaan fisik,
penunjang lainnya seperti X-ray thorakolumbal, CT-Scan, MRI.

21

dan pemeriksaan

DAFTAR PUSTAKA
1. Baehr dan Frotscher. 2010. Diagnosis Topik Neurologi DUUS Anatomi, Fisiologi,
Tanda, Gejala. Ed.4. Jakarta: EGC.
2. Brunner dan Sudarth. 2001. Buku Ajar Keperawaan Medikasi Bedah. Ed.8. Vol.3.
Jakarta: EGC.
3. Fehlings MG and Perrin RG. The role and Timing of Early Decompression for Cervical
Spinal Cord Injury: Update with A Review of Recent Clinical Evidence. Injury. Jul
2005;36 Suppl 2:B13-26
4. Garrison, 1995. Dasar-Dasar Terapi dan Rehabilitasi. Jakarta: Hipokrates
5. Luckman J and Sorensens R.C. 1993. Medical Surgical Nursing a Psychophysiologic
Approach, Ed:4, Philadelphia; WB, Souders Company.
6. Maja, Junita. 2013. Diagnosis dan Penatalaksanaan Cedera Servikal Medulla Spinalis.
Jurnal Biomedik, Vol.5(3) p. 181-189. Manado: Bagian Neurologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sam Ratulangi.
7. Perdossi. 2006. Konsensus Nasional Penanganan Trauma Kapitis dan Trauma Spinalis.
Jakarta: PT Prikarsa Utama
8. Schreiber, Donald. 2009. Spinal Cord Injuries. Available et www.emedicine.com
9. Stiell IG, Clement CM, McKnight RD, et.al. The Canadian C-spine Rule versus the
NEXUS Low-risk Criteria in Patients with Trauma. N Engl J Med. Dec 25
2003;349(26):2510-8.
10. Trombly, A Mary Vining Radomsk. 2002. Occupatonal Therapy for Physical
Dysfunction. Fifth Edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
11. Wise Young, Ph. D., M.D. 2009. Acute Spinal Injury. Center for Collaborative
Neuroscience. Rutgers University, Priscataway: New Jersey.

22

Follow Up
31/08/1
6

S/ lemah pada jari-jari tangan, dan


lemah pada tungkai bawah, mencret 2
kali serta kulit kering

Th/
-

IVFD RL 20 gtt/i
IV Methyl prednisolone 125
mg/24 jam
IV Mecobalamine 500 mg/12
jam
IV Omeprazole 40 mg/12 jam
Gabapentin 2x300 mg
Loperamide 1 tab tiap dare(K/P)
bila diare
Sucralfat syr 3xCI
Cotrimoxazole 2x2 tab

Konsul bedah orthopedi

Pkl.
06.00

H-9

01/09/1

O/
GCS : E4M6V5
TD : 110/60 mmHg
RR : 18 x/i
N : 72 x/i

P/

Mata : pupil isokor (3mm / 3mm)


RCL (+/+), RCTL (+/+)
Motorik : 2555 5552
2222 2222
Sensorik : Ada
Otonom : BAK terpasang kateter.
BAB cair
R. Fisiologis : +3/+3
+3/+3
R. Patologis : Babinski (+) Chaddock
(+), Hoffmann-tromner (+)
A/
1. Tetraparese tipe UMN ec Cedera
Medulla Spinalis
2. Gastroenteritis akut
S/ lemah pada jari-jari tangan, dan
23

Th/

lemah pada tungkai bawah, mencret


tidak lagi dikeluhkan, lecet di bagian
punggung.

Pkl.
06.00

H-10

02/09/1
6

O/
GCS : E4M6V5
TD : 100/60 mmHg
RR : 20 x/i
N : 84 x/i
T : 36.9C

IVFD RL 20 gtt/i
IV Methyl prednisolone 125
mg/24 jam
IV Mecobalamine 500 mg/12
jam
IV Omeprazole 40 mg/12 jam
Gabapentin 2x300 mg
Sucralfat syr 3xCI

P/

Mata : pupil isokor (3mm / 3mm)


RCL (+/+), RCTL (+/+)
Motorik : 2555 5552
2222 2222
Sensorik : Ada
Otonom : BAK terpasang kateter,
BAB (+)
R. Fisiologis : +3/+3
+3/+3
R. Patologis : Babinski (+) Chaddock
(+), Hoffmann-tromner (+)
A/
1. Tetraparese tipe UMN ec Cedera
Medulla Spinalis
2. Gastroenteritis akut
S/ lemah pada jari-jari tangan, dan
lemah pada tungkai bawah, lecet pada
bagian punggung

Konsul bedah orthopedic(+)


Pro dekompresi dan stabilisasi
posterior tidak disetujui oleh
pasien.

IVFD RL 20 gtt/i
IV Mecobalamine 500 mg/12
jam
IV Omeprazole 40 mg/12 jam
Gabapentin 2x300 mg
Sucralfat syr 3xCI

Th/

24

Pkl.
06.15

O/
GCS : E4M6V5
TD : 110/60 mmHg
RR : 18 x/i
N : 80 x/i
T : 36,8C
Mata : pupil isokor (3mm / 3mm)
RCL (+/+), RCTL (+/+)
Motorik : 2555 5552
2222 2222
Sensorik : Ada
Otonom : BAK terpasang kateter,
BAB (-)
R. Fisiologis : +3/+3
+3/+3
R. Patologis : Babinski (+) Chaddock
(+)

A/
1. Tetraparese tipe UMN ec Cedera
Medulla Spinalis
2. Gastroenteritis akut
03/09/1 S/ lemah pada jari-jari tangan, dan
6
lemah pada tungkai bawah, lecet pada
bagian punggung

P/
-

Fisioterapi dari divisi


rehabilitasi medik
Bladder training

H-11

Th/
-

Pkl.
06.30

O/
GCS : E4M6V5
TD : 110/70 mmHg
RR : 20 x/i
N : 76 x/i
T : 36,8C

IVFD RL 20 gtt/i
IV Mecobalamine 500 mg/12
jam
IV Omeprazole 40 mg/12 jam
Gabapentin 2x300 mg
Sucralfat syr 3xCI

P/
-

Mata : pupil isokor (3mm / 3mm)


RCL (+/+), RCTL (+/+)
Motorik : 2555 5552
2222 2222
Sensorik : dalam batas normal
Otonom : BAK terpasang kateter,
BAB tidak terasa
R. Fisiologis : +3/+3
+3/+3
R. Patologis : Babinski (+) Chaddock
(+), Hoffmann-tromner (+)
25

Fisioterapi dari divisi


rehabilitasi medik
Bladder training
Pasien PBJ

H-12

A/
Tetraparese tipe UMN ec Cedera
Medulla Spinalis

26

Anda mungkin juga menyukai