Anda di halaman 1dari 76

PERBADIGA MODEL CAPM DEGA APT DALAM MEMPREDIKSI

IMBALA SAHAM IDUSTRI PERTAMBAGA DI BURSA EFEK


IDOESIA

Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan
Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi

OLEH
M. IMAM MUSLIH
NIM 04110186

viii

ASIA BAKIG FIACE AD IFORMATICS ISTITUTE PERBAAS


JAKARTA
PROGRAM STUDI AKUTASI
2008
ASIA BAKIG FIACE AD IFORMATICS ISTITUTE
PERBAAS JAKARTA
PROGRAM STUDI AKUNTANSI

PERSETUJUA
Skripsi yang berjudul
PERBADIGA MODEL CAPM DEGA APT DALAM MEMPREDIKSI
IMBALA SAHAM IDUSTRI PERTAMBAGA DI BURSA EFEK
IDOESIA

Oleh:
Nama

M. Imam Muslih

NIM

04110186

Program Studi

S1-Akuntansi

telah disetujui untuk diujikan

Jakarta, November 2008


Mengetahui
Ketua Program Studi Akuntansi,

Dosen Pembimbing Skripsi,

Dra. Wiwiek Prihandini Ak., M.M.

Niko Silitonga S.E., M.M

ASIA BAKIG FIACE AD IFORMATICS ISTITUTE


PERBAAS JAKARTA
PROGRAM STUDI AKUTASI

PEGESAHA

Skripsi yang berjudul


PERBADIGA MODEL CAPM DEGA APT DALAM MEMPREDIKSI
IMBALA SAHAM IDUSTRI PERTAMBAGA DI BURSA EFEK
IDOESIA
telah dipertahankan di hadapan Sidang Tim Penguji Skripsi
pada
Hari
Tanggal
Waktu

:
:
:
oleh

Nama
NIM

:
:

M. Imam Muslih
04110186

DAN YANG BERSANGKUTAN DINYATAKAN LULUS


Tim Penguji Skripsi
Ketua Sidang

Anggota

Anggota

Mengetahui
Ketua Program Studi Akuntansi

Niko Silitonga S.E., M.M


ASIA BAKIG FIACE AD IFORMATICS ISTITUTE
PERBAAS JAKARTA
PROGRAM STUDI AKUTASI

PERYATAA

Seluruh isi dan materi skripsi ini menjadi tanggung jawab


penyusun sepenuhnya.

Jakarta, November 2008


Penyusun

M. Imam Muslih
04110186

ABSTRAK

M. Imam Muslih. 04110186. PERBADIGA MODEL CAPM DA APT


DALAM MEMPREDIKSI IMBALA SAHAM IDUSTRI PERTAMBAGA
DI BURSA EFEK IDOESIA. Skripsi. Jakarta : Asian Banking Finance And
Informatics Institute Perbanas Jakarta. November 2008.

Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan model CAPM dan model APT
dalam memprediksi imbalan saham industri pertambangan di Bursa Efek Indonesia.
Data yang digunakan adalah harga saham penutupan, capital gain dan dividen yield pada
tahun 2005-2007, IHSG, inflasi bulanan, tingkat suku bunga BI rate bulanan, dan nilai
tukar rupiah terhadap dollar Amerika. Penelitian ini mengambil populasi pada
perusahaan-perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Penelitian
ini menggunakan data sekunder dari Pusat Referensi Pasar Modal (PRPM) di Bursa
Efek Indonesia. Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan program SPSS
versi 13.0 dengan level signifikansi yang ditetapkan () sebesar 5%. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa pada model CAPM, nilai adjusted R2 berkisar antara 6.7% hingga
33.9%. Untuk F-test, faktor premi pasar tidak berpengaruh signifikan terhadap imbalan
saham hanya pada perusahaan PTBA, karena nilai risiko keputusan > level signifikansi
5%. Sedangkan pada model APT, faktor makroekonomi tidak dapat menjelaskan
imbalan saham perusahaan. Hal ini terlihat dari nilai adjusted R2 terbesar yang hanya
sebesar 17.4%. Dari hasil t-test, hanya perubahan nilai tukar yang merupakan faktor
yang signifikan dalam memprediksi imbalan saham ANTM dan APEX. Hal ini terlihat
dari nilai risiko keputusan yang lebih kecil dari level signifikansinya. Dari hasil uji
perbandingan diperoleh hasil bahwa selisih rata-rata F-test untuk model CAPM lebih
baik sebesar 6.6623 dibandingkan model APT. Dan selisih rata-rata adjusted R2 untuk
model CAPM lebih baik sebesar 0.1141. Sehingga dapat disimpulkan bahwa model
CAPM lebih baik daripada model APT dalam memprediksi imbalan saham perusahaan
pertambangan.

KATA PEGATAR

Bismillahirrahmanirrahim
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
nikmat dan kasih sayang yang tiada terkira sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini.
Adapun tujuan dari penyusunan skripsi ini adalah sebagai syarat untuk
menyelesaikan pendidikan Strata-1 Jurusan Akuntansi di ABFI Institut Perbanas Jakarta.
Berhasilnya penulis menyelesaikan penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari
bantuan dan dukungan beberapa pihak baik bantuan moril maupun materiil. Untuk itu
perkenankanlah penulis untuk mengucapkan terima kasih yang tulus kepada:
1. Kedua orangtuaku yang tiada henti-hentinya mendoakan dan memberikan semangat
penuh baik waktu maupun materi untuk keberhasilan putra keduanya.
2. Bapak Dr. Cyrillus Harinowo, selaku ketua ABFI Institut Perbanas Jakarta.
3. Bapak Niko Silitonga S.E., M.M., Ketua program studi Akuntansi ABFI Institut
Perbanas Jakarta.

4. Ibu Dra. Wiwiek Prihandini Ak., M.M., Pembimbing Skripsi yang telah
meluangkan waktunya dengan penuh kesabaran dalam memberikan bimbingan dan
saran kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.
5. Ibu Andayani Saputra B. Com, Pembimbing Akademik penulis
6. Seluruh Bapak dan Ibu dosen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Perbanas Jakarta yang
telah mengajarkan ilmunya kepada penulis.
7. Adik-adikku tersayang Sesit dan Jeky serta bang Ardi Yanto S.E & istri. yang selalu
menghadirkan kehangatan dalam keluarga.
8. Teman teman sekampung: Kontras, Scenk, Juru, sersan Nodo, Basir, Daruz, sersan
Icol, Budi Maksudi, de Oliph, mba Opie, Nutan yang tak ada kabar, ustadz Zaini,
Vampir, dan semua temen yang selalu hadir dari SDN 1 Gumalar sampe SMA 1
Slawi yang sudah melanglang buana ke seluruh kota di Indonesia.
9. Temen2 gokil sekampuz: Sandy, De2n, Dayat, Ncek, Platuck, Agus, Said, Viddy,
Djawa, Yanto, Manda, Youlee, Ari, Maria, Jerie, Ucup, Anggih, Yudist, Ayu, Dian
dan yang laen, khususnya nak2 angkatan 2004.
10. Temen temen yang tergabung dalam Total Chaos yang berubah dalam Evolution
Chaos terus menjadi Koes Ploes dan kemudian Rhoma Irama dan terakhir menjadi
Rocker Irama, akhirnya kita bisa peringkat tiga, I will miss the moment..!!
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dari skripsi ini namun semoga tetap
dapat bermanfaat bagi seluruh pembacanya, amin.

Jakarta, November 2008

Penulis,

M. Imam Muslih

DAFTAR ISI

Halaman
ABSTRAK
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penelitian
1.2
Identifikasi Masalah
1.3
Perumusan Masalah
1.4
Pembatasan Masalah
1.5
Tujuan Penelitian
1.6
Manfaat Penelitian
1.7
Sistematika Penulisan
BAB II LANDASAN TEORI
2.1
Pasar Modal
2.1.1 Definisi Pasar Modal

vi
viii
x
xii
1
1
5
5
6
7
7
8
10
10
10

2.1.2 Jenis jenis Pasar Modal


Investasi
2.2.1 Definisi Investasi
2.2.2 Proses Investasi
2.3
Analisis Portofolio
2.3.1 Portofolio Yang Efisien
2.4
Risiko Investasi Pada Pasar Modal
2.4.1 Jenis jenis Risiko Investasi
2.5
Return Saham Dan Pengukurannya
2.6
Model Penilaian Aset Modal (Capital Asset Pricing Mod l - CAPM)
2.6.1 Garis Pasar Sekuritas (SML)
2.6.2 Garis Pasar Modal (CML)
2.7
Teori Arbitrase Harga (Arbitrage Pricing Theori - APT)
2.7.1 Perubahan Tingkat Inflasi
2.6.2 Perubahan Tingkat Suku Bunga BI Rate
2.6.3 Perubahan Nilai Tukar Atau Kurs
2.8
Penelitian Penelitian Sebelumnya
2.9
Kerangka Pemikiran
2.10 Spesifikasi Model
2.11 Hipotesis Penelitian
BAB III METODE PENELITIAN
3.1
Metode Yang Digunakan
3.2
Opersionalisasi Variabel
3.3
Populasi Dan Sampel
3.4
Metode Pengumpulan Data
3.5
Pengujian Hipotesis
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1
Deskripsi Variabel Makro
4.2
Deskripsi Imbalan Saham
4.3
Pengaruh Premi Pasar Terhadap Premi Saham Pada Model CAPM
4.3.1 Uji Asumsi Klasik: Normalitas
4.3.2 Uji Asumsi Klasik: Autokorelasi
4.3.3 Uji Asumsi Klasik: Heteroskedastisitas
4.3.4 Uji Statistik: Kekuatan Model CAPM (R2)
4.3.5 Uji Statistik: Pengaruh Variabel Premi Pasar terhadap
Imbalan Saham (F-test)
4.3.6 Uji Statistik : Pengaruh Premi Pasar terhadap Imbalan
Saham (t-test)
4.4
Pengaruh Pertumbuhan Inflasi, BI Rate, Kurs terhadap Premi Pasar
dalam Teori Arbitrase Harga (APT)
4.4.1 Uji Asumsi Klasik: Uji Normalitas
4.4.2 Uji Asumsi Klasik: Uji Multikolinearitas
4.4.3 Uji Asumsi Klasik: Autokorelasi
4.4.4 Uji Asumsi Klasik: Uji Heteroskedastisitas
2.2

12
13
13
14
15
16
16
17
19
21
24
25
26
28
30
31
32
34
37
38
39
39
40
41
43
43
49
49
51
52
52
53
54
55
56
57
58
58
58
59
60

4.4.5 Uji Statistik : Kekuatan Model APT (R2)


4.4.6 Uji Statistik: Pengaruh Variabel Inflasi, BI rate, Kurs Terhadap
Imbalan saham Secara Bersama-Sama (F-test)
4.4.7 Uji Statistik : Pengaruh Variabel Inflasi, BI rate, Kurs Terhadap
Imbalan Saham (t-test)
4.5
Perbandingan Model Penilaian Aset Modal (CAPM) dengan Teori
Arbitrase Harga (APT) dalam Mempengaruhi Imbalan Saham
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
5.2
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

62
63
64
66
68
68
69
71
73

DAFTAR TABEL

Tabel

Halaman

3.1 Definisi Operasional variabel

40

3.2 Data Perusahaan Yang Digunakan Sebagai Sampel

42

4.1 Deskripsi Variabel Makro

49

4.2 Deskripsi Imbalan Saham, Imbalan Pasar, Dan Imbalan Bebas Risiko

51

4.3 Hasil Uji Normalitas

52

4.4 Hasil Uji Autokorelasi

53

4.5 Uji Koefisien Determinasi

55

4.6 Hasil Uji Model Regresi (F-Test)

56

4.7 Hasil Uji Hipotesis (t-test)

57

4.8 Hasil Uji Normalitas

58

4.9 Hasil Uji Multikolinearitas

59

4.10 Hasil Uji Autokorelasi

60

4.11 Uji Koefisien Determinasi

62

4.12 Hasil Uji Model Regresi (F-test)

63

4.13 Hasil Uji Hipotesis (t-test)

64

4.14 Paired Sample t test untuk F-test

66

4.15 Paired Sample t Test untuk Adjusted R2

66

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Halaman

2.1 Bagan Kerangka Penelitian

36

4.1 Pergerakan Variabel Makroekonomi

50

4.2 Scatterplot Uji Asumsi Klasik Heteroskedastisitas

54

4.3 Scatterplot Uji Asumsi Klasik Heteroskedastisitas

61

BAB I
PEDAHULUA

I.1 Latar Belakang Penelitian


Salah satu media investasi adalah pasar modal. Pasar modal merupakan pasar
untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik
dalam bentuk utang maupun modal sendiri. Pasar modal memiliki fungsi ekonomi
sebagai fasilitas untuk mengalokasikan dana dari pihak-pihak yang memiliki kelebihan
dana (excess liquidity) kepada pihak yang membutuhkan dana (shortage liquidity).
Berbagai instrumen yang diperdagangkan dalam pasar modal mulai dari saham,
obligasi, reksadana, serta berbagai produk derivatif lainnya seperti options, warrant dan
sebagainya. Instrumen yang lebih sering diperdagangkan dalam pasar modal adalah
saham, yaitu suatu penyertaan atau kepemilikan seseorang atau suatu badan dalam suatu
perusahaan.
Pergerakan pasar modal menjadi salah satu indikator penting dari pergerakan
perekonomian suatu negara, di samping itu juga menjadi salah satu sumber permodalan
yang sangat potensial bagi dunia usaha. Dalam pergerakan pasar modal ini,

perdagangan saham merupakan salah satu elemen yang terpenting, sehingga


memberdayakan masyarakat luas untuk berpartisipasi dalam pergerakan pasar modal,
khususnya sangatlah penting untuk digalakkan.
Pada pasar modal banyak alternatif investasi pada saham yang dapat dipilih
sesuai dengan preferensi risiko investor. Namun banyak masyarakat yang belum
memanfaatkan pasar modal untuk memaksimalkan pendapatannya dari dana yang
menganggur yang ada pada mereka. Hal tersebut umumnya disebabkan oleh
ketidakmengertian masyarakat dalam proses pasar modal serta kurangnya pemahaman
dalam menganalisa tingkat pengembalian (return) dan risiko (risk) dalam pasar modal.
Risiko itu sendiri merupakan ketidakpastian dalam imbalan yang diharapkan yang
diukur dengan varians dari tingkat imbalan yang diharapkan.
Dalam berinvestasi pada pasar modal, ada dua hal yang akan dihadapi oleh
investor, yaitu tingkat keuntungan yang diharapkan dan tingkat risiko. Unsur risiko
selalu melekat dalam dunia investasi. Dengan adanya risiko ini, investor akan
mengalami atau menerima keuntungan yang tidak sesuai harapan sehingga
mengakibatkan timbulnya penyimpangan penyimpangan yang sering disebut
ketidakpastian (uncertainty). Dalam penelitian (Apollo Daito: 2005), menyebutkan
bahwa only liqidity variable significantly influenced market risks while the others
influenced insignificanly the market risks. Menurut Francis (1988) dalam Agus Sumanto
menyebutkan risiko ada dua macam, yaitu risiko sitematis dan risiko tidak sitematis.
Risiko sitematis adalah risiko yang dialami oleh semua investasi tanpa terkecuali. Oleh
karena itu risiko ini dinamakan juga risiko pasar (market risk). Sedangkan risiko tidak
sitematis adalah risiko yang hanya dialami oleh investasi tersebut, yang bisa disebabkan
oleh faktor manajemen, ciri khusus jenis industri, jenis persaingan usaha.
Ada dua macam model yang yang populer yang dapat digunakan dalam dalam
memrediksi imbalan saham yang diharapkan. Kedua model ini populer karena

kemudahan dalam aplikasi serta asumsi yang mendasari kedua model ini. Kedua model
ini adalah capital asset pricing model (CAPM) dan arbitrage pricing theory (APT).
Dalam memprediksi pendapatan saham yang diharapkan, ada dua model yang sering
kali digunakan para investor yaitu CAPM dan APT. Kedua model ini sampai saat ini
masih menjadi perdebatan para ahli manajemen keuangan tentang ketepatan model
tersebut dalam memprediksi tingkat pendapatan suatu saham (Madyan : 2004).
Model pertama adalah capital asset pricing model (CAPM). Model ini
diperkenalkan oleh Treynor, Sharpe, Lientner dan Mossin pada tahun 1960an. Model ini
mengasumsikan bahwa imbalan saham dipengaruhi oleh satu faktor, yaitu premi risiko
pasar. Model ini didasarkan pada adanya dalil bahwa tingkat pengembalian yang
diharapkan dari suatu saham adalah sama dengan tingkat pengembalian bebas risiko
plus premi risiko yang hanya tinggal mencerminkan risiko yang tersisa setelah
dilakukan diversifikasi (Eugene F. Brigham: 2006). CAPM mempunyai validitas yang
tinggi sebagai alat pemrediksi return saham satu tahun ke depan, tetapi tidak valid jika
data yang digunakan pada saat pasar berada dalam gejolak yang tinggi (Agus Sumanto:
2005)
Model yang kedua adalah arbitrage pricing theoryl (APT). Model ini
dikemukakan oleh Stephen Ross. Model APT dianggap lebih baik dari pada CAPM.
Jika CAPM memerlukan banyak asumsi maka sebaliknya APT lebih sedikit asumsi.
Asumsi utama dari APT adalah setiap investor, yang memiliki peluang untuk
meningkatkan return portofolionya tanpa meningkatkan risikonya, akan memanfaatkan
peluang tersebut. Pada model APT faktor faktor makro ekonomi seperti inflasi, tingkat
suku bunga, nilai tukar mata uang turut diperhitungkan dalam memprediksi return
saham. Meningkatnya laju inflasi bagaikan pisau bermata dua. Di satu sisi dapat
meningkatkan pendapatan dan di sisi lain akan meningkatkat biaya yang dikeluarkan
perusahaan. Jika peningkatan biaya lebih besar daripada peningkatan pendapatan maka

laba perusahaan akan menurun. Perubahan kurs mata uang akan mempengaruhi iklim
investasi karena perubahan kurs mata uang akan mempengaruhi perdagangan antar
negara. Tingkat suku bunga dijadikan patokan dalam perbandingan imbalan investasi
bila diinvestasikan pada sektor lain. Jika tingkat pengembalian investasi lebih tinggi dari
pada tingkat suku bunga maka investasi tersebut layak diterima.
Penelitian penelitian sebelumnya telah banyak dilakukan yang mengarah pada
perbandingan kedua model ini. Penelitian yang dilakukan Ario Dwi Hartanto (2007),
mengemukakan bahwa model CAPM merupakan model yang lebih baik untuk menduga
imbalan saham dari pada model APT. Penelitian sebelumnya juga dilakukan oleh
Muhammad Madyan (2004) yang mengemukakan bahwa model CAPM maupun APT
masih kurang akurat dalam memprediksi pendapatan saham industri manufaktur
sebelum dan semasa krisis ekonomi. Dari uraian diatas maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian lebih lanjut tentang perbandingan model CAPM dengan APT dan
tulisan ini diberi judul Perbandingan model CAPM dengan APT dalam
memprediksi imbalan saham industri pertambangan di bursa efek Indonesia.

1.2 Identifikasi Masalah


Dalam berinvestasi, baik dalam aset keuangan maupun aset riil seseorang atau
perusahaan pasti akan mengharapkan pengembalian atas investasinya. Dalam investasi
pada aset keuangan khususnya saham ada dua model untuk memrediksi tingkat
pengembalian investasi. Model yang pertama yaitu model CAPM, model ini
mengasumsikan bahwa tingkat pengembalian saham dipengaruhi satu faktor yaitu premi
risiko pasar. Model yang kedua yaitu model APT, model ini mengasumsikan jika
investor memiliki peluang untuk meningkatkan tingkat pengembalian

tanpa

meningkatkan risiko maka investor tersebut akan memanfaatkan peluang tersebut.


Sehingga dalam model APT ini faktor faktor yang mempengaruhi tingkat

pengembalian saham lebih banyak dari pada model CAPM. Kedua model tersebut pada
dasarnya dapat memprediksi tingkat pengembalian yang diharapkan investor, namun
berbeda dalam variabel yang digunakan.

I.3 Perumusan Masalah


Perumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah ada pengaruh faktor premi risiko pasar terhadap imbalan saham pada
model CAPM?
2. Apakah ada pengaruh faktor makroekonomi (perubahan inflasi, tingkat suku
bunga SBI, nilai tukar) terhadap imbalan saham pada model APT?
3. Apakah ada perbedaan rata rata antara faktor premi risiko pasar dalam model
CAPM dengan faktor makro ekonomi (perubahan inflasi, tingkat suku bunga,
nilai tukar) dalam model APT terhadap imbalan saham?

I.4 Pembatasan Masalah


Mengingat luasnya lingkup penelitian ini, maka penulis membatasi penelitian yang
dilakukan.Dan pembatasan masalahnya adalah sebagai berikut:
1. Mengingat faktor-faktor yang mempengaruhi pergerakan saham amat banyak,
maka dalam pembahasan penelitian ini penulis membatasi masalah hanya pada
variabel-variabel tertentu (premi risiko pasar, perubahan inflasi, perubahan
tingkat suku bunga SBI, perubahan nilai tukar terhadap dollar Amerika, dan
return saham bulanan pada beberapa saham di Bursa Efek Indonesia).
2. Ruang lingkup penelitian ini dibatasi hanya pada perusahaan-perusahaan sektor
industri pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Sampel
perusahaan ditentukan menggunakan teknik purposive sampling (sampel
bersyarat), yaitu perusahaan-perusahaan yang memenuhi syarat antara lain :

a. perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia yang


mempunyai data keuangan yang lengkap dan dapat diandalkan kebenarannya
pada tahun 2005-2007.
b. saham saham perusahan yang masuk dalam industri pertambangan selama
periode waktu tahun 2005-2007 secara berturut-turut dan konsisten

I.5 Tujuan Penelitian


1. Mengetahui pengaruh faktor premi pasar terhadap yang imbalan saham pada
model CAPM.
2. Mengetahui pengaruh faktor-faktor makroekonomi (perubahan inflasi, tingkat
suku bunga) terhadap imbalan saham pada model APT
3. Mengetahui perbedaan rata rata antara faktor premi risiko pasar dalam model
CAPM dengan faktor makro ekonomi (perubahan inflasi, tingkat suku bunga,
nilai tukar) dalam model APT terhadap imnbalan saham.

I.6 Manfaat Penelitian


1. Bagi Investor
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu bahan pertimbangan seorang
investor dalam pengambilan keputusan untuk melakukan investasi khususnya
investasi saham pada sektor pertambangan.
2. Bagi Perusahaan
Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi perusahaan
untuk dapat meningkatkan kinerja sehingga dapat meningkatkan harga saham
ataupun imbalan sahamnya di pasar modal.

3. Bagi Peneliti dan Pihak Lain

Penelitian ini merupakan penerapan dari ilmu ekonomi khususnya manajemen


keuangan yang telah didapat dari proses belajar penulis sehingga menambah
wawasan penulis mengenai bagaimana penerapan teori dengan praktek yang
sebenarnya. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi masukan dan
digunakan sebagai acuan penelitian lebih lanjut ataupun peneliti sejenis nantinya

I.7 Sistematika Penulisan


Adapun sistematika penulisan skripsi ini dibagi menjadi beberapa bagian, yang
terdiri dari lima bab yang masing-masing terdiri dari sub bagian yang berkaitan.
Penyusunan bab penelitian secara singkat dapat dikemukakan sebagai berikut.
BAB I

: PENDAHULUAN
Dalam bab ini penulis mengemukakan latar belakang masalah,
identifikasi

masalah,

perumusan,

pembatasan

masalah,

tujuan

penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.


BAB II

: LANDASAN TEORI
Pada bab ini penulis akan menjabarkan teori-teori mengenai pasar
modal, investasi, analisis portofolio, risiko investasi, return saham dan
return pasar serta pengukurannya, CAPM, garis pasar sekuritas, garis
pasar modal, APT, perubahan inflasi, perubahan tingkat suku bunga,
perubahan kurs, penelitian penelitian sebelumnya, kerangka
pemikiran, spesifikasi model dan hipotesis penelitian.

BAB III

: METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini membahas tentang jenis penelitian yang digunakan, populasi
dan sampel penelitian, jenis dan sumber data, model penelitian yang
digunakan, definsi operasional variabel, hipotesis, teknik analisis data.

BAB IV

: ANALISIS DAN HASIL PENELITIAN

Bab ini berisikan penjelasan umum tentang pasar modal dan analisa
tentang deskripsi variabel makro, deskripsi imbalan saham perusahaan,
pengaruh premi pasar terhadap premi saham, pengaruh perubahan
inflasi, BI rate, nilai tukar, serta perbandingan model CAPM dan APT.
BAB V

: KESIMPULAN DAN SARAN


Merupakan Bab penutup yang memberikan kesimpulan dari hasil
penelitian yang dilakukan penulis. Dan memberikan saran-saran yang
konstruktif yang dapat membangun dan bermanfaat bagi usaha-usaha
penelitian lebih lanjut.

BAB II
LADASA TEORI

2.1 Pasar Modal


2.1.1 Definisi Pasar Modal
Banyak para pakar yang mendefinisikan pasar modal, dari definisi definisi
tersebut sebenarnya mempunyai makna yang tidak berbeda walaupun dituangkan kedalam
tata bahasa yang berbeda. Pengertian pasar modal menurut Menteri Keuangan RI No.

1548/KMK/90, tentang peraturan pasar modal, dikutip dari Sunariyah (2000:5) adalah
suatu sistem keuangan yang terorganisasi, termasuk di dalamnya adalah bank-bank dan
semua lembaga perantara di bidang keuangan, serta keseluruhan surat-surat berharga
yang beredar. Menurut David L. Scott yang dikutip dari Dahlan Siamat (2004:249)
pasar modal adalah pasar untuk dana jangka panjang di mana saham biasa, saham
preferen dan obligasi diperdagangkan. Sedangkan menurut Brigham dan Houston
(2004:150), adalah pasar untuk saham saham jangka panjang dan jangka menengah
perusahaan.
Dari definisi definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pasar modal
merupakan pasar dimana dana jangka panjang diperjualbelikan. Adanya pasar modal

disebabkan oleh adanya pihak yang kelebihan dana dan pihak yang kekurangan dana.
Pihak yang kekurangan dana dapat menerbitkan surat berharga yang berupa saham
maupun obligasi yang bersifat jangka panjang. Sehingga pasar modal itu sendiri
merupakan media yang mempertemukan pihak yang kekurangan dan kelebihan dana.
Pasar modal mempunyai peranan penting dalam suatu negara. Hampir semua
negara mempunyai pasar modal. Menurut Sunariyah (2000:7), seberapa besar peranan
pasar modal pada suatu negara dapat di lihat dari 5 (lima) aspek berikut ini:
1. sebagai fasilitas melakukan interaksi antara pembeli dan penjual untuk
menetukan harga saham atau surat berharga yang diperjualbelikan.
2. pasar modal memberikan kesempatan kepada para investor untuk memperoleh
hasil (return) yang diharapkan.
3. pasar modal memberi kesempatan kepada investor untuk menjual kembali
saham yang dimilikinya atau surat berharga lainnya.
4. pasar modal menciptakan kesempatan kepada masyarakat untuk berpartisipasi
dalam perkembangan suatu perekonomian.
5. pasar modal mengurangi biaya informasi dan transaksi surat berharga.

2.1.2 Jenis jenis Pasar Modal


Penjualan saham kepada masyarakat dapat dilakukan dengan beberapa cara.
Umumnya penjualan dilakukan sesuai dengan jenis ataupun bentuk pasar modal di
mana sekuritas tersebut diperjualbelikan. Menurut Sunariyah (2000:13), jenis pasar
modal tersebut ada 4 macam.
a. Pasar Perdana (Primary Market/Penawaran Umum/Initial Public Offering)

Pasar perdana adalah penawaran saham dari perusahaan yang menerbitkan


saham atau emiten kepada investor selama waktu yang ditetapkan oleh pihak yang
menerbitkan sebelum saham tersebut diperdagangkan di pasar sekunder.
b. Pasar Sekunder (Secondary Market)
Pasar sekunder didefinisikan sebagai perdagangan saham setelah melewati masa
penawaran pada pasar perdana. Jadi, pasar sekunder merupakan pasar di mana saham
dan sekuritas lain diperjualbelikan secara luas, setelah melalui masa penjualan di pasar
perdana.
c. Pasar Ketiga (Third Market)
Pasar ketiga adalah tempat perdagangan saham atau sekuritas lain di luar bursa
(over the counter market). Di Indonesia pasar ketiga ini disebut bursa paralel yang
mencakup perdagangan efek, aturan main, perdagangan yang terjadi di luar BEI,
bentuknya pasar sekunder, diatur dan diselenggarakan oleh PPUE (Perserikatan
Perdagangan Uang dan Efek-efek), diawasi dan dibina oleh Bapepam.

d. Pasar Keempat (Fourth Market)


Pasar keempat merupakan bentuk perdagangan efek antar investor atau
pengalihan saham dari satu pemegang saham ke pemegang saham lainya tanpa melalui
perantara pedagang efek. Bentuk transaksi dalam perdagangan ini biasanya dilakukan
dalam jumlah yang besar (Block Sale).

2.2 Investasi
2.2.1 Definisi Investasi
Banyak pakar mendefinisikan investasi, dari definisi tersebut mempunyai makna
yang sama tetapi dengan kata kata yang berbeda. Menurut Sharpe yang diterjemahkan

oleh Pristina Hermastuti (2005: 1) investasi dalam arti luas, berarti mengorbankan dolar
sekarang untuk dolar pada masa depan. Sedangkan menurut Halim (2003: 2) investasi
pada hakikatnya merupakan penempatan sejumlah dana pada saat ini untuk memperoleh
keuntungan di masa datang.
Dari definisi diatas dapat diketahui bahwa dengan berinvestasi, seorang individu
ataupun perusahaan akan membelanjakan uangnya saat ini dengan berharap akan
mendapatkan keuntungan yang lebih besar di masa mendatang. Investasi dapat
dilakukan pada aset riil (real assets) seperti tanah, bangunan, emas atau pada aset
keuangan (financial assets) seperti saham dan obligasi. Aset riil itu sendiri digunakan
untuk memproduksi barang dan jasa dalam suatu perekonomian. Sedangkan aset
keuangan merupakan klaim atas laba yang dihasilkan oleh aset riil. Pada penelitian ini
penulis hanya membahas investasi pada aset keuangan (financial assets) lebih
khususnya adalah saham.
2.2.2 Proses Investasi
Dalam melakukan sesuatu hal pasti akan ada proses, begitu juga dalam
berinvestasi. Proses investasi menunjukan bagaimana seharusnya investor membuat
keputusan investasi pada efek efek yang bisa dipasarkan, dan kapan dilakukan.
Menurut Halim (2003: 2), dalam proses investasi diperlukan tahapan sebagai berikut:
1. menentukan tujuan investasi
Ada tiga hal yang perlu dipertimbangkan dalam tahap ini, yaitu tingkat
pengembalian yang diharapkan, tingkat risiko, dan ketersediaan dana yang akan
diinvestasikan.
2. melakukan analisis
Dalam tahap ini investor melakukan analisis terhadap suatu efek atau
sekelompok efek. Salah satu tujuan penilaian ini adalah untuk mengidentifikasi

efek yang salah harga (mispriced), apakah harganya terlalu tinggi atau terlalu
rendah.
3. melakukan pembentukan portofolio
Dalam tahap ini dilakukan identifikasi terhadap efek efek mana yang akan
dipilih dan berapa proporsi dana yang akan diinvestasikan pada masing masing
efek tersebut. Efek yang dipilih dalam rangka pembentukan portofolio adalah
efek efek yang mempunyai koefisien korelasi negatif (mempunyai hubungan
yang berlawanan. Hal ini dilakukan karena dapat memperkecil risiko.
4. melakukan evaluasi kinerja portofolio
Dalam tahap ini dilakukan evaluasi atas kinerja portofolio yang telah dibentuk,
baik terhadap tingkat keuntungan yang diharapkan maupun terhadap risiko yang
ditanggung. Sebagai tolok ukur digunakan dua cara, yaitu: pertama measurement
adalah penilaian kinerja portofolio atas dasar assets yang telah ditanamkan
dalam portofolio tersebut, misalnya dengan menggunakan rate of return. Kedua
comparison adalah penilaian atas dasar pembandingan atas dua set portofolio
yang memiliki risiko yang sama.
5. melakukan revisi kinerja portofolio
Tahap ini merupakan tindak lanjut dari tahap evaluasi kinerja portofolio. Dari
hasil evaluasi inilah dilakukan revisi (perubahan) terhadap efek efek yang
membentuk portofolio tersebut jika dirasa bahwa komposisi portofolio yang
sudah dibentuk tidak sesuai dengan tujuan investasi, misalnya rate of return
lebih rendah dari yang disyaratkan.

2.3 Analisis Portofolio


Menurut Halim (2003:50), portofolio merupakan kombinasi atau gabungan atau
sekumpulan assets, baik berupa real assets maupun financial assets yang dimiliki oleh

investor. Tujuan dari pembentukan portofolio adalah untuk mengurangi risiko dengan
cara diversifikasi, yaitu menyebarkan sejumlah dana pada berbagai alternatif investasi
tentunya investasi tersebut

berkorelasi negatif. Portofolio diperlukan guna

memaksimalkan keuntungan dan meminimalkan risiko dengan cara mengombinasikan


investasinya pada beberapa assets.
2.3.1 Portofolio yang Efisien
Menurut Halim (2003:50), investor dapat menentukan kombinasi dari efek-efek
untuk membentuk portofolio, baik yang efisien maupun yang tidak efisien. Dalam hal
ini yang terpenting bagi investor adalah bagaimana menentukan portofolio yang dapat
memberikan tingkat keuntungan yang sama dengan risiko yang lebih rendah, atau
dengan risiko yang sama memberikan tingkat keuntungan yang lebih tinggi.

2.4 Risiko Investasi Pada Pasar Modal


Dalam konteks manajemen investasi, risiko merupakan besarnya penyimpangan
antara tingkat pengembalian yang diharapkan (expected return) dengan tingkat
pengembalian

yang

dicapai

secara

nyata

(actual

return).

Semakin

besar

penyimpangannya berarti semakin besar tingkat risikonya.


Apabila risiko dinyatakan sebagai seberapa jauh hasil yang diperoleh bisa
menyimpang dari hasil yang diharapkan, maka digunakan ukuran penyebaran. Alat
statistik yang digunakan sebagai ukuran penyebaran tersebut adalah varians atau deviasi
standar. Apabila dikaitkan dengan preferensi investor , maka investor dibedakan
menjadi tiga, yaitu:
1. investor yang suka terhadap risiko (risk seeker)
Investor yang suka terhadap risiko (risk seeker) merupakan investor yang
apabila dihadapkan pada dua pilihan investasi yang memberikan tingkat
pengembalian yang sama dengan risiko yang berbeda, maka ia lebih suka

mengambil investasi dengan risiko yang lebih besar. Biasanya investor jenis ini
bersikap agresif dan spekulatif dalam mengambil keputusan investasi.
2. Investor yang netral terhadap risiko (risk neutrality)
Investor yang netral terhadap risiko (risk neutrality) menilai prospek berisiko
hanya dari imbal hasil yang diharapkannya. Tingkat risiko tidak relevan bagi
investor yang netral terhadap risikoyang berarti tidak ada tuntutan imbalan dari
risiko yang ditanggung. Bagi investor ini, tingkat ekuivalen kepastian suatu
portofolio sama saja dengan tingkat imbal hasil yang diharapkan.
3. Investor yang tidak suka terhadap risiko (risk averter)
Investor yang tidak suka terhadap risiko (risk averter) merupakan investor yang
apabila dihadapkan pada dua pilihan investasi yang memberikan imbalan yang
sama dengan risiko yang berbeda, maka ia akan lebih suka mengambil investasi
dengan risiko yang lebih kecil. Biasanya investor jenis ini cenderung selalu
mempertimbangkan secara matang dan terencana atas keputusan investasinya.
2.4.1 Jenis jenis Risiko Investasi
Bila seorang individu maupun perusahaan melakukan investasi maka akan
dihadapkan pada risiko. Dalam konteks portofolio risiko dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. risiko sistematis (systematic risk)
2. risiko tidak sistematis (unsystematic risk)
Risiko sistematis (systematic risk) merupakan risiko yang tidak dapat
dihilangkan dengan melakukan diversifikasi, karena fluktuasi risiko ini dipengaruhi oleh
faktor faktor makro yang dapat mempengaruhi pasar secara keseluruhan. Misalnya
adanya perubahan tingkat suku bunga, kurs valas, kebijakan pemerintah. Sehingga
sifatnya umum dan berlaku bagi semua saham dalam bursa saham yang bersangkutan.
Risiko ini juga disebut undiversifiable risk.

Risiko tidak sistematis (unsystematic risk) merupakan risiko yang dapat


dihilangkan dengan melakukan diversifikasi, karena risiko ini hanya ada dalam satu
perusahaan atau industri tertentu. Fluktusi risiko ini besarnya berbeda beda antara satu
saham dengan saham lainnya. Karena perbedaan itulah maka masing masing saham
memiliki tingkat sensitifitas yang berbeda terhadap setiap perubahan pasar. Misalnya
struktur modal, struktur assets, tingkat likuiditas, tingkat keuntungan. Risiko ini juga
disebut divesifiable risk.
Ada beberapa jenis risiko investasi yang mungkin timbul dan perlu
dipertimbangkan dalam membuat keputusan investasi. Menurut Halim (2003: 47), risiko
tersebut adalah sebagai berikut:
1. risiko bisnis (business risk), merupakan risiko yang timbul akibat menurunnya
profitabilitas perusahaan emiten.
2. risiko likuiditas (liquidity risk), risiko ini berkaitan dengan kemampuan saham
yang bersangkutan untuk dapat segera diperjualbelikan tanpa mengalami kerugian
yang berarti.
3. risiko tingkat bunga (interest rate risk), merupakan risiko yang timbul akibat
perubahan tingkat bunga yang berlaku di pasar. Biasanya risiko ini berjalan
berlawanan dengan harga-harga instrumen pasar modal.
4. risiko pasar (market risk), merupakan risiko yang timbul akibat kondisi
perekonomian negara yang berubah-ubah yang dipengaruhi oleh resesi dan kondisi
perekonomian lain. Ketika security market index meningkat secara terus-menerus
selama jangka waktu tertentu, trend yang menaik ini disebut bull market.
Sebaliknya, ketika security market index menurun secara terus-menerus selama
jangka waktu tertentu, trend yang menurun ini disebut bear market. Dengan
kekuatan bull market dan bear market ini cenderung mempengaruhi semua saham
secara sistematis, sehingga imbalan pasar menjadi berfluktuasi.

5. risiko daya beli (purchasing power-risk), merupakan risiko yang timbul akibat
pengaruh perubahan tingkat inflasi, di mana perubahan ini akan menyebabkan
berkurangnya daya beli uang yang diinvestasikan maupun bunga yang diperoleh
dari investasi. Sehingga menyebabkan nilai riil pendapatan akan lebih kecil.
6. risiko mata uang (currency risk), merupakan risiko yang timbul akibat pengaruh
perubahan nilai tukar mata uang domestik (misalnya rupiah) dengan mata uang
negara lain (misalnya dollar Amerika).

2.5 Return Saham Dan Pengukurannya


Dalam

melakukan

investasi

seorang

investor

mengharapkan

tingkat

pengembalian tertentu sebagai imbalan dan mengambil risiko tertentu. Dalam konteks
manajemen investasi, return merupakan imbalan yang diperoleh dari investasi. Return
ini dibedakan menjadi dua, pertama return yang telah terjadi (actual return) yang
dihitung berdasarkan data histories, kedua return yang diharapkan (expected return)
akan diperoleh investor di masa yang akan datang. Menurut Halim (2003: 30),
komponen return meliputi:
a. capital gain (loss) merupaka keuntungan (kerugian) bagi investor yang
diperoleh dari kelebihan harga jual (harga beli) diatas harga beli (harga jual)
yang keduanya terjadi di pasar sekunder.
b. Yield merupakan pendapatan atau aliran kas yang diterima investor yang
diterima investor secara periodik, misalnya berupa dividen atau bunga. Yield
dinyatakan dari persentase dari modal yang ditanamkan.
Dari kedua komponen imbalan tersebut, selanjutnya dapat dihitung Return Total
dan Rate of Return sebagai berikut:

Return Total = capital gain (Loss) + dividend yield

Sehingga Rate of Return saham adalah sebagai berikut:

Cash Payment Received + Price Change Over the Period


Rate of Return =
Purchase Price of The Security

Sedangkan menurut Untung Wahyudi (2002) rate of return pasar dalam bentuk
formula sebagai berikut:

Rm =

(L t L t-1 )
L t-1

Di mana :
Rm
: return pasar
: indeks harga saham gabungan pada periode t
Lt
L t-1
: indeks harga saham gabungan pada periode sebelumnya (t-1)

2.6 Model Penilaian Aset Modal (Capital Asset Pricing Model - CAPM)
Model Penilaian harga aset modal merupakan sebuah alat untuk memprediksi
keseimbangan imbal hasil dari suatu aset berisiko. Dalam Bodie (2006: 356),
menginformasikan bahwa Markowitz meletakan fondasi manajemen portofolio modern
pada tahun 1952. Kemudian CAPM dikembangkan 12 tahun kemudian dalam artikel
Sharpe, Lintner, dan Mossin.

Model Penilaian Aset Modal (CAPM) merupakan model untuk menentukan


harga suatu aset. Model ini mendasarkan diri pada kondisi ekuilibrium. Dalam keadaan
ekuilibrium tingkat keuntungan yang disyaratkan (required return) oleh investor untuk
suatu saham akan dipengaruhi oleh risiko saham tersebut. Dalam hal ini risiko yang
diperhitungkan hanyalah risiko sistematis (systematic risk) atau risiko pasar yang diukur
dengan beta (). Sedangkan risiko yang tidak sistematis (unsystematic risk) tidak
relevan, karena risiko ini dapat dihilangkan dengan cara diversifikasi.
Menurut Brigham dan Houston yang diterjemahkan oleh Ali Akbar Yulianto
(2006: 239), Model ini didasarkan pada adanya dalil bahwa tingkat pengembalian yang
diharapkan dari suatu saham adalah sama dengan tingkat pengembalian bebas risiko
plus premi risiko yang hanya tinggal mencerminkan risiko yang tersisa setelah
dilakukan diversifikasi. Berikut ini merupakan model CAPM yang terdapat pada
literatur literatur ilmu finance:
Ri - Rf = + i (Rm Rf) +
Di mana:
Ri-Rf : imbalan saham pada perusahaan i
Rf
: imbalan aset bebas risiko
Rm
: imbalan pasar

: konstanta
i
: slope (kepekaan saham i terhadap premium)

: error
Dari formula tersebut menyatakan bahwa tingkat keuntungan yang diharapkan
dari suatu saham adalah tingkat keuntungan bebas risiko ditambah dengan premi risiko.
Semakin besar risiko saham tersebut, semakin tinggi premi risiko yang diharapkan dari
saham tersebut. Dengan demikian semakin tinggi pula tingkat keuntungan yang
diharapkan dari saham tersebut.
Ada beberapa asumsi asumsi pada model capital asset pricing model (CAPM).
Menurut Bodie, Kane, dan Markus (2006:356), adalah sebagai berikut:

1. Terdapat banyak investor,masing-masing dengan jumlah kekayaan yang sangat


kecil dibandingkan total kekayaan seluruh investor. Para investor adalah
penerimaan harga, yang berarti mereka akan bertindak sekalipun harga pasar
tidak akan dipengaruhi oleh perdagangan yang mereka lakukan. Ini merupakan
asumsi yang biasa digunakan dalam pasar persaingan sempurna pada ilmu
ekonomi mikro.
2. Seluruh investor merencanakan untuk satu periode investasi yang identik.
Perilaku ini merupakan pandangan jangka pendek karena mengabaikan apa
yang akan terjadi setelah akhir periode horizon waktu tunggal tersebut. Perilaku
dari pandangan jangka pendek ini jelas tidak optimal.
3. Investasi dibatasi hanya pada aset keuangan yang diperdagangkan secara umum
seperti saham dan obligasi,dan pada kesepakatan pinjaman dan pemberian
pinjaman yang bebas risiko. Asumsi ini mengeluarkan investasi pada aset yang
tidak diperdagangkan seperti pendidikan (modal manusia), perusahaan
perseorangan, dan aset- aset yang didanai pemerintah seperti lapangan udara.
Juga diasumsikan bahwa investor dapat meminjam dan meminjamkan dalam
jumlah berapa pun pada tingkat bunga yang tetap dan bebas risiko.
4. Investor tidak membayar pajak atas imbal hasil dan juga tidak terdapat biaya
transaksi(

komisi

atau

beban

lainnya)

atas

perdagangan

sekuritas.

Kenyataannya, kita tahu bahwa investor menghadapi tarif pajak yang berbeda
dan ini dapat mengarahkan jenis sekuritas dimana ia berinvestasi. Contohnya,
implikasi pajak mungkin berbeda tergantung pada apakah pendapatan itu
berasal dari bunga, dividen, atau keuntungan modal. Selain itu, tentu saja
perdagangan yang sesungguhnya menimbulkan biaya transaksi, dimana komisi
atau biaya jasa yang dikeluarkan tergantung pada besarnya perdagangan dan
posisi investor individu masing-masing.

5. Seluruh investor berusaha mengoptimalkan imbal hasil risiko yang rasional,


yang berarti mereka semua akan menggunakan model pemilihan portofolio
Markowitz.
6. Seluruh investor menganalisis sekuritas dengan cara yang sama dan mempunyai
pandangan ekonomi yang sama tentang dunia yang dihadapi. Hasilnya adalah
estimasi distribusi probabilitas arus kas yang sama dimasa yang akan datang
atas investasi pada suatu sekuritas. Dengan kata lain, untik setiap perangkat
harga sekuritas, mereka mendapatkan daftar masukan yang sama untuk
menggunakan model Markowitz (1952). Dengan harga sekuritas dan tingkat
bunga bebas risiko tertentu, seluruh investor akan menggunakan matriks imbal
hasil yang diharapkan dan kovarians yang sama dari imbal hasil sekuritas untuk
menghasilkan batasan yang efisien serta portofolio aset berisiko yang optimal.
Asumsi ini sering kali disebut sebagai keyakinan atau ekspektasi homogen
(homogenous expectation).
2.6.1 Garis Pasar Sekuritas (Security Market Line SML)
Menurut Halim (2003: 70), hubungan antara risk yang diukur dengan beta
dengan required return ditunjukkan oleh Garis Pasar Sekuritas (SML). Dalam hal ini
jika beta suatu saham dapat diukur dengan tepat, maka dalam keadaan equilibrium
required return juga dapat diperkirakan. Penaksirannya didasarkan pada hasil investasi
bebas risiko ditambah dengan premi risiko pasar dikalikan dengan beta.

Dengan demikian SML dapat dirumuskan sebagai berikut :


SML = Rf + (Rm Rf)
keterangan :
SML
Rf

: garis pasar sekuritas


: imbalan saham atas investasi bebas risiko


: kepekaan atas return saham i terhadap expected return market
Rm Rf
: premi risiko pasar
Koefisien beta dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut :

( XY) (X)(Y)

(X2) (X)2

Semakin besar koefisien , maka akan semakin peka excess return suatu saham
terhadap perubahan excess return portofolio pasar, sehingga saham itu akan semakin
berisiko. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa, tingkat return portofolio ditentukan
oleh risiko sistematis atau risiko pasar yang diukur dengan beta () dan tingkat return
pasar.
2.6.2 Garis Pasar Modal (Capital Market Line CML)
Menurut Halim (2003: 72), SML merupakan garis yang menghubungkan atau
risiko pasar dengan required return untuk semua saham, baik yang efisien maupun yang
tidak efisien. Sedangkan Garis Pasar Modal (CML) merupakan garis yang
menghubungkan antara risiko total yang diukur dengan standar deviasi () dengan
imbalan yang disyaratkan (required return) portofolio yang efisien saja.
Hubungan risiko total dengan imbalan yang disyaratkan (required return) pada
investasi yang efisien dinyatakan sebagai CML dan dirumuskan sebagai berikut :
CML = Rf +

Rf
{ RmSDm
}SDp

keterangan :
CML
: garis pasar modal
Rf
: imbalan atas investasi bebas risiko
SDm
: standar deviasi (total risk) pasar
SDp
: standar deviasi (total risk) portofolio
Rm Rf : premi risiko pasar

2.7 Teori Pembentukan Harga Arbitrase (Arbitrage Pricing Theory APT)


Capital asset pricing model bukanlah satu satunya teori yang mencoba
menjelaskan bagaimana suatu aktiva ditentukan harganya oleh pasar, atau bagaimana
menentukan tingkat keuntungan yang dipandang layak untuk suatu investasi. Pada tahun
1976 Stephen Ross merumuskan suatu teori yang disebut sebagai Arbitrage Pricing
Theory (APT). Jika pada CAPM analisis dimulai dari bagaimana pemodal membentuk
portofolio yang efisien, maka APT mendasarkan diri pada pemikiran yang sama sekali
berlainan. APT pada dasarnya menggunakan pemikiran yang menyatakan bahwa dua
kesempatan investasi yang mempunyai karakteristik yang identik sama tidaklah bisa
dijual dengan harga yang berbeda. Konsep yang dipergunakan adalah hukum satu harga.
Apabila aktiva yang berkarakteristik sama tersebut terjual dengan harga yang berbeda,
maka akan terdapat kesempatan untuk melakuan arbitrage dengan membeli aktiva yang
lebih murah dan pada saat yang sama menjualnya dengan harga yang lebih tinggi
sehingga memperoleh laba tanpa risiko.
Seperti CAPM, teori pembentukan harga arbitrase (Arbitrage Pricing Theory
APT) menekankan bahwa tingkat keuntungan yang diharapakan tergantung pada
pengaruh faktor faktor makro ekonomi dan tidak oleh risiko unik. Kita bisa
menganggap faktor faktor yang ada pada APT adalah portofolio pertofolio khusus
yang cenderung dipengaruhi oleh pengaruh bersama. Daya tarik APT adalah bahwa kita
tidak perlu mengidentifikasikan market portfolio (yang diperlukan untuk menghitung
beta dalam CAPM) disamping itu APT memungkinkan penggunaan lebih dari satu
faktor untuk menjelaskan tingkat keuntungan yang diharapkan. Menurut Suad Husnan
(1994: 224), APT akan sangat bermanfaat jika kita bisa:
1. mengidentifikasikan tidak terlalu banyak faktor faktor makro ekonomi,
2. mengukur expected return dari masing masing faktor tersebut,
3. mengukur kepekaan masing masing saham terhadap faktor faktor tersebut.

Model APT dapat menggunakan faktor faktor lebih dari satu. APT tidak
menjelaskan berapa faktor yang mempengaruhi atau seharusnya mempengaruhi tingkat
keuntungan.
Menurut Roll dan Ross dalam Suad Husnan (1994: 224), melaporkan
beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat keuntungan, yaitu:
1. perubahan inflasi yang tidak diantisipasi
2. perubahan produksi industri yang tidak diantisipasi
3. perubahan dalam premi risiko (perbedaan antara obligasi dengan grade yang
tinggi dengan yang rendah) yang tidak diantisipasi
4. perubahan slope dari kurva hasil (yield curve) yang tidak diantisipasi.
Dalam literatur ilmu finance formula model APT adalah sebagai berikut:

Ri Rf = + 1 1+ 2 2+ ......+ x x+

Keterangan:
Ri-Rf

1
2
x

: imbalan saham pada perusahaan i


: konstanta
: koefisien korelasi
: faktor ke 1
: faktor ke 2
: faktor ke x
: error

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa variabel makro ekonomi


yang sering dipakai untuk memprediksi imbalan aset dalam bulanan, yaitu perubahan
inflasi, tingkat suku bunga SBI, nilai tukar rupiah terhadap dollar.
2.7.1 Perubahan Tingkat Inflasi
Inflasi merupakan permasalahan perekonomian dalam bidang moneter yang
ditakuti oleh semua negara. Inflasi tidak akan memilih sasarannya apakah itu negara
maju atau pun negara berkembang. Perbedaannya hanya pada tingkat inflasi yang

dialami. Pengertian inflasi sering didefinisikan dengan kalimat yang berbeda beda
tetapi semuanya

mempunyai makan sama yaitu membicarakan mengenai barang

kebutuhan masyarakat yang harganya naik secara terus menerus. Dengan kata lain
inflasi diartikan sebagai suatu kecenderungan terjadinya kenaikan harga harga umum
secara terus menerus. Dari segi penyebab awal inflasi, inflasi dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. inflasi yang timbul karena permintaan masyarakat akan berbagai barang terlalu
kuat. Inflasi semacam ini disebut demand pull inflation.
2. inflasi yang timbul karena kenaikan ongkos produksi secara terus menerus.
Inflasi ini disebut dorongan ongkos atau cost push inflation.
3. inflasi permintaan dan penawaran, inflasi ini disebabkan kenaikan permintaan
di satu sisi dan penurunan penawaran di sisi lain. Kejadian ini akan menjadi
penyebab timbulnya karena orang yang menginginkan barang bertambah
sedangkan orang yang mau menjual barang berkurang.
Meningkatnya pertumbuhan inflasi merupakan suatu ancaman atau peluang bagi
perusahaan. Jika inflasi ditimbulakan oleh permintaan masyarakat yang terlalu kuat
(demand pull inflation) maka pendapatan perusahaan akan meningkat dan akhirnya akan
meningkatkan profitabilitas perusahaan. Jika inflasi ditimbulkan oleh kenaikan ongkos
produksi secara terus menerus (cost push inflation) maka biaya yang dikeluarkan
perusahaan akan meningkat.
Investor akan mengharapakan return yang relatif tinggi pada saat tingkat inflasi
sedang tinggi. Dan sebaliknya investor akan mengharpakan return relatif rendah jika
inflasi rendah. Menurut Jamli (2001), untuk mengukur pertumbuhan inflasi dapat
digunakan formula sebagai berikut:

( inflasi t inflasi t-1 )

pinflasi

inflasi t-1

Keterangan:
P inflasi
inflasi t
inflasi t-1

: perubahan inflasi
: inflasi pada periode ke t
: inflasi pada periode sebelum ke t

2.7.2 Perubahan Tingkat Suku Bunga BI Rate


Berbicara tentang BI rate maka akan berhubungan dengan bank Indonesia
selaku bank sentral yang ada di Indonesia. Bank Indonesia selaku bank sentral
merupakan otoritas moneter yang ada di Indonesia. Dengan demikian bank Indonesia
selaku bank sentral mempunyai tugas untuk memelihara agar sistem moneter dapat
bekerja secara efisien melalui kebijakan kebijakan yang dibuat oleh bank Indonesia.
BI rate itu sendiri merupakan salah satu kebijakan moneter bank Indonesia. Tujuan dari
kebijakan moneter adalah untuk mempengaruhi jumlah uang beredar atau tingkat bunga
yang wujud dalam perekonomian (Sukirno: 2002).
Para investor biasanya melihat BI rate sebagai patokan dalam berinvestasi pada
pasar modal. Karena BI rate merupakan imbalan bebas risiko sehingga menjadi tolak
ukur dalam pengembalian investasi. Nilai BI rate mempunyai hubungan yang terbalik
dengan return saham yang diharapkan . Jika suku bunga ini lebih tinggi daripada return
yang diarapkan maka investor akan memilih deposito sebagai pilihan investasinya.
Menurut Sasanti (2005), untuk mengetahui perubahan tingkat suku bunga SBI dapat
digunakan formula sebagai berikut:

(BI rate t BI rate t-1)


pSBI =
BI rate t-1

Keterangan:
pBI rate
BI ratet
BI ratet-1

: perubahan suku bunga BI rate


: suku bunga BI rate periode ke t
: suku bunga BI rate sebelum periode ke t

2.7.3 Perubahan ilai Tukar Atau Kurs


Kurs antara dua negara adalah harga di mana penduduk kedua negara saling
melakukan perdagangan. Hal ini disebabkan oleh adanya kebutuhan barang dari kedua
belah pihak tetapi mempunyai mata uang yang berbeda. Mankiw (2000: 192),
membedakan kurs menjadi dua, yaitu:
1. kurs nominal (nominal exchange rate) adalah harga relatif dari mata uang dua
negara.
2. kurs riil (real exchange rate) adalah harga relatif dari barang barang kedua
negara.
Fluktusi

kurs akan

berpengaruh terhadap

perusahaan

yang bisnisnya

menggunakan mata uang asing. Perubahan nilai tukar akhirnya akan mempengaruhi
arus kas yang diterima oleh perusahaan. Fluktuasi kurs juga akan mempengaruhi ekspor
impor suatu negara sehingga akan mempengaruhi neraca pembayaran. Neraca
pembayaran adalah suatu ringkasan pembukuan yang menunjukkan aliran pembayaran
yang dilakukan dari negara negara lain ke dalam negeri, dan dari dalam negeri ke
negara negara lain (Sukirno: 1999). Defisit dalam neraca pembayaran menimbulkan
beberapa akibat buruk terhadap kegiatan dan kestabilan ekonomi negara. Defisit sebagai
akibat impor yang berlebihan akan mengakibatkan penurunan dalam kegiatan ekonomi
dalm negeri karena konsumen menggantikan barang dalam negeri dengan barang impor.
Harga valas akan meningkat dan menyebabkan harga harga barang impor bertambah
mahal. Kegiatan ekonomi dalam negeri menurun, mengurangi kegairahan pengusaha
pengusaha untuk melakukan investasi dan membangun kegiatan usaha yang baru.

Dalam penelitian Dahlifah (2005) perubahan kurs dihitung dengan formula sebagai
berikut:

(Kurst Kurst-1)
pKurs =

Keterangan:
pKurs
Kurst
Kurst-1

Kurst-1

: perubahan kurs
: kurs periode ke t
: kurs sebelum periode ke t

2.8 Penelitian-Penelitian Sebelumnya


Hidayat, Ichsan, dan Syamsudin melakukan penelitian mengenai penggunaan
multi indeks model dalam estimasi tingkat pengembalian investasi saham di Indonesia.
Variabel dalam multi indeks ini antara lain: tingkat pengembalian pasar, tingkat inflasi,
suku bunga SBI, kurs US dolar terhadap rupiah, dan perubahan harga emas. Hasil dari
penelitian ini menunjukan dari variabel variabel multi indeks ini hanya tiga variabel
yang berpengaruh pengembalian saham, yaitu: tingkat pengembalian pasar, tingkat
inflasi, dan suku bunga SBI.
Joko Sangaji melakukan melakukan penelitian mengenai pengaruh nilai tukar
rupiah terhadap return saham LQ 45 dengan menerapkan model koreksi kesalahan.
Penelitian ini menggunakan saham saham LQ 45 periode Februari April 2003.
Dengan model koreksi kesalahan diperoleh adanya hubungan jangka panjang nilai tukar
rupiah terhadap dolar Amerika dengan return saham saham LQ 45 untuk periode
Februari April 2003.
Ignatia Martha melakukan penelitian faktor faktor yang mempengaruhi harga
saham di bursa efek Surabaya. Penelitian ini menggunakan saham saham perusahaan

makanan dan minuman yang go public di BES sampai tahun 2001. Variabel penelitian
ini menggunakan tingkat inflasi, earning per share, price earning ratio, dan volume
perdagangan saham. Hasil penelitian ini menunjukan tingkat inflasi dan EPS
berpengaruh secara nyata terhadap harga saham.
Gancar Candra Premananto dan Muhamad Madyan melakukan penelitian
tentang perbandingan keakuratan CAPM dengan APT dalam memprediksi tingkat
pendapatan industri manufaktur sebelum dan semasa krisis ekonomi. Hasil temuan ini
adalah CAPM lebih akurat dibandingkan APT pada masa sebelum krisis ekonomi dan
semasa krisis ekonomi tetapi keduanya masih kurang akurat dalam memprediksi
pendapatan saham industri manufaktur sebelum dan semasa krisis ekonomi.
Agus Sumanto melakukan penelitian tentang

validitas penggunaan CAPM

dalam memprediksi return saham di BEJ. Penelitian ini menggunakan seluruh saham
saham yang diperdagangkan di BEJ mulai tahun 1997 sampai tahun 2004. Hasil
penelitian ini menunjukan bahwa CAPM mempunyai validitas yang tinggi sebagai alat
pemrekdiksi return saham satu tahun ke depan, tetapi tidak valid jika data yang
digunakan pada saat pasar berada pada gejolak yang tinggi.
Retno Widya Sasanti dan Nurfauziah melakukan penelitian tentang faktor
faktor yang berimplikasi terhadap fluktuasi harga saham di BEJ. Penelitian ini
menggunakan saham saham industri manufaktur yang paling aktif selama periode
1998 sampai dengan 2000. Hasil penelitian ini menunjukan tingkat bunga deposito tidak
mempunyai pengaruh terhadap perubahan harga saham perusahaan manufaktur yang go
public di pasar modal Indonesia.
Arduino Cagnetti melakukan penelitian tentang perbandingan model CAPM
dengan APT. Penelitian ini menggunakan sampel 30 saham yang terdaftar di bursa
saham Italia. Periode penelitian ini adalah juni 1990 sampai dengan juni 2001. Hasil
penelitian ini menunjukan APT dengan faktor makroekonomi produksi industri,

perubahan inflasi yang diharapkan, inflasi yang tidak terduga, premi risiko dan struktur
tingkat bunga lebih baik daripada CAPM.

2.9 Kerangka Pemikiran


Dari Gambar 2.1 di bawah, tujuan dari penelitian ini adalah membandingkan
antara model penilaian aset modal (CAPM) dan teori arbitrase harga (APT) dalam
memprediksi imbalan saham perusahaan. Komponen dari metode CAPM adalah premi
pasar (Rm-Rf) yang terdiri dari imbalan pasar (Rm) dan premi bebas risiko (Rf).
Berdasarkan konsep APT pada penelitian Ario yang berkesimpulan bahwa perubahan
inflasi, perubahan suku bunga BI rate, dan perubahan nilai tukar berpengaruh signifikan
terhadap imbalan saham maka pada penelitian ini untuk konsep APT terdiri dari faktorfaktor makro, yaitu perubahan inflasi, perubahan tingkat suku binga BI rate, perubahan
nilai tukar atau kurs.
Pengujian terhadap kedua model (CAPM dan APT) tersebut dilakukan melalui
analisis regresi. Pergujian yang digunakan yaitu uji asumsi klasik, yang terdiri dari uji
normalitas, uji multikolinearitas, uji autokorelasi dan uji heteroskedastisitas. Dan uji
statistik yang digunakan adalah uji kekuatan model (adjusted R2), pengaruh variabel
bebas secara bersama-sama (F-test) dan pengaruh variabel bebas secara individual (ttest). Selain itu, digunakan pula paired sample t test, untuk menguji perbandingan dari
kedua model tersebut.

2.1 kerangka pemikiran


Premi risiko pasar
(Rm Rf)

CAPM

Uji asumsi klasik


- normalitas
- multikolinearitas
- autokorelasi
- heteroskedasitas
Analisis
regresi

Perubahan
Inflasi

Imbalan
saham
(Ri Rf)
Uji hipotesis
- Adjusted R2
- F-test
- t-test

Perubahan BI
rate
APT
Perubahan kurs

CAPM vs APT

2.10 Spesifikasi Model


Model Penilaian Aset Modal (CAPM)
Model CAPM yang akan digunakan adalah :

Ri - Rf = + i (Rm Rf) +

Ri-Rf
Rf
Rm

: imbalan saham pada perusahaan i


: imbalan aset bebas risiko
: imbalan pasar
: konstanta
: slope (kepekaan saham i terhadap premium)
: error

Teori Arbitrase Harga (APT)


Berdasarkan konsep APT pada penelitian Ario yang berkesimpulan bahwa
pertumbuhan inflasi, pertumbuhan suku bunga BI rate, dan pertumbuhan nilai tukar
berpengaruh signifikan terhadap imbalan saham maka pada penelitian ini untuk konsep
APT, maka pada penelitian ini spesifikasi modelnya adalah:

Ri Rf = + pInflasi + pBI Rate + pkurs +

Ri-Rf

pInflasi
pBI Rate
pkurs

: imbalan saham pada perusahaan i


: konstanta
: koefisien korelasi
: perubahan inflasi
: perubahan tingkat suku bunga SBI
: perubahan nilai tukar rupiah terhadap dolar
: error

2.11 Hipotesis Penelitian


Berdasarkan spesifikasi model CAPM dengan model APT, hipotesis yang ingin
dibuktikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Ho1

Faktor premi risiko pasar (Rm-Rf) pada model CAPM berpengaruh secara

signifikan terhadap imbalan saham


Ha1

: Faktor premi risiko pasar (Rm-Rf) pada model CAPM tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap imbalan saham.

Ho2

: Faktor perubahan inflasi, perubahan tingkat suku bunga BI rate, dan perubahan
nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika

berpengaruh secara signifikan

terhadap imbalan saham


Ha2

: Faktor perubahan inflasi, perubahan tingkat suku bunga BI rate, dan perubahan
nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap imbalan saham

Ha3

: ada perbedaan rata rata antara faktor premi risiko pasar dalam model CAPM
dengan faktor makro ekonomi (perubahan inflasi, tingkat suku bunga, nilai
tukar) dalam model APT terhadap imbalan saham.

Ho3

: tidak ada perbedaan rata rata antara faktor premi risiko pasar dalam model
CAPM dengan faktor makro ekonomi (perubahan inflasi, tingkat suku bunga,
nilai tukar) dalam model APT terhadap imbalan saham.

BAB III
METODE PEELITIA

3.1 Metode Yang Digunakan


Jenis penelitan yang digunakan adalah penelitian uji hipotesis. Hipotesis pada
dasarnya merupakan suatu anggapan yang mungkin benar, dan sering digunakan
sebagai dasar pembuatan keputusan/pemecahan persoalan ataupun untuk dasar
penelitian lebih lanjut. Suatu pengujian hipotesis ialah prosedur yang memungkinkan
keputusan dapat dibuat, yaitu keputusan menolak atau tidak menolak hipotesis yang
dipersoalkan/diuji. Penolakan suatu hipotesis berarti menyimpulkan bahwa hipotesis itu
salah, sedangkan menerima hipotesis semata mata mengimplikasikan bahwa kita tidak
mempunyai bukti untuk mempercayai sebaliknya (Supranto: 124).
Unit analisis pada penelitian ini adalah perusahaan pertambangan yang terdaftar
di bursa efek Indonesia. Unit analisis merujuk pada tingkat kesatuan data yang
dikumpulkan selama tahap analisis data (Sekaran: 173). Time horizone pada penelitian
adalah menggunakan basis bulanan selama 3 tahun dari tahun 2005 sampai dengan
tahun 2007. Jenis time horizone ini adalah longitudinal study, yaitu penelitian dimana

data diperoleh pada beberapa batas waktu untuk menjawab sebuah pertanyaan penelitian
(Sekaran: 238).
Variabel merupakan apa pun yang dapat membedakan atau mengubah nilai
(Sekaran: 249). Penelitian ini menggunakan variabel imbalan saham sebagai variabel
dependen (terikat) dan variabel premi risiko pasar, inflasi, tingkat suku bunga SBI, nilai
tukar rupiah terhadap dolar sebagai variabel independen (bebas).

3.2 Operasionalisasi Variabel

Tabel 3.1
Definisi Operasional Variabel
o
1

Variabel

Definisi Operasional

Imbalan saham Imbalan saham adalah capital


(Ri)
gain ditambah dengan dividen
yield.

Formula

skala

Ri = (Pt Pt-1) + DPS

Rasio

Pt-1
2

Imbalan aset Imbalan bebas risiko adalah


bebas
risiko tingkat suku bunga SBI
(Rf)
bulanan

Rf =

SBI t =12
12

Perubahan
tingkat inflasi

Perubahan tingkat inflasi


adalah pergerakan inflasi
bulanan
dari
1
bulan pInflasi =Inflasit Inflasit-1
Inflasit-1
sebelumnya.
Perubahan
Perubahan tingkat suku bunga
tingkat suku SBI adalah pergerakan suku
bunga SBI
bunga SBI bulanan dari 1 pSBI = SBI t SBI t-1
bulan sebelumnya.
SBIt-1

Perubahan
nilai tukar

Perubahan nilai tukar adalah


pergerakan kurs bulanan dari pKurs =
1 bulan sebelumnya.

Imbalan pasar Imbalan


pasar
(Rm)
pergerakan IHSG

adalah
bulanan Rm =

Kurst Kurst-1
Kurst-1

L t L t-1

Rasio

Rasio

Rasio

Rasio

Rasio

dari 1 bulan sebelumnya.

Lt-1

3.3 Populasi dan Sampel


Populasi adalah kelompok elemen yang lengkap, yang biasanya berupa orang,
objek, transaksi atau kejadian dimana kita tertarik untuk mempelajarinya atau menjadi
objek penelitian (Kuncoro: 103). Sedangkan sampel merupakan bagian dari populasi
(Wibisono: 41). Pada penelitian ini, populasi yang diambil adalah saham saham
industri pertambangan yang terdaftar di bursa efek indonesia. Jumlah populasi sebanyak
14 perusahaan.
Sampling adalah proses pemilihan sejumlah elemen dari populasi, sehingga
dengan mempelajari sampel dan memahami sifat atau karakteristik dari sampel, kita
dapat memperkirakan sifat atau karakteristik dari populasi (Wibisono: 42). S. Nasution
(2003), membagi sampling menjadi dua, yaitu yang memberi kemungkinan sama bagi
setiap unsur populasi untuk dipilih yang disebut probability sampling dan yang tidak
memberi kemungkinan sama bagi tiap unsur populasi untuk dipilih yang disebut nonprobability sampling.
Pada penelitian ini, pengambilan sampel disesuaikan dengan kriteria yang telah
ditentukan sebelumnya. Adapun kriterianya :
1. perusahaan yang telah menyertakan laporan keuangannya selama 3 tahun
berturut-turut, yaitu tahun 2005-2007 dimana perusahaan-perusahaan tersebut
telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia yang mempunyai data keuangan yang
lengkap dan dapat diandalkan kebenarannya pada tahun 2005-2007.
2. saham saham perusahan yang masuk dalam industri pertambangan selama
periode waktu pada periode Januari 2005 samai dengan Desember 2007 secara
berturut-turut dan konsisten.

Berdasarkan kriteria diatas, jumlah sampel yang memenuhi syarat adalah


sebanyak 8 perusahaan.

Tabel 3.2
Data Perusahaan yang Digunakan Sebagai Sampel
Nama Perusahaan

No

Kode

Tambang Batubara Bukit Asam Tbk.

PTBA

Bumi Resources Tbk.

BUMI

Medco Energi Internasional Tbk.

MEDC

Aneka Tambang Tbk.

ANTM

Intenational Nickel Indonesia Tbk.

INCO

Apexindo Pratama Duta Tbk.

APEX

Energi Mega Persada Tbk.

ENRG

Citatah Industri Marmer Tbk.

CTTH

Sumber : Pusat Referensi Pasar Modal

3.4 Metode Pengumpulan Data


Penelitian ini menggunakan data sekunder harga saham masing-masing
perusahaan yang terdaftar pada industri pertambangan. Selain harga saham yang
merupakan variabel dependen, penelitian ini juga menggunakan data-data tingkat suku
bunga SBI bulanan untuk mencari imbalan aset bebas risiko, IHSG untuk mencari
imbalan pasar, tingkat inflasi bulanan, serta nilai tukar mata uang rupiah terhadap dollar
Amerika sebagai variabel independen.
Data-data sekunder didapat langsung dari Bursa Efek Indonesia (BEI), website
Bank Indonesia (BI) sebagai sumber data untuk memperoleh harga saham, IHSG,
inflasi, tingkat suku bunga SBI, dan perubahan kurs dalam jangka waktu 3 tahun.

3.5 Pengujian Hipotesis

Sebelum melakukan pengujian hipotesis, terlebih dahulu data data penelitian


diuji menggunakan uji asumsi klasik. Pengujian dalam penelitian ini menggunakan
software SPSS (Statistical Package for Social Science) versi 13.0.

Uji asumsi kasik yang dilakukan adalah sebagai berikut:


a. Uji Normalitas
Setelah data diperoleh dan untuk selanjutnya dianalisis, terlebih dahulu data
diuji dengan menggunakan uji normalitas. Uji normalitas bertujuan agar diperoleh
data yang berdistribusi normal. Alat uji normalitas yang digunakan dalam penelitian
adalah One Sample Kolmogorov-Smirnov. Data dikatakan berdistribusi normal jika
nilai signifikansi yang diperoleh untuk variabel analisis lebih besar dari nilai
signifikansi yang ditetapkan (=5%).
b. Multikolinearitas
Adalah kondisi dimana terdapat korelasi yang signifikan antara dua variabel
atau lebih pada variabel independen di dalam regresi. Uji multikolinearitas bertujuan
untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel
bebas. Jika variabel bebas saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak
orthogonal. Variabel orthogonal adalah variabel bebas yang nilai korelasi antar
sesama variabel bebas sama dengan nol. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya
multikolineritas dalam model regresi adalah dengan melihat pada kolom koefisien
output SPSS. Deteksi multikolinearitas pada suatu model dapat dilihat jika nilai
Variance Inflation Factor (VIF) tidak lebih dari 10 dan nilai Tolerance tidak kurang
dari 0.1, maka model dapat dikatakan bebas dari multikolinearitas.
c. Autokorelasi

Didefinisikan sebagai korelasi linier antara anggota serangkaian observasi


yang diurutkan berdasarkan waktu atau ruang. Uji autokorelasi bertujuan menguji
apakah dalam suatu model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu
pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi
korelasi, maka dinamakan ada masalah autokorelasi. Untuk mengetahui ada atau
tidaknya autokorelasi dapat dilihat pada nilai Durbin-Watson (DW) pada hasil
regresi. Angka DW di bawah -2 berarti ada autokorelasi positif, angka DW -2
sampai +2 berarti tidak ada autokorelasi, angka DW diatas +2 berarti ada
autokorelasi negatif.
d. Heteroskedastisitas
Adalah kondisi dalam error antara waktu tidak memiliki varians yang sama.
Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Cara
memprediksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas pada suatu model dapat dilihat
dari pola gambar scatter plot model tersebut. Analisis pada gambar scatter plot yang
menyatakan model regresi linier berganda tidak terdapat heteroskedastisitas jika:
1. titik data menyebar diatas dan dibawah atau disekitar angka 0
2. titik-titik data tidak mengumpul hanya diatas atau dibawah saja
3. penyebaran titik-titik data tidak boleh membentuk pola bergelombang melebar
kemudian menyempit dan melebar kembali.
4. penyebaran titik-titik data sebaiknya tidak berpola

Setelah uji asumsi klasik dilakukan, pengujian dilanjutkan dengan


melakukan uji statistik. Uji statistik yang dilakukan sebagai berikut:

a. Kekuatan Model Regresi (Adjusted R2)


Adjusted R2 adalah koefisien determinasi, yaitu koefisien yang menjelaskan
berapa besar proporsi variasi dalam dependen yang dapat dijelaskan oleh variabelvariabel independen secara bersama-sama.
Adjusted R2 dapat memberikan penalti atau hukuman terhadap penambahan
varibel bebas yang tidak mampu menambah daya prediksi suatu model. Nilai
Adjusted R2 tidak akan pernah melebihi R2, bahkan dapat turun jika kita
memasukkan suatu variabel yang tidak perlu ke dalam model. Adjusted R2 Semakin
mendekati 1, maka model tersebut semakin baik karena hal ini berarti bahwa
variabel yang digunakan mampu menjelaskan hampir 100% dari variasi dalam
variabel dependen.
b. Pengaruh Variabel Independen terhadap Variabel Dependen secara Bersamasama (F-Test)
Uji model regresi (F-test) dilakukan untuk melihat pengaruh variabelvariabel independen secara keseluruhan terhadap variabel dependen, sehingga dapat
diketahui apakah model penelitian yang telah dirumuskan dapat diterapkan dalam
penelitian ini.
Uji model regresi dilakukan dengan menggunakan statistik F (F-statistic), di
mana hasil signifikansi dari F harus dibawah tingkat signifikansi () yang ditetapkan
yaitu 5%. Untuk mengetahui apakah variabel-variabel independen secara bersamasama mempengaruhi secara signifikan terhadap variabel dependen maka perlu
dilakukan F-Statistik. Hipotesis untuk pengujian tersebut adalah:
Ho

= variabel-variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi variabel


dependen.

Ha

= variabel-variabel independen secara bersama-sama tidak mempengaruhi


variabel dependen.

Pengambilan keputusan dalam pengujian ini adalah :


terima Ho, jika probabilitas < tingkat signifikansi (5%)
tolak Ho, jika probabilitas > tingkat signifikansi (5%)
c. Pengaruh Variabel Independen terhadap Variabel Dependen (t-test)
Uji hipotesis dilakukan untuk melihat pengaruh masing-masing variabel
independen terhadap variabel dependen. Pengujian hipotesis dapat dilakukan dengan
melihat nilai t-statistik dari setiap variabel independen. Hipotesis untuk pengujian
tersebut adalah sebagai berikut:
Ho

= variabel independen n berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.

Ha

= variabel independen n tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel


dependen.
Untuk mengetahui apakah Ho ditolak atau diterima maka perlu dibandingkan

antara probabilitas t-statistik masing-masing variabel independen dengan tingkat


nyata ().

Pengambilan keputusan dalam pengujian ini adalah:


terima Ho, jika probabilitas < tingkat signifikansi (5%)
tolak Ho, jika probabilitas > tingkat signifikansi (5%)
d. Perbandingan Model Regresi (Paired t sample test)
Uji perbandingan (paired sample t-test) dilakukan untuk menguji dua sampel
yang berpasangan, apakah mempunyai rata-rata yang secara nyata berbeda atau
tidak. Sampel berpasangan (paired sample) adalah sebuah sampel dengan subyek
yang sama namun mengalami dua perlakuan atau pengukuran yang berbeda.
Hipotesis yang digunakan dalam pengujian ini adalah :

Ho: tidak ada perbedaan rata - rata antara faktor premi risiko pasar dalam model
CAPM dengan faktor makro ekonomi (perubahan inflasi, tingkat suku bunga,
nilai tukar) dalam model APT terhadap imbalan saham.
Ha : ada perbedaan rata - rata antara faktor premi risiko pasar dalam model CAPM
dengan faktor makro ekonomi (perubahan inflasi, tingkat suku bunga, nilai
tukar) dalam model APT terhadap imbalan saham.
Pengambilan keputusan dalam pengujian ini adalah :
Jika probabilitas > tingkat signifikansi (5%), Ho diterima.
Jika probabilitas < tingkat signifikansi (5%), Ho ditolak.

BAB IV
AALISIS DA PEMBAHASA

4.1 Deskripsi Variabel Makro


Dalam penelitian ini, penulis menggunaan variabel makro seperti perubahan
inflasi, perubahan tingkat suku bunga SBI (BI rate), dan perubahan kurs rupiah terhadap
dolar Amerika. Dalam periode pengamatan variabel makro bersifat fluktuatif. Hal
tersebut seiiring dengan keadaaan ekonomi pada periode pengamatan.

Tabel 4.1
Deskripsi Variabel Makro
Inflasi

N
36

Minimum
.0527000

Maximum
.1838000

Mean
.100461111

Std. Deviation
.0458770922

SBI

36

.0742000

.1275000

.098808333

.0191355522

Kurs

36

9275

10810

9851.83

376.804

Valid N (listwise)

36
Sumber : Hasil output SPSS 13.0

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa inflasi tertinggi sebesar 18.38% terjadi
pada bulan November 2005 dan inflasi terendah sebesar 5.27% terjadi pada bulan
November 2006. Sedangkan tingkat suku bunga tertinggi sebesar 12.75% terjadi pada
bulan Januari dan Maret 2006 dan tingkat suku bunga terendah sebesar 7.42% yang

tejadi pada bulan Februari 2005. Rupiah melemah sebesar Rp 10810 terjadi pada
September 2005 dan Kurs rupiah terhadap dolar menguat sebesar Rp 9275 pada bulan
April 2006. Pergerakan variabel makro selama periode pengamatan secara terinci
disajikan dalam grafik berikut :

Gambar 4.1
Pergerakan Variabel Makroekonomi
Januari 2005 Desember 2007

kurs Rp terhadap $

suku bunga SBI


11000

0.14
0.12

10500

0.1
10000

0.08

Series1

Series 1
0.06

9500

0.04
9000

0.02
0

Dec-07

Jun-07

Sep-07

Mar-07

Dec-06

Jun-06

Sep-06

Mar-06

Dec-05

Jun-05

Sep-05

Mar-05

Dec-04

Dec-07

Jun-07

Sep-07

Mar-07

Dec-06

Jun-06

Sep-06

Mar-06

Dec-05

Jun-05

Sep-05

Mar-05

Dec-04

8500

inflasi
0.2000
0.1800
0.1600
0.1400
0.1200
0.1000
0.0800
0.0600
0.0400
0.0200
0.0000
Dec-07

Jun-07

Sep-07

Mar-07

Dec-06

Jun-06

Sep-06

Mar-06

Dec-05

Jun-05

Sep-05

Mar-05

Dec-04

Series1

Berdasarkan gambar 4.1 diatas, pergerakan suku bunga BI rate cenderung


bergerak di sekitar tingkatan tertentu yaitu 9.88% yang merupakan rata rata tingkat
suku bunga BI rate. Nilai kurs rupiah terhadap dolar Amerika cenderung dalam kisaran
Rp 9000 sampai dengan Rp 10000 per USD kecuali pada akhir tahun 2005 berkisar
antara Rp 10000 sampai dengan Rp 11000 per USD. Sedangkan inflasi mengalami
pergerakan yang fluktuatif. Lonjakan tertinggi terjadi pada akhir akhir tahun 2005
tepatnya pada bulan oktober. Kenaikan ini sebesar 0.974614 atau sekitar 97.46%.

4.2 Deskripsi Imbalan Saham


Tabel mengenai imbalan saham perusahaan, imbalan pasar, dan imbalan bebas
risiko disajikan sebagai berikut.

Tabel 4.2
Deskripsi Imbalan Saham, imbalan pasar, dan imbalan bebas risiko
PTBA

N
36

Minimum
-.1422100

Maximum
.4528300

Mean
.061671667

Std. Deviation
.1370916605

BUMI

36

-.1416700

.3950900

.058533333

.1325469465

MEDC

36

-.1824800

.2468200

.022235000

.1031536289

ANTM

36

-.2367000

.3886500

.075391667

.1475670495

INCO

36

-.1233500

.4136000

.062269167

.1168443896

ENRG

36

-.2195300

.4637100

.027541944

.1514131500

APEX
CTTH
Rm

36
36
36

-.1668600
-.2106200
-.1118244

.5540800
.7675000
.1204980

.045243611
.013656389
.029799400

.1391045694
.1785593934
.0526753016

Rf

36

.0061800

.0106300

.008235556

.0015952688

Valid N (listwise)

36
Sumber : Hasil output SPSS 13.0

Dari table 4.2, dapat dilihat bahwa secara rata-rata MEDC, ENRG, CTTH
ternyata memiliki rata rata imbalan saham di bawah imbalan pasar yang sebesar
2.98% walaupun demikian imbalan ini masih diatas imbalan bebas risiko yang sebesar
0.82%. Rata rata tertinggi dimliki ANTM sebesar 7.54% Akan tetapi risiko terbesar
(yang ditunjukkan oleh standar deviasi) ternyata dimiliki oleh CTTH sebesar 17.86%.
Peristiwa ini berlawanan dengan konsep high risk high return.

4.3 Pengaruh Premi Pasar terhadap Premi Saham Pada Model CAPM
4.3.1 Uji Asumsi Klasik : Uji ormalitas
Uji Normalitas dilakukan dengan Uji Kolmogorov-Smirnov. Interpretasi output
Kolmogorov-Smirnov bertujuan untuk mengetahui apakah variabel dependen (imbalan
saham) terdistribusi secara normal, dengan menggunakan level signifikansi () 5%. Bila

nilai risiko keputusan (Sig 2-tailed) > level signifikansi () 5%, maka data terdistribusi
secara normal.

Tabel 4.3
Ri - Rf
ANTM
BUMI
ENRG
MEDC
APEX
CTTH
INCO
PTBA

Hasil Uji Normalitas


KolmogorovAsymp. Sig.
Smirnov Z
(2-tailed)
0.468
0.981
0.553
0.920
0.657
0.782
0.790
0.561
0.676
0.750
0.976
0.297
0.848
0.468
1.117
0.165

Sumber : Hasil output SPSS 13.0

Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa seluruh imbalan perusahaan memiliki


nilai risiko keputusan > level signifikansi () 5%, berarti data terdistribusi secara
normal dan layak digunakan dalam penelitian.

4.3.2 Uji Asumsi Klasik : Uji Autokorelasi


Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam suatu model regresi linier
ada korelasi antara kesalahan penggangu pada periode t dengan kesalahan pada
periode t-1 (sebelumnya). Model regresi berganda yang baik adalah yang bebas dari
autokorelasi. Untuk mengetahui ada atau tidaknya autokorelasi dapat dilihat pada
nilai Durbin-Watson (DW) pada hasil regresi. Angka DW di bawah -2 berarti ada
autokorelasi positif, angka DW -2 sampai +2 berarti tidak ada autokorelasi, angka
DW diatas +2 berarti ada autokorelasi negatif.

Tabel 4.4
Hasil Uji Autokorelasi
Ri - Rf
ANTM
BUMI
ENRG
MEDC
APEX

Durbin-Watson
1.984
1.172
1.527
1.970
1.651

CTTH
INCO
PTBA

1.844
1.493
1.655

Sumber : Hasil output SPSS 13.0

Nilai Durbin-Watson untuk semua perusahaan dalam penelitian ini antara -2


sampai +2. Hal ini berarti tidak ada autokorelasi.

4.3.3 Uji Asumsi Klasik : Uji Heteroskedastisitas


Cara memprediksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas pada suatu model dapat
dilihat dari pola gambar scatter plot model tersebut. Analisis pada gambar scatter plot
yang menyatakan model regresi linier berganda tidak terdapat heteroskedastisitas jika:
5. titik data menyebar diatas dan dibawah atau disekitar angka 0
6. titik-titik data tidak mengumpul hanya diatas atau dibawah saja
7. penyebaran titik-titik data tidak boleh membentuk pola bergelombang melebar
kemudian menyempit dan melebar kembali.
8. penyebaran titik-titik data sebaiknya tidak berpola
Apabila model ini masih memiliki sifat heteroskedastisitas, maka nilai t-statistik dan Fstatistik menjadi tidak akurat.

Gambar 4.2
Uji Asumsi Klasik Heteroskedastisitas

Scatterplot

Regression Studentized Residual

Dependent Variable: ANTM


3

-1

-2
-3

-2

-1

Regression Standardized Predicted Value

Sumber : Hasil output SPSS 13.0

Berdasarkan gambar Scatterplot di atas (selengkapnya dapat dilihat di lampiran),


menunjukkan penyebaran titik-titik data sebagai berikut:
1. titik-titik data menyebar di atas dan di bawah atau di sekitar angka 0,
2. titik-titik data tidak mengumpul hanya di atas atau di bawah saja,
3. penyebaran titik-titik data tidak membentuk pola bergelombang melebar
kemudian menyempit dan kemudian melebar kembali,
4. penyebaran titik-titik data tidak berpola,
dapat disimpulkan bahwa model regresi linier berganda terbebas dari asumsi klasik
heteroskedastisitas dan layak digunakan dalam penelitian.

4.3.4 Uji Statistik : Kekuatan Model CAPM (R2)


Uji kekuatan model (R2) bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan
premi risiko dalam menjelaskan variabel imbalan saham. Uji kekuatan model ini
ditunjukkan oleh nilai koefisien determinasi, semakin mendekati 1 berarti variabelvariabel tersebut memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk

memprediksi variabel imbalan saham. Dari hasil perhitungan, maka didapat hasil
koefisien determinasi (kolom adjusted R square) sebagai berikut.

Tabel 4.5
Uji Koefisien Determinasi
Perusahaan

ANTM
BUMI
ENRG
MEDC
APEX
CTTH
INCO
PTBA

R Square

0.598
0.429
0.456
0.372
0.648
0.386
0.412
0.306

0.358
0.184
0.208
0.139
0.219
0.149
0.170
0.093

Adjusted
R Square
0.339
0.160
0.185
0.113
0.196
0.124
0.145
0.067

Std. Error of
the Estimate
0.1200
0.1215
0.1367
0.0971
0.1247
0.1671
0.1324
0.1324

Sumber : Hasil output SPSS 13.0

Dari tabel 4.5 dapat dilihat bahwa nilai Adjusted R Square tertinggi dimiliki
oleh ANTM. Hal ini memberikan informasi bahwa variabilitas premi pasar paling baik
dalam menjelaskan variabilitas imbalan saham ANTM. Sedangkan nilai Adjusted R
Square terendah dimiliki oleh PTBA. Hal ini memberikan informasi bahwa variabilitas
premi pasar tidak cukup baik dalam menjelaskan variabilitas dari imbalan saham PTBA.

4.3.5 Uji Statistik : Pengaruh Variabel Premi Pasar terhadap Imbalan Saham (FTest)
Uji simultan dengan F-Test ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh premi
risiko pasar terhadap imbalan saham. Hasil F-Test ini pada output SPSS dapat dilihat
pada tabel ANOVA. F-test digunakan dalam penelitian ini untuk dapat menjawab
hipotesis dalam penelitian ini.

Tabel 4.6
Hasil Uji Model Regresi (F-Test)
Perusahaan
ANTM
BUMI
ENRG
MEDC

F-stat
18.919
7.655
8.933
5.472

Prob.
0.000
0.009
0.005
0.025

APEX
CTTH
INCO
PTBA

9.554
5.958
6.942
3.506

0.004
0.020
0.013
0.070

Sumber : Hasil output SPSS 13.0

Tabel diatas menunjukkan nilai risiko keputusan dari semua perusahaan dalam
penelitian < level signifikansi 5% (terima Ho) kecuali pada PTBA. Artinya model
regresi dapat digunakan untuk memprediksi sebagian besar imbalan saham perusahaan
atau dapat disimpulkan bahwa faktor premi pasar berpengaruh secara signifikan
terhadap sebagian besar imbalan saham perusahaan pertambangan.

4.3.6 Uji Statistik : Pengaruh Premi Pasar terhadap Imbalan Saham (t-test)
Uji hipotesis ini bertujuan untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel premi
pasar secara individual terhadap imbalan saham serta untuk membuktikan hipotesis
dalam penelitian ini.

Tabel 4.7
Hasil Uji Hipotesis (t-test)
Perusahaan
ANTM
BUMI
ENRG
MEDC
APEX
CTTH
INCO
PTBA

Konstanta
0.039
0.035
-0.001
0.006
0.019
-0.015
0.043
0.044

Koefisien ()

t-stat

Prob.

1.678
1.081
1.313
0.730
1.239
1.311
0.915
0.797

4.350
2.767
2.989
2.339
3.091
2.441
2.635
1.873

0.000
0.009
0.005
0.025
0.004
0.020
0.013
0.070

Sumber : Hasil output SPSS 13.0

Tabel diatas menunjukkan nilai risiko keputusan dari semua perusahaan dalam
penelitian < level signifikansi 5% (terima Ho) kecuali pada PTBA. Artinya model
regresi dapat digunakan untuk memprediksi sebagian besar imbalan saham perusahaan
atau dapat disimpulkan bahwa faktor premi pasar berpengaruh secara signifikan
terhadap sebagian besar imbalan saham perusahaan.

4.4 Pengaruh Pertumbuhan Inflasi, BI Rate, Kurs terhadap Premi Pasar dalam
Teori Arbitrase Harga (APT)
4.4.1 Uji Asumsi Klasik : Uji ormalitas
Uji Normalitas dilakukan dengan Uji Kolmogorov-Smirnov. Interpretasi output
Kolmogorov-Smirnov bertujuan untuk mengetahui apakah variabel dependen (imbalan
saham) terdistribusi secara normal, dengan menggunakan level signifikansi () 5%. Bila
nilai risiko keputusan > level signifikansi () 5%, data terdistribusi secara normal.

Tabel 4.8
Ri Rf
ANTM
BUMI
ENRG
MEDC
APEX
CTTH
INCO
PTBA

Hasil Uji Normalitas


KolmogorovAsymp. Sig.
Smirnov Z
(2-tailed)
0.468
0.981
0.553
0.920
0.657
0.782
0.790
0.561
0.676
0.750
0.976
0.297
0.848
0.468
1.117
0.165

Sumber : Hasil output SPSS 13.0

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa seluruh perusahaan memiliki nilai


risiko keputusan > level signifikansi () 5%, berarti data terdistribusi secara normal dan
layak digunakan dalam penelitian.

4.4.2. Uji Asumsi Klasik : Uji Multikolinearitas


Uji multikolinearitas diperlukan untuk mengetahui ada atau tidaknya variabel
independen yang memiliki kemiripan dengan variabel lain dalam suatu model. Deteksi
multikolinearitas pada suatu model dapat dilihat jika nilai Variance Inflation Factor
(VIF) tidak lebih dari 10 dan nilai tolerance tidak kurang dari 0,1, maka model dapat
dikatakan terbebas dari multikolinearitas.

Uji asumsi klasik multikolinearitas dapat dideteksi dari output SPSS pada tabel
Coefficients sebagai berikut:

Tabel 4.9
Hasil Uji Multikolinearitas
Collinearity Statistics
Model
Tolerance
VIF
pInflasi
0.941
1.063
pSBI
0.924
1.083
pKurs
0.979
1.022
Sumber : Hasil output SPSS 13.0

Hasil uji melalui Variance Inflation Factors (VIF) pada tabel diatas
menunjukkan bahwa masing-masing variabel independen memiliki VIF tidak lebih dari
10 dan nilai tolerance tidak kurang dari 0,1. maka dapat dinyatakan model regresi linier
berganda terbebas dari asumsi klasik multikolinearitas dan dapat digunakan dalam
penelitian.

4.4.3 Uji Asumsi Klasik : Uji Autokorelasi


Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam suatu model regresi linier
ada korelasi antara kesalahan penggangu pada periode t dengan kesalahan pada
periode t-1 (sebelumnya). Model regresi berganda yang baik adalah yang bebas dari
autokorelasi. Untuk mengetahui ada atau tidaknya autokorelasi dapat dilihat pada
nilai Durbin-Watson (DW) pada hasil regresi. Angka DW di bawah -2 berarti ada
autokorelasi positif, angka DW -2 sampai +2 berarti tidak ada autokorelasi, angka
DW diatas +2 berarti ada autokorelasi negatif.

Tabel 4.10
Hasil Uji Autokorelasi
Ri Rf
ANTM
BUMI
ENRG
MEDC
APEX

DurbinWatson
1.957
1.110
1.462
1.934
1.987

CTTH
INCO
PTBA

1.914
1.550
1.404

Sumber : Hasil output SPSS 13.0

Nilai Durbin-Watson untuk semua perusahaan dalam penelitian ini antara -2


sampai +2. Hal ini berarti tidak ada autokorelasi.

4.4.4 Uji Asumsi Klasik : Uji Heteroskedastititas


Cara memprediksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas pada suatu model dapat
dilihat dari pola gambar scatter plot model tersebut. Analisis pada gambar scatter plot
yang menyatakan model regresi linier berganda tidak terdapat heteroskedastisitas jika:
1. titik data menyebar di atas dan di bawah atau di sekitar angka 0
2. titik-titik data tidak mengumpul hanya di atas atau di bawah saja
3. penyebaran titik-titik data tidak boleh membentuk pola bergelombang melebar
kemudian menyempit dan melebar kembali.
4. penyebaran titik-titik data sebaiknya tidak berpola

Uji heteroskedastisitas dapat dilihat dari output SPSS pada gambar scatterplot berikut

Gambar 4.6
Uji Asumsi Klasik Heteroskedastisitas

Scatterplot

Dependent Variable: ANTM

Regression Studentized Residual

-1

-2

-3
-2

-1

Regression Standardized Predicted Value

Sumber : Hasil output SPSS 13.0

Berdasarkan gambar Scatterplot di atas (selengkapnya dapat dilihat di lampiran),


menunjukkan penyebaran titik-titik data sebagai berikut:
1. titik-titik data menyebar di atas dan di bawah atau di sekitar angka 0
2. titik-titik data tidak mengumpul hanya di atas atau di bawah saja
3. penyebaran titik-titik data tidak membentuk pola bergelombang melebar
kemudian menyempit dan kemudian melebar kembali
4. penyebaran titik-titik data tidak berpola
dapat disimpulkan bahwa model regresi linier berganda untuk ANTM terbebas dari
asumsi klasik heteroskedastisitas dan layak digunakan dalam penelitian.

4.4.5 Kekuatan Model APT (R2)


Uji kekuatan model (R2) yang ditunjukkan oleh nilai koefisien determinasi
bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan variabel-variabel makro seperti
inflasi, tingkat suku bunga BI rate, kurs dalam menjelaskan variabel imbalan saham.
Semakin mendekati 1 berarti variabel-variabel tersebut memberikan hampir semua
informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variabel imbalan saham. Dari hasil

perhitungan, maka didapat hasil koefisien determinasi (kolom adjusted R square)


sebagai berikut:

Tabel 4.11
Uji Koefisien Determinasi
Perusahaan

R
Square

ANTM
BUMI
ENRG
MEDC
APEX
CTTH
INCO
PTBA

0.495
0.373
0.270
0.298
0.433
0.327
0.416
0.231

0.245
0.139
0.073
0.089
0.188
0.107
0.173
0.053

Adjusted
R Square
0.174
0.058
-0.014
0.004
0.112
0.023
0.095
-0.036

Std. Error of
the Estimate
0.1341
0.1286
0.1525
0.1030
0.1311
0.1765
0.1111
0.1395

Sumber : Hasil output SPSS 13.0

Dapat dilihat dari hasil di atas bahwa ternyata APT dengan menggunakan 3
variabel bebas tidak mampu menghasilkan model yang signifikan dalam menjelaskan
variabilitas imbalan saham perusahaan pertambangan.

4.4.6 Pengaruh Variabel Inflasi, BI Rate, dan Kurs terhadap Imbalan Saham
secara Bersama-sama (F-Test)
Uji simultan dengan F-Test ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh secara
bersama-sama variabel-variabel makro seperti inflasi, tingkat BI rate, kurs terhadap
variabel imbalan saham. Hasil F-Test ini pada output SPSS dapat dilihat pada tabel
ANOVA. F-test digunakan dalam penelitian ini untuk dapat menjawab hipotesis dalam
penelitian ini. Dari hasil perhitungan, didapat tabel seperti di bawah ini.

Tabel 4.12
Hasil Uji Model Regresi (F-test)
perusahaan
F-stat
Prob.
ANTM
3.460
0.028
BUMI
1.725
0.182

ENRG
MEDC
APEX
CTTH
INCO
PTBA

0.837
1.043
2.468
1.279
2.229
0.600

0.484
0.387
0.080
0.298
0.104
0.620

Sumber : Hasil output SPSS

Dari tabel 4.12 dapat dilihat bahwa hanya probabilitas ANTM lebih kecil dari
tingkat signifikasi 5% sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel inflasi, BI rate, dan
kurs secara bersama sama hanya mempengaruhi imbalan saham ANTM (Ho diterima).
Tetapi sebagian besar perusahaan mempunyai probabilitas lebih besar tingkat signifikasi
5% (Ho ditolak) sehingga dapat disimpulkan bahwa imbalan saham pertambangan tidak
dipengaruhi inflasi, BI rate, kurs secara bersama sama.

4.4.7 Pengaruh Variabel Inflasi, BI Rate, dan Kurs Terhadap Imbalan Saham (ttest)
Uji hipotesis ini bertujuan untuk mengetahui besarnya pengaruh variabelvariabel makro (pertumbuhan inflasi, BI Rate, dan kurs ) secara individual terhadap
imbalan saham serta untuk membuktikan hipotesis dalam penelitian ini. Jika nilai risiko
keputusan (pada kolom sig.) < level signifikansi 5%, maka variabel-variabel makro
tersebut berpengaruh secara individual terhadap variabel imbalan saham.

Tabel 4.13
Hasil Uji Hipotesis (t- test)
Perusahaan

ANTM

BUMI

Konstanta
Koefisien
t-stat
Prob.
Konstanta
Koefisien
t-stat
Prob.
Konstanta

pInflasi

pBI rate

pKurs

-0.217
-1.923
0.063

0.468
0.810
0.424

-2.812
-2.507
0.017

-0.117
-1.081
0.288

-0.531
-0.957
0.346

-1.875
-1.742
0.091

0.080

0.063

0.029

ENRG

Koefisien
t-stat
Prob.
Konstanta
0.022
Koefisien
MEDC
t-stat
Prob.
Konstanta
0.047
Koefisien
APEX
t-stat
Prob.
Konstanta
0.015
Koefisien
CTTH
t-stat
Prob.
Konstanta
0.067
INCO
Koefisien
t-stat
Prob.
Konstanta
0.063
Koefisien
PTBA
t-stat
Prob.
Sumber : Hasil Output SPSS 13.0

-0.053
-0.411
0.683

0.062
0.094
0.926

-1.939
-1.520
0.138

-0.005
-0.058
0.954

0.277
0.623
0.538

-1.331
-1.545
0.132

-0.002
-0.016
0.987

-0.134
-0.237
0.814

-2.980
-2.717
0.011

0.120
0.809
0.424

-0.846
-1.111
0.275

-2.394
-1.622
0.115

-0.092
-0.987
0.331

-0.892
-1.859
0.072

-1.251
-1.346
0.188

0.005
0.046
0.963

-0.204
0.339
0.737

-1.554
-1.332
0.192

Dari hasil t-test, faktor perubahan inflasi memiliki nilai probabilitas yang lebih
besar dari nilai signifikansinya. Hal ini berarti Ho ditolak dan Ha diterima. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa faktor perubahan inflasi tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap imbalan saham perusahaan pertmbangan.
Faktor perubahan BI rate memiliki nilai probabilita lebih besar dari nilai
signifikansinya. Hal ini berarti Ho ditolak dan Ha diterima. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa faktor perubahan BI Rate tidak berpengaruh secara signifikan terhadap imbalan
saham perusahaan.
Selanjutnya, faktor perubahan nilai tukar memiliki probabilita lebih kecil dari
nilai signifikansi (5%) hanya pada ANTM dan APEX (Ho diterima). Sedangkan pada
sebagian besar perusahaan memiliki probabilitas lebih besar dari nilai signifikansi (5%)
sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa faktor perubahan nilai tukar tidak
berpengaruh terhadap sebagian besar imbalan saham perusahaan pertambangan.

Perbandingan Model Penilaian Aset Modal (CAPM) dengan Teori Arbitrase


Harga (APT) dalam Mempengaruhi Imbalan Saham.
Untuk membandingkan kedua model ini perlu dilakukan analisis lebih lanjut
melalui uji paired sample t test. Uji ini mencari sejauh mana perbedaan antara
model CAPM dan APT. Jika nilai risiko keputusan < level signifikansi (5%),
terdapat perbedaan yang signifikan antara model CAPM dan APT.

Tabel 4.14
Paired Sample t test untuk F-test
Paired Differences
Std.
95% Confidence Interval
Error
of the Difference
Mean
Std.
Mean
Deviation
Lower
Upper
CAPM - APT
6.6623
3.9094
1.3822
3.3939
9.9306
Sumber : Hasil Output SSS 13.0

T
4.820

df
7

Sig.
(2tailed)
0.002

Dari tabel di atas, nilai probabilitas < nilai signifikansi 5%, yaitu 0.002 < 0.05
(Ho ditolak). Sehingga dapat disimpulkan bahwa rata-rata kedua model berbeda secara
signifikan nilai mean F-test untuk CAPM lebih baik sebesar 6.6623 daripada nilai F-test
untuk APT dengan 3 faktor makro.

Tabel 4.15
Paired Sample t Test untuk Adjusted R2
Paired Differences
Std.
95% Confidence Interval
Error
of the Difference
Mean
Std.
Lower
Upper
Mean
Deviation
CAPM APT
0.1141
0.0467
0.0165
0.0751
0.1532
Sumber : Hasil Output SSS 13.0

t
6.909

df
7

Sig. (2tailed)
0.000

Dari tabel di atas, nilai risiko keputusan lebih kecil dari nilai signifikansi 5%,
yaitu 0.000 < 0.05 (Ho ditolak). Sehingga dapat disimpulkan bahwa rata-rata kekuatan
model regresi (Adjusted R2) kedua model berbeda secara signifikan. Di mana nilai

Adjusted R2 untuk CAPM lebih baik sebesar 0.1141 daripada nilai Adjusted R2 APT
dengan 3 faktor.

BAB V
KESIMPULA DA SARA

5.1 Kesimpulan
Setelah melakukan analisis data, peneliti membuat beberapa kesimpulan untuk
menjawab hipotesis penelitian dan identifikasi masalah pada penelitian yang telah
diajukan pada bagian awal skripsi ini. Kesimpulan tersebut adalah sebagai berikut:
1. premi pasar pada model CAPM tidak berpengaruh terhadap imbalan saham
PTBA saja. Sedangkan pada sebagian besar imbalan saham pertambangan
dipengaruhi premi pasar. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sebagian besar
imbalan saham saham pertambangan dipengaruhi oleh premi pasar (Rm Rf).
2. faktor prubahan inflasi, BI rate, kurs pada model APT tidak bepengaruh secara
bersama sama

terhadap sebagian besar imbalan saham saham

pertambangan. Secara individual faktor perubahan inflasi dan perubahan BI rate


tidak berpengaruh terhadap imbalan saham pertambangan. Sedangkan
perubahan kurs hanya berpengaruh pada imbalan saham ANTM dan APEX
saja.

3. berdasarkan uji perbandingan yamg menggunakan paired sample t test dapat


diketahui bahwa model CAPM dengan APT tiga faktor mempunyai perbedaan
rata rata di mana CAPM mempunyai F-test dan adjusted R square lebih baik.
Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa premi pasar (Rm Rf)
adalah faktor yang lebih berpengaruh terhadap imbalan saham daripada 3 faktor
makroekonomi (inflasi, BI rate, Kurs). Hal ini memberikan informasi bahwa
model CAPM lebih baik daripada APT.

5.2 Saran
Peneliti menyarankan untuk penelitian selanjutnya, agar mempertimbangkan
beberapa hal berikut.
1. Penelitian ini belum menggunakan variabel makro yang lain (model APT)
karena kurangnya data yang dibutuhkan. Diharapkan peneliti berikutnya dapat
menggunakan atau menambah variabel makro yang lain pada model APT nya.
2. Karena dalam penelitian ini hanya menggunakan perusahaan-perusahaan
pertambangan dengan periode 3 tahun, diharapkan dalam penelitian berikutnya
dapat diperluas dengan memasukkan industri - industri lain dan dengan
memperpanjang periode penelitian.
3. Karena regresi belum dapat menghasilkan hasil yang baik, peneliti berikutnya
perlu menggunakan faktor analisis agar menghasilkan hasil yang lebih baik
dalam memprediksi saham.

Anda mungkin juga menyukai