Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

Organ indra manusia yang mempunyai fungsi yang sangat besar salah satunya adalah
mata. Kelainan mata seperti gangguan refraksi sangat membatasi fungsi tersebut. Kelainan
refraksi adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak dibentuk pada retina (makula lutea).
Mata yang normal disebut dengan emetropia dan mata yang tidak dapat membiaskan cahaya
tepat pada retina disebut ametropia. Ametropia meliputi myopia, hipermetropia, dan
astigmatisma.1
Prevalensi global kelainan refraksi diperkirakan sekitar 800 juta sampai 2,3 milyar. Di
Indonesia prevalensi kelainan refraksi menempati urutan pertama pada penyakit mata. Kasus
kelainan refraksi dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Ditemukan jumlah
penderita kelainan refraksi di Indonesia hampir 25% populasi penduduk atau sekitar 55 juta
jiwa. 1
Diantara kelainan refraksi tersebut, pengobatan astigmatisma lebih sulit untuk
dilakukan. Astigmatisma merupakan suatu kelainan refraksi mata dimana didapatkan
bermacam-macam derajat refraksi pada berbagai macam meridian sehingga sinar sejajar yang
datang pada mata akan difokuskan pada berbagai macam titik fokus. 1
Berdasarkan klinis astigmatisma refraktif ditemukan sebanyak 95% mata. Insidensi
astigmatisma yang signifikan secara klinis dilaporkan 7,5 75%, bergantung pada specific
study dan definisi derajat astigmatisma yang signifikan secara klinis. Sekittar 44% dari
populasi umum memiliki astigmatisma lebih dari 0,5 D, 10% lebih dari 1,00 D dan 8% lebih
dari 1,5 D. 2
Secara garis besar terdapat astigmatisme regular dan irreguler. Astigmatisme regular
terbagi menjadi astigmatisme miopikus simpleks, astigmatisme miopikus kompositus,
astigmatisme hipermetropikus simpleks, astigmatisme hipermetropikus kompositus, dan
astigmatisme mikstus. Letak kelainan pada astigmatisma ini terdapat di dua tempat yaitu
kelainan pada kornea dan kelainan pada lensa. Pada kelainan kornea terdapat perubahan
lengkung kornea dengan atau tanpa pemendekan atau pemanjangan diameter anterior-
posterior bola mata. Kelainan ini bisa merupakan kelainan kongenital atau didapat akibat
kecelakaan, peradangan kornea atau operasi. 2, 3
Terdapat beberapa penatalaksanaan astigmatisma, yaitu dengan menggunakan kacamata
silinder, lensa kontak dan pembedahan. Teknik pembedahan yang dilakukan meliputi metode
lasik, photorefractive keratotomy dan radial keratotomy.2, 3
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Media Refraksi

Anatomi dan fisiologi media refraksi meliputi kornea, humor aqueous, lensa dan humor
vitreus. Semua media refraksi ini bersifat jernih, memiliki permukaan, kurvatura serta indeks
kelainan masing-masing, yang melekat satu sama lain.4

2.1.1 Anatomi Media Refraksi

Gambar 2.1 Anatomi Mata

Kornea
Kornea adalah jaringan transparan yang ukuran dan strukturnya sebanding dengan
kristal sebuah jam tangan kecil. Dari anterior ke posterior, kornea memiliki lima lapisan,
yaitu epitel, lapisan bowman, stroma, membran desemant. Sumber nutrisi untuk kornea adlah
2
pembuluh darah limbus, humor aqueous dan air mata. Kornea superfisial juga mendapatkan
sebagian oksigen dari atmosfer. Saraf sensorik kornea didapatkan dari percabangan
(ophtalmikus) nervus kranialis V (trigeminus). Kornea merupakan suatu lensa cembung
dengan kekuatan refraksi (bias) sebesar +43 dioptri. Jika kornea mengalami sembab karena
satu dan lain hal, maka kornea akan berubah sifat seperti prisma yang dapat menguraikan
cahayanya, sehingga penderita seperti melihat halo.4

Aqueous humor
Aqueous humor mengandung zat-zat gizi untuk kornea dan lensa, keduanya tidak
memiliki pasokan darah. Adanya pembuluh darah di kedua struktur ini akan mengganggu
lewatnya cahaya ke fotoreseptor. Aqueous humor diproduksi dengan kecepatan 5 ml/hari oleh
jaringan kapiler di dalam korpus siliaris, kemudian cairan ini masuk ke COA melalui pupil
dan mengalir ke suatu saluran di tepi kornea (trabekula meshwork) dan akhirnya masuk ke
darah.4
Jika aqueous humor tidak dikeluarkan sama cepatnya dengan pembentukannya (sebagai
contoh, karena sumbatan pada saluran keluar), kelebihan cairan akan tertimbun di rongga
anterior dan menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler (di dalam mata). Keadaan ini
dikenal sebagai glaukoma. Kelebihan aqueous humor akan mendorong lensa ke belakang ke
dalam vitreous humor, yang kemudian terdorong menekan lapisan saraf dalam retina.
Penekanan ini menyebabkan kerusakan retina dan saraf optikus yang dapat menimbulkan
kebutaan jika tidak diatasi.4

Lensa
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avascular, tak berwarna dan hampir transparan
sempurna. Tabelnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Lensa tergantung pada zonula di
belakang iris, zonula menghubungkan dengan corpus siliar. Disebelah anterior lensa terdapat
aquos humor dan posteriornya terdapat vitreus. Secara fisiologik, lensa memiliki sifat tertentu
yaitu kenyal atau lentur karena berperan dalam akomodasi untuk mencembungkan, jernih
atau transparan karena diperlukan untuk media penglihatan dan terletak ditempatnya.4
Lensa mata normal memiliki indeks refraksi 1,4 dibagian sentral dan 1,36 dibagian tepi.
Kekuatan bias lensa sekitar 20 dioptri. Pada anak dan orang dewasa muda, kekuatan dioptri
lensa dapat berubah saat melihat dekat, hal ini untuk menempatkan bayangan pada retina.
Makin tua seseorang maka makin berkurang pula kekuatan penambahan dioptrinya. Kekuatan
3
dioptri tersebut akan menghilang setelah usia 60 tahun. Kemampuan lensa untuk menambah
kekuatan refraksinya disebut dengan daya akomodasi.4

Humor Vitreus
Humor vitreus suatu badan gelatin yang jernih dan avaskular yang membentuk dua
pertiga volume dan berat mata. Vitreus mengisi ruang yang dibatasi oleh lensa, retina dan
diskus optikus. Vitreus mengandung air sekitar 99%. Sisa 1% meliputi dua komponen,
kolagen dan asam hialuronat yang memberikan bentuk dan konsistensi mirip gel pada vitreus
karena kemampuannya mengikat banyak air.4
Humor vitreus dikelilingi oleh membran hyaloid. Membran hyaloid melekat pada
kapsul posterior lensa, zonula, pars plana, retina dan papil nervus II. Badan kaca ini berfungsi
untuk membentuk bola mata dan merupakan salah satu media refraksi (media bias). Badan
kaca memiliki indeks bias lebih kecil daripada lensa sehingga cahaya kembali sedikit
disebarkan.4

Retina
Retina adalah lembaran jaringan saraf berlapis yang tipis dan semitransparan yang
melapisi bagian dalam dua pertiga posterior dinding bola mata. Retina membentang ke
anterior hampir sejauh corpus siliar, berakhir pada ora serata dengan tepi yang tidak rata.4
Retina berfungsi menerima cahaya kemudian mengubahnya menjadi sinyal
elektrokimiawi, untuk meneruskan sinyal tersebut ke otak. Retina terdiri dari 3 macam sel
saraf (neuron) yang berestafet dalam meneruskan impuls penglihatan. Sel-sel tersebut adalah
sel fotoreseptor, sel horizontal dan sel bipolar serta sel ganglion.4

Panjang Bola Mata


Panjang bola mata menentukan keseimbangan dalam pembiasan. Panjang bola mata
seseorang dapat berbeda-beda. Bila terdapat kelainan pembiasan sinar oleh karena kornea
(mendatar atau cembung) atau adanya perubahan panjang (lebih panjang atau lebih pendek)
bola mata, maka sinar normal tidak dapat terfokus pada makula. Keadaan ini disebut sebagai
ametropia yang dapat berupa miopia, hipermetropia, atau astigmatisma.4

2.1.2 Fisiologi Refraksi


Berkas-berkas cahaya mencapai mata harus dibelokkan ke arah dalam untuk difokuskan
kembali ke sebuah titik peka cahaya di retina agar dihasilka suatu bayangan yang akurat
mengenai sumber cahaya. Pembelokan suatu berkas cahaya (refraksi) terjadi ketika berkas

4
berpindah dari satu medium dengan kepadatan (densitas) tertentu ke medium dengan
kepadatan yang berbeda.5
Cahaya bergerak lebih cepat melalui udara daripada melalui media transparan lainnya
seperti: kaca, air. Ketika suatu berkas cahaya masuk ke medium dengan densitas yang lebih
tinggi, cahaya tersebut melambat (begitu pula sebaliknya). Berkas cahaya mengubah arah
perjalanannya jika mengenai medium baru pada tiap sudut selain tegak lurus.5

Gambar 2.2 Fisiologi Refraksi

Terdapat dua faktor penting dalam refraksi, yaitu densitas komparatif antara 2 media
(semakin besar perbedaan densitas, semakin besar derajat pembelokan) dan sudut jatuhnya
berkas cahaya di medium kedua (semakin besar sudut, semakin besar pembiasan). Dua
struktur yang paling penting dalam kemampuan refraktif mata adalah kornea dan lensa.
Permukaan kornea, struktur pertama yang dilalui cahaya sewaktu masuk mata, yang
melengkung berperan besar dalam refraktif total karena perbedaan densitas pertemuan
udara/kornea jauh lebih besar daripada perbedaan densitas antara lensa da cairan yang
mengelilinginya. Kemampuan refraksi kornea seseorang tetap konstan karena kelengkungan
kornea tidak pernah berubah. Sebaliknya kemampuan refraksi lensa dapat disesuaikan dengan
mengubah kelengkungannya sebagaimana yang diperlukan untuk melihat dekat atau jauh.5
Struktur-struktur refraksi pada mata harus membawa bayangan cahaya terfokus di
retina agar penglihatan jelas. Apabila bayangan sudah terfokus sebelum bayangan mencapai
retina atau belum terfokus saat mencapai retina maka bayangan tersebut tampak kabur.
Berkas-berkas cahaya yang berasal dari benda dekat lebih divergen sewaktu mencapai mata
daripada berkas-berkas dari sumber jauh. Berkas dari sumber cahaya yang terletak lebih dari
6 meter (20 kaki) dianggap sejajar saat mencapai mata.5

5
Agar sumber cahaya jauh dan dekat terfokus di retina (dalam jarak yang sama), harus
dipergunakan lensa yang lebih kuat. Kekuatan lensa dapat disesuaikan melalui proses
akomodasi.5

Akomodasi
Mata mengubah-ubah daya bias untuk menetapkan fokus pada objek dekat melalui
proses yang disebut akomodasi. Pada keadaan normal, cahaya tidak terhingga akan terfokus
pada retina, demikian pula jika benda jauh didekatkan maka dengan adanya daya akomodasi
benda dapat difokuskan pada retina atau makula lutea. Dengan berakomodasi, benda pada
jarak yang berbeda akan terfokus pada retina.4, 5
Akomodasi merupakan suatu proses ketika lensa mengubah fokusnya untuk melihat
benda dekat. Pada proses ini terjadi perubahan bentuk lensa yang dihasilkan oleh kerja otot
siliaris pada serabut zonula. Kelenturan lensa paling tinggi dijumpai pada anak-anak serta
usia dewasa muda, dan semakin menurun seiring dengan bertambahnya usia. Ketika lena
berakomodasi, kekuatan refraksi akan bertambah. Perubahan kekuatan refraksi yang
diakibatkan oleh akomodasi disebut sebagai amplitudo akomodasi. Remaja pada umumnya
memiliki amplitude 12-16 dioptri, sedangkan orang dewasa pada usia 40 tahun sebesar 4-8
dioptri, hingga kurang dari 2 dioptri pada usia diatas 50 tahun.4, 5

2.2 Astigmatisma

2.2.1 Definisi
Astigmatisma merupakan suatu kelainan refraksi mata, dimana didapatkan bermacam-
macam derajat refraksi atau variasi kurvatura atau kelengkungan pada kornea atau lensa pada
bermacam-macam meridian, sehingga sinar yang sejajar pada mata itu tidak difokuskan pada
satu titik.1

Astigmatisma berasal dari bahasa yunani a berarti tidak ada dan stigma berarti titik
adalah kesalahan bias (ametropia) yang terjadi ketika sinar paralel cahaya memasuki (mata
tanpa akomodasi) tidak terfokus pada retina. Pada astigmatisma, berkas sinar tidak
difokuskan pada satu titik dengan tajam pada retina akan tetapi pada 2 garis titik api yang
saling tegak lurus yang terjadi akibat kelainan kelengkungan kornea.4

6
Gambar 2.3 Astigmatisma

2.2.2 Epidemiologi
Prevalensi global kelainan refraksi diperkirakan mencapai 800 juta sampai 2,3 milyar
insidensi. Di Indonesia prevalensi kelainan refraksi menempati urutan pertama pada penyakit
mata. Kasus kelainan refraksi dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Ditemukan
jumlah penderita kelainan refraksi di Indonesia mencapai hampir 25% populasi penduduk
atau sekitar 55 juta jiwa.6, 7
Angka prevalensi astigmat bervariasi antara 30%-70%. Sebesar 15% dengan
astigmatisme diatas 1 D, sedangkan 2% dengan astigmatisme berat diatas 3 D. Prevalensi
astigmatisme pada usia kurang dari 30 tahun lebih banyak dari yang berusia diatas 30 tahun,
dan kejadian ini ditemukan lebih banyak di Asia di banding dengan etnis Kaukasia.7

2.2.3 Etiologi
Penyebab dari terjadinya astigmatismus adalah sebagai berikut:
1. Kelainan pada kornea, dimana permukaan luar kornea tidak teratur. Media refrakta
yang memiliki kesalahan pembiasan yang paling besar adalah kornea, yaitu mencapai
80-90% dari astigmatismus, sedangkan media lainnya adalah lensa kristalin. Kesalahan
pembiasan pada kornea ini terjadi karena perubahan lengkung kornea dengan/ tanpa
pemendekan atau pemanjangan diameter anterior posterior bolamata. Perubahan
lengkung permukaan kornea ini terjadi karena kelainan kongenital, kecelakaan, luka
atau parut di kornea, peradangan kornea serta akibat pembedahan kornea.
2. Kelainan pada lensa dimana terjadi kekeruhan pada lensa. Semakin bertambah umur
seseorang, maka kekuatan akomodasi lensa kristalin juga semakin berkurang dan lama
kelamaan lensa kristalin akan mengalami kekeruhan yang dapat menyebabkan

7
astigmatismus. Astigmatimus yang terjadi karena kelainan pada lensa kristalin ini
disebut juga dengan astigmatimus lentikuler.

3. Intoleransi lensa atau lensa kontak pada post-keratoplasty

4. Tumor

5. Pembedahan katarak
6. Trauma pada kornea.2

Adanya astigmatisma kornea dapat diperiksa dengan tes Placido, dimana gambarannya
di kornea terlihat tidak teratur. Kelainan kornea merupakan penyebab utama, yaitu meridian
dengan daya bias maksimal dan minimal, yang saling tegak lurus letaknya. Terdapat meridian
yang vertikal dan horizontal. Bila meridian vertikal memiliki daya bias lebih besar
dibandingkan horizontal, dinamakan astigmatisma with the rule, dan jika sebaliknya maka
disebut astigmatisma against the rule.2, 4

2.2.4 Patofisiologi
Pada mata normal, permukaan kornea yang melengkung teratur akan memfokuskan
sinar di satu titik. Namun pada mata dengan astigmatisma memiliki kornea yang lebih
melengkung lagi, sehingga beberapa daerah akan lebih curam atau lebih bulat dibandingkan
dengan area yang lainnya. Hal ini menyebabkan sinar yang dibiaskan tidak memiliki
kekuatan daya bias yang sama yang menyebabkan bayangan menjadi kabur. Secara garis
besar, asigmatisma terjadi oleh karena kurvatura yang tidak sama pada kornea atau lensa yang
menyebabkan sinar melengkung dalam arah yang berbeda.8

2.2.5 Klasifikasi
Berdasarkan letak titik astigmatisma, dibagi sebagai berikut:
1. Astigmatisma regular
Astigmatisma dikategorikan regular jika meridian-meredian utamanya (meridian
dimana terdapat daya bias terkuat dan terlemah di sistem optis bola mata), mempunyai arah
yang saling tegak lurus. Misalnya, jika daya bias terkuat berada pada meridian 90, maka
daya terlemahnya berada pada 180, jika daya bias terkuat berada pada meridian 45, maka
daya bias terlemah berada pada meridian 135. Astigmatisma jenis ini akan menghasilkan
tajam penglihatan normal apabila mendapat koreksi lensa silindris yang tepat. Tentunya jika
tidak disertai dengan adanya kelainan penglihatan yang lain.8

8
Ditinjau dari letak daya bias terkuatnya, bentuk astigmatisma regular ini dibagi menjadi
2 jenis, yaitu:
- With-in-the-rule astigmatism.
Terjadi bila meridian vertikal mempunyai daya bias lebih besar dari horizontal. Pada
astigmatisme ini, koreksi dilakukan dengan silinder negatif dengan sumbu horizontal
atau 45 hingga -45 derajat. Keadaan ini sering didapatkan pada anak atau orang muda
akibat perkembangan normal dari serabut-serabut kornea. Astigmatisma jenis ini
merupakan bentuk astigmat tersering.
- Against-the rule astigmatism.
Terjadi bila meridian horizontal mempunyai daya bias lebih besar dibandingkan
meridian vertikal. Kelainan ini dikoreksi dengan silinder negatif dan dilakukan dengan

sumbu tegak lurus atau dengan silinder positif sumbu horizontal

. Astigmatisma ini sering ditemukan pada usia lanjut.8

Berdasarkan letak fokusnya pada retina, astigmatisma regular dibagi sebagai berikut:

1. Astigmatisma Miopia Simpleks


Astigmatisma jenis ini, titik A (titik fokus dari daya bias terkuat) berada di depan retina,
sedangkan titik B (titik fokus dari daya bias terlemah) berada tepat di retina. Pada
ukuran lensa koreksi astigmatisma jenis ini adalah Sph 0,00 Cyl Y atau Sph X Cyl
+Y di mana X dan Y memiliki angka yang sama.
2. Astigmatisma Hipermetropia Simpleks
Astigmatisma jenis ini, titik A berada tepat pada retina sedangkan titik B berada di
belakang retina.. Pada ukuran lensa koreksi jenis ini adalah Sph 0,00 Cyl +Y atau Sph
+X Cyl Y dimana X dan Y memiliki angka yang sama.
3. Astigmatisma Miopia Kompositus
Astigmatisma jenis ini, titik A berada didepan retina sedangkan titik B berada diantara
titik A dan retina. Pola ukur lensa koreksi astigmatisma jenis ini adalah Sph X Cyl Y.
4. Astigmatisma Hipermetropia Kompositus
Astigmatisma jenis ini, titik B berada dibelakang retina sedangkan titik A berada di
antara titik B dan retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisma jenis ini adalah Sph
+X Cyl +Y.

5. Astigmatisma Mixtus
Astigmatisma jenis ini, titik A berada didepan retina sedangkan titik B berada
dibelakang retina. Pola ukur lensa koreksi astigmatisma jenis ini adalah Sph +X Cyl Y

9
atau Sph X Cyl +Y, dimana ukuran tersebut tidak dapat ditransposisi hingga nilai X
menjadi nol atau notasi X dan Y menjadi sama-sama + atau -.8

Gambar 2.4

Klasifikasi Astigmatisma

2. Astigmatisma irreguler
Astigmatisma ini tidak mempunyai 2 meridian yang saling tegak lurus. Astigmatisma
ireguler terjadi akibat ketidakteraturan kontur permukaan kornea atau lensa, seperti pada
infeksi kornea, trauma, keratektasia, distrofi, kelainan pembiasan atau adanya kekeruhan
tidak merata pada bagian dalam bola mata atau pun lensa mata, misalnya pada katarak
stadium awal.8
Astigmatisma jenis ini sulit untuk dikoreksi dengan lensa kacamata atau lensa kontak
lunak (softlens). Meskipun bisa, biasanya tidak memberikan hasil akhir berupa tajam
penglihatan normal. Apabila astigmatisma irregular ini hanya disebabkan oleh
ketidakberaturan kontur permukaan kornea, peluang untuk dapat dikoreksi dengan optimal
masih cukup besar, yaitu menggunakan pemakaian lensa kontak (hard contact lens) atau
tindakan pembedahan (LASIK, keratotomy).8

2.2.6 Manifestasi Klinis


Pada umumnya, seseorang yang menderita astigmatisma tinggi menyebabkan gejala-
gejala sebagai berikut:

10
-
Memiringkan kepala atau disebut dengan tilling his head, pada umumnya keluhan ini
sering terjadi pada penderita astigmatisma yang tinggi.
-
Memutarkan kepala agar dapat melihat benda dengan jelas.
-
Menyipitkan mata seperti halnya penderita myopia, hal ini dilakukan untuk
mendapatkan efek pin hole. Penderita astigmatisma juga menyipitkan mata pada saat
bekerja dekat seperti membaca.
-
Melihat ganda dengan satu atau kedua mata
-
Pada saat membaca, penderita astigmatisma ini memegang bacaan mendekati mata,
seperti pada penderita myopia. Hal ini dilakukan untuk memperbesar bayangan,
meskipun bayangan diretina tampak buram. 1, 8

Sedangkan pada penderita astigmatisma rendah, biasa ditandai dengan gejala-gejala


sebagai berikut:

-
Sakit kepala pada bagian frontal.
-
Ada pengaburan sementara/sesaat pada penglihatan dekat, biasanya penderita akan
mengurangi pengaburan itu dengan menutup atau mengucek-ucek mata.1, 8

2.2.7 Diagnosis
Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis astigmatisma
antara lain:
1. Uji lubang kecil (pin hole test)
Untuk mengetahui apakah tajam penglihatan yang kurang disebabkan oleh kelainan
refraksi atau bukan. Bila terdapat perbaikan tajam penglihatan dengan menggunakan
pin hole berarti ada kelainan refraksi; sebaliknya bila terjadi kemunduran tajam
penglihatan berarti terdapat gangguan pada media penglihatan.1
2. Uji refraksi
- Subjektif (Snellen Chart dan Trial and Error Technique)
Metode yang digunakan adalah metode trial and error dimana jarak pemeriksaan 6
meter/20 kaki menggunakan kartu Snellen yang diletakkan setinggi mata penderita.
Mata diperiksa satu per satu, dibiasakan mata kanan terlebih dahulu untuk menentukan
visus/tajam penglihatan masing-masing mata. Bila visus tidak 6/6, dikoreksi dengan
lensa sferis positif, apabila membaik atau tajam penglihatan menjadi 5/5, 6/6, atau
20/20 maka pasien dikatakan menderita hipermetropia, sebaliknya jika tajam
penglihatan pasien membaik dengan lensa sferis negatif, maka pasien menderita
myopia. Namun, jika setelah pemeriksaan tersebut di atas tidak tercapai tajam
penglihatan maksimal, mungkin pasien memiliki kelainan refraksi astigmatisma. Pada
keadaan ini lakukan uji pengaburan (fogging technique).1
- Objektif
11
a. Autorefraktometri, yaitu menentukan besarnya kelainan refraksi dengan menggunakan
komputer. Penderita duduk di depan autorefraktor, cahaya dihasilkan oleh alat dan
respon mata terhadap cahaya diukur. Alat ini mengukur berapa besar kelainan refraksi
yang harus dikoreksi dan pengukurannya hanya memerlukan waktu beberapa detik. 1
b. Keratometri, adalah pemeriksaan mata yang bertujuan untuk mengukur radius
kelengkungan kornea karena sebagian besar astigmat disebabkan oleh kornea, maka
dengan mempergunakan keratometer, derajat astigmat dapat diketahui, sehingga setelah
dipasang lensa silinder yang sesuai hanya dibutuhkan tambahan lensa sferis saja, untuk
mendapatkan tajam penglihatan terbaik.1
3. Uji pengaburan (fogging test)

Pemeriksaan ini menggunakan lensa positif untuk mengistirahatkan akomodasi. Dengan


mata istirahat, pasien melihat ke arah juring astigmat (gambar ruji-ruji), bila garis
vertikal terlihat jelas berarti garis ini terproyeksi dengan baik di retina dan diperlukan
koreksi bidang vertikal menggunakan lensa silinder negatif dengan sumbu (axis) 1800,
kekuatan lensa silinder ditambahkan hingga garis-garis pada juring astigmat tampak
sama jelas.1

Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan, antara lain:


Pemeriksaan silinder silang
Dua lensa silinder yang sama tetapi dengan kekuatan yang berlawanan misalnya
silinder -0,25 dan +0,25 diletakkan dengan sumbu saling tegak lurus sehingga ekivalen
sferisnya nihil. Digunakan untuk melihat koreksi silinder pada kelainan astigmatisma sudah
cukup atau belum.9
Oftalmoskopi
Pada astigmatisme yang ringan, tak menimbulkan perubahan pada gambaran fundus.
Pada derajat yang tinggi, papil tampak lonjong dengan aksis yang panjang sesuai dengan
aksis dari lensa silinder yang mengoreksinya.9
Retinoskopi
Refraksi obyektif dilakukan dengan retinoskopi. Sebagian besar retinoskopi
menggunakan sistem proyeksi streak yang dikembangkan oleh Copeland dan sisanya oleh
Welch-alynn. Retinoskopi dapat menentukan secara objektif kelainan refraksi sferosilindris,
seperti astigmatisma regular atau ireguler, serta menentukan kepadatan dan keiregulerannya.9
Retinoskopi sebaiknya dilakukan pada keadaan mata relaksasi. Pasien melihat ke suatu
benda pada jarak tertentu yang diperkirakan tidak membutuhkan daya akomodasi. Dengan
alat ini mata disinari dan penilaian dilakukan terhadap refleks retinoskopi, antara lain
12
kecepatan, kecerahan, dan luasnya. Kelainan refraksi yang tinggi memilki refleks yang
lambat, lebih buram, dan lebih sempit, begitu pula sebaliknya. Refleks pada kelainan refraksi
diimbangi dengan lensak oreksi, yang dapat langsung menentukan kelainan refraksi pasien.9
Pada astigmatisma, ketika retinoskop digerakkan maju mundur, kita hanya dapat

menentukan kekuatan pada satu aksis. Jika digerakkan kiri ke kanan (dengan orientasi Streak ),

maka kita dapat menentukan kekuatan optik pada yang disediakan oleh lensa silinder

aksis . Oleh karena itu, aksis yang paling nyaman yang digunakan pada retinoskopi streak,

sejajar dengan aksis yang digunakan pada lensa koreksi. Pada astigmatisme with the rule,
dinetralisir dua refleks, satu dari masing-masing meridian.9
Singkatnya, dengan retinoskopi didapatkan refleks yang bergerak kearah yang sama
dengan retinoskopi di kedua meridian. Tetapi pada meridian yang satu, bayangannya lebih terang
dan geraknya lebih cepat. Ini menunjukkan adanya astigmatisma.9

2.2.8 Penatalaksanaan
Pada astigmatisma yang sudah terdapat pada anak-anak, koreksi dini sangatlah penting
untuk mencegah terjadinya ambliopia karena gambar yang tajam tidak di proyeksikan tepat
pada retina. Pada astigmatisme reguler, tujuan koreksi adalah untuk membawa garis fokus
dari dua meridian utama bersama disatu titik. Untuk memperoleh tajam penglihatan terbaik
dipergunakan lensa silinder. Sinar dalam bidang melalui sumbu lensa silinder tidak terbias.
Sinar dalam bidang tegak lurus terhadap sumbu, dibias seperti lensa sferis positif. Jadi pada
lensa silinder positif maupun negatif terdapat dua daya pembiasan utama, yaitu daya
pembiasan pada bidang yang melalui sumbu (tidak dibias) dan pada bidang tegak lurus
terhadap sumbu (dibias secara positif atau negatif). Agar kelainan refraksi demikian dapat
dapat diperoleh tajam penglihatan terbaik, diusahakan supaya semua titik titik pembiasan
jatuh pada makula lutea.9, 10
Pada astigmatisma reguler, diberikan kacamata sesuai dengan kelainan yang didapatkan
yaitu dikoreksi dengan lensa silinder negatif atau positif dengan atau tanpa kombinasi lensa
sferis. Pada astigmatisma ireguler bila derajat ringan bisa dikoreksi dengan lensa kontak
keras tetapi bila berat maka dilakukan transplantasi kornea.9, 10
Metode bedah refraksi yang digunakan terdiri dari radial keratotomy, dimana pola jari-
jari yang melingkar dan lemah di insisi di parasentral. Bagian yang lemah dan curam pada
pemeriksaan kornea dibuat rata. Jumlah hasil perubahan tergantung pada ukuran zona optik,

13
angka dan kedalaman dari insisi. Photorefractive keratectomy adalah prosedur dimana
kekuatan kornea ditekan dengan ablasi laser pada pusat kornea. Kornea yang keruh dapat
terjadi setelah photorefractive keratectomy dan setelah beberapa bulan akan kembali jernih.
Lacer Assisted in Situ Interlameral Keratomilieusis (lasik) merupakan salah satu tipe RPK,
laser digunakan untuk membentuk kurva kornea dengan membuat slice (potongan laser) pada
kedua sisi kornea.9, 10

2.2.9 Prognosis
Individu dengan astigmatisma keadaannya tidak akan berubah setelah usia 25 tahun.
Pada beberapa kasus yang berat, astigmatisma tidak dapat dikoreksi penuh. Astigmatisma
yang disebabkan oleh parut dan gangguan pada kornea tidak dapat dikoreksi dengan kaca
mata tapi dapat dengan lensa kontak keras atau pembedahan.1
Teknik pembedahan menurunkan tingkat kejadian astigmatisma dan memberikan hasil
yang baik dengan sangat sedikit efek samping.10

BAB III
LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : Ainal Mardhiyah
Umur : 58 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku : Aceh
Alamat : Darussalam
No. CM : 0-06-64-78
Tanggal Pemeriksaan : 24 Juli 2017

14
B. Anamnesis
Keluhan utama : Mata kanan-kiri kabur dan berbayang
Keluhan tambahan : Sakit kepala, mata terasa lelah
Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke poli mata RSUDZA dengan keluhan pandangan kabur yang dirasakan
sejak 2 tahun yang lalu, memberat dalam sebulan terakhir. Pasien mengeluhkan
penglihatan seperti berbayang. Pasien juga mengatakan apabila terlalu lama membaca
pasien mengeluhkan mata terasa lelah, keluhan sakit kepala juga dirasakan pasien.
Selama ini pasien menggunakan kacamata, namun saat ini pasien sudah merasa tidak
nyaman lagi dengan kacamata tersebut.
Riwayat penyakit dahulu
Riwayat operasi mata sebelumnya disangkal
Diabetes mellitus tidak ada, Hipertensi 1 tahun lalu terkontrol.
Riwayat penyakit keluarga : Disangkal
Riwayat pengobatan : Disangkal

C. Pemeriksaan Fisik
1. Status Present
Kesadaran : Compos Mentis, GCS 15
Tekanan Darah : 130/70 mmHg
Nadi : 86 x/menit
Frekuensi Nafas : 20 x/menit
Temperatur : 36,50C

2. Status Oftalmologis
Uji Hischberg
VOD VOS

15
VOD:
5/24 PH 5/20 VOS:
Cyl - 0,50, axis 90 5/5
Visus post koreksi: 5/5 Add +2,75
Add +2,75

Uji Pursuit
VOD VOS

Pemeriksaan Segmen Anterior


Bagian Mata OD OS
Palpebra Superior Terdapat bintik-bintik Terdapat bintik-bintik
Palpebra Inferior
kekuningan (+) kekuningan (+)
Konjungtiva Tarsal Superior Normal Normal
Konjungtiva Tarsal Inferior Normal Normal
Konjungtiva Bulbi Normal Normal
Kornea Jernih Jernih
COA Cukup Cukup
Pupil Bulat, isokor 3 mm, Bulat, isokor 3 mm,
RCL (+), RCTL (+) RCL (+), RCTL (+)
Lensa Jernih Jernih

3. Foto Klinis

16
Gambar 3.1 Foto Klinis

4. Pemeriksaan Penunjang : Pemeriksaan Visus dan Slit Lamp


5. Diagnosis Kerja : Astigmatisma Miopia Simpleks OD + Presbiopi ODS
6. Tatalaksana : Koreksi dengan penggunaan kacamata
7. Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad Bonam
Quo ad fungsionam : Dubia ad Bonam
Quo ad Sanactionam : Dubia ad Bonam

BAB IV
ANALISA KASUS

Dari hasil anamnesis didapatkan seoarang pasien perempuan berusia 58 tahun datang
ke poli mata RSUDZA dengan keluhan pandangan kabur yang dirasakan sejak 2 tahun yang
lalu, memberat dalam sebulan terakhir. Pasien mengeluhkan penglihatan seperti berbayang.
Pasien juga mengatakan apabila terlalu lama membaca pasien mengeluhkan mata terasa lelah,
keluhan sakit kepala juga dirasakan pasien. Selama ini pasien menggunakan kacamata,
namun saat ini pasien sudah merasa tidak nyaman lagi dengan kacamata tersebut.
Berdasarkan teori didapatkan bahwa astigmatisma merupakan suatu kelainan dimana
mata menghasilkan suatu bayangan dengan titik atau garis fokus multiple, dimana berkas
sinar tidak difokuskan pada satu titik dengan tajam pada retina akan tetapi pada 2 garis titik
api yang saling tegak lurus yang terjadi akibat kelainan kelengkungan di kornea.1
Gejala umum yang sering ditemukan pada penderita astigmatisma adalah fenomena
streak atau sinar di sekitar titik sumber cahaya, yang paling nyata dalam lingkungan gelap.
Jika besarnya astigmatisma tinggi, hal itu dapat membayangi atau mencoreng tulisan; dalam
jumlah yang sangat tinggi dapat menyebabkan diplopia. 11 Pasien dengan astigmatisma,
17
melihat segala sesuatu terdistorsi. Upaya untuk mengimbangi kesalahan bias oleh akomodasi
dapat menyebabkan gejala asthenopic seperti sensasi terbakar di mata atau sakit kepala. Pada
umumnya, seseorang yang menderita astigmatisma tinggi menyebabkan gejala-gejala seperti,
menyipitkan mata saat melihat, pandangan kabur dan sakit kepala.10, 11
Pada pasien dari pemeriksaan visus mata OD 5/24 PH 5/20, setelah koreksi didapatkan
Cyl -0,50, axis 90 dengan visus menjadi 5/5. Untuk mengetahui apakah tajam penglihatan yang
kurang disebabkan oleh kelainan refraksi atau bukan, perlu dikonfirmasi dengan pin hole.
Apabila terdapat perbaikan tajam penglihatan dengan menggunakan pin hole berarti ada
kelainan refraksi, sebaliknya bila terjadi kemunduran tajam penglihatan berarti terdapat
gangguan pada media penglihatan.3
Pasien didiagnosis dengan astigmatisma miopia simpleks OD + Presbiopi ODS. Pada
astigmatisma jenis ini, titik fokus dari daya bias terkuat berada di depan retina, sedangkan
titik fokus dari daya terlemah berada tepat di retina. Kemudian pasien di tatalaksana dengan
pemberian kacamata. Hal ini sesuai dengan teori dimana pada astigmatisma regular, diberikan
kacamata sesuai dengan kelainan yang didapatkan yaitu dikoreksi dengan lensa silinder
negatif atau positif dengan atau tanpa kombinasi lensa sferis.10
BAB V
KESIMPULAN

Astigmatisma adalah kelainan refraksi mata dimana didapatkan bermacam-macam


derajat refraksi pada berbagai macam meridian sehingga sinar sejajar yang datang pada mata
akan difokuskan pada berbagai macam fokus. Terdapat berbagai macam astigmatisma antara
lain, astigmatisma simpleks, mixed dan kompositus. Terdapat dua etiologi pada astigmatisma
yaitu kelainan lensa dan kelainan pada kornea. Adapun gejala klinis dari astigmatisma adalah
penglihatan kabur, atau terjadi distorsi. Pasien juga sering mengeluhkan penglihatan mendua
atau melihat objek berbayang-bayang. Sebahagian juga mengeluhkan nyeri kepala dan mata
cepat lelah jika sedang melakukan aktivitas mata. Koreksi dengan lensa silinder akan
memperbaiki visus pasien. Selain lensa terdapat juga pilihan bedah yaitu dengan radial
keratotomy dan photorefractive keratectomy serta dapat dilakukan tindakan lasik (laser
assited in situ interlameral keratomileusis).

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Miller KM, Albert DL, Asbell PA, Atebara NH. Clinical Optics American Academy of
Ofthalmology: 2006.
2. James B, Chew C, Bron A. Optika Klinis. Dalam: Safitri A, editor. Lecture note
Oftalmology. Edisi 9. Jakarta: Erlangga: 2006.
3. Olver J and Cassidy L, Basic Optics and Refraction. In Olver J and Cassidy L,
Ophtalmology at a Glance. New York: Blackwell Science, 2005.
4. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata Edisi ketiga. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2009.
5. Whitcher JP and Eva PR. Low vision. In Whitcher JP and Eva PR. Vaughan & Asburys
General Ophtalmology. New York: MC Graw Hill: 2007.
6. Vaughan AT. Kelainan Refraksi. Dalam: SsuantoD, Editor. Oftalmologi umum. Edisi
17. Jakarta: EGC. 2009.
7. American Academy of Opthalmology. 2011. Clinical Optics. Section 3. P. 93-116.
8. Kaimbo DKW. Astigmatism-Definition, Etiology, Classification, Diagnosis and Non-
Surgical Treatment. 2012. Diakses dari http://www.intechopen.com/books/astigmatism-
opyics-physiology-and-management/astigmatism-definition-etiology-classification-
diagnosis-and-non-surgical-treatment
9. Cox MJ. Astigmatism. Dalam: Dart DA, Bex P, Dana R, Eds. Ocular Periphery and
Disorders. Oxford: Elsevier. 2011.

19
10. Roque MR, Limbonsing R, Rosque BL. PRK Astigmatism Treatment dan Management.
Edisi Februari 2012. Diakses dari http://emedicine.medscape.com/article/1220845
11. Christoph WS, Lang GK. Optics and Refractive Erors. Dalam : Lang K,
editor.Opthalmology a Short textbook. New York:Thieme: 2000.

20

Anda mungkin juga menyukai