Anda di halaman 1dari 77

TINJAUAN PUSTAKA

I. VULVITIS
1.1 Definisi
Vulvitis adalah infeksi pada alat genitalia luar wanita yaitu pada vulva.
Vulva terdiri dari komponen-komponen sebagai berikut = mons veneris,
labia mayora, labia minora, klitoris, vestibulum dengan orifisium urethra
eksternum, glandula bartholoni, dan glandula paraurethralis. Pada radang
vulva (vulvitis) vulva membengkak, merah dan agak nyeri, kadang-kadang
disertai gatal2,3.
1.2 Anatomi
Organ kelamin luar (vulva) dibatasi oleh labium mayor (sama
dengan skrotum pada pria). Labium mayor terdiri dari kelenjar keringat dan
kelenjar sebasea (penghasil minyak), setelah puber, labium mayor akan
ditumbuhi rambut. Labium minor terletak tepat di sebelah dalam dari labium
mayor dan mengelilingi lubang vagina dan uretra2.
Gambar 2.1 Penampang Alat Genitalia Wanita Eksterna
(source: http://www.medical-look.com/systems_images/Vagina_large.jpg)
Organ-organ seksual wanita bagian luar, alat kelamin, secara kolektif
dikenal sebagai Vulva. Vulva ialah tempat bermuaranya sistem urogenital.
Di sebelah luar vulva dilingkari oleh labia majora yang ke belakang menjadi
satu dan membentuk commisura posterior dan perineum. Di bawah kulitnya
terdapat jaringan lemak serupa dengan yang ada di mons veneris. Medial
dari labia majora ditemukan labia minora yang ke arah perineum menjadi
satu dan membentuk frenulum labiorum pudendi 5.
Di depan frenulum ini terletak fossa navikulare. Kanan dan kiri dekat pada
fossa navikulare ini dapat dilihat dua buah lubang kecil tempat saluran
kedua Glandula Bartholini bermuara. Ke depan labia minora menjadi satu
dan membentuk prepusium klitoridis dan frenulum klitoridis. Di bawah
prepusium klitoridis terletak klitoris. Kira-kira 1,5 cm di bawah klitoris
terdapat orifisium urethrae eksternum. Di kanan kiri lubang kemih ini

terdapat dua lubang kecil dari saluran yang buntu (duktus paraurethralis
atau duktus Skene)4,5.
Saluran limfe dari klitoris, bagian atas labia minora dan labia majora
menuju ke kelenjar-kelenjar inguinal terus ke kelenjar-kelenjar femoral dan
iliaka eksterna. Bagian bawah labia, fossa navikulare dan perineum
menyalurkan limfe ke glandula-glandula inguinalis superfisialis dan terus ke
glandula-glandula inguinalis profunda5.
Mons Veneris adalah sebuah lapisan dari jaringan lemak yang lembut yang
menutupi tulang punggung. Kulit penutup mons veneris berisi banyak
ujung-ujung syaraf. Ini biasanya ditutupi oleh rambut yang tumbuh tebal
setelah pada mula dari masa puber Mons veneris artinya gundukan
tanah Venus dalam bahasa latin. Hal ini dinamakan demikian karena
jaringan lemak ditempatkan disini adalah sensitif untuk hormon estrogen,
dengan permulaan masa puber level estrogen akan meningkat
menyebabkan gundukan yang jelas sampai berbentuk 1,5.
Labia majora adalah dua lipatan kuilt, dalam beberapa kasus mereka lebih
mirip gundukan-gundukan daripada lipatan-lipatan, yang menjadikan
pudendal terpotong, dan menyembunyikan dan melindungi struktur-struktur
yang lebih lembut dari vulva. Bagian depan dari masing-masing labia
majora biasanya lebih tebal daripada pantat, lonjong kebawah dan
bergabung dengan kerampang. Panjang labia 7-8 cm, lebar 2-3 cm, tebal
1-1,5 cm dan agak meruncing pada ujung bawah 1,5.
Labia minora merupakan dua buah lipatan jaringan yang pipih dan
berwarna kemerahan akan terlihat bila labia mayora dibuka. Labia minora
dibentuk dari jaringan erektil yang seperti sepon yang lembut berisi
pembuluh-pembuluh darah dengan konsentrasi yang padat, jaringan yang
sama seperti itu dimana mengelilingi urethra di dalam penis. Labia minora
dibentuk oleh banyak kelenjar penghasil minyak, tetapi tanpa sel-sel lemak.
Labia minora merupakan lipatan pipih sebelah medial, lipatan kulit tipis,
sensitif, tidak didapat folikel rambut. Labia minora mengandung folikel
sebasea, dan pembuluh darah. Labia minora menyatu di bagian superior,
tempatnya masing-masing terpisah membentuk 2 lamela, pasangan lamela

sebelah bawah menyatu membentuk frenulum klitoridis, sedangkan


pasangan sebelah atas menyatu membentuk prepusium klitoridis. Pada
bagian inferior, labia minora memanjang mendekati garis tengah sebagai
jaringan berlipat-lipat dan menyatu membentuk fourchette yang terlihat
jelas pada wanita nullipara, namun pada multipara, labia minora secara
tidak kentara bergabung dengan labia minora 1,5.
Klitoris homolog dengan penis dan terdekat dekat ujung posterior vulva.
Klitoris terdiri dari glans, korpus dan dua buah krura. Panjang klitoris jarang
melebihi 2 cm, bahkan dalam keadaan ereksi sekalipun dan posisinya
sangat terlipat karena tarikan labia minora5.
Kelenjar Bartholini merupakan sepasang struktur majemuk kecil dengan
diameter 0,5 sampai 1 cm. Masing-masing letaknya di bawah vestibulum
pada kedua sisi liang vagina dan merupakan kelenjar vestibulas mayor.
Kelenjar Bartholini terletak di bawah otot konstriktor vagina dan kadang
kala ditemukan tertutup sebagian oleh bulbus vestibularis. Saluran kelenjar
ini panjangnya1,5 sampai 2 cm dan bermuara di sisi vestibulum, tepat di
luar batas lateral liang vagina5.
Vestibulum merupakan daerah dengan batas atas clitoris, batas bawah
fourchet, batas lateral labia minora. Berasal dari sinus urogenital. Terdapat
enam lubang/orificium, yaitu orificium urethrae externum, introitus vaginae,
ductus glandulae Bartholinii kanan-kiri dan duktus Skene kanan-kiri. Antara
fourchet dan vagina terdapat fossa navicularis5.
1.3 Etiologi
Faktor penyebab dari vulvitis dapat disebabkan oleh jamur, bakteri, virus,
protozoa maupun reaksi alergi. Kuman penyebab vulvitis biasanya
disebabkan oleh N. Gonorrheaea, Streptococcus atau basil coli. Virus yang
menyebabkan vulvitis adalah limfogranuloma venerum, herpes genitalis
dan kondiloma akuminata. Vulvitis juga dapat disebabkan oleh scabies dan
pediculosis. Pada vulvitis karena alergi disebabkan oleh deterjen, tissue
pada toilet, sabun dan penyemprot vagina2,6.
1.4 Klasifikasi
Umumnya vulvitis dapat dibagi dalam 3 golongan:

a.Yang bersifat lokal


o Infeksi pada kulit termasuk rambut, kelenjar-kelenjar sebasea dan
kelenjar-kelenjar keringat. Infeksi ini timbul karena trauma luka atau sebab
lain dan dapat menimbulkan folikulitis, furunkulosis, hidradenitis dan
sebagainya.
o Infeksi pada orifisium urethra eksternum, glandula paraurethralis dan
sebagainya, biasanya disebabkan oleh gonorheae.
o Infeksi pada Glandula Bartholini.
b.Yang timbul bersama-sama atau sebagai akibat vaginitis.
c. Yang merupakan permulaan atau manifetasi dari penyakit umum 1.
Dalam golongan vulvitis sebagai permulaan atau manifestasi penyakit
umum, terdapat antara lain :
a. Penyakit-penyakit kelamin. Yang dianggap penyakit kelamin klasik ialah
gonorhea, sifilis, ulkus mole, limfogranuloma venereum dan granuloma
inguinale.
b. Tuberkulosis.
c. Vulvitis disebabkan oleh infeksi karena virus. Termasuk disini
limfogranuloma venereum, herpes genitalis dan kondiloma akuminatum.
d. Vulvitis pada diabetes mellitus1.
Infeksi pada Glandula Bartholini (Bartholinitis)
Bartholinitis sering kali timbul pada gonorea, akan tetapi dapat pula
mempunyai sebab lain, misalnya streptokokus atau basil koli. Pada
bartholinitis akuta kelenjar membesar, merah, nyeri dan lebih panas

daripada daerah sekitarnya. Isinya cepat menjadi nanah yang dapat keluar
melalui duktusnya atau jika duktus tersumbat, mengumpul didalamnya dan
menjadi abses yang kadang-kadang dapat menjadi sebesar telur bebek.
Jika belum menjadi abses, keadaan bias diatasi dengan antibiotika, jika
sudah bernanah mencari jalan sendiri atau harus dikeluarkan dengan
sayatan. Radang pada glandula bartholini dapat terjadi berulang-ulang dan
akhirnya dapat menjadi menahun dalam bentuk kistha bartolini 1.
Kista Bartholini tidak selalu menyebabkan keluhan, akan tetapi kadangkadang dirasakan sebagai benda berat dan atau menimbulkan kesulitan
pada koitus. Pengobatan kista bartholini dapat dengan memberikan
analgetik dan antibiotik spectrum luas. Jika kistanya tidak besar dan tidak
menimbulkan gangguan, maka tidak perlu dilakukan tindakan apa-apa,
tetapi dalam hal lain perlu dilakukan tindakan pembedahan. Tindakan itu
terdiri atas ekstirpasi, akan tetapi tindakan ini bisa menyebabkan
perdarahan. Akhir-akhir ini dianjurkan menggunakan marsupialisasi
sebagai tindakan tanpa resiko dan dengan hasil yang memuaskan. Pada
tindakan ini setelah diadakan sayatan dan isi kista dikeluarkan, dinding
kista yang terbuka dijahit pada kulit vulva yang terbuka pada sayatan 1.
Vulvitis Herpes Genitalis
Herpes genitalis disebabkan oleh tipe 2 herpes virus hominis, yang dekat
hubungannya dengan tipe 1 herpes simpleks, penyebab herpes labialis.
Herpes genitalis umunya dianggap sebagai akibat hubungan seksual dan
terjadi dalam 3 sampai 7 hari sesudah koitus. Jika penyakit timbul di
tengah-tengah daerah dengan radang dan edema tampak sejumlah vesikel
yang biasanya berlokasi pada labia minora, bagian dalam labia mayora dan
prepusium klitoridis1.
Tempat-tempat itu dirasakan panas dan gatal dan karena digaruk sering
timbul infeksi sekunder. Kadang-kadang tampak pula ulkus-ulkus kecil yang
dangkal. Selain pada vulva penyakit ditemukan pula pada vagina dan
serviks uteri yang menyebabkan leukorea, perdarahan dan disuria. Dengan
pengobatan simptomatis biasanya penyakit sembuh sendiri akan tetapi ada
kemungkinan timbul kembali. Timbulnya kembali ini mungkin merupakan

reaktivasi dari infeksi yang sesungguhnya tidak sembuh dan tinggal laten.
Selanjutnya virus mungkin memegang peranan dalam tumbuhnya
karsinoma servisis uteri1.
Diagnosis herpes genitalis dapat dibuat dengan jalan pembiakan pada
luka-luka di vulva, vagina atau serviks dan dengan tes serologik. Sebagai
terapi dapat dilakukan terapi simptomatis dengan obat-obat yang
mengurangi rasa nyeri dan gatal dan yang mengeringkan daerah yang
kena infeksi. Akhir-akhir ini ditemukan bahwa virus dapat diberantas
dengan aplikasi lokal dari 1% larutan neutral-red atau 0,1% larutan
proflavine, diikuti dengan penyinaran sinar flouresensi (20-30 watt) untuk
10-15 menit dengan jarak 15-20 cm1.
Kondiloma Akuminatum
Kondiloma akuminatum berbentuk seperti kembang kubis
(cauliflower) dengan di tengahnya jaringan ikat dan ditutup terutama di
bagian atas oleh epitel dengan hiperkeratosis. Penyakit terdapat dalam
bentuk kecil dan besar, sendirian atau dalam suatu kelompok. Lokasinya
ialah pada berbagai bagian vulva, pada perineum, pada daerah perianal,
pada vagina dan serviks uteri. Dalam hal-hal yang terakhir ini terdapat
leukorea1.
Kondiloma akuminatum kiranya disebabkan oleh suatu jenis virus yang
banyak persamaannya dengan penyebab veruka vulgaris. Adanya leukorea
oleh penyebab lain memudahkan tumbuhnya virus dan kondiloma
akuminata. Kelainan ini juga lebih sering ditemukan pada kehamilan karena
lebih banyaknya vaskularisasi dan cairan pada jaringan. Umumnya
diagnosis kondiloma akuminata tidak sukar dibuat dan dapat dibedakan
dari kondiloma lata, merupakan suatu manifestasi dari sifilis 1.
Kondiloma akuminatum yang kecil dapat disembuhkan dengan larutan 10%
podofilin dalam gliserin atau dalam alkohol. Pada waktu pengobatan
daerah sekitarnya harus dilindungi dengan vaselin dan setelah beberapa
jam tempat pengobatan harus dicuci dengan air dan sabun. Pada
kondiloma yang luas, terapinya terdiri atas pengangkatan dengan
pembedahan atau kauterisasi. Untuk mencegah timbulnya residif, harus

diusahakan kebersihan pada tempat bekas kondiloma akuminata dan


leukorea harus diobati1.
Vulvitis Diabetika
Pada vulvitis diabetika, vulva merah dan sedikit membengkak. Keluhan
terutama rasa gatal dan disertai rasa nyeri. Jaringan pada penderita
diabetes mengandung kadar glukosa yang lebih tinggi dan urine dengan
glukosuria menjadi penyebab peradangan. Oleh karena itu penderita
dengan vulvitis yang sebabnya tidak terang, perlu dipikirkan adanya
diabetes. Vulvitis diabetika kadang-kadang dapat disertai dengan
moniliasis. Terapi terdiri atas penguasaan penyakit diabetes mellitus dan
pengobatan lokal1.
1.5 Tanda dan Gejala
Gejala yang dapat ditemukan pada penderita vulvitis adalah:
o Perasaan panas dan nyeri terutama waktu kencing leucorrhoe yang
sering disertai perasaan gatal hingga terjadi iritasi oleh garukan.
o

Gangguan coitus.

o Introitus dan labia menjadi merah dan bengkak dan senang tertutup
oleh sekret.
o

Kemerahan pada vulva dan bengkak.

o Infeksi jamur menyebabkan gatal-gatal sedang sampai hebat dan rasa


terbakar pada vulva dan vagina. Kulit tampak merah dan terasa kasar. Dari
vagina keluar cairan kental seperti keju. Infeksi ini cenderung berulang
pada wanita penderita diabetes dan pada wanita yang mengkonsumsi
antibiotik3.
1.6 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala, hasil pemeriksaan fisik dan
karakteristik cairan yang keluar dari vagina. Contoh cairan juga diperiksa

dengan mikroskop dan dibiakkan untuk mengetahui organisme


penyebabnya. Untuk mengetahui adanya keganasan, dilakukan
pemeriksaan Pap smear. Pada vulvitis menahun yang tidak memberikan
respon terhadap pengobatan biasanya dilakukan
pemeriksaan biopsijaringan7.
Anamnesis harus meliputi sifat, lama dan lokasi dari gejala serta diagnosis
dan terapi sebelumnya. Bilamana pasien sudah pernah dilakukan biopsi
sebelumnya, biopsi tetap harus dilakukan untuk ditinjau ulang.
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan umum vulva untuk lesi. Pencucian
dengan larutan encer asam asetat (3-5%) berguna untuk mendapatkan lesi
hiperkeratonik dan pewarnaan dengan birutoluidin berguna untuk
mendapatkan hyperplasia. Penilaian laboratorium terdiri dari kultur ulkus
untuk virus herpes dan biopsi untuk lesi-lesi yang dicurigai 6.
1.7 Penatalaksanaan dan Terapi Pengobatan
Pengobatan yang dapat diberikan berupa:
o Jika penyebabnya karena jamur maka diberikan Miconazole,
clotrimazole, butoconazole atau terconazole (krim, tablet vagina atau
supositoria), Fluconazole atau ketoconazole (tablet).
o Jika penyebabnya bakteri maka biasanya diberikan metronidazole
atau clindamycin (tablet vagina) atau metronidazole (tablet).
o Jika penyebabnya gonokokus biasanya diberikan suntikan ceftriaxon &
tablet doxicyclin.
o Jika penyebabnya virus herpes maka diberikan Acyslovir (tablet atau
salep). Krim atau tablet acyclovir diberikan untuk mengurangi gejala dan
memperpendek lamanya infeksi herpes.
o Untuk mengurangi gatal-gatal yang bukan disebabkan oleh infeksi bisa
dioleskan krim atau salep corticosteroid dan antihistamin per-oral (tablet).

o Selain obat-obatan, penderita juga sebaiknya memakai pakaian dalam


yang tidak terlalu ketat dan menyerap keringat sehingga sirkulasi udara
tetap terjaga (misalnya terbuat dari katun) serta menjaga kebersihan vulva
(sebaiknya gunakan sabun gliserin).
o Untuk mengurangi nyeri dan gatal-gatal bisa dibantu dengan kompres
dingin pada vulva atau berendam dalam air dingin 8,9.
1.8 Prognosis
Rasa gatal pada vulvitis dapat dikontrol tetapi setelah penyebabnya
diketahui dan diberikan terapi dalam beberapa minggu maka akan
membaik dan rasa gatal pada vulvitis akan berkurang dalam beberapa
minggu6.II. VAGINITIS
Vaginitis adalah suatu kondisi yang ditandai radang pada vagina, paling
sering disebabkan oleh bakteri, fungal, atau parasit infeksi. Vaginitis
merupakan reaksi peradangan non-infeksi dan infekspada mukosa vagina
dan kadang-kadang menyebabkan peradangan pada vulva. Vaginitis dapat
didiagnosa berdasarkan adanya cairan dari vagina. Vaginitis dapat
disebabkan oleh infeksi bakterial, fungi dan protozoa 10.
Di Amerika Serikat, bakterial vaginosis merupakan penyebab vaginitis yang
terbanyak, mencapai sekitar 40 sampai 50% dari kasus pada perempuan
usia reproduksi. Infeksi ini disebabkan oleh perkembangbiakan beberapa
organisme, termasuk di antaranya Gardnerella vaginalis, Mobiluncus
species, Mycoplasma hominis dan Peptostreptococcus species.
Menentukan angka prevalensi bakterial vaginosis adalah sulit karena
sepertiga sampai dua pertiga kasus pada perempuan yang terkena tidak
menunjukkan gejala (asimptomatik). Selain itu, angka prevalensi yang
dilaporkan bervariasi menurut populasi11.
Bakterial vaginosis ditemukan pada 15-19% pasien-pasien rawat inap
bagian kandungan, 10-30% ibu hamil dan 24-40% pada klinik kelamin.
Walaupun angka prevalensi bakterial vaginosis lebih tinggi pada klinik-klinik
kelamin dan pada perempuan yang memiliki pasangan seks lebih dari satu,
peran dari penularan secara seksual masih belum jelas. Berbagai

penelitian membuktikan bahwa mengobati pasangan dari perempuan yang


menderita bakterial vaginosis tidak memberi keuntungan apapun dan
bahkan perempuan yang belum seksual aktif juga dapat terkena infeksi ini.
Faktor risiko tambahan untuk terjadinya bakterial vaginosis termasuk
pemakaian IUD, douching dan kehamilan6,9.
Ekosistem vagina normal sangat kompleks. Lactobacillus merupakan
spesies bakteri yang dominan (flora normal) pada vagina wanita usia subur,
tetapi ada juga bakteri lainnya yaitu bakteri aerob dan anaerob. Pada saat
bakterial vaginosis muncul, terdapat pertumbuhan berlebihan dari
beberapa spesies bakteri yang ditemukan, dimana dalam keadaan normal
ada dalam konsentrasi rendah. Penyebabnya bisa berupa:
1.

Infeksi

Bakteri (misalnya Clamidia, Gonokokus).

o Jamur (misalnya kandida), terutama pada penderita diabetes, wanita


hamil dan pemakai antibiotik.
o
o

Protozoa (misalnya Trichomonas vaginalis).


Virus (misalnya virus papiloma manusia dan virus herpes).

2.

Zat atau benda yang bersifat iritatif

Spermisida, pelumas, kondom, diafragma, penutup serviks dan spons.

Sabun cuci dan pelembut pakaian.

Deodoran.

Zat di dalam air mandi.

Pembilas vagina.

o Pakaian dalam yang terlalu ketat, tidak berpori-pori dan tidak


menyerap keringat.
o

Tinja.

3.

Tumor ataupun jaringan abnormal lainnya.

4.

Terapi penyinaran obat-obatan.

5. Perubahan hormonal5.
2.1 VAGINOSIS BAKTERIAL
2.1.1 Definisi
Vaginosis bakterial merupakan sindroma atau kumpulan gejala klinis akibat
penurunan jumlah lactobacilli yang merupakan flora normal vagina yang
dominan dan meningkatnya jumlah kuman anaerobic yang patogen
seperti Gardnerella vaginalis, Prevotella spp, Peptostreprococcus spp,
Mobilancus spp, Mycoplasma spp dan Bacteroides spp. Vaginosis bakterial
merupakan penyebab vaginitis yang sering ditemukan terutama pada
wanita yang masih aktif secara seksual. Namun demikian Vaginosis
bakterial tidak ditularkan melalui hubungan seksual 9.
2.1.2 Anatomi
Vagina menghubungkan genitalia eksterna dengan genitalia interna. Vagina
(liang senggama) adalah liang atau saluran yang menghubungkan vulva
dengan rahim, terletak di antara saluran kemih dan liang dubur. Di bagian
ujung atasnya terletak mulut rahim. Vagina berukuran di depan 6,5 cm dan
dibelakang 9,5 cm, sumbunya berjalan kira-kira sejajar dengan arah pinggir
bawah simfisis ke promontorium. Bentuk dinding dalamnya berlipat-lipat
yang disebut rugae, sedangkan di bagian depan dan belakang ada bagian
yang mengeras disebut kolumna rugarum. Rugae-rugae jelas dapat dilihat
pada bagian distal vagina pada seorang yang virgin atau nullipara,

sedang pada seorang multipara lipatan-lipatan untuk sebagian besar


hilang1.
Vagina disusun oleh epitel skuamosa dalam beberapa lapisan. Lapisan
tidak mengandung kelenjar akan tetapi dapat mengadakan transudasi.
Pada anak kecil, epitel skuamosa ini amat tipis sehingga mudah terkena
infeksi khususnya oleh gonokokkus. Di bawah epitel vagina terdapat
jaringan ikat yang mengandung banyak pembuluh darah. Di bawah jaringan
ikat terdapat otot-otot dengan susunan yang serupa dengan susunan otot
polos. Dinding vagina terdiri dari lapisan mukosa, otot dan jaringan ikat.
Sebelah luar otot-otot terdapat fascia (jaringan ikat) yang akan berkurang
elastisitasnya pada wanita yang lanjut usianya1.
Berbatasan dengan serviks membentuk ruang lengkung antara lain forniks
lateral kiri dan kanan, forniks anterior dan forniks posterior. Di sebelah
depan dinding vagina bagian bawah terdapat uretrha sepanjang 2,5-4 cm.
Bagian atas vagina berbatasan dengan kandung kencing sampai ke forniks
vaginae anterior. Dinding belakang vagina lebih panjang dan membentuk
forniks posterior yang jauh lebih luas daripada forniks posterior. Di samping
kedua forniks itu dikenal pula forniks lateralis sinistra dan dekstra 1.
Suplai darah vagina diperoleh dari Arteri uterina, Arteri vesikalis posterior,
Arteri hemoroidalis mediana dan Arteri pudendus interna. Bagian atas
meyalurkan limfe ke glandula obturatoria dan ke kelenjar-kelenjar sekitar
vasa iliaka, sebagian melalui ligamentum sakrouterinum ke kelompok
glandula sakralis lateralis. Bagian bawah vagina menyalurkan limfe ke
glandula-glandula inguinalis superfisialis dan profunda dan selanjutnya ke
kelompok kelenjar-kelenjar femoral dan iliaka eksterna 1.
Pada introitus vagina dapat dijumpai mukosa membran tipis yang disebut
hymen (selaput dara),suatu lipatan selaput setempat. Pada seorang virgo
selaput daranya masih utuh dan lubang selaput dara (hiatus hymenalis)
umumnya hanya dapat dilalui oleh jari kelingking. Hymen dapat dibagi atas
empat yaitu hymen annulus, hymen septus, hymen cribiform (menunjukkan
beberapa lubang) dan parotus introitus. Apabila hymen telah pecah oleh

karena partus maka sisa-sisa dari hymen disebut dengan karunkula


hymenalis1.
Fungsi paling penting dari vagina adalah sebagai saluran keluar untuk
mengalirkan darah haid dan sekret lain dari rahim dan sebagai alat untuk
bersenggama. Selain itu, vagina juga berfungsi sebagai jalan lahir pada
waktu bersalin1.
Flora vagina terdiri atas banyak jenis kuman, antara lain
basil Dderlein, streptokokus, stafilokokus, difteroid, yang dalam keadaan
normal hidup dalam simbiosis antara mereka. Jika simbiosis ini terganggu
dan jika kuman-kuman seperti streptokokus, stafilokokus, basil koli dan lainlain dapat berkembang biak, timbullah vaginitis non-spesifik. Umumnya
vaginitis non-spesifik dapat disembuhkan dengan antibiotik. Selain itu,
terdapat vaginitis karena Trichomoniasis vaginalis, Candida albicans dan
Hemofilus vaginalis. Pada masa dewasa vagina lebih tahan terhadap
infeksi-infeksi, terutamaGonorheae. Pada masa pubertas dan setelah
menopause vagina lebih peka terhadap infeksi1.
(source: http://en.microdigitalworld.ru/imgs/tr 8 b.jpg)
2.1.3 Epidemiologi
Vaginitis biasanya ditemukan pada wanita dewasa dan pada masa pra
pubertas. Vaginitis bakterial merupakan infeksi yang paling banyak
ditemukan yaitu sekitar 40-50%. Bakterial vaginosis ditemukan pada 1519% pasien-pasien rawat inap bagian kandungan, 10-30% ibu hamil dan
24-40% pada klinik kelamin12.
Walaupun angka prevalensi bakterial vaginosis lebih tinggi pada klinik-klinik
kelamin dan pada perempuan yang memiliki pasangan seks lebih dari satu,
peran dari penularan secara seksual masih belum jelas. Berbagai
penelitian membuktikan bahwa mengobati pasangan dari perempuan yang
menderita bakterial vaginosis tidak memberi keuntungan apapun dan
bahkan perempuan yang belum seksual aktif juga dapat terkena infeksi ini.
Faktor risiko tambahan untuk terjadinya bakterial vaginosis termasuk
pemakaian IUD, douching dan kehamilan1.

Kebanyakan ahli meyakini bahwa sampai sekitar 90% kasus vaginitis


disebabkan oleh bakteri (Bakteri vaginosis), jamur dan Trichomonas
vaginalis. Penyebab non-infeksi termasuk vaginal atrophy, alergi dan iritasi
kimiawi2,8.
2.1.4 Etiologi
Penyebab dari vaginitis bakterial adalah kuman anaerob Gardnerella
vaginalis, Prevotella spp, Peptostreprococcus spp, Mobilancus spp,
Mycoplasma spp dan Bacteroides spp. Faktor resiko dari vaginosis
bakterial yaitu adanya penyakit menular seksual. Vaginosis bakterial dapat
terjadi pada wanita yang masih virgin dan penggunaan IUD juga
merupakan faktor resiko. Resiko terjadinya vaginosis bakterial akan
meningkat pada penderita PID, post aborsi, post partum, endometritis,
chorioamnionitis, kelahiran premature dan kelahiran preterm 11.
Dilihat dari epidemiologi angka prevalensi dan penyebab vaginitis tidak
diketahui secara pasti, sebagian besar karena kondisi-kondisi ini sering
didiagnosis sendiri dan diobati sendiri oleh penderita. Selain itu, vaginitis
sering tidak menimbulkan gejala (asimptomatis) atau disebabkan oleh lebih
dari satu organisme penyebab8,11.
2.1.5 Tanda dan Gejala
Gejala yang paling sering ditemukan adalah keluarnya cairan abnormal dari
vagina. Dikatakan abnormal jika jumlahnya sangat banyak, baunya
menyengat atau disertai gatal-gatal dan nyeri. Cairan yang abnormal sering
tampak lebih kental dibandingkan cairan yang normal dan warnanya
bermacam-macam, misalnya bisa seperti keju atau kuning kehijauan atau
kemerahan. Gejala lain yang dapat ditemukan adalah sebagai berikut:
o

Asimtomatik pada sebagian penderita vaginosis bakterialis.

o Cairan yang keluar dari vagina umumnya berupa cairan yang berbau
amis seperti ikan terutama setelah melakukan hubungan seksual.

o Pada pemeriksaan didapatkan jumlah cairan vagina tidak banyak,


berwarna putih keabu-abuan, homogen, cair dan biasanya melekat pada
dinding vagina terutama pada forniks posterior.
o Pada vulva atau vagina jarang atau tidak ditemukan inflamasi.
o Pemeriksaan pH vagina > 4,5 , penambahan KOH 10% pada duh tubuh
vagina tercium bau amis (whiff test).
o Pada sediaan apus vagina yang diwarnai dengan pewarnaan gram
ditemukan sel epitel vagina yang ditutupi bakteri batang sehingga batas sel
menjadi kabur (clue cells)9,12.
2.1.6 Diagnosis
Diagnosis vaginosis bakterial dapat ditegakkan bila ditemukan tiga dari
empat gejala berikut (KriteriaAmsell) :
o
Cairan vagina homogen, putih keabu-abuan, melekat pada dinding
vagina.
o

pH vagina > 4,5 (biasanya 4,7-5,7).

o Whiff test (+).


o Ditemukan clue cell pada pemeriksaan mikroskopik11.
Diagnosis juga ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan
karakteristik cairan yang keluar dari vagina. Contoh cairan juga diperiksa
dengan mikroskop dan dibiakkan untuk mengetahui organisme
penyebabnya. Untuk mengetahui adanya keganasan, dilakukan
pemeriksaan pap smear. Pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan clue
cell (+), jarang lekukosit, banyaknya lactobacilli berlebihan karena
bercampur dengan flora, meliputi coccus gram (+) dan coccobacilli14.
2.1.7 Pelaksanaan dan Pengobatan
Terapi yang dibolehkan untuk vaginosis bakterial :
o

Metronidazole 500 mg, per oral, 2 x 1 hari selama 7 hari.

Metronidazole gel 0.75%, 5 g secara intravagina/ hari selama 5 hari.

Clindamycin krim 2%, 5 g secara intravagina selama 7 hari.

Ampisilin 500 mg per oral 41 hari selama 7 hari.

o Pengobatan lain dapat diberikan :


Clindamycin 300 mg, per oral, 2 x 1 hari selama 7 hari.
Clindamycin ovule 100 mg, secara intravagina/per hari selama 3 hari.
o Penderita diharuskan untuk menghindari mengkonsumsi alkohol
selama 24 jam setelah pemberian metronidazole.
o Terapi yang diberikan untuk wanita hamil dengan vaginosis bakterial
adalah:
Metronidazole 500 mg, per oral, 2 x 1 hari selama 7 hari.
Metronidazole 250 mg, per oral, 3 x 1 hari selama 7 hari.
Clindamycin 300 mg, per oral, 2 x 1 hari selama 7 hari.
Clindamycin tidak boleh diberikan pada wanita hamil trimester kedua.
o Wanita hamil harus melakukan kontrol rutin selama 1 bulan setelah
pengobatan.

o Pada pasien HIV, pengobatan diberikan dengan dosis yang sama


dengan penderita yang bukan HIV, tetapi vaginosis bakterial dapat menjadi
persisten pada wanita penderita HIV positif.
o Penanganan pada partner seksual : Partner tetap atau sumber kontak
dilakukan pemeriksaan rutin penyakit menular seksual (sexual transmitted
disease).
o

Biasanya tidak dindikasikan untuk pengobatan 2,8.

2.2 KANDIDIASIS VULVOVAGINAL


2.2.1 Definisi
Vaginitis adalah infeksi pada vagina yang disebabkan oleh jamur Candida
albicans.2 Kandidiasis vulvovaginal (KVV) tidak digolongkan dalam infeksi
menular seksual karena jamur Candida sp merupakan organisme komensal pada traktus genitalia dan intestinal wanita. Akan tetapi, kejadian
KVV dapat dikaitkan dengan aktivitas seksual1.
Candida sp adalah jamur sel tunggal, berbentuk bulat sampai oval.
Jumlahnya sekitar 80 spesies dan 17 diantaranya ditemukan pada
manusia. Dari semua spesies yang ditemukan pada manusia, Candida albicans yang paling pathogen. Candida sp memperbanyak diri dengan
membentuk blastospora (budding cell). Blastospora akan saling
bersambung dan bertambah panjang sehingga membentuk pseudohifa.
Bentuk pseudohifa lebih virulen dan invasif daripada spora. Hal itu
dikarenakan pseudohifa berukuran lebih besar sehingga lebih sulit
difagositosis oleh makrofag. Selain itu, pseudohifa mempunyai titik-titik
blastokonidia multipel pada satu filamennya sehingga jumlah elemen
infeksius yang ada lebih besar13.
Gambaran 2.2.1 Mikroskopis Candida albicans
(source: www.medscape.com)
Faktor virulensi lain pada Candida adalah dinding sel. Dinding sel Candida
sp mengandung turunan mannoprotein yang bersifat imunosupresif
sehingga mempertinggi pertahanan jamur terhadap imunitas pejamu, dan
proteinase aspartil yang menyebabkan Candida sp dapat melakukan
penetrasi ke lapisan mukosa. Sepanjang hidupnya, seorang wanita
diperkirakan pernah mengalami keputihan (fluor albus) minimal satu kali.
Fluor albus banyak dialami oleh wanita usia reproduktif15.
2.2.2. Epidemiologi
Vaginitis karena Candida sp sekitar 20-25%. Jamur ini merupakan suatu
jenis jamur gram positif yang mempunyai benang-benang pseudomilia yang
terbagi-bagi dalam kelompok blastospores. Jamur ini hidup dalam suasana
asam (pH 5,0 6,5) yang mengandung glikogen. Jamur ini dapat

ditemukan dalam mulut, daerah perianal dan vagina tanpa menimbulkan


gejala. Adanya faktor-faktor predisposisi dapat menyebabkan perubahan
pada jamur Candida yang semula saprofit menjadi patogen sehingga
terjadi kandidiasis vagina15.
Sekitar 85-90% sel ragi yang diisolasi dari vagina merupakan
spesies Candida albicans. Sisanya adalah spesies non-albicans dan yang
terbanyak adalah Candida glabrata (Torulopsis glabrata). Vaginitis yang
disebabkan oleh spesies non-albicans biasanya resisten terhadap terapi
konvensional15,16.
2.2.3 Etiologi
Vulvovaginitis disebabkan oleh jamur Candida albicans. Beberapa faktor
predisposisi terjadinya KVV diantaranya adalah kehamilan (trimester
ketiga), kontrasepsi, diabetes melitus, antibiotik (terutama spektrum luas
seperti tetrasiklin, ampisilin, dan sefalosporin oral), menggunakan pakaian
ketat dan terbuat dari nilon15.
Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) merupakan salah satu faktor
predisposisi yang dapat memicu jamur Candida yang semula asimptomatik
menjadi aktif berkembang biak sehingga timbul Candidiasis vagina. AKDR
merupakan salah satu faktor predisosisi terjadinya kandidiasis vagina.
Pada pemakaian AKDR terjadi perubahan pada jamur kandida yang
semula saprofit menjadi pathogen16.
Selama kehamilan, vagina menunjukkan peningkatan kerentanan terhadap
infeksi Candida sehingga prevalensi kolonisasi vagina dan vaginitis
simtomatik meningkat, khusunya trimester ketiga. Diduga estrogen
meningkatkan perlekatan Candida pada sel epitel vagina dan secara
langsung meningkatkan virulensi ragi3.
Timbulnya kandidiasis sering terjadi selama pemakaian antibiotik oral sistemik khususnya spektrum lebar seperti tetrasiklin, ampisilin, dan
sefalosporin karena flora bakteri vagina normal yang bersifat protektif
seperti Lactobacillus juga tereliminasi15.
Pakaian ketat ditambah dengan celana dalam nilon meningkatkan
kelembaban dan suhu di daerah perineal sehingga mempermudah tumbuh

kembang jamur. Candida albicans dapat tumbuh pada variasi pH yang


luas. Pertumbuhannya akan lebih baik pada pH 4,5 6,5 dan pada suhu
28C15.

2.2.4 Tanda dan Gejala


Gejala klinis yang ditemukan pada infeksi Candida albicans adalah sebagai
berikut:
o
Duh tubuh vagina disertai gatal pada vulva.
o

Disuria eksternal dan dipareunia superfisial.

Pada pemeriksaan tampak vulva eritem, edem dan lecet.

o
Pada pemeriksaan spekulum tampak duh tubuh vagina dengan
jumlah yang bervariasi, konsistensi dapat cair atau seperti susu pecah.
o
Pada kasus yang lebih berat jika dilakukan pemeriksaan inspekulo
akan menimbulkan rasa nyeri pada penderita. Mukosa vagina dan
ektoserviks tampak eritem, serta pada dinding vagina tampak gumpalan
putih seperti keju.
o
Pemeriksaan pH vagina berkisar 4 4,513.
Kandidiasis Vulvovagina Rekurens (KVVR)
Sekitar 3040% dari pasien KVV akan mengalami infeksi ulang untuk
kedua kalinya dan kurang lebih 5% KVV akan menjadi kandidosis
vulvovagina rekurens (KVVR).Definisi KVVR adalah 4 atau lebih episode
infeksi kandidiasis selama 12 bulan/1 tahun. KVVR merupakan bentuk dari
KVV komplikasi15.
KVVR, menurut Sobel & Fidel, dibagi menjadi 3 kelompok yaitu 1)
kelompok dengan jumlah mikroorganisme yang banyak (KOH+, kultur
kuantitatif tinggi) yang didominasi oleh bentuk hifa, disertai tanda dan

gejala yang khas, baik pada daerah vagina maupun vulva; 2) kelompok
yang jumlah organismenya cukup banyak (KOH +), tetapi gejala dan tanda
terbatas pada daerah vagina saja; 3) kelompok dengan jumlah
mikroorganisme sedikit, tetapi gejala dan tanda cukup jelas15.
Perbedaan ketiga kelompok diatas juga terletak pada respon imunitas
selularnya. Pada kelompok pertama, respon selular lokal berkurang
(reaktivitas Th1 berkurang), sedangkan reaksi hipersensitivitas tipe 1
meningkat (reaktivitas Th2 meningkat). Sementara itu, pada kelompok
kedua, reaktivitas Th1 menurun, tetapi reaktivitas Th2 tidak ada atau hanya
sedikit. Kelompok terakhir, respon selular berupa Th0 (T helper naf) yang
merupakan bentuk awal respon sebelum berubah menjadi Th1 atau Th215.
2.2.5 Diagnosis
Tidak ada gejala dan tanda klinis yang spesifik untuk menegakkan
diagnosis kandidiasis vulvovaginal. Gejala yang sering terjadi adalah gatal
(pruritus) dan duh vagina. Karakteristik duh vagina seperti keju lunak
berwarna putih susu, mungkin bergumpal, dan tidak berbau. Rasa nyeri
pada vagina, iritasi dan sensasi terbakar pada vulva, dispareuni, serta
disuria juga dapat dikeluhkan. Dapat ditemukan adanya tanda-tanda
inflamasi berupa erithem, edem pada vulva dan labia, adanya lesi diskret
pustulopapular dan dermatitis vulva 8,12.
Pada inspeksi, dapat dilihat labia dan vulva eritem dan membengkak
disertai lesi pustulopapular diskret di bagian tepi. Melalui spekulum, serviks
terlihat normal sedangkan epitel vagina tampak eritem disertai duh
keputihan dan terdapat lesi satelit. Infeksi dapat menjalar ke daerah
inguinal dan perianal15.
Balanopostitis terjadi pada pria yang berhubungan seksual dengan wanita
yang terinfeksi. Gejalanya berupa kemerahan, gatal, dan sensasi terbakar
pada penis. Gejala pada pria tersebut biasanya bersifat sembuh sendiri
(self-limiting)15.
Diagnosis kandida vulvovaginal juga dapat dilakukan dengan melakukan
usapan diatas gelas objek dan dicat dengan cara Gram, bila perlu dapat
pula dilakukan pembiakan. Sampel duh diambil dari dinding lateral vagina,

kemudian dicampur dengan NaCl 0,9% atau KOH 10%. Di bawah


mikroskop, bila kandidiasis positif akan ditemukan blastospora atau
pseudohifa. Kadar pH vagina pada kandidiasis normal (4 4,5) dan Whiff
Test (-). Pengukuran pH vagina perlu dilakukan agar dapat membedakan
dengan infeksi bakterial vaginosis, trikomoniasis, atau infeksi campur yang
biasanya bersifat basa (pH > 5)12,15.
2.2.6 Penatalaksanaan dan Terapi Pengobatan
Penggunaan antimikotik golongan azol oral baik dalam mengobati
kandidiasis. Dahulu ketokonazol menjadi obat lini pertama namun saat ini
penggunaannya mulai terbatas karena efek samping hepatotoksik2.
Cara Pemberian

Obat

Dosis

2% krim 5 g/hari selama 3 ha

Sediaan krim 2% intravagina


5 g, dosis tunggal

Topikal atau vaginal

Butokonazole

1% krim 5 g/hari selama 7-14

Tablet vagina 100 mg/hari se


200 mg/hari selama 3 hari at

Clotrimazole
Miconazole

2% krim 5 g/hari selama 7 ha

Supositoria vagina 100 mg/ha


atau 200 mg/hari selama 3 h

Vaginal tablet 100,000 unit/ha

Nystatin
0.4% krim 5 g/hari selama 7
krim 5 g/hari selama 3 hari

Supositoria vagina 80 mg/har

Terconazole

6.5% ointment 5 g, dosis tung

Tioconazole
150 mg, dosis tunggal

Oral

Fluconazole

Keuntungan golongan azol daripada nistatin adalah waktu penyembuhan


lebih singkat dan efektif namun lebih mahal. Golongan azol oral merupakan
kontraindikasi bagi wanita hamil. Oleh karena itu, dapat diganti dengan
golongan azol topikal (kapsul vagina). Imidazole vagina krem, 1 tablet
setiap hari selama 3-7 hari2.
Pada kasus balanopostitis, pengobatan dilakukan dengan nistatin krim atau
klotrimazol topikal, 2 per hari, selama 7 hari. Pada kasus KVVR, terapi
yang dapat diberikan adalah:

1.

Flukonazol, 100 mg, 1x/minggu.

2. Itrakonazol, 50-100 mg/hari.


3.

Ketokonazol 100 mg/hari.

4. Klotrimazol 500 mg, 1 per minggu, sediaan suppositoria vagina 2.


Selain medikamentosa, perlu pula mengendalikan faktor risiko dan
sebaiknya tidak melakukan hubungan seksual sebelum dinyatakan sembuh
atau menggunakan kondom. Pasangan juga perlu diobat apabila terbukti
menderita kandidiasis. Hindari pula pemakaian bahan iritan lokal, seperti
produk berparfum. Wanita hamil sebaiknya hanya menggunakan
penggunaan topikal dengan tablet vagina2,8.
2.3 TRICHOMONIASIS
2.3.1 Definisi
Trichomoniasis adalah infeksi traktus urogenitalis yang disebabkan oleh
protozoa yaitu T. vaginalis. Masa inkubasi berkisar antara 5-28 hari. Pada
wanita T. vaginalis paling sering menyebabkan infeksi pada epitel vagina,
selain pada uretra, serviks, kelenjar Bartholini dan kelenjar
skene. Trichomonas vaginalis dapat ditemukan dalam jumlah kecil dalam
vagina tanpa gejala apa pun, akan tetapi dalam beberapa hal yang ada
hubungannya dengan perubahan kondisi lingkungan, jumlah dapat
bertambah banyak dan menimbulkan radang 2.
(Source: http://www,microdigitalworld.com/images)
Vaginitis karena Trichomonas vaginalis menyebabkan leukorea yang encer
sampai kental, berwarna kekuning-kuningan dan agak berbau. Penderita
mengeluh tentang adanya fluor yang menyebabkan rasa gatal dan
membakar. Disamping itu kadang-kadang ada gejala uretrhitis ringan
seperti disuria dan sering kencing8.
2.3.2 Epidemiologi
Trichomonas vaginalis 15-20%. Trikomoniasis merupakan penyakit infeksi
menular seksual. Trichomonas vaginalis merupakan organisme yang

komensal dan baru diketahui patogen pada abad ke20.Trichomonas vaginalis melekat pada membran mukosa dan bersifat
anaerob. Peterson melaporkan bahwa 24,6% dari apusan vagina yang
diambil secara rutin pada penderita obstetri dan ginekologi menunjukkan
adanya Trichomonas vaginalis9.
2.3.3 Etiologi
Trichomoniasis disebabkan oleh protozoa yaitu
Trichomonas vaginalis. Trichomonas vaginalis adalah suatu parasit dengan
flagella yang bergerak sangat aktif. Walaupun infeksi dapat terjadi dengan
berbagai cara, penularan dengan jalan koitus ialah cara yang paling sering
terdapat.25. Dalam hubungan ini parasit pada pria dengan Trichomonas
biasanya terdapat (tanpa gejala) di urethtra dan prostat 17.
Gambaran 2.3.3 Mikroskopis Trichomoniasis vaginalis
(source : http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/e/e3/Fem_isa_2.g
if)
Trichomoniasis biasanya ditularkan melalui hubungan seksual tanpa
menggunakan pelindung (kondom) dengan seseorang yang mengidap
trichomoniasis atau dapat juga ditularkan melalui perlengkapan mandi
(handuk)17.
2.3.4 Tanda dan Gejala
Gejala yang ditemukan pada penderita trichomoniasis adalah sebagai
berikut:
o

Asimtomatis pada sebagian wanita penderita trichomoniasis.

o
Jumlah leukorrhea banyak, sering disertai bau yang tidak enak,
pruritus vulva, external disuria dan iritasi genital sering ada.
o

Warna sekret : putih, kuning atau purulen.

Konsistensi : homogen, basah, sering frothy atau berbusa (foamy).

o
Tanda-tanda inflamasi: eritem pada mukosa vagina dan itrocoitus
vagina, kadang-kadang petechie pad serviks, dermatitis vulva.
o

Sekitar 2-5% serviks penderita tampak strawberry serviks.

o
Bila ada keluhan, biasanya berupa cairan vagina yang banyak,
sekitar 50% penderita mengeluh bau yang tidak enak disertai gatal pada
vulva dan dispareunia.
o
Pada pemeriksaan, sekitar 75% penderita dapat ditemukan kelainan
pada vulva dan vagina. Vulva tampak eritem, lecet dan sembab. Pada
pemasangan spekulum terasa nyeri, dan dinding vagina tampak eritem.
o
Sekitar 2-5% serviks penderita tampak gambaran khas untuk
trichomoniasis, yaitu berwarna kuning, bergelumbung, biasanya banyak
dan berbau tidak enak.
o
Pemeriksaan pH vagina >4,56,17.
2.3.5 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala, hasil pemeriksaan fisik dan
karakteristik cairan yang keluar dari vagina. Contoh cairan juga diperiksa
dengan mikroskop dan dibiakkan untuk mengetahui organisme
penyebabnya. Parasit biasanya dengan mudah dijumpai di tengah-tengah
leukosit pada sediaan yang dibuat dengan mengambil sekret dari dinding
vagina dicampur dengan satu tetes larutan garam fisiologis di atas gelas
objek. Sediaan diperiksa di bawah mikroskop dengan pembesaran sedang
dan dengan cahaya yang dikurangi sedikit. Pada pemeriksaan mikroskopik
dengan pembesaran 400 kali dapat terlihat pergerakan trichomonas.
Bentuknya ovoid, ukuran lebih besar dari sel PMN dan mempunyai flagel.
Pada 80-90% penderita symtomatic leucocyte (+), clue cell dapat (+)8,15.
Pada pemeriksaan laboraturium didapatkan pH vagina 5,0, whiff
test biasanya (+). Parasit dapat dikenal dengan melihat gerakan-

gerakannya, bentuknya lonjong dengan flagella yang panjang dan


membran yang bergerak bergelombang dan dengan ukuran sebesar 2 kali
leukosit. Akan tetapiTrichomonas vaginalis tidak selalu dapat ditemukan
dengan cara pemeriksaan tersebut. Bila dianggap perlu, dapat pula
dilakukan pembiakan8,15.
2.3.6 Perencanaan dan Terapi Pengobatan
Terapi yang baik pada vaginitis karena trikomonas ialah dengan
Metronidazole (1-(beta-hidroksil)-2-metil-S-nitro-imidazole). Metronidazole
yang diberikan per os dapat diserap dengan baik dalam traktus digestivus
dan mempunyai toksisitas rendah. Keluhan karena minum obat biasanya
ringan dan terdiri atas mulut kering, anoreksia, nausea, rasa nyeri di daerah
epigastrium, kadang-kadang sakit kepala dan vertigo. Pada penderita yang
perlu diberikan mitronidazole berulang, sebaiknya dilakukan pemeriksaan
darah sebelum dan sesudah terapi. Pemberian per os berguna untuk
memberantas Trichomonas vaginalis tidak saja pada alat genital, akan
tetapi pada urethra dan kandung kencing. Pemberian obat intravaginal
dapat membantu pemberian per os1.
Pengobatan Metronidazole per os ialah dalam 2 gram peroral dosis tunggal
atau Tinidazole 2 gram peroral dosis tunggal. Metronidazole dapat
diberikan 2 x 500 mg peroral selama 7 hari. Pengobatan per vaginam saja
dapat mengurangi gajala-gejala, akan tetapi tidak menyembuhkan penyakit.
Pada wanita hamil dengan Trichomoniasis dapat diberikan Metronidazole 2
gram dosis tunggal. Pada wanita hamil trimester pertama dapat diberikan
pengobatan topikal Klotrimazol 100 mg intravagina selama 6 hari.
Metronidazole tidak boleh diberikan pada kehamilan trimester pertama
namun dapat diberikan pada trimester kedua dan ketiga 2,8.
Bagi wanita yang menyusui dapat memberikan ASI setelah 12-24 jam
setelah pemberian metronidazole. Bagi wanita yang diberikan tinidazole,
sebaiknya pemberian ASI diberikan setelah pemberian terapi atau selama
3 hari setelah pemberian dosis terakhir. Sebagai obat per vaginam dapat
diberikan pula supositoria flagyl, supositoria atau krem AVC dan supositoria
Tricofuron2,8.

Sangat perlu bahwa bersamaan dengan pengobatan penderita wanita,


suami juga harus diberi metronidazole per os dalam 2 gram dosis tunggal
yang sama untuk mencegah terjadinya reinfeksi. Dilakukan pemeriksaan
rutin Traktus Genitourinarius. Akhir-akhir ini selain pemberian
metrodinazole, dianjurkan pula tinidazole (Fasyigin) dan ornidazole
(Tiberal). Kadang-kadang terdapat Trichomonas vaginalis persistens. Hal
itu disebabkan oleh kurang baiknya penyerapan metronidazole oleh traktus
digestifus, atau oleh karena resistensi Trichomonas vaginalis terhadap
obat2,8.
HEMOFILUS VAGINALIS VAGINITIS
90% dari kasus-kasus yang dahulu disebut vaginitis non spesifik kini
ternyata disebabkan olehHemofilus vaginalis, suatu basil kecil yang gram
negative. Gejala vaginitis ialah leukorea yang berwarna putih bersemu
kelabu, kadang kekuning-kuningan dengan bau yang kurang sedap.
Vaginitis ini menimbulkan perasaan sangat gatal. Penyakit ini ditularkan
melalui hubungan seksual1.
Diagnosis dibuat dengan cara pemeriksaan separti yang digambarkan
pada pemeriksaan Trichomonas vaginalis. Pada sediaan dapat ditemukan
beberapa kelompok basil, leukosit yang tidak seberapa banyak, dan banyak
sel-sel epitel yang untuk sebagiaan besar permukaannya berbintik-bintik.
Sel-sel ini yang dinamakan clue-cells, merupakan cirri vaginitis yang
disebabkan oleh Hemofilus vaginalis1.
Terapi harus diberikan kepada suami-isteri, berupa tetrasiklin 2 gr sehari
untuk 5 hari, di samping itu kepada wanitanya dapat diberi betadin vagina
douche2,8.
VAGINITIS (VULVO) ATROFIKANS
Sesudah menopause epitel vagina menjadi atrofis dengan hanya tertinggal
lapisan sel basal. Epitel demikiaan itu mudah kena infeksi, dan radang
dapat menjalar kejaringan di bawah epitel. Penyakit ini menyebabkan
leukorea dan rasa gatal dan pedih. Vaginitis ini juga dinamakan vaginitis
senilis. Uretha dan kandung kencing dapat ikut terlibat dan menimbulkan
gejala disuria dan sering kencing1.

Terapi terdiri terdiri pemberiaan estrogen per os tiap malam dan


pemberiaan dienestrol krem, premarin vaginal cream atau 0,1 mg
suposotorium dietil stilbestrol per vagina untuk 30 malam. Dewasa ini dapat
dianjurkan pemakaiaan synapause dan synapause krim 2,8.
VAGINITIS EMFISEMATOSA
Penyakit ini jarang terdapat dan pada umumnya dijumapai pada wanita
hamil. Pada vaginitis ini ditemukan radang dengan gelembung-gelembung
kecil berisi gas pada dinding vagina dan porsio uteri. Pengobatan
simtomatis dan penyebab infeksi belum diketahui1.
III. SERVISITIS
3.1 Definisi
Servisitis adalah peradangan dari selaput lendir dari kanalis servikalis.
Karena epitel selaput lendir kanalis servikalis hanya terdiri dari satu lapisan
sel selindris sehingga lebih mudah terinfeksi dibanding selaput lendir
vagina. Servisitis juga merupakan infeksi non spesifik dari serviks.
Servisitis ini biasanya terjadi pada serviks bagian posterior 1.
3.2 Anatomi
Serviks merupakan bagian uterus dengan fungsi khusus yang terletak di
bawah isthmus. Di anterior, batas atas serviks yaitu os interna, terletak
kurang lebih setinggi pantulan peritoneum pada kandung kemih.
Berdasarkan perlekatannya pada vagina, serviks terbagi atas segmen
vaginal dan supravaginal. Permukaan posterior segmen supravaginal
tertutup peritoneum. Di bagian lateral, serviks menempel pada ligamentum
kardinale dan di bagian anterior dipisahkan dari kandung kemih yang
menutupinya oleh jaringan ikat longgar. Os eksterna terletak apda ujung
bawah segmen vaginal serviks, yaitu porsio vaginalis. Serviks (leher rahim)
terletak di puncak vagina1,6.
Gambar 3.2 Penampang Melintang Alat Genitalia Wanita
(source: http://perpetuumlab.com.hr/w/images/thumb/1/1b/Vagina.png)
Bentuk os eksterna serviks sangat bervariasi. Sebelum melahirkan,
bentuknya kecil, beraturan, oval, setelah melahirkan, orifisiumnya berubah

menjadi celah melintang yang terbagi sedemikian rupa sehingga terdapat


bentuk yang disebut bibir serviks. Anterior dan posterior. Serviks yang
mengalami robekan berat saat pelahiran, setelah sembuh bisa menjadi
berbentuk tak beraturan, nodular atau menyerupai bintang (stelata).
Perubahan ini cukup khas sehingga memungkinkan pemeriksa memastikan
apakah seorang wanita telah melahirkan anak melalui suatu pelahiran
pervaginam1.
Serviks terutama terdiri atas jaringan kolagen ditambah jaringan elastin
serta pembuluh darah namun masih memiliki serabut otot polos. Mukosa
kanalis servikalis terdiri dari satu lapisan epitel thoraks yang sangat tinggi,
menempel pada membaran basalis yang sangat tipis. Nukleus yang oval
terletak dekat dasar sel thoraks yang bagian atasnya terlihat agak jernih
karena berisi mukus. Sel-sel ini mempunyai banyak silia. Dalam keadaan
normal, epitel gepeng segmen vaginal serviks dan epitel thoraks kanalis
servikalis membentuk garis pemisah di dekat os eksterna yaitu taut
skuamo-kolumnar1.
Saluran di dalam serviks adalah sempit, bahkan terlalu sempit sehingga
selama kehamilan janin tidak dapat melewatinya. Tetapi pada proses
persalinan saluran ini akan meregang sehingga bayi bisa melewatinya.
Bagian terbawah uterus, terdiri dari pars vaginalis (berbatasan / menembus
dinding dalam vagina) dan pars supravaginalis. Terdiri dari 3 komponen
utama: otot polos, jalinan jaringan ikat (kolagen dan glikosamin) dan
elastin. Bagian luar di dalam rongga vagina yaitu portio cervicis uteri
(dinding) dengan lubang ostium uteri externum (luar, arah vagina) dilapisi
epitel skuamokolumnar mukosa serviks, dan ostium uteri internum (dalam,
arah cavum). Sebelum melahirkan (nullipara/primigravida) lubang ostium
externum bulat kecil, setelah pernah/riwayat melahirkan (primipara/
multigravida) berbentuk garis melintang. Posisi serviks mengarah ke
kaudal-posterior, setinggi spina ischiadica1.
Kelenjar mukosa serviks menghasilkan lendir getah serviks yang
mengandung glikoprotein kaya karbohidrat (musin) dan larutan berbagai
garam, peptida dan air. Ketebalan mukosa dan viskositas lendir serviks

dipengaruhi siklus haid. Saluran serviks dilapisi oleh kelenjar penghasil


lendir. Lendir ini tebal dan tidak dapat ditembus oleh sperma kecuali sesaat
sebelum terjadinya ovulasi1.
Pada serviks uteri, saluran limfe mengalir ke tiga jurusan:
1. Dari isthmus melalui parametrium ke kelenjar-kelenjar di sekitar
vasa
iliaca.
2.
Dari bagian dekat ureter mengikuti pembuluh darah balik ke
kelompok glandula iliaca eksterna.
3. Dari bagian belakang melalui ligamentum sakrouterinum menyebar
melalui parametrium ke kelompok glandula hipogastrika dan glandula
obturatoria. Ada pula melalui ligamentum sakrouterinum ke kelompok
glandula sakralis lateralis1.
Selama masa reproduktif, lapisan lendir vagina memiliki permukaan yang
berkerut-kerut. Sebelum pubertas dan sesudah menopause, lapisan lendir
menjadi licin. Serviks biasanya merupakan penghalang yang baik bagi
bakteri, kecuali selama masa menstruasi dan selama
masa ovulasi (pelepasan sel telur)1.
3.3 Etiologi
Servisitis disebabkan oleh kuman-kuman seperti Trichomonas
vaginalis, Candida sp dan Mycoplasmaatau mikroorganisme aerob dan
anaerob endogen vagina seperti Streptococcus sp, Enterococus sp, E.
coli, dan Staphylococcus sp. Kuman-kuman ini menyebabkan deskuamasi
pada epitel gepeng dan perubahan inflamasi kronik dalam jaringan serviks
yang mengalami trauma. Dapat juga disebabkan oleh robekan serviks
terutama yang menyebabkan ectropion, alat-alat atau alat kontrasepsi,
tindakan intrauterine seperti dilatasi, dan lain-lain 9.
3.4 Tanda dan Gejala
Tanda yang biasa ditemukan pada infeksi serviks adalah:

Flour hebat, biasanya kental atau purulent dan biasanya berbau

o
Sering
menimbulkan erusio pada portio yang tampak seperti daerah merah
menyala.
o
Pada
pemeriksaan inspekulo kadang-kadang dapat dilihat flour yang purulent
keluar dari kanalis servikalis. Kalau portio normal tidak ada ectropion, maka
harus diingat kemungkinan gonorroe.
o
Pada
servisitis kroniks kadang dapat dilihat bintik putih dalam daerah selaput
lendir yang merah karena infeksi. Bintik-bintik ini disebabkan oleh ovula
nabothi dan akibat retensi kelenjer-kelenjer serviks karena saluran
keluarnya tertutup oleh pengisutan dari luka serviks atau karena
peradangan.
o
Gejalagejala non spesifik seperti dispareuni, nyeri punggung, dan gangguan
kemih.
o

Sekunder dapat terjadi kolpitis dan vulvitis7.

3.5 Klasifikasi
3.5.1 Servisitis Akut
Infeksi yang diawali di endoserviks dan ditemukan pada Gonorroe, infeksi
postabortum, postpartum, yang disebakan oleh Streptococcus,
Sthapylococcus dan lain-lain. Dalam hal ini Streptococcus merah dan
membengkak dan mengeluarkan cairan mukopurulent, akan tetapi gejalagejala pada serviks biasanya tidak seberapa tampak ditengah-tengah

gejala lain dari infeksi yang bersangkutan. Pengobatan diberikan dalam


rangka pengobatan infeksi tersebut. Penyakitnya dapat sembuh tanpa
bekas atau dapat menjadi kronika1.
Penyakit ini dijumpai pada sebagian wanita yang pernah melahirkan. Lukaluka kecil atau besar pada servik karena partus atau abortus memudahkan
masuknya kuman-kuman kedalam endoserviks serta kelenjar-kelenjarnya
sehingga menyebabkan infeksi menahun1.
Servisitis akut ini banyak disebabkan oleh
kuman Gonorheae dan Chlamidia trachomatis1.
Servisitis Gonore
Gonore merupakan suatu infeksi yang disebabkan oleh N.
gonnorrheae pada traktus genitalis dan organ tubuh lainnya seperti
konjungtiva, faring, rektum, kulit, persendian, serta organ dalam. Servisitis
ini dapat ditularkan melalui hubungan seksual. Pada wanita, N.
gonnorrhoeae pertama kali mengenai kanalis servikalis. Selain itu dapat
mengenai uretra, kelenjar skene, dan kelenjar bartholini. Masa inkubasi
bervariasi, umumnya 10 hari1.
Gejala klinis
Gejala klinis yang dapat ditemukan pada penderita servisitis Gonorheae:
o

Asimtomatik pada lebih dari sebagian penderita Gonorheae.

o Bila ada keluhan umunya cairan vagina jumlahnya meningkat,


menoragi atau perdarahan intermenstrual.
o

Pada penderita yang menunjukan gejala biasanya ditemukan duh


tubuh serviks yang mukopurulen. Serviks tampak eritem, edem, ektopi dan
mudah berdarah saat pengambilan bahan pemeriksaan 2.
Diagnosis
Ditegakkan berdasarkan pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan
langsung sediaan apus endoserviks dengan pengecatan gram akan

ditemukan diplokokus gram negatif yang tampak di dalam sel PMN dan di
luar sel PMN1.
Pengobatan
Pengobatan yang dapat diberikan sebagai berikut:
o

Siprofloksasin 500 mg peroral, dosis tunggal atau

Ofloksasin 400 mg peroral, dosis tunggal atau

Tiamfenikol 3,5 gram peroral, dosis tunggal atau

Seftriakson 250 mg, intramuskuler, dosis tunggal atau

Spektinomisin 2 gram, intra muskuler, dosis tunggal

o Siprofloksasin, Ofloksasin dan Tiamfenikol tidak boleh diberikan pada


wanita hamil atau sedang menyusui dan anak-anak 1.
Servisitis yang disebabkan Chlamidia trachomatis
Penyakit yang disebabkan oleh Chlamidia trachomatis sebagian besar
serupa dengan gonore. Pada wanita, traktus genitalis yang paling sering
terinfeksi oleh C. trachomatis adalah endoserviks. Pada 60 % penderita
biasanya asimtomatik (silent sexually transmitted disease). Masa inkubasi
infeksi klamidia sampai muncul gejala adalah 1 3 minggu, lebih lama
daripada gonore. Sekitar 25% pria dan sebagian besar wanita tak
mengalami gejala dini karena infeksi klamidia dan banyak yang
menjadi carrierasimtomatik penyakit klamidia1.
Gambaran 3.5.1 Mikroskopis Chlamidia trachomatis
(Source: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/e/e3/Fem_isa_2.gi
f)
Gejala klinis
Gejala klinis yang ditemukan pada penderita servisitis Servisitis yang
disebabkan Chlamidia trachomatis:

o Bila penderita yang mempunyai keluhan, biasanya tidak khas dan


serupa dengan keluhan servisitis gonore, yaitu adanya duh tubuh vagina.
o
Pada pemeriksaan inspekulo sekitar 1/3 penderita dijumpai duh
tubuh serviks yang mukopurulen, serviks tampak eritem, ektopi dan mudah
berdarah pada saat pengambilan bahan pemeriksaan dari mukosa
endoserviks.
o

Pada wanita, infeksi Clamidia yang lama sering mengakibatkan


endometritis dan salpingitis. Pasien mungkin mengalami demam ringan
atau nyeri abdomen bawah yang ringan. Endometritis juga dapat
menyebabkan perdarahan uterus yang ireguler.
o
Pelvic Inflammation Diseaseadalah komplikasi lanjut infeksi
klamidia yang penting, biasanya memerlukan terapi rawat inap.
Perihepatitis adalah komplikasi yang jarang pada infeksi klamidia
o
Komplikasi lanjut infeksi klamidia yang rekuren dan ekstensif
berupa kerusakan tuba yang kemudian menyebabkan infertilitas dan
kehamilan.
o
Infeksi klamidia dapat memicu perkembangan artritis reaktif
(uroartritis, Reiters disease) pada pria dan wanita18.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan laboratorium, yaitu
pemeriksaan sitologi, identifikasi antigen C.trachomatis, PCR dan LCR
didasarkan pada multiplikasi asam nukleat Clamidia trachomatisdan
isolasi C.trachomatis pada biakan sel6.
Pengobatan

Pengobatan yang diberikan adalah:


o

Doksisiklin 2 200 mg peroral, selama 7 hari atau

o
Azitromisisn 1 gr peroral, dosis tunggal atau
o

Eritromisin 4 500 mg peroral, selama 7 hari atau

Tetrasiklin 4 500 mg peroral, selama 7 hari

o
Doksisiklin, Tetrasiklin dan Azitromisin tidak boleh diberikan pada
wanita hamil atau sedang menyusui dan anak-anak 8.
3.5.2 Servisitis Kronik
Penyakit ini dijumpai pada sebagian wanita yang pernah melahirkan. Lukaluka kecil atau besar pada servik karena partus atau abortus memudahkan
masuknya kuman-kuman kedalam endoserviks serta kelenjar-kelenjarnya
sehingga menyebabkan infeksi menahun. Gambaran patologis pada
servisitis kronik dapat ditemukan sebagai berikut:
o Serviks kelihatan normal, hanya pada pemeriksaan mikroskopis
ditemukan infiltrasi leukosit dalam stroma endoserviks. Servicitis ini
menimbulkan gejala, kecuali pengeluaran secret yang agak putih-kuning.
o Di sini ada portio uteri disekitar ostium uteri eksternum, tampak daerah
kemerah-merahan yang tidak dipisahkan secara jelas dari epitel porsio
disekitarnya, secret yang dikeluarkan terdiri atas mucus bercampur nanah.
o Sobeknya pada serviks uteri disini lebih luas dan mukosa endoserviks
lebih kelihatan dari Karena radang menahun, serviks bisa menjadi
hipertropis dan mengeras, secret mukopurulen bertambah banyak 1.

Pada poin 2 dan 3 di atas, karena infeksi menahun terdapat infiltrasi sel-sel
plasma di dalam dan di bawah stroma endoserviks dan terjadi penggantian
epitel porsio uteri oleh epitel thoraks endoserviks. Dengan demikian
terdapat di luar ostium uteri eksternum stroma endoserviks dengan epitel
thoraks dan kelenjar-kelenjarnya1..
Pada proses penyembuhan, epitel tatah dari bagian vaginal porsio uteri
dengan tanda-tanda metaplasia mendesak epitel thoraks tumbuh ke dalam
stroma di bawah epitel dan menutup saluran kelenjar-kelenjar, sehingga
terjadi kista kecil berisi cairan yang kadang-kadang keruh (Ovula Nabothi) 1.
Gambaran servisitis kronika sering kali pada pemeriksaan biasa sukar
dibedakan dari karsinoma servisis uteri dalam tingkat permulaan. Oleh
sebab itu sebelum dilakukan pengobatan, perlu pemeriksaan apusan
menurut Papanicolaou yang jika perlu diikuti oleh biopsi, untuk kepastian
bahwa tidak ada karsinoma1.
Diagnosis
Diagnosis dapat dilakukan dengan:
o

Pemeriksaan dengan speculum.

Sediaan hapus untuk biakan dan tes kepekaan.

Pap smear.

Biakan damedia.

o Biopsy19.
Pelaksanaan dan Terapi Pengobatan
Pengobatan yang dapat diberikan adalah:
o

Antibiotika terutama kalau dapat ditemukan gonococcus dalam secret.

o
Kalau cervicitis tidak spesifik dapat diobati dengan rendaman
dalam AgNO3 10 % dan irigasi.
o
Cervicitis yang tak mau sembuh ditolong operatif dengan
melakukan konisasi, kalau sebabnya ekstropion dapat dilakukan lastik atau
amputasi.
o

Erosion dapat disembuhkan dengan obat keras seperti, AgNO 3 10


% atau Albothyl yang menyebabkan nekrose epitel silindris dengan
harapan bahwa kemudian diganti dengan epitel gepeng berlapis banyak.
o
Servisitis kronika pengobatannya lebih baik dilakukan dengan jalan
kauterisasi-radial dengan termokauter atau dengan krioterapi.
o
Sesudah kauterisasi atau krioterapi terjadi nekrosis, jaringan yang
meradang terlepas dalam kira-kira 2 minggu dan diganti lambat laun oleh
jaringan sehat. Jika radang menahun mencapai endoserviks jauh ke dalam
kanalis servikalis, perlu dilakukan konisasi dengang mengangkat sebagian
besar mukosa endoserviks. Pengangkatan tersebut sebaiknya dilakukan
dengan pisau, supaya jaringan yang dikeluarkan dapat diperiksa
mikroskopis.
o
Pada laserasi serviks yang agak luas perlu dilakukan trakhelorafia.
Pinggir sobekan dan sedikit endoserviks diangkat, lalu luka-luka baru
dijahit demikian rupa, sehingga bentuk serviks seperti semula. Jahitan
secara Sturmdorf dapat mengatasi perdarahan yang akan timbul. Jika
sobekan dan infeksi sangat luas, perlu dilakukan amputansi serviks. Akan
tetapi perpendekan serviks dapat mengakibatkan abortus jika terjadi

kehamilan. Sehingga pembedahan yang akhir ini sebaiknya dilakukan pada


wanita yang tidak ingin hamil lagi8.
Prognosis
Prognosis dari radang serviks ini biasanya baik tetapi dapat kambuh
kembali20

BAB III
KESIMPULAN
Pada wanita terdapat hubungan dari dunia luar dengan rongga peritoneum melalui vulva, vagina, uterus dan tuba falopii.
Untuk mencegah terjadinya infeksi dari luar dan untuk menjaga jangan sampai infeksi meluas, masing-masing alat traktus
genitalis memiliki mekanisme pertahanan1.
Kuman-kuman dapat memasuki traktus genitalis wanita dengan berbagai jalan. Trauma pada vulva dan vagina sebagai
akibat perlukaan, kebakaran dan lain-lain merupakan port dentree bagi kuman-kuman dari luar. Selanjutnya adanya benda
asing (korpus alineum) di vagina atau uterus, melakukan tindakan atau pemeriksaan dengan alat-alat yang tidak suci hama,
dapat menimbulkan infeksi. Pada waktu dan sesudah partus atau abortus, kemungkinan infeksi dan meluasnya infeksi itu
juga lebih besar karena: 1) kadang-kadang keadaan umum mundur, 2) terdapat luka besar di uterus di bekas tempat
plasenta serta luka-luka kecil pada serviks uteri, vagina dan vulva, 3) hubungan antara kavum uteri dan dunia luar lebih
terbuka, 4) lokia terdiri atas darah dan sisa-sisa desidua merupakan tempat pembiakan baik untuk kuman-kuman 1.
Radang pada alat-alat genital dapat timbul secara akut dengan akibat meninggalnya penderita atau penyakit bisa sembuh
sama sekali tanpa bekas atau dapat meninggalkan bekas seperti penutupan lumen tuba. Penyakit akut bisa juga menjadi
menahun atau penyakit dari permulaan sudah menahun1.

Di Amerika Serikat, bakterial vaginosis merupakan penyebab vaginitis yang terbanyak, mencapai sekitar 40 sampai 50%
dari kasus pada perempuan usia reproduksi. Infeksi ini disebabkan oleh perkembangbiakan beberapa organisme, termasuk
di antaranya Gardnerella vaginalis, Mobiluncus species, Mycoplasma hominis dan Peptostreptococcus species. Servisitis
disebabkan oleh kuman-kuman seperti Trichomonas vaginalis, Candida sp dan Mycoplasma atau mikroorganisme aerob dan
anaerob endogen vagina seperti Streptococcus sp, Enterococus sp, E. coli, dan Staphylococcus sp11.
Vulvitis ditemukan adanya perasaan panas dan disuria. Terdapat lekorea yang kadang menimbulkan gatal dan iritasi pada
vulva. Introitus vagina dan labia menjadi merah dan bengkak dan tertutup oleh sekret.
Vaginitis bakterial terdapat leukorea berwarna putih, encer atau berbusa, melekat pada dinding vagina, homogen, tipis dan
berbau amis. pH > 4,5, terdapat clue cells, PMN sedikit dan lactobacili sedikit. Pada pemeriksaan dengan pulasan gram
negatif atau positif ditemukan adanya bakteri. Pada pemeriksaanWhiff Test didapatkan hasil yang positif.
Vaginitis trikomoniasis terdapat leukorea yang berwarna kekuningan, encer atau kental, berbuih, banyak dan berbau.
Ditemukan luka dan lecet pada vulva. pH > 4,5 dan banyak sel PMN. Pada pemeriksaan dengan apusan NaCl 10%
ditemukan Trichomoniasis vaginalis. Pada pemeriksaan Whiff Test didapatkan hasil yang positif.
Vaginitis candidiasis terdapat leukorea yang berwarna putih, encer, menggumpal, sedikit atau sedang dan berbau apek.
Ditemukan adanya membran putih pada vagina yang jika diangkat mudah berdarah. pH 4,5 dan pemeriksaan Whiff
Test negatif. Pada pemeriksaan dengan apusan KOH 10% ditemukan adanya pseudohifa.
Servisitis ditemukan adanya erotio portionis dan adanya ovula nabothi. Terdapat nyeri tekan negatif pada portio. Pada
servisitis terdapat keputihan yang kental atau purulen dan biasanya berbau. Pada pemeriksaan inspekulo kadang-kadang
dapat dilihat flour yang purulent yang keluar dari kanalis servikalis.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
I. VULVITIS
1.1 Definisi
Vulvitis adalah infeksi pada alat genitalia luar wanita yaitu pada vulva.
Vulva terdiri dari komponen-komponen sebagai berikut = mons veneris,
labia mayora, labia minora, klitoris, vestibulum dengan orifisium urethra
eksternum, glandula bartholoni, dan glandula paraurethralis. Pada radang
vulva (vulvitis) vulva membengkak, merah dan agak nyeri, kadang-kadang
disertai gatal2,3.
1.2 Anatomi
Organ kelamin luar (vulva) dibatasi oleh labium mayor (sama
dengan skrotum pada pria). Labium mayor terdiri dari kelenjar keringat dan
kelenjar sebasea (penghasil minyak), setelah puber, labium mayor akan
ditumbuhi rambut. Labium minor terletak tepat di sebelah dalam dari labium
mayor dan mengelilingi lubang vagina dan uretra2.
Gambar 2.1 Penampang Alat Genitalia Wanita Eksterna
(source: http://www.medical-look.com/systems_images/Vagina_large.jpg)
Organ-organ seksual wanita bagian luar, alat kelamin, secara kolektif
dikenal sebagai Vulva. Vulva ialah tempat bermuaranya sistem urogenital.
Di sebelah luar vulva dilingkari oleh labia majora yang ke belakang menjadi
satu dan membentuk commisura posterior dan perineum. Di bawah kulitnya
terdapat jaringan lemak serupa dengan yang ada di mons veneris. Medial
dari labia majora ditemukan labia minora yang ke arah perineum menjadi
satu dan membentuk frenulum labiorum pudendi 5.
Di depan frenulum ini terletak fossa navikulare. Kanan dan kiri dekat pada
fossa navikulare ini dapat dilihat dua buah lubang kecil tempat saluran
kedua Glandula Bartholini bermuara. Ke depan labia minora menjadi satu
dan membentuk prepusium klitoridis dan frenulum klitoridis. Di bawah
prepusium klitoridis terletak klitoris. Kira-kira 1,5 cm di bawah klitoris
terdapat orifisium urethrae eksternum. Di kanan kiri lubang kemih ini

terdapat dua lubang kecil dari saluran yang buntu (duktus paraurethralis
atau duktus Skene)4,5.
Saluran limfe dari klitoris, bagian atas labia minora dan labia majora
menuju ke kelenjar-kelenjar inguinal terus ke kelenjar-kelenjar femoral dan
iliaka eksterna. Bagian bawah labia, fossa navikulare dan perineum
menyalurkan limfe ke glandula-glandula inguinalis superfisialis dan terus ke
glandula-glandula inguinalis profunda5.
Mons Veneris adalah sebuah lapisan dari jaringan lemak yang lembut yang
menutupi tulang punggung. Kulit penutup mons veneris berisi banyak
ujung-ujung syaraf. Ini biasanya ditutupi oleh rambut yang tumbuh tebal
setelah pada mula dari masa puber Mons veneris artinya gundukan
tanah Venus dalam bahasa latin. Hal ini dinamakan demikian karena
jaringan lemak ditempatkan disini adalah sensitif untuk hormon estrogen,
dengan permulaan masa puber level estrogen akan meningkat
menyebabkan gundukan yang jelas sampai berbentuk 1,5.
Labia majora adalah dua lipatan kuilt, dalam beberapa kasus mereka lebih
mirip gundukan-gundukan daripada lipatan-lipatan, yang menjadikan
pudendal terpotong, dan menyembunyikan dan melindungi struktur-struktur
yang lebih lembut dari vulva. Bagian depan dari masing-masing labia
majora biasanya lebih tebal daripada pantat, lonjong kebawah dan
bergabung dengan kerampang. Panjang labia 7-8 cm, lebar 2-3 cm, tebal
1-1,5 cm dan agak meruncing pada ujung bawah 1,5.
Labia minora merupakan dua buah lipatan jaringan yang pipih dan
berwarna kemerahan akan terlihat bila labia mayora dibuka. Labia minora
dibentuk dari jaringan erektil yang seperti sepon yang lembut berisi
pembuluh-pembuluh darah dengan konsentrasi yang padat, jaringan yang
sama seperti itu dimana mengelilingi urethra di dalam penis. Labia minora
dibentuk oleh banyak kelenjar penghasil minyak, tetapi tanpa sel-sel lemak.
Labia minora merupakan lipatan pipih sebelah medial, lipatan kulit tipis,
sensitif, tidak didapat folikel rambut. Labia minora mengandung folikel
sebasea, dan pembuluh darah. Labia minora menyatu di bagian superior,
tempatnya masing-masing terpisah membentuk 2 lamela, pasangan lamela

sebelah bawah menyatu membentuk frenulum klitoridis, sedangkan


pasangan sebelah atas menyatu membentuk prepusium klitoridis. Pada
bagian inferior, labia minora memanjang mendekati garis tengah sebagai
jaringan berlipat-lipat dan menyatu membentuk fourchette yang terlihat
jelas pada wanita nullipara, namun pada multipara, labia minora secara
tidak kentara bergabung dengan labia minora 1,5.
Klitoris homolog dengan penis dan terdekat dekat ujung posterior vulva.
Klitoris terdiri dari glans, korpus dan dua buah krura. Panjang klitoris jarang
melebihi 2 cm, bahkan dalam keadaan ereksi sekalipun dan posisinya
sangat terlipat karena tarikan labia minora5.
Kelenjar Bartholini merupakan sepasang struktur majemuk kecil dengan
diameter 0,5 sampai 1 cm. Masing-masing letaknya di bawah vestibulum
pada kedua sisi liang vagina dan merupakan kelenjar vestibulas mayor.
Kelenjar Bartholini terletak di bawah otot konstriktor vagina dan kadang
kala ditemukan tertutup sebagian oleh bulbus vestibularis. Saluran kelenjar
ini panjangnya1,5 sampai 2 cm dan bermuara di sisi vestibulum, tepat di
luar batas lateral liang vagina5.
Vestibulum merupakan daerah dengan batas atas clitoris, batas bawah
fourchet, batas lateral labia minora. Berasal dari sinus urogenital. Terdapat
enam lubang/orificium, yaitu orificium urethrae externum, introitus vaginae,
ductus glandulae Bartholinii kanan-kiri dan duktus Skene kanan-kiri. Antara
fourchet dan vagina terdapat fossa navicularis5.
1.3 Etiologi
Faktor penyebab dari vulvitis dapat disebabkan oleh jamur, bakteri, virus,
protozoa maupun reaksi alergi. Kuman penyebab vulvitis biasanya
disebabkan oleh N. Gonorrheaea, Streptococcus atau basil coli. Virus yang
menyebabkan vulvitis adalah limfogranuloma venerum, herpes genitalis
dan kondiloma akuminata. Vulvitis juga dapat disebabkan oleh scabies dan
pediculosis. Pada vulvitis karena alergi disebabkan oleh deterjen, tissue
pada toilet, sabun dan penyemprot vagina2,6.
1.4 Klasifikasi
Umumnya vulvitis dapat dibagi dalam 3 golongan:

a.Yang bersifat lokal


o Infeksi pada kulit termasuk rambut, kelenjar-kelenjar sebasea dan
kelenjar-kelenjar keringat. Infeksi ini timbul karena trauma luka atau sebab
lain dan dapat menimbulkan folikulitis, furunkulosis, hidradenitis dan
sebagainya.
o Infeksi pada orifisium urethra eksternum, glandula paraurethralis dan
sebagainya, biasanya disebabkan oleh gonorheae.
o Infeksi pada Glandula Bartholini.
b.Yang timbul bersama-sama atau sebagai akibat vaginitis.
c. Yang merupakan permulaan atau manifetasi dari penyakit umum 1.
Dalam golongan vulvitis sebagai permulaan atau manifestasi penyakit
umum, terdapat antara lain :
a. Penyakit-penyakit kelamin. Yang dianggap penyakit kelamin klasik ialah
gonorhea, sifilis, ulkus mole, limfogranuloma venereum dan granuloma
inguinale.
b. Tuberkulosis.
c. Vulvitis disebabkan oleh infeksi karena virus. Termasuk disini
limfogranuloma venereum, herpes genitalis dan kondiloma akuminatum.
d. Vulvitis pada diabetes mellitus1.
Infeksi pada Glandula Bartholini (Bartholinitis)
Bartholinitis sering kali timbul pada gonorea, akan tetapi dapat pula
mempunyai sebab lain, misalnya streptokokus atau basil koli. Pada
bartholinitis akuta kelenjar membesar, merah, nyeri dan lebih panas

daripada daerah sekitarnya. Isinya cepat menjadi nanah yang dapat keluar
melalui duktusnya atau jika duktus tersumbat, mengumpul didalamnya dan
menjadi abses yang kadang-kadang dapat menjadi sebesar telur bebek.
Jika belum menjadi abses, keadaan bias diatasi dengan antibiotika, jika
sudah bernanah mencari jalan sendiri atau harus dikeluarkan dengan
sayatan. Radang pada glandula bartholini dapat terjadi berulang-ulang dan
akhirnya dapat menjadi menahun dalam bentuk kistha bartolini 1.
Kista Bartholini tidak selalu menyebabkan keluhan, akan tetapi kadangkadang dirasakan sebagai benda berat dan atau menimbulkan kesulitan
pada koitus. Pengobatan kista bartholini dapat dengan memberikan
analgetik dan antibiotik spectrum luas. Jika kistanya tidak besar dan tidak
menimbulkan gangguan, maka tidak perlu dilakukan tindakan apa-apa,
tetapi dalam hal lain perlu dilakukan tindakan pembedahan. Tindakan itu
terdiri atas ekstirpasi, akan tetapi tindakan ini bisa menyebabkan
perdarahan. Akhir-akhir ini dianjurkan menggunakan marsupialisasi
sebagai tindakan tanpa resiko dan dengan hasil yang memuaskan. Pada
tindakan ini setelah diadakan sayatan dan isi kista dikeluarkan, dinding
kista yang terbuka dijahit pada kulit vulva yang terbuka pada sayatan 1.
Vulvitis Herpes Genitalis
Herpes genitalis disebabkan oleh tipe 2 herpes virus hominis, yang dekat
hubungannya dengan tipe 1 herpes simpleks, penyebab herpes labialis.
Herpes genitalis umunya dianggap sebagai akibat hubungan seksual dan
terjadi dalam 3 sampai 7 hari sesudah koitus. Jika penyakit timbul di
tengah-tengah daerah dengan radang dan edema tampak sejumlah vesikel
yang biasanya berlokasi pada labia minora, bagian dalam labia mayora dan
prepusium klitoridis1.
Tempat-tempat itu dirasakan panas dan gatal dan karena digaruk sering
timbul infeksi sekunder. Kadang-kadang tampak pula ulkus-ulkus kecil yang
dangkal. Selain pada vulva penyakit ditemukan pula pada vagina dan
serviks uteri yang menyebabkan leukorea, perdarahan dan disuria. Dengan
pengobatan simptomatis biasanya penyakit sembuh sendiri akan tetapi ada
kemungkinan timbul kembali. Timbulnya kembali ini mungkin merupakan

reaktivasi dari infeksi yang sesungguhnya tidak sembuh dan tinggal laten.
Selanjutnya virus mungkin memegang peranan dalam tumbuhnya
karsinoma servisis uteri1.
Diagnosis herpes genitalis dapat dibuat dengan jalan pembiakan pada
luka-luka di vulva, vagina atau serviks dan dengan tes serologik. Sebagai
terapi dapat dilakukan terapi simptomatis dengan obat-obat yang
mengurangi rasa nyeri dan gatal dan yang mengeringkan daerah yang
kena infeksi. Akhir-akhir ini ditemukan bahwa virus dapat diberantas
dengan aplikasi lokal dari 1% larutan neutral-red atau 0,1% larutan
proflavine, diikuti dengan penyinaran sinar flouresensi (20-30 watt) untuk
10-15 menit dengan jarak 15-20 cm1.
Kondiloma Akuminatum
Kondiloma akuminatum berbentuk seperti kembang kubis
(cauliflower) dengan di tengahnya jaringan ikat dan ditutup terutama di
bagian atas oleh epitel dengan hiperkeratosis. Penyakit terdapat dalam
bentuk kecil dan besar, sendirian atau dalam suatu kelompok. Lokasinya
ialah pada berbagai bagian vulva, pada perineum, pada daerah perianal,
pada vagina dan serviks uteri. Dalam hal-hal yang terakhir ini terdapat
leukorea1.
Kondiloma akuminatum kiranya disebabkan oleh suatu jenis virus yang
banyak persamaannya dengan penyebab veruka vulgaris. Adanya leukorea
oleh penyebab lain memudahkan tumbuhnya virus dan kondiloma
akuminata. Kelainan ini juga lebih sering ditemukan pada kehamilan karena
lebih banyaknya vaskularisasi dan cairan pada jaringan. Umumnya
diagnosis kondiloma akuminata tidak sukar dibuat dan dapat dibedakan
dari kondiloma lata, merupakan suatu manifestasi dari sifilis 1.
Kondiloma akuminatum yang kecil dapat disembuhkan dengan larutan 10%
podofilin dalam gliserin atau dalam alkohol. Pada waktu pengobatan
daerah sekitarnya harus dilindungi dengan vaselin dan setelah beberapa
jam tempat pengobatan harus dicuci dengan air dan sabun. Pada
kondiloma yang luas, terapinya terdiri atas pengangkatan dengan
pembedahan atau kauterisasi. Untuk mencegah timbulnya residif, harus

diusahakan kebersihan pada tempat bekas kondiloma akuminata dan


leukorea harus diobati1.
Vulvitis Diabetika
Pada vulvitis diabetika, vulva merah dan sedikit membengkak. Keluhan
terutama rasa gatal dan disertai rasa nyeri. Jaringan pada penderita
diabetes mengandung kadar glukosa yang lebih tinggi dan urine dengan
glukosuria menjadi penyebab peradangan. Oleh karena itu penderita
dengan vulvitis yang sebabnya tidak terang, perlu dipikirkan adanya
diabetes. Vulvitis diabetika kadang-kadang dapat disertai dengan
moniliasis. Terapi terdiri atas penguasaan penyakit diabetes mellitus dan
pengobatan lokal1.
1.5 Tanda dan Gejala
Gejala yang dapat ditemukan pada penderita vulvitis adalah:
o Perasaan panas dan nyeri terutama waktu kencing leucorrhoe yang
sering disertai perasaan gatal hingga terjadi iritasi oleh garukan.
o

Gangguan coitus.

o Introitus dan labia menjadi merah dan bengkak dan senang tertutup
oleh sekret.
o

Kemerahan pada vulva dan bengkak.

o Infeksi jamur menyebabkan gatal-gatal sedang sampai hebat dan rasa


terbakar pada vulva dan vagina. Kulit tampak merah dan terasa kasar. Dari
vagina keluar cairan kental seperti keju. Infeksi ini cenderung berulang
pada wanita penderita diabetes dan pada wanita yang mengkonsumsi
antibiotik3.
1.6 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala, hasil pemeriksaan fisik dan
karakteristik cairan yang keluar dari vagina. Contoh cairan juga diperiksa

dengan mikroskop dan dibiakkan untuk mengetahui organisme


penyebabnya. Untuk mengetahui adanya keganasan, dilakukan
pemeriksaan Pap smear. Pada vulvitis menahun yang tidak memberikan
respon terhadap pengobatan biasanya dilakukan
pemeriksaan biopsijaringan7.
Anamnesis harus meliputi sifat, lama dan lokasi dari gejala serta diagnosis
dan terapi sebelumnya. Bilamana pasien sudah pernah dilakukan biopsi
sebelumnya, biopsi tetap harus dilakukan untuk ditinjau ulang.
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan umum vulva untuk lesi. Pencucian
dengan larutan encer asam asetat (3-5%) berguna untuk mendapatkan lesi
hiperkeratonik dan pewarnaan dengan birutoluidin berguna untuk
mendapatkan hyperplasia. Penilaian laboratorium terdiri dari kultur ulkus
untuk virus herpes dan biopsi untuk lesi-lesi yang dicurigai 6.
1.7 Penatalaksanaan dan Terapi Pengobatan
Pengobatan yang dapat diberikan berupa:
o Jika penyebabnya karena jamur maka diberikan Miconazole,
clotrimazole, butoconazole atau terconazole (krim, tablet vagina atau
supositoria), Fluconazole atau ketoconazole (tablet).
o Jika penyebabnya bakteri maka biasanya diberikan metronidazole
atau clindamycin (tablet vagina) atau metronidazole (tablet).
o Jika penyebabnya gonokokus biasanya diberikan suntikan ceftriaxon &
tablet doxicyclin.
o Jika penyebabnya virus herpes maka diberikan Acyslovir (tablet atau
salep). Krim atau tablet acyclovir diberikan untuk mengurangi gejala dan
memperpendek lamanya infeksi herpes.
o Untuk mengurangi gatal-gatal yang bukan disebabkan oleh infeksi bisa
dioleskan krim atau salep corticosteroid dan antihistamin per-oral (tablet).

o Selain obat-obatan, penderita juga sebaiknya memakai pakaian dalam


yang tidak terlalu ketat dan menyerap keringat sehingga sirkulasi udara
tetap terjaga (misalnya terbuat dari katun) serta menjaga kebersihan vulva
(sebaiknya gunakan sabun gliserin).
o Untuk mengurangi nyeri dan gatal-gatal bisa dibantu dengan kompres
dingin pada vulva atau berendam dalam air dingin 8,9.
1.8 Prognosis
Rasa gatal pada vulvitis dapat dikontrol tetapi setelah penyebabnya
diketahui dan diberikan terapi dalam beberapa minggu maka akan
membaik dan rasa gatal pada vulvitis akan berkurang dalam beberapa
minggu6.II. VAGINITIS
Vaginitis adalah suatu kondisi yang ditandai radang pada vagina, paling
sering disebabkan oleh bakteri, fungal, atau parasit infeksi. Vaginitis
merupakan reaksi peradangan non-infeksi dan infekspada mukosa vagina
dan kadang-kadang menyebabkan peradangan pada vulva. Vaginitis dapat
didiagnosa berdasarkan adanya cairan dari vagina. Vaginitis dapat
disebabkan oleh infeksi bakterial, fungi dan protozoa 10.
Di Amerika Serikat, bakterial vaginosis merupakan penyebab vaginitis yang
terbanyak, mencapai sekitar 40 sampai 50% dari kasus pada perempuan
usia reproduksi. Infeksi ini disebabkan oleh perkembangbiakan beberapa
organisme, termasuk di antaranya Gardnerella vaginalis, Mobiluncus
species, Mycoplasma hominis dan Peptostreptococcus species.
Menentukan angka prevalensi bakterial vaginosis adalah sulit karena
sepertiga sampai dua pertiga kasus pada perempuan yang terkena tidak
menunjukkan gejala (asimptomatik). Selain itu, angka prevalensi yang
dilaporkan bervariasi menurut populasi11.
Bakterial vaginosis ditemukan pada 15-19% pasien-pasien rawat inap
bagian kandungan, 10-30% ibu hamil dan 24-40% pada klinik kelamin.
Walaupun angka prevalensi bakterial vaginosis lebih tinggi pada klinik-klinik
kelamin dan pada perempuan yang memiliki pasangan seks lebih dari satu,
peran dari penularan secara seksual masih belum jelas. Berbagai

penelitian membuktikan bahwa mengobati pasangan dari perempuan yang


menderita bakterial vaginosis tidak memberi keuntungan apapun dan
bahkan perempuan yang belum seksual aktif juga dapat terkena infeksi ini.
Faktor risiko tambahan untuk terjadinya bakterial vaginosis termasuk
pemakaian IUD, douching dan kehamilan6,9.
Ekosistem vagina normal sangat kompleks. Lactobacillus merupakan
spesies bakteri yang dominan (flora normal) pada vagina wanita usia subur,
tetapi ada juga bakteri lainnya yaitu bakteri aerob dan anaerob. Pada saat
bakterial vaginosis muncul, terdapat pertumbuhan berlebihan dari
beberapa spesies bakteri yang ditemukan, dimana dalam keadaan normal
ada dalam konsentrasi rendah. Penyebabnya bisa berupa:
1.

Infeksi

Bakteri (misalnya Clamidia, Gonokokus).

o Jamur (misalnya kandida), terutama pada penderita diabetes, wanita


hamil dan pemakai antibiotik.
o
o

Protozoa (misalnya Trichomonas vaginalis).


Virus (misalnya virus papiloma manusia dan virus herpes).

2.

Zat atau benda yang bersifat iritatif

Spermisida, pelumas, kondom, diafragma, penutup serviks dan spons.

Sabun cuci dan pelembut pakaian.

Deodoran.

Zat di dalam air mandi.

Pembilas vagina.

o Pakaian dalam yang terlalu ketat, tidak berpori-pori dan tidak


menyerap keringat.
o

Tinja.

3.

Tumor ataupun jaringan abnormal lainnya.

4.

Terapi penyinaran obat-obatan.

5. Perubahan hormonal5.
2.1 VAGINOSIS BAKTERIAL
2.1.1 Definisi
Vaginosis bakterial merupakan sindroma atau kumpulan gejala klinis akibat
penurunan jumlah lactobacilli yang merupakan flora normal vagina yang
dominan dan meningkatnya jumlah kuman anaerobic yang patogen
seperti Gardnerella vaginalis, Prevotella spp, Peptostreprococcus spp,
Mobilancus spp, Mycoplasma spp dan Bacteroides spp. Vaginosis bakterial
merupakan penyebab vaginitis yang sering ditemukan terutama pada
wanita yang masih aktif secara seksual. Namun demikian Vaginosis
bakterial tidak ditularkan melalui hubungan seksual 9.
2.1.2 Anatomi
Vagina menghubungkan genitalia eksterna dengan genitalia interna. Vagina
(liang senggama) adalah liang atau saluran yang menghubungkan vulva
dengan rahim, terletak di antara saluran kemih dan liang dubur. Di bagian
ujung atasnya terletak mulut rahim. Vagina berukuran di depan 6,5 cm dan
dibelakang 9,5 cm, sumbunya berjalan kira-kira sejajar dengan arah pinggir
bawah simfisis ke promontorium. Bentuk dinding dalamnya berlipat-lipat
yang disebut rugae, sedangkan di bagian depan dan belakang ada bagian
yang mengeras disebut kolumna rugarum. Rugae-rugae jelas dapat dilihat
pada bagian distal vagina pada seorang yang virgin atau nullipara,

sedang pada seorang multipara lipatan-lipatan untuk sebagian besar


hilang1.
Vagina disusun oleh epitel skuamosa dalam beberapa lapisan. Lapisan
tidak mengandung kelenjar akan tetapi dapat mengadakan transudasi.
Pada anak kecil, epitel skuamosa ini amat tipis sehingga mudah terkena
infeksi khususnya oleh gonokokkus. Di bawah epitel vagina terdapat
jaringan ikat yang mengandung banyak pembuluh darah. Di bawah jaringan
ikat terdapat otot-otot dengan susunan yang serupa dengan susunan otot
polos. Dinding vagina terdiri dari lapisan mukosa, otot dan jaringan ikat.
Sebelah luar otot-otot terdapat fascia (jaringan ikat) yang akan berkurang
elastisitasnya pada wanita yang lanjut usianya1.
Berbatasan dengan serviks membentuk ruang lengkung antara lain forniks
lateral kiri dan kanan, forniks anterior dan forniks posterior. Di sebelah
depan dinding vagina bagian bawah terdapat uretrha sepanjang 2,5-4 cm.
Bagian atas vagina berbatasan dengan kandung kencing sampai ke forniks
vaginae anterior. Dinding belakang vagina lebih panjang dan membentuk
forniks posterior yang jauh lebih luas daripada forniks posterior. Di samping
kedua forniks itu dikenal pula forniks lateralis sinistra dan dekstra 1.
Suplai darah vagina diperoleh dari Arteri uterina, Arteri vesikalis posterior,
Arteri hemoroidalis mediana dan Arteri pudendus interna. Bagian atas
meyalurkan limfe ke glandula obturatoria dan ke kelenjar-kelenjar sekitar
vasa iliaka, sebagian melalui ligamentum sakrouterinum ke kelompok
glandula sakralis lateralis. Bagian bawah vagina menyalurkan limfe ke
glandula-glandula inguinalis superfisialis dan profunda dan selanjutnya ke
kelompok kelenjar-kelenjar femoral dan iliaka eksterna 1.
Pada introitus vagina dapat dijumpai mukosa membran tipis yang disebut
hymen (selaput dara),suatu lipatan selaput setempat. Pada seorang virgo
selaput daranya masih utuh dan lubang selaput dara (hiatus hymenalis)
umumnya hanya dapat dilalui oleh jari kelingking. Hymen dapat dibagi atas
empat yaitu hymen annulus, hymen septus, hymen cribiform (menunjukkan
beberapa lubang) dan parotus introitus. Apabila hymen telah pecah oleh

karena partus maka sisa-sisa dari hymen disebut dengan karunkula


hymenalis1.
Fungsi paling penting dari vagina adalah sebagai saluran keluar untuk
mengalirkan darah haid dan sekret lain dari rahim dan sebagai alat untuk
bersenggama. Selain itu, vagina juga berfungsi sebagai jalan lahir pada
waktu bersalin1.
Flora vagina terdiri atas banyak jenis kuman, antara lain
basil Dderlein, streptokokus, stafilokokus, difteroid, yang dalam keadaan
normal hidup dalam simbiosis antara mereka. Jika simbiosis ini terganggu
dan jika kuman-kuman seperti streptokokus, stafilokokus, basil koli dan lainlain dapat berkembang biak, timbullah vaginitis non-spesifik. Umumnya
vaginitis non-spesifik dapat disembuhkan dengan antibiotik. Selain itu,
terdapat vaginitis karena Trichomoniasis vaginalis, Candida albicans dan
Hemofilus vaginalis. Pada masa dewasa vagina lebih tahan terhadap
infeksi-infeksi, terutamaGonorheae. Pada masa pubertas dan setelah
menopause vagina lebih peka terhadap infeksi1.
(source: http://en.microdigitalworld.ru/imgs/tr 8 b.jpg)
2.1.3 Epidemiologi
Vaginitis biasanya ditemukan pada wanita dewasa dan pada masa pra
pubertas. Vaginitis bakterial merupakan infeksi yang paling banyak
ditemukan yaitu sekitar 40-50%. Bakterial vaginosis ditemukan pada 1519% pasien-pasien rawat inap bagian kandungan, 10-30% ibu hamil dan
24-40% pada klinik kelamin12.
Walaupun angka prevalensi bakterial vaginosis lebih tinggi pada klinik-klinik
kelamin dan pada perempuan yang memiliki pasangan seks lebih dari satu,
peran dari penularan secara seksual masih belum jelas. Berbagai
penelitian membuktikan bahwa mengobati pasangan dari perempuan yang
menderita bakterial vaginosis tidak memberi keuntungan apapun dan
bahkan perempuan yang belum seksual aktif juga dapat terkena infeksi ini.
Faktor risiko tambahan untuk terjadinya bakterial vaginosis termasuk
pemakaian IUD, douching dan kehamilan1.

Kebanyakan ahli meyakini bahwa sampai sekitar 90% kasus vaginitis


disebabkan oleh bakteri (Bakteri vaginosis), jamur dan Trichomonas
vaginalis. Penyebab non-infeksi termasuk vaginal atrophy, alergi dan iritasi
kimiawi2,8.
2.1.4 Etiologi
Penyebab dari vaginitis bakterial adalah kuman anaerob Gardnerella
vaginalis, Prevotella spp, Peptostreprococcus spp, Mobilancus spp,
Mycoplasma spp dan Bacteroides spp. Faktor resiko dari vaginosis
bakterial yaitu adanya penyakit menular seksual. Vaginosis bakterial dapat
terjadi pada wanita yang masih virgin dan penggunaan IUD juga
merupakan faktor resiko. Resiko terjadinya vaginosis bakterial akan
meningkat pada penderita PID, post aborsi, post partum, endometritis,
chorioamnionitis, kelahiran premature dan kelahiran preterm 11.
Dilihat dari epidemiologi angka prevalensi dan penyebab vaginitis tidak
diketahui secara pasti, sebagian besar karena kondisi-kondisi ini sering
didiagnosis sendiri dan diobati sendiri oleh penderita. Selain itu, vaginitis
sering tidak menimbulkan gejala (asimptomatis) atau disebabkan oleh lebih
dari satu organisme penyebab8,11.
2.1.5 Tanda dan Gejala
Gejala yang paling sering ditemukan adalah keluarnya cairan abnormal dari
vagina. Dikatakan abnormal jika jumlahnya sangat banyak, baunya
menyengat atau disertai gatal-gatal dan nyeri. Cairan yang abnormal sering
tampak lebih kental dibandingkan cairan yang normal dan warnanya
bermacam-macam, misalnya bisa seperti keju atau kuning kehijauan atau
kemerahan. Gejala lain yang dapat ditemukan adalah sebagai berikut:
o

Asimtomatik pada sebagian penderita vaginosis bakterialis.

o Cairan yang keluar dari vagina umumnya berupa cairan yang berbau
amis seperti ikan terutama setelah melakukan hubungan seksual.

o Pada pemeriksaan didapatkan jumlah cairan vagina tidak banyak,


berwarna putih keabu-abuan, homogen, cair dan biasanya melekat pada
dinding vagina terutama pada forniks posterior.
o Pada vulva atau vagina jarang atau tidak ditemukan inflamasi.
o Pemeriksaan pH vagina > 4,5 , penambahan KOH 10% pada duh tubuh
vagina tercium bau amis (whiff test).
o Pada sediaan apus vagina yang diwarnai dengan pewarnaan gram
ditemukan sel epitel vagina yang ditutupi bakteri batang sehingga batas sel
menjadi kabur (clue cells)9,12.
2.1.6 Diagnosis
Diagnosis vaginosis bakterial dapat ditegakkan bila ditemukan tiga dari
empat gejala berikut (KriteriaAmsell) :
o
Cairan vagina homogen, putih keabu-abuan, melekat pada dinding
vagina.
o

pH vagina > 4,5 (biasanya 4,7-5,7).

o Whiff test (+).


o Ditemukan clue cell pada pemeriksaan mikroskopik11.
Diagnosis juga ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan
karakteristik cairan yang keluar dari vagina. Contoh cairan juga diperiksa
dengan mikroskop dan dibiakkan untuk mengetahui organisme
penyebabnya. Untuk mengetahui adanya keganasan, dilakukan
pemeriksaan pap smear. Pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan clue
cell (+), jarang lekukosit, banyaknya lactobacilli berlebihan karena
bercampur dengan flora, meliputi coccus gram (+) dan coccobacilli14.
2.1.7 Pelaksanaan dan Pengobatan
Terapi yang dibolehkan untuk vaginosis bakterial :
o

Metronidazole 500 mg, per oral, 2 x 1 hari selama 7 hari.

Metronidazole gel 0.75%, 5 g secara intravagina/ hari selama 5 hari.

Clindamycin krim 2%, 5 g secara intravagina selama 7 hari.

Ampisilin 500 mg per oral 41 hari selama 7 hari.

o Pengobatan lain dapat diberikan :


Clindamycin 300 mg, per oral, 2 x 1 hari selama 7 hari.
Clindamycin ovule 100 mg, secara intravagina/per hari selama 3 hari.
o Penderita diharuskan untuk menghindari mengkonsumsi alkohol
selama 24 jam setelah pemberian metronidazole.
o Terapi yang diberikan untuk wanita hamil dengan vaginosis bakterial
adalah:
Metronidazole 500 mg, per oral, 2 x 1 hari selama 7 hari.
Metronidazole 250 mg, per oral, 3 x 1 hari selama 7 hari.
Clindamycin 300 mg, per oral, 2 x 1 hari selama 7 hari.
Clindamycin tidak boleh diberikan pada wanita hamil trimester kedua.
o Wanita hamil harus melakukan kontrol rutin selama 1 bulan setelah
pengobatan.

o Pada pasien HIV, pengobatan diberikan dengan dosis yang sama


dengan penderita yang bukan HIV, tetapi vaginosis bakterial dapat menjadi
persisten pada wanita penderita HIV positif.
o Penanganan pada partner seksual : Partner tetap atau sumber kontak
dilakukan pemeriksaan rutin penyakit menular seksual (sexual transmitted
disease).
o

Biasanya tidak dindikasikan untuk pengobatan 2,8.

2.2 KANDIDIASIS VULVOVAGINAL


2.2.1 Definisi
Vaginitis adalah infeksi pada vagina yang disebabkan oleh jamur Candida
albicans.2 Kandidiasis vulvovaginal (KVV) tidak digolongkan dalam infeksi
menular seksual karena jamur Candida sp merupakan organisme komensal pada traktus genitalia dan intestinal wanita. Akan tetapi, kejadian
KVV dapat dikaitkan dengan aktivitas seksual1.
Candida sp adalah jamur sel tunggal, berbentuk bulat sampai oval.
Jumlahnya sekitar 80 spesies dan 17 diantaranya ditemukan pada
manusia. Dari semua spesies yang ditemukan pada manusia, Candida albicans yang paling pathogen. Candida sp memperbanyak diri dengan
membentuk blastospora (budding cell). Blastospora akan saling
bersambung dan bertambah panjang sehingga membentuk pseudohifa.
Bentuk pseudohifa lebih virulen dan invasif daripada spora. Hal itu
dikarenakan pseudohifa berukuran lebih besar sehingga lebih sulit
difagositosis oleh makrofag. Selain itu, pseudohifa mempunyai titik-titik
blastokonidia multipel pada satu filamennya sehingga jumlah elemen
infeksius yang ada lebih besar13.
Gambaran 2.2.1 Mikroskopis Candida albicans
(source: www.medscape.com)
Faktor virulensi lain pada Candida adalah dinding sel. Dinding sel Candida
sp mengandung turunan mannoprotein yang bersifat imunosupresif
sehingga mempertinggi pertahanan jamur terhadap imunitas pejamu, dan
proteinase aspartil yang menyebabkan Candida sp dapat melakukan
penetrasi ke lapisan mukosa. Sepanjang hidupnya, seorang wanita
diperkirakan pernah mengalami keputihan (fluor albus) minimal satu kali.
Fluor albus banyak dialami oleh wanita usia reproduktif15.
2.2.2. Epidemiologi
Vaginitis karena Candida sp sekitar 20-25%. Jamur ini merupakan suatu
jenis jamur gram positif yang mempunyai benang-benang pseudomilia yang
terbagi-bagi dalam kelompok blastospores. Jamur ini hidup dalam suasana
asam (pH 5,0 6,5) yang mengandung glikogen. Jamur ini dapat

ditemukan dalam mulut, daerah perianal dan vagina tanpa menimbulkan


gejala. Adanya faktor-faktor predisposisi dapat menyebabkan perubahan
pada jamur Candida yang semula saprofit menjadi patogen sehingga
terjadi kandidiasis vagina15.
Sekitar 85-90% sel ragi yang diisolasi dari vagina merupakan
spesies Candida albicans. Sisanya adalah spesies non-albicans dan yang
terbanyak adalah Candida glabrata (Torulopsis glabrata). Vaginitis yang
disebabkan oleh spesies non-albicans biasanya resisten terhadap terapi
konvensional15,16.
2.2.3 Etiologi
Vulvovaginitis disebabkan oleh jamur Candida albicans. Beberapa faktor
predisposisi terjadinya KVV diantaranya adalah kehamilan (trimester
ketiga), kontrasepsi, diabetes melitus, antibiotik (terutama spektrum luas
seperti tetrasiklin, ampisilin, dan sefalosporin oral), menggunakan pakaian
ketat dan terbuat dari nilon15.
Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) merupakan salah satu faktor
predisposisi yang dapat memicu jamur Candida yang semula asimptomatik
menjadi aktif berkembang biak sehingga timbul Candidiasis vagina. AKDR
merupakan salah satu faktor predisosisi terjadinya kandidiasis vagina.
Pada pemakaian AKDR terjadi perubahan pada jamur kandida yang
semula saprofit menjadi pathogen16.
Selama kehamilan, vagina menunjukkan peningkatan kerentanan terhadap
infeksi Candida sehingga prevalensi kolonisasi vagina dan vaginitis
simtomatik meningkat, khusunya trimester ketiga. Diduga estrogen
meningkatkan perlekatan Candida pada sel epitel vagina dan secara
langsung meningkatkan virulensi ragi3.
Timbulnya kandidiasis sering terjadi selama pemakaian antibiotik oral sistemik khususnya spektrum lebar seperti tetrasiklin, ampisilin, dan
sefalosporin karena flora bakteri vagina normal yang bersifat protektif
seperti Lactobacillus juga tereliminasi15.
Pakaian ketat ditambah dengan celana dalam nilon meningkatkan
kelembaban dan suhu di daerah perineal sehingga mempermudah tumbuh

kembang jamur. Candida albicans dapat tumbuh pada variasi pH yang


luas. Pertumbuhannya akan lebih baik pada pH 4,5 6,5 dan pada suhu
28C15.

2.2.4 Tanda dan Gejala


Gejala klinis yang ditemukan pada infeksi Candida albicans adalah sebagai
berikut:
o
Duh tubuh vagina disertai gatal pada vulva.
o

Disuria eksternal dan dipareunia superfisial.

Pada pemeriksaan tampak vulva eritem, edem dan lecet.

o
Pada pemeriksaan spekulum tampak duh tubuh vagina dengan
jumlah yang bervariasi, konsistensi dapat cair atau seperti susu pecah.
o
Pada kasus yang lebih berat jika dilakukan pemeriksaan inspekulo
akan menimbulkan rasa nyeri pada penderita. Mukosa vagina dan
ektoserviks tampak eritem, serta pada dinding vagina tampak gumpalan
putih seperti keju.
o
Pemeriksaan pH vagina berkisar 4 4,513.
Kandidiasis Vulvovagina Rekurens (KVVR)
Sekitar 3040% dari pasien KVV akan mengalami infeksi ulang untuk
kedua kalinya dan kurang lebih 5% KVV akan menjadi kandidosis
vulvovagina rekurens (KVVR).Definisi KVVR adalah 4 atau lebih episode
infeksi kandidiasis selama 12 bulan/1 tahun. KVVR merupakan bentuk dari
KVV komplikasi15.
KVVR, menurut Sobel & Fidel, dibagi menjadi 3 kelompok yaitu 1)
kelompok dengan jumlah mikroorganisme yang banyak (KOH+, kultur
kuantitatif tinggi) yang didominasi oleh bentuk hifa, disertai tanda dan

gejala yang khas, baik pada daerah vagina maupun vulva; 2) kelompok
yang jumlah organismenya cukup banyak (KOH +), tetapi gejala dan tanda
terbatas pada daerah vagina saja; 3) kelompok dengan jumlah
mikroorganisme sedikit, tetapi gejala dan tanda cukup jelas15.
Perbedaan ketiga kelompok diatas juga terletak pada respon imunitas
selularnya. Pada kelompok pertama, respon selular lokal berkurang
(reaktivitas Th1 berkurang), sedangkan reaksi hipersensitivitas tipe 1
meningkat (reaktivitas Th2 meningkat). Sementara itu, pada kelompok
kedua, reaktivitas Th1 menurun, tetapi reaktivitas Th2 tidak ada atau hanya
sedikit. Kelompok terakhir, respon selular berupa Th0 (T helper naf) yang
merupakan bentuk awal respon sebelum berubah menjadi Th1 atau Th215.
2.2.5 Diagnosis
Tidak ada gejala dan tanda klinis yang spesifik untuk menegakkan
diagnosis kandidiasis vulvovaginal. Gejala yang sering terjadi adalah gatal
(pruritus) dan duh vagina. Karakteristik duh vagina seperti keju lunak
berwarna putih susu, mungkin bergumpal, dan tidak berbau. Rasa nyeri
pada vagina, iritasi dan sensasi terbakar pada vulva, dispareuni, serta
disuria juga dapat dikeluhkan. Dapat ditemukan adanya tanda-tanda
inflamasi berupa erithem, edem pada vulva dan labia, adanya lesi diskret
pustulopapular dan dermatitis vulva 8,12.
Pada inspeksi, dapat dilihat labia dan vulva eritem dan membengkak
disertai lesi pustulopapular diskret di bagian tepi. Melalui spekulum, serviks
terlihat normal sedangkan epitel vagina tampak eritem disertai duh
keputihan dan terdapat lesi satelit. Infeksi dapat menjalar ke daerah
inguinal dan perianal15.
Balanopostitis terjadi pada pria yang berhubungan seksual dengan wanita
yang terinfeksi. Gejalanya berupa kemerahan, gatal, dan sensasi terbakar
pada penis. Gejala pada pria tersebut biasanya bersifat sembuh sendiri
(self-limiting)15.
Diagnosis kandida vulvovaginal juga dapat dilakukan dengan melakukan
usapan diatas gelas objek dan dicat dengan cara Gram, bila perlu dapat
pula dilakukan pembiakan. Sampel duh diambil dari dinding lateral vagina,

kemudian dicampur dengan NaCl 0,9% atau KOH 10%. Di bawah


mikroskop, bila kandidiasis positif akan ditemukan blastospora atau
pseudohifa. Kadar pH vagina pada kandidiasis normal (4 4,5) dan Whiff
Test (-). Pengukuran pH vagina perlu dilakukan agar dapat membedakan
dengan infeksi bakterial vaginosis, trikomoniasis, atau infeksi campur yang
biasanya bersifat basa (pH > 5)12,15.
2.2.6 Penatalaksanaan dan Terapi Pengobatan
Penggunaan antimikotik golongan azol oral baik dalam mengobati
kandidiasis. Dahulu ketokonazol menjadi obat lini pertama namun saat ini
penggunaannya mulai terbatas karena efek samping hepatotoksik2.
Cara Pemberian

Obat

Dosis

2% krim 5 g/hari selama 3 ha

Sediaan krim 2% intravagina


5 g, dosis tunggal

Topikal atau vaginal

Butokonazole

1% krim 5 g/hari selama 7-14

Tablet vagina 100 mg/hari se


200 mg/hari selama 3 hari at

Clotrimazole
Miconazole

2% krim 5 g/hari selama 7 ha

Supositoria vagina 100 mg/ha


atau 200 mg/hari selama 3 h

Vaginal tablet 100,000 unit/ha

Nystatin
0.4% krim 5 g/hari selama 7
krim 5 g/hari selama 3 hari

Supositoria vagina 80 mg/har

Terconazole

6.5% ointment 5 g, dosis tung

Tioconazole
150 mg, dosis tunggal

Oral

Fluconazole

Keuntungan golongan azol daripada nistatin adalah waktu penyembuhan


lebih singkat dan efektif namun lebih mahal. Golongan azol oral merupakan
kontraindikasi bagi wanita hamil. Oleh karena itu, dapat diganti dengan
golongan azol topikal (kapsul vagina). Imidazole vagina krem, 1 tablet
setiap hari selama 3-7 hari2.
Pada kasus balanopostitis, pengobatan dilakukan dengan nistatin krim atau
klotrimazol topikal, 2 per hari, selama 7 hari. Pada kasus KVVR, terapi
yang dapat diberikan adalah:

1.

Flukonazol, 100 mg, 1x/minggu.

2. Itrakonazol, 50-100 mg/hari.


3.

Ketokonazol 100 mg/hari.

4. Klotrimazol 500 mg, 1 per minggu, sediaan suppositoria vagina 2.


Selain medikamentosa, perlu pula mengendalikan faktor risiko dan
sebaiknya tidak melakukan hubungan seksual sebelum dinyatakan sembuh
atau menggunakan kondom. Pasangan juga perlu diobat apabila terbukti
menderita kandidiasis. Hindari pula pemakaian bahan iritan lokal, seperti
produk berparfum. Wanita hamil sebaiknya hanya menggunakan
penggunaan topikal dengan tablet vagina2,8.
2.3 TRICHOMONIASIS
2.3.1 Definisi
Trichomoniasis adalah infeksi traktus urogenitalis yang disebabkan oleh
protozoa yaitu T. vaginalis. Masa inkubasi berkisar antara 5-28 hari. Pada
wanita T. vaginalis paling sering menyebabkan infeksi pada epitel vagina,
selain pada uretra, serviks, kelenjar Bartholini dan kelenjar
skene. Trichomonas vaginalis dapat ditemukan dalam jumlah kecil dalam
vagina tanpa gejala apa pun, akan tetapi dalam beberapa hal yang ada
hubungannya dengan perubahan kondisi lingkungan, jumlah dapat
bertambah banyak dan menimbulkan radang 2.
(Source: http://www,microdigitalworld.com/images)
Vaginitis karena Trichomonas vaginalis menyebabkan leukorea yang encer
sampai kental, berwarna kekuning-kuningan dan agak berbau. Penderita
mengeluh tentang adanya fluor yang menyebabkan rasa gatal dan
membakar. Disamping itu kadang-kadang ada gejala uretrhitis ringan
seperti disuria dan sering kencing8.
2.3.2 Epidemiologi
Trichomonas vaginalis 15-20%. Trikomoniasis merupakan penyakit infeksi
menular seksual. Trichomonas vaginalis merupakan organisme yang

komensal dan baru diketahui patogen pada abad ke20.Trichomonas vaginalis melekat pada membran mukosa dan bersifat
anaerob. Peterson melaporkan bahwa 24,6% dari apusan vagina yang
diambil secara rutin pada penderita obstetri dan ginekologi menunjukkan
adanya Trichomonas vaginalis9.
2.3.3 Etiologi
Trichomoniasis disebabkan oleh protozoa yaitu
Trichomonas vaginalis. Trichomonas vaginalis adalah suatu parasit dengan
flagella yang bergerak sangat aktif. Walaupun infeksi dapat terjadi dengan
berbagai cara, penularan dengan jalan koitus ialah cara yang paling sering
terdapat.25. Dalam hubungan ini parasit pada pria dengan Trichomonas
biasanya terdapat (tanpa gejala) di urethtra dan prostat 17.
Gambaran 2.3.3 Mikroskopis Trichomoniasis vaginalis
(source : http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/e/e3/Fem_isa_2.g
if)
Trichomoniasis biasanya ditularkan melalui hubungan seksual tanpa
menggunakan pelindung (kondom) dengan seseorang yang mengidap
trichomoniasis atau dapat juga ditularkan melalui perlengkapan mandi
(handuk)17.
2.3.4 Tanda dan Gejala
Gejala yang ditemukan pada penderita trichomoniasis adalah sebagai
berikut:
o

Asimtomatis pada sebagian wanita penderita trichomoniasis.

o
Jumlah leukorrhea banyak, sering disertai bau yang tidak enak,
pruritus vulva, external disuria dan iritasi genital sering ada.
o

Warna sekret : putih, kuning atau purulen.

Konsistensi : homogen, basah, sering frothy atau berbusa (foamy).

o
Tanda-tanda inflamasi: eritem pada mukosa vagina dan itrocoitus
vagina, kadang-kadang petechie pad serviks, dermatitis vulva.
o

Sekitar 2-5% serviks penderita tampak strawberry serviks.

o
Bila ada keluhan, biasanya berupa cairan vagina yang banyak,
sekitar 50% penderita mengeluh bau yang tidak enak disertai gatal pada
vulva dan dispareunia.
o
Pada pemeriksaan, sekitar 75% penderita dapat ditemukan kelainan
pada vulva dan vagina. Vulva tampak eritem, lecet dan sembab. Pada
pemasangan spekulum terasa nyeri, dan dinding vagina tampak eritem.
o
Sekitar 2-5% serviks penderita tampak gambaran khas untuk
trichomoniasis, yaitu berwarna kuning, bergelumbung, biasanya banyak
dan berbau tidak enak.
o
Pemeriksaan pH vagina >4,56,17.
2.3.5 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala, hasil pemeriksaan fisik dan
karakteristik cairan yang keluar dari vagina. Contoh cairan juga diperiksa
dengan mikroskop dan dibiakkan untuk mengetahui organisme
penyebabnya. Parasit biasanya dengan mudah dijumpai di tengah-tengah
leukosit pada sediaan yang dibuat dengan mengambil sekret dari dinding
vagina dicampur dengan satu tetes larutan garam fisiologis di atas gelas
objek. Sediaan diperiksa di bawah mikroskop dengan pembesaran sedang
dan dengan cahaya yang dikurangi sedikit. Pada pemeriksaan mikroskopik
dengan pembesaran 400 kali dapat terlihat pergerakan trichomonas.
Bentuknya ovoid, ukuran lebih besar dari sel PMN dan mempunyai flagel.
Pada 80-90% penderita symtomatic leucocyte (+), clue cell dapat (+)8,15.
Pada pemeriksaan laboraturium didapatkan pH vagina 5,0, whiff
test biasanya (+). Parasit dapat dikenal dengan melihat gerakan-

gerakannya, bentuknya lonjong dengan flagella yang panjang dan


membran yang bergerak bergelombang dan dengan ukuran sebesar 2 kali
leukosit. Akan tetapiTrichomonas vaginalis tidak selalu dapat ditemukan
dengan cara pemeriksaan tersebut. Bila dianggap perlu, dapat pula
dilakukan pembiakan8,15.
2.3.6 Perencanaan dan Terapi Pengobatan
Terapi yang baik pada vaginitis karena trikomonas ialah dengan
Metronidazole (1-(beta-hidroksil)-2-metil-S-nitro-imidazole). Metronidazole
yang diberikan per os dapat diserap dengan baik dalam traktus digestivus
dan mempunyai toksisitas rendah. Keluhan karena minum obat biasanya
ringan dan terdiri atas mulut kering, anoreksia, nausea, rasa nyeri di daerah
epigastrium, kadang-kadang sakit kepala dan vertigo. Pada penderita yang
perlu diberikan mitronidazole berulang, sebaiknya dilakukan pemeriksaan
darah sebelum dan sesudah terapi. Pemberian per os berguna untuk
memberantas Trichomonas vaginalis tidak saja pada alat genital, akan
tetapi pada urethra dan kandung kencing. Pemberian obat intravaginal
dapat membantu pemberian per os1.
Pengobatan Metronidazole per os ialah dalam 2 gram peroral dosis tunggal
atau Tinidazole 2 gram peroral dosis tunggal. Metronidazole dapat
diberikan 2 x 500 mg peroral selama 7 hari. Pengobatan per vaginam saja
dapat mengurangi gajala-gejala, akan tetapi tidak menyembuhkan penyakit.
Pada wanita hamil dengan Trichomoniasis dapat diberikan Metronidazole 2
gram dosis tunggal. Pada wanita hamil trimester pertama dapat diberikan
pengobatan topikal Klotrimazol 100 mg intravagina selama 6 hari.
Metronidazole tidak boleh diberikan pada kehamilan trimester pertama
namun dapat diberikan pada trimester kedua dan ketiga 2,8.
Bagi wanita yang menyusui dapat memberikan ASI setelah 12-24 jam
setelah pemberian metronidazole. Bagi wanita yang diberikan tinidazole,
sebaiknya pemberian ASI diberikan setelah pemberian terapi atau selama
3 hari setelah pemberian dosis terakhir. Sebagai obat per vaginam dapat
diberikan pula supositoria flagyl, supositoria atau krem AVC dan supositoria
Tricofuron2,8.

Sangat perlu bahwa bersamaan dengan pengobatan penderita wanita,


suami juga harus diberi metronidazole per os dalam 2 gram dosis tunggal
yang sama untuk mencegah terjadinya reinfeksi. Dilakukan pemeriksaan
rutin Traktus Genitourinarius. Akhir-akhir ini selain pemberian
metrodinazole, dianjurkan pula tinidazole (Fasyigin) dan ornidazole
(Tiberal). Kadang-kadang terdapat Trichomonas vaginalis persistens. Hal
itu disebabkan oleh kurang baiknya penyerapan metronidazole oleh traktus
digestifus, atau oleh karena resistensi Trichomonas vaginalis terhadap
obat2,8.
HEMOFILUS VAGINALIS VAGINITIS
90% dari kasus-kasus yang dahulu disebut vaginitis non spesifik kini
ternyata disebabkan olehHemofilus vaginalis, suatu basil kecil yang gram
negative. Gejala vaginitis ialah leukorea yang berwarna putih bersemu
kelabu, kadang kekuning-kuningan dengan bau yang kurang sedap.
Vaginitis ini menimbulkan perasaan sangat gatal. Penyakit ini ditularkan
melalui hubungan seksual1.
Diagnosis dibuat dengan cara pemeriksaan separti yang digambarkan
pada pemeriksaan Trichomonas vaginalis. Pada sediaan dapat ditemukan
beberapa kelompok basil, leukosit yang tidak seberapa banyak, dan banyak
sel-sel epitel yang untuk sebagiaan besar permukaannya berbintik-bintik.
Sel-sel ini yang dinamakan clue-cells, merupakan cirri vaginitis yang
disebabkan oleh Hemofilus vaginalis1.
Terapi harus diberikan kepada suami-isteri, berupa tetrasiklin 2 gr sehari
untuk 5 hari, di samping itu kepada wanitanya dapat diberi betadin vagina
douche2,8.
VAGINITIS (VULVO) ATROFIKANS
Sesudah menopause epitel vagina menjadi atrofis dengan hanya tertinggal
lapisan sel basal. Epitel demikiaan itu mudah kena infeksi, dan radang
dapat menjalar kejaringan di bawah epitel. Penyakit ini menyebabkan
leukorea dan rasa gatal dan pedih. Vaginitis ini juga dinamakan vaginitis
senilis. Uretha dan kandung kencing dapat ikut terlibat dan menimbulkan
gejala disuria dan sering kencing1.

Terapi terdiri terdiri pemberiaan estrogen per os tiap malam dan


pemberiaan dienestrol krem, premarin vaginal cream atau 0,1 mg
suposotorium dietil stilbestrol per vagina untuk 30 malam. Dewasa ini dapat
dianjurkan pemakaiaan synapause dan synapause krim 2,8.
VAGINITIS EMFISEMATOSA
Penyakit ini jarang terdapat dan pada umumnya dijumapai pada wanita
hamil. Pada vaginitis ini ditemukan radang dengan gelembung-gelembung
kecil berisi gas pada dinding vagina dan porsio uteri. Pengobatan
simtomatis dan penyebab infeksi belum diketahui1.
III. SERVISITIS
3.1 Definisi
Servisitis adalah peradangan dari selaput lendir dari kanalis servikalis.
Karena epitel selaput lendir kanalis servikalis hanya terdiri dari satu lapisan
sel selindris sehingga lebih mudah terinfeksi dibanding selaput lendir
vagina. Servisitis juga merupakan infeksi non spesifik dari serviks.
Servisitis ini biasanya terjadi pada serviks bagian posterior 1.
3.2 Anatomi
Serviks merupakan bagian uterus dengan fungsi khusus yang terletak di
bawah isthmus. Di anterior, batas atas serviks yaitu os interna, terletak
kurang lebih setinggi pantulan peritoneum pada kandung kemih.
Berdasarkan perlekatannya pada vagina, serviks terbagi atas segmen
vaginal dan supravaginal. Permukaan posterior segmen supravaginal
tertutup peritoneum. Di bagian lateral, serviks menempel pada ligamentum
kardinale dan di bagian anterior dipisahkan dari kandung kemih yang
menutupinya oleh jaringan ikat longgar. Os eksterna terletak apda ujung
bawah segmen vaginal serviks, yaitu porsio vaginalis. Serviks (leher rahim)
terletak di puncak vagina1,6.
Gambar 3.2 Penampang Melintang Alat Genitalia Wanita
(source: http://perpetuumlab.com.hr/w/images/thumb/1/1b/Vagina.png)
Bentuk os eksterna serviks sangat bervariasi. Sebelum melahirkan,
bentuknya kecil, beraturan, oval, setelah melahirkan, orifisiumnya berubah

menjadi celah melintang yang terbagi sedemikian rupa sehingga terdapat


bentuk yang disebut bibir serviks. Anterior dan posterior. Serviks yang
mengalami robekan berat saat pelahiran, setelah sembuh bisa menjadi
berbentuk tak beraturan, nodular atau menyerupai bintang (stelata).
Perubahan ini cukup khas sehingga memungkinkan pemeriksa memastikan
apakah seorang wanita telah melahirkan anak melalui suatu pelahiran
pervaginam1.
Serviks terutama terdiri atas jaringan kolagen ditambah jaringan elastin
serta pembuluh darah namun masih memiliki serabut otot polos. Mukosa
kanalis servikalis terdiri dari satu lapisan epitel thoraks yang sangat tinggi,
menempel pada membaran basalis yang sangat tipis. Nukleus yang oval
terletak dekat dasar sel thoraks yang bagian atasnya terlihat agak jernih
karena berisi mukus. Sel-sel ini mempunyai banyak silia. Dalam keadaan
normal, epitel gepeng segmen vaginal serviks dan epitel thoraks kanalis
servikalis membentuk garis pemisah di dekat os eksterna yaitu taut
skuamo-kolumnar1.
Saluran di dalam serviks adalah sempit, bahkan terlalu sempit sehingga
selama kehamilan janin tidak dapat melewatinya. Tetapi pada proses
persalinan saluran ini akan meregang sehingga bayi bisa melewatinya.
Bagian terbawah uterus, terdiri dari pars vaginalis (berbatasan / menembus
dinding dalam vagina) dan pars supravaginalis. Terdiri dari 3 komponen
utama: otot polos, jalinan jaringan ikat (kolagen dan glikosamin) dan
elastin. Bagian luar di dalam rongga vagina yaitu portio cervicis uteri
(dinding) dengan lubang ostium uteri externum (luar, arah vagina) dilapisi
epitel skuamokolumnar mukosa serviks, dan ostium uteri internum (dalam,
arah cavum). Sebelum melahirkan (nullipara/primigravida) lubang ostium
externum bulat kecil, setelah pernah/riwayat melahirkan (primipara/
multigravida) berbentuk garis melintang. Posisi serviks mengarah ke
kaudal-posterior, setinggi spina ischiadica1.
Kelenjar mukosa serviks menghasilkan lendir getah serviks yang
mengandung glikoprotein kaya karbohidrat (musin) dan larutan berbagai
garam, peptida dan air. Ketebalan mukosa dan viskositas lendir serviks

dipengaruhi siklus haid. Saluran serviks dilapisi oleh kelenjar penghasil


lendir. Lendir ini tebal dan tidak dapat ditembus oleh sperma kecuali sesaat
sebelum terjadinya ovulasi1.
Pada serviks uteri, saluran limfe mengalir ke tiga jurusan:
1. Dari isthmus melalui parametrium ke kelenjar-kelenjar di sekitar
vasa
iliaca.
2.
Dari bagian dekat ureter mengikuti pembuluh darah balik ke
kelompok glandula iliaca eksterna.
3. Dari bagian belakang melalui ligamentum sakrouterinum menyebar
melalui parametrium ke kelompok glandula hipogastrika dan glandula
obturatoria. Ada pula melalui ligamentum sakrouterinum ke kelompok
glandula sakralis lateralis1.
Selama masa reproduktif, lapisan lendir vagina memiliki permukaan yang
berkerut-kerut. Sebelum pubertas dan sesudah menopause, lapisan lendir
menjadi licin. Serviks biasanya merupakan penghalang yang baik bagi
bakteri, kecuali selama masa menstruasi dan selama
masa ovulasi (pelepasan sel telur)1.
3.3 Etiologi
Servisitis disebabkan oleh kuman-kuman seperti Trichomonas
vaginalis, Candida sp dan Mycoplasmaatau mikroorganisme aerob dan
anaerob endogen vagina seperti Streptococcus sp, Enterococus sp, E.
coli, dan Staphylococcus sp. Kuman-kuman ini menyebabkan deskuamasi
pada epitel gepeng dan perubahan inflamasi kronik dalam jaringan serviks
yang mengalami trauma. Dapat juga disebabkan oleh robekan serviks
terutama yang menyebabkan ectropion, alat-alat atau alat kontrasepsi,
tindakan intrauterine seperti dilatasi, dan lain-lain 9.
3.4 Tanda dan Gejala
Tanda yang biasa ditemukan pada infeksi serviks adalah:

Flour hebat, biasanya kental atau purulent dan biasanya berbau

o
Sering
menimbulkan erusio pada portio yang tampak seperti daerah merah
menyala.
o
Pada
pemeriksaan inspekulo kadang-kadang dapat dilihat flour yang purulent
keluar dari kanalis servikalis. Kalau portio normal tidak ada ectropion, maka
harus diingat kemungkinan gonorroe.
o
Pada
servisitis kroniks kadang dapat dilihat bintik putih dalam daerah selaput
lendir yang merah karena infeksi. Bintik-bintik ini disebabkan oleh ovula
nabothi dan akibat retensi kelenjer-kelenjer serviks karena saluran
keluarnya tertutup oleh pengisutan dari luka serviks atau karena
peradangan.
o
Gejalagejala non spesifik seperti dispareuni, nyeri punggung, dan gangguan
kemih.
o

Sekunder dapat terjadi kolpitis dan vulvitis7.

3.5 Klasifikasi
3.5.1 Servisitis Akut
Infeksi yang diawali di endoserviks dan ditemukan pada Gonorroe, infeksi
postabortum, postpartum, yang disebakan oleh Streptococcus,
Sthapylococcus dan lain-lain. Dalam hal ini Streptococcus merah dan
membengkak dan mengeluarkan cairan mukopurulent, akan tetapi gejalagejala pada serviks biasanya tidak seberapa tampak ditengah-tengah

gejala lain dari infeksi yang bersangkutan. Pengobatan diberikan dalam


rangka pengobatan infeksi tersebut. Penyakitnya dapat sembuh tanpa
bekas atau dapat menjadi kronika1.
Penyakit ini dijumpai pada sebagian wanita yang pernah melahirkan. Lukaluka kecil atau besar pada servik karena partus atau abortus memudahkan
masuknya kuman-kuman kedalam endoserviks serta kelenjar-kelenjarnya
sehingga menyebabkan infeksi menahun1.
Servisitis akut ini banyak disebabkan oleh
kuman Gonorheae dan Chlamidia trachomatis1.
Servisitis Gonore
Gonore merupakan suatu infeksi yang disebabkan oleh N.
gonnorrheae pada traktus genitalis dan organ tubuh lainnya seperti
konjungtiva, faring, rektum, kulit, persendian, serta organ dalam. Servisitis
ini dapat ditularkan melalui hubungan seksual. Pada wanita, N.
gonnorrhoeae pertama kali mengenai kanalis servikalis. Selain itu dapat
mengenai uretra, kelenjar skene, dan kelenjar bartholini. Masa inkubasi
bervariasi, umumnya 10 hari1.
Gejala klinis
Gejala klinis yang dapat ditemukan pada penderita servisitis Gonorheae:
o

Asimtomatik pada lebih dari sebagian penderita Gonorheae.

o Bila ada keluhan umunya cairan vagina jumlahnya meningkat,


menoragi atau perdarahan intermenstrual.
o

Pada penderita yang menunjukan gejala biasanya ditemukan duh


tubuh serviks yang mukopurulen. Serviks tampak eritem, edem, ektopi dan
mudah berdarah saat pengambilan bahan pemeriksaan 2.
Diagnosis
Ditegakkan berdasarkan pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan
langsung sediaan apus endoserviks dengan pengecatan gram akan

ditemukan diplokokus gram negatif yang tampak di dalam sel PMN dan di
luar sel PMN1.
Pengobatan
Pengobatan yang dapat diberikan sebagai berikut:
o

Siprofloksasin 500 mg peroral, dosis tunggal atau

Ofloksasin 400 mg peroral, dosis tunggal atau

Tiamfenikol 3,5 gram peroral, dosis tunggal atau

Seftriakson 250 mg, intramuskuler, dosis tunggal atau

Spektinomisin 2 gram, intra muskuler, dosis tunggal

o Siprofloksasin, Ofloksasin dan Tiamfenikol tidak boleh diberikan pada


wanita hamil atau sedang menyusui dan anak-anak 1.
Servisitis yang disebabkan Chlamidia trachomatis
Penyakit yang disebabkan oleh Chlamidia trachomatis sebagian besar
serupa dengan gonore. Pada wanita, traktus genitalis yang paling sering
terinfeksi oleh C. trachomatis adalah endoserviks. Pada 60 % penderita
biasanya asimtomatik (silent sexually transmitted disease). Masa inkubasi
infeksi klamidia sampai muncul gejala adalah 1 3 minggu, lebih lama
daripada gonore. Sekitar 25% pria dan sebagian besar wanita tak
mengalami gejala dini karena infeksi klamidia dan banyak yang
menjadi carrierasimtomatik penyakit klamidia1.
Gambaran 3.5.1 Mikroskopis Chlamidia trachomatis
(Source: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/e/e3/Fem_isa_2.gi
f)
Gejala klinis
Gejala klinis yang ditemukan pada penderita servisitis Servisitis yang
disebabkan Chlamidia trachomatis:

o Bila penderita yang mempunyai keluhan, biasanya tidak khas dan


serupa dengan keluhan servisitis gonore, yaitu adanya duh tubuh vagina.
o
Pada pemeriksaan inspekulo sekitar 1/3 penderita dijumpai duh
tubuh serviks yang mukopurulen, serviks tampak eritem, ektopi dan mudah
berdarah pada saat pengambilan bahan pemeriksaan dari mukosa
endoserviks.
o

Pada wanita, infeksi Clamidia yang lama sering mengakibatkan


endometritis dan salpingitis. Pasien mungkin mengalami demam ringan
atau nyeri abdomen bawah yang ringan. Endometritis juga dapat
menyebabkan perdarahan uterus yang ireguler.
o
Pelvic Inflammation Diseaseadalah komplikasi lanjut infeksi
klamidia yang penting, biasanya memerlukan terapi rawat inap.
Perihepatitis adalah komplikasi yang jarang pada infeksi klamidia
o
Komplikasi lanjut infeksi klamidia yang rekuren dan ekstensif
berupa kerusakan tuba yang kemudian menyebabkan infertilitas dan
kehamilan.
o
Infeksi klamidia dapat memicu perkembangan artritis reaktif
(uroartritis, Reiters disease) pada pria dan wanita18.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan laboratorium, yaitu
pemeriksaan sitologi, identifikasi antigen C.trachomatis, PCR dan LCR
didasarkan pada multiplikasi asam nukleat Clamidia trachomatisdan
isolasi C.trachomatis pada biakan sel6.
Pengobatan

Pengobatan yang diberikan adalah:


o

Doksisiklin 2 200 mg peroral, selama 7 hari atau

o
Azitromisisn 1 gr peroral, dosis tunggal atau
o

Eritromisin 4 500 mg peroral, selama 7 hari atau

Tetrasiklin 4 500 mg peroral, selama 7 hari

o
Doksisiklin, Tetrasiklin dan Azitromisin tidak boleh diberikan pada
wanita hamil atau sedang menyusui dan anak-anak 8.
3.5.2 Servisitis Kronik
Penyakit ini dijumpai pada sebagian wanita yang pernah melahirkan. Lukaluka kecil atau besar pada servik karena partus atau abortus memudahkan
masuknya kuman-kuman kedalam endoserviks serta kelenjar-kelenjarnya
sehingga menyebabkan infeksi menahun. Gambaran patologis pada
servisitis kronik dapat ditemukan sebagai berikut:
o Serviks kelihatan normal, hanya pada pemeriksaan mikroskopis
ditemukan infiltrasi leukosit dalam stroma endoserviks. Servicitis ini
menimbulkan gejala, kecuali pengeluaran secret yang agak putih-kuning.
o Di sini ada portio uteri disekitar ostium uteri eksternum, tampak daerah
kemerah-merahan yang tidak dipisahkan secara jelas dari epitel porsio
disekitarnya, secret yang dikeluarkan terdiri atas mucus bercampur nanah.
o Sobeknya pada serviks uteri disini lebih luas dan mukosa endoserviks
lebih kelihatan dari Karena radang menahun, serviks bisa menjadi
hipertropis dan mengeras, secret mukopurulen bertambah banyak 1.

Pada poin 2 dan 3 di atas, karena infeksi menahun terdapat infiltrasi sel-sel
plasma di dalam dan di bawah stroma endoserviks dan terjadi penggantian
epitel porsio uteri oleh epitel thoraks endoserviks. Dengan demikian
terdapat di luar ostium uteri eksternum stroma endoserviks dengan epitel
thoraks dan kelenjar-kelenjarnya1..
Pada proses penyembuhan, epitel tatah dari bagian vaginal porsio uteri
dengan tanda-tanda metaplasia mendesak epitel thoraks tumbuh ke dalam
stroma di bawah epitel dan menutup saluran kelenjar-kelenjar, sehingga
terjadi kista kecil berisi cairan yang kadang-kadang keruh (Ovula Nabothi) 1.
Gambaran servisitis kronika sering kali pada pemeriksaan biasa sukar
dibedakan dari karsinoma servisis uteri dalam tingkat permulaan. Oleh
sebab itu sebelum dilakukan pengobatan, perlu pemeriksaan apusan
menurut Papanicolaou yang jika perlu diikuti oleh biopsi, untuk kepastian
bahwa tidak ada karsinoma1.
Diagnosis
Diagnosis dapat dilakukan dengan:
o

Pemeriksaan dengan speculum.

Sediaan hapus untuk biakan dan tes kepekaan.

Pap smear.

Biakan damedia.

o Biopsy19.
Pelaksanaan dan Terapi Pengobatan
Pengobatan yang dapat diberikan adalah:
o

Antibiotika terutama kalau dapat ditemukan gonococcus dalam secret.

o
Kalau cervicitis tidak spesifik dapat diobati dengan rendaman
dalam AgNO3 10 % dan irigasi.
o
Cervicitis yang tak mau sembuh ditolong operatif dengan
melakukan konisasi, kalau sebabnya ekstropion dapat dilakukan lastik atau
amputasi.
o

Erosion dapat disembuhkan dengan obat keras seperti, AgNO 3 10


% atau Albothyl yang menyebabkan nekrose epitel silindris dengan
harapan bahwa kemudian diganti dengan epitel gepeng berlapis banyak.
o
Servisitis kronika pengobatannya lebih baik dilakukan dengan jalan
kauterisasi-radial dengan termokauter atau dengan krioterapi.
o
Sesudah kauterisasi atau krioterapi terjadi nekrosis, jaringan yang
meradang terlepas dalam kira-kira 2 minggu dan diganti lambat laun oleh
jaringan sehat. Jika radang menahun mencapai endoserviks jauh ke dalam
kanalis servikalis, perlu dilakukan konisasi dengang mengangkat sebagian
besar mukosa endoserviks. Pengangkatan tersebut sebaiknya dilakukan
dengan pisau, supaya jaringan yang dikeluarkan dapat diperiksa
mikroskopis.
o
Pada laserasi serviks yang agak luas perlu dilakukan trakhelorafia.
Pinggir sobekan dan sedikit endoserviks diangkat, lalu luka-luka baru
dijahit demikian rupa, sehingga bentuk serviks seperti semula. Jahitan
secara Sturmdorf dapat mengatasi perdarahan yang akan timbul. Jika
sobekan dan infeksi sangat luas, perlu dilakukan amputansi serviks. Akan
tetapi perpendekan serviks dapat mengakibatkan abortus jika terjadi

kehamilan. Sehingga pembedahan yang akhir ini sebaiknya dilakukan pada


wanita yang tidak ingin hamil lagi8.
Prognosis
Prognosis dari radang serviks ini biasanya baik tetapi dapat kambuh
kembali20

Anda mungkin juga menyukai