Akuntansi-Prediksi Saham PDF
Akuntansi-Prediksi Saham PDF
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan
Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi
OLEH
M. IMAM MUSLIH
NIM 04110186
viii
PERSETUJUA
Skripsi yang berjudul
PERBADIGA MODEL CAPM DEGA APT DALAM MEMPREDIKSI
IMBALA SAHAM IDUSTRI PERTAMBAGA DI BURSA EFEK
IDOESIA
Oleh:
Nama
M. Imam Muslih
NIM
04110186
Program Studi
S1-Akuntansi
PEGESAHA
:
:
:
oleh
Nama
NIM
:
:
M. Imam Muslih
04110186
Anggota
Anggota
Mengetahui
Ketua Program Studi Akuntansi
PERYATAA
M. Imam Muslih
04110186
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan model CAPM dan model APT
dalam memprediksi imbalan saham industri pertambangan di Bursa Efek Indonesia.
Data yang digunakan adalah harga saham penutupan, capital gain dan dividen yield pada
tahun 2005-2007, IHSG, inflasi bulanan, tingkat suku bunga BI rate bulanan, dan nilai
tukar rupiah terhadap dollar Amerika. Penelitian ini mengambil populasi pada
perusahaan-perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Penelitian
ini menggunakan data sekunder dari Pusat Referensi Pasar Modal (PRPM) di Bursa
Efek Indonesia. Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan program SPSS
versi 13.0 dengan level signifikansi yang ditetapkan () sebesar 5%. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa pada model CAPM, nilai adjusted R2 berkisar antara 6.7% hingga
33.9%. Untuk F-test, faktor premi pasar tidak berpengaruh signifikan terhadap imbalan
saham hanya pada perusahaan PTBA, karena nilai risiko keputusan > level signifikansi
5%. Sedangkan pada model APT, faktor makroekonomi tidak dapat menjelaskan
imbalan saham perusahaan. Hal ini terlihat dari nilai adjusted R2 terbesar yang hanya
sebesar 17.4%. Dari hasil t-test, hanya perubahan nilai tukar yang merupakan faktor
yang signifikan dalam memprediksi imbalan saham ANTM dan APEX. Hal ini terlihat
dari nilai risiko keputusan yang lebih kecil dari level signifikansinya. Dari hasil uji
perbandingan diperoleh hasil bahwa selisih rata-rata F-test untuk model CAPM lebih
baik sebesar 6.6623 dibandingkan model APT. Dan selisih rata-rata adjusted R2 untuk
model CAPM lebih baik sebesar 0.1141. Sehingga dapat disimpulkan bahwa model
CAPM lebih baik daripada model APT dalam memprediksi imbalan saham perusahaan
pertambangan.
KATA PEGATAR
Bismillahirrahmanirrahim
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
nikmat dan kasih sayang yang tiada terkira sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini.
Adapun tujuan dari penyusunan skripsi ini adalah sebagai syarat untuk
menyelesaikan pendidikan Strata-1 Jurusan Akuntansi di ABFI Institut Perbanas Jakarta.
Berhasilnya penulis menyelesaikan penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari
bantuan dan dukungan beberapa pihak baik bantuan moril maupun materiil. Untuk itu
perkenankanlah penulis untuk mengucapkan terima kasih yang tulus kepada:
1. Kedua orangtuaku yang tiada henti-hentinya mendoakan dan memberikan semangat
penuh baik waktu maupun materi untuk keberhasilan putra keduanya.
2. Bapak Dr. Cyrillus Harinowo, selaku ketua ABFI Institut Perbanas Jakarta.
3. Bapak Niko Silitonga S.E., M.M., Ketua program studi Akuntansi ABFI Institut
Perbanas Jakarta.
4. Ibu Dra. Wiwiek Prihandini Ak., M.M., Pembimbing Skripsi yang telah
meluangkan waktunya dengan penuh kesabaran dalam memberikan bimbingan dan
saran kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.
5. Ibu Andayani Saputra B. Com, Pembimbing Akademik penulis
6. Seluruh Bapak dan Ibu dosen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Perbanas Jakarta yang
telah mengajarkan ilmunya kepada penulis.
7. Adik-adikku tersayang Sesit dan Jeky serta bang Ardi Yanto S.E & istri. yang selalu
menghadirkan kehangatan dalam keluarga.
8. Teman teman sekampung: Kontras, Scenk, Juru, sersan Nodo, Basir, Daruz, sersan
Icol, Budi Maksudi, de Oliph, mba Opie, Nutan yang tak ada kabar, ustadz Zaini,
Vampir, dan semua temen yang selalu hadir dari SDN 1 Gumalar sampe SMA 1
Slawi yang sudah melanglang buana ke seluruh kota di Indonesia.
9. Temen2 gokil sekampuz: Sandy, De2n, Dayat, Ncek, Platuck, Agus, Said, Viddy,
Djawa, Yanto, Manda, Youlee, Ari, Maria, Jerie, Ucup, Anggih, Yudist, Ayu, Dian
dan yang laen, khususnya nak2 angkatan 2004.
10. Temen temen yang tergabung dalam Total Chaos yang berubah dalam Evolution
Chaos terus menjadi Koes Ploes dan kemudian Rhoma Irama dan terakhir menjadi
Rocker Irama, akhirnya kita bisa peringkat tiga, I will miss the moment..!!
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dari skripsi ini namun semoga tetap
dapat bermanfaat bagi seluruh pembacanya, amin.
Penulis,
M. Imam Muslih
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penelitian
1.2
Identifikasi Masalah
1.3
Perumusan Masalah
1.4
Pembatasan Masalah
1.5
Tujuan Penelitian
1.6
Manfaat Penelitian
1.7
Sistematika Penulisan
BAB II LANDASAN TEORI
2.1
Pasar Modal
2.1.1 Definisi Pasar Modal
vi
viii
x
xii
1
1
5
5
6
7
7
8
10
10
10
12
13
13
14
15
16
16
17
19
21
24
25
26
28
30
31
32
34
37
38
39
39
40
41
43
43
49
49
51
52
52
53
54
55
56
57
58
58
58
59
60
62
63
64
66
68
68
69
71
73
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
40
42
49
4.2 Deskripsi Imbalan Saham, Imbalan Pasar, Dan Imbalan Bebas Risiko
51
52
53
55
56
57
58
59
60
62
63
64
66
66
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
36
50
54
61
BAB I
PEDAHULUA
kemudahan dalam aplikasi serta asumsi yang mendasari kedua model ini. Kedua model
ini adalah capital asset pricing model (CAPM) dan arbitrage pricing theory (APT).
Dalam memprediksi pendapatan saham yang diharapkan, ada dua model yang sering
kali digunakan para investor yaitu CAPM dan APT. Kedua model ini sampai saat ini
masih menjadi perdebatan para ahli manajemen keuangan tentang ketepatan model
tersebut dalam memprediksi tingkat pendapatan suatu saham (Madyan : 2004).
Model pertama adalah capital asset pricing model (CAPM). Model ini
diperkenalkan oleh Treynor, Sharpe, Lientner dan Mossin pada tahun 1960an. Model ini
mengasumsikan bahwa imbalan saham dipengaruhi oleh satu faktor, yaitu premi risiko
pasar. Model ini didasarkan pada adanya dalil bahwa tingkat pengembalian yang
diharapkan dari suatu saham adalah sama dengan tingkat pengembalian bebas risiko
plus premi risiko yang hanya tinggal mencerminkan risiko yang tersisa setelah
dilakukan diversifikasi (Eugene F. Brigham: 2006). CAPM mempunyai validitas yang
tinggi sebagai alat pemrediksi return saham satu tahun ke depan, tetapi tidak valid jika
data yang digunakan pada saat pasar berada dalam gejolak yang tinggi (Agus Sumanto:
2005)
Model yang kedua adalah arbitrage pricing theoryl (APT). Model ini
dikemukakan oleh Stephen Ross. Model APT dianggap lebih baik dari pada CAPM.
Jika CAPM memerlukan banyak asumsi maka sebaliknya APT lebih sedikit asumsi.
Asumsi utama dari APT adalah setiap investor, yang memiliki peluang untuk
meningkatkan return portofolionya tanpa meningkatkan risikonya, akan memanfaatkan
peluang tersebut. Pada model APT faktor faktor makro ekonomi seperti inflasi, tingkat
suku bunga, nilai tukar mata uang turut diperhitungkan dalam memprediksi return
saham. Meningkatnya laju inflasi bagaikan pisau bermata dua. Di satu sisi dapat
meningkatkan pendapatan dan di sisi lain akan meningkatkat biaya yang dikeluarkan
perusahaan. Jika peningkatan biaya lebih besar daripada peningkatan pendapatan maka
laba perusahaan akan menurun. Perubahan kurs mata uang akan mempengaruhi iklim
investasi karena perubahan kurs mata uang akan mempengaruhi perdagangan antar
negara. Tingkat suku bunga dijadikan patokan dalam perbandingan imbalan investasi
bila diinvestasikan pada sektor lain. Jika tingkat pengembalian investasi lebih tinggi dari
pada tingkat suku bunga maka investasi tersebut layak diterima.
Penelitian penelitian sebelumnya telah banyak dilakukan yang mengarah pada
perbandingan kedua model ini. Penelitian yang dilakukan Ario Dwi Hartanto (2007),
mengemukakan bahwa model CAPM merupakan model yang lebih baik untuk menduga
imbalan saham dari pada model APT. Penelitian sebelumnya juga dilakukan oleh
Muhammad Madyan (2004) yang mengemukakan bahwa model CAPM maupun APT
masih kurang akurat dalam memprediksi pendapatan saham industri manufaktur
sebelum dan semasa krisis ekonomi. Dari uraian diatas maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian lebih lanjut tentang perbandingan model CAPM dengan APT dan
tulisan ini diberi judul Perbandingan model CAPM dengan APT dalam
memprediksi imbalan saham industri pertambangan di bursa efek Indonesia.
tanpa
pengembalian saham lebih banyak dari pada model CAPM. Kedua model tersebut pada
dasarnya dapat memprediksi tingkat pengembalian yang diharapkan investor, namun
berbeda dalam variabel yang digunakan.
: PENDAHULUAN
Dalam bab ini penulis mengemukakan latar belakang masalah,
identifikasi
masalah,
perumusan,
pembatasan
masalah,
tujuan
: LANDASAN TEORI
Pada bab ini penulis akan menjabarkan teori-teori mengenai pasar
modal, investasi, analisis portofolio, risiko investasi, return saham dan
return pasar serta pengukurannya, CAPM, garis pasar sekuritas, garis
pasar modal, APT, perubahan inflasi, perubahan tingkat suku bunga,
perubahan kurs, penelitian penelitian sebelumnya, kerangka
pemikiran, spesifikasi model dan hipotesis penelitian.
BAB III
: METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini membahas tentang jenis penelitian yang digunakan, populasi
dan sampel penelitian, jenis dan sumber data, model penelitian yang
digunakan, definsi operasional variabel, hipotesis, teknik analisis data.
BAB IV
Bab ini berisikan penjelasan umum tentang pasar modal dan analisa
tentang deskripsi variabel makro, deskripsi imbalan saham perusahaan,
pengaruh premi pasar terhadap premi saham, pengaruh perubahan
inflasi, BI rate, nilai tukar, serta perbandingan model CAPM dan APT.
BAB V
BAB II
LADASA TEORI
1548/KMK/90, tentang peraturan pasar modal, dikutip dari Sunariyah (2000:5) adalah
suatu sistem keuangan yang terorganisasi, termasuk di dalamnya adalah bank-bank dan
semua lembaga perantara di bidang keuangan, serta keseluruhan surat-surat berharga
yang beredar. Menurut David L. Scott yang dikutip dari Dahlan Siamat (2004:249)
pasar modal adalah pasar untuk dana jangka panjang di mana saham biasa, saham
preferen dan obligasi diperdagangkan. Sedangkan menurut Brigham dan Houston
(2004:150), adalah pasar untuk saham saham jangka panjang dan jangka menengah
perusahaan.
Dari definisi definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pasar modal
merupakan pasar dimana dana jangka panjang diperjualbelikan. Adanya pasar modal
disebabkan oleh adanya pihak yang kelebihan dana dan pihak yang kekurangan dana.
Pihak yang kekurangan dana dapat menerbitkan surat berharga yang berupa saham
maupun obligasi yang bersifat jangka panjang. Sehingga pasar modal itu sendiri
merupakan media yang mempertemukan pihak yang kekurangan dan kelebihan dana.
Pasar modal mempunyai peranan penting dalam suatu negara. Hampir semua
negara mempunyai pasar modal. Menurut Sunariyah (2000:7), seberapa besar peranan
pasar modal pada suatu negara dapat di lihat dari 5 (lima) aspek berikut ini:
1. sebagai fasilitas melakukan interaksi antara pembeli dan penjual untuk
menetukan harga saham atau surat berharga yang diperjualbelikan.
2. pasar modal memberikan kesempatan kepada para investor untuk memperoleh
hasil (return) yang diharapkan.
3. pasar modal memberi kesempatan kepada investor untuk menjual kembali
saham yang dimilikinya atau surat berharga lainnya.
4. pasar modal menciptakan kesempatan kepada masyarakat untuk berpartisipasi
dalam perkembangan suatu perekonomian.
5. pasar modal mengurangi biaya informasi dan transaksi surat berharga.
2.2 Investasi
2.2.1 Definisi Investasi
Banyak pakar mendefinisikan investasi, dari definisi tersebut mempunyai makna
yang sama tetapi dengan kata kata yang berbeda. Menurut Sharpe yang diterjemahkan
oleh Pristina Hermastuti (2005: 1) investasi dalam arti luas, berarti mengorbankan dolar
sekarang untuk dolar pada masa depan. Sedangkan menurut Halim (2003: 2) investasi
pada hakikatnya merupakan penempatan sejumlah dana pada saat ini untuk memperoleh
keuntungan di masa datang.
Dari definisi diatas dapat diketahui bahwa dengan berinvestasi, seorang individu
ataupun perusahaan akan membelanjakan uangnya saat ini dengan berharap akan
mendapatkan keuntungan yang lebih besar di masa mendatang. Investasi dapat
dilakukan pada aset riil (real assets) seperti tanah, bangunan, emas atau pada aset
keuangan (financial assets) seperti saham dan obligasi. Aset riil itu sendiri digunakan
untuk memproduksi barang dan jasa dalam suatu perekonomian. Sedangkan aset
keuangan merupakan klaim atas laba yang dihasilkan oleh aset riil. Pada penelitian ini
penulis hanya membahas investasi pada aset keuangan (financial assets) lebih
khususnya adalah saham.
2.2.2 Proses Investasi
Dalam melakukan sesuatu hal pasti akan ada proses, begitu juga dalam
berinvestasi. Proses investasi menunjukan bagaimana seharusnya investor membuat
keputusan investasi pada efek efek yang bisa dipasarkan, dan kapan dilakukan.
Menurut Halim (2003: 2), dalam proses investasi diperlukan tahapan sebagai berikut:
1. menentukan tujuan investasi
Ada tiga hal yang perlu dipertimbangkan dalam tahap ini, yaitu tingkat
pengembalian yang diharapkan, tingkat risiko, dan ketersediaan dana yang akan
diinvestasikan.
2. melakukan analisis
Dalam tahap ini investor melakukan analisis terhadap suatu efek atau
sekelompok efek. Salah satu tujuan penilaian ini adalah untuk mengidentifikasi
efek yang salah harga (mispriced), apakah harganya terlalu tinggi atau terlalu
rendah.
3. melakukan pembentukan portofolio
Dalam tahap ini dilakukan identifikasi terhadap efek efek mana yang akan
dipilih dan berapa proporsi dana yang akan diinvestasikan pada masing masing
efek tersebut. Efek yang dipilih dalam rangka pembentukan portofolio adalah
efek efek yang mempunyai koefisien korelasi negatif (mempunyai hubungan
yang berlawanan. Hal ini dilakukan karena dapat memperkecil risiko.
4. melakukan evaluasi kinerja portofolio
Dalam tahap ini dilakukan evaluasi atas kinerja portofolio yang telah dibentuk,
baik terhadap tingkat keuntungan yang diharapkan maupun terhadap risiko yang
ditanggung. Sebagai tolok ukur digunakan dua cara, yaitu: pertama measurement
adalah penilaian kinerja portofolio atas dasar assets yang telah ditanamkan
dalam portofolio tersebut, misalnya dengan menggunakan rate of return. Kedua
comparison adalah penilaian atas dasar pembandingan atas dua set portofolio
yang memiliki risiko yang sama.
5. melakukan revisi kinerja portofolio
Tahap ini merupakan tindak lanjut dari tahap evaluasi kinerja portofolio. Dari
hasil evaluasi inilah dilakukan revisi (perubahan) terhadap efek efek yang
membentuk portofolio tersebut jika dirasa bahwa komposisi portofolio yang
sudah dibentuk tidak sesuai dengan tujuan investasi, misalnya rate of return
lebih rendah dari yang disyaratkan.
investor. Tujuan dari pembentukan portofolio adalah untuk mengurangi risiko dengan
cara diversifikasi, yaitu menyebarkan sejumlah dana pada berbagai alternatif investasi
tentunya investasi tersebut
yang
dicapai
secara
nyata
(actual
return).
Semakin
besar
mengambil investasi dengan risiko yang lebih besar. Biasanya investor jenis ini
bersikap agresif dan spekulatif dalam mengambil keputusan investasi.
2. Investor yang netral terhadap risiko (risk neutrality)
Investor yang netral terhadap risiko (risk neutrality) menilai prospek berisiko
hanya dari imbal hasil yang diharapkannya. Tingkat risiko tidak relevan bagi
investor yang netral terhadap risikoyang berarti tidak ada tuntutan imbalan dari
risiko yang ditanggung. Bagi investor ini, tingkat ekuivalen kepastian suatu
portofolio sama saja dengan tingkat imbal hasil yang diharapkan.
3. Investor yang tidak suka terhadap risiko (risk averter)
Investor yang tidak suka terhadap risiko (risk averter) merupakan investor yang
apabila dihadapkan pada dua pilihan investasi yang memberikan imbalan yang
sama dengan risiko yang berbeda, maka ia akan lebih suka mengambil investasi
dengan risiko yang lebih kecil. Biasanya investor jenis ini cenderung selalu
mempertimbangkan secara matang dan terencana atas keputusan investasinya.
2.4.1 Jenis jenis Risiko Investasi
Bila seorang individu maupun perusahaan melakukan investasi maka akan
dihadapkan pada risiko. Dalam konteks portofolio risiko dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. risiko sistematis (systematic risk)
2. risiko tidak sistematis (unsystematic risk)
Risiko sistematis (systematic risk) merupakan risiko yang tidak dapat
dihilangkan dengan melakukan diversifikasi, karena fluktuasi risiko ini dipengaruhi oleh
faktor faktor makro yang dapat mempengaruhi pasar secara keseluruhan. Misalnya
adanya perubahan tingkat suku bunga, kurs valas, kebijakan pemerintah. Sehingga
sifatnya umum dan berlaku bagi semua saham dalam bursa saham yang bersangkutan.
Risiko ini juga disebut undiversifiable risk.
5. risiko daya beli (purchasing power-risk), merupakan risiko yang timbul akibat
pengaruh perubahan tingkat inflasi, di mana perubahan ini akan menyebabkan
berkurangnya daya beli uang yang diinvestasikan maupun bunga yang diperoleh
dari investasi. Sehingga menyebabkan nilai riil pendapatan akan lebih kecil.
6. risiko mata uang (currency risk), merupakan risiko yang timbul akibat pengaruh
perubahan nilai tukar mata uang domestik (misalnya rupiah) dengan mata uang
negara lain (misalnya dollar Amerika).
melakukan
investasi
seorang
investor
mengharapkan
tingkat
pengembalian tertentu sebagai imbalan dan mengambil risiko tertentu. Dalam konteks
manajemen investasi, return merupakan imbalan yang diperoleh dari investasi. Return
ini dibedakan menjadi dua, pertama return yang telah terjadi (actual return) yang
dihitung berdasarkan data histories, kedua return yang diharapkan (expected return)
akan diperoleh investor di masa yang akan datang. Menurut Halim (2003: 30),
komponen return meliputi:
a. capital gain (loss) merupaka keuntungan (kerugian) bagi investor yang
diperoleh dari kelebihan harga jual (harga beli) diatas harga beli (harga jual)
yang keduanya terjadi di pasar sekunder.
b. Yield merupakan pendapatan atau aliran kas yang diterima investor yang
diterima investor secara periodik, misalnya berupa dividen atau bunga. Yield
dinyatakan dari persentase dari modal yang ditanamkan.
Dari kedua komponen imbalan tersebut, selanjutnya dapat dihitung Return Total
dan Rate of Return sebagai berikut:
Sedangkan menurut Untung Wahyudi (2002) rate of return pasar dalam bentuk
formula sebagai berikut:
Rm =
(L t L t-1 )
L t-1
Di mana :
Rm
: return pasar
: indeks harga saham gabungan pada periode t
Lt
L t-1
: indeks harga saham gabungan pada periode sebelumnya (t-1)
2.6 Model Penilaian Aset Modal (Capital Asset Pricing Model - CAPM)
Model Penilaian harga aset modal merupakan sebuah alat untuk memprediksi
keseimbangan imbal hasil dari suatu aset berisiko. Dalam Bodie (2006: 356),
menginformasikan bahwa Markowitz meletakan fondasi manajemen portofolio modern
pada tahun 1952. Kemudian CAPM dikembangkan 12 tahun kemudian dalam artikel
Sharpe, Lintner, dan Mossin.
: konstanta
i
: slope (kepekaan saham i terhadap premium)
: error
Dari formula tersebut menyatakan bahwa tingkat keuntungan yang diharapkan
dari suatu saham adalah tingkat keuntungan bebas risiko ditambah dengan premi risiko.
Semakin besar risiko saham tersebut, semakin tinggi premi risiko yang diharapkan dari
saham tersebut. Dengan demikian semakin tinggi pula tingkat keuntungan yang
diharapkan dari saham tersebut.
Ada beberapa asumsi asumsi pada model capital asset pricing model (CAPM).
Menurut Bodie, Kane, dan Markus (2006:356), adalah sebagai berikut:
komisi
atau
beban
lainnya)
atas
perdagangan
sekuritas.
Kenyataannya, kita tahu bahwa investor menghadapi tarif pajak yang berbeda
dan ini dapat mengarahkan jenis sekuritas dimana ia berinvestasi. Contohnya,
implikasi pajak mungkin berbeda tergantung pada apakah pendapatan itu
berasal dari bunga, dividen, atau keuntungan modal. Selain itu, tentu saja
perdagangan yang sesungguhnya menimbulkan biaya transaksi, dimana komisi
atau biaya jasa yang dikeluarkan tergantung pada besarnya perdagangan dan
posisi investor individu masing-masing.
: kepekaan atas return saham i terhadap expected return market
Rm Rf
: premi risiko pasar
Koefisien beta dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut :
( XY) (X)(Y)
(X2) (X)2
Semakin besar koefisien , maka akan semakin peka excess return suatu saham
terhadap perubahan excess return portofolio pasar, sehingga saham itu akan semakin
berisiko. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa, tingkat return portofolio ditentukan
oleh risiko sistematis atau risiko pasar yang diukur dengan beta () dan tingkat return
pasar.
2.6.2 Garis Pasar Modal (Capital Market Line CML)
Menurut Halim (2003: 72), SML merupakan garis yang menghubungkan atau
risiko pasar dengan required return untuk semua saham, baik yang efisien maupun yang
tidak efisien. Sedangkan Garis Pasar Modal (CML) merupakan garis yang
menghubungkan antara risiko total yang diukur dengan standar deviasi () dengan
imbalan yang disyaratkan (required return) portofolio yang efisien saja.
Hubungan risiko total dengan imbalan yang disyaratkan (required return) pada
investasi yang efisien dinyatakan sebagai CML dan dirumuskan sebagai berikut :
CML = Rf +
Rf
{ RmSDm
}SDp
keterangan :
CML
: garis pasar modal
Rf
: imbalan atas investasi bebas risiko
SDm
: standar deviasi (total risk) pasar
SDp
: standar deviasi (total risk) portofolio
Rm Rf : premi risiko pasar
Model APT dapat menggunakan faktor faktor lebih dari satu. APT tidak
menjelaskan berapa faktor yang mempengaruhi atau seharusnya mempengaruhi tingkat
keuntungan.
Menurut Roll dan Ross dalam Suad Husnan (1994: 224), melaporkan
beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat keuntungan, yaitu:
1. perubahan inflasi yang tidak diantisipasi
2. perubahan produksi industri yang tidak diantisipasi
3. perubahan dalam premi risiko (perbedaan antara obligasi dengan grade yang
tinggi dengan yang rendah) yang tidak diantisipasi
4. perubahan slope dari kurva hasil (yield curve) yang tidak diantisipasi.
Dalam literatur ilmu finance formula model APT adalah sebagai berikut:
Ri Rf = + 1 1+ 2 2+ ......+ x x+
Keterangan:
Ri-Rf
1
2
x
dialami. Pengertian inflasi sering didefinisikan dengan kalimat yang berbeda beda
tetapi semuanya
kebutuhan masyarakat yang harganya naik secara terus menerus. Dengan kata lain
inflasi diartikan sebagai suatu kecenderungan terjadinya kenaikan harga harga umum
secara terus menerus. Dari segi penyebab awal inflasi, inflasi dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. inflasi yang timbul karena permintaan masyarakat akan berbagai barang terlalu
kuat. Inflasi semacam ini disebut demand pull inflation.
2. inflasi yang timbul karena kenaikan ongkos produksi secara terus menerus.
Inflasi ini disebut dorongan ongkos atau cost push inflation.
3. inflasi permintaan dan penawaran, inflasi ini disebabkan kenaikan permintaan
di satu sisi dan penurunan penawaran di sisi lain. Kejadian ini akan menjadi
penyebab timbulnya karena orang yang menginginkan barang bertambah
sedangkan orang yang mau menjual barang berkurang.
Meningkatnya pertumbuhan inflasi merupakan suatu ancaman atau peluang bagi
perusahaan. Jika inflasi ditimbulakan oleh permintaan masyarakat yang terlalu kuat
(demand pull inflation) maka pendapatan perusahaan akan meningkat dan akhirnya akan
meningkatkan profitabilitas perusahaan. Jika inflasi ditimbulkan oleh kenaikan ongkos
produksi secara terus menerus (cost push inflation) maka biaya yang dikeluarkan
perusahaan akan meningkat.
Investor akan mengharapakan return yang relatif tinggi pada saat tingkat inflasi
sedang tinggi. Dan sebaliknya investor akan mengharpakan return relatif rendah jika
inflasi rendah. Menurut Jamli (2001), untuk mengukur pertumbuhan inflasi dapat
digunakan formula sebagai berikut:
pinflasi
inflasi t-1
Keterangan:
P inflasi
inflasi t
inflasi t-1
: perubahan inflasi
: inflasi pada periode ke t
: inflasi pada periode sebelum ke t
Keterangan:
pBI rate
BI ratet
BI ratet-1
kurs akan
berpengaruh terhadap
perusahaan
yang bisnisnya
menggunakan mata uang asing. Perubahan nilai tukar akhirnya akan mempengaruhi
arus kas yang diterima oleh perusahaan. Fluktuasi kurs juga akan mempengaruhi ekspor
impor suatu negara sehingga akan mempengaruhi neraca pembayaran. Neraca
pembayaran adalah suatu ringkasan pembukuan yang menunjukkan aliran pembayaran
yang dilakukan dari negara negara lain ke dalam negeri, dan dari dalam negeri ke
negara negara lain (Sukirno: 1999). Defisit dalam neraca pembayaran menimbulkan
beberapa akibat buruk terhadap kegiatan dan kestabilan ekonomi negara. Defisit sebagai
akibat impor yang berlebihan akan mengakibatkan penurunan dalam kegiatan ekonomi
dalm negeri karena konsumen menggantikan barang dalam negeri dengan barang impor.
Harga valas akan meningkat dan menyebabkan harga harga barang impor bertambah
mahal. Kegiatan ekonomi dalam negeri menurun, mengurangi kegairahan pengusaha
pengusaha untuk melakukan investasi dan membangun kegiatan usaha yang baru.
Dalam penelitian Dahlifah (2005) perubahan kurs dihitung dengan formula sebagai
berikut:
(Kurst Kurst-1)
pKurs =
Keterangan:
pKurs
Kurst
Kurst-1
Kurst-1
: perubahan kurs
: kurs periode ke t
: kurs sebelum periode ke t
makanan dan minuman yang go public di BES sampai tahun 2001. Variabel penelitian
ini menggunakan tingkat inflasi, earning per share, price earning ratio, dan volume
perdagangan saham. Hasil penelitian ini menunjukan tingkat inflasi dan EPS
berpengaruh secara nyata terhadap harga saham.
Gancar Candra Premananto dan Muhamad Madyan melakukan penelitian
tentang perbandingan keakuratan CAPM dengan APT dalam memprediksi tingkat
pendapatan industri manufaktur sebelum dan semasa krisis ekonomi. Hasil temuan ini
adalah CAPM lebih akurat dibandingkan APT pada masa sebelum krisis ekonomi dan
semasa krisis ekonomi tetapi keduanya masih kurang akurat dalam memprediksi
pendapatan saham industri manufaktur sebelum dan semasa krisis ekonomi.
Agus Sumanto melakukan penelitian tentang
dalam memprediksi return saham di BEJ. Penelitian ini menggunakan seluruh saham
saham yang diperdagangkan di BEJ mulai tahun 1997 sampai tahun 2004. Hasil
penelitian ini menunjukan bahwa CAPM mempunyai validitas yang tinggi sebagai alat
pemrekdiksi return saham satu tahun ke depan, tetapi tidak valid jika data yang
digunakan pada saat pasar berada pada gejolak yang tinggi.
Retno Widya Sasanti dan Nurfauziah melakukan penelitian tentang faktor
faktor yang berimplikasi terhadap fluktuasi harga saham di BEJ. Penelitian ini
menggunakan saham saham industri manufaktur yang paling aktif selama periode
1998 sampai dengan 2000. Hasil penelitian ini menunjukan tingkat bunga deposito tidak
mempunyai pengaruh terhadap perubahan harga saham perusahaan manufaktur yang go
public di pasar modal Indonesia.
Arduino Cagnetti melakukan penelitian tentang perbandingan model CAPM
dengan APT. Penelitian ini menggunakan sampel 30 saham yang terdaftar di bursa
saham Italia. Periode penelitian ini adalah juni 1990 sampai dengan juni 2001. Hasil
penelitian ini menunjukan APT dengan faktor makroekonomi produksi industri,
perubahan inflasi yang diharapkan, inflasi yang tidak terduga, premi risiko dan struktur
tingkat bunga lebih baik daripada CAPM.
CAPM
Perubahan
Inflasi
Imbalan
saham
(Ri Rf)
Uji hipotesis
- Adjusted R2
- F-test
- t-test
Perubahan BI
rate
APT
Perubahan kurs
CAPM vs APT
Ri - Rf = + i (Rm Rf) +
Ri-Rf
Rf
Rm
Ri-Rf
pInflasi
pBI Rate
pkurs
Faktor premi risiko pasar (Rm-Rf) pada model CAPM berpengaruh secara
: Faktor premi risiko pasar (Rm-Rf) pada model CAPM tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap imbalan saham.
Ho2
: Faktor perubahan inflasi, perubahan tingkat suku bunga BI rate, dan perubahan
nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika
: Faktor perubahan inflasi, perubahan tingkat suku bunga BI rate, dan perubahan
nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap imbalan saham
Ha3
: ada perbedaan rata rata antara faktor premi risiko pasar dalam model CAPM
dengan faktor makro ekonomi (perubahan inflasi, tingkat suku bunga, nilai
tukar) dalam model APT terhadap imbalan saham.
Ho3
: tidak ada perbedaan rata rata antara faktor premi risiko pasar dalam model
CAPM dengan faktor makro ekonomi (perubahan inflasi, tingkat suku bunga,
nilai tukar) dalam model APT terhadap imbalan saham.
BAB III
METODE PEELITIA
data diperoleh pada beberapa batas waktu untuk menjawab sebuah pertanyaan penelitian
(Sekaran: 238).
Variabel merupakan apa pun yang dapat membedakan atau mengubah nilai
(Sekaran: 249). Penelitian ini menggunakan variabel imbalan saham sebagai variabel
dependen (terikat) dan variabel premi risiko pasar, inflasi, tingkat suku bunga SBI, nilai
tukar rupiah terhadap dolar sebagai variabel independen (bebas).
Tabel 3.1
Definisi Operasional Variabel
o
1
Variabel
Definisi Operasional
Formula
skala
Rasio
Pt-1
2
Rf =
SBI t =12
12
Perubahan
tingkat inflasi
Perubahan
nilai tukar
adalah
bulanan Rm =
Kurst Kurst-1
Kurst-1
L t L t-1
Rasio
Rasio
Rasio
Rasio
Rasio
Lt-1
Tabel 3.2
Data Perusahaan yang Digunakan Sebagai Sampel
Nama Perusahaan
No
Kode
PTBA
BUMI
MEDC
ANTM
INCO
APEX
ENRG
CTTH
Ha
Ha
Ho: tidak ada perbedaan rata - rata antara faktor premi risiko pasar dalam model
CAPM dengan faktor makro ekonomi (perubahan inflasi, tingkat suku bunga,
nilai tukar) dalam model APT terhadap imbalan saham.
Ha : ada perbedaan rata - rata antara faktor premi risiko pasar dalam model CAPM
dengan faktor makro ekonomi (perubahan inflasi, tingkat suku bunga, nilai
tukar) dalam model APT terhadap imbalan saham.
Pengambilan keputusan dalam pengujian ini adalah :
Jika probabilitas > tingkat signifikansi (5%), Ho diterima.
Jika probabilitas < tingkat signifikansi (5%), Ho ditolak.
BAB IV
AALISIS DA PEMBAHASA
Tabel 4.1
Deskripsi Variabel Makro
Inflasi
N
36
Minimum
.0527000
Maximum
.1838000
Mean
.100461111
Std. Deviation
.0458770922
SBI
36
.0742000
.1275000
.098808333
.0191355522
Kurs
36
9275
10810
9851.83
376.804
Valid N (listwise)
36
Sumber : Hasil output SPSS 13.0
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa inflasi tertinggi sebesar 18.38% terjadi
pada bulan November 2005 dan inflasi terendah sebesar 5.27% terjadi pada bulan
November 2006. Sedangkan tingkat suku bunga tertinggi sebesar 12.75% terjadi pada
bulan Januari dan Maret 2006 dan tingkat suku bunga terendah sebesar 7.42% yang
tejadi pada bulan Februari 2005. Rupiah melemah sebesar Rp 10810 terjadi pada
September 2005 dan Kurs rupiah terhadap dolar menguat sebesar Rp 9275 pada bulan
April 2006. Pergerakan variabel makro selama periode pengamatan secara terinci
disajikan dalam grafik berikut :
Gambar 4.1
Pergerakan Variabel Makroekonomi
Januari 2005 Desember 2007
kurs Rp terhadap $
0.14
0.12
10500
0.1
10000
0.08
Series1
Series 1
0.06
9500
0.04
9000
0.02
0
Dec-07
Jun-07
Sep-07
Mar-07
Dec-06
Jun-06
Sep-06
Mar-06
Dec-05
Jun-05
Sep-05
Mar-05
Dec-04
Dec-07
Jun-07
Sep-07
Mar-07
Dec-06
Jun-06
Sep-06
Mar-06
Dec-05
Jun-05
Sep-05
Mar-05
Dec-04
8500
inflasi
0.2000
0.1800
0.1600
0.1400
0.1200
0.1000
0.0800
0.0600
0.0400
0.0200
0.0000
Dec-07
Jun-07
Sep-07
Mar-07
Dec-06
Jun-06
Sep-06
Mar-06
Dec-05
Jun-05
Sep-05
Mar-05
Dec-04
Series1
Tabel 4.2
Deskripsi Imbalan Saham, imbalan pasar, dan imbalan bebas risiko
PTBA
N
36
Minimum
-.1422100
Maximum
.4528300
Mean
.061671667
Std. Deviation
.1370916605
BUMI
36
-.1416700
.3950900
.058533333
.1325469465
MEDC
36
-.1824800
.2468200
.022235000
.1031536289
ANTM
36
-.2367000
.3886500
.075391667
.1475670495
INCO
36
-.1233500
.4136000
.062269167
.1168443896
ENRG
36
-.2195300
.4637100
.027541944
.1514131500
APEX
CTTH
Rm
36
36
36
-.1668600
-.2106200
-.1118244
.5540800
.7675000
.1204980
.045243611
.013656389
.029799400
.1391045694
.1785593934
.0526753016
Rf
36
.0061800
.0106300
.008235556
.0015952688
Valid N (listwise)
36
Sumber : Hasil output SPSS 13.0
Dari table 4.2, dapat dilihat bahwa secara rata-rata MEDC, ENRG, CTTH
ternyata memiliki rata rata imbalan saham di bawah imbalan pasar yang sebesar
2.98% walaupun demikian imbalan ini masih diatas imbalan bebas risiko yang sebesar
0.82%. Rata rata tertinggi dimliki ANTM sebesar 7.54% Akan tetapi risiko terbesar
(yang ditunjukkan oleh standar deviasi) ternyata dimiliki oleh CTTH sebesar 17.86%.
Peristiwa ini berlawanan dengan konsep high risk high return.
4.3 Pengaruh Premi Pasar terhadap Premi Saham Pada Model CAPM
4.3.1 Uji Asumsi Klasik : Uji ormalitas
Uji Normalitas dilakukan dengan Uji Kolmogorov-Smirnov. Interpretasi output
Kolmogorov-Smirnov bertujuan untuk mengetahui apakah variabel dependen (imbalan
saham) terdistribusi secara normal, dengan menggunakan level signifikansi () 5%. Bila
nilai risiko keputusan (Sig 2-tailed) > level signifikansi () 5%, maka data terdistribusi
secara normal.
Tabel 4.3
Ri - Rf
ANTM
BUMI
ENRG
MEDC
APEX
CTTH
INCO
PTBA
Tabel 4.4
Hasil Uji Autokorelasi
Ri - Rf
ANTM
BUMI
ENRG
MEDC
APEX
Durbin-Watson
1.984
1.172
1.527
1.970
1.651
CTTH
INCO
PTBA
1.844
1.493
1.655
Gambar 4.2
Uji Asumsi Klasik Heteroskedastisitas
Scatterplot
-1
-2
-3
-2
-1
memprediksi variabel imbalan saham. Dari hasil perhitungan, maka didapat hasil
koefisien determinasi (kolom adjusted R square) sebagai berikut.
Tabel 4.5
Uji Koefisien Determinasi
Perusahaan
ANTM
BUMI
ENRG
MEDC
APEX
CTTH
INCO
PTBA
R Square
0.598
0.429
0.456
0.372
0.648
0.386
0.412
0.306
0.358
0.184
0.208
0.139
0.219
0.149
0.170
0.093
Adjusted
R Square
0.339
0.160
0.185
0.113
0.196
0.124
0.145
0.067
Std. Error of
the Estimate
0.1200
0.1215
0.1367
0.0971
0.1247
0.1671
0.1324
0.1324
Dari tabel 4.5 dapat dilihat bahwa nilai Adjusted R Square tertinggi dimiliki
oleh ANTM. Hal ini memberikan informasi bahwa variabilitas premi pasar paling baik
dalam menjelaskan variabilitas imbalan saham ANTM. Sedangkan nilai Adjusted R
Square terendah dimiliki oleh PTBA. Hal ini memberikan informasi bahwa variabilitas
premi pasar tidak cukup baik dalam menjelaskan variabilitas dari imbalan saham PTBA.
4.3.5 Uji Statistik : Pengaruh Variabel Premi Pasar terhadap Imbalan Saham (FTest)
Uji simultan dengan F-Test ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh premi
risiko pasar terhadap imbalan saham. Hasil F-Test ini pada output SPSS dapat dilihat
pada tabel ANOVA. F-test digunakan dalam penelitian ini untuk dapat menjawab
hipotesis dalam penelitian ini.
Tabel 4.6
Hasil Uji Model Regresi (F-Test)
Perusahaan
ANTM
BUMI
ENRG
MEDC
F-stat
18.919
7.655
8.933
5.472
Prob.
0.000
0.009
0.005
0.025
APEX
CTTH
INCO
PTBA
9.554
5.958
6.942
3.506
0.004
0.020
0.013
0.070
Tabel diatas menunjukkan nilai risiko keputusan dari semua perusahaan dalam
penelitian < level signifikansi 5% (terima Ho) kecuali pada PTBA. Artinya model
regresi dapat digunakan untuk memprediksi sebagian besar imbalan saham perusahaan
atau dapat disimpulkan bahwa faktor premi pasar berpengaruh secara signifikan
terhadap sebagian besar imbalan saham perusahaan pertambangan.
4.3.6 Uji Statistik : Pengaruh Premi Pasar terhadap Imbalan Saham (t-test)
Uji hipotesis ini bertujuan untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel premi
pasar secara individual terhadap imbalan saham serta untuk membuktikan hipotesis
dalam penelitian ini.
Tabel 4.7
Hasil Uji Hipotesis (t-test)
Perusahaan
ANTM
BUMI
ENRG
MEDC
APEX
CTTH
INCO
PTBA
Konstanta
0.039
0.035
-0.001
0.006
0.019
-0.015
0.043
0.044
Koefisien ()
t-stat
Prob.
1.678
1.081
1.313
0.730
1.239
1.311
0.915
0.797
4.350
2.767
2.989
2.339
3.091
2.441
2.635
1.873
0.000
0.009
0.005
0.025
0.004
0.020
0.013
0.070
Tabel diatas menunjukkan nilai risiko keputusan dari semua perusahaan dalam
penelitian < level signifikansi 5% (terima Ho) kecuali pada PTBA. Artinya model
regresi dapat digunakan untuk memprediksi sebagian besar imbalan saham perusahaan
atau dapat disimpulkan bahwa faktor premi pasar berpengaruh secara signifikan
terhadap sebagian besar imbalan saham perusahaan.
4.4 Pengaruh Pertumbuhan Inflasi, BI Rate, Kurs terhadap Premi Pasar dalam
Teori Arbitrase Harga (APT)
4.4.1 Uji Asumsi Klasik : Uji ormalitas
Uji Normalitas dilakukan dengan Uji Kolmogorov-Smirnov. Interpretasi output
Kolmogorov-Smirnov bertujuan untuk mengetahui apakah variabel dependen (imbalan
saham) terdistribusi secara normal, dengan menggunakan level signifikansi () 5%. Bila
nilai risiko keputusan > level signifikansi () 5%, data terdistribusi secara normal.
Tabel 4.8
Ri Rf
ANTM
BUMI
ENRG
MEDC
APEX
CTTH
INCO
PTBA
Uji asumsi klasik multikolinearitas dapat dideteksi dari output SPSS pada tabel
Coefficients sebagai berikut:
Tabel 4.9
Hasil Uji Multikolinearitas
Collinearity Statistics
Model
Tolerance
VIF
pInflasi
0.941
1.063
pSBI
0.924
1.083
pKurs
0.979
1.022
Sumber : Hasil output SPSS 13.0
Hasil uji melalui Variance Inflation Factors (VIF) pada tabel diatas
menunjukkan bahwa masing-masing variabel independen memiliki VIF tidak lebih dari
10 dan nilai tolerance tidak kurang dari 0,1. maka dapat dinyatakan model regresi linier
berganda terbebas dari asumsi klasik multikolinearitas dan dapat digunakan dalam
penelitian.
Tabel 4.10
Hasil Uji Autokorelasi
Ri Rf
ANTM
BUMI
ENRG
MEDC
APEX
DurbinWatson
1.957
1.110
1.462
1.934
1.987
CTTH
INCO
PTBA
1.914
1.550
1.404
Uji heteroskedastisitas dapat dilihat dari output SPSS pada gambar scatterplot berikut
Gambar 4.6
Uji Asumsi Klasik Heteroskedastisitas
Scatterplot
-1
-2
-3
-2
-1
Tabel 4.11
Uji Koefisien Determinasi
Perusahaan
R
Square
ANTM
BUMI
ENRG
MEDC
APEX
CTTH
INCO
PTBA
0.495
0.373
0.270
0.298
0.433
0.327
0.416
0.231
0.245
0.139
0.073
0.089
0.188
0.107
0.173
0.053
Adjusted
R Square
0.174
0.058
-0.014
0.004
0.112
0.023
0.095
-0.036
Std. Error of
the Estimate
0.1341
0.1286
0.1525
0.1030
0.1311
0.1765
0.1111
0.1395
Dapat dilihat dari hasil di atas bahwa ternyata APT dengan menggunakan 3
variabel bebas tidak mampu menghasilkan model yang signifikan dalam menjelaskan
variabilitas imbalan saham perusahaan pertambangan.
4.4.6 Pengaruh Variabel Inflasi, BI Rate, dan Kurs terhadap Imbalan Saham
secara Bersama-sama (F-Test)
Uji simultan dengan F-Test ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh secara
bersama-sama variabel-variabel makro seperti inflasi, tingkat BI rate, kurs terhadap
variabel imbalan saham. Hasil F-Test ini pada output SPSS dapat dilihat pada tabel
ANOVA. F-test digunakan dalam penelitian ini untuk dapat menjawab hipotesis dalam
penelitian ini. Dari hasil perhitungan, didapat tabel seperti di bawah ini.
Tabel 4.12
Hasil Uji Model Regresi (F-test)
perusahaan
F-stat
Prob.
ANTM
3.460
0.028
BUMI
1.725
0.182
ENRG
MEDC
APEX
CTTH
INCO
PTBA
0.837
1.043
2.468
1.279
2.229
0.600
0.484
0.387
0.080
0.298
0.104
0.620
Dari tabel 4.12 dapat dilihat bahwa hanya probabilitas ANTM lebih kecil dari
tingkat signifikasi 5% sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel inflasi, BI rate, dan
kurs secara bersama sama hanya mempengaruhi imbalan saham ANTM (Ho diterima).
Tetapi sebagian besar perusahaan mempunyai probabilitas lebih besar tingkat signifikasi
5% (Ho ditolak) sehingga dapat disimpulkan bahwa imbalan saham pertambangan tidak
dipengaruhi inflasi, BI rate, kurs secara bersama sama.
4.4.7 Pengaruh Variabel Inflasi, BI Rate, dan Kurs Terhadap Imbalan Saham (ttest)
Uji hipotesis ini bertujuan untuk mengetahui besarnya pengaruh variabelvariabel makro (pertumbuhan inflasi, BI Rate, dan kurs ) secara individual terhadap
imbalan saham serta untuk membuktikan hipotesis dalam penelitian ini. Jika nilai risiko
keputusan (pada kolom sig.) < level signifikansi 5%, maka variabel-variabel makro
tersebut berpengaruh secara individual terhadap variabel imbalan saham.
Tabel 4.13
Hasil Uji Hipotesis (t- test)
Perusahaan
ANTM
BUMI
Konstanta
Koefisien
t-stat
Prob.
Konstanta
Koefisien
t-stat
Prob.
Konstanta
pInflasi
pBI rate
pKurs
-0.217
-1.923
0.063
0.468
0.810
0.424
-2.812
-2.507
0.017
-0.117
-1.081
0.288
-0.531
-0.957
0.346
-1.875
-1.742
0.091
0.080
0.063
0.029
ENRG
Koefisien
t-stat
Prob.
Konstanta
0.022
Koefisien
MEDC
t-stat
Prob.
Konstanta
0.047
Koefisien
APEX
t-stat
Prob.
Konstanta
0.015
Koefisien
CTTH
t-stat
Prob.
Konstanta
0.067
INCO
Koefisien
t-stat
Prob.
Konstanta
0.063
Koefisien
PTBA
t-stat
Prob.
Sumber : Hasil Output SPSS 13.0
-0.053
-0.411
0.683
0.062
0.094
0.926
-1.939
-1.520
0.138
-0.005
-0.058
0.954
0.277
0.623
0.538
-1.331
-1.545
0.132
-0.002
-0.016
0.987
-0.134
-0.237
0.814
-2.980
-2.717
0.011
0.120
0.809
0.424
-0.846
-1.111
0.275
-2.394
-1.622
0.115
-0.092
-0.987
0.331
-0.892
-1.859
0.072
-1.251
-1.346
0.188
0.005
0.046
0.963
-0.204
0.339
0.737
-1.554
-1.332
0.192
Dari hasil t-test, faktor perubahan inflasi memiliki nilai probabilitas yang lebih
besar dari nilai signifikansinya. Hal ini berarti Ho ditolak dan Ha diterima. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa faktor perubahan inflasi tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap imbalan saham perusahaan pertmbangan.
Faktor perubahan BI rate memiliki nilai probabilita lebih besar dari nilai
signifikansinya. Hal ini berarti Ho ditolak dan Ha diterima. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa faktor perubahan BI Rate tidak berpengaruh secara signifikan terhadap imbalan
saham perusahaan.
Selanjutnya, faktor perubahan nilai tukar memiliki probabilita lebih kecil dari
nilai signifikansi (5%) hanya pada ANTM dan APEX (Ho diterima). Sedangkan pada
sebagian besar perusahaan memiliki probabilitas lebih besar dari nilai signifikansi (5%)
sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa faktor perubahan nilai tukar tidak
berpengaruh terhadap sebagian besar imbalan saham perusahaan pertambangan.
Tabel 4.14
Paired Sample t test untuk F-test
Paired Differences
Std.
95% Confidence Interval
Error
of the Difference
Mean
Std.
Mean
Deviation
Lower
Upper
CAPM - APT
6.6623
3.9094
1.3822
3.3939
9.9306
Sumber : Hasil Output SSS 13.0
T
4.820
df
7
Sig.
(2tailed)
0.002
Dari tabel di atas, nilai probabilitas < nilai signifikansi 5%, yaitu 0.002 < 0.05
(Ho ditolak). Sehingga dapat disimpulkan bahwa rata-rata kedua model berbeda secara
signifikan nilai mean F-test untuk CAPM lebih baik sebesar 6.6623 daripada nilai F-test
untuk APT dengan 3 faktor makro.
Tabel 4.15
Paired Sample t Test untuk Adjusted R2
Paired Differences
Std.
95% Confidence Interval
Error
of the Difference
Mean
Std.
Lower
Upper
Mean
Deviation
CAPM APT
0.1141
0.0467
0.0165
0.0751
0.1532
Sumber : Hasil Output SSS 13.0
t
6.909
df
7
Sig. (2tailed)
0.000
Dari tabel di atas, nilai risiko keputusan lebih kecil dari nilai signifikansi 5%,
yaitu 0.000 < 0.05 (Ho ditolak). Sehingga dapat disimpulkan bahwa rata-rata kekuatan
model regresi (Adjusted R2) kedua model berbeda secara signifikan. Di mana nilai
Adjusted R2 untuk CAPM lebih baik sebesar 0.1141 daripada nilai Adjusted R2 APT
dengan 3 faktor.
BAB V
KESIMPULA DA SARA
5.1 Kesimpulan
Setelah melakukan analisis data, peneliti membuat beberapa kesimpulan untuk
menjawab hipotesis penelitian dan identifikasi masalah pada penelitian yang telah
diajukan pada bagian awal skripsi ini. Kesimpulan tersebut adalah sebagai berikut:
1. premi pasar pada model CAPM tidak berpengaruh terhadap imbalan saham
PTBA saja. Sedangkan pada sebagian besar imbalan saham pertambangan
dipengaruhi premi pasar. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sebagian besar
imbalan saham saham pertambangan dipengaruhi oleh premi pasar (Rm Rf).
2. faktor prubahan inflasi, BI rate, kurs pada model APT tidak bepengaruh secara
bersama sama
5.2 Saran
Peneliti menyarankan untuk penelitian selanjutnya, agar mempertimbangkan
beberapa hal berikut.
1. Penelitian ini belum menggunakan variabel makro yang lain (model APT)
karena kurangnya data yang dibutuhkan. Diharapkan peneliti berikutnya dapat
menggunakan atau menambah variabel makro yang lain pada model APT nya.
2. Karena dalam penelitian ini hanya menggunakan perusahaan-perusahaan
pertambangan dengan periode 3 tahun, diharapkan dalam penelitian berikutnya
dapat diperluas dengan memasukkan industri - industri lain dan dengan
memperpanjang periode penelitian.
3. Karena regresi belum dapat menghasilkan hasil yang baik, peneliti berikutnya
perlu menggunakan faktor analisis agar menghasilkan hasil yang lebih baik
dalam memprediksi saham.