Anda di halaman 1dari 66

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN

BADAN PENGEMBANGAN SDM PERHUBUNGAN


SEKOLAH TINGGI ILMU PELAYARAN

SKRIPSI

OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM DAN PROSEDUR


KESELAMATAN KERJA UNTUK MENGURANGI
KECELAKAAN KERJA DIATAS MT. BUMI INDONESIA

Oleh :

YOGA PRASETYO
NRP : 13.7292 / N

PROGRAM PENDIDIKAN DIPLOMA IV


JAKARTA
2018

2
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN
BADAN PENGEMBANGAN SDM PERHUBUNGAN
SEKOLAH TINGGI ILMU PELAYARAN

SKRIPSI

OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM DAN PROSEDUR


KESELAMATAN KERJA UNTUK MENGURANGI
KECELAKAAN KERJA DIATAS MT. BUMI INDONESIA

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan


Untuk Penyelesaian Program Pendidikan Diploma IV

Oleh :

YOGA PRASETYO
NRP : 13.7292 / N

3
PROGRAM PENDIDIKAN DIPLOMA IV
JAKARTA
2018

4
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN
BADAN PENGEMBANGAN SDM PERHUBUNGAN
SEKOLAH TINGGI ILMU PELAYARAN

TANDA PERSETUJUAN SKRIPSI

Nama : YOGA PRASETYO


NRP : 13.7292/N
Program Pendidikan : DIPLOMA IV
Jurusan : NAUTIKA
Judul : OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM DAN
PROSEDUR KESELAMATAN KERJA UNTUK
MENGURANGI KECELAKAAN KERJA
DIATAS MT. BUMI INDONESIA

Jakarta, 1 Desember 2018


Pembimbing I Pembimbing II

DRS. BAMBANG SUMALI.Msc. Capt. DODO RUKANDA.MM


Pembina Tk. I (IV/b)
NIP.196011051985031001

Mengetahui :
Ketua Program Studi Nautika

5
SUHARTINI.S.Sit, M.MTr
Penata Tk 1 ( III/c)
NIP. 19800307 200502 2 002

6
KEMENTRIAN PERHUBUNGAN
BADAN PENGEMBANGAN SDM PERHUBUNGAN
SEKOLAH TINGGI ILMU PELAYARAN

TANDA TANGAN PENGESAHAN SKRIPSI

Nama : YOGA PRASETYO


NRP : 13.7292/N
Program Pendidikan : DIPLOMA IV
Program Studi : NAUTIKA
Judul : OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM DAN
PROSEDUR KESELAMATAN KERJA UNTUK
MENGURANGI KECELAKAAN KERJA DI ATAS
MT. BUMI INDONESIA

Anggota
KetuaPenguji

LINGGO LAKSITO, MM
Capt. DADY KUNTJORO

Mengetahui :
Ketua Program Studi Nautika

SUHARTINI, M.MTr
7
Penata (III/c)
Nip. 198003072005022002
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat ALLAH SWT atas rahmat dan
karunia nikmat-Nya, sehingga skripsi ini dapat disusun dan diselesaikan. Skripsi ini
merupakan salah satu kewajiban untuk menyelesaikan program Diploma IV Sekolah
Tinggi Ilmu Pelayaran Jakarta.
Skripsi ini disusun berdasarkan data-data yang didapatkan pada saat
menjalankan praktek laut selama 1 (satu) tahun dan mengamati beberapa peristiwa yang
terjadi di atas kapal MT. BUMI INDONESIA serta didukung oleh materi-materi dari
Dosen dan pembimbing. Maka sangat berharap skripi ini dapat bermanfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan, tidak hanya dalam ruang lingkup pendidikan di
Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran tetapi juga dimana pun ilmu pengetahuan itu
berkembang.
Ada pun judul skripsi yang dipilih adalah :

“OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM DAN PROSEDUR (SISPRO)


KESELAMATAN KERJA UNTUK MENGURANGI KECELAKAAN
KERJA DIATAS MT. BUMI INDONESIA”

Menyadari bahwa penyusun skripsi ini masih terdapat beberapa kekurangan,


baik ditinjau dari cara penyajian penulisan, penyajian materi, serta dalam penggunaan
bahasa, mengingatakan keterbatasan kemampuan yang dimiliki oleh peneliti. Akan
tetapi saya mencoba merangkai skripsi ini dengan sebaik-baiknya berdasarkan data-data
yang peneliti dapatkan.
Dalam penulisan skripsi ini mendapatkan bimbingan dan dukungan dari
berbagai pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan serta menyusun skripsi ini,
antara lain:

8
1. Kepada Yth, Capt. Marihot Simanjuntak, MM, MH selaku Ketua Sekolah Tinggi
Ilmu Pelayaran (STIP) Jakarta.
2. Kepada Yth, Capt. Suhartini, M.M.Tr selaku Ketua Jurusan Nautika.
3. Kepada Yth, Capt. Bhima Siswo Putro, MM selaku Sekretaris Jurusan Nautika.
4. Kepada Yth, Capt. Dodo Rukanda, MM selaku Dosen Pembimbing I.
5. Kepada Yth, Bapak Bambang Sumali, M.Sc selaku Dosen pembimbing II.
6. Kepada Seluruh Dosen dan staf pengajar di Sekolah Tinggi Ilmu pelayaran yang
telah membimbing dan memberikan ilmu yang bermanfaat.
7. Kepada Ayahanda Kateno dan Ibunda Saryati beserta keluarga besar yang telah
memberikan dukungan baik moral maupun spiritual, doa dan restunya.
8. Kepada Anisa Cabella , kekasih yang selalu mengingatkan, mendukung, dan
mendoakan saya sehingga saya dapat lebih bersemangat mengerjakan skripsi ini.
9. Kepada teman-teman kelas Nautika VIII A, dan seluruh angkatan LVI, terima kasih
untuk kehidupan selama ini yang kita lalui bersama. Semoga selalu peduli satu
sama lain dan tetap menjalin silaturahmi dengan baik.
10. Kepada Seluruh Crew kapal MT. BUMI INDONESIA yang banyak membantu dan
mengajarkan saya sehingga skripsi ini dapat dibuat.
11. Kepada senior-senior atas bantuannya dalam memberikan informasi moril maupun
materil sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
12. Serta pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu-persatu.

Akhir kata dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
penuh harapan skripsi ini dapat memberikan sumbangan pengetahuan dan wawasan
yang berguna bagi para pembaca. Namun dapat disadari masih banyak kesalahan dan
kekurangan baik dari segi teknis maupun kualitas materi skripsi ini. Maka dengan
segala kerendahan hati mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang sifatnya
membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Semoga dengan selesainya skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah ilmu
pengetahuan bagi pembaca.
Jakarta, Desember 2018

9
Penulis

YOGA PRASETYO
13.7292/N

10
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i
...............................................................................................................................
HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................... ii
...............................................................................................................................
HALAMAN PENGESAHAN.............................................................................. iii
...............................................................................................................................
KATA PENGANTAR.......................................................................................... iv
DAFTAR ISI ........................................................................................................ vi
...............................................................................................................................
DAFTAR SINGKATAN......................................................................................
............................................................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................. 1
B. Identifikasi Masalah......................................................................... 2
C. Pembatasan Masalah ........................................................................ 3
D. Rumusan Masalah ........................................................................... 3
E. Tujuan Dan Manfaat Penelitian ....................................................... 3
F. Sistematika Penulisan....................................................................... 4

BAB II LANDASAN TEORI


A. Tinjauan Pustaka ............................................................................. 6
B. Kerangka Pemikiran ........................................................................ 19

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


A. Waktu Dan Tempat Penelitian ........................................................ 21
B. Metode Penelitian
Dan Teknik Pengumpulan Data ..................................................... 23
C. Subjek Penelitian ............................................................................. 28

11
D. Teknik Analisis ............................................................................... 28

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN


A. Deskripsi Data ................................................................................. 29
B. Analisis Data ................................................................................... 32
C. Alternatif Pemecahan Masalah........................................................ 34
D. Evaluasi terhadap Alternatif Pemecahan Masalah .......................... 39
E. Pemecahan Masalah Yang Dipilih .................................................. 43
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ..................................................................................... 45
B. Saran ................................................................................................ 46

DAFTAR PUSTAKA
PENJELASAN ISTILAH

12
DAFTAR SINGKATAN
ABK Anak Buah Kapal
AB Able Bodied
BOSUN Boat Swain
ISM International Safety Management
PRALA Praktek Laut
PCC Pure Car Carrier
PCTC Pure Car And Truck Carrier
SOLAS Safety Of Life At Sea
STCW Standard Training Certifikate of Watchkeeping
OS Ordinary Seaman
SMS Safety Management System

13
PENJELASAN ISTILAH

1. Lashing adalah mengikat, memperkuat penempatan muatan pada kapal dengan


menggunakan tali agar kokoh da supaya posisi barang tersebut tidak berubah
dan berpindah.

2. Unlashing adalah kebalikan dari Lashing yaitu untuk melepaskan ikatan


lashingan.

3. Clasper adalah alat yang digunakan untuk mengikat muatan pada kapal car
carrier.

4. Cargo hold adalah ruang palka yang berada didalam kapal dengan tujuan untuk
memuat muatan kendaraan.

5. Cargo operation adalah kegiatan bongkar muat muatan dari pelabuhan ke atas
kapal ataupun sebaliknya.

6. Stevedore adalah penanggung jawab bongkar muat barang di kapal sampai


pekerjaan selesai atau hingga kapal berangkat.

7. Foreman adalah asisten Stevedore dalam tugas bongkar/muat barang yang


bertanggung jawab kepada stevedore.

8. Safety Meeting adalah rapat yang dilakukan untuk membahas tentang


keselamatan dalam melaksanakan suatu kegiatan untuk menghindari adanya
kecelakaan.

9. Familiarization adalah kegiatan untuk memperkenalkan ABK tugas pokoknya


diatas kapal dan harus mengenal seluruh pengaturan kapal, instalasi-istalasi yang
ada , peralatan, prosedur-prosedur dan ciri-ciri kapal yang relevant dengan tugas
rutin atau tugas-tugas darurat yang ada.

14
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Di era globalisasi dan perdagangan bebas saat ini, sarana transportasi memegang
peranan penting bagi kehidupan manusia. Dengan semakin tingginya tingkat mobilitas,
perpindahan manusia dan barang-barang dari satu tempat ke tempat lain, sehingga
memerlukan penanganan yang serius. Ditinjau dari bentuk fisik bumi yang dua
pertiganya adalah lautan, dapat dipastikan bahwa sarana transportasi laut memegang
peranan penting sebagai pendukung sarana transportasi darat dan udara dalam usaha
memenuhi kebutuhan manusia. Selain itu transportasi laut juga mempunyai tingkat yang
lebih baik jika dilihat dari segi biaya, terutama untuk kebutuhan transportasi jarak jauh
dan pengangkutan dalam jumlah yang besar.
Dengan semakin banyaknya permintaan akan kebutuhan sarana transportasi laut,
maka banyak sekali hal-hal yang harus diperhatikan terutama dalam hal pengoperasian
kapal, khususnya jika dikaitkan dengan tujuan manajemen kapal yang menginginkan
suatu pengoperasian kapal yang efektif, efisien dan aman. Diantara hal-hal tersebut di
atas, faktor keamanan merupakan hal yang tidak kalah penting, karena hal aman di sini
berhubungan langsung dengan keselamatan diri sendiri, orang lain, lingkungan, kapal
dan barang sesuai dengan ketentuan- ketentuan yang dikeluarkan oleh (International
Maritime Organitation) IMO, (Safety Of Life At Sea) SOLAS, (Standards Of Training
Sertification And Watch Keeping For Seafarer) STCW amandemen 2010 dan undang-
undang pelayaran pemerintah yang kesemuanya itu mengatur tentang aspek-aspek
keselamatan.
Banyaknya kecelakaan-kecelakaan di atas kapal yang hampir 80% terjadi akibat
faktor dari kesalahan manusia (sumber:www.maritimeprofessional.com).

Pada dasarnya kesalahan manusia tersebut, disebabkan karena kurangnya


pemahaman tentang prosedur keselamatan dan alat-alat keselamatan di atas kapal.

15
Umumnya nahkoda beranggapan bahwa seluruh anak buah kapal telah benar-
benar memahami dan menguasai tentang prosedur-prosedur keselamatan di atas kapal
dan mempunyai keterampilan dalam pengoperasian alat-alat keselamatan. Sehingga
dengan anggapan demikian maka pelaksanaan latihan-latihan keselamatan di atas kapal
tidak begitu diperhatikan yang mengakibatkan tidak dilakukannya secara rutin untuk
pelaksanaan Monthly Drill atau kegiatan rutin terakait dengan pelaksanaan dalam
melaksanakan prosedur keselamatan di atas kapal MT. BUMI INDONESIA. Terlebih
lagi jika padatnya jadwal dan trayek pelayaran kapal yang pendek, yang berimbas pada
kurang tersedianya waktu untuk pelatihan karena waktu yang ada umumnya digunakan
untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang berhubungan dengan muatan, baik untuk
persiapan muat maupun untuk persiapan membongkar muatan. Sebagai bukti konkrit
dari permasalahan terkait dengan pelaksanaan Monthly Drill atau kegiatan rutin terkait
dengan pelaksanaan dalam melaksanakan prosedur keselamatan bahwa anak buah kapal
belum mampu seoptimal mungkin melakukan pengoperasian prosedur keselamatan,
penulis pernah mengamati penurunan sekoci pada saat fire drill dan terdapat beberapa
anak buah kapal yang belum mengetahui secara baik dan benar dalam melakukan
prosedur tersebut.
Berdasarkan latar belakang, penulis mengidentifikasi masalah yang merupakan
penyebab “OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM DAN PROSEDUR (SISPRO)
KESELAMATAN KERJA UNTUK MENGURANGI KECELAKAAN KERJA
DIATAS MT. BUMI INDONESIA“. Hal ini dimaksudkan agar menjadi perhatian dan
pertimbangan bagi semua pihak yang terkait baik perusahaan-perusahaan pelayaran, kru
kapal, maupun pihak-pihak lain yang berhubungan baik langsung maupun tidak
langsung.

B. IDENTIFIKASI MASALAH
Berdasarkan latar belakang, penulis mengidentifikasi masalah yang
merupakan penyebab kurang optimalnya penerapan SISPRO keselamatan kerja
diatas MT. Bumi Indonesia :

16
1. Kurangnya pemahaman anak buah kapal dalam prosedur penggunaan personal
safety equipment (PSE) di atas kapal.
2. Kurang maksimalnya kedisiplinan anak buah kapal dalam penerapan SISPRO
keselamatan kerja diatas kapal.
3. Kurang maksimalnya keterampilan anak buah kapal dalam menggunakan PSE
diatas kapal.
4. Kurang maksimalnya motivasi anak buah kapal dalam penerapan SISPRO
keselamatan kerja di atas kapal.
5. Kurang maksimalnya pelaksanaan SISPRO yang ada di atas kapal.

C. BATASAN MASALAH
Mengingat luasnya pembahasan tentang masalah prosedur keselamatan diatas
kapal serta keterbatasan kemampuan penulis maka, penulis akan membatasi
penulisannya hanya pada masalah yang terjadi di atas kapal MT. BUMI
INNDONESIA dengan fokus pada sebagai berikut:
1. Kurangnya pemahaman anak buah kapal dalam menerapkan prosedur personal
safety equipment (PSE) di atas kapal.
2. Kurang maksimalnya kedisiplinan anak buah kapal dalam penerapan SISPRO
keselamatan kerja diatas kapal.

D. RUMUSAN MASALAH
Dari uraian permasalahan pada latar belakang dan batasan masalah diatas
maka penulis merumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut:
1. Mengapa pemahaman ABK dalam menerapkan prosedur PSE diatas kapal masih
rendah ?

2. Mengapa kedisiplinan ABK dalam penerapan SISPRO keselamatan kerja diatas


kapal masih rendah ?

E. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

17
1. Tujuan
Tujuan dari penelitian yang dibahas dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai
berikut :
a. Untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang ada berkaitan dengan kurang
optimalisasinya penerapan SISPRO keselamatan kerja diatas MT.Bumi
Indonesia.
b. Untuk menganalisa masalah-masalah yang berkaitan dengan kurang
optimalisasinya penerapan SISPRO keselamatan kerja diatas MT. Bumi
Indonesia.
c. Untuk menemukan solusi dari masalah-masalah yang berkaitan dengan
kurang optimalnya penerapan SISPRO keselamatan kerja.

2. Manfaat Penilitian
Adapun manfaat penulisan makalah ini adalah :
a. Manfaat bagi akademis :
1) Diharapkan dapat digunakan untuk menambah wawasan dan pengetahuan
bagi calon pelaut yang akan bekerja diatas kapal.
2) Diharapkan dapat digunakan untuk memperkaya pengetahuan dan
menambah pembendaharaan bacaan yang berkaitan dengan penerapan
SISPRO keselamatan kerja diatas kapal.
b. Manfaat bagi dunia prakdisi :
1) Diharapkan dapat digunakan sebagai pedoman bagi para pelaut yang akan
bekerja diatas kapal.
2) Diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi perusahaan
pelayaran yang mengoprasikan MT. Bumi Indonesia

F. SISTEMATIKA PENULISAN
Untuk mempermudah pembahasan dan dapat memahami isi materi yang akan
dibahas penulis mencoba membuat sistematika penulisan yang akan disajikan yaitu
dalam bab yang satu dengan bab yang lainnya saling terkait atau saling

18
berhubungan. Sesuai dengan isi materi pokok pembahasan yang akan dibahas.
Adapun tindakan dari bab sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN
Bab pendahuluan menguraikan mengenai latar belakang masalah,
identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian serta sistematika penulisan.
BAB II : LANDASAN TEORI
Menjelaskan teori-teori yang relevan dengan masalah yang dibahas serta
kerangka berfikir yang mengemukakan asumsi yang relevan dengan masalah
yang diteliti berdasarkan tinjauan pustaka dan teori-teori yang ada.

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN


Mengenai metode penelitian penulis menguraikan cara pengumpulan
data dari objek yang diteliti, meliputi : waktu dan tempat penelitian, berapa
lama penelitian dilakukan, metode pendekatan dan teknik pengumpulan data
yang mengungkapkan cara apa saja yang dilakukan untuk mengumpulkan data,
subjek penelitian yang merupakan informasi tentang subjek yang menjadi
fokus penelitian, serta teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian.

BAB IV : ANALISIS DAN PEMBAHASAN


Bab ini, penulis memaparkan deskripsi data yaitu mengenai hal-hal yang
berkaitan dengan permasalahan yang dipilih oleh penulis, menganalisis data
yang ada kaitannya dengan permasalahan yang akan dilakukan pembahasan
lebih lanjut sehingga dapat ditemukan penyebab timbulnya permasalahan.
Selain itu penulis juga mengemukakan alternatif pemecahan masalah serta
melakukan evaluasi terhadap pemecahan masalah tersebut dan mendapatkan
hasil yang optimal

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

19
Dalam bab penutup ini berisi kesimpulan yang merupakan pernyataan
singkat dan tepat berdasarkan hasil analisis data sehubungan dengan masalah
penelitian. Dan juga berisi saran yang merupakan pernyataan singkat dan tepat
berdasarkan hasil pembahasan sehubungan dengan masalah penelitian yang
merupakan masukan untuk perbaikan yang akan dicapai.

20
BAB II
LANDASAN TEORI

A. TINJAUAN PUSTAKA
Dalam proses penelitian, pengetahuan yang diperoleh dari kepustakaan yang
relevan sangat penting dan perlu karena dapat memberikan latar belakang
informasi, memberikan arahan terhadap pendekatan teoritis yang sesuai,
menunjukkan bidang-bidang topik yang harus dikeluarkan atau dimasukkan ke
dalam fokus penelitian. Dalam tinjauan pustaka ini terdapat teori yang berkaitan
dengan keselamatan kerja, kecelakaan kerja dan ISM Code beserta penerapannya
yang berkaitan satu dengan yang lainnya, yang akan diuraikan satu-persatu sebagai
berikut :
1. Keselamatan Kerja di Kapal
a. Menurut Code of Safe Working Practice for Merchant Seaman Consolidated
Edition, 2010 bahwa keselamatan kerja adalah sarana utama untuk pencegahan
kecelakaan akibat kecelakaan kerja. Pelaksanaan keselamatan kerja diatas kapal
diatur dalam prosedur keselamatan kerja yang wajib diterapkan diatas kapal.
Dijelaskan bahwa prosedur keselamatan kerja adalah sebagai berikut :
1) Tindakan dalam peristiwa kebakaran
Pelatihan dalam prosedur pemadaman kebakaran dan
pemeliharaan peralatan harus dijamin melalui latihan rutin serta
pemeriksaan kondisi dari setiap alat-alat keselamatan tersebut oleh
Deck Officer.
2) Tugas-tugas dan pelatihan
Tugas-tugas dan pelatihan ini harus dilakukan secara teratur
sesuai dengan peraturan perusahaan pelayaran kapal niaga.
3) Latihan bertahan di sekoci
Mesin pada sekoci harus dinyalakan dan dijalankan ke depan
dan ke belakang. Perawatan harus diambil untuk menghindari

21
pemanasan mesin yang berlebihan dan poros baling-baling
buritan. Semua personil harus memahami prosedur menyalakan
mesin.
4) Latihan dan penyelamatan dari ruang berbahaya
Ada persyaratan hukum untuk latihan simulasi penyelamatan
orang lumpuh dari ruang berbahaya untuk dilakukan setiap dua
bulan. Setiap latihan harus dicatat dalam buku log resmi. Sebuah
latihan biasanya harus diadakan segera setelah perubahan
signifikan dalam awak.
5) Barang Berbahaya
Tindakan dalam keadaan darurat pada saat terjadi tumpahan
barang berbahaya yang terkandung dalam IMO, Medis Panduan
Pertolongan Pertama dan Prosedur Darurat untuk Kapal yang
membawa barang berbahaya. Kedua hal ini tersedia baik sebagai
dokumen yang berdiri bebas atau dimasukkan ke dalam peraturan
tentang barang-barang bahaya di dunia maritim internasional
(IMDG Code).
b. Menurut Rudi Suardi (2005:5) mengemukakan bahwa salah satu upaya
pencegahan kecelakaan kerja adalah dengan cara membuat SISPRO
tentang keselamatan dan kesehatan kerja diatas kapal yang meliputi :
1) Kepemimpinan dan administrasinya.
2) Manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terpadu.
3) Pengawasan.
4) Analisis pekerjaan dan prosedur.
5) Penelitian dan analisis pekerjaan.
6) Latihan bagi tenaga kerja.
7) Pelayanan kesehatan kerja.
8) Penyediaan alat keselamatan kerja.
9) Peningkatan kesadaran terhadap keselamatan dan kesehatan kerja.
10) Sistem pemeriksaan.
11) Laporan dan pendataan.

2. International Safety Management Code (ISM Code)


IMO mengeluarkan peraturan tentang manajemen keselamatan
kapal dan perlindungan lingkungan laut yang dikenal dengan peraturan
International Safety Management (ISM Code) yang juga
dikonsolidasikan dalam SOLAS Convention, yang juga ISM Code
memiliki 16 ketentuan (16 Element) diantaranya adalah :
a. Element 1 (Umum)
Sebuah pendahuluan yang menjelaskan tujuan umum dari ISM Code dan
sasaran-sasaran yang hendak dicapai.
b. Element 2 (Kebijakan Keselamatan dan Perlindungan Lingkungan)
1) Menjamin Keselamatan di laut, mencegah dan hilangnya jiwa manusia
serta menghindarkan kerusakan lingkungan.
2) Melengkapi alat kerja dan lingkungan kerja yang aman dalam
pengoprasian kapal, menciptakan perlindungan terhadap segala resiko
yang sudah dilengkapi dan mungkin terjadi secara terus-menerus
meningkatkan kecakapan menejemen keselamatan seluruh personil, bagi
darat maupun di kapal.
3) Kebijaksanaan tersebut diterapkan dan dilaksanakan di seluruh jajaran
organisasi baik di darat maupun di kapal.
c. Element 3 (Tanggung Jawab dan Kewenangan Perusahaan)
Jika yang bertanggung jawab terhadap pengoprasian kapal adalah
bukan pemilik (telah dilimpahkan kepada pihak lain) pemilik harus
melaporkan nama lengkap dan data dari pihak yang tanggung jawab
tersebut.
d. Element 4 (Orang Yang Ditunjuk)

23
Perusahaan harus menunjuk seseorang atau beberapa sebagai DPA.
Untuk menjamin agar pengoprasian kapal secara aman dan membuat jalur
hubungan antara darat dan kapal harus diberi akses langsung ke puncak
pimpinan, wajib dan berwenang memantau pengoprasian kapal dalam
aspek keselamatan dan pencegahan pencemaran serta menjamin bahwa
sumber daya dan bantuan dari darat dapat diberikan sesuai kebutuhan.
e. Element 5 (Tanggung Jawab dan Kewenangan Nahkoda)
1) Perusahaan harus menetapkan dan mendokumentasikan tanggung
jawab nahkoda berkaitan dengan :
a) Melaksanakan kebijaksanaan perusahaan dalam hal keselamatan
dan lindungan lingkungan.
b) Memotivasi awak kapal dalam melaksanakan kebijakan.
c) Mengeluarkan perintah-perintah dan instruksi yang tepat, jelas dan
sederhana.
d) Memeriksa bahwa persyaratan tersebut diatas dilaksanakan.
e) Meninjau pelaksanaan SMS dan melaporkan kekurangan-
kekurangan pada manajemen di darat.

2) Perusahaan harus menjamin bahwa SMK yang digunakan di kapal


memuat kewenangan nakhoda dengan jelas dalam mengambil
keputusan demi keputusan dan pencegahan pencemaran dan meminta
dukungan perusahaan jika diperlukan.

f. Elemen 6 (Sumber Daya Manusia dan Personal)


1) Nakhoda dipilih dengan teliti, memahami SMS dan diberikan
dukungan seperlunya agar tugas-tugasnya dapat dilaksanakan dengan
aman.
2) Awak kapal harus berkualitas, bersertifikat dan sehat secara medis
sesuai dengan persyaratan nasional dan internasional.

24
3) Membuat prosedur bagi personil baru atau personil yang dipindahkan
pada tugas baru agar dapat menyesuaikan tugas-tugasnya.
4) Personil yang terlibat dengan SMS, memiliki pengetahuan dengan baik
mengenai hukum, peraturan, kode, dan petunjuk yang baik.
5) Membuat prosedur untuk menetapkan jenis latihan yang diperlukan
dan memberikan pelatihan kepada karyawan yang memerlukan.
6) Membuat prosedur dengan bahasan yang dimengerti oleh awak kapal.
7) Menjamin awak kapal dapat berkomunikasi secara efektif dalam
melaksanakan tugasnya.

g. Elemen 7 (Penyusunan Rencana Operasi di Kapal)


Membuat prosedur untuk mempersiapkan rencana dan instruksi yang
dapat menjamin keselamatan kapal dan pencegahan pencemaran. Berbagai
jenis tugas yang terkait dan diserahkan kepada personil yang memahami
kualifikasi untuk melaksanakannya.

h. Elemen 8 (Kesiapan Menghadapi Keadaan Darurat)


1) Perusahaan harus membuat prosedur yang dapat menunjukan,
menggambarkan dan menanggulangi potensi keadaan darurat.
2) Perusahaan harus membuat rencana latihan untuk menanggulangi
keadaan darurat.

i. Elemen 9 (Laporan dan Analisa Penyimpangan, Kecelakaan dan Kejadian


Berbahaya)
1) SMS (Safety Management System) mencantumkan prosedur yang
menjamin ketidaksesuaian, kecelakaan dan situasi yang
membahayakan, dilaporkan pada perusahaan, diselidiki dan dianalisa
dengan maksud untuk meningkatkan keselamatan dan pencegahan
pencemaran.

25
2) Perusahaan harus membuat prosedur untuk menerapkan tindakan
perbaikan.

j. Elemen 10 (Pemeliharaan Kapal dan Peralatannya)


1) Perusahaan harus membuat prosedur untuk menjamin bahwa kapal
dipelihara sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku.
2) Untuk memenuhi persyaratan tersebut perusahaan harus melakukan
inspeksi dalam jangka waktu yang tepat, melaporkan ketidaksesuain
dan penyebabnya, tindakan korelasi yang memadai sudah dilakukan
dengan catatan dari tindakan tersebut disimpan.

k. Elemen 11 (Dokumentasi)
1) Perusahaan harus membuat prosedur untuk mengawasi seluruh
dokumen dan data-data yang berkaitan dengan SMS.
2) Perusahaan harus menjamin bahwa dokumen yang masih berlaku
tersedia pada tempatnya masing-masing, perubahan pada dokumen
diperiksa dan disahkan oleh petugas yang berwenang dan dokumen
yang kadaluarsa segera dikeluarkan.
3) Dokumen harus disimpan dalam bentuk yang dianggap efektif oleh
perusahaan, setiap kpal harus membawa serta seluruh dokumen
mengenai kapal tersebut.

l. Elemen 12 (Verifikasi, Pemeriksaan dan Penilaian Ulang dari Perusahaan)


1) Perusahaan harus melakukan audit intern.
2) Perusahaan harus secara berkala mengevaluasi efesiensi dari SMK dan
bila perlu memeriksa ulang SMK (Sistem Manajemen Keselamatan)
sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan oleh perusahaan.
3) Pelaksanaan audit dan tindakan koreksi.
4) Personil yang melaksanakan audit harus independent.

26
5) Hasil audit dari pemeriksaan ulang, harus dimintakan perhatian pada
seluruh personil yang bertanggung jawab.
6) Personil atau manajemen yang bertanggung jawab atas bidangnya
harus segera mengambil tindakan terhadap ketidaksesuain yang
ditemukan.

m. Elemen 13 (Sertifikasi, Verifikasi, dan Pengawasan)


1) Kapal harus dioperasikan oleh perusahaan yang memiliki DOC
(Document of Compliance) yang relevan atas kapal tersebut.
2) DOC diterbitkan oleh perusahaan dan memenuhi ISM Code,
dikeluarkan oleh pemerintah.
3) Copy DOC ditempatkan di kapal.
4) SMC diterbitkan untuk kapal oleh pemerintah.
5) Pemeriksaan secara berkala SMC oleh pemerintahan atau organisasi
yang ditunjuk.

n. Elemen 14 (Sertifikasi Sementara)


1) DOC sementara diterbitkan oleh Pemerintah Negara bendera untuk
perusahaan yang baru melaksanakan ISM Code atau yang telah
melaksanakannya dengan masa berlaku 12 bulan, maupun yang
menambah jumlah kapal dengan jenis baru. DOC sementara harus ada
di kapal dan tidak harus disahkan.
2) SMC sementara diterbitkan oleh pemerintah Negara bendera atau
pemerintah Negara lain yang diminta, bagi kapal yang baru dibeli,
perusahaan baru menerima tanggung jawab terhadap pengoperasian
kapal serta berganti bendera. SMC sementara diberikan dengan masa
berlaku tidak lebih dari 6 bulan.
3) Pemerintah Negara bendera atau Negara lain yang diminta dalam
keadaan khusus dapat memperpanjang masa berlakunya SMC (Safety

27
Management Certificate) sementara untuk waktu tidak lebih dari 6
bulan.
4) SMC sementara diterbitkan setelah dilaksanakan verifikasi bahwa:
a) DOC yang telah diberikan relevan dengan kapal yang akan diberi
SMC.
b) SMS telah dibuat oleh perusahaan untuk kapal terkait.
c) Perusahaan telah membuat rencana audit kapal terkait dalam waktu
3 bulan.
d) Nakhoda dan para perwira telah memahami sistem manajemen
keselamatan kapal dan pelaksanaannya.
e) Petunjuk-petunjuk penting telah diberikan sebelum kapal berlayar.
f) Petunjuk-petunjuk maupun informasi mengenai SMS diberikan
dalam bahasa praktis, sederhana dan mudah dimengerti oleh awak
kapal.

o. Elemen 15 (Verifikasi)
Setiap verifikasi terhadap ketentuan-ketentuan ISM Code dilaksanakan
sesuai prosedur yang diterima oleh pemerintah dengan mengikuti acuan
dari IMO.

p. Elemen 16 (Format Sertifikat)


DOC (Document of Compliance), SMC (Safety Management
Certificate), DOC sementara, SMC sementara harus dibuat dengan bentuk
sesuai dengan model sebagaimana ditunjukkan dalam apendiks.
Jika bahasa yang digunakan bukan bahasa Inggris atau bahasa Perancis
maka harus diterjemahkan kedalam salah satu bahasa tersebut.

3. Tujuan International Safety Management Code (ISM Code)


Menurut International Maritime Organization (IMO), tujuan
yang ingin dicapai dalam melaksanakan ISM Code adalah menjamin

28
keselamatan kerja di laut, mencegah kecelakaan atau hilangnya nyawa
manusia, mencegah kerusakan lingkungan terutama lingkungan
maritim dan mencegah rusaknya serta musnahnya harta benda.
Adapun alasan mendasar ditetapkan ISM Code, yaitu :
1) Menjadikan kapal sebagai tempat yang aman untuk bekerja.
2) Menjaga laut dan lingkungan sekitar.
3) Memperjelas pekerjaan dan mempermudah pekerjaan.
4) Mengurangi kecelakaan kerja di atas dan kerugian bagi
perusahaan.

4. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Penerapan


ISM Code
Keberhasilan penerapan ISM Code ditentukan oleh dua faktor,
yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Berikut pemaparan mengenai
kedua faktor tersebut :
a. Faktor Internal
Dalam hal ini, kru harus memahami dan mengerti tentang isi
kandungan ISM Code sehingga nantinya kru kapal dapat
menghadapi berbagai keadaan-keadaan darurat di kapal.
b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal sendiri meliputi :
1) Perencanaan
Menurut T. Hani Handoko (2009:121), perencanaan
adalah pemilihan sekumpulan kegiatan dan pemutusan
selanjutnya apa yang harus dilakukan, kapan, bagaimana dan
oleh siapa. Perencanaan yang baik dapat dicapai dengan
mempertimbangkan kondisi di waktu yang akan datang. Salah
satu aspek penting perencanaan adalah pembuatan keputusan,
proses pengembangan dan penyelesaian sekumpulan kegiatan
untuk memecahkan suatu masalah tertentu. Keputusan-

29
keputusan harus dibuat pada berbagai tahap dalam proses
perencanaan.
Menurut Pieta Bakti (2010:119-124), yang
mengemukakan tentang manajemen keselamatan menjelaskan
bahwa ISM Code adalah paduan manajemen internasional
mengenai pengoperasian yang aman bagi kapal-kapal dan
pencegahan pencemaran di laut, mencegah kecelakaan atau
hilangnya nyawa manusia, mencegah kerusakan lingkungan
maritim.
Pada dasarnya semua kegiatan perencanaan akan melalui 4
(empat) tahapan berikut ini :
a) Menetapkan tujuan atau serangkaian tujuan.
b) Merumuskan keadaan saat ini.
c) Mengidentifikasikan segala kemudahan dan hambatan.
d) Mengembangkan rencana atau serangkaian kegiatan untuk
mencapai tujuan.

2) Pengorganisasian
Tahap pengorganisasian ditujukan agar pekerjaan yang
dilakukan dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Dengan
pengorganisasian, setiap orang dapat bekerja sesuai dengan
wewenang dan kewajiban yang sudah ditentukan sehingga
dapat tercapai tujuan yang sudah diatur di perencanaan.

3) Pelaksanaaan
Tahap pelaksanaan merupakan bagian dimana segala sesuatu
yang ditetapkan pada tahap perencanaan akan dijalankan
dengan memanfaatkan berbagai sumber daya agar tercapai
tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.

30
4) Pengawasan
Tahap pengawasan diperlukan untuk memastikan bahwa proses
pencapaian tujuan yang telah ditentukan di awal dapat berjalan
sesuai prosedur. Pengawasan perlu dijalankan secara rutin agar
dapat mengurangi kesalahan dan kerugian yang mungkin
terjadi.

5) Implementasi International Management System Code (ISM


Code)
Menurut pemaparan dalam ISM Code edisi 2010 part
A.6.5 (2010 : 8), dijelaskan bahwa perusahaan harus
menetapkan dan memelihara prosedur untuk mengidentifikasi
pelatihan yang mungkin diperlukan untuk mendukung sistem
manajemen keselamatan dan memastikan bahwa pelatihan ini
disediakan untuk semua personil. Sedangkan, menurut ISM
Code edisi 2010 part A. 12, menjelaskan beberapa butir
mengenai penerapan ISM Code yang dilakukan oleh
perusahaan,diantaranya sebagai berikut :
a. Perusahaan harus melakukan audit keselamatan internal
untuk memverifikasi apakah keamanan dan pencegahan
polusi kegiatan sesuai dengan sistem manajemen
keselamatan.
b. Perusahaan harus secara berkala mengevaluasi efisiensi dan
bila diperlukan meninjau sistem manajemen keselamatan
sesuai dengan prosedur yang ditetapkan oleh perusahaan.
c. Audit dan kemungkinan tindakan perbaikan harus
dilakukan sesuai dengan prosedur yang terdokumentasi.
d. Melaksanakan audit harus independen dari daerah yang
diaudit kecuali ini tidak praktis karena ukuran dan sifat dari
perusahaan.

31
e. Hasil audit dan tinjauan harus dibawa ke perhatian personil
memiliki tanggung jawab di daerah yang terlibat.
f. Pihak manajemen personil yang bertanggung jawab untuk
daerah yang terlibat harus mengambil tindakan korektif
yang tepat waktu pada kekurangan ditemukan.
Dalam hal ini penerapkan ISM Code di kapal semuanya
harus direncanakan serta didiskusikan oleh semua kru kapal
yang dipimpin oleh nakhoda kapal tersebut. Contohnya
dalam kegiatan kerja di deck, semua kru harus
mendapatkan pengetahuan terlebih dahulu tentang
keselamatan kerja di kapal. Hal ini ditujukan untuk
menghindari kesalahan dalam proses bekerja yang dapat
mengakibatkan kecelakaan kerja.

6. Pelatihan dan Sertifikasi Kru Kapal tentang Keselamatan Kerja


Menurut International Maritime Organization dalam
peraturan internasional (SOLAS 2001 : 313 regulasi 19
paragraf 4.1), bahwa latihan dan instruksi di atas kapal tentang
penggunaan perlengkapan peralatan keselamatan jiwa di kapal,
termasuk perlengkapan termasuk alat-alat penolong harus
diberikan segera mungkin. Namun apabila awak yang bertugas
di atas kapal merupakan rotasi regular dari penugasan yang
terjadwal, maka latihan semacam itu harus diberikan tidak
lebih dari dua minggu setelah waktu pertama awak kapal
tersebut bergabung di kapal.
7. Memuat Standart of Training Certification and Watchkeeping
for Seafarers (STCW Manila amandement 2010)
a. Dalam section A-1/8, tentang peningkatan pengetahuan
teknis, keterampilan dan profesionalisme para pelaut
dijelaskan bahwa perusahaan-perusahaan pelayaran :

32
1) Menetapkan kriteria dan proses-proses dalam menyeleksi
personil untuk menunjukkan standar-standar tertinggi
pengetahuan teknis, keahlian dan profesionalisme.
2) Membuat standar-standar yang ditunjukkan oleh personil
dalam melaksanakan tugas-tugasnya.
3) Mendorong semua perwira untuk berpartisipasi secara
aktif dalam melatih kru.
4) Memantau dengan seksama dan meninjau sampai sejauh
mana kemajuan-kemajuan yang dicapai oleh kru dalam
memperoleh pengetahuan dan keahlian selama
menjalankan tugas di kapal.
5) Memberikan pelatihan penyegaran dan peningkatan
dengan interval waktu yang sesuai dengan kebutuhan.
6) Mengambil langkah-langkah yang sesuai untuk
merangsang kebanggaan terhadap tugas dan profesional
para personil yang dikerjakan.

b. Dalam section A 1/6 code STCW, dan harus memenuhi


standar ditetapkan STCW 2010 mengenai persyaratan
minimum wajib untuk mengenal, latihan keselamatan dan
petunjuk-petunjuk bagi semua pelaut, bahwa para pelaut
harus menerima latihan pengenalan (familiarization) dan
pelatihan dasar untuk petunjuk keselamatan (Basic Safety
Training) kompetensi yang sesuai dengan cukup.
Dalam SMS yang dibuat oleh perusahaan (BERNHARD
SCULTE SHIP MANAGEMENT PTE LTD) : SMS
Training :1.2.1 Contents of Education and Training
menjelaskan bahwa pelatih wajib memberikan pengajaran
dan pelatihan sebagai berikut :

33
1) Hukum keselamatan perusahaan dan perlindungan
lingkungan dan manual dari SMS.
2) Masalah-masalah yang berhubungan dengan tugas
mereka saat jaga.
3) Masalah-masalah yang berhubungan dengan
penempatan atau lokasi dari bermacam-macam
permesinan dan perangkat, dan pengoperasian serta
familiarisasinya.
4) Masalah-masalah yang berhubungan dengan
penggunaan dan familiarisasi alat keselamatan dan alat
pemadam kebakaran.
5) Masalah-masalah yang berhubungan dengan respon
kecelakaan darurat.

1. Pemahaman
Keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu kegiatan untuk
menciptakan lingkungan kerja yang aman , nyaman dan cara peningkatan
serta pemeliharaan kesehatan tenaga kerja baik jasmani , rohani dan sosial.
Secara khusus bertujuan untuk mencegah atau mengurangi kecelakaan dan
akibatnya, secara umum harus diketahui sebab-sebab dan pencegahan
peralatan serta prosedur kerjanya diatas kapal.
2. Kedisiplinan
Disiplin berasal dari bahasa Latin “discipline” yang berarti “latihan
atau pendidikan kesopanan dan kerohanian serta pengembangan tabiat”. Hal
ini menekankan pada bantuan kepada karyawan untuk mengembangkan
sikap yang layak terhadap pekerjaannya dan merupakan cara pengawas
dalam membuat peranannya dalam hubungannya dengan disiplin. Disiplin
merupakan suatu kekuatan yang berkembang di dalam tubuh pekerja sendiri

34
yang menyebabkan dia dapat menyesuaikan diri dengan sukarela kepada
keputusan-keputusan, peraturanperaturan, dan nilai-nilai tinggi dari
pekerjaan dan tingkah laku (Muchdarsyah, 2008:146).
3. Pengawasan
Pengawasan adalah sebagai suatu usaha sistematis oleh managemen
untuk membandingkan kinerja standar , rencana atau tujuan yang telah
ditentukan terlebih dahulu untuk menentukan apakah kinerja sejalan dengan
standar tersebut dan untuk mengambil tindakan penyembuhan yang
diperlukan untuk melihat bahwa sumber daya manusia digunakan dengan
selektif mungkindalam mencapai tujuan.
4. Motivasi
Menurut Robbins (2009 : 223) teori khusus yang menerangkan
mengenai motivasi yakni Teori Dua Aspek (kadang–kadang dimaksud
juga teori motivasi-higiene) yang dikemukakan oleh Frederick Herzberg.
Dalam apa yang diyakininya kalau jalinan seseorang individu dengan
pekerjaan yaitu mendasar dan kalau sikap seorang pada pekerjaan dapat
dengan sangat baik memastikan kesuksesan atau kegagalan. Herzberg
menyelidiki pertanyaan “apa yang dikehendaki individu dari pekerjaan
mereka? ” Ia memohon individu untuk mendeskripsikan, kondisi–situasi
di mana mereka merasa mengagumkan baik atau jelek dalam pekerjaan
mereka.

B. KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka pemikiran diambil berdasarkan kajian teori yang
digunakan oleh penulis di dalam penelitian ini. Berikut kerangka
pemikiran yang digunakan :
Environment :
Untuk memudahkan penulis maupun pembaca dalam mempelajari
makalah ini, penulis membuat kerangka pemikiran dalam bentuk blok
diagram yang menjelaskan bagaimana teori berhubungan dengan

35
berbagai fakta yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting
sehingga secara teoritis akan terlihat keterkaitan antara variabel yang
diteliti dan secara teoritis akan menuntun penulis dalam memecahkan
masalah.
Identifikasi Masalah :
1. Kurangnya disiplin para ABK
menggunakan waktu istirahat.
2. Kurangnya SDM pada waktu tank
cleaning untuk memuat muatan
berikutnya yang dapat mengganggu
waktu istirahat.
3. Menurunnya konsentrasi ABK akibat
kelelahan yang dapat menyebabkan
terjadinya kecelakaan kerja di atas
kapal.
4. Anak buah kapal kurang
memperhatikan kondisi tubuh ketika
akan memulai pekerjaan.
5. Kurangnya pengetahuan para ABK
dalam prosedur bekerja yang akan
menimbulkan resiko kerja di atas kapal.
6. Adanya tekanan dari perwira atau
keluarga (Personal Problem).

KERANGKA PEMIKIRAN

Kurang Optimalnya Penerapan SISPRO Keselamatan Kerja di


atas Kapal MT. Bumi Indonesia

Pedoman-pedoman
Internasional/nasional terkait
36 dan Literatur-literatur ilmiah :
1. SOLAS 1974, as
amanded
2. ISM Code
Analisa :
1. Nakhoda harus
memaksimalkan
familiarisasi
2. Nakhoda harus
meningkatkan pengawasan
3. Dilakukan latihan secara
berkala terhadap
Penyebabnya : pengguanaan PSE
1. Kurangnya familiarisasi tentang 4. Nakhoda harus
SISPRO memaksimalkan motivasi
2. Kurangnya pengawasan dari nakhoda 5. Perwira I (Mualim 1) harus
3. Kurangnya latihan penggunaan PSE membuat rencana kerja
4. Kurang maksimalnya motivasi dari
nakhoda
5. Kurang maksimalnya perencanaan
pelaku POAC terhadap SISPRO

Optimalnya Penerapan SISPRO Keselamatan


Kerja di atas Kapal MT. Bumi Indonesia

37
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. WAKTU DAN TEMPAT PENILITIAN

1. Waktu Penelitian

Untuk mendapatkan data-data dan informasi yang berhubungan dengan


permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini, penulis telah melakukan penelitian
yang dilaksanakan selama penulis menjalani tugas praktek laut (Prala). Tugas
tersebut berlangsung selama satu tahun dimulai pada tanggal 06 Januari 2016
sampai dengan 06 Januari 2017. Sedangkan tempat penelitian dilakukan di kapal
pengangkut minyak.
2. Tempat Penelitian

Untuk tempat penilitian dimana penulis melakukan penelitian yakni di


kapal MT.BUMI INDONESIA , dengan keterangan sebagai berikut :
NAME OF VESSEL : MT.BUMI INDONESIA
NATIONALITY : INDONESIA
CALL SIGN : PNHC
OFFICIAL NO : 25956-98-B
IMO NO : 9182825
DWT : 6935.18 MT
GRT : 5169.00 MT
NRT : 1786.00 MT
LOA : 108 MTR
PORT OF REGISTRY : JAKARTA
CLASS OF SOSIETY : ABS
KIND OF VESSEL : 6500 MT WHITE OIL TANKER
REGISTRY LENGHT (Mod) : 102.60 MTS

38
REGISTRY BREADTH (Mod) : 19.20 MTS
DRAUGHT : 6 MTS
NO & TYPE OF
: ONE WARSILA 6R32 LNE
PROPULASION ENGINE
SERIAL NO OF ENGINE : 8317
OUT PUT OF ENGINE : 2460 Kw @ 750 RPM 3342 BHP
ENGINE MAKER : WARTSILA FINLAND
TYPE OF AUX ENGINE : CUMMINS KTA 19.G 2
SERIAL NO : 37180779 / 37180797 / 37180798
OUT PUT OF ENGINE : 450 BHP @ 1500 RPM
ENGINE MARKER : CUMMINS USA
NUMBER OF DECKS
: 4
(ACCOMODATION)
NUMBER OF MASTS : 2
BUILDERS HULL NO : HULL NO. 077
MATERIAL OF HULL : GRADE A MILD STEEL
BUILD : WELDED
STEM : BULBOUS BOW
STEM : RAKE
Malaysia Shipyard & Engineering SDN.
PLACE OF BUILDING :
BHD
YEAR OF BUILT : 1998
KEEL LAYING DATE : 15th Augustus 1997
LOUNCING DATE : 16th March 1998
DELEVERY DATE : 10th July1998
MMSI NO : 353211000
INMARSAT – C NO : 435321110
INMARSAT – M NO : Phone , 763046070. FAX, 763046071
ADMIRAL LINES, JAKARTA (1A – 14
AAIC :
)
PT.BUMI INTERNATIONAL TANKER
OWNERS :
JAKARTA
CHARTERS : PERTAMINA DOP JAKARTA

B. METODE PENDEKATAN DAN TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Kata metodologi berasal dari penggabungan dua kata yang berasal dari
Yunani, yaitu Metodos dan Logos. Metodos berarti melalui dan logos berarti ilmu
pengetahuan. Metode merupakan suatu kerangka kerja untuk melakukan suatu
tindakan, atau suatu kerangka berfikir untuk menyusun suatu gagasan, yang
beraturan, berarah dan berkonteks dengan maksud dan tujuan.
Research ( Penelitian ) ialah suatu kegiatan mengkaji secara teliti dan teratur
dalam suatu bidang ilmu menurut kaedah tertentu. Sedangkan mengkaji ialah suatu
usaha untuk memperoleh atau menambah pengetahuan. Jadi, meneliti dilakukan
untuk memperkaya dan meningkatkan kefahaman tentang sesuatu. Metode
penelitian merupakan suatu cara pendekatan ilmiah untuk mendapatkan,
mengembangkan serta menguji kebenaran suatu ilmu pengetahuan dengan kata
lain metode penelitian yakni membicarakan mengenai tata cara pelaksanaan
penelitian. Dalam penelitian ada kegiatan yang disebut penyelidikan, yaitu mencari
fakta secara teliti dan teratur menurut suatu kaedah tertentu untuk menjawab suatu
pertanyaan. Pemakaian metode tersebut dimaksudkan agar hasil atau ilmu
pengetahuan yang didapat dari suatu penelitian dapat dipertanggung jawabkan
kebenarannya. Pada dasarnya metode penelitian merupakan suatu cara yang dipilih
untuk dapat memahami objek yang diteliti dengan masalahnya.
Dari uraian diatas, dapat diketahui peran penting metodologi penelitian
untuk memberikan keterangan tentang apa dan bagaimana penelitian dilakukan
bagi seorang peneliti. Dengan dasar seperti itu penulis akan memaparkan
pengalaman dan ilmu yang diperoleh selama di kapal pada saat praktek laut dan
dalam skripsi ini secara penulis melaksanakan penelitian dengan sifat penelitian
yaitu secara metodologi penelitian kualitatif, yakni penulis lebih menggunakan
teknik analisis, mengkaji masalah secara khusus dengan cara menuliskan kendala-

31
kendala yang dihadapi pada saat pelaksanaan prosedur keselamatan untuk
mengurangi kecelakaan kerja di kapal MT.BUMI INDONESIA, kemudian penulis
akan mencari solusi yang tepat untuk mengatasinya yaitu dengan meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan tentang prosedur keselamatan dan cara-cara
pengoprasian alat-alat keselamatan. Dengan tujuan untuk lebih memahami suatu
masalah secara mendalam.

1. Metode pendekatan
Dikarenakan obyek penelitian yang dibahas di dalam skripsi ini hanya satu,
maka tidak digunakan metode populasi dan sampel, adapun metode penelitian
yang dipilih adalah studi kasus. Pengertian dari studi kasus adalah suatu metode
penelitian yang bertujuan untuk mengamati aspek tertentu atau secara spesifik
untuk memperoleh data yang ada dan sesuai dengan tujuan penelitian.
Metode studi kasus tidak hanya dapat digunakan untuk satu kasus tetapi
dapat dilibatkan pula banyak kasus. Studi kasus merupakan deskriptif melalui
individu, kelompok atau organisasi yang diwawancarai maupun observasi.
Studi kasus ini juga melibatkan penelitian terhadap arsip dan kepustakaan
yang melibatkan sumber data yang banyak jenisnya. Berdasarkan metode
penelitian yang dipilih, maka yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah
upaya meningkatkan pelaksanaan prosedur keselamatan untuk mengurangi
kecelakaan kerja di atas kapal MT.BUMI INDONESIA.
2. Teknik pengumpulan data
Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data untuk penyusunan skripsi
ini adalah dengan mencari dan mengumpulkan data yang berhubungan dengan
masalah yang diangkat pada skripsi ini. Selain itu pengumpulan data juga
dilakukan dengan penelitian langsung di lapangan. Adapun metode yang
digunakan dalam pengumpulan data adalah sebagai berikut :
a. Metode Observasi
Menurut Riduwan ( 2003 : 57 ) dalam Dasar-dasar Statistika, Bandung:
Alfabeta), observasi adalah melakukan pengamatan secara langsung ke objek

32
penelitian untuk melihat dari dekat kegiatan yang dilakukan. Apabila objek
penelitian bersifat perilaku dan tindakan manusia, fenomena alam (
kejadiankejadian disekitar alam kita ). proses kerja dan penggunaan responden
kecil. Tehnik observasi digunakan dengan maksud untuk mendapatkan atau
mengumpulkan data secara langsung selama melaksanakan praktek laut di atas
kapal MT.BUMI INDONESIA mengenai kurangnya prosedur darurat
keselamatan tujuan dari observasi ini adalah untuk mendapatkan data primer,
yaitu suatu data yang diperoleh dan dikumpulkan secara langsung di lapangan
atau di atas kapal.

b. Metode wawancara
Menurut Riduwan ( 2003 : 56 ) dalam Dasar-dasar Statistika, Bandung:
Alfabeta, wawancara merupakan suatu cara pengumpulan data yang digunakan
untuk memperoleh informasi langsung dari sumbernya. Wawancara merupakan
proses tanya jawab secara lisan yang dilakukan seseorang, saling berhadapan
dan saling menerima serta memberi informasi. Pelaksanaan wawancara
dilakukan dengan para awak kapal MT.BUMI INDONESIA yaitu Master Capt.
Subekhan, Chief Officer Yusli, 3rd Officer Ferry Setyawan dan Bosun Miswar
dengan menggunakan cara terpimpin, yaitu pewawancara membuat kerangka
dan garis besar pokok-pokok pertanyaan.
Oleh Karena itu dalam penyusunan skripsi ini diperlukan beberapa
dukungan atau data analisa dalam perumusan materi permasalahan guna
mendapatkan hasil penulisan yang baik tersebut penulis menggunakan teknik
yang berupa :
3. Observasi
Dalam teknik ini penulis telah melakukan pengamatan secara langsung
dan telah mengumpulkan data-data dan informasi yang sesuai dengan keadaan
yang terjadi di lapangan. Penulis melakukan pengamatan langsung pada saat
dilakukannya latihanlatihan keselamatan dan pada saat diadakan internal audit,

33
sehingga pada saat tersebut penulis dapat menilai tentang bagaimana keterampilan
dan pengetahuan baik anak buah kapal maupun perwira tentang prosedur
keselamatan.
4. Wawancara
Selain melakukan observasi praktis penulis melakukan penelitian dan
mengumpulkan data-data dan informasi yang berhubungan dengan masalah yang
dibahas dalam skripsi ini, penulis juga telah melakukan pengumpulan data dengan
menggunakan teknik wawancara, yaitu dengan cara berdialog langsung dengan
narasumber dalam bentuk tanya jawab. Para anak buah kapal yang telah
diwawancarai oleh penulis diantaranya sebagai berikut :
a. Capt. Subekhan
Penulis menanyakan tentang bagaimana penilaiannya sebagai nahkoda di atas
kapal, tentang kemampuan anak buah kapal pada saat diadakan latihan
menurunkan sekoci dan latihan pemadaman yang baru diadakan setelah sekian
lama latihan-latihan tersebut tidak diadakan di atas kapal. Nahkoda menjawab
bahwa sebagian besar anak buah kapal tidak terampil lagi dalam
mengoperasikan alat-alat keselamatan baik pada saat penurunan sekoci maupun
pada saat pelatihan pemadaman kebakaran, bahwa sebagian dari anak buah
kapal sudah lupa prosedur dan tanggung jawab mereka.
b. Yusli (Chief officer)
Penulis menanyakan tentang bagaimana penerapan menejemen keselamatan
yang selama ini dijalankan di atas kapal chief officer menjawab selama ini dia
mempunyai kendala dalam pelaksanaan latihan keselamatan secara nyata yang
di lakukan karena pendeknya waktu pelayaran yang diperburuk dengan
keadaan cuaca yang tidak mendukung, sehingga dengan kondisi tersebut
mengakibatkan hampir tidak adanya waktu yang tersedia untuk melaksanakan
suatu latihan keselamatan. Sehingga selama ini dalam setiap sebulan sekali
hanya diadakan suatu safety meeting (pertemuan yang membahas tentang
keselamatan di kapal) tanpa diadakannya latihan-latihan secara nyata.
c. Ferry Setyawan (Third officer)

34
Penulis menanyakan tentang kendala apa saja yang mereka hadapi sehingga
mengakibatkan menurunnya tingkat keterampilan mereka dalam
mengoperasikan alat-alat keselamatan yang ada di kapal. Dia menjawab bahwa
penyebab menurunnya keterampilan anak buah kapal tentang prosedur
keselamatan di kapal disebabkan oleh kurangnya pelaksanaan latihan-latihan
keselamatan di kapal dan kurangnya sosialisasi antara perwira-perwira di kapal
dengan para anak buah kapal mengenai keselamatan di kapal.
d. Mizwar (Bosun)
Penulis menanyakan tentang alasan mengapa para ABK kurang terampil dalam
melaksanakan prosedur keselamatan di kapal. Dia menjawab bahwa penyebab
para ABK kurang terampil dalam melaksanakan prosedur keselamatan di kapal
dikarenakan kurangnya latihan-latihan prosedur keselamatan di kapal yang
disebabkan oleh padatnya jadwal bongkar muat dan kurangnya sosialisasi dari
para perwira kepada ABK mengenai keselamatan diatas kapal.
Dari hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa padatnya jadwal
operasional kapal memperkecil kesempatan para perwira dengan anak buah
kapal untuk melaksanakan latihan-latihan keselamatan dan pada saat itu timbul
pemikiran dari para perwira di atas kapal bahwa para anak buah kapal sudah
memiliki keterampilan dan sudah benar-benar memahami bagaimana cara
menanggulangi hal-hal yang berhubungan dengan keselamatan di kapal.

5. Studi pustaka
Pengumpulan data pada teknik ini yaitu dengan membaca dan mencari
informasiinformasi dari buku-buku yang dijadikan bahan referensi yang ada
hubungannya dengan masalah yang akan dibahas, dimana dengan membaca buku-
buku referensi tersebut dapat memudahkan penulis untuk mambahas dan
memberikan pengetahuan-pengetahuan yang berhubungan dengan permasalahan
yang akan dibahas dalam skripsi ini. Adapun buku-buku tersebut adalah :
a. The Teory Practice Of Seamanship. Graham danton

35
Dalam buku ini menjelaskan tentang semua hal yang berhubungan dengan
bidang kepelautan yang mencakup didalamnya bagaimana mengoperasikan
sekoci, rakit penolong, cara melakukan davitnya, tindakan awal terhadap
kebakaran, teori api, cara penyelamatan terhadap orang jatuh kelaut dan
lainlain.
b. SOLAS Chapter 3
Adalah buku yang di dalamnya terdapat semua aturan-aturan internasional
tentang alat-alat keselamatan dan jumlahnya, cara penempatan dan lokasi
penempatan dari pada alat-alat tersebut berdasarkan jenis dan besarnya kapal.
c. STCW 1978 Amandemen 2010
Dalam buku ini terdapat semua persyaratan dan aturan-aturan internasional
mengenai keterampilan-keterampilan yang harus dimiliki oleh seorang pelaut.
d. Filsafat administrasi Prof.Dr.Sondang P.Siagian.
Dalam buku ini menerangkan tentang bagaimana suatu pengaturan,
pengelolaan atau administrasi yang baik sehingga dapat mengkoordinasi semua
jadwaljadwal yang ada.
e. Psikologi Sosial Dr.W A Gerungan Dipl.Psych
Dalam buku ini menjelaskan tentang bagaimana caranya menjadi seorang
pemimpin yang baik sehingga terwujudlah kesepakatan bersama serta
keharmonisan kerja antara pimpinan dan bawahan.

C. SUBJEK PENELITIAN
1. Populasi
Dalam penyusunan skripsi ini penulis mengumpulkan data dengan mengambil
populasi yaitu anak buah kapal MT.BUMI INDONESIA
2. Sampel
Dari populasi yang telah ditentukan penulis memutuskan untuk mengambil
sampel anak buah kapal MT.BUMI INDONESIA khususnya bagian dek yang

36
mana di kapal tersebut merupakan tempat diadakannya penelitian untuk
mendapatkan data-data dan informasi yang digunakan dalam pembahasan
skripsi ini. Dikapal itulah penulis menjalankan tugas proyek laut selama satu
tahun.

D. TEKNIK ANALISIS
Teknik yang penulis gunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah dengan
menggunakan teknik deskriptif kualitatif. Menurut Sugiyono (2005) menyatakan
bahwa metode deskriptif adalah suatu metode yang digunakan untuk
menggambarkan atau menganalisis suatu hasil penelitian tetapi tidak digunakan
untuk membuat kesimpulan yang lebih luas.
Adapun tujuan dari penilitian ini adalah mengungkapkan kejadian atau fakta,
fenomena, variabel dan keadaan yang terjadi saat penilitian berlangsung dengan
menyuguhkan apa yang sebenarnya terjadi. Dimana teknik deskriptif ini
menggambarkan data-data berdasarkan pengalaman yang telah penulis dapatkan
selama penulis menjalani proyek laut di atas kapal MT.BUMI INDONESIA selama
satu tahun.

37
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. DESKRIPSI DATA
Selama melaksanakan tugas praktek laut (Prala) di kapal MT. BUMI
INDONESIA selama satu tahun (Periode 06 Januari 2016 sampai dengan 06
Agustus 2016), penulis melakukan penelitian-penelitian dan mengumpulkan data
yang berhubungan dengan masalah keselamatan di kapal. Dalam hal ini penulis
memfokuskan pada faktor pengetahuan anak buah kapal tentang prosedur
keselamatan dan juga keterampilan dalam mengoperasikan alat-alat keselamatan di
kapal. Dari penelitian tersebut penulis mendapatkan beberapa temuan penelitian,
yaitu :
1. Kurang optimalnya penggunaan personal safety equipment oleh anak buah kapal.
Pada saat penulis memulai praktek laut di kapal, kurang lebih pada 4 bulan pertama
kapal mempunyai rute pelayaran kapal yang tetap dari Pelabuhan Pertamina
Palembang (Indonesia) sebagai pelabuhan muat menuju Pelabuhan Pertamina
Pontianak sebagai pelabuhan bongkar dan sebaliknya dengan memuat muatan
marine fuel oil , melalui jalur pelayaran Natuna Sea. Waktu pelayaran yang cukup
singkat yang hanya membutuhkan waktu sekitar 2 hari. Selain waktu pelayaran yang
singkat, waktu bongkar muatan juga relatif cukup pendek, hanya berkisar antar 20
sampai 24 jam. Ditambah lagi dengan kondisi cuaca yang tidak begitu baik, sehingga
dengan kondisi tersebut latihan-latihan keselamatan di kapal sangat jarang dan
bahkan biasa dikatakan tidak pernah diadakan. Setiap sebulan sekali hanya diadakan
Safety Meeting di kapal yaitu pertemuan antara Safety Comitee yang dihadiri oleh
seluruh ABK dari deck department dan engine department yang membahas tentang
masalah keselamatan dan masalah-masalah yang ditemui para kru di kapal. Dari
setiap Safety Meeting yang diadakan, mualim tiga selalu mecatatnya dalam Log Book,
tetapi selalu dicatat beserta dengan laporan diadakannya latihan keselamatan (Drill)
atas persetujuan dari master.

38
Yang pada kenyataannya latihan-latihan tersebut tidak diadakan di kapal.
Pertemuan tersebut hanya lebih berkesan seperti pembicaraan yang sifatnya
umum tanpa membahas tentang materi-materi yang mengenai masalah-masalah
yang memfokus pada keselamatan.
2. Kurangnya pemahaman anak buah kapal akan pentingnya menggunakan alat
keselamatan.
Pada tanggal 17 November 2017 di Outer Bouy Tg. Benoa Anchorage
(Indonesia) kapal sedang berlabuh jangkar dan di kapal diadakan pengecekan
oleh petugas internal audit dari perusahaan, untuk memeriksa kelengkapan dan
kelayakan dari alat-alat keselamatan secara menyeluruh dan memeriksa
kelengkapan dari dokumendokumen yang diperlukan untuk pengoperasian
kapal.
Pada pengecekan tersebut, mualim III yang bertanggung jawab sebagai
perwira keselamatan, mengadakan pengecekan beserta dengan petugas internal
audit. Pemeriksaan dimulai dari anjungan mengenai alat-alat yang ada
diruangan tersebut. Kemudian peralatan-peralatan tersebut diperiksa apakah
masih berfungsi dengan baik atau tidak dan memeriksa masa berlakunya alat-
alat tersebut. Setelah itu menuju pada sekoci penolong untuk diadakan
pengecekan peralatan yang ada di dalam dan pengujian pada mesin sekoci.
Pada saat itu petugas audit meminta kepada Mualim III untuk menurunkan
sekoci, namun pada saat proses penurunan sekoci tersebut, terlihat bahwa
beberapa ABK tidak menempati posisinya masing-masing dan tidak
melaksanakan tugasnya, sehingga tampak bahwa kerja sama diantara mereka
tidak berjalan dengan baik. Setelah itu pengecekan menuju pada peralatan
pemadaman kebakaran yang mana diadakan peragaan cara menggunakan
tabung oksigen (Breathing Aparatus). Pada peragaan ini akan diperlihatkan
bagaimana cara penggunaannya yang benar dan tepat serta kelengkapan dan
kecepatan. Untuk itu ditunjuk dua orang untuk memperagakan penggunaan
peralatan tersebut dibantu oleh para ABK lainnya. Pada salah satu koreksi
dalam peragaan tersebut adalah cara menggunakan alat tersebut yang terlalu
lama, tidak sesuai dengan aturan internasional khususnya SOLAS (Safety Of
Life At Sea). Kemudian menjalankan Emergency Fire Pump dengan memakai
selang kebakaran untuk menguji pancaran air. Saat diruang dapur petugas
internal audit menanyakan kepada salah satu kru apabila terjadi kebakaran pada

30
peralatan listrik bagaimana cara untuk menangi kebakaran tersebut. ABK
tersebut mengambil salah satu botol pemadam kebakaran yang ada di dapur
namun yang diambil oleh ABK tersebut adalah jenis pemadaman tabung busa.
Pada tabung tersebut berisi bahan material campuran antara air dan zat kimia.
Petugas tersebut menanyakan langsung serta meyakinkan apa yang telah
dilakukan sudah tepat atau belum. Kemudian diberikan pengarahan bahwa
tindakan tersebut tidak benar karena peralatan listrik apabila terkena material
air akan menjadi penghantar listrik, dan menunjukan bagaimana cara yang
benar dengan mengambil botol pemadam yang berjenis bahan material dari
Carbon Dioksida (CO2).
Pada kesempatan itu petugas audit juga meminta kepada nahkoda untuk
mengadakan latihan kebakaran, kemudian Mualim III atas instruksi nahkoda
membunyikan alarm tanda kebakaran, seluruh awak kapal berkumpul di muster
station. Simulasi latihan tersebut adalah kebakaran pada salah satu cabin awak
kapal, dengan satu orang korban yaitu cadet. Petugas audit bertanya kepada
salah satu awak kapal tentang tindakan yang pertama kali harus dilakukan
apabila melihat kejadian tersebut. ABK tersebut menjawab dengan mencari alat
pemadam jinjing dan mencoba untuk memadamkan sebisa mungkin.
Selanjutnya regu pemadam yang dipimpin oleh mualim I tersebut masuk untuk
memadamkan api dan menemukan korban yang harus diselamatkan. Maka regu
penyelamat segera mempersiapkan diri dengan mengenakan breathing
aparatus namun memerlukan waktu yang cukup lama untuk menggunakannya.
Sehingga proses penyelamatan tidak semaksimal mungkin selanjutnya petugas
internal audit menunjuk salah satu ABK lainnya untuk menjalankan
Emergency Fire Pump. ABK tersebut kesulitan untuk melaksanakannya
sehingga waktu yang diperlukan untuk mengaktifkan pompa tersebut memakan
waktu yang lama. Berdasarkan kejadian tersebut tim audit merasa kurang puas
terhadap kecakapan dan keterampilan kru dalam melaksanakan situasi darurat
dan meminta kepada nahkoda agar pelatihan prosedur darurat di kapal
dilaksanakan secara rutin.
Dari hasil pertemuan tersebut terlihat bahwa tidak suksesnya suatu
latihan menggunakan alat-alat keselamatan bukanlah karena kurangnya
peralatan di kapal atau kurangnya penerapan ISM (International safety
management Code), melainkan disebabkan oleh faktor manusia dimana

31
terdapat beberapa anak buah kapal kurang memiliki keterampilan yang baik
akan prosedur tersebut.

B. ANALISIS DATA
Dari hasil penelitian tersebut di atas, didapat beberapa data atau informasi
tentang permasalahan berhubungan dengan latihan-latihan prosedur darurat dan
penggunaan alat-alat keselamatan di MT. BUMI INDONESIA. Adapun
permasalahan yang dapat penulis kumpulkan adalah:
1. Pengetahuan dan pemahaman anak buah kapal
Perkembangan ilmu pengetahuan terus menerus mengikuti zaman dan
perubahan-perubahan mengikuti perkembangan teknologi bahkan
menghasilkan penemuan-penemuan baru. Alat-alat keselamatan pada kapal
modern umunya dibentuk dengan system yang baru atau modern. Dengan
demikian secara bertahap dan terus menerus akan terjadi perubahanperubahan
atau perbedaan-perbedaan dari system dari prosedur pengoperasian dari pada
alat-alat tersebut.
Apalagi jika alat-alat tersebut jarang disimulasikan meskipun sering
diadakan latihan namun setiap latihan hanya dalam bentuk diskusi tentunya
ABK hanya dapat membayangkan tentang cara pengoperasiannya tanpa
mempraktekannya secara langsung. Tidak dapat disangkal bahwa
kemampuan ABK dalam melaksanakan tugas-tugasnya sangat ditentukan
oleh seberapa jauh mereka menguasai dan memahami pengetahuan yang
menunjang pada profesi mereka atau seberapa banyak pengalaman yang
mereka miliki, yang berkaitan dengan tugas-tugas yang diembannya.
Selanjutnya penguasaan ilmu pengetahuan ditentukan oleh sejauh mana
mereka mendapatkan pelatihan dan ditentukan oleh seberapa banyak mereka
mendapatkan pendidikan dan tingkat keterampilan sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan yang secara terus menerus mengikuti
perkembangan zaman dan perubahan-perubahan saat ini bahkan sudah
menghasilkan penemuan-penemuan baru yang tentunya dengan system dan
prosedur penggunannya yang berbeda. Berdasarkan fakta-fakta yang ditemui
penulis selama melaksanakan tugas praktek laut di kapal MT.BUMI
INDONESIA adalah ketidaksiapan dari ABK terutama bawahan dalam
menghadapi dan menangani situasi darurat di kapal karena keterampilan

32
mereka yang tidak terlatih serta tidak disiplinnya beberapa ABK tersebut
dalam mengikuti latihan keselamatan termasuk kurang pahamnya mengenai
pentingnya latihan-latihan tersebut. Kurangnya kecakapan yang dimiliki oleh
ABK jelas sangat mempengaruhi keberhasilan di dalam melaksanakan
tugastugas mereka di kapal baik tugas rutin maupun tugas yang sifatnya
temporer seperti pengoperasian alat-alat penolong. Meskipun mereka
mempunyai pengetahuan yang cukup baik tetapi tidak ditunjang oleh
keterampilan yang baik sesuai dengan system dan prosedur keselamatan yang
ada, maka masalah ini akan tetap menjadi kendala didalam melaksanakan
tugas-tugasnya di kapal.
Oleh karena itu faktor pengetahuan dan keterampilan bagi personil
kapal harus mendapat perhatian yang besar dari pihak-pihak yang
bertanggung jawab akan hal tersebut. Pembekalan dan peningkatan
pengetahuan serta keterampilan bagi ABK pada umumnya dilakukan melalui
sistim pendidikan formal dan informal. Pendidikan biasanya dilakukan
sebelum awak kapal yang bersangkutan bekerja di kapal. Peningkatan
keterampilan anak buah kapal dilakukan melalui program pendidikan dan
latihan diharapkan dapat memberikan pembekalan yang berarti bagi
peningkatan keterampilan ABK.

2. Pelaksanaan latihan-latihan keselamatan


Berbagai jenis latihan-latihan keselamatan yang biasa diadakan di
kapal diantaranya adalah latihan penurunan sekoci, pemadaman kebakaran,
pertolongan orang jatuh kelaut, kegagalan dalam sistem kemudi (Steering
Failure), pencegahan pencemaran minyak (oil spill) dan lain sebagainya.
Namun dikarenakan kurangnya waktu yang tersedia untuk
melaksanakan latihanlatihan prosedur darurat tersebut di kapal yang
diakibatkan oleh padatnya jadwal operasional kapal diperburuk lagi dengan
keadaan cuaca yang kurang baik maka latihan-latihan tersebut di atas kurang
mendapat perhatian mereka tidak menyadari betapa pentingnya arti dari
latihan-latihan keselamatan tersebut sehingga hanya akan dilaksanakan dalam
waktu luang saja, oleh karena itu dengan jarangnya diadakan latihan-latihan
keselamatan di kapal maka ABK menjadi tidak berkembangnya keterampilan
mereka dalam bertindak dan mengoperasikan alat-alat keselamatan.

33
3. Kelengkapan dan kesiapan alat-alat keselamatan di kapal
Kelengkapan alat-alat keselamatan di kapal sangat mutlak diperlukan
untuk menunjang pengoperasian kapal yang akan dipergunakan oleh seluruh
awak kapal. Kelengkapan tentang alat-alat keselamatan ini sudah diatur
dalam aturan SOLAS Chapter III (Life Saving Appliance and Arrangements).
Untuk itu para ABK harus mampu dan terampil dalam mengoperasikan alat-
alat keselamatan yang ada di kapal agar selalu dalam kondisi yang baik
sehingga dapat digunakan sewaktu-waktu dengan mudah pada saat situasi
darurat. Perawatan alat-alat keselamatan harus dilakukan oleh salah satu awak
kapal yang telah ditugaskan oleh perusahaan sesuai dengan prosedur yang
dicantumkan dalam ISM Code yaitu Mualim III, oleh karena itu bagi perwira
yang bertanggung jawab atas keselamatan yang ada di kapal senantiasa selalu
memperhatikan dan mengecek atas kelayakan penggunaan alat-alat tersebut
guna kepentingan menjaga keselamatan jiwa di kapal.

C. ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH


Berdasakan analisa pengolahan data di atas sehubungan dengan latihan-
latihan dan pemahaman akan alat-alat keselamatan oleh anak buah kapal, maka
dapat diambil suatu alternatif pemecahan masalah dengan mewujudkan suatu
kerjasama antar nahkoda dengan anak buah kapal. Nahkoda sebagai pemegang
kendali utama menunjuk Mualim I sebagai Safety Officer untuk melakukan
pengarahanpengarahan dan familirisasi yang lebih kepada ABK.
Dengan alternatif pemecahan masalah:
1. Bagaimana cara mengoptimalkan penggunaan personal safety equipment oleh
anak buah kapal?
a. Mualim III sebagai penanggung jawab alat-alat keselamatan diatas kapal
harus aktif membuat dan mengikuti jadwal latihan keselamatan yang
diberikan oleh perusahaan.
b. Anak buah kapal harus selektif dalam mengikuti dan memahami latihan
penggunaan personal safety equipment.
2. Bagaimana meningkatkan pemahaman anak buah kapal akan pentingnya
penggunaan alat-alat keselamatan?
a. Dengan mengikuti jadwal rutin latihan keselamatan yang dibuat oleh mualim
III sebagai penanggung jawab alat-alat keselamatan.

34
b. Keselamatan kapal dan awaknya lebih terjamin jika semua prosedur
keselamatan diatas kapal sesuai dengan jadwal yang diikuti dengan
pemeriksaan terjadwal tentang alat-alat keselamatan fungsi dan gunanya.
Agar mendapat hasil yang lebih baik dalam upaya meningkatkan pengetahuan
dan keterampilan tentang prosedur dan cara-cara pengoperasian alat-alat
keselamatan di atas dapat dilakukan dengan :
1. Pelatihan-pelatihan awak kapal secara formal dan informal
Pemberian pelatihan dan pendidikan kepada anak buah kapal adalah
merupakan tanggung jawab setiap perusahaan pelayaran. Pendidikan yang lebih
bersifat teoritis dari pada praktis, latihan lebih bersifat penerapan dari pada
pengetahuan. Dengan latihan atau pendidikan seseorang akan lebih mudah
melaksanakan tugas-tugasnya. Dengan adanya pelatihan dan pendidikan
menjamin tersedianya tenaga-tenaga yang mempunyai keahlian dalam suatu
perusahaan tersebut, dengan demikian seseorang yang terdidik dan terlatih dapat
berfikir secara kritis dalam melaksanakan tugasnya.
a. Melatih anak buah kapal secara formal
Agar dalam menggunakan alat-alat keselamatan di kapal dapat dilakukan
dengan baik, maka diperlukan personil yang terampil. Oleh karena itu maka
personil tersebut harus diikut sertakan dalam pendidikan dan latihan
keselamatan secara formal. Pendidikan dan latihan formal dilakukan melalui
lembaga-lembaga pendidikan dan pelatihan tertentu.
Pendidikan formal menitik beratkan pada penguasaan teori tentang
keselamatan di kapal dengan berbagai seluk beluk yang terkait di dalamnya.
Disamping itu para peserta pelatihan dilibatkan dalam praktek-praktek
lapangan guna memperdalam pengetahuan mereka tentang keselamatan di
kapal. Kaitannya dengan upaya penyelamatan di laut, maka jelas bahwa
penguasaan pengetahuan dan keterampilan bagi para pelaut atau bagi calon
pelaut sangatlah penting guna bekal pengetahuan mereka sebelum
ditempatkan dan bekerja di kapal. Hal ini relevan dengan apa yang ditetapkan
oleh konvensi internasional STCW (Standard of Training, Sertification and
Watch Keeping for Seafarer) 2010.
Manila amandement, Code A-VI / I : sebelum melasanakan tugas-
tugas di kapal, semua orang yang dipekerjakan di semua kapal harus
menerima pelatihan pengenalan (familirisasi) tentang teknik-teknik

35
penyelamatan jiwa atau memperoleh informasi yang cukup serta petunjuk –
petunjuk. Semua pelaut harus dilatih agar sebelum bertugas di kapal sudah
memahami dan mengetahui tentang:
1) Macam-macam keadaan darurat yang dapat terjadi dilaut seperti
kebakaran, tabrakan, kandas dan lain-lain.
2) Jenis-jenis alat penolong yang harus ada di kapal.
3) Manfaat dari latihan-latihan.
4) Kesiapsiagaan dalam menghadapi keadaan darurat, dengan cara selalu
mengingat mengenai tugas-tugasnya dalam sijil, pos tugas, isyarat
pemanggilan, tempat dan acara pemakaian baju renang (rompi renang),
cara menaiki sekoci dari kapal maupun dari air atau laut serta cara
mempersiapkan dan mengeolah sekoci.
b. Melatih anak buah kapal secara informal
Kemampuan ABK tidak hanya ditentukan oleh pengetahuan yang
diperoleh melalui pendidikan formal, akan tetapi harus didukung oleh latihan-
latihan yang dilakukan secara informal. Peningkatan kemampuan ABK
dengan pengetahuan dan keterampilan lewat latihan-latihan atau praktek
langsung. Kegiatan melatih anak buah kapal dengan latihan-latihan pada
umumnya dilakukan di kapal pada saat kapal berlayar tanpa mengganggu
tugas rutin.
Sesuai dengan ketentuan SOLAS (Safety Of Life At Sea) 1974, maka
setiap kapal harus memiliki peralatan keselamatan jiwa di laut, dan setiap
personil yang ada harus terampil dalam menggunakan peralatan-peralatan
tersebut termasuk pemeliharaanya. Menurut konvensi IMO (International
Maritime Organization) untuk meningkatkan keterampilan anak buah kapal
perlu adanya pelatihan yang bersifat rutin di kapal, disamping harus
melaksanakan beberapa prosedur yang diwajibkan lainnya.
Dengan adanya latihan-latihan tersebut, dengan sendirinya anak buah
kapal secara langsung mengetahui tempat dan keadaan darurat dan mereka
dapat mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik dan benar dalam
menanggulangi situasi darurat. Nahkoda dibantu oleh perwira di kapal harus
selalu memperhatikan, mengatur dan mengawasi pelaksanaan latihan-latihan
di kapal. Jika terdapat awak kapal yang diganti sebanyak 25% pelatihan atau

36
familirisasi harus dilakukan dalam 24 jam sejak kapal meninggalkan
pelabuhan.
2. Kedisiplinan ABK dalam melaksanaan latihan-latihan keselamatan.
Istirahat yang cukup memang harus diperhatikan untuk menghilangkan
kelelahan setelah bekerja. Walaupun jadwal kapal yang begitu padat persiapan
fisik dan psikologi para ABK harus diperhatikan baik saat kapal berlayar
maupun pada saat kapal bersandar, sehingga tercipta lingkungan kerja baik.
Pemanfaatan waktu yang ada merupakan salah satu hal penting untuk
meningkatkan kedisiplinan ABK di kapal. Kenyamanan dan keamanan di kapal akan
tercipta dari pola hidup ABK yang disiplin dengan mengatur waktu untuk bekerja,
waktu untuk beristirahat dan bersosialisasi dengan sesama rekan-rekan di kapal. Dengan
demikian mereka dapat saling bertukar informasi dan berbagi pengalaman khususnya
dalam hal keselamatan di kapal.
Sehingga produktifitas kerja dapat dicapai dan lebih untuk memperhatikan
keadaan disekitarnya termasuk alat-alat keselamatan. Dari perhatian mereka inilah
timbul rasa memiliki dan keingintahuan mereka akan hal-hal tersebut. Pemikiran-
pemikiran yang seperti inilah yang harus disosialisasikan oleh pimpinan di kapal guna
tercapainya suatu lingkungan kerja yang baik dan aman.
3. Kedisiplinan ABK dalam mentaati peraturan keselamatan kerja
Meningkatkan kedisiplinan anak buah kapal dalam mentaati peraturan
keselamatan kerja terutama dalam menggunakan alat-alat keselamatan kerja,
dengan cara adanya sistem peringatan bahkan sampai pada pemberhentian, jika
hal tersebut betul-betul membahayakan dirinya sendiri dan orang lain. Selain itu
agar kedisiplinan terus berlanjut diperlukan adanya pengawasan.
Nakhoda kapal dapat menunjuk salah satu perwira baik di dek maupun di
kamar mesin untuk menjadi pengawas di departemennya masing-masing. Dalam
pengawasan dibutuhkan sikap yang tegas dan tanggung jawab sehingga dapat
diteladani dan dijadikan contoh oleh para anak buah kapal dalam mentaati
peraturan keselamatan kerja.
4. Pelaksanaan manajemen keselamatan di kapal
Agar pelaksanaan suatu kegiatan berjalan secara efisien dan efektif, maka
harus ditunjang dengan manajemen yang baik, rasional, objektif dan mengacu
pada tujuan yang ingin dicapai. Mengingat beragamnya masalah dan
kepentingan yang ada di atas sehingga terhambatnya pelaksanaan pelatihan di

37
kapal. Maka sudah selayaknya jika manajemen keselamatan di kapal
dilaksanakan secara cepat dan tepat karena menyangkut dengan keselamatan
jiwa.
Pelaksanaan ini harus dilakukan secara menyeluruh baik segi pekerjaan
dan peralatan, prosedur kerja maupun dari segi personil. Dari segi peralatan,
maka halhal yang harus diperhatikan antara lain penyediaan dan pemeriksaan
alat-alat keselamatan beserta suku cadangnya secara rutin dan berkala, apakah
alat-alat tersebut dalam kondisi yang baik atau tidak serta melaksanakan
familirisasi untuk meyakinkan bahwa seluruh awak kapal memahami dan
terampil akan prosedurprosedur darurat.
Sedangkan dari segi prosedur kerja, hal-hal yang harus dilaksanakan
antara lain jenis pekerjaan yang akan dikerjakan, bagaimana mengerjakanya,
waktu pelaksanaanya dan kualifikasi personil yang akan mengerjakan. Dan segi
personil hal-hal yang diperhatikan adalah kualifikasi atau persyaratan yang
dibutuhkan.
Mualim I sebagai safety officer menyiapkan jadwal-jadwal latihan di
kapal berdasarkan ketentuan-ketentuan dan checklist-checklist yang berlaku dari
perusahaan. Sebagai contoh dari perusahaan merekomendasikan setiap
minggunya pada hari Jumat diadakan latihan sekoci dan latihan pemadaman
kebakaran, latihan penyelamatan pada hari Sabtu, dan hari Minggu diadakan
safety meeting diisi dengan pembahasan tentang masalah-masalah yang
berhubungan dengan keselamatan dengan kata lain merupakan evaluasi
mingguan.
Yang perlu ditekankan dari pelaksanaan management ini adalah bahwa
semua unsur yang terkait harus diupayakan sedemikian rupa sehingga dapat
melaksanakan peran dan fungsinya sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya
masing-masing. Dengan demikian pelaksanaan pekerjaan di kapal akan berjalan
dengan baik jika didukung oleh personil yang mengerti akan tugas-tugasnya.
Tugas dan tanggung jawab dikapal memang banyak, namun kegiatan mengenai
keselamatan harus menjadi hal penting di kapal.

D. EVALUASI PEMECAHAN MASALAH


Dari penjelasan di atas, yang merupakan suatu rangkaian yang saling
berhubungan sehingga dalam pengoperasian kapal akan berjalan dengan baik dan

38
lancar. Dalam hal ini yang paling penting dititik beratkan pada sumber daya
manusianya sehingga dalam penanganan suatu pekerjaan di kapal dapat dilaksanakan
dengan baik.
Dengan pelaksanan manajemen di kapal yang baik, maka seluruh awak kapal
akan memahami tentang pentingnya prosedur keselamatan dan timbul kerja sama
yang baik dalam menjalankan tugasnya di kapal. Disamping pelaksanaan manajemen
di kapal, pendidikan juga perlu diberikan kepada awak kapal sehingga dapat
menciptakan tenaga kerja yang professional dan berguna untuk meningkatkan
kedisiplinan anak buah kapal dalam menaati peraturan keselamatan. Adanya
pemberlakuan peraturan-peraturan STCW 2010 yang harus dilaksanakan oleh calon
pelaut maka diharuskan mempunyai syarat minimum keahlian khusus dibidangnya
masing-masing demikian juga keterampilan didalam penyelamatan diri jika terjadi
suatu kecelakaan untuk mencegah adanya korban jiwa.
Pendidikan yang dimaksud adalah dengan cara melakukan pelatihan-
pelatihan kepada anak buah kapal secara formal dan informal, yang dimana
pelatihan ini memiliki sisi positif dan negatif. Sisi positif dan negatif diantaranya
ialah:
1. Sisi positif dari pelatihan formal adalah lebih meningkatkan pengetahuan teori
anak buah kapal tentang keselamatan di kapal, sedangkan sisi negatif dari
pelatihan formal adalah akan membuang waktu karna anak buah kapal harus
mengikuti diklat di lembaga-lembaga pendidikan tertentu.
2. Sisi positif dari pelatihan informal adalah lebih meningkatkan kemampuan
praktek karena pelatihan di laksanakan di kapal, sedangkan sisi negatif dari
pelatihan informal adalah anak buah kapal akan mengalami kelelahan jika
nahkoda tidak mengatur waktu pelatihan dengan waktu istirahat.
Kedisiplinan anak buah kapal juga harus ditingkatkan dalam menaati
peraturan keselamatan kerja karna jika anak buah kapal disiplin dengan peraturan
keselamatan kerja akan banyak sisi positif yang didapat, salah satunya adalah akan
berkurangnya kecelakaan kerja di kapal. Tetapi jika anak buah kapal tidak disiplin
dengan peraturan keselamatan kerja yang ada di kapal, itu akan menimbulkan
banyak sisi negatif salah satunya adalah kecelakaan saat bekerja akan meningkat dan
itu akan merugikan perusahaan maupun anak buah kapal itu sendiri.

39
Pelaksanaan manajemen keselamatan di kapal juga memiliki sisi positif dan
negatif yang dimana sisi negatif tersebut harus di hindari demi terjadinya suatu
manajemen yang baik. Sisi positif dan negatif diantaranya ialah:
1. Sisi positif dari pelaksanaan manajemen keselamatan di kapal adalah kru kapal
dapat mengetahui peran dan fungsinya serta tugas-tugasnya dan tanggung
jawabnya masing-masing saat terjadi keadaan darurat.
2. Sisi negatif dari pelaksanaan manajemen keselamatan di kapal adalah jika kru
kapal tidak menjalani peranan dan tugasnya saat keadaan darurat dengan baik
maka penanggulangan keadaan darurat akan terasa sulit.
Semua akan berjalan dengan baik jika manajemen kerja tertata dengan
baik dan memperbaiki manajemen kerja yang selama ini masih secara struktural
menjadi suatu sistem yang lebih demokratis. Untuk menghindari perbedaan persepsi
tentang pemecahan masalah di atas, maka penulis memandang perlu mendefinisikan
atau menggaris bawahi manajemen kerja yang bersifat struktural dan manajemen
kerja yang bersifat demokratis.
Menurut DR. Kartini Kartono, 1994 pada sistem kerja yang bersifat
stuktural atau yang sering dikenal sebagai sistem otokrat, perencanaan kerja
sepenuhnya berpusat pada pimpinan kemudian pelaksanaannya dilakukan oleh
pekerja dilapangan. Sedangkan sistem kerja yang bersifat demokratis, perencanaan
kerja tidak hanya ditetapkan oleh pihak managerial, namun juga didasarkan pada
partisipasi aktif semua peserta kerja yang akan ikut terlibat. Manajemen yang
demokratis memang lebih banyak mempunyai kelebihan-kelebihan, termasuk
diantaranya dapat memecahkan persoalan kelalaian manusia (human error). Jika
dibandingkan dengan metode kepemimpinan lama (struktural) atau dikenal
kepemimpinan otokrat, pelaksanaan pekerjaan dapat dipastikan akan lebih efektif.
Karena pada manajemen struktural, proses pekerjaan secara keseluruhan diatur dan
ditentukan oleh tingkat tertinggi, dalam hal ini di kapal oleh Chief Officer (Mualim
I) sebagai pimpinan departemen dek (leader of deck department), kemudian
pelaksanaannya oleh peserta kerja dek. Managerial level mengatur semua tindakan
tanpa memperhatikan cara kerja yang disukai oleh bawahannya, juga tidak
menghiraukan sama sekali kehidupan kelompok dan bentuk kerja yang kooperatif.
Akan tetapi, pada manajemen demokrasi proses pekerjaan ditentukan berdasarkan
hasil diskusi bersama seperti pada pelaksanaan deck safety meeting. Setiap tahap-
tahap pekerjaan dibahas dan dianalisa bersama-sama, hingga menghasilkan tahap-

40
tahap pekerjaan yang lebih sistematis. Disamping itu bisa menghimpun dan
memanfaatkan semua informasi serta masukan dari segenap anggota kelompok.
Karena sistem ini menganut keterbukaan dan kebebasan berpendapat, maka setiap
peserta rapat bebas mengemukakan pendapatnya mengenai pekerjaan yang akan
dilakukan, tentunya atas dasar bekerja efektif. Setiap instruksi dan petunjuk dari
perwira dapat diterima langsung secara menyeluruh oleh peserta diskusi lainnya dan
kekurangtahuan peserta kerja dek mengenai pekerjaan yang akan dilakukan dapat
ditanyakan langsung pada perwira yang berkewenangan, serta kendala yang
mungkin timbul, dapat segera ditemukan pemecahannya secara bersama-sama.
Sehingga pengantisipasian kendala pekerjaan, dapat dilakukan dengan cepat dan
tepat karena setiap orang memahami apa saja yang harus dilakukan.
Pada umumnya, dibawah kepemimpinan demokratis terdapat disiplin
kerja yang jauh lebih tinggi daripada kelompok dengan kepemimpinan
struktural/otokratis. Dalam kepemimpinan demokratis, kelompok itu sendiri yang
mendominasi suasana, sedang tekanan sosial yang diberikan oleh setiap anggota
kelompok, akan memaksa semua individu bertingkah laku sesuai dengan norma
kelompok. Sebaliknya pada kepemimpinan otokratis, cuma pemimpinlah yang
berhak mendesakkan kontrol dan melaksanakan kekuasaan.
Oleh karena itu, kemungkinan untuk menyelesaikan permasalahan tidak
lagi didasarkan oleh opini-opini individual, tetapi telah tersusun rapih sesuai
dengan hasil diskusi. Sebenarnya opini berawal dari fungsi pengamatan kemudian
mengalami proses yang pro maupun kontra, barulah kemudian tercipta opini.
Andaikan pengamatan tersebut dilakukan dengan dasar keilmuan, pasti akan
tercipta opini yang dapat dipertanggung jawabkan. Namun jika tanpa diikuti dengan
pengetahuan yang cukup, opini tersebut akan membuahkan kerugian. Demikianlah
kecelakaan-kecelakaan di kapal MT. Surya Chandra didasarkan oleh opini-opini
yang keliru terhadap potensi resiko bahaya. Pada umumnya opini tersebut
dipengaruhi oleh tradisi dan kebudayaan, yang diperoleh seseorang melalui media
pendidikan, generasi pendahulu dan pengalaman. Agaknya pengalaman menduduki
posisi puncak bagi penentuan opini seseorang terhadap sesuatu. Dan ini umumnya
terjadi pada praktisi, termasuk didalamnya pelaut.
Dengan demikian jelaslah bahwa manajemen yang demokratis itu
sifatnya lebih superior daripada managemen otokrat. Maka setiap kelompok kerja
pasti mengembangkan bentuk tingkah laku sesuai dengan tipe kepemimpinan yang

41
mengaturnya, dan tidak bergantung pada sifat-sifat individual setiap anggota
kelompok.
Namun hendaknya demokrasi di atas jangan diidentikkan dengan
demokrasi politik, akan tetapi lebih ditekankan pada kegiatan setiap anggota
kelompok beserta pemimpinnya selalu terlibat aktif dalam penentuan sikap/pilihan,
disiplin kerja yang ketat, dan etika kerja yang tinggi.
Sekalipun pada setiap situasi kerja itu diperlukan adanya disiplin, namun
terdapat perbedaan mencolok diantara disiplin yang ditanamkan secara sukarela oleh
kelompok dalam suasana yang demokratis, dengan disiplin kerja yang dipaksakan
secara eksternal dari atasan dalam situasi kelompok yang memiliki pemimpin
otokratis. Maka, metode kepemimpinan yang demokratis guna melaksanakan
kontrol efektif itu jelas bisa diajarkan pada setiap individu yang cukup inteligent dan
imbang kepribadiannya, dan tidak memiliki defekt/cacat mental dalam bentuk
inteligensi rendah, tidak neurotis, tidak egoistis, dan tidak memiliki prasangka-
prasangka emosional yang negatif. Dengan demikian pada akhirnya diharapkan
kekurang waspadaan, penurunan konsentrasi kerja, kenekatan, dan buruknya moral
kerja dapat diminimalisasi.
Walaupun semua poin-poin manajemen demokrasi telah dilakukan,
tentunya masih ada kemungkinan timbulnya kelalaian memenuhi segala prosedur
keselamatan. Untuk itu perlu adanya supervisor yang bisa menggerakkan setiap
anggota dalam bagiannya sesuai dengan petunjuk dan keinginannya untuk
melakukan tugas masing-masing, selesai tepat pada waktunya, serta mengikuti
prosedur kerja yang sudah digariskan.
Beberapa petunjuk untuk memberikan supervisi yang baik adalah sebagai
berikut :
1. Suksesnya supervisor itu bisa dicapai melalui prestasi anak buah yang
dibimbingnya.
2. Setiap peserta kerja dek harus diperlakukan sebagai pribadi masing-masing
dengan kekhasan, keunikan dan bakat kemampuan sendiri-sendiri, dan tidak
dilihat sebagai mesin-mesin otomat.
3. Berikan informasi secukupnya kepada setiap karyawan mengenai prestasi dan
keadaan diri (informasi diri) masing-masing.
4. Berikan pujian dan ganjaran pada saat yang tepat, dengan cara yang wajar. Jika
mereka benar-benar berhak menerimanya.

42
5. Beritahukan kepada para peserta kerja dek jauh-jauh sebelumnya segala
informasi mengenai perubahan-perubahan struktur yang akan dilaksanakan.
Akan lebih sempurna apabila hal tersebut didiskusikan sebelumnya dengan
mereka, sebelum benar-benar diadakan reorganisasi atau reformasi.
6. Manfaatkan kecakapan, bakat dan kemampuan setiap orang semaksimal
mungkin dengan cara-cara yang manusiawi.
7. Gunakan sistem kontrol yang kooperatif (control by cooperation)

E. PEMECAHAN MASALAH
Setelah dilakukan evaluasi terhadap semua faktor pada alternatif pemecahan
masalah, maka penulis menentukan alternatif pemecahan masalah yang paling tepat
sebagai pemecahan masalah, setelah memperhatikan situasi dan kondisi subjek
penelitian yaitu pelaksanaan manajemen keselamatan di kapal, dengan pelaksanaan
manajemen keselamatan yang baik di kapal, maka akan terciptanya pelaksanaan
pekerjaan yang teratur dan juga ABK yang terampil dalam melaksanakan prosedur
keselamatan.
Dengan masalah sebagai berikut:
1. Kurang optimalnya anak buah kapal dalam menggunakan personal safety
equipment diatas kapal, dengan pemecahan:
a. Perusahaan harus teliti mencari kandidat perwira yang bertanggung jawab
tentang alat-alat keselamatan dan mengetahui semua yang terkait dengan
alat-alat keselamatan, kegunaan, prosedur manual dan trouble shooting.
b. Anak buah kapal harus lebih selektif untuk menggunakan dan mengetahui
alat-alat keselamatan.
c. Nahkoda bertanggung jawab penuh atas jalan atau tidaknya latihan
keselamatan di atas kapal.

2. Kurangnya sosialisasi dari mualim III terhadap anak buah kapal tentang
penggunaan alat-alat keselamatan, dengan pemecahan:
a. Mualim III sebagai penanggung jawab alat-alat keselamatan di atas kapal
harus aktif mengikuti jadwal latihan keselamatan yang diberikan dari
perusahaan.
b. Mualim III harus menentukan jadwal latihan keselamatan yang rutin di atas
kapal setiap minggu.

43
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian yang dibahas pada bab IV, yaitu hasil penelitian dan
pembahasan sehubungan dengan masalah kurang optimalnya penggunaan personal
safety equipment oleh anak buah kapal dan kurangnya pemahaman anak buah kapal
akan pentingnya menggunakan alat keselamatan di kapal MT. BUMI
INDONESIA, yang dikhususkan karena kurangnya pelaksanaan latihan-latihan
keselamatan di atas kapal, dapat disimpulkan bahwa pemecahan masalah yang
dapat digunakan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan cara sebagai
berikut:
1. Cara mengoptimalkan penggunaan personal safety equipment oleh anak buah
kapal;

a. Melakukan safety meeting yang membahas tentang pentingnya


menggunakan personal safety equipment saat bekerja.

b. Memberikan hukuman yang tegas kepada setiap kru kapal yang tidak
menggunakan personal safety equipment saat bekerja, agar untuk
selanjutnya kru menggunakan personal safety equipment saat bekerja demi
menghindari kecelakaan kerja di kapal.

c. Menambah pengawasan secara langsung oleh nahkoda atau perwira di kapal


saat kru bekerja.

2. Cara meningkatkan pemahaman ABK akan pentingnya penggunaan alat


keselamatan;
a. Melakukan sosialisasi secara rutin terhadap kru tentang pentingnya
penggunaan alat keselamatan di kapal.

45
b. Menambahkan pengetahuan kepada kru kapal tentang prosedur keselamatan
secara teori maupun praktek agar kru lebih mengerti pentingnya
penggunaan alat keselamatan di kapal.

B. SARAN

Dengan berdasarkan informasi dari permasalahan-permasalahan yang telah dibahas


didalam bab-bab sebelumnya yang disertai dengan alternatif pemecahan masalah
yang dapat digunakan untuk mengatasi maslah tersebut, maka penulis mencoba
untuk memberikan beberapa saran kepada pihak-pihak yang bersangkutan dengan
masalah tersebut, diantaranya adalah :
1. Kepada Mualim III agar untuk mengoptimalkan anak buah kapal dalam
penggunaan alat keselamatan yaitu :

a. Meningkatkan kedisiplinan ABK dalam mengikuti latihan-


latihan keselamatan di kapal yang sesuai dengan prosedur sijil kesalamatan.

b. Melaksanakan sistem manajemen secara menyeluruh baik dari segi aturan


pelaksanaan pekerjaan, penyediaan dan perawatan peralatan, prosedur kerja
maupun dari segi kemampuan personil.

2. Kepada Mualim I supaya untuk mengatasi kesadaran para ABK dalam


menggunakan alat-alat keselamatan pada waktu bekerja di kapal antara lain :

a. Memberikan training dan pengarahan kepada ABK mengenai pentingnya


penggunaan alat-alat keselamatan di kapal.

b. Sebaiknya perusahaan dapat membuat suatu program keselamatan kerja dan


melaksanakan sistem manajemen keselamatan seperti yang terdapat pada
ISM code. Tapi untuk menjalankan program keselamatan kerja disarankan
untuk memilih komponen mana dari program keselamatan yang
diprioritaskan dan sesuai dengan keadaan serta keterbatasan yang ada dalam
perusahaan. Namun juga ada konsekuensi yang tegas dari pihak perusahaan
bagi anak buah kapal.

3. Untuk meningkatkan pemahaman ABK akan pentingnya penggunaan alat


keselamatan, diantaranya adalah:
a. Perusahaan harus mendukung kegiatan-kegiatan yang ada hubungannya
dengan peningkatan keterampilan dan pengetahuan awak kapal dan
melakukan pemeriksaan pada waktu-waktu tertentu atau inspeksi mendadak
pada pelaksanaan prosedur keselamatan di kapal, serta memastikan bahwa
para ABK sudah memahami dan terampil tentang prosedur keselamatan
sebelum ABK tersebut ditempatkan dan bekerja di kapal dengan melakukan
kerja sama antara perusahaan dengan lembaga-lembaga pendidikan
kepelautan atau melakukan pelatihan-pelatihan itu sendiri didalam
lingkungan perusahaan guna penguasaan keterampilan serta pengetahuan
ABK yang lebih mendalam tentang keselamatan jiwa di laut.

b. Nahkoda sebagai pimpinan tertinggi di kapal harus secara rutin dan berkala
mengadakan latihan-latihan keselamatan agar awak kapal dapat dengan jelas
mengerti akan tugasnya ketentuan peraturan yang berlaku menurut SOLAS
1974.

c. Perwira kapal yang ditugaskan didalam menangani administrasi sehubungan


dengan alat-alat keselamatan yang berada di kapal, harus mempunyai daftar
inventaris yang lengkap dan segala kegiatan yang dilakukan dalam
penanganan alat-alat keselamatan dan disamping itu mengenai perawatannya
harus dilakukan secara intensif.

d. Meningkatkan keinginan untuk selalu belajar kepada anak buah kapal. Ilmu
pengetahuan akan selalu berkembang dari waktu ke waktu, tidak terlepas
juga di atas kapal. Setiap kejadian/peristiwa akan selalu menjadi pelajaran
berharga bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Demikian halnya
prosedurprosedur keselamatan yang ada sekarang ini, merupakan hasil
penelitian dari berbagai kecelakaan besar yang ditimbulkan pada masa-masa
lalu. Prosedurprosedur tersebut senantiasa berubah akibat diadakannya
penyempurnaan. Bukan tidak mungkin dikemudian hari akan ada hal-hal
baru yang ditemukan untuk melengkapi prosedur-prosedur keselamatan yang
sekarang ini.
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia.


Jakarta
Hoegh Autoliner. 2003. Ceres Hoegh Master’s Manual. Belgium: Antwerpen.
House, David J. 2005. Cargo Work For Maritime Operations. London:
Routledge
International convention on standart of training certification and watchkeeping
for seafarers. 2010. London.
International maritime organization. 2010. International safety management
code (ISM Code) and revisised guidances on implementation of ISM code.
London.
International maritime organization. 2006. Safety of life at sea (SOLAS)
amandement 2003. London
Istopo. 1999. Kapal dan Muatannya. Jakarta: Koperasi Karyawan BP3IP
Maritime And Coast Guard Agency. 2003. Roll-On/Roll-Off Ships - Stowage
And Securing Of Vehicle. Norwich: TSO(The Stationary Office)
Moleong, Lexy J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosda karya
Martopo, Arso. Soegiyanto. 2004. Penanganan dan Pengaturan Muatan.
Semarang: Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang
Romo, Felix Mendoza. 2009. PCC Safe Cargo Operation Handbook.
Philippines: Veritas Maritime Corporation
Sekolah tinggi ilmu pelayaran Jakarta. 2010. Pedoman penulisan skripsi.
jakarta
Wallem, Ship Management. 2010. Book Operational for PCC. Hongkong

Anda mungkin juga menyukai