Anda di halaman 1dari 10

DISTRIBUSI OBAT MELALUI SAWAR OTAK DAN PLASENTA

BAB II
PEMBAHASAN

Distribusi Obat didalam Tubuh

Obat setelah diabsorbsi akan tersebar melalui sirkulasi darah keseluruh badan. Dalam
peredarannya, kebanyakan obat-obat di distribusikan melalui membrane badan dengan cara
yang relative lebih mudah dan lebih cepat dibanding dengan eliminasi atau pengeluaran obat.
Distribusi adalah proses suatu obat yang secara reversible meninggalkan aliran darah dan
masuk ke interstisium (cairan ekstrasel) dan/atau ke sel-sel jaringan. Pengiriman obat dari
plasma ke interstinum terutama tergantung pada aliran darah, permeabilitas kapiler, derajat
ikatan ion obat tersebut dengan protein plasma atau jaringan dan hidrofobisitas dari obat
tersebut.
distribusi meliputi transport (pengangkutan) molekul obat di dalam tubuh. Setiap kali obat
disuntikan atau diabsorbsi ke dalam aliran darah, obat di bawa oleh darah dan cairan jaringan
ke tempat aksi obat (aksi farmakologi), tempat metabolisme, dan tempat ekskresi. Kebanykan
obat masuk dan meninggal aliran darah di tingkat kapiler, melewati celah antara sel yang
membentuk dinding kapiler.Distribusi bergantung besarnya kecukupan sirkulasi darah. Obat
di distribusikan cepat kepada organ yang menerima suplai darah dalam jumlah banyak seperti
jantung, hati dan ginjal. Distribusi ke organ dalam lainnya seperti lemak otot, dan kulit
biasanya lebih lambat. Sebuah faktor penting dalam distribusi obat adalah ikatan protein.
Banyak obat membentuk ikatan komplek dengan plasma.

Protein utama adalah albumin yang bertindak sebagai pembawa obat. Molekul obat
yang berikatan dengan protein plasma adalah farmakologi inaktif karena ukuran kompleknya
(ikatan albumin+obat) yang besar, mencegah obat meninggalkan aliran darah melalui lubang
kecil di dinding kapiler dan mencapai tempat aksi, metabolisme, dan ekskresi. Hanya bagian
obat yang bebas atau tidak terikat yang dapat beraksi di dalam tubuh sel. Sebagai obat yang
bebas obat beraksi di dalam sel, terjadi penurunan tingkat plasma obat karena beberapa ikatan
obat terlepas.
Ikatan protein membolehkan bagian dari dosis obat untuk disimpan dan dilepaskan
jika dibutuhkan.Beberapa obat juga disimpan di jaringan otot, lemak, dan jaringan tubuh
lainnya. dan dilepaskan sedikit-demi sedikit ketika tingkat plasma obat menurun. Mekanisme
penyimpanan ini memelihara tingkat obat rendah didalam darah dan mengurangi resiko
keracunan. Obat yang diikat kuat oleh plasma protein atau disimpan dalam jumlah besar di

jaringan

tubuh
memiliki
aksi
obat
yang
panjang.
Distribusi obat ke dalam Sistem Saraf Pusat ( central nervous system) dibatasi
karena terdapat sawar darah otak (bloodbrain barrier), yang terdiri dari pembuluh darah
kapiler dengan dinding tebal, membatasi pergerakan molekul obat masuk ke dalam jaringan
otak. Sawar (penghalang) ini juga bertindak sebagai membran selektif permeabel yang
menjaga Sistem Saraf Pusat (SSP). Namun hal ini juga menyebabkan terapi obat untuk
gangguan sisitem saraf sangat sulit diberikan karena harus melewati sel dari dinding kapiler
dan lebih jarang antara sel. Sebagai hasilnya, hanya obat yang larut dalam lemak atau
memiliki sistem transportasi yang dapat melewati sawar-darah otak dan mencapai kosentrasi
terapeutik di dalam jaringan otak.
Distribusi obat selama kehamilan dan menyususi juga unik. Selama kehamilan,
sebagian besar obat melewati plasenta dan dapat mempengaruhi bayi. Selama laktasi, banyak
obat masuk ke dalam air susu dan dapat mempengaruhi bayi.

Factor-faktor penting yang berhubungan dengan distribusi obat antara lain :


a.

Perfusi darah melalui jaringan

Perfusi darah melalui jaringan dan organ bervariasi sangat luas. Perfusi yang tinggi adalah
pada daerah paru-paru, hati, ginjal, jantung, otak dan daerah yang perfusinya rendah adalah
lemak dan tulang. Sedangkan perfusi pada otot dan kulit adalah sedang. Perubahan dalam
aliran kecepatan darah (sakit jantung) akan mengubah perfusi organ seperti hati, ginjal dan
berpengaruh terhadap kecepatan eliminasi obat.
b.

Kadar gradien, pH dan ikatan zat dengan makromolekul

Penetrasi obat tergantung pada luasnya kadar gradient, bentuk yang dapat berdifusi bebas,
factor seperti pH gradient dan ikatan pada konstituen intraseluler akan mempengaruhi
akumulasi dalam jaringan.
c.

Partisi ke dalam lemak

Obat yang larut dalam lipid dapat mencapai kosentrasi yang tinggi dalam jaringan lemak.
Obat akan disimpan oleh larutan fisis dalam lemak netral. Jumlah lemak adalah 15% dari
berat badan dan merupakan tempat penyimpanan untuk obat. Lemak juga mempunyai
peranan dalam membatasi efek senyawa yang kelarutannya dalam lemak adalah tinggi
dengan bekerja sebagai akseptor obat selama fase redistribusi.
d.

Transfer aktif

Pemasukan ke dalam jaringan dapat juga terjadi dengan proses transport aktif. Metadon,
propanolol dan amfetamin diangkut ke dalam jaringan paru-paru oleh proses aktif. Hal ini
merupakan mekanisme yang penting untuk pemasukan obat tersebut yang besar dalam paruparu.

e.

Sawar

Distribusi obat ke susunan syaraf pusat dan janin harus menembus sawar khusus yaitu sawar
darah otak dan sawar uri. Sawar darah otak, penetrasi obat dari peredaran darah ke dalam
ruang ekstraseluler susunan saraf sentral dan cairan cerebrospinal dibatasi atau ditentukan
oleh keadaan permukaan absorbs.
f.

Ikatan obat dengan protein plasma

Factor yang penting dalam distribusi obat adalah ikatannya dengan protein plasma yang
merupakan makromolekul. Banyak obat terikat dengan protein di dalam plasma darah dan
jaringan lain. Umumnya ikatannya merupakan proses reversible dan akan berpengaruh
terhadap ketersediaan obat.
Protein yang terdapat dalam plasma dan mengadakan ikatan dengan obat adalah albumin.
Bentuk persamaan obat dengan protein dapat dituliskan sebagai berikut :
Ikatan senyawa kompleks obat tersebut akan berdisosiasi, hingga bentuk obat tersebut dapat
diekskresikan.

A. PLASENTA

Mekanisme

Transfer

Obat

melalui

Plasenta

Obat-obatan yang diberikan kepada ibu hamil dapat menembus sawar plasenta sebagaimana
halnya dengan nutrisi yang dibutuhkan janin, dengan demikian obat mempunyai potensi
untuk menimbulkan efek pada janin. Perbandingan konsentrasi obat dalam plasma ibu dan
janin dapat memberi gambaran pemaparan janin terhadap obat-obatan yang diberikan kepada
ibunya.
Waddell dan Marlowe (1981) menetapkan bahwa terdapat 3 tipe transfer obat-obatan melalui
plasenta
sebagai
berikut:
1) Tipe I
Obat-obatan yang segera mencapai keseimbangan dalam kompartemen ibu dan janin, atau
terjadi transfer lengkap dari obat tersebut. Yang dimaksud dengan keseimbangan di sini
adalah tercapainya konsentrasi terapetik yang sama secara simultan pada kompartemen ibu
dan janin.
2) Tipe II

Obat-obatan yang mempunyai konsentrasi dalam plasma janin lebih tinggi daripada
konsentrasi dalam plasma ibu atau terjadi transfer yang berlebihan. Hal ini mungkin terjadi
karena transfer pengeluaran obat dari janin berlangsung lebih lambat.
3) Tipe III
Obat-obatan yang mempunyai konsentrasi dalam plasma janin lebih rendah daripada
konsentrasi dalam plasma ibu atau mterjadi transfer yang tidak lengkap. Faktor-faktor yang
mempengaruhi transfer obat melalui plasenta antara lain adalah:
Berat molekul obat. Pada obat dengan berat molekul lebih dari 500D akan terjadi transfer tak
lengkap melewati plasenta.
PKa (pH saat 50% obat terionisasi).
Ikatan antara obat dengan protein plasma.
Mekanisme transfer obat melalui plasenta dapat dengan cara difusi, baik aktif maupun pasif,
transport aktif, fagositosis, pinositosis, diskontinuitas membran dan gradien elektrokimiawi.

Aspek-aspek mutakhir transfer obat melalui plasenta


Kemajuan pesat telah dicapai dalam hal teknik pemeriksaan darah dari arteri dan vena tali
pusat sewaktu janin di dalam kandungan. Keuntungan metode ini adalah bahwa darah dapat
diambil sewaktu-waktu dari pertengahan usia kehamilan hingga genap bulan, untuk
mempelajari farmakokinetika obat. Tetapi terdapat 2 masalah yaitu: 1. Memilih jenis obat
yang akan diteliti dan 2. Desain protokol penelitian. Variabel tentang transfer obat melalui
plasenta sangat luas dan masih harus diawasi terutama untuk obat-obat yang membahayakan
janin dan obat-obat yang proses transfernya buruk tetapi harus mencapai konsentrasi yang
dibutuhkan oleh janin.
Obat-obat yang diberikan pada pasien selama persalinan, konsentrasinya dalam darah
talipusat bukan merupakan petunjuk jumlah obat yang ditransfer ke janin. Apabila obat
melewati plasenta, terjadi distribusi dalam janin dan konsentrasi obat di darah perifer
menurun bersamaan dengan kemampuan jaringan untuk mengeluarkan obat tersebut. Pada
akhir proses distribusi jumlah obat yang ditransfer harus sama dengan jumlah obat yang
diekskresikan dari janin dengan anggapan bahwa konsentrasi obat tetap konstan dalam darah
ibu dan tercapai keseimbangan antara kompartemen ibu dan janin. Pemberian obat secara
langsung ke dalam cairan amnion akan mengatasi masalah yang berkaitan dengan sawar
plasenta. Metode pemberian obat ini sangat berguna khususnya pada obat-obatan yang
transfernya buruk.

Efek kompartemen fetal-plasental


Jika pemberian obat menghasilkan satu kesatuan dosis maupun perbandingan antara kadar
obat janin: ibu maka dipakai model kompartemen tunggal. Tetapi jika obat lebih sukar
mencapai janin maka dipakai model dua kompartemen di mana rasio konsentrasi janin: ibu
akan menjadi lebih rendah pada waktu pemberian obat dibandingkan setelah terjadi distribusi.
1. Efek protein pengikat
Protein plasma janin mempunyai afinitas yang lebih rendah dibandingkan protein plasma ibu
terhadap obat-obatan. Tetapi ada pula obat-obatan yang lebih banyak terikat pada protein
pengikat janin seperti salisilat. Obat-obat yang tidak terikat (bebas) adalah yang mampu
melewati sawar plasenta.
2. Keseimbangan asam-basa
Molekul yang larut dalam lemak dan tidak terionisasi menembus membran biologis lebih
cepat dibandingkan molekul yang kurang larut dalam lemak dan terionisasi selain itu PH
plasma janin sedikit lebih asam dibandingkan ibu. Dengan demikian basa lemah akan lebih
mudah melewati sawar plasenta. Tetapi setelah melewati plasenta dan mengadakan kontak
dengan darah janin yang relatif lebih asam, molekul-molekul akan lebih terionisasi. Hal ini
akan berakibat penurunan konsentrasi obat pada janin dan menghasilkan gradien konsentrasi.
Fenomena ini dikenal sebagai ion trapping.
3. Eliminasi obat secara feto-placental drug eliminaton
Terdapat bukti-bukti bahwa plasenta manusia dan fetus mampu memetabolisme obat. Semua
proses enzimatik, termasuk fase I dan fase II telah ditemukan pada hati bayi sejak 7 sampai 8
minggu pasca pembuahan tetapi proses tersebut belum matang, dan aktivitasnya sangat
rendah. Kemampuan eliminasi yang berkurang dapat menimbulkan efek obat yang lebih
panjang dan lebih menyolok pada janin. Sebagian besar eliminasi obat pada janin dengan cara
difusi obat kembali ke kompartemen ibu. Tetapi kebanyakan metabolit lebih polar
dibandingkan dengan asal-usulnya sehingga kecil kemungkinan mereka akan melewati sawar
plasenta, dan berakibat penimbunan metabolit pada jaringan janin. Dengan pertambahan usia
kehamilan, makin banyak obat yang diekskresikan ke dalam cairan amnion, hal ini
menunjukkan maturasi ginjal janin.
4. Keseimbangan Obat Maternal-fetal
Jalur utama transfer obat melalui plasenta adalah dengan difusi sederhana. Obat yang bersifat
lipofilik dan tidak terionisasi pada pH fisiologis akan lebih mudah berdifusi melalui plasenta.
Kecepatan tercapainya keseimbangan obat antara ibu dan janin mempunyai arti yang penting
pada keadaan konsentrasi obat pada janin harus dicapai secepat mungkin, seperti pada kasuskasus aritmia atau infeksi janin intrauterin, karena obat diberikan melalui ibunya.
B.

OTAK

ANATOMI SAWAR DARAH OTAK

Sawar darah otak adalah suatu membran yang sangat resisten terhadap proses diffusi dan
memisahkan cairan intersisial otak darah (Youmans, 1996). Pemeriksaan susunan saraf pusat

dengan menggunakan mikroskop elektron memperlihatkan bahwa lumen kapiler darah


dipisahkan dari ruang ekstra seluler oleh:
1. sel endotelial di dinding kapiler
2. membran basalis di luar sel endotel, dan
3. kaki-kaki astrosit yang menempel pada lapisan luar dari dinding kapiler (Gambar-1)

2002 digitized by USU digital library 1


Gambar-1: pembuluh darah kapiler susunan saraf pusat, area sawar darah otak (dikutip dari
Snell, 1992)
Dengan menggunakan electron dense-marker seperti lanthanum dan horseradish peroksidase
terlihat bahwa substansi tersebut tidak dapat menembus sel endotel kapiler karena adanya
tight junction diantara sel tersebut, sehingga tight junction sangat berperan di dalam sawar
darah otak (Snell, 1992)
Beberapa bagian otak tidak mempunyai sawar darah otak dan mempunyai struktur sel yang
berbeda. (Gambar-2) Pada daerah tersebut protein dan molekul-molekul organik yang kecil
dalam darah dapat masuk ke susunan saraf pusat.

Gambar-2: Kapiler pembuluh darah otak, daerah tanpa sawar darah otak. (dikutip dari Snell,
1992)
2002 digitized by USU digital library 2

III. FUNGSI

Pada keadaan normal terdapat dua sawar yang semipermeabel dan berfungsi untuk
melindungi otak dan medula spinalis dari substansi yang membahayakan (Snell, 1992).
Fungsi sawar darah otak adalah melindungi otak dari berbagai variasi subtansi darah,
terutama senyawa lokisik.
Fungsi peting sawar darah otak adalah:
1. Fungsi anatomi
2. Fungsi biokimika
3. Fungsi regulasi
1. Fungsi Anatomi

Secara anatomis sawar darah otak adalah melindungi otak dari bermacam-macam toksin
eksogen yang berasal dari darah (Youmans, 1996). Fungsi ini dapat terjadi karena struktur
sawar darah otak yang mempunyai tight junction antara sel endotel yang tidak permeabel
terhadap molekul berukuran besar (FitzGerald, 1985). Fenetrasi yang terdpat pada kapiler
organ lain tidak terdapat pada kapiler otak, begitu juga vesikel pinositik, yang penting bagi
makromolekul pada kapiler jaringan lain. Jika integritas kapiler baik, perisit yang terletak
pada dinding kapiler akan mengaktifkan fungsi sawar darah otak. Perisit adalah sel fagosit
yang bertanggung jawab untuk mempertahankan homeostasis antara darah dan otak
(FitzGerald, 1985)
2. Fungsi biokimia

Fungsi biokimia untuk transport selektif dari zat-zat, tersusun oleh enzim-enzim dalam sel
endotel pembuluh darah kapiler otak. Plasma borne biogenic dapat dimetabolisme oleh
monoamin oksidase sehingga dapat melindungi otak dari pemecahan epinefrin sistemik.
Transport oleh asam amino secara signifikan dapat menyebabkan penetrasi prodrug levodopa
pada sawar darah otak sehingga dopamin dapat dimetabolisme untuk pengobatan pasien
parkinson
3. Fungsi regulasi

Agar dapat mencapai otak, cairan ekstraseluler dari darah harus melewati/menemnbus epitel
koroid atau endotel kapiler. Zat dapat segera masuk apabila molekul dapat larut dalam air
(plasma) dan membran lipid. Molekul yang lain memerlukan protein pembawa agar dapat
menembus sawar darah otak (FitzGerald, 1985)

3.1 Transport glukosa

Glukosa adalah sumber energi terbesar yang diperlukan oleh otak. Lebih 98% energi yang
dipergunakan untuk menunjang fungsi saraf idapat dari pembakaran glukosa dalam darah.
Transport aktif glukosa dibantu oleh protein pembawa yang spesifik. Di dalam cairan
serebrospinal, konsentrasi glukosa hanya 2/3 dari konsentrasi dalam darah. Hal ini
disebabkan karena glukosa secara konstan dipergunakan oleh otak. Kadar glukosa otak relatif
lebih stabil dibandingkan dgnkadar glukosa dalam darah, sebab sistem transport akan
berhenti/jenuh pada saat terjadi peningkatan glukosa dan akanaktif bila kadar glukosa plasma
menurun (pada keadaan hipoglikemi). Keadaan glukosa ini sangat penting untuk menjaga
agar fungsi saraf tetap normal. Pada keadaan hiperglikemi yang berat dengan kadar glukosa
dalam plasma darah meningkat tiga kali,benda keton dan asam laktat akan terakumulasi
dalam otak dan akan menekan fungsi saraf sehingga terjadi koma diabetik. Pada keadaan
hipoglikemi yang berat susunan saraf pusat menjadi overaktif, pasien akan mengalami mental
2002 digitized by USU digital library 3
confusion, berkeringat dgnnadi yang cepat. Hipoglikemi akan menyebabkan kerusakan
neuron-neuron otak jika energi utama yang dibutuhkan oleh otak tidak terpenuhi (insulin
koma) (Fiztgerald, 1985).

OBAT-OBAT YANG DIPENGARUHI OLEH SAWAR DARAH OTAK


Secara umum terdapat 3 faktor yang mempengaruhi masuknya obat dari darah ke otak, yaitu:
o Kelarutan obat dalam lemak
o Ikatan obat dengan plasma protein
o Ionisasi obat
1. Antibiotika

Pilihan antibiotika untuk penyakit infeksi berdasarkan pada beratnya infeksi, organisme
penyebab, infeksi nosokomial atau di dapat sebelum perawatan. Pada infeksi susunan saraf
pusat, pilihan antibiotik berdasarkan pada konsentrasi obat didalam cairan serebrospinal,
keadaan pasien, dan bakteri penyebab infeksi. Spektrum dari antibiotika, efek samping yang
ditimbulkan, juga menjadi pertimbangan dalam pemilihan antibiotika (Narayan, 1996).
Terdapat 4 karakteristik antimikroba agar dapat menembus sawar darah otak (Narayan,
1996):

a. Kelarutan dalam lemak


b. Derajat ionisasi
c. Ikatan dan protein
d. Berat molekul

Antibiotika pilihan untuk infeksi susunan saraf pusat (Narayan, 1996).


Golongan penisilin : Penicillin, Ampisilin, Piperasilin
Golongan Cefalosporin: Cefuroksim, Ceftraikson, Cefotaksin, Ceftazidim, Vancomycin,
Aminoglycoside, Cloramphenicol, Quinolon, Metronidazol, Sulfonamide, Rifampin,
Amfotericin B.
Golongan imidazole: Fluconazole, Itraconazole

Sistem Saraf Pusat dan Cairan Serebrospinal.


Distribusi obat ke dalam SSP dari darah merupakan proses yang unik,karena adanya sawar
fungsional yang menahan obat masuk ketempat yang kritis ini.Salah satu alasannya bahwa
sel-sel endotel kapiler diotak mempunyai pertautan yang sempit dan kontinu,sehingga
penetrasi obat kedalam otak tergantung pada transpor transeluler dibanding paraseluler
antarsel.Sifat unik sel glia perikapiler ini juga berperan dalam fungsi sawar darah-otak.
Pada pleksus-koroid,terdapat sawar darah-cairan serebrospinal(CSS) yang mirip,perbedaanya
adalah bahwa yang dihubungkan oleh taut ini adalah sel epitel dan bukan sel
endotel.Akibatnya,kelarutan dalam lipid bagian obat yang tidak terionisasi dan tidak terikat
menjadi penentu penting masuknya obat kedalam otak,semakin hipofil suatu obat,semakin
mudah ia melewati sawar darah-otak.Keadaan ini sering digunakan dalam perancangan obat
untuk mengubah distribusinya ke otak.Sebagai contoh,konsentrasi antihistamin nonsedatif di
otak jauh lebih rendah dibanding dengan obat lain dari kelas yang sama.Selain itu juga makin
banyaknya bukti yang menunjukkan bahwa obat dapat berpenetrasi ke dalam SSP melalui
transporter ambilan spesifik yang secara normal terlibat dalam transpor nutrisi dan senyawa
endogen dari darah kedalam otak dan CSS.
Baru-baru ini telah ditemukan bahwa faktor penting lain yang berpengaruh dalam fungsi
sawar darah-otak,juga melibatkan transporter membran,yaitu dalam hal ini,pembawa efluks
yang terdapat di dalam sel endotel kapiler otak.P-glikoprotein merupakan faktor paling
penting dalam hal ini dan menjalankan fungsinya dengan tidak membiarkan obat melakukan
lintas lokasi melintasi sel endotel dan juga dengan mengeluarkan setiap obat yang memasuki
otak dengan cara lain.

Transpor semacam ini dapat terjadi diotak dan jaringan lain yang juga mengekspresikan Pglikoprotein (seperti pada testis),menjadikannya tempat berlindung farmakologisyang
memiliki konsentrasi obat lebih rendah dari yang dibutuhkan untuk mencapai efek yang
dikehendaki,meskipun konsentrasi obat di dalam darah mencukupi.Keadaan ini timbul pada
penggunaan inhibitor HIV protease (Kim et al.,1998) dan juga dengan loperamida-suatu opiat
yang kuat dan aktif secara sistemik dan tidak memiliki efek terhadap pusat seperti opioid
lain.
Transpoter efluks yang secara aktif mensekresi obat dari CSS ke dalam darah juga terdapat di
leksus koroid.Terlepas dari apakah obat dipompa keluar SSP oleh transporter spesifik atau
berdifusi kembali ke dalam darah,obat juga keluar dari sistem saraf pusat bersama ruahan
aliran CSS melalui villi arachnoid.Pada umumnya fungsi sawar darah-otak terpelihara dengan
baik.Meski demikian,inflamasi meningeal dan ensefalik akan meningkatkan permeabilitas
lokal.Sawar darah-otak juga berpotensi dimodulasi untuk membantu pengobatan infeksi atau
tumor di dalam otak.Namun,sampai sekarang pendekatan tersebut belum menunjukkan
kegunaan secara klinis.

Anda mungkin juga menyukai