Patofisiologi Sirosis Hati
Patofisiologi Sirosis Hati
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketifa
pada pasien yang berusia 45 46 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker).
Diseluruh dunia sirosis menempati urutan ke tujuh penyebab kematian. Sekitar
25.000 orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini. Sirosis hati merupakan
penyakit hati yang sering ditemukan dalam ruang perawatan Bagian Penyakit Dalam.
Perawatan di Rumah Sakit sebagian besar kasus terutama ditujukan untuk mengatasi
berbagai penyakit yang ditimbulkan seperti perdarahan saluran cerna bagian atas,
koma peptikum, hepatorenal sindrom, dan asites, Spontaneous bacterial peritonitis
serta Hepatosellular carsinoma.
Gejala klinis dari sirosis hati sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala sampai
dengan gejala yang sangat jelas. Apabila diperhatikan, laporan di negara maju, maka
kasus Sirosis hati yang datang berobat ke dokter hanya kira-kira 30% dari seluruh
populasi penyakit in, dan lebih kurang 30% lainnya ditemukan secara kebetulan
ketika berobat untuk penyakit lain, sisanya ditemukan saat atopsi.
Penyebab paling umum penyakit sirosis adalah kebiasaan meminum alkohol
dan infeksi virus hepatitis C. Sel-sel hati berfungsi mengurai alkohol, tetapi terlalu
banyak alkohol dapat merusak sel-sel hati. Infeksi kronis virus hepatitis C
menyebabkan peradangan jangka panjang dalam hati yang dapat mengakibatkan
sirosis. Berdasarkan penelitian, 1 dari 5 penderita hepatitis C kronis dapat
berkembang menjadi sirosis.
Keadaan rongga mulut pasien dengan sirosis hati dapat terpengaruh dari
keadaan sistemik. Pada pasien dengan kelainan hati yang paling sering ditemukan
adalah jaundice pada membran mukosa. Kesehatan rongga mulut juga memiliki kaitan
erat dengan bagaimana pasien dapat menjaga kesehatan rongga mulutnya. Beberapa
penyakit dalam rongga mulut yang disebabkan oleh sistemik dapat diperbarah oleh
factor lokal yang ada dalam rongga mulut seperti bakteri dan plak. Usaha pencegahan
dapat dilakukan dengan melakukan tindakan pembersihan rongga mulut yang baik.
Pada beberapa pasien dengan kelainan sirosis hati beberapa mengalami
penurunan kebersihan mulut karena terbatasnya kemampuan untuk beraktivitas.
Kondisi sirosis juga perlu menjadi perhatian yang lebih bagi dokter gigi dalam
melaksanakan tindakan dental baik invasive maupun non invasif. Perlu dilakukan
kerjasama dengan dokter penyakit dalam dalam penentuan status kesehatan dan
cabang lain agar tindakan dapat berjalan dengan lancar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketifa
pada pasien yang berusia 45 46 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker).
Diseluruh dunia sirosis menempati urutan ke tujuh penyebab kematian. Sekitar
25.000 orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini.
Sirosis adalah proses difus yang ditandai oleh fibrosis dan perubahan struktur
hepar yang normal menjadi nodula- nodula yang abnormal. Hasil akhirnya adalah
destruksi hepatosit dan digantikan oleh jaringan fibrin serta gangguan atau kerusakan
vaskular (Dipiro et al, 2006). Gejala klinis dari sirosis hati sangat bervariasi, mulai
dari tanpa gejala sampai
laporan di negara maju, maka kasus Sirosis hati yang datang berobat ke dokter hanya
kira-kira 30% dari seluruh populasi penyakit in, dan lebih kurang 30% lainnya
ditemukan secara kebetulan ketika berobat untuk penyakit lain, sisanya ditemukan
saat atopsi. Progevisitas sirosis akan mengarah pada kondisi hipertensi portal yang
bertanggung jawab terhadap banyak komplikasi dari perkembangan penyakit sirosis
ini.
Komplikasi
ini
meliputi spontaneous
bacterial
diidentifikasi
dengan
riwayat
pasien
yang
dikombinasikan dengan evaluasi serologis dan histologis. Alkoholic liver disease dan
hepatitis C merupakan penyebab utama pada negara-negara Barat, sedangkan hepatitis
B merupakan penyebab utama pada wilayah Asia dan sub-sahara Afrika. Etiologi
sirosis penting untuk diketahui, karena hal tersebut dapat memprediksi komplikasi
dan pemilihan treatment. Selain itu pengetahuan tentang etiologi juga bermanfaat
dalam tindakan preventif. Berbagai faktor etiologi dapat berakibat pada sirosis hati,
diantaranya konsumsi alkohol, umur diatas 50 tahun, dan jenis kelamin pria
merupakan faktor resiko hepatitis C kronis. Obesitas pada usia tua, resistensi
b. Nausea, nafsu makan menurun dan diikuti dengan penurunan berat badan
c. Mata berwarna kuning dan buang air kecil berwarna gelap
d. Pembesaran perut dan kaki bengkak
e. Perdarahan saluran cerna bagian atas
f. Pada keadaan lanjut dapat dijumpai pasien tidak sadarkan diri (Hepatic
Enchephalopathy
g. Perasaan gatal yang hebat
(Sutadi, 2003)
C. PATOFISIOLOGI SIROSIS HATI
Fibrosis merupakan enkapsulasi atau penggantian jaringan yang rusak oleh
jaringan kolagen. Fibrosis hati merupakan hasil perpanjangan respon penyembuhan
luka normal yang mengakibatkan abnormalitas proses fibrogenesis (produksi dan
deposisi jaringan ikat). Fibrosis berlangsung dalam berbagai tahap, tergantung pada
penyebab kerusakan, lingkungan, dan faktor host. Sirosis hati merupakan tahapan
lanjut dari fibrosis hati, yang juga disertai dengan kerusakan pembuluh darah. Sirosis
hati menyebabkan suplai darah dari arteri yang menuju hati, berbalik ke pembuluh
vena, merusak pertukaran antara hepatik sinusoid dan jaringan parenkim yang
berdekatan, contohnya hepatosit. Hepatik sinusoid dilapisi oleh endotel berfenestrasi
yang berada pada lapisan jaringan ikat permeabel (ruang Disse) yang mengandung sel
stelat hepatik (HSC) dan beberapa sel mononuklear. Bagian lain dari ruang Disse
dilapisi oleh hepatosit yang menjalankan sebagian besar fungsi hati. Pada kondisi
sirosis, ruang Disse terisi oleh jaringan parut dan fenestrasi endotel menghilang,
proses ini disebut kapilarisasi sinusoidal. Secara histologis, sirosis dicirikan oleh septa
fibrotik tervaskularisasi yang menghubungkan portal tract satu dengan yang lainnya
dan dengan vena sentral, membentuk pulau hepatosit yang dikelilingi oleh septa
fibrotik yang tidak memiliki vena sentral. Akibat klinis yang utama dari sirosis adalah
terganggunya fungsi hati, meningkatnya resistensi intrahepatik (portal hipertensi) dan
perkembangan yang mengarah pada hepatoselular karsinoma (HCC). Abnormalitas
sirkulasi general yang terjadi pada sirosis (splachnic vasodilatation, vasokonstriksi
dan hiperfusi ginjal, retensi air dan garam, meningkatnya output kardiak) sangar erat
kaitannya dengan perubahan vaskularisasi hati dan portal hipertensi. Sirosis dan
gangguan vaskular yang diakibatkannya bersifat irreversibel, namun penyembuhan
sirosis masih mungkin terjadi (Schuppan dan Afdhal, 2008).
(Sutadi, 2003)
D. MANIFESTASI ORAL
Rongga mulut dapat menunjukkan disfungsi hati dalam bentuk:
Pasien dengan sirosis hati memiliki oral higien yang buruk, terutama pada
kasus dimana kerusakan hati disebabkan oleh konsumsi alkohol berlebihan (Pamplona
dkk., 2011).
E. MANAJEMEN PERAWATAN DENTAL
Manajemen perawatan dental pada pasien dengan sirosis hati, secara umum meliputi:
1. Minimalisasi perdarahan
2. Penggunaan suction yang adekuat karena apabila pasien menelan darah, dapat
menimbulkan encephalopathy
(Ganda, 2007)
3. Interkonsultasi dengan dokter pasien atau dokter spesialis untuk dapat
mengetahui kondisi medis pasien
4. Pada pasien dengan hepatitis fase akut, yang boleh dilakukan hanya perawatan
emergensi.
5. Untuk perawatan yang invasif, harus dilakukan pemeriksaan laboratorium
untuk koagulasi dan hemotasis darah, seperti pemeriksaan darah lengkap,
bleeding time, prothrombin time, thrombin time, thromboplastine time, dan
biokimia hati (GOT, GPT, dan GGT)
6. Dari pemeriksaan lab, pada perawatan yang invasif dapat diberikan agen
hemostatik lokal seperti asam tranexamat, fresh plasma, platelet, dan vitamin
K
7. Diresepkan antibiotik profilaksis karena disfungsi hati berhubungan dengan
penurunan kemampuan imun.
(Cruz-Pamplona, dkk., 2011)
Penanganan pasien dengan hepatitis atau sirosis hati harus memperhatikan faktor
penularan. Perlu diketahui bahwa virus hepatitis dapat tetap stabil lebih dari 5 hari.
Cara pencegahan penularan hepatitis pada klinik, yaitu:
-
pencegahan
Anamnesis yang baik untuk mengetahui resiko yang dapat terjadi
Sterilisasi alat dengan metode konvensional pun dapat mengeliminasi protein
Obat
Pemakaian
Kontraindikasi
Meperidine
Indomethacin
Codeine
Kontraindikasi
Kontraindikasi
Dengan modifikasi
Keterangan
Pada orang dengan kelainan hati,
terjadi penurunan level serum protein
sehingga konsumsi obat yang bekerja
dengan pengikatan protein akan
mengakibatkan molekul obat bebas
karena tidak terikat protein
toksisitas
Dimetabolisme terutama di hati
Dimetabolisme terutama di hati
Secara cepat terdistribusi ke hati,
Acetaminophe
n
Antiinflama Prednisone
si
NSAID
Prednisolone
Antibiotik
Erythromycin
Dianjurkan
Kontraindikasi
Kontraindikasi
Dianjurkan
Kontraindikasi
Sedatif
Antifungal
Clindamycin
Kontraindikasi
Azithromyc
in
Tetracycline HCl
Kontraindikasi
Kontraindikasi
Clarithromyci
n
Metronidazole
Dengan modifikasi
Doxycycline
Dengan modifikasi
Dengan modifikasi
BAB III
PEMBAHASAN
A. LAPORAN KASUS
Chief Complain
:
terlebih dahulu.
Medical History
:
Pasien didiagnosa sirosis hati child B, hepatitis C, dan anemia. Pasien
didiagnosa right heart failure sejak tahun 2006. Pasien juga menderita
hipertensi tahap 2
B. REKAM MEDIS
Keluhan Utama
:
Perut membesar, mbeseseg (+), nafsu makan turun, mual (-), muntah (-), BAB
hitam (-), terbangun malam hari karena sesak (-), kaki bengkak (+)
Medical History
:
Pasien ada riwayat hepatitis C, riwayat mondok berulang dengan keluhan
perut besar, dilakukan penarikan cairan. Pasien mempunyai riwayat penyakit
Diet hepar II
Infus IV 0,5% aminolebam 1:120 ppm
Transfusi albumin sampai kadar albumin pasien >2,5
Spironolakton 2x100 mg
Propanolol 2x10mg
Dorner 3x1
Injeksi furosemid
35, 34, 33, 32, 31, 41, 42, 43, 44, 45 (lingual 4 mm, bukal 2 mm)
18, 14, 23, 24 (palatal dan bukal 1 mm)
OHI : Sedang
Jaringan Lunak
-
Palatum
: torus tipe spindle, makula
Mukosa bukal : makula
Lidah
: coated tongue
D. DIAGNOSIS ORAL
1.
2.
3.
4.
5.
E.
1.
2.
3.
4.
RENCANA PERAWATAN
Dental Health Education
Scalling USS
Ekstraksi dengan tindakan preoperative khusus
Kontrol dan evaluasi
F. REKOMENDASI ORAL
Salah satu malfungsi dari sirosis hati adalah ketidakmampuan hati untuk
memproduksi semua faktor pembekuan darah kecuali faktor VIII, faktor XI dan faktor
XIII. Vitamin K membantu hati dalam mempertahankan kadar normal atau sintesis
faktor protrombin (faktor II, VII, IX, dan X) (Sylvia A. Price, dkk .2005). Hal ini
mengakibatkan pasien sirosis hati mengalami kesukaran dalam pembekuan darah
ketika terjadi luka.
1. DENTAL HEALTH EDUCATION
Setelah menentukan diagnosis, maka yang perlu dilakukan adalah memberikan
edukasi kepada pasien dengan mengkomunikasikan kelaianan yang ada di mulut dan
bagaimana cara penatalaksanaannya. Diketahui bahwa pasien memiliki beberapa
kelainan, yang pertama dilakukan setelah mengkonsultasikan tingkat perdarahan
pasien maka dapat dilakukan scalling untuk menghilangkan kalkulus dan memberikan
terapi tahap 1 pada periodontitis. Untuk pencabutan akan dilakukan tindakan
preoperative untuk meminimalisir terjadinya komplikasi paska pencabutan.
Instruksi untuk menjaga kesehatan gigi merupakan edukasi yang perlu
ditekankan. Karena pada banyak kasus pasien dengan sirosis hati ditemukan
penurunan OHI diakibatkan keterbatasan pasien untuk bergerak. Keluarga pasien
harus dapat diajak bekerjasama untuk membantu pasien dalam melakukan aktivitas
menjaga kesehatan mulut secara teratur, untuk menurunkan resiko terjadinya
manifestasi penyakit sistemik dalam mulut.
2. EKSTRASI
Penderita sirosis hati memerlukan perlakuan khusus dalam manajemen perawatan
gigi dan mulut terutama dalam tindakan pencabutan gigi agar tidak terjadi komplikasi
perdarahan.
Tindakan manajemen ekstraksi gigi pada penderita sirosis hati meliputi:
Tindakan pre-operatif diawali dengan anamnesa yang mendalam. Anamnesa yang
baik dapat membantu dokter gigi untuk menegakkan diagnosis dan rencana perawatan
dengan pendekatan yang paling baik. Pemeriksaan fisik juga penting untuk
mengetahui ciri fisik dari pasien sirosis hati. Pasien sirosis hati memiliki ciri fisik
yang khas yaitu: jari tabu, asites, ikterus, hiperpigmentasi, eritema, dan spider nevi.
Pada intraoral ditemukan pembesaran gingiva, perdarahan gingiva, dan hipersalivasi.
Pasien perlu dilakukan uji Prothrombin time (PT) dan Activated partial
thromboplastin time (APTT) untuk memastikan waktu perdarahan pasien dalam
kondisi normal. Nilai normal PT adalah 11-13 detik, APTT adalah 24-37 detik
(Schafer, 2007).
Tindakan premedikasi pada pasien sirosis hati perlu dipertimbangkan karena
biasanya pasien mengalami inflamasi gingiva. Tindakan ini berupa pemberian obat
anti-inflamasi golongan steroid seperti dexametasone, methylprednisolone, dan
prednisone. Pemilihan obat ini dikarenakan obat ini tidak dimetabolisme dalam hati
sehingga tidak memperberat fungsi hati. Selain itu, pemberian premedikasi berupa
vitamin K yang dapat membantu aktivasi faktor pembekuan darah. Sehingga dapat
meminimalisasi perdarahan hebat saat prosedur ekstraksi.
Tindakan operatif diawali dengan pemilihan obat anestesi lokal. Anestesi yang
sesuai dengan kondisi pasien sirosis hati adalah obat anestesi golongan ester seperti
prokain dan kloroprokain, karena obat golongan ini dimetabolisme di plasma. Setelah
obat anestesi diberikan, baru dapat dilakukan tindakan ekstraksi dengan
memperhatikan perdarahan yang terjadi.
Tindakan post-ekstraksi dilakukan untuk menangani perdarahan yang terjadi
setelah ekstraksi. Tindakan yang dilakukan berupa kompresi dengan pemakaian
tampon. Apabila terjadi perdarahan lebih lanjut, dapat diberikan rFVIIa yang cocok
untuk mengatasi perdarahan akut pada pembedahan. Pemberian rFVIIa dosis tinggi
dapat membuat ledakan trombin sehingga mengakibatkan pencapaian pembekuan
darah dan mencegah fibrinolisis Selain itu, dapat juga diberikan obat koagulan.
Pemberian obat antibiotik dan analgetik pada penderita sirosis hati harus
mempertimbangkan beberapa prinsip umum pemberian obat pada pasien penyakit
hati. Beberapa prinsip tersebut diantaranya (Mansjoer, 2001):
a. Sedapat mungkin dipilih obat yang eliminasi utamanya melalui ekskresi
ginjal.
b. Hindarkan penggunaan: obat-obat yang mendepresi susunan saraf pusat
(morfin), diuretik tiazid dan diuretik kuat, obat-obat yang menyebabkan
konstipasi, antikoagulan oral, kontrasepsi oral dan obat-obat hepatotoksik.
C.Gunakan dosis yang lebih rendah dari normal, terutama obat-obat yang
eleminasi utamanya melalui metabolisme hati. Tidak ada pedoman umum
untuk menghitung berapa besar dosis yang harus di turunkan, maka gunakan
educated guess atau bila ada, ikuti petunjuk dari pabrik obat yang
bersangkutan. Kemudian monitor respons klinik pasien, dan bila perlu monitor
kadar obat dalam plasma, serta uji fungsi hati pada pasien dengan fungsi hati
yang berfluksuasi.
Berikut pilihan obat yang tepat untuk penderita sirosis hepatis:
Tabel 1: Pilihan obat antibiotik
Antibiotik
Amoxicillin
keterangan
Aman.
Doxycycline
Dosis
Gol. Aminoglikosida
penderita
Gol. Flourokiunolon
tetap
pada
hepatitis,
Vancomycin
Gentamycin
Kanamycin
Amikacin
Kecuali
Moxifloxacin,
sparfloxacin,
dan
trovafloxacin.
BAB V
KESIMPULAN
Pada penderita sirosis hati dapat dilakukan tindakan pembedahan minor
temasuk ekstraksi gigi dengan syarat telah mendapatkan izin dari dokter ahli Penyakit
Dalam dan dalam kondisi indiksi perdarahan yang normal agar meminimalisirkan
terjadinya komplikasi yang tidak diinginkan. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan
dalam ektraksi gigi pada pasien sirosis hati adalah anamnesa yang mendalam,
pemilihan obat yang tepat dan penatalaksanaan komplikasi yang baik. Pemilihan obat
yang diberikan adalah obat-obatan yang tidak dimetabolisme di hati.
DAFTAR PUSTAKA
Balatandayoudam, A., Karthigeyan, R., Sathyanarayanan, R., Kumar, B.S.,
Selvakumar, R., 2012, Dental Considerations for Patients with Hepatic
Dysfunction, Jident:1(1):1-7.
Cruz-Pamplona, M., Margaix-Munoz, Sarrion-Perez, 2011, Dental Considerations in
Patients with Liver Disease, J Clin Exp Dent: 3(2):127-134
Ganda, K., 2007, Management of the Medically Compromised Dental Patient Part III,
Tufts University
Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga Jilid 1. Jakarta: Media
Aesculapius.
Sylvia, P, A. Dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis ProsesProses Penyakit, Volume 2. Jakarta : EGC.
Schafer Al. 2007. Approach to the patient with bleeding and thrombosis. In: Goldman
L, Ausiello D, eds. Cecil Medicine. 23rd ed. Philadelphia: Saunders Elsevier.
Sease, J.M., Timm, E.G., and Stragano, J.J., 2008. Portal hypertension and cirrhosis.
In: J.T. Dipiro, R.L. Talbert, G.C Yee, G.R. Matzke, B.G. Wells, and L.M. Posey
(Eds.).Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach. Ed. 7th, New York: The
McGraw-Hill Companies, Inc.
Schuppan D., dan Afdhal N.H., 2008, Liver Cirrhosis, The Lancet, 371(9615), h.83851