Geologi Dan Studi Alterasi Hidrotermal Daerah Andulan Kecamatan Walenrang Utara Kabupaten Luwu Propinsi Sulawesi Selatan PDF
Geologi Dan Studi Alterasi Hidrotermal Daerah Andulan Kecamatan Walenrang Utara Kabupaten Luwu Propinsi Sulawesi Selatan PDF
SKRIPSI
OLEH :
RIFKI FEBRIANTO
111.040.005
SKRIPSI
Oleh :
RIFKI FEBRIANTO
111.040.005
Menyetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Ir.F.Soehartono, M.Si.
NIP . 030146745
Mengetahui,
Ketua Jurusan
ii
iii
iv
SARI
GEOLOGI DAN STUDI ALTERASI HIDROTERMAL
DAERAH ANDULAN KECAMATAN WALENRANG UTARA
KABUPATEN LUWU PROPINSI SULAWESI SELATAN
Oleh :
RIFKI FEBRIANTO
111.040.005
Lokasi penelitian secara UTM terletak pada zona 51M, berada di antara titik
175000 mE 180000 mE dan 9690000 mS 9696000 mS dan secara astronomis
terletak dikoordinat 02o4500 LS sampai 02o4905 LS dan 120o0340,80 BT
sampai 120o0718,04 BT.
Daerah penelitian dibagi menjadi tiga satuan geomorfologi dan empat sub
satuan geomorfologi yaitu satuan vulkanik yang mempunyai dua sub satuan, yaitu
sub satuan perbukitan vulkanik berlereng curam (V1), dan sub satuan perbukitan
vulkanik berlereng menengah (V2), satuan fluvial yang mempunyai satu sub satuan,
yaitu sub satuan dataran aluvial (F1), dan satuan struktural yang mempunyai satu sub
satuan yaitu sub satuan perbukitan homoklin (S9), (Van Zuidam, 1983). Pola aliran
di daerah telitian termasuk pola sub dendritik. Berdasarkan tingkat erosi dan stadia
sungai maka daerah telitian termasuk dalam stadia dewasa dimana dicirikan dengan
lembah sungai berbentuk U, bermunculan anak sungai dan erosi lateral lebih
dominan.
Stratigrafi daerah penelitian dari tua kemuda adalah satuan batugamping
(Formasi Toraja) berumur Eosen awaltengah, satuan breksi (Formasi Gunungapi
Lamasi) berumur Oligosen, satuan andesit (Formasi Gunungapi Lamasi) berumur
Oligosen.
Hubungan stratigrafi antara batugamping dengan satuan yang ada diatasnya
adalah tidak selaras. Diatas batugamping diendapkan secara tidak selaras satuan
breksi (Formasi Gunungapi Lamasi), dan satuan andesit (Formasi Gunungapi
Lamasi), dimana hubungan antara breksi dan andesit ialah bersilang jari.
Struktur geologi yang berkembang juga sangat bervariasi, struktur geologi
yang terdapat pada daerah penelitian yaitu berupa kekar, baik kekar terorientasi
maupun kekar terorientasi semu. Pada daerah penelitian juga terdapat sesar, yaitu
sesar geser dan sesar normal yang mempunyai arah relatif tenggara-barat laut.
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan yang didukung dengan hasil
analisis termasuk diantaranya analisis petrografi dan XRD, zona alterarsi yang
terdapat di daerah penelitian dapat dikelompokkan menjadi tiga zonasi, antara lain
adalah, zona alterasi filik, yang kedua ialah zona alterasi advanced argilik dan yang
ketiga ialah zona alterasi propilitik.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat,
dan karunia-Nya sehingga terselesaikannya laporan yang berjudul Geologi dan
Studi Alterasi Hidrotermal Daerah Andulan kecamatan Walenrang Utara Kabupaten
Luwu Propinsi Sulawesi Selatan ini.
Merupakan suatu pengalaman dan proses belajar yang tidak terlupakan,
menerapkan dan mengaplikasikan apa yang telah didapatkan didapatkan dari bangku
perkuliahan yang syarat akan teori-teori dan hukum-hukum, di lapangan. Pada
akhirnya penulis sadar bahwa segala sesuatu yang telah diberikan oleh para pengajar
selama ini ada maksud dan tujuan tersendiri yang kesemuanya demi kebaikan anak
didiknya.
Penulis sadar bahwa masih banyak terdapat kesalahan dan kekeliruan dalam
penyusunan laporan skripsi ini, sangatlah penulis harapkan masukan-masukan,
koreksi serta kritik dan saran yang bersifat membangun untuk lebih meningkatkan
kualitas penulis dalam pembuatan laporan maupun karya tulis ilmiah pada
kesempatan berikutnya. Semoga laporan ini dapat bermanfaat sesuai yang penulis
harapkan.
Penulis
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................................
ii
iii
iv
SARI ..........................................................................................................................
vi
vii
xi
xii
BAB 1 PEDAHULUAN...........................................................................................
1.1.
1.2.
1.3.
1.4.
1.5.
1.6.
1.7.
2.1.
2.2.
2.3.
2.4.
10
2.5.
11
12
14
vii
14
14
14
15
15
15
16
16
16
16
18
20
20
21
2.5.7. Resume ..
22
25
3.1.
25
3.2.
27
3.3.
27
27
27
28
28
28
28
29
29
30
36
4.1.
36
Geomorfologi ...............................................................................................
viii
4.2.
4.3.
37
39
4.1.2.a.
39
4.1.2.b
40
4.1.2.c.
41
4.1.2.d.
42
44
44
45
Stratigrafi .....................................................................................................
46
46
49
51
53
53
55
56
56
57
58
59
62
5.1.
62
62
67
69
5.2.
75
5.3.
75
77
78
LAMPIRAN .............................................................................................................
80
ix
DAFTAR TABEL
Tabel
13
Tabel
30
Tabel
4.1. Hubungan antara presentase sudut lereng dan beda tinggi dalam
37
38
Tabel
46
Tabel
66
Tabel
73
Tabel
5.3. Tabulasi data kandungan unsur dari hasil analisa AAS ...................
75
DAFTAR GAMBAR
3
25
33
Kuarter..............................................................................................
Gambar 3.4. Tumbukan antara Mikrokontinen Banggai-Sula dengan subduksi
Sunda
pada
kala
Pliosen
akhir
(Sartono,
dkk.
1991)
35
................................................................................................
45
54
57
60
62
65
67
72
..........................................................................................................
xi
DAFTAR FOTO
Foto
Biang,
arah
kamera
N040oE
............................................................................................................
Foto
39
Mataluntun,
arah
kamera
N040oE
............................................................................................................
Foto
40
utara
gunung
Rangiri,
arah
kamera
N043oE
............................................................................................................
Foto
41
Foto
42
Foto
42
Foto
43
43
Foto
47
Foto
4.9. Singkapan andesit dengan parameter palu geologi (Insert foto 4.8)
Foto
47
Foto
48
Foto
49
Foto
4.13. Sayatan
batuan beku
volkanik
LP
64,
beserta
50
deskripsi
.................................................
50
xii
Foto
Foto
51
52
Foto
52
Foto
Foto
55
Foto
56
58
Foto
59
Foto
pirit dan
63
5.2. Andesit teralterasi dengan parameter uang logam (insert foto 5.1)
............................................................................................................
64
Foto
64
Foto
Foto
pirit dan
68
69
69
Foto
70
Foto
70
xiii
BAB 1
PENDAHULUAN
masalah dengan
diukur
berdasarkan
peta
dasar berskala
Penelitian terletak di sebelah barat laut kota Palopo. Lokasi penelitian dapat dicapai
melalui jalan darat dengan kendaraan baik roda dua maupun roda empat, namun
2
tidak semua lokasi dapat ditempuh dengan berkendaraan, ada beberapa daerah yang
harus ditempuh dengan berjalan kaki.
Lokasi penelitian tersebut dapat dicapai :
Jakarta-Makasar dengan pesawat udara selama 2 jam
Makasar-Palopo dengan mobil selama 7 jam
Palopo-Kecamatan Walenrang Utara dengan mobil selama +1 jam
Pada perjalanan Palopo-Walenrang Utara, kondisi jalan masih beraspal, tetapi masuk
lokasi penelitian kondisi jalan belum beraspal.
proses
mineralisasi
yang
terbentuk
serta
faktor-faktor
pengontrolnya.
2. Bagi pemerintah :
a. Mengetahui lokasi keberadaan daerah daerah yang berpotensi .
BAB 2
METODOLOGI KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI
penyelesaian
masalahnya.
Kemudian
disinkronkan
dengan
analisa
ini
meliputi
berbagai
macam
kegiatankegiatan
6. Sintesa
Tahapan ini adalah kelanjutan dari tahapan analisa yang selanjutnya penulis
mencoba untuk menerapkan konsep atau model serta teoriteori geologi yang
ada dalam memecahkan fenomenafenomena geologi yang ada pada daerah
penelitian.
7. Pembuatan laporan
Pembuatan laporan merupakan kegiatan paling akhir setelah tahapantahapan
tersebut di atas dilakukan dan selanjutnya nanti dipresentasikan.
2.2. Pengumpulan Data
2.2.1. Sumber Data
Sumber data diperoleh dari hasil survei lapangan (data primer) dan data yang
diperoleh melalui survei instansional (data sekunder), yaitu:
a. Data primer adalah data yang langsung diambil dari lapangan, yaitu:
Data bentuklahan (morfografi, morfometri dan morfogenesa) dan
hubungannya dengan sebaran daerah telitian.
Data geologi (litologi, stratigrafi dan struktur geologi) di lokasi penelitian
Data pengukuran-pengukuran kedudukan batuan dan kedudukan struktur
geologi di lapangan.
b. Data sekunder adalah data yang diambil secara tidak langsung, yaitu:
Data peta geologi berikut laporan yang diperoleh dari instansi terkait
seperti dinas energi dan sumberdaya mineral Propinsi Sulawesi Selatan,
Bakosurtanal (Cibinong), hasil penelitian dari pemerintah kabupaten
Luwu, P3G.
Data hasil analisa laboratorium dari sampel yang sudah diambil di lokasi
penelitian.
2.2.2. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data diperoleh dengan dua cara, yaitu:
a. Pengumpulan data sekunder, diperoleh dari:
Peta rupabumi dari Bakosurtanal di outlet Bakosurtanal.
Digunakan untuk mencatat data-data yang ada pada saat melakukan observasi
lapangan.
9. Clipboard.
Digunakan sebagai alas peta topografi dan sebagai alat bantu dalam
melakukan pengukuran data-data di lapangan.
10. Alat tulis.
Digunakan sebagai alat untuk tulis-menulis di lapangan.
11. Penggaris dalam berbagai bentuk.
Digunakan
sebagai
alat
bantu
untuk
melakukan
pengeplotan
titik
pengamatan.
12. Busur derajat.
Digunakan sebagai alat bantu dalam orientasi medan.
13. Kamera.
Digunakan untuk mengambil data lapangan.
14. HCl 0,1 M.
Digunakan untuk mengetes ada tidaknya kandungan karbonat dalam suatu
batuan.
15. Tas ransel.
Digunakan sebagai tempat untuk menyimpan semua peralatan yang
digunakan di lapangan.
2.4. Peneliti Terdahulu
Beberapa peneliti terdahulu yang telah melakukan penelitian di daerah Pulau
Sulawesi diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Djuri dan Sudjatmiko (1949), melakukan pemetaan geologi pada lembar
Majene dan bagian barat
topografi. Hasil dari pemetaan ini diterbitkan sebagai peta geologi skala 1 :
250.000 dan secara resmi disebut sebagai peta lembar majene beserta
keterangan peta dan laporan tertulisnya.
2. Rab. Sukamto (1975), menurutnya ada tiga mandala geologi yang dapat di
wilayah Sulawesi dan sekitarnya. Perbedaan itu terdapat pada stratigrafi,
struktur, dan sejarah geologinya. Ketiga mandala geologi tersebut adalah :
10
a. Mandala Banggai-Sula
b. Mandala Sulawesi Timur
c. Mandala Sulawesi Barat
3. Hamilton.W (1979), dalam Tectonic of
11
12
Tipe
Propilitik
Argilik
Advanced
Argilik
(low
temperature)
Mineral Kunci
Klorit
Epidot
Karbonat
Smektit
Montmorilonit
Illit-smektit
Kaolinit
Kaolinit
Alunit
Advanced
Argilik (high
temperature)
Pirofilit
Diaspor
Andalusit
Potasik
Adularia
Biotit
Kuarsa
Filik
Serisitik
Silisik
Skarn
Kuarsa
Serisit
Pirit
Mineral Asesoris
Albit
Kuarsa
Kalsit
Pirit
Lempung/illit
Oksida besi
Pirit
Klorit
Kalsit
Kuarsa
Kalsedon
Kristobalit
Kuarsa
Pirit
Kuarsa
Tourmalin
Enargit
Luzonit
Klorit
Epidot
Pirit
Illit-serisit
Anhidrit
Pirit
Kalsit
Rutil
Keterangan
Temperatur 200 300oC ,
salinitas beragam, pH mendekati
netral , daerah dengan permeabilitas
rendah
Temperatur 100 300oC, salinitas
rendah, pH asam netral .
Serisit (illit)
Kuarsa
Muskovit
Pirit
Illit-serisit
Kuarsa
Pirit
Illit-serisit
Adularia
Garnet
Piroksen
Amfibol
Epidot
Magnetit
Wolastonit
Klorit
Biotit
Tabel 2.1. Tipe-tipe alterasi berdasarkan himpunan mineral.(Creasey, 1966; Lowell dan
Guilbert, 1970 dalam Anonim, 1997) .
13
14
15
2.5.3.c. Silisifikasi
Proses ini terjadi karena introduksi (pemasukan) silikat oleh larutan magma
akhir. Silisifikasi biasanya terbentuk dari alterasi yang berhubungan dengan
pengendapan bijih primer dan dapat pula terjadi pada post alteration, yaitu suatu
pengisian pada rongga atau rekahan dari pengaruh luar atau pengaruh dari dalam
batuan itu sendiri. Peristiwa ini sering terjadi pada batuan asam, dan sangat jarang
dijumpai pada batuan basa. Kadang-kadang kuarsa terbentuk sebagai rijang dan
struktur asli dari batuan masih terlihat.
2.5.3.d. Propilitisasi
Menurut Walstrom, propilitisasi adalah hasil alterasi hidrotermal yang
disertai pemasukan yang terbentuk setempat. Kemungkinan mineral yang terbentuk
adalah karbonat, silikat sekunder, klorit, dan sulfida sekunder. Proses akan terjadi
secara maksimal jika batuan berbutir sedang pada daerah mesotermal ataupun
epitermal bawah.
Proses propilitisasi terjadi disebabkan larutan hidrotermal mengandung asam
sulfida pada batuan beku asam sampai intermediet. Proses ini merupakan campuran
dari kwarsa, klorit, alkali feldspar, zeolit, dan disertai adanya pirit. Banyak propilit
ditemukan berhubungan dengan tubuh bijih. Kenampakan alterasi ini pada tingkat
awal, ditandai dengan warna hijau kecoklatan yang disebabkan oleh perubahan
hornblende dan biotit menjadi klorit.
2.5.3.e. Saussuritisasi
Proses ini terjadi karena pengaruh larutan hidrotermal dan sirkulasi air
permukaan yang mengakibatkan terubahnya plagioklas menjadi mineral-mineral
saussurit, yaitu : klorit, albit, kalsit, hornblende, aktinolit, prehnit, dan epidot.
2.5.4. Ubahan
Secara umum di dalam urut-urutan zona ubahan dari batuan asal dimulai dari
yang paling dalam yaitu : zona potasik yang dicirikan dengan hadirnya mineralmineral kuarsa, K-feldspar, biotit, serisit, anhidrit yang hadir dalam batuan. Zona
yang kedua adalah zona filik yang dicirikan oleh kehadiran mineral kuarsa, serisit,
dan pirit. Zona propilitik terjadi mobilitas unsur pengkayaan Ca, dimana unsur dari
16
plagioklas dan piroksen akan terubah menjadi epidot dan klorit. Pada zona argilik
terjadi pengkayaan Al, dimana plagioklas dalam kondisi jenuh H2O akan terubah
menjadi kaolinit. Pada kedua zona tersebut akan terjadi pengkayaan Fe dan Mg,
dimana klorit berasal dari ubahan biotit, plagioklas, dan piroksen. Pengkayaan SiO2
di dalam batuan ubahan disebabkan oleh pengendapan lokal kuarsa di dalam urat
kecil, sedangkan pada zona klorit akan ditunjukkan oleh pengkayaan MgO dan
penurunan CaO. Pada batuan kuarsa adularia terjadi penambahan Si, Al, dan K serta
penurunan dalam Mg, Ca, Na, dan H2O.
Tingkat ubahan secara petrologi didasarkan oleh pengkayaan mineral ubahan
yang terjadi. Temperatur dan komposisi kimia fluida diasumsikan sebagai faktor
yang sangat penting di dalam tingkat ubahan, bila dibandingkan dengan kedalaman.
Mineral ubahan terjadi di dalam keseimbangan kimia dan temperatur yang khas
(Elders, dkk, 1979), dan komposisi batuan akan terubah selama proses alterasi
(Elders, dkk, 1979). Selama proses hidrotermal berlangsung maka terjadi mobilisasi
unsur kimia mineral.
Pada zona propilitik terjadi penambahan O2, H2, dan CO2 serta dicirikan oleh
pembentukan
epidot,
klorit,
albit,
dan
kalsit.
Sedangkan
proses
yang
Klinopiroksen
Orthopiroksen
Epidot
(SiO2)) + (Mg Fe) 5Al (OH) 8(Al Si2 O8) + 2 CaCO3 + 4SiO2
Klorit
Kalsit
Kuarsa
Zona argilik dicirikan oleh hadirnya mineral lempung seperti kaolinit, ilit,
monmorilonit, dan klorit, pada batuan asal dengan mineral plagioklas akan terubah
17
menjadi kaolinit dalam kondisi jenuh H2O, dimana hal ini terjadi penghilangan
kalium, magnesium, dan besi. Proses ini berlangsung pada kondisi diagenesa.
Pada pembentukan klorit terjadi pengkayaan besi, magnesium, dan sedikit
aluminium. Disamping itu terjadi penghilangan kalium sehingga pada pembentukan
klorit berlangsung dari titik keseimbangan feldspar dan biotit. Selain itu
monmorilonit juga berlangsung dari titik kesetimbangan feldspar dan biotit dalam
kondisi jenuh H2O. Plagioklas di dalam batuan asal terubah menjadi kaolinit dapat
diikuti dalam persamaan reasi sebagai berikut :
3Na Al2Si3O8 + 2H2O
Albit
Kaolinit
Dari penjelasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa batuan asal
dengan komposisi mineral plagioklas, piroksen, biotit, dan gelas mengalami ubahan
hidrotermal dengan mineral ubahan seperti : serisit, epidot, klorit, kaolinit,
monmorilonit, dan kuarsa
2.5.5. Pembagian Zonasi Ubahan
Menurut Corbett & Leach (1996), pada alterasi hidrotermal dapat dibagi
menjadi 6 zonasi ubahan, yaitu:
1) Potasik
Mineral utama dalam alterasi ini berupa potash feldspar sekunder & biotit
sekunder, serta aktinolit + klinopiroksen.
2) Silisik
Zona alterasi ini dicirikan oleh kehadiran mineral dari kelompok silika yang
stabil pada pH < 2. Kuarsa akan terbentuk pada suhu tinggi sedangkan pada
suhu rendah (< 10000 C) akan terbentuk opal silika, kristobalit, tridimit, pada
suhu menengah (1000-20000 C) akan terbentuk kalsedon.
3) Filik
Dicirikan oleh serisitisasi hampir seluruh mineral silikat, kecuali kuarsa.
Plagioklas feldspar tergantikan oleh serisit dan kuarsa halus. K-Feldspar
magmatik juga mengalami serisitisasi tapi lebih kecil intensitasnya dari
plagioklas.
18
hasil
kondensasi
gas
alam
(terutama
gas
HCl)
dan
6) Propilitik
Jenis alterasi ini umumnya dicirikan oleh kehadiran mineral klorit epidot
aktinolit. Menurut White (1996), alterasi ini mempunyai penyebaran yang
terluas dan kaitannya secara langsung dengan mineralisasi sangat kecil.
19
ii.
iii.
iv.
Klorit epidot
Kelompok i, ii, dan iii terbentuk pada lingkungan CO2 tinggi, sedangkan
kelompok iv pada lingkungan CO2 rendah. Himpunan mineral di atas kecuali
kelompok ii merupakan batas terluar yang mengelilingi endapan tembaga
porfiri pada batuan intermediet-kuarsa/granodiorit. Himpunan mineral ii
dijumpai pada batuan mafik seperti diorit dan diabas yang mengalami
propilitisasi. Tidak semua mineral di atas hadir dalam keadaan setimbang.
Mineral lain dapat hadir dalam tiap kelompok apabila suatu komponen
tertentu ditambah kedalam sistem.
b) Zona Argilik
Zona ini ditunjukkan oleh hadirnya mineral lempung (kaolin dan
monmorilonit) serta hilangnya kandungan mineral kelompok epidot dan
karbonat. Zona ini dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
i.
ii.
Pada himpunan mineral di atas, mineral kuarsa selalu hadir. Pirit akan hadir
apabila komponen FeS2 terdapat dalam sistem, demikian pula mineral
tembaga lainnya seperti kalkopirit. K-feldspar bukan merupakan mineral
20
stabil yang dapat hadir pada ubahan ini, karena temperatur zona ini baru stabil
antara 400C 800C.
c) Zona Potasik
Zona ini dicirikan dengan munculnya biotit muskovit K-feldspar
atau
salah satu mineral tersebut dimana mineral penunjuk yang hadir sebagai
mineral baru (mineral sekunder). Mineral bijih kalkopirit merupakan satusatunya mineral hipogen yang banyak terdapat pada zona ini.
2.5.6.2. Model Zona Ubahan Lowell dan Guilbert (1970)
Mereka membuat zona hidrotermal di San Manuel-Kalamazoo (Amerika Serikat)
dengan pola konsentris dari bagian tengah ke luar adalah sebagai berikut :
a) Zona Potasik
Sebagai mineral petunjuk dalam zona ini adalah mineral ortoklas biotit atau
ortoklas biotit klorit. Mineral penunjuk seperti biotit klorit K-feldspar
kuarsa serisit anhidrit terbentuk karena adanya penambahan unsur Fe
dan Mg yang diikuti mineral sulfida dengan kadar rendah.
b) Zona Filik
Mineral pencirinya adalah kuarsa serisit pirit dan sedikit klorit, hidro
mika, rutil, dan kadang-kadang pirofilit. Pirit dan kalkopirit sering muncul
yang merupakan mineral bijih utama pada endapan tembaga porfiri. Kontak
antara zona potasik dengan filik secara berangsur.
c) Zona Argilik
Ditandai dengan ubahan mineral plagioklas menjadi kaolin-monmorilonit.
Tipe ubahan argilik lanjut terutama ditunjukkan dengan kehadiran pirofilit
dan topas.
d) Zona Propilitik
Merupakan zona ubahan terluar yang selalu muncul pada endapan tembaga
porfiri. Klorit merupakan mineral ubahan umum dan berasosiasi dengan
kalsit, pirit, dan epidot. Plagioklas biasanya masih segar dan sebagian terubah
21
2.5.7. RESUME
Sistem hidrotermal dapat didifinisikan sebagai sirkulasi fluida panas (50
sampai >500C), secara lateral dan vertikal pada temperatur dan tekanan yang
bervarisasi, di bawah permukaan bumi (Pirajno, 1992). Sistem ini mengandung dua
komponen utama, yaitu : sumber panas dan sumber fluida.
Sirkulasi fluida hidrotermal menyebabkan himpunan mineral pada batuan
dinding menjadi tidak stabil, dan cenderung menyesuasikan kesetimbangan baru
dengan membentuk himpunan mineral yang sesuai dengan kondisi yang baru, yang
dikenal sebagai alterasi (ubahan) hidrotermal.
Beberapa hal yang dapat digaris bawahi diantaranya ialah :
1. Sumber panas
Dalam hal ini magmatisme, tempat dimana terjadi proses magmatisme, cenderung
terbentuk sistem hidrotermal. Baik magmatisme yang membentuk plutonisme
maupun vulkanisme.
2. Fluida
Fluida hidrotermal dapat berasal dari:
Fluida Magmatik
Air Meterorik
Air Connate
Air Metamorfik
Air Laut
22
temperatur dan kimia fluida merupakan faktor yang paling berpengaruh pada
proses ubahan hidrotermal (Corbett dan Leach, 1996).
4. Pola alterasi
Pervasive
Penggantian seluruh atau sebagian besar mineral pembentuk batuan
Selectively Pervasive
Proses ubahan hanya terjadi pada mineral-mineral tertentu pada batuan. misalnya
klorit pada andesit hanya mengganti piroksen saja.
Non pervasive
5. Intensitas alterasi
Tidak terubah
Lemah
Kuat
Sangat kuat
6. Tipe alterasi berdasarkan himpunan mineral (Creasey, 1966; Lowell dan Guilbert,
1970, dalam Anonim, 1997) .
Propilitik
Argilic
Potasik
Filik
Serisitik
Silisik
Skarn
23
BAB 3
TINJAUAN GEOLOGI REGIONAL
24
memanjang dari Buol sampai sekitar Manado, dan bagian barat dari Buol sampai
sekitar Makassar. Batuan bagian utara bersifat riodasitik sampai andesitik, terbentuk
pada Miosen-Resen dengan batuan dasar basaltik yang terbentuk pada EosenOligosen. Busur magmatik bagian barat mempunyai batuan penyusun lebih bersifat
kontinen yang terdiri atas batuan gunung api dan batuan sedimen berumur
Mesozoikum-Kuarter dan batuan malihan berumur Kapur. Batuan tersebut diterobos
granitoid bersusunan terutama granodioritik sampai granitik yang berupa batolit,
stok, dan retas.
Lengan utara dan selatan dibentuk oleh satu kesatuan geologi yang disebut
sebagai mandala Sulawesi Barat. Secara serupa, lengan timur dan lengan tenggara
adalah satu kesatuan geologi yang disebut sebagai mandala Sulawesi Timur. Dua
busur Sulawesi tergabung bersama pada area Sulawesi Tengah, tapi dipisahkan
secara jelas di selatan oleh teluk Bone dan di utara oleh teluk Tomini. Kedua teluk
itu dalamnya lebih dari 2000 meter besarnya dari luasan kedua teluk tersebut ; terisi
batuan sedimen dengan tebal 5000 meter ; dan sepertinya mempunyai batuan dasar
samudra pada bagian terdalam dari kedua teluk tersebut.
Fisiografi daerah telitian termasuk dalam fisiografi lengan selatan Sulawesi
yang berarah utaraselatan. Bagian barat terdapat dua baris pegunungan yang
memanjang hampir sejajar pada arah utarabarat laut dan terpisahlah oleh lembah
Sungai Walanae. Pegunungan pada bagian barat menempati hampir setengah luas
daerah, melebar di bagian utara (50 km) dan menyempit di bagian selatan (20 km)
pembentuknya
25
Oligosen Lava Vulkanik (Tolv) yang berumur Oligosen karena menindih Formasi
Toraja yang berumur Eosen. Batuan vulkanik ini terdiri dari aliran lava bersusunan
basaltik hingga andesitik, basalt, tuff, breksi vulkanik, batupasir dan batulanau,
setempat mengandung feldspatoid. Batuan tersebut terkersikkan dan terkloritisasi.
Umumnya lava basal berwarna kelabu kehijauan, porfiritik-afanitik, subhedralanhedral, berstruktur aliran dan terdiri dari plagioklas, piroksen, dan sifatnya kompak
dan keras. Breksi vulkanik umumnya berwarna kelabu kecoklatan dan kelabu tua,
tersusun dari basalt dan andesit, berbutir kasar dan sangat kasar antara 2-8 cm,
menyudut tanggung dengan kemas terbuka. Umurnya Oligosen karena menindih
Formasi Toraja yang berumur Eosen. Ketebalan satuan ini 500 m.
26
27
yaitu laut dangkal dengan ketebalan sekitar 500 meter. Batuan Gunungapi
Walimbong atau Tmpv (Tersier Miosen
bersusunan basalt hingga andesit, lava bantal, breksi andesit piroksen, breksi andesit
trakit. Batuan gunungapi ini terendapkan di lingkungan laut, berumur MiosenPliosen karena menjemari dengan Formasi Sekala yang berumur Miosen-Pliosen.
3.2.9. Formasi Mapi (Tmpm)
Formasi Mapi atau Tmpm (Tersier MiosenPliosen Mapi), terdiri dari
batupasir tufaan, lanau, batulempung, batugamping pasiran dan konglomerat.
Berdasarkan kandungan umur fosil Foraminifera, Formasi ini berumur Miosen
Tengah-Pliosen. Formasi ini tersingkap di Sungai Mapi dengan ketebalan sekitar
100 m.
28
30
benua (Paparan Sunda). Mandala Sulawesi Timur, batuan tertuanya adalah batuan
ofiolit yang terdiri dari ultramafik termasuk dunit, harzburgit, lherzolit, piroksenit
websterit dan serpentinit, setempat batuan mafik termasuk gabro dan basalt.
Umurnya belum dapat dipastikan, tetapi dapat diperkirakan sama dengan ofiolit di
lengan timur Sulawesi yang berumur Kapur Awal-Tersier. Susunan paparan Tersier
Tengah, batuan vulkanik Tersier Atas dan intrusi batuan granit. Mandala timur
Sulawesi terdiri dari fragmen dari ofiolit dan zona subduksi. Perbedaan penting
antara kedua mandala Sulawesi ialah kemunculan dari granit dan asosiasi granodiorit
pada mandala barat dan ketidakhadiran granit dan asosiasi granodiorit pada lengan
timur, yang lebih melimpah batuan beku basa dan ultrabasa.
Menurut Hamilton (1979), berdasarkan asosiasi litologi dan perkembangan
tektonik, Sulawesi dan sekitarnya dibagi dalam 5 provinsi tektonik (gambar 3.2),
yaitu :
1.
2.
3.
4. Sabuk ofiolit Cretaceous Sulawesi bagian timur dan yang berasosiasi dengan
lapisan sedimen pelagic,
5. Fragmen benua mikro Paleozoic Banggai-Sula yang berasal dari benua
Australia.
31
Terbukanya selat Makasar ini oleh rifting yang terjadi awal Miosen ini sedikit
banyaknya dikarenakan pengaruh struktur geologi di mandala Sulawesi Barat.
Secara umum pada mandala ini didapatkan adanya sesarsesar mendatar yang
pada umumnya memiliki arah sesar pergerakannya kekiri disertai beberapa sesar
naik. Sesar mendatarnya kurang lebih memiliki arah jurus N 160o E dan N 340o E
dengan arah pergerakan ke kiri. Sedangkan untuk sesar naik umumnya didapatkan
didaerah Bantimala Complex yang mampu mengangkat kelompok mlange ini
muncul ke permukaan di beberapa tempat.Di sebelah barat mandala Sulawesi Barat
32
dibatasi oleh selat Makasar yang merupakan marginal basin, dimana efek keluar
dengan terjadinya pemekaran di lantai samudera antara Sulawesi dan Kalimantan.
Terbentuknya selat Makasar terjadi pada zaman Kuarter sepanjang sesar mendatar
Pasternoster dan sesar mendatar Palu Koro.
33
terjadinya berbagai undak pantai zaman Kuarter, yang elevasinya mencapai beberapa
ratus meter.
Tumbukan antara benua Mikro Banggai dengan busur non volkanik di atas
menggencet dan mempersempit cekungan depan Busur Sunda hingga menyebabkan
terjadinya punggungan tengah Sulawesi yang sebagian tertutup oleh Danau Poso dan
Teluk Bone serta Teluk Tomini.
34
BAB 4
GEOLOGI DAERAH ANDULAN DAN SEKITARNYA
4.1. Geomorfologi
Pemetaan geomorfologi pada dasarnya adalah memisahkan bentuk lahan
berdasarkan relief, batuan dan proses pembentuknya. Metode yang digunakan dalam
pembagian satuan geomorfologi pada daerah pemetaan adalah :
1. Morfografi : menyangkut aspek-aspek yang bersifat pemerian atau
descriptive antara lain; teras sungai, kipas alluvial, plato, dataran, perbukitan,
pegunungan , dsb.
2. Morfometri : menyangkut aspek-aspek yang bersifat kuantitatif; seperti
kemiringan lereng, bentuk lereng, beda tinggi, tingkat pengikisan sungai, dsb.
3. Morfogenesis : menyangkut faktor-faktor yang mengontrol pembentukan
morfologi suatu daerah, seperti proses struktural, proses denudasi, proses
fluviatil, dsb.
Daerah penelitian secara umum, sebagian besar terdiri dari pegunungan dan
bukitbukit landai yang berkelompok dengan bentuk memanjang atau hampir
membulat dan mempunyai arah penyebaran relatif utara selatan. Ketinggian daerah
penelitian antara 125 meter hingga 800 meter diatas permukaan laut. Pembagian
daerah penelitian menjadi beberapa satuan geomorfologi pada dasarnya adalah untuk
memisahkan dan mengelompokkan kesamaan aspek pada suatu lahan yang memiliki
karakteristik fisik tertentu. Dasar pemisahan dan penamaan satuan geomorfologi
pada daerah pemetaan mengacu pada konsep dan klasifikasi berdasarkan sistem
pemetaan geomorfologi ITC (International Institute Aerospace and Earth Science)
dalam Van Zuidam (1983). Aspek relief (morfologi) menunjukkan gambaran umum
relief daerah yang terdiri dari aspek deskriptif seperti dataran, dan perbukitan, serta
aspek morfometri yaitu berupa besar sudut lereng, ketinggian maupun kekasaran
permukaan lahan.
35
Beda tinggi
(%)
( meter)
02
<5
37
5 50
Bergelombang/ miring
8 13
51 75
14 20
76 200
21 55
200 500
56 140
500 1000
> 140
> 1000
Satuan Relief
Tabel 4.1. Hubungan antara persentase sudut lereng dan beda tinggi dalam
klasifikasi relief (Van Zuidam, 1983)
4.1.1. Kelerengan
Berdasarkan klasifikasi tingkat kelerengan (Van Zuidam, 1983), daerah
penelitian terbagi atas tiga satuan relief yaitu:
1. Satuan berelief terjal dengan klas releng 21-55%, menempati 85% dari luas
total daerah telitian, dijumpai hampir diseluruh daerah telitian.
2. Satuan berelief berbukit bergelombang dengan klas lereng 14 - 20%,
menempati 5 % dari luas total daerah telitian, dijumpai di bagian timurtenggara daerah telitian.
3. Satuan berelief datar atau hampir datar dengan klas lereng 3-7 %, menempati
10% dari total luas daerah telitian, dijumpai di bagian tengah dan selatan
daerah telitian.
Aspek genetik menggambarkan asal-usul pembentukan dan perkembangan
morfologi serta proses-proses yang bekerja padanya. Aspek ini meliputi proses
endogen berupa bentukan batuan yang berhubungan dengan proses denudasi dan
proses eksogen yang berhubungan dengan angin, air, es maupun pergerakan
36
Satuan
Warna / simbol
Struktural
Ungu
Vulkanik
Merah
Denudasional
Coklat
Marine
Hijau
Fluvial
Biru Tua
Glasial
Biru Muda
Karst
Orange
Eolian
Kuning
37
Satuan ini menempati area seluas 60 % dari seluruh area penelitian dengan
penyebaran terletak hampir diseluruh daerah telitian. Dengan lithologi andesit breksi
dan tuff. Penamaan satuan perbukitan berlereng curam ini berdasarkan morfologi
yang ada berupa perbukitan, memiliki sudut lereng 21-55% , tergolong perbukitan
berlereng terjal (Van Zuidam,1983). Pada peta topografi satuan geomorfologi ini
dicirikan oleh kenampakan pola kontur yang rapat.
38
39
dengan tingkat erosional yang cukup tinggi. Foto diambil dari lokasi pengamatan 74
dan lokasi pengamatan 4.
40
Dataran aluvial
Dataran aluvial
41
perbukitan
42
Stadia Geomorfologi
Untuk menentukan stadia geomorfologi suatu daerah, maka sangat erat
hubungannya dengan proses pelarutan, denudasional, dan stadia sungai yang telah
terbentuk. Stadia erosi juga akan menentukan stadia geomorfologi suatu daerah. Hal
ini semua dapat ditafsirkan dari ciri-ciri morfologi, sub satuan geomorfologi, pola
aliran sungai dan ciri-ciri yang lainnya.
Menurut Lobeck (1939), stadia daerah ada 3 dan mempunyai ciri tersendiri
yaitu stadia muda dicirikan oleh dataran yang masih tinggi dengan lembah sungai
yang relatif curam dimana erosi vertikal lebih dominan dan kondisi geologi masih
orisinil. Stadia dewasa dicirikan oleh adanya bukit sisa erosi dan erosi lateral lebih
dominan, sungai bermeander dengan point bar, pola pengaliran berkembang baik,
kondisi geologi mengalami pembalikan topografi seperti punggungan sinklin atau
lembah antiklin. Stadia tua dicirikan permukaan relatif datar, aliran sungai tidak
berpola, sungai berkelok dan menghasilkan endapan di kanan kiri sungai dan litologi
relatif seragam.
43
44
batuan. Secara keseluruhan daerah pemetaan lebih banyak dikontrol oleh adanya
proses endogenik dan eksogenik, maka proses tersebut lebih tepat untuk
menggambarkan morfogenesis yang terjadi di daerah pemetaan.
4.2. Stratigrafi
Berdasarkan pengamatan dilapangan, serta analisa kandungan fosil yang
didapatkan selama penelitian berlangsung, dan setelah dibuat penampang
stratigrafinya maka penulis membagi daerah telitian ini tersusun oleh tiga satuan
batuan dari muda ke tua adalah sebagai berikut:
1. Satuan andesit (Formasi Gunungapi Lamasi )
2. Satuan breksi (Formasi Gunungapi Lamasi)
3. Satuan batugamping (Formasi Toraja)
45
46
Satuan andesit tersebar pada daerah utara dan tengah lembar telitian. dengan
menempati areal sekitar 40% dari luas daerah telitian.
Berdasarkan
penarikan
1975) dan korelasi dengan batuan gunungapi di daerah Biru (Van Leeuwen, 1979)
dan daerah Bantimala (Sukamto, 1982), satuan ini diperkirakan berumur Oligosen.
Batuan gunungapi ini merupakan hasil kegiatan gunungapi bawah laut. Sebarannya
mulai dari Palopo, melampar ke utara sampai Sabang. Tebal satuan diperkirakan
mencapai 500 m.
Batuan Gunungapi Lamasi dapat dikorelasikan dengan batuan Gunungapi
Miosen di lembar Majene (Djuri & Sudjatmiko, 1975; Sunarya & Surawinata, 1980).
Berdasarkan peta geologi lembar Majene dan Palopo bagian barat (Djuri, dkk 1998)
satuan ini berumur Oligosen dan terbentuk pada lingkungan darat.
47
Satuan andesit ini secara stratigrafi merupakan satuan berumur muda yang
terdapat di daerah telitian. Dari pengamatan di lapangan menunjukkan hubungan
stratigrafi antara satuan andesit dan satuan breksi merupakan beda fassies
4.2.2. Satuan Breksi Formasi Gunungapi Lamasi
Satuan breksi pada daerah telitian ditunjukkan dengan hadirnya breksi yang
mendominasi pada daerah telitian.
Adapun ciri fisik breksi ialah sebagai berikut :
Pada pengamatan di lapangan breksimemperlihatkan warna abu-abu, struktur masif,
ukuran butir pasir sampai bongkah, terpilah buruk, menyudut, kemas terbuka,
komposisi mineral fragmen : andesit, matriks: material berukuran pasir sedangkerikil, dan semen karbonat
48
49
Satuan breksi tersebar dibagian tengah dan timur daerah telitian. dengan
menempati sekitar 30% dari luas daerah telitian.Berdasarkan penampang geologi
yang dibuat dari sayatan pada peta geologi, satuan ini memiliki ketebalan 450 m.
Untuk penentuan umur, pada satuan breksi monomik ini sangat tidak
memungkinkan untuk dilakukan dengan analisa fosil. Akan tetapi penulis dalam
menentukan umur satuan tersebut dengan menggunakan pendekatan secara
kesebandingan dengan hasil telitian yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu.
Berdasarkan peta geologi lembar Majene dan Palopo bagian barat (Djuri, dkk 1998)
satuan ini berumur oligosen dan terbentuk pada lingkungan darat. Satuan breksi ini
diendapkan sebagai hasil dari aktifitas gunung api dan transportasi dari batuan
andesit, terbentuk bersamaan dengan pembentukan andesit.
Satuan breksi Formasi Gunungapi Lamasi dengan satuan andesit Formasi
Gunungapi Lamasi mempunyai umur yang sama dan menindih batugamping Formasi
Toraja yang mempunyai umur lebih tua. Hubungan satuan breksi
Formasi
batugamping
berfosil.
Batugamping
Foto
4.14.
Foto
singkapan
batugamping pada lokasi pengamatan
70 dengan arah kamera N270E
50
Foto 4.15.
Singkapan batugamping dengan parameter
kompas geologi LP 70 (insert foto 4.14)
51
Struktur Geologi
Berdasarkan analisis peta topografi, pola pengaliran dan hasil survei
Struktur Kekar
Kekar adalah struktur rekahan yang terbentuk pada batuan dengan tidak atau
sedikit sekali mengalami pergeseran (Billing, 1968). Kekar yang terbentuk dapat
disebabkan oleh aktivitas tektonik maupun non tektonik. Dalam pembahasan kekar
52
daerah penelitian lebih dititik beratkan pada pembahasan kekar yang terbentuk akibat
aktivitas tektonik dimana hasil analisanya akan digunakan dalam analisa struktur
geologi daerah penelitian.
Klasifikasi kekar ada beberapa macam tergantung dari dasar klasifikasi yang
digunakan salah satunya adalah berdasarkan genesa atau cara terjadinya yang
berhubungan dengan gaya pembentuk kekar tersebut (gambar 4.3.). Klasifikasi kekar
berdasarkan genesa, terdiri dari :
a) Shear joint (kekar gerus), terjadi akibat adanya tegasan tekanan (compressive
stress).
b) Tension joint (kekar tegangan), terjadi akibat adanya gaya tarikan. Kekar ini
dibedakan atas:
-
Extension Joint
Shear Joint
Shear Joint
3 3
2
Release Joint
1
Gambar 4.2. Hubungan antara Shear Joint, Extension Joint dan Release Joint
terhadap prinsip arah tegasan.
53
Berdasarkan atas penyebab dan orientasi arah gaya yang bekerja, maka
pada daerah penelitian struktur kekar ini penulis kelompokan menjadi dua jenis,
yaitu :
a. Kekar terorientasi semu
b. Kekar terorientasi
54
55
Sesar adalah merupakan suatu bidang rekahan atau rekahan yang telah
mengalami pergeseran akibat adanya gaya yang bekerja (D.M.Ragan,1973). Untuk
menentukan jenis pergerakan sesar yang terjadi pada daerah penelitian, maka penulis
menggunakan klasifikasi penamaan sesar berdasarkan (Rickard, 1972). (Lihat
gambar 4.3)
Pada daerah penelitian, ada dua struktur sesar yang penulis temukan, yaitu
berupa sesar geser makawa dan sesar normal mataluntun. Terbentuknya struktur
sesar tersebut diperkirakan akibat adanya pergerakan pada lempeng yang mengalami
tumbukan. Struktur yang terdapat di daerah penelitian adalah sebagai berikut :
a. Sesar normal Mataluntun (sesar Mataluntun)
b. Sesar geser Makawa (sesar Makawa)
4.3.2.a. Sesar Mataluntun
Pada daerah penelitian, sesar normal ini terdapat pada lokasi pengamatan
52, sesar tersebut terdapat pada batuan andesit yang mengarah barat laut-tenggara.
Indikasi keberadaan struktur sesar di lapangan adalah ditemukannya adanya struktur
yang berupa kekar-kekar, baik berupa kekar gerus dan juga kekar tarik. Tanda yang
lain adalah didapatkanya jalur breksiasi pada andesit yang terletak di lokasi tersebut.
56
Foto 4.19. Zona hancuran (breksiasi) pada andesit,dan kenampakan kekar pada lokasi
pengamatan 52 dengan arah kamera N189E.
57
Berdasarkan hasil pengukuran dilapangan arah umum untuk kekar gerus yaitu
N130oE/70o, dan N180o/60o untuk kekar tarik, namun ketika berjalan sekitar 30m
menyusuri lebih dalam dari anak sungai Makawa ditemukan bidang sesar dengan
kedudukan N120oE/74o, setelah dilakukan analisa struktur diketahui bidang sesar
memiliki netslip 25o, N127oE dan rake sebesar 27o, penulis menafsirkan sesar
Makawa, ialah reverse right slip fault (Rickard, 1972) hasil analisa terlampir.
4.4. Analisis dan Interpretasi Pola Struktur Geologi
Berdasarkan data-data lapangan dan didukung data regional maka
pembentukan pola-pola struktur geologi di daerah pemetaan disebabkan adanya
aktivitas penunjaman lempeng yang terjadi di sekitar pulau Sulawesi. Pembentukan
tersebut dimulai dengan pengendapan satuan batuan yang terdapat di daerah
pemetaan yang terjadi selama kurun waktu Eosen-Oligosen. Pada daerah telitian
terjadi aktivitas tektonik yang menghasilkan struktur geologi baik kekar maupun
sesar. Sesar mendatar yang mempunyai tegasan berarah relatif tenggara barat laut,
yang mengenai satuan andesit Formasi Gunungapi Lamasi yang berumur Oligosen
dan satuan breksi Formasi Gunungapi Lamasi.
Mekanisme pembentukan struktur geologi daerah penelitian di dasarkan pada
pendekatan teori strain elipsoid menurut Reidel yang merupakan modifikasi dari
teori Harding, 1974 (Gambar 4.4), dimana dalam pembentukannya terjadi dalam satu
58
periode pembentukan dengan arah umum tegasan maksimum berarah barat laut
tenggara.
59
Sesar
geser
Makawa
Sesar
turun
Mataluntun
60
BAB 5
STUDI ALTERASI HIDROTERMAL
61
Secara megaskopis, alterasi ini berwarna abu abu pada batuan dan banyak
dijumpai mineral serisit dan mineral-mineral silika seperti kuarsa dan tidak jarang
terdapat mineral-mineral bijih seperti pirit, kalkopirit pada batuan tersebut. Zona filik
terdapat pada tubuh batuan andesit. Proses ini disebabkan oleh larutan sisa magma
dan air permukaan yang mengandung gas CO.
Secara megaskopis memperlihatkan warna abu-abu kecoklatan-kehijauan,
dengan asosiasi mineral yang hadir dominan kuarsa dan serisit, dimana batuan ini
terpotong oleh urat kuarsa (veinlet). Sedangkan pengamatan dengan mikroskopis
pada contoh batuan LP 48 dapat dilihat pada foto 5.1. Pembentukan tipe alterasi filik
ini diinterpretasikan sebagai hasil proses pelapukan mineral feldspar teralterasi
menjadi serisit. Proses ini disebabkan oleh larutan sisa magma dan gas air permukaan
yang mengandung gas CO. Pada umumnya proses serisitisasi terjadi pada daerah
dekat dengan vein dan dekat dengan sumber panas. Biasanya proses serisitisasi
mengakibatkan penambahan mineral serisit dan kuarsa sekunder yang berasal dari
feldspar. Mineral serisit yang terbentuk akan terlihat seperti bintik-bintik halus
bersama kuarsa halus dalam feldspar (Ries & Watson, 1958).
62
10
J
Nikol silang
0,5 mm
63
64
Quartz
Pyrite
Illite,Quartz
Illite,Micas
Quartz
Pyrite
Pyrite
FWH
M
0.221
0.155
0.162
0.18
0.172
0.183
0.235
0.178
0.241
0.203
0.197
0.178
0.183
0.223
0.251
0.22
0.171
Mineral
Chrysotile
Quartz low
Illite,quartz
Cordierite
Pyrite
Quartz
Pyrophillite
Manganite
Kutnahorite,calcian
Mullite
Diaspore
Illlite.micas
Marcasite
Quartz
Graphite
Pyrite
Pyrite
65
Dari gambar 5.2. diiketahui bahwa alterasi filik yang berada di daerah telitian
terbentuk pada suhu relatif 200-230o C. Hadirnya mineral quartz, illite (serisit), dan
pirit. Alterasi ini merupakan penambahan proporsi dari serisit dan kuarsa sekunder
pada batuan dinding. Penambahan mineral serisit diakibatkan pelapukan felsdspar
terubah oleh larutan sisa magma dan gas air permukaan yang mengandung gas CO.
Fasa mineral yang berasosiasi dengan tipe alterasi ini adalah K-feldspar, kaolinit,
kalsit, biotit, rutil, anhidrit dan apatit.
5.1.2. Alterasi Advanced Argilik.
Alterasi ini sebarannya mengikuti arah veinlet, alterasi advanced argilik
mempunyai ciri-ciri dilapangan dengan hadirnya himpunan mineral-mineral
lempung. Mineral-mineral lempung yang hadir umumnya illite, serta hadirnya
mineral quartz dan diaspore, pyrophillite. Akibat kuatnya intensitas pelapukan pada
lithologi andesit sehingga mengalami kesulitan dalam proses penarikan batas alterasi.
66
Secara megaskopis kenampakan alterasi ini berwarna putih keabuan dan pada batuan
ini didominasi dengan kelompok mineral lempung (clay mineral ). Pada alterasi
advanced argilik ini juga hadir pirit sebagai mineral bijih, alterasi advanced argilik
ditemukan mengalterasi pada lava andesit.
d()
BG
Height
I%
Area
I%
FWHM
MINERAL
36.501
2.4596
11
163
6.2
1751
0.183
37.021
2.4262
10
54
2.1
746
0.235 Pyrophillite
42.4
2.13
117
4.5
1359
5.4
0.197
Diaspore
47.382
1.9171
33
1.3
355
1.4
0.183
Marcasite
Quartz
Dari hasil analiasa XRD dapat diketahui adanya mineral mineral penciri tipe alterasi
advanced argilik yaitu dengan terdapatnya mineral :
1. Quartz
2. Pyrophillite
3. Diaspore
4. Marcasite
67
68
10
J
Nikol silang
0,5 mm
10
J
Nikol silang
0,5 mm
Foto 5.8. Sayatan poles batuan alterasi, abu-abu kehijauan-hijau, batuan telah
mengalami alterasi dengan dijumpainya mineral sekunder klorit (G-8) (hijau
gelap) yang merubah mineral plagioklas serta mafik mineral. Nampak mineral
sulfida (F-5) (pirit dan kalkopirit) tersebar secara merata dan mengisi urat (I-4),
dengan ukuran halus.
69
Secara megaskopis dilapangan tekstur ataupun sifat fisik dari batuan asal
pada zona ini umumnya sudah tidak terlihat. Proses alterasi ini ditandai dengan
hadirnya mineral klorit. Zona ini terdapat pada batuan yang memiliki sifat
permeabilitas yang rendah dan salinitas beragam. Alterasi ini dapat terlihat baik pada
tubuh batuan andesit.
Zona ini dijumpai di sungai Mataluntun dengan banyak urat urat yang mempunyai
arah umum N 185 oE/60 o. Berdasarkan pengamatan dilapangan zona ini berkembang
di wilayah timur dari daerah telitian pada satuan andesit, zona ini menempati kurang
lebih 5% dari daerah telitian
70
71
Chlorite
Albitelow
Quartz
Quartz
Calcit
e
Illite
Area
721
1136
225
430
1874
703
1089
1125
702
9518
3688
583
431
1348
1259
1064
731
478
1073
788
1494
540
192
I%
7.6
11.9
2.4
4.5
19.7
7.4
11.4
11.8
7.4
100
38.7
6.1
4.5
14.2
13.2
11.2
7.7
5
11.3
8.3
15.7
5.7
2
FWHM
0.395
0.268
0.191
0.236
0.151
0.196
0.661
0.517
0.298
0.169
0.38
0.354
0.133
0.546
0.223
0.603
0.18
0.246
0.309
0.372
0.244
0.34
0.172
Mineral
chloritic-swelling
cromsieditic
sudotic
sepiolite
quartz
plagioclase
plagioclase
hematite
stronitantie
quartz
albite-low
chabazite
tremolite
mallotsitit
chamosite,ferric
pyrophtllite
calcite
bayerite
diaspore
illite,micas
quartz
oriphite
pyrite
72
73
hadir diinterpretasikan sebagai hasil ubahan dari mineral plagioklas dengan reaksi
kimia sebagai berikut (Stanton, 1972 dalam Heru Sigit, 2002)
2 NaAlSi3O8 + 4(Mg,Fe)2+ + 10 H2O (Mg,Fe)42+ (Fe,Al)23+ Si2O10 (OH)8 + 4 SiO2 +2 Na + 12 H
Albit
Klorit
sampel
S1
S2
S3
zona
Au
Ag
Cu
Pb
Zn
As
ubahan
(ppm)
(ppm)
(ppm)
(ppm)
(ppm)
(ppm)
Propilit
0.1
0.05
0.02
0.01
0.01
70
1.1
0.5
0.14
0.86
0.79
436
0.1
0.03
0.02
0.01
0.01
89
Adv.
Argilik
Silisik
Tabel 5.3.Tabulasi data kandungan unsur dari hasil analisa AAS dan tipe ubahan
5.3. Hubungan Alterasi Dengan Sruktur dan Litologi Pada Daerah Penelitian
Alterasi yang ada di daerah telitian hadir memiliki pola tertentu dalam setiap
lokasi keterdapatannya. Kehadiran alterasi hidrotermal dicirikan dengan kenampakan
kelompok mineral ubahan yang berbeda-beda untuk tiap jenis alterasi. Tiap jenis
alterasi hidrotermal memiliki sebaran yang setempat-setempat mengikuti arah dari
zona-zona lemah. Semakin mendekati zona lemah, maka akan hadir jenis alterasi
74
yang berbeda dibandingkan pada tempat yang jauh dari zona lemah. Ini
menunjukkan bahwa alterasi hidrotermal dikontrol oleh struktur geologi yang
berkembang di daerah tersebut. Trend dari alterasi ialah tenggara-barat laut relatif
searah bidang sesar normal di daerah telitian, sehingga dapat disimpulkan bahwa
struktur geologi adalah sebagai pengontrol terdapatnya alterasi hidrotermal di daerah
penelitian.
Alterasi pada daerah penelitian ini juga dikontrol oleh litologi pembawa,
litologi yang membawa alterasi berasal dari basalt sedangkan batuan yang berperan
sebagai wallrock adalah andesit. Peran dari litologi pembawa ini sangat berpengaruh
terhadap alterasi hidrotermal karena litologi tersebut nantinya yang akan
menghasilkan fluida hidrotermal pada saat pembekuan yang mempengaruhi sifat pH
larutan hidrotermal. Perbedaan litologi pembawa akan menghasilkan sifat fluida
hidrotermal yang berbeda yang apabila fluida tersebut melewati wall rock dengan
litologi yang berbeda, maka fluida tersebut akan bereaksi dan menghasilkan mineralmineral ubahan dan akhirnya akan menciptakan adanya alterasi hidrotermal yang
berbeda.
Kedua peran antara stuktur dan litologi sangat mempengaruhi dari proses
terbentuknya alterasi hidrotermal, karena struktur sebagai ruang tempat terisi fluida,
dan litologi sebagai pembawa dari larutan hidrotermal yang berperan sebagai faktor
dalam proses alterasi.
75
BAB 6
KESIMPULAN
Daerah telitian memiliki geomorfologi yang menarik, keanekaragaman
jenis litologi dan kompleksitas struktur geologi. Dari penelitian yang telah dilakukan
dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut :
1. Daerah telitian dapat dibagi menjadi empat satuan geomorfologi, yaitu:
a. Bentuk asal vulkanik dengan bentukan lahan perbukitan vulkanik berlereng
curam (V1)
b. Bentuk asal vulkanik dengan bentukan lahan perbukitan vulkanik berlereng
menengah (V2)
c. Bentuk asal fluvial dengan bentuk lahan dataran aluvial (F1)
d. Bentuk asal struktural dengan bentuk lahan perbukitan homoklin berlereng
curam (S9)
2. Jenis pola aliran yang terdapat pada daerah penelitian diklasifikasikan kedalam
pola sungai sub dendritik. Dengan adanya lembah-lembah sungai yang
berbentuk U yang dicirikan dengan adanya meander sungai. Selain itu
dengan adanya lembah yang cukup terjal maka stadia geomorfologi daerah
telitian dapat digolongkan kedalam stadia dewasa.
3. Daerah telitian tersusun oleh beberapa satuan batuan dari tua ke muda adalah:
satuan batugamping Formasi Toraja, diatasnya terendapkan secara tidak selaras
satuan breksi Formasi Gunungapi Lamasi yang bersilang jari dengan satuan
andesit Formasi Gunungapi Lamasi.
4. Berdasarkan analisa kelurusan topografi dan data lapangan pada daerah telitian
terdapat struktur geologi kekar dan sesar. Struktur sesar yang berkembang
adalah : sesar geser dan sesar normal.
5. Zona ubahan yang terdapat di daerah penelitian dapat dikelompokkan menjadi
tiga zonasi ubahan, yaitu zona filik, zona advanced argilik dan zona propilitik.
76
DAFTAR PUSTAKA
Billings, M. P, 1968, Structural Geology, Second ed. Prentice of India Private
Limited, New Delhi.
Carmichael, I.S.E., Turner, F.J., and Verhoogen, J., 1974, Igneous Petrology, Mc
Graw Hill.
Corbett, G.J & Leach, T.M. (1996), Southwest Pasific Rim Gold / Copper System :
Structure, Alteration and Mineralitation, A workshop presented for the
Society of Eksploration Geochemist, Townsville.
Creasy, S.C., 1961, Hydrothermal Alterations in Geology of Porphyry Copper
Deposits (S.R.Tettley & C.L.Hickx,ed), Tuscon:Univ. of Ariz. Press, pp.5174
Djuri, dkk, 1998, Geologi Lembar Majene dan Palopo Bagian Barat, Pusat Penelitian
dan Pengembangan Geologi, Direktorat Geologi dan Sumber Daya Mineral,
Departemen Pertambangan dan Energi.
Hamilton, W. H., 1979. Tectonics of the Indonesian Region. U.S. Geol. Surv.
Prof.Pap.1078, 345 pp.
Heru Sigit Purwanto. (2002), PemineralanEmas dan Kawalan Struktur Pada Kawasan
Penjom, Pahang Dan Lubok Mandi Terengganu, Semenanjung Malaysia.
Disertasi Doktor, Universitas Kebangsaan Malaysia Hal 39-83, tidak
dipublikasikan.
Ikatan Ahli Geologi Indonesia, 1973, Sandi Stratigrafi Indonesia, Departemen
Pertambangan Republik Indonesia.
Katili. J. A., 1978, Past and Present Geotektonic Position of Sulawesi, Indonesia,
Tectonophysics, 45: 289-322.
Koesoemadinata, R.P., 1981, Prinsip Prinsip Sedimentasi, ITB., Bandung.
Lindgren, W. (1983) Mineral Deposit McGraw-Hill Book Company, Inc, USA.
Sukamto, Rab 1975, Perkembangan tektonik dengan membagi pulau Sulawesi dan
pulau-pulau disekitarnya kedalam tiga mandala geologi, Pusat Penelitian
dan Pengembangan Geologi, Direktorat Geologi dan Sumber Daya Mineral,
Departemen Pertambangan dan Energi.
77
78
LAMPIRAN
79
ANALISIS PETROGAFI
Nomor Foto
:1
Nama Megaskopis
: Andesit
No. Sampel
: PLP 2
Daerah
: S.Makawa
Posisi nikol
Perbesaran
: 30 kali
Nikol silang
Nikol sejajar
0,5mm
PEMERIAN PETROGRAFIS:
Batuan
beku
intermediet
kristalinitas:hypokristalin;
vulkanik;
warna:abu-abu;
granularitas:fanerik
indeks
warna
sedang-halus;
20%;
bentuk
80
Mineral
opaque
(15%);
berwarna
hitam;
relief:rendah;
bentuk
81
Nomor Foto
:2
Nama Megaskopis
: Tuff
No. Sampel
: PLP 3
Daerah
: S.Makawa
Posisi nikol
Perbesaran
: 30 kali
Nikol Silang
Nikol Sejajar
0,5 mm
PEMERIAN PETROGRAFIS:
Sayatan tipis batuan piroklastik (lapuk), berwarna abu-abu-krem, tekstur klastik
dengan butiran berukuran 0,050,5 mm, terdiri dari lithic, feldspar, kuarsa dan
mineral opak, bentuk menyudut tanggung, butiran tertanam dalam matriks gelas.
KOMPOSISI MINERAL:
Lithic (15%), abu-abu, kecoklatan, berupa pecahan batuan pumice dan batuan
beku, ukuran butir 0,1-0,5 mm, bentuk menyudut tanggung.
82
Kwarsa (2%), tidak berwarna-kuning orde I, relief relief rendah, indeks bias
n>nKb, berukuran 0,050,1mm, pemadaman bergelombang.
Min opak (3%), hitam, kedap cahaya, relief sangat tinggi, berukuran 0,05
0,1mm, bentuk menyudut tanggung, hadir setempat setempat dalam sayatan.
Penamaan Petrografis:
Vitric Tuff (Klasifikasi Williams, 1982)
Welded tuff
83
Nomor Foto
:3
Nama Megaskopis
: Tuff
No. Sampel
: PLP 4
Daerah
: Makawa
Posisi nikol
Perbesaran
: 30 kali
Nikol Silang
Nikol Sejajar
0,5 mm
PEMERIAN PETROGRAFIS:
Sayatan tipis batuan piroklastik (lapuk), berwarna coklat, tekstur klastik dengan
butiran berukuran 0,050,3 mm, terdiri dari lithic,piroksen feldspar, kuarsa dan
mineral opak, bentuk menyudut tanggung, butiran tertanam dalam matriks gelas.
KOMPOSISI MINERAL:
Piroksen (5%), hijau muda, abu-abu pucat, relief sedang, pleokroisme lemahtidak ada, bentuk subhedral - anhedral, ukuran 0,05-1,3 mm.
Kwarsa (1%), tidak berwarna-kuning orde I, relief relief rendah, indeks bias
n>nKb, berukuran 0,050,1mm, pemadaman bergelombang.
Min opak (4%), hitam, kedap cahaya, relief sangat tinggi, berukuran 0,05
0,1mm, bentuk menyudut tanggung, hadir setempat setempat dalam sayatan.
85
Nomor Foto
:4
Nama Megaskopis
: Tuff
No. Sampel
: PLP 5c
Daerah
: anak S.Makawa
Posisi nikol
Perbesaran
: 30 kali
Nikol Silang
Nikol Sejajar
0,5 mm
PEMERIAN PETROGRAFIS:
Sayatan tipis batuan piroklastik (lapuk), berwarna abu-abu-krem, tekstur klastik
dengan butiran berukuran 0,050,5 mm, terdiri dari lithic, feldspar, kuarsa dan
mineral opak, bentuk menyudut tanggung, butiran tertanam dalam matriks gelas.
KOMPOSISI MINERAL:
Lithic (15%), abu-abu, kecoklatan, berupa pecahan batuan pumice dan batuan
beku, ukuran butir 0,1-0,5 mm, bentuk menyudut tanggung.
Kwarsa (2%), tidak berwarna-kuning orde I, relief relief rendah, indeks bias
n>nKb, berukuran 0,050,1mm, pemadaman bergelombang.
Min opak (3%), hitam, kedap cahaya, relief sangat tinggi, berukuran 0,05
0,1mm, bentuk menyudut tanggung, hadir setempat setempat dalam sayatan.
Penamaan petrografis :
Vitric Tuff (Klasifikasi Williams, 1982)
Welded tuff
87
Nomor Foto
:5
Nama Megaskopis
: Batulempung
No. Sampel
: PLP 5f
Daerah
: anak S.Makawa
Posisi nikol
Perbesaran
: 30 kali
Nikol Silang
Nikol Sejajar
0,5 mm
PEMERIAN PETROGRAFIS:
Sayatan tipis lempung, berwarna coklat, komposisi butiran terdiri dari feldspar,
kuarsa dan mineral opak, dengan ukuran butir 0,050,3mm. Butiran mengambang
dalam matrik lempung.
KOMPONEN PENYUSUN:
88
Mineral opak (5%), hitam, isotrop, relief tinggi, dengan ukuran 0,05-0,1mm,
bentuk membulat-membulat tanggung.
Penamaan petrografis :
Claystone (Klasifikasi R.L. Pettijohn, 1972)
Sandy Mudstone (klasifikasi Dott (1964) vide Gilbert, 1982)
Claystone (Klasifikasi Gilbert, 1954)
89
Nomor Foto
:6
Nama Megaskopis
: Andesit
No. Sampel
: PLP 9a
Daerah
: anak S.Makawa
Posisi nikol
Perbesaran
: 30 kali
Nikol Silang
Nikol Sejajar
0,5 mm
PEMERIAN PETROGRAFIS:
Sayatan batuan beku volkanik, warna abu-abu kehijauan, tekstur porfiritik (fenokris
tertanam dalam oleh masa dasar fine grain plagioklas, piroksen, min opak dan gelas),
bentuk subhedral-anhedral, komposisi mineral terdiri dari mineral plagioklas,
piroksen, mineral opak dan gelas.
KOMPOSISI MINERAL:
Plagioklas (65%), warna putih-abu-abu, relief sedang, kembaran karlsbadAlbit sebagai fenokris (20%) berukuran 0,3-0,5 mm, bentuk subhedral-
90
anhedral, An 42 (jenis andesin), sebagai massa dasar (45%) berukuran 0,050,1mm, An42 (jenis andesin), tersebar merata dalam sayatan.
Mineral opak (5%), hitam, isotrop relief tinggi, ukuran pada fenokris 0,050,1mm. hadir sebagai inklusi pada piroksen.
bewarna
Klorit (5%) hijau-hijau kekuningan, belahan parallel / satu arah, ukuran butir
0,05-0,1 mm. Hadir sebagai mineral ubahan dari mineral piroksen
91
Nomor Foto
:7
Nama Megaskopis
: Tuff
No. Sampel
: PLP 9c
Daerah
: anak S.Makawa
Posisi nikol
Perbesaran
: 30 kali
Nikol Silang
Nikol Sejajar
0,5 mm
PEMERIAN PETROGRAFIS:
Sayatan tipis batuan piroklastik (lapuk), berwarna abu-abu-krem, tekstur klastik
dengan butiran berukuran 0,050,3 mm, terdiri dari feldspar, kuarsa dan mineral
opak, bentuk menyudut tanggung, butiran tertanam dalam matriks gelas.
KOMPOSISI MINERAL:
Kwarsa (1%), tidak berwarna-kuning orde I, relief relief rendah, indeks bias
n>nKb, berukuran 0,050,1mm, pemadaman bergelombang.
92
Min opak
93
Nomor Foto
:8
Nama Megaskopis
: Tuff
No. Sampel
: PLP 9f
Daerah
: anak S.Makawa
Posisi nikol
Perbesaran
: 30 kali
Nikol Silang
Nikol Sejajar
0,5 mm
PEMERIAN PETROGRAFIS:
Sayatan tipis batuan piroklastik (sangat lapuk), berwarna abu-abu, tekstur klastik
dengan butiran berukuran 0,0515,5 mm, terdiri dari lithic, kuarsa, feldspar dan
mineral opak, bentuk menyudut tanggung, butiran tertanam dalam matriks gelas.
KOMPOSISI MINERAL:
94
Min opak (2%), hitam, kedap cahaya, relief sangat tinggi, berukuran 0,05
0,15mm, bentuk menyudut tanggung, hadir setempat setempat dalam
sayatan.
95
Nomor Foto
:9
Nama Megaskopis
: Andesit
No. Sampel
: PLP 29
Daerah
: G.Biang
Posisi nikol
Perbesaran
: 30 kali
Nikol silang
nikol sejajar
0,5 mm
PEMERIAN PETROGRAFIS:
Batuan beku intermediet vulkanik; warna abu abu; indeks warna 20%;
kristalinitas:hipokristalin
granularitas:fanerikhalus-afanetik
bentuk
96
97
Nomor Foto
: 10
Nama Megaskopis
: Batuan alterasi
No. Sampel
: PLP 48
Daerah
: S.Mataluntun
Posisi nikol
Perbesaran
: 30 kali
Nikol Silang
Nikol Sejajar
0,5 mm
PEMERIAN PETROGRAFIS :
Sayatan batuan teralterasi, warna abu-abu kecoklatan-kehijauan, komposisi mineral
tersusun oleh kuarsa (veint let), serisit, dan mineral bijih. Nampak fe oksida mengisi
rekahan.
KOMPOSISI MINERAL:
Serisit (20%), tidak berwarna, belahan satu arah, bf kuat, hadir sebagai
ubahan dari mineral plagioklas dan K-feldspar.
98
Mineral bijih (5%), hitam, relief sangat tinggi, isotrop, berukuran 0,02
0,1mm. dari pengamatan megaskopis berupa mineral sulfide pyrite, tersebar
mengisi urat dan.
99
Nomor Foto
: 11
Nama Megaskopis
: Batuan alterasi
No. Sampel
: PLP 49
Daerah
: S.Mataluntun
Posisi nikol
Perbesaran
: 30 kali
Nikol Silang
Nikol Sejajar
0,5 mm
PEMERIAN PETROGRAFIS:
Sayatan batuan teralterasi, warna abu-abu kecoklatan-kehijauan, komposisi mineral
tersusun oleh kuarsa, serisit, dan mineral bijih.
KOMPOSISI MINERAL:
Serisit (20%), tidak berwarna, belahan satu arah, bf kuat, hadir sebagai
ubahan dari mineral plagioklas dan K-feldspar.
Mineral bijih (5%), hitam, relief sangat tinggi, isotrop, berukuran 0,02
0,1mm. dari pengamatan megaskopis berupa mineral sulfide pyrite, tersebar
mengisi urat.
Jenis Alterasi : Filik
100
Nomor Foto
: 12
Nama Megaskopis
: Batuan alterasi
No. Sampel
: PLP 51
Daerah
: S.Mataluntun
Posisi nikol
Perbesaran
: 30 kali
Nikol Silang
Nikol Sejajar
0,5 mm
PEMERIAN PETROGRAFIS :
Sayatan batuan teralterasi, warna abu-abu kecoklatan-kehijauan, komposisi mineral
tersusun oleh kuarsa, serisit, klorit dan mineral bijih.
KOMPOSISI MINERAL:
Serisit (5%), tidak berwarna, belahan satu arah, bf kuat, hadir sebagai ubahan
dari mineral plagioklas dan K-feldspar.
Mineral bijih (5%), hitam, relief sangat tinggi, isotrop, berukuran 0,02
0,1mm. dari pengamatan megaskopis berupa mineral sulfide pyrite.
102
Nomor Foto
: 13
Nama Megaskopis
: Batuan alterasi
No. Sampel
: PLP 52
Daerah
: S.Mataluntun
Posisi nikol
Perbesaran
: 30 kali
Nikol Silang
Nikol Sejajar
0,5 mm
PEMERIAN PETROGRAFIS:
Sayatan batuan beku
porfiritik (fenokris tertanam dalam oleh masa dasar fine grain plagioklas, piroksen,
min opak dan gelas), bentuk subhedral-anhedral, komposisi mineral terdiri dari
mineral plagioklas, piroksen, mineral opak dan gelas.
KOMPOSISI MINERAL:
Plagioklas (50%) warna putih-abu-abu, relief sedang, kembaran karlsbadAlbit sebagai fenokris (20%) berukuran 0,3-0,5 mm, bentuk subhedralanhedral, An 42 (jenis andesin), sebagai massa dasar (45%) berukuran 0,050,1mm, An42 (jenis andesin), tersebar merata dalam sayatan.
103
Piroksen (15%)
Gelas (10%) tidak bewarna, pengamatan dengan nikol silang bewarna gelap,
dengan
104
Nomor Foto
: 14
Nama Megaskopis
: Batuan Alterasi
No. Sampel
: PLP 53
Daerah
: S.Mataluntun
Posisi nikol
Perbesaran
: 30 kali
Nikol Silang
Nikol Sejajar
0,5 mm
PEMERIAN PETROGRAFIS:
Sayatan batuan beku volkanik (teralterasi), warna abu-abu kehijauan, tekstur
porfiritik (fenokris tertanam dalam oleh masa dasar fine grain plagioklas, piroksen,
min opak dan gelas), bentuk subhedral-anhedral, komposisi mineral terdiri dari
mineral plagioklas, piroksen, mineral opak dan gelas. Nampak adanya urat klorit
KOMPOSISI MINERAL:
Plagioklas (50%), warna putih-abu-abu, relief sedang, kembaran karlsbadAlbit sebagai fenokris (25%) berukuran 0,3-0,5 mm, bentuk subhedralanhedral, An 42 (jenis andesin), sebagai massa dasar (40%) berukuran 0,050,1mm, An42 (jenis andesin), tersebar merata dalam sayatan.
105
Mineral opak (5%), hitam, isotrop relief tinggi, ukuran pada fenokris 0,050,1mm. hadir sebagai inklusi pada piroksen.
Gelas (10%) tidak bewarna, pengamatan dengan nikol silang bewarna gelap,
dengan
Serisit (5%) tidak berwarna, belahan satu arah, bf kuat, hadir sebagai ubahan
dari mineral plagioklas.
106
Nomor Foto
: 15
Nama Megaskopis
: Batuan Alterasi
No. Sampel
: PLP 54
Daerah
: S.Mataluntun
Posisi nikol
Perbesaran
: 30 kali
Nikol Silang
Nikol Sejajar
0,5 mm
PEMERIAN PETROGRAFIS:
Sayatan batuan beku volkanik(teralterasi), warna abu-abu kehijauan, tekstur
porfiritik (fenokris tertanam dalam oleh masa dasar fine grain plagioklas, piroksen,
min opak dan gelas), bentuk subhedral-anhedral, komposisi mineral terdiri dari
mineral plagioklas, piroksen, mineral opak dan gelas.
KOMPOSISI MINERAL:
Plagioklas (45%), warna putih-abu-abu, relief sedang, kembaran karlsbadAlbit sebagai fenokris (20%) berukuran 0,3-1,5 mm, bentuk subhedralanhedral, An 42 (jenis andesin), sebagai massa dasar (40%) berukuran 0,050,1mm, An42 (jenis andesin), tersebar merata dalam sayatan.
107
Mineral opak (5%), hitam, isotrop relief tinggi, ukuran pada fenokris 0,050,1mm. hadir sebagai inklusi pada piroksen.
Gelas (15%) tidak bewarna, pengamatan dengan nikol silang bewarna gelap,
dengan menggunakan keping gips berwarna ungu muda berkabut..
Serisit (5%) tidak berwarna, belahan satu arah, bf kuat, hadir sebagai ubahan
dari mineral plagioklas.
108
Nomor Foto
: 16
Nama Megaskopis
: Andesit
No. Sampel
: Lp 64
Daerah
: S.Andulan
Posisi nikol
Perbesaran
: 30 kali
Nikol silang
Nikol sejajar
0,5mm
PEMERIAN PETROGRAFIS:
Sayatan batuan beku volkanik, warna abu-abu kehijauan-kecoklatan, tekstur trachite
bentuk subhedral-anhedral, komposisi mineral terdiri dari plagioklas, hornblende,
mineral opak dan gelas. Nampak lubang-lubang amigdaloidal terisi oleh mineral
sekunder kalsit dan kuarsa.
KOMPOSISI MINERAL:
109
Piroksen (15%), hijau muda pucat, abu-abu pucat, relief sedang, pleokroisme
lemah-tidak ada, bentuk subhedral - anhedral, ukuran 0,05-1,3 mm. Hadir
sebagai klinopiroksen (Augite) Sebagian besar mineral telah mengalami
ubahan menjadi chlorit. Hadir merata dalam batuan.
Mineral opak (5%) hitam, isotrop relief tinggi, ukuran butir 0,05-0,1mm.
Gelas (20%) tidak bewarna, pengamatan dengan cross nikol berwarna gelap,
dengan
110
Nomor Foto
: 17
Nama Megaskopis
: Batugamping
No. Sampel
: Lp 71
Daerah
: anak S.Andulan
Posisi nikol
Perbesaran
: 30 kali
Nikol silang
Nikol sejajar
0,5mm
PEMERIAN PETROGRAFIS:
Sayatan tipis batugamping klastik, berwarna abu-abu kecoklatan - krem, klastik,
grain supported, dengan sedikit detritus mineral opak, berukuran 0,11,2mm.
KOMPONEN PENYUSUN:
Mineral opak (1%) hitam, isotrop, relief tinggi, ukuran 0,1-0,1mm, bentuk
membulat-membulat tanggung.
111
112
Nomor Foto
: 18
Nama Megaskopis
: Andesit
No. Sampel
: PLP 89
Daerah
: S.Makawa
Posisi nikol
Perbesaran
: 30 kali
Nikol silang
Nikol sejajar
0,5mm
PEMERIAN PETROGRAFIS:
Sayatan batuan beku volkanik, warna abu-abu kehijauan-kecoklatan, tekstur
porfiritik(fenokris tertanam dalam oleh masa dasar fine grain plagioklas, piroksen,
min opak dan gelas), bentuk subhedral-anhedral, komposisi mineral terdiri dari
mineral plagioklas, hornblende, mineral opak dan gelas.
KOMPOSISI MINERAL:
113
Piroksen (20%), hijau muda pucat, abu-abu pucat, relief sedang, pleokroisme
lemah-tidak ada, bentuk subhedral - anhedral, ukuran 0,05-1,3 mm. Hadir
sebagai klinopiroksen (Augite) Sebagian besar mineral telah mengalami
ubahan menjadi chlorit. Hadir merata dalam batuan.
Mineral opak (5%) hitam, isotrop relief tinggi, ukuran butir 0,05-0,1mm.
Gelas (15%) tidak bewarna, pengamatan dengan cross nikol bewarna gelap,
dengan keping gips bewarna ungu muda berkabut. Sebagian besar telah
mengalami ubahan menjadi lempung.
114
115
116
ALISIS PALEONTOLOGI
LABORATORIUM MIKROPALEONTOLOGI
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN YOGYAKARTA
EOSEN
UM UR
Foraminifera Besar
Formasi
Umur
OLIGOSEN
Tb
: Toraja
: Eosen Awal - Tengah (Tab)
Tc
Td
Akhir
Te
1 2 3 4
MIOSEN
Awal
Tengah
Tf
1 2 3
Akhir
Tg Th
Plistosen
: PLP 71
: Anak Sungai Andulan
: Batugamping
Pliosen
No.contoh batuan
Lokasi
Batuan
Discocylina Sp.
Lepidocylina Sp.
Van Der Vlerk & Umbgrove (1927)
117
118
119
120
PETA GEOMORFOLOGI
121
PETA GEOLOGI
PETA ALTERASI
122