Anda di halaman 1dari 89

PENGEMBANGAN ALAT PELONTAR SHUTTLECOCK UNTUK

MELATIH PERMAINAN BULUTANGKIS PEMULA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebahagian


Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan

Oleh :
ADITYA PRAYUTAMA
6163111002

FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN


UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2020
PERSETUJUAN SKRIPSI

Skripsi ini diajukan Oleh: ADITYA PRAYUTAMA NIM : 6163111002,


Jurusan Pendidikan Jasmani Kesehatan Dan Rekreasi Dengan Judul
“PENGEMBANGAN ALAT PELONTAR SHUTTLECOCK UNTUK
MELATIH PERMAINAN BULUTANGKIS PEMULA” Telah Diperiksa dan
Disetujui Untuk Diuji dalam Ujian Meja Hijau

Medan, Desember 2020


Dosen Pembimbing

Dr. Muhammad Irfan, S.Pd., M.Or


NIP. 197310241999031004

i
ABSTRAK

ADITYA PRAYUTAMA, Nim : 6163111002 “PENGEMBANGAN ALAT


PELONTAR SHUTTLECOCK UNTUK MELATIH PERMAINAN
BULUTANGKIS PEMULA” (Pembimbing Skripsi : Dr. Muhammad Irfan,
S.Pd., M.Or)
Skripsi : Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Medan 2020

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan Alat pelontar shuttlecock untuk


melatih permainan bulutangkis pemula. Populasi dalam penelitian ini adalah 15
Siswa dari SMP Cerdas Murni dan 30 siswa dari SMP Cerdas Murni.
Pengembangan pelontar shuttlecock yang telah dibuat terlebih dahulu divalidasi
oleh 3 orang ahli, yaitu 1 orang ahli olahraga (Guru penjas), 1 orang ahli olahraga
bulutangkis, dan 1 orang ahli alat, dimana persentasi validitasnya adalah 87%,
85%, dan 83%. Metode yang digunakan adalah metode penelitian pengembangan
(Research and Development/R&D).
Hasil uji coba skala kecil melibatkan 15 Siswa dari SMP Cerdas Murni
menunjukkan bahwa alat pelontar shuttlecock untuk melatih permainan
bulutangkis pemula memenuhi kriteria untuk dilanjutkan dalam uji coba skala
besar karena persentase skor dari setiap aspek antara 76, 84% dan 88%.
Hasil uji coba skala besar terhadap 30 siswa dari SMP Cerdas Murni bahwa alat
pelontar shuttlecock untuk melatih permainan bulutangkis pemula sudah
memenuhi kriteria untuk melanjutkan dalam pembuatan produk massal karena
persentase dari setiap aspek antara 93%, 91% dan 94%.
Dapat disimpulkan bahwa pelontar shuttlecock ini sangat dibutuhkan untuk
menjadikan gerakan pada pembelajaran bulutangkis lebih efektif dan efisien,
karena hal tersebut sangat penting dalam menunjang prestasi siswa, selain itu agar
pembelajaran tersebut tidak membosankan serta jadi bahan masukan kepada para
guru pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan di seluruh Indonesia.

Kata Kunci : Pengembangan, Pelontar Shuttlecock, Permainan Bulutangkis


Pemula.

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wata’ala yang

telah memberikan rahmat karunia-Nya kepada penulis khususnya dalam

menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat dalam

memperoleh gelar sarjana pendidikan program studi Pendidikan Jasmani

Kesehatan Dan Rekreasi Fakultas Ilmu Keolahragaan. Skripsi berjudul

“Pengembangan alat pelontar shuttlecock untuk melatih permainan

bulutangkis pemula”

Dalam penulisan skripsi ini tentu saja tidak terlepas dari bantuan,

bimbingan dan arahan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini

penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Syamsul Gultom, S.KM, M.Kes selaku Rektor Universitas Negeri

Medan.

2. Bapak Dr. Budi Valianto, M. Pd. selaku Dekan FIK Universitas Negeri

Medan.

3. Bapak Dr. Hariadi S.Pd M.Kes, selaku Pembantu Dekan I FIKUniversitas

Negeri Medan.

4. Bapak Dr. Imran Akhmad, M.Pd, selaku Pembantu Dekan II FIK Universitas

Negeri Medan

5. Ibu Dr. Novita, M.Pd, selaku Pembantu Dekan III FIK Universitas Negeri

Medan.

iii
6. Bapak Drs. Suryadi Damanik, M.Kes selaku Ketua Jurusan Pendidikan

Jasmani Kesehatan Dan Rekreasi FIK Universitas Negeri Medan.

7. Bapak Usman Nasution, S.Pd, M.Pd, selaku Sekretaris Jurusan Jasmani

Kesehatan Dan Rekreasi FIK Universitas Negeri Medan.

8. Bapak Dr. Muhammad Irfan, S.Pd., M.Or selaku Dosen Pembimbing saya

yang telah meluangkan waktu, memberikan bimbingan, memberikan motivasi

dan arahan dalam perjalanan penulisan skripsi saya ini dari awal hinga akhir.

9. Bapak/Ibu dosen FIK UNIMED yang juga turut serta membantu saya dalam

penyelesaian skripsi ini. Staf Administrasi FIK UNIMED yang turut serta

dalam membantu menyelesaikan skripsi ini.

10. Bapak Dr.Indra Kasih,S.Pd.,M.Or, selaku Dosen Pengarah I dan Bapak

Abdul Harris Handoko,S.Pd, M.Pd selaku Dosen Pengarah II yang telah

memberikan arahan dan masukan untuk kesempurnaan skripsi ini.

11. Perpustakaan Fakultas Ilmu Keolahragaan dan Perpustakaan Umum

Universitas Negeri Medan.

12. Untuk validator terhebatku terkhusus yang telah berbaik hati sebagai

validator dari skripsi saya.

13. Kepada kepala sekolah Smp cerdas murni Bapak Dede Novandi,S.Pd.

14. Kepada seluruh murid Sekolah Smp Cerdas Murni.

15. Teristimewa terimakasih kepada keluarga saya, kedua orang tua saya yang

telah mendukung dan membangkitkan semangat saya dalam penulisan skripsi

ini.

iv
Penulis telah berupaya semaksimal mungkin dalam menyelesaikan skripsi

ini, namun penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna, baik dari segi

isi, tulisan maupun kuantitasnya. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan

saran yang membangun untuk memperbaiki skripsi ini. Akhir kata penulis

mengharapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan semoga

skripsi ini bermanfaat dalam memperkaya khasanah ilmu Pendidikan Jasmani

Kesahatan dan Rekreasi.

Medan, Desember 2020


Penulis

Aditya Prayutama
NIM: 6163111002

v
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN.............................................................................i
ABSTRAK.........................................................................................................ii
KATA PENGANTAR.......................................................................................iii
DAFTAR ISI......................................................................................................vi
DAFTAR TABEL..............................................................................................ix
DAFTAR LAMPIRAN.....................................................................................x
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................1
1.1. Latar Belakang Masalah................................................................1
1.2. Fokus Masalah...............................................................................7
1.3. Batasan Masalah............................................................................7
1.4. Rumusan Masalah..........................................................................7
1.5. Spesifikasi Masalah.......................................................................8
1.6. Tujuan Penelitian...........................................................................8
1.7. Manfaat Penelian ..........................................................................8
BAB II LANDASAN TEORI......................................................................10
2.1. Deskripsi Teori..............................................................................10
2.1.1. Hakikat Media Pendidikan Jasmani...........................................10
2.1.2. Definisi Pendidikan Jasmani.......................................................17
2.1.2.1. Tujuan Pendidikan Jasmani...........................................18
2.1.2.2. Fungsi Pendidikan Jasmani...........................................19
2.1.3. Hakikat Bulutangkis....................................................................23
2.1.3.1. Sejarah Bulutangkis.......................................................25
2.1.3.2. Sarana & Prasarana Bulutangkis .................................27
2.1.3.3. Teknik Dasar Permainan Bulutangkis ..........................33
2.1.4. Hakikat Media Pembelajaran Alat Pelontar Shuttlecock.............40
2.1.4.1. Kelebihan dan kekurangan Pelontar Shuttlecock..........40
2.1.4.2. Penelitian yang relevan.................................................41
2.1.4.3. Kerangka Berfikir Produk yang Akan Dihasilkan........41

vi
BAB III METODOGI PENELITIAN.......................................................43
3.1. Metodologi Pengembangan ..........................................................43
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian .......................................................43
3.3. Sampel Uji Coba ...........................................................................44
3.4. Pendekatan dan Metode Penelitian ...............................................44
3.5. Langkah – Langkah Pengembangan .............................................44
3.5.1. Potensi Masalah....................................................................45
3.5.2. Pengumpulan Data...............................................................46
3.5.3. Desain Produk......................................................................46
3.5.4. Validasi Desain.....................................................................48
3.5.5. Revisi Produk.......................................................................48
3.5.6. Uji Coba Produk...................................................................49
3.5.7. Revisi Produk.......................................................................51
3.5.8. Uji Coba Pemakaian.............................................................51
3.6. Pengumpulan Data.........................................................................51
3.7. Analisis Data..................................................................................52
BAB IV HASIL PENGEMBANGAN DAN PEMBAHASAN..................55
4.1 Analisis Kebutuhan........................................................................55
4.2 Hasil Penelitian Produk Pengembangan Alat Pelontar
Shuttlecock untuk permainan bulutangkis pemula........................57
4.2.1 Data Validasi Ahli Olahraga Bulutangkis............................57
4.2.2 Data Validasi Ahli Alat........................................................59
4.3 Revisi Produk.................................................................................60
4.4 Hasil Revisi Produk.......................................................................61
4.5 Uji Coba Produk............................................................................61
4.5.1 Uji Coba Kelompok Kecil....................................................61
4.5.2 Uji Coba Kelompok Besar...................................................63
4.6 Analisis Data..................................................................................65
4.7 Pembahasan...................................................................................66
4.7.1 Pengujian Kepada Ahli Olahraga.........................................67
4.7.2 Pengujian Kepada Ahli Media.............................................67

vii
4.7.3 Pengujian Kepada Guru Penjas............................................67
4.7.4 Pengujian Kepada Responden/Siswa...................................68
4.7.4.1 Uji Coba Kelompok Kecil........................................68
4.7.4.2 Uji Coba Kelompok Besar........................................68
4.7.4.3 Pelaksanaan uji kecil................................................69
4.7.4.4 Pelaksanaan uji besar................................................70
4.8 Keterbatasan Penelitian..................................................................71
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................72
5.1 Kesimpulan....................................................................................72
5.2 Saran..............................................................................................72
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................73

viii
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Rincian Harga Alat dan Bahan Pelontar Shuttlecock.................48


Tabel 3.2 Skala Likert ................................................................................53
Tabel 3.3 Skala Presentase Menurut Sugiyono..........................................54
Tabel 3.4 Pada Instrumen Evaluasi Ahli Peneliti Menggunakan Ahli.......54
Tabel 4.1 Hasil Validator Ahli Olahraga....................................................58
Tabel 4.2 Hasil validator Ahli Alat.............................................................60
Tabel 4.3 Hasil Uji coba Kecil...................................................................62
Tabel 4.4 Hasil Validaor ahli Penjas..........................................................63
Tabel 4.5 Tabel Uji coba besar ..................................................................64

ix
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Lapangan Badminton...................................................................28

Gambar 2.2 Raket Badminton.........................................................................31

Gambar 2.3 Shuttlecock..................................................................................32

Gambar 2.4 Sepatu Badminton.......................................................................33

Gambar 2.5 Pegangan Grip.............................................................................33

Gambar 2.6 Pukulan Servis.............................................................................34

Gambar 2.7 Pukulan Overhead/Lob................................................................35

Gambar 2.8 Pukulan Dropshot........................................................................36

Gambar 2.9 Pukulan Drive..............................................................................37

Gambar 2.10 Pukulan Netting...........................................................................38

Gambar 2.11 Pukulan Smash............................................................................39

Gambar 3.1 Langkah-Langkah Penggunaan Metode Research and

Development (R&D)...................................................................45

Gambar 3.2 Media Alat Pelontar Shuttlecock.................................................46

Gambar 4.1 Dokumentasi Pelaksanaan Ujicoba Kecil....................................69

Gambar 4.2 Dokumentasi Bersama Sampel Ujicoba Kecil............................69

Gambar 4.3 Dokumentasi Bersama Sampel Ujicoba Besar............................70

Gambar 4.4 Dokumentasi Pelaksanaan Ujicoba Besar...................................70

Gambar 4.5 Dokumentasi Pengisian Angket Ujicoba Besar...........................71

x
DAFTAR LAMPIRAN

1. Dokumentasi Uji coba Kecil (teruskan)

xi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pendidikan jasmani merupakan suatu bagian yang tidak terpisahkan dari

pendidikan umum. Lewat program penjas dapat diupayakan peranan pendidikan

untuk mengembangkan kepribadian individu. Tanpa penjas, proses pendidikan

disekolah akan pincang. Sumbangan nyata pendidikan jasmanai adalah untuk

mengembangkan keterampilan (psikomotor). Karena itu posisi pendidikan

jasmani menjadi unik, sebab berpeluang lebih banyak dari mata pelajaran lainnya

untuk membina keterampilan. Hal ini sekaligus mengungkapkan kelebihan

pendidikan jasmani dari pelajaran-pelajaran lainnya. Jika pelajaran lain lebih

mementingkan perkembangan intelektual, maka melalui pendidikan jasmani

terbina sekaligus aspek penalaran, sikap dan keterampilan.

Tiga hal penting yang bisa menjadi sumbangan unik dari pendidikan

jasmani (Dauwer and Pangrazy, 1992), yaitu:

a) Meningkatkan kebugaran jasmani dan kesehatan siswa.

b) Meningkatkan terkuasainya keterampilan fisik yang kaya, serta

c) Meningkatkan pengertian siswa dalam prisnip-prinsip gerak serta

bagaimana menerapkannya dalam praktik.

Olahraga bulu tangkis merupakan salah satu olahraga terpopuler di

Indonesia dari dahulu sampai sekarang. Bagi bangsa Indonesia olahraga bulu

tangkis merupakan olahraga untuk semua lapisan masyarakat, karena dapat

1
2

dimainkan oleh anak-anak, dewasa, laki-laki atau perempuan. Hal itu baik yang

tujuannya untuk rekreasi dan hiburan, menjaga kesehatan dan kebugaran, maupun

untuk meraih prestasi. Agar seseorang dapat bermain bulu tangkis dengan baik,

setiap individu harus mampu memukul kok dari atas maupun dari bawah. Adapun

jenis-jenis pukulan yang harus dikuasai antara lain service, lob, dropshot, smash,

netting, underhand, dan drive. Semua jenis pukulan tersebut harus dilakukan

dengan menggunakan grip dan footwork yang benar ,Alhusin, (2007, p. 24).

Tahap awal untuk menguasai teknik-teknik bulu tangkis adalah dimulai dengan

pengenalan. Proses pengenalan teknik dasar dapat dilakukan dengan memberikan

penjelasan secara langsung yang dilanjuti dengan contoh gerakan di hadapan atlet

atau dengan memanfaatkan media ajar sebagai sarana pembelajaran, seperti

memberikan buku bacaan/pengetahuan mengenai bulu tangkis, menonton video-

video latihan, melihat gambar/poster (urutan-urutan pelaksanaan) dan sebagainya.

Tahap berikutnya untuk menguasai teknik-teknik bulu tangkis yaitu dengan

mencoba melakukan/memeragakan teknik yang diajarkan secara berulangulang

(tahap latihan). Proses pengenalan teknik dasar yang dipaparkan dapat disajikan

secara bersamaan tanpa harus terpisah-pisah. Penggabungan tersebut dapat

dilakukan dengan menggunakan software (perangkat lunak) macromedia flash

atau microsoft power point. Penggabungan media-media tersebut dikenal dengan

produk akhir berupa multimedia interaktif (Sofyan & Purwanto, 2008, p. 8).

Dalam pelaksanaannya, penggunaan multimedia interkatif dengan menggunakan

macromedia flash sebagai media pembelajaran jauh lebih baik daripada

menggunakan microsoft power point (Sahayu, 2013, p. 10).

2
3

Hasil pengamatan penulis pada observasi dari adanya program magang 1,

2 dan 3 yang diadakan oleh universitas untuk mengembangkan sistem pengamatan

observasi seorang mahasiswa. Salah satu permasalahan kurang berkembangnya

proses pembelajaran penjasorkes di sekolah antara lain,

Guru tidak menggunakan metode cara agar peserta didik tidak bosan

dalam pembelajaran bulutangkis, pelaksanaan proses pembelejaran bulutangkis

yang itu-itu saja tidak menggunakan media yang baru di lingkungan sekolah agar

peserta didik memiliki rasa ingin tahun dan rasa ingin mencoba sebuah media

yang baru ia lihat, dengan pembelejaran dan media yang kurang menarik membuat

suasana pembelajaran dilapang sedikit membosankan dan terjadi ketidak

efektifitasan belajar mengajar dan dalam menyampaikan materi karena si anak

tidak mau memperhatikan pembelajaran yang menurut dia biasa saja.

Permasalahan tersebut semakin mendalam dan berpengaruh secara

signifikan terhadap proses pembelajaran penjasorkes, karena kurang didukung

oleh tingkat kemampuan, kreativitas dan inovasi para guru Penjasorkes selaku

pelaksana khususnya dalam pengembangan media pembelajaran. Dampak dari itu

secara tidak disadari akan mempengaruhi terhadap tingkat kesegaran jasmani dan

penguasaan ketrampilan gerak peserta didik yang semestinya dapat dikembangkan

sesuai perkembangan gerak seusianya.

Potensi peserta didik ini akan tidak berkembang secara optimal pada

masanya, dan pada akhirnya kurang optimal pula dalam mendukung dan

memberikan kontribusi bibit-bibit atlet potensi yang dapat dikembangkan pada

pembinaan prestasi olahraga kedepan. Berdasarkan Uraian tersebut diatas dapatlah

3
4

dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan pembentukan gerak dasar

(khususnya) pembentukan gerak dasar pada bulutangkis adalah: Suatu gerak yang

mendasar pada peserta didik agar dia memahami apa yang dilakukan seseorang

yang ingin belajar bulutangkis hingga nantinya ia bisa merasakan bakatnya

sebagai atlet bulutangkis profesional.

Teknologi dapat meningkatkan kualitas dan jangkauan apabila digunakan

secara bijak untuk pendidikan dan latihan. Penggunaan media mengajar sebagai

salah satu upaya untuk meningkatkan interaksi guru dan peserta didik dengan

lingkungan belajarnya. Fungsi dari media adalah sebagai alat bantu mengajar,

untuk menunjang metode mengajar yang diperlukan guru Nana Sudjana & Ahmad

Rivai (2010:7). Edgar Dale (dalam Azhar Arsyad (2006:10) memperkirakan

bahwa pemerolehan hasil belajar melalui indera pandang berkisar 75% melalui

indera dengar sekitar 13 % melalui indera lainnya sekitar 12%. Perlu bagi guru

untuk memilih 15 dan menyajikan materi yang akan dikenalkan kepada peserta

didik semenarik mungkin sehingga menarik perhatian peserta didik. Menurut

Nana Sudjana & Ahmad Rivai (2010:2) mengemukakan beberapa alasan manfaat

media pengajaran :

a) Pengajaran akan lebih menarik perhatian peserta didik sehingga dapat

menumbuhkan motivasi belajar;

b) Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat dipahami oleh

peserta didik, dan memungkinkan peserta didik menguasai tujuan

pengajaran lebih baik;

4
5

c) Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi

verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga peserta didik tidak

bosan dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi bila guru mengajar untuk

setiap jam pelajaran;

d) Siswa lebih melakukan kegiatan belajar. Sebab tidak hanya mendengarkan

uraian guru, tetapi juga aktvitas lain seperti, mengamati, melakukan,

mendemonstrasikan dan lain-lain.

Berbagai teori muncul di atas penggunaan media pembelajaran sangat

penting untuk mencapai tujuan pembelajaran yang ingin dicapai karena dapat

menambah variasi dan meningkatkan minat serta motivasi peserta didik dalam

proses pembelajaran. Bagi guru dengan adanya media dapat menghemat tenaga

dan memiliki lebih banyak pilihan metode dalam mengajar.

Peneliti melakukan observasi tanggal 20 Januari 2020 di SMP Cerdas

Murni Percut sei tuan. Dalam hasil observasi tersebut bahwa disaat proses belajar

mengajar yang tampak terlihat seorang pendidik membawakan materi

pembelajaran dengan seadanya tidak ada media-media yang membuat peserta

didik ingin merasakan menggunakan media yang ada sedangkan alat & bahan

yang dimiliki sekolah kurang memadai, dan disaat pendidik melakukan materi

dasar pada bulutangkis kurangnya keefektifitasan proses belajar mengajar dimana

pendidik saat melakukan dan menerapkan pukulan dasar pada bulutangkis yang

berlangsung pada peserta didik banyak terjadi kesalah pahaman dalam pukulan

seorang pendidik dan penerimaan peserta didik sehingga proses praktek pada

pukulan dasar bulutangkis memakan waktu yang lama dikarenakan banyak terjadi

5
6

kesalahan-kesalahan, dan seorang guru penjas disekolah ini kurang menguasai

permainan bulutangkis dikarenakan basic guru tersebut adalah bela diri (pencak

silat).

Peneliti mulai memasuki tahap melakukan wawancara dengan kepala

sekolah SMP Cerdas Murni Percut sei tuan yaitu: Bapak Dede Novandi, S.Pd dan

juga bapak ini adalah sebagai salah satu pengajar guru penjas di smp tersebut,

dengan berbincang mengenai pengamatan yang dilakukan peneliti, kepala sekolah

smp tersebut sudah mewajarkan karena setiap guru penjas tidak semua bisa

mempraktekkan dengan benar berbagai macam cabang olahraga, dan kepala

sekolah tersebut sering juga memberi masukkan kepada guru penjas yang lain,

yang terpenting peserta didik bisa memahami dengan strategi penyampaian materi

yang diberikan oleh guru penjas tersebut, dan kepala sekolah pun bercerita sudah

seharusnya sekolah memiliki media-media pembelajaran yang menunjang

keberlangsungan proses belajar mengajar dan media-media yang bisa membantu

seorang pendidik menyampaikan materi.

Setiap masalah yang akan dihadapi dapat diatasi dan terus membenahi diri

dengan cara mengembangkan, memodifikasi, mengevaluasi, memperbaiki diri dan

terus mencari metode yang paling efektif dan efisien agar dapat membuat peserta

didik dapat belajar dengan efektif, dan dapat menciptakan suasana belajar yang

sebelumnya mereka tidak pernah melihat dan merasakan dengan adanya

modifikasi alat mereka akan melakukan proses belajar mengajar yang lebih

efektif.

6
7

Peneliti ingin mengembangkan media alat yang bisa digunakan untuk

menunjang kefektifan belajar agar dapat menyelesaikan permasalahan-

permasalahan yang muncul dalam salah satu pembelajaran penjas yakni

bulutangkis pada pukulan dasar dalam bulutangkis.

1.2. Fokus masalah

Latar belakang masalah yang ditemukan diatas dapat didentifikasikan

berbagai masalah yang berkaitan dengan media pembelajaran Bulutangkis :

1. Minimnya media penunjang pembelajaran.

2. Guru kurang dalam pencarian inovasi baru dalam memodifikasi media

pembelajaran.

3. Terbatasnya kemampuan guru dalam menguasai cabang olahraga

bulutangkis.

1.3. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dari identifikasi masalah yang telah

dituliskan diatas, maka penulis membuat batasan masalah untuk menghindari

pembahasan yang lebih luas lagi. Maka peneliti berfokus pada “Pengembangan

Alat Pelontar Shuttlecock Untuk Melatih Permainan Bulutangkis pemula”.

1.4. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada uraian latar belakang masalah, identifikasi masalah dan

pembatasan masalah maka peneliti membuat rumusan masalah bagaimanakah

pengembangan media alat pembelajaran Pelontar Shuttlecock Untuk Melatih

7
8

Permainan Bulutangkis pemula agar dapat membantu efektifitas kegiatan belajar

mengajar disekolah?

1.5. Spesifikasi Masalah

Produk yang diharapkan dalam penelitian pengembangan ini berusaha

untuk membuat suatu alat media pembelajaran yang bisa membantu guru dalam

penyampaian materi dasar pada permainan bulutangkis, dan membuat peserta

didik lebih efektif dalam melakukan proses pembelajaran materi dasar pada

permainan bulutangkis, dan membuat peserta didik lebih semangat dan serius

dalam proses belajar mengajar dengan adanya alat pelontar shuttlecock yang baru

pertama kali mereka lihat.

1.6. TujuanPenelitian

Mengembangkan media Alat Pelontar shuttlecock sebagai pembelajaran

pengantar gerak dasar permainan bulutangkis untuk siswa smp penjasorkes di

sekolah.

1.7. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti :

a. Sebagai modal dalam penyusunan skripsi untuk memperoleh gelar

sarjana program studi pendidikan jasmani, kesehatan dan rekreasi, S1

(PJKR).

8
9

b. Sebagai pengalaman dalam mengembangkan sebuah media

pembelajaran untuk sekolah dan proses belajar mengajar pada sekolah.

2. Bagi Murid :

a. Untuk mempermudah murid dalam melakukan pembelajaran

b. Inovasi alat media pembelajaran untuk siswa yang belum pernah

melihat dan rasakan.

3. Bagi Guru Penjas

a. Membantu guru penjas dalam proses pembelajaran bulutangkis.

b. Membuat siswa senang dengan adanya inovasi alat baru dalam proses

belajar mengajar.

c. Menjadikan siswa lebih aktif lagi dalam pembelajaran penjaskes.

9
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Deskripsi Teori

Deskripsi Teori dalam suatu Penelitian merupakan uraian sistematis

tentang teori (bukan sekedar pendapat pakar atau penulis buku) dan hasil

penelitian yang relevan dengan variabel yang diteliti. Berapa jumlah kelompok

teori yang perlu dikemukakan/yang dideskripsikan, akan tergantung pada luasnya

permasalahan dan secara teknis tergantung pada jumlah variabel yang diteliti

Sugiyono, (2016: 89).

Produk yang diharapkan dalam penelitian pengembangan ini berusaha

untuk membuat suatu alat media pembelajaran yang bisa membantu guru dalam

penyampaian materi dasar pada permainan bulutangkis, dan membuat peserta

didik lebih efektif dalam melakukan proses pembelajaran materi dasar pada

permainan bulutangkis, dan membuat peserta didik lebih semangat dan serius

dalam proses belajar mengajar dengan adanya alat pelontar shuttlecock yang baru

pertama kali mereka lihat.

2.1.1. Hakikat Media Pendidikan Jasmani

Belajar adalah suatu kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dalam

kehidupan manusia. Sadar atau tidak, kegiatan belajar sebenarnya telah dilakukan

manusia sejak lahir untuk memenuhi kebutuhan hidup dan mengembangkan

potensi yang dimilikinya. Learning is a relatively permanent change in behavior

due to experience (Ormrod, 2003: 188). Pengertian media menurut Arif S

10
11

Sadiman (2014:6) dalam bukunya bahwa media berasal dari bahasa latin

merupakan bentuk jamak dari “Medium” yang secara harfiah berarti Perantara

atau Pengantar. Medòë adalah perantara atau pengantar sumber pesan dengan

penerima pesan.

Pembelajaran adalah suatu aktivitas yang melibatkan berbagai komponen

untuk mencapai suatu tujuan. Pembelajaran merupakan sesuatu yang kompleks,

artinya segala sesuatu yang terjadi pada proses pembelajaran harus merupakan

sesuatu yang sangat berarti baik ucapan, pikiran maupun tindakan Miarso, (2009:

550-551).

Penggunaan media dalam proses mengajar sangat diperlukan guna

mencapai tujuan dari pembelajaran. Pengertian media yang digunakan dalam

proses pembelajaaran menurut Arsyad & Azhar (2011:9) adalah alat yang dapat

membantu proses belajar mengajar dan berfungsi untuk memperjelas makna pesan

yang disampaikan, sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran.

Pembalajaran yang efektif dan bermakna, peserta didik perlu dilibatkan

secara aktif, karena mereka adalah pusat dari kegiatan pembelajaran serta

pembentukan kompetensi, dan karakter, dalam pembelajran efektif dan bermakna,

setiap materi pelajaran yang baru harus dkaitkan dengan berbagai pengalaman

sebelumnya. Materi pembelajaran baru disesuaikan secara aktif dengan

pengetahuan yang sudah ada, sehingga pembelajaran harus dimulai dengan hal

yang sudah dikenal mereka, kemudian guru menambahkan unsur-unsur

pembelajaran dan kompetensi baru yang disesuaikan dengan pengetahuan dan

kompetensi yang sudah dimiliki peserta didik. Mulyasa,(2016: 103)

11
12

1. Pengertian Media

Media berasal dari bahasa latin yang mempuyai arti antara. Makna tersebut

dapat diartikan sebagai alat komunikasi yang digunakan untuk membawa suatu

informasi dari suatu sumber kepada penerima. Sejumlah pakar membuat batasan

tentang meda, diantaranya yang dikemukakan oleh Association of Edcation and

Communication Technology (AECT) Amerika. Menurut AECT, media adalah

segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyalurkan pesan atau

informasi. Apabila dikaitkan dengan kegiatan pembelajaran maka media dapat

diartikan sebagai alat komunikasi yang digunakan dalam proses pembelajaran

untuk membawa informasi dari pengajar ke peserta didik (Heinich, et al., 1996).

Hal yang sama dikemukakan sebelumnya oleh (Briggs.1970) yang menyatakan

bahwa media adalah segala bentuk fisik yang dapat menyampaikan pesan serta

merangsang peserta didik untuk belajar. Kata media berasal dari bahasa Latin

medius yang secara harfiah berarti „tengah‟, ‟perantara‟ atau „pengantar‟ Azhar

Arsyad (2006:3). Sedangkan menurut Pujiriyanto (2012:19) Dalam bahasa arab

media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan.

Definisi dari media sangat luas berikut ini beberapa definisi media yang di

kemukakan oleh para ahli. Menurut Hamzah B. Uno & Nina Lamatenggo

(2010:121) media adalah alat komunikasi yang digunakan untuk membawa suatu

informasi dari suatu sumber kepada penerima. Menurut Arif Sadiman dkk.

(2003:6) Media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan

pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan,

perhatian dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar

12
13

terjadi. Sejumlah pakar menentukan batasan media diantaranya yang

dikemukakan oleh Assosiation of Education an Communication Technology

(AECT) dalam (Hamzah B. Uno & Nina Lamatenggo (2010:121) media adalah

segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyalurkan pesan atau

informasi. Sejalan dengan batasan ini Hamidjojo dalam (Azhar Arsyad 2006:4)

memberi batasan media sebagai semua bentuk perantara yang digunakan oleh

manusia untuk menyampaikan atau menyebar ide, gagasan atau pendapat

sehingga ide, gagasan atau pendapat yang dikemukakan itu sampai kepada

penerima yang dituju. Dari berbagai definisi media yang telah dikemukakan oleh

para ahli dapat ditarik kesimpulan media adalah perantara untuk menyampaikan

informasi dari pengirim ke penerima dengan menggunakan berbagai peralatan

yang ada, sehingga informasi tersebut dapat tersampaikan.

Media pembelajaran dapat digunakan sebagai salah satu alat komunikasi

dalam pembelajaran. Menurut Pujiriyanto (2012:20) media pembelajaran adalah

segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan dan informasi serta mengandung

materi instruksional dalam proses pembelajaran sehingga dapat merangsang siswa

untuk belajar. Media pembelajaran juga merupakan media komunikasi karena,

pendidikan adalah proses komunikasi. Menurut Azhar Arsyad (2006:4) Media

pembelajaran diartikan sebagai media yang membawa pesan-pesan atau

mengandung maksud pengajaran. Menurut Zainal Arifin & Adhi Setiyawan

(2012:126) Media pembelajaran adalah suatu alat yang dapat membantu supaya

terjadi proses belajar. Dengan menggunakan media pembelajaran, peserta didik

akan memperoleh berbagai pengalaman nyata, sehingga materi pelajaran dapat

13
14

diserap dengan mudah dan lebih baik. Berdasarkan berbagai uraian di atas dapat

simpulkan bahwa media pembelajaran adalah media yang membawa pesan-pesan

yang diintegrasikan dengan tujuan dan isi dari pengajaran supaya terjadi proses

belajar. Media pembelajaran memiliki peran sebagai alat bantu proses belajar

mengajar menjadi efektif.

Menurut peneliti dengan pengertian media diatas dapat saya simpulkan

bahwasannya media adalah alat penunjang suatu proses pencapaian pembelajaran

agar lebih dipahami oleh seorang peserta didik sehingga mereka lebih mengerti

dan memahami materi yang diberikan oleh pendidik.

Pemilihan media untuk suatu proses belajar-mengajar adalah suatu

tindakan startegis. Artinya pmilihan, penetapan dan pembuatan mebia

pembelajaran perlu diperhatikan dan dilaksanakan secara cermat. Agar

penggunaannya efektif sebaiknya dipilih brdasarkan kriteria tertentu. Kriteria

tersebut adalah: pertama, tujuan pemilihan itu sendiri harus jelas. Apakah sekedar

untuk rekreasi/ hiburan, informasi umum, pembelajaran atau untuk tujuan yang

lebih spesifik. Kedua, familiaritas media, yaitu media itu harus dikenali sifat dan

ciri-cirinya. Ketiga, pemilihan tu hendaknya berdasarkan kriteria tertentu sebagai

pegangan atau patokan.

Ketentuan-ketentuan tersebut merupakan ketentuan yang umum sifatnya,

sedangkan kriteria yang lebih spesifik adalah:

1. Menunjang tercapainya tujuan yang telah ditetapkan. Media yang dipilih ini

benar-benar dapat membantu tercapainya tujuan intruksional yang telah

ditetapkan.

14
15

2. Tepat guna dalam artian sesuai dengan materi atau bahan ajar yang akan

disampaikan.

3. Keadaan siswa yang meliputi kemampuan, pengetahuan. Dan besarnya

kelompok.

4. Ketersediaan media itu diseklah.

5. Mutu teknisi media itu harus terjamin.

6. Biaya pembuatan, pengoperasian, pemeliharaan, pemeliharaan dan

harganya. Ega Trisna Rahayu, (2016: 185)

Media pembelajaran dapat mempertinggi proses belajar mengajar,

harapannya tujuan dari proses pembelajaran dapat tercapai. Menurut Jamil

Suprihatiningrum (2013:19) Media pembelajaran memiliki enam fungsi utama

sebagai berikut :

1. Fungsi atensi, menarik perhatian siswa dengan menampilkan sesuatu yang

menarik dari media tersebut.

2. Fungsi motivasi, menumbuhkan kesadaran siswa untuk lebih giat belajar;

3. Fungsi afeksi, menumbuhkan kesadaran emosi dan sikap siswa terhadap

materi pelajaran dan orang lain.

4. Fungsi kompensatori, mengakomodasi siswa yang lemah dalam menerima

dan memahami pelajaran yang disajikan secara teks atau verbal;

5. Fungsi psikomotorik, mengakomodasi siswa untuk melakukan suatu

kegiatan secara motorik;

6. Fungsi evaluasi, mampu menilai kemampuan siswa dalam merespon

pembelajaran.

15
16

Beberapa manfaat juga dikemukanan oleh Hamalik dalam (Azhar Arysad

(2006:16) selain membangkitkan motivasi dan minat siswa, media pembelajaran

juga dapat membantu siswa meningkatkan pemahaman, menyajikan data dengan

menarik dan terpercaya, memudahkan penafsiran data dan memadatkan informasi.

Beberapa pendapat yang telah dikemukakan tentang manfaat media pembelajaran

terbukti dapat meningkatkan motivasi dan minat peserta didik terhadap materi

pembelajaran yang diberikan oleh guru.

Proses pembelajaran media memilki kontribusi dalam mningkatkan mutu

dan kualitas pengajaran. Kehadiran media tidak saja membantu pengajar dalam

menyampaikan materi ajarnya , tetapi memberikan nilai tambah pada kegiatan

pembelajaran. Hal ini berlaku bagi segala jenis media, baik yang canggih dan

mahal ataupun media yang sederhana dan murah. Kemp, dkk. (1995) menjabarkan

sejumlah kontibusi media dalam kegiatan pembelajaran antara lain :

1. Kegiatan pembelajaran menjadi lebih menarik.

2. Kegiatan belajar dapat menjadi lebih interaktif.

3. Waktu yang dibutuhkan untuk pembelajaran dapat dikurangi.

4. Kualitas belajar dapat ditingkatkan.

5. Pembelajaran dapat disajikan dimana dan kapan saja sesuai dengan yang

diinginkan.

6. Meningkatkan sifat positif peserta didik dan proses belajar menjadi lebih

baik.

7. Memberikan nilai positif bagi pengajar.

Berdasarkan pendapat diatas, dapat didefinisikan media dapat

16
17

didefinisikan sebagai sesuatu yang dapat membawa informasi dan pengetahuan

dalam interaksi yang berlangsung antara pendidik dengan peserta didik.

2.1.2. Definisi Pendidikan Jasmani

Pendidikan Jasmani adalah suatu proses pembelajaran melalui aktivitas

jasmani yang didesain untuk meningkatkan kebugaran jasmani, mengembangkan

keterampilan motorik, pengetahuan dan perilaku hidup sehat dan aktif, sikap

sportif, dan kecerdasan emosi Samsudin, (2008:2). Pendidikan jasmani adalah

bagian integral dari peroses keseluruhan proses pendidikan. Artinya, pendidikan

jasmani menjadi salah satu media untuk membantu ketercapaian tujuan

pendidikan secara keseluruhan Husdarta (2010: p. 142).

Rahyubi (2012: p. 352) mengatakan bahwa penjas dan olahraga pada

dasarnya merupakan bagian dari sistem pendidikan. oleh karena itu, pelaksanaan

harus diarakan pada pencapaian tujuan tersebut. Tujuan penjas dan olahraga

bukan hanya mengembangkan ranah jasmani, tetapi juga mengembangkan seluruh

potensi peserta didik. Secara lengkap, penjas dan olahraga aspek kesehatan,

kebugaran jasmani, ketrampilan berpikir keritis stabilitas emosional, ketrampilan

sosial, empati sosial, mengasa penalaran, dan memperbaiki tindakan moral.

Rosdiani (2012: p. 66) mengatakan pendidikan jasmani sering pula

diartikan dengan gerak badan, gerak fisik, gerakan jasmani. Yang pada hakikatnya

berarti gerakan jasmani manusia atau dapat disebut pula gerak manusiawi (human

movement).Tidak semata-mata gerak otot tetapi gerak manusia seutuhnya.Gerak

itu merupakan esensi.Esensi pendidikan jasmani adalah yang mengikuti batasan

gerak dan waktu.

17
18

Abedalhafiz (2013: p.286) mengemukakan bahwa physical education is an

educational field characterized by practical application and practice. Proses

pembelajaran merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan

guru dan siswa atas hubungan timbal balik yang berlangsung untuk mancapai

tujuan tertentu. Pembelajaran dapat dijadikan sebagai media sosialisasi dan

interaksi antara pendidik dan peserta didik.Interaksi yang terjadi diharapkan

mampu mentransfer nilai-nilai pendidikan.

Rusman (2013: p.58) mengemukakan bahwa guru berperan sebagai

pengajar, pemimpin kelas, pembimbing, pengatur lingkungan belajar, perencana

pembelajaran, supervisor, motivator, dan sebagai evaluator.

Menurut penjabaran diatas peneliti dapat menyimpulkan bahwa pendidikan

jasmani adalah suatu proses pembeljaran melalui aktivitas jasmani dengan tujuan

membentuk suatu kebugaran jasmani didalam tubuh dengan segala aktivitas

didalamnya.

2.1.2.1 Tujuan Pendidikan Jasmani

1) Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam

pendidikan jasmani.

2) Membangun landasan kepribadian yang kuat, sikap cinta damai, sikap

sosial dan toleransi dalam konteks kemajemukan budaya, etnis, dan

agama.

3) Menumbuhkan kemampuan berfikir kritis melalui tugas-tugas

pembelajaran pendidikan jasmani.

18
19

4) Mengembangkan sikap sportif, jujur, disiplin, bertanggung jawab, kerja

sama, percaya diri,dan demokratis melalui aktifitas jasmani.

5) Mengembangkan keterampilan gerak dan keterampilan teknik serta

strategi berbagai permainan dan olahraga, aktifitas pengembangan, senam,

aktifitas ritmik, aquatik (aktivitas air) dan pendidikan luar kelas (Outdoor

education).

6) Mengembangkan keterampilan pengelolaan diri dalam upaya

pengembangan dan pemeliharaan kebugaaran jasmani serta pola hidup

sehat melalui berbagai aktivitas jasmani.

7) Mengembangkan keterampilan untuk menjaga keselamatan diri sendiri dan

orang lain.

8) Mengetahui dan memahami konsep aktivitas jasmani sebagai informasi

untuk mencapai kesehatan, kebugaran, dan pola hidup sehat.

9) Mampu mengisi waktu luang dengan aktivitas jasmani yang bersifat

rekreatif. (Ega Trisna Rahayu, 2016: 19).

2.1.2.2 Fungsi Pendidikan Jasmani

Menurut Samsudin (2008:3-5), bahwa fungsi pendidikan jasmani dibagi

menjadi enam aspek, yaitu:

1. Aspek organik

a. Menjadikan fungsi sistem tubuh menjadi lebih baik sehingga individu

dapat memenuhi tuntutan lingkungannya secara memadai serta

memiliki landasan untuk pengembangan keterampilan;

b. Meningkatkan kekuatan, yaitu jumlah tenaga maksimum yang

dikeluarkan oleh otot atau kelompok otot.

19
20

c. Meningkatkan daya tahan, yaitu kemampuan otot atau kelompok

otot untuk menahan kerja dalam waktu yang lama.

d. Meningkatkan fleksibelitas, yaitu; rentang gerak dalam persendian

yang diperlukan untuk menghasilkan gerakan yang efisien dan

mengurangicedera.

e. Meningkatkan dayatahan kardiovaskuler, kapasitas individu untuk

melakukan aktivitas yang berat secara terus menerus dalam waktu

yang relatiflama.

2. Aspek Neuromuskuler

a. Meningkatkan keharmonisan antara fungsi saraf danotot.

b. Mengembangkan keterampilan lokomotor, seperti; berjalan,

berlari, melompat, meloncat, meluncur, melangkah, mendorong,

menderap/ mencongklak bergulir, dan menarik.

c. Mengembangkan keterampilan non- lokomotor, seperti; mengayun,

melengok, meliuk, bergoyang, meregang, menekuk, menggantung,

membongkok.

d. Mengembangakan keterampilan dasar manipulatif, seperti; memukul

menendang, menangkap, berhenti, melempar, mengubah arah,

memantulkan, bergulir,memvoli

e. Mengembangkan faktor-faktor gerak, seperti; ketepatan, irama,

rasagerak, power, waktu reaksi,kelincahan;

f. Mengembangkan keterampilan olahraga, seperti, sepak bola,

softball, bola voli, bola basket, baseball, atletik, tenis, bela diri;dan

20
21

g. Mengembangkan keterampilan rekreasi, seperti, menjelajah,

mendaki, berkemah, berenang, danlainnya.

3. Aspek Perseptual

a. Mengembangkan kemampuan menerima dan memdekanisyarat;

b. Mengembangkan hubungan- hubungan yang berkaitan dengan

tempat atau ruang, yaitukemampuan mengenali objek yang berada di

depan, belakang, bawah, sebelah kanan atau sebelah kiri dan dari

dirinya;

c. Mengebangkan koordinasi gerak visual, yaitu kemampuan

mengordinasikan pandangan dengan keterampilan gerak yang

melibatkan tangan, tubuh, dan atau kaki.

d. Mengembangkan keseimbangan tubuh (statis, dinamis), yaitu;

kemampuan mempertahankan keseimbangan statis dandinamis;

e. Mengembangkan dominasi (dominacy, yaitu; konsistensi dalam

menggunakan tangan atau kaki kanan/kiri dalam melempar atau

menendang;

f. Mengembangkan lateralitas (laterality), yaitu; kemampuan

membedakan antara sisi kanan atau sisi kiri tubuh dan di antara

bagian dalam kanan atu kiri tubuhnya sendiri;dan

g. Mengembangkan image tubuh (body image), yaitu kesadaran bagian

tubuh atau seluruh tubuh dan hubungannya dengantempatdanruang.

4. Aspek Kognitif

a. Mengembangkan kemampuan menggali, menemukan sesuatu,

21
22

memahami, memperoleh pengetahuan dan membuat keputusan;

b. Meningkatkan pengetahuan peraturan permainan, keselamatan,

danetika;

c. Mengembangkan kemampuan pengguanaan strategi dan teknik yang

terlibat dalam aktivitas yang terorganisasi;

d. Meningkatkan pengetahuan bagaimana fungsi tubuh dan

hubungannnya dengan aktivitas jasmani;

e. Menghargai kinerja tubuh; penggunaan pertimbangan yang

berhubungan dengan jarak, waktu, tempat, bentuk kecepatan dan

arah yang digunakan dalam mengimplementasikan aktivitas dan

dirinya;dan

f. Meningkatkan pemahaman tentang memecahkan problem – problem

perkembangan melalui gerakan.

5. Aspek Sosial

a. Menyesuaikan diri dengan orang lain dan lingkungan di

manaberada;

b. Mengembangkan kemampuan membuat pertimbangan dan keputusan

dalam suatu kelompok;

c. Belajar berkomunikasi dengan orang lain;

d. Mengembangkan kemampuan bertukar pikiran dan mengevaluasi

dalamkelompok;

e. Mengembangkan kepribadian, sikap, dan niali agar dapat berfungsi

sebagai anggota masyarakat;

22
23

f. Mengembangkan rasa memiliki dan rasa diterimamasyarakat;

g. Mengembangkan sifat-sifat kepribadian yang positif;

h. Belajar menggunakan waktu luang yang onstruktif;dan

i. Mengembangkan sikap yang mencerminkan karakter moral yang

baik.

6. Aspek Emosional

a. Mengembangkan respons yang sehat terhadap aktivitas jasmani;

b. Mengembangkan reaksi yang positif sebagai penonton;

c. Melepas ketegangan melalui aktivitas fisik yang tepat;

d. Memberikan saluran untuk mengekspresikan diri dan kreativitas;

dan

e. Menghargai pengalaman estetika dari berbagai aktivitas yang

relevan.

Disimpulkan dari berbagai pendapat ahli di atas bahwa pendidikan jasmani

merupakan suatu proses pendidikan yang melibatkan aktivitas jasmani, yang

disusun secara sistematis dan terstruktur berdasarkan tingkat pertumbuhan serta

perkembangan seorang peserta didik, meningkatkan kemampuan dan keterampilan

jasmani, membentuk potensi-potensi yang ada pada diri seorang peserta didik

2.1.3. Hakikat Bulutangkis

Bulutangkis adalah suatu permainan yang tidak dipantulkan dan harus

dimainkan di udara sehingga permainan ini merupakan permainan cepat yang

membutuhkan gerak reflek yang baik dan tingkat kebugaran yang tinggi. Pemain

bulutangkis juga dapat mengambil keuntungan dari permainan ini dari segi sosial,

23
24

hiburan dan mental Tony Grice, (2007:1).

Permainan bulutangkis merupakan permainan yang bersifat individual, dan

dapat dilakukan dengan cara satu orang melawan satu orang, atau dua orang

melawan dua orang. Permainan ini menggunakan raket sebagai alat pemukul dan

kock sebagai subjek yang dipukul. Herman Subarjah, (2004:3). James Poole

(2007:14) bahwa pada prinsipnya, bulutangkis dapat dilakukan baik dalam

ruangan maupun di luar ruangan. Meskipun demikian, semua turnamen resmi

sampai saat ini praktis dilakukan di dalam ruangan. Hal ini dikarenakan, di dalam

ruangan, laju kok relatif tidak terpengaruh oleh angin. Ruangan untuk permainan

bulutangkis, idealnya mempunyai langit-langit minimal setinggi 7,62 meter (25

kaki).

Dalam permainan bulutangkis terdapat alat bantu yang digunakan untuk

memukul (raket) dan benda yang dipukul (shuttlecock). Bulutangkis merupakan

olahraga yang menggunakan alat yang dinamakan raket dan shuttlecock, yang

dimainkan oleh dua orang atau empat pemain. Rahmani dalam Saefullah,

(2017:13).

Bulutangkis sendiri dalam pengertiannya adalah suatu permainan

yang menggunakan raket dan shuttlecock. Permainan ini dimainkan oleh dua

orang untuk permainan single atau empat orang untuk permainan double.

Untuk dapat bermain dengan baik dan benar, maka harus mengetahui dan

menguasai teknik-teknik dasar bermain secara benar. Purnama (2010).

Menurut para ahli yang telah dijelaskan diatas, saya dapat menyimpulkan

bahwa bulutangkis adalah olahraga yang dilakukan bisa dengan 2 orang secara

24
25

berlawanan dan banayk sekali unsur gerakkan yang terdapat didalam permainan

bulutangkis ini

2.1.3.1 Sejarah Bulu tangkis

Asal mula olahraga bulutangkis, sampai kini masih diragukan. Ada bukti-

bukti yang menyatakan bahwa permainan ini terdapat di beberapa negara yang

berbeda sejak berpuluh tahun yang lalu. Salah satu permainan yang mirip

bulutangkis dimainkan di China, di sana digunakan alat pemukul berbentuk

dayung dari kayu dengan bola sebagai sasaran pukulnya. James Poole, (2018: 7)

Permainan ini juga ada sekitar abad ke-12 di lapangan olahraga kerajaan

Inggris. Juga ada bukti-bukti yang menyatakan bahwa anggota-anggota kerajaan

di Polandia meminkan olahraga ini pada akhir abad XVII atau permulaan abad

XVII. Di India, olahraga ini di mainkan di Poona, dan sampai tahun 1890

permainan ini di sana dikenal dengan nama Poona.

Belum dapat dipastikan apakah perwira-perwira perang Inggris membawa

pemainan ini dari India ke Inggris. Yang dapat dipastikan ialah nama “badminton”

untuk bulutangkis berasal dari nama kota badminton, tempat kediaman Duke of

Beaufort. H.A.E schele, yang ketika buku ini di tulis menjabat sebagai sekretaris

‘International Badminton Federation (IBF)’, memberikan keterangan mengenai

latar belakang permainan ini sebagai berikut:

Sepanjang pengetahuan saya, permainan ini dikenal orang, pertama

dimainkan di tempat kediaman Duke of Beaufort yang berada di kota Badminton

di Gloucestershire, tidak jauh dari Bristol. Waktu kejadiannya, tidak dapat

dipastikan dengan jelas. Beberapa buku menyebutkan 1870 sebagai tahun pertama

25
26

kali permainan ini dikenal orang. Tetapi Duke of Beaufort yang terakhir, beberapa

tahun yang lalu menyatakan kepada saya bahwa ia yakin waktu yang tepat ialah 3-

4 tahun sebelum tahun 1870.

Klub yang petama didirikan, juga masih merupakan misteri, dan ini

memang tidak menghankan karena pada zaman dulu (kira-kira 100 tahun yang

lalu) perkumpulan atau klub-klub olahraga boleh diakatakan hampir tdak pernah

ada. Di samping itu, olahraga bulutangkis di mainkan hanya terbatas di

lingkungan aristokrat dan menempati ruang-ruang tamu mereka yang sangat luas,

tetapi yang pasti, Folkstone adalah klub bulutangkis yang pertama berdiri di

Inggris.

Peraturan permainan dari olahraga ini pertama kali ditegaskan pada tahun

1877, diperbaharui pada tahun 1887, kemudian tahun 1890. Peraturan tersebut

terus diperbahauri hingga menjadi bentuknya yang sekarang berlaku di IBF, hanya

mengalami perubahan sedikit sekali dari peraturan yang dikeluarkan pada tahun

1890 ini.

Pada tahun 1901. Bentuk dan ukuran lapangan bulutangkis yang sekarang

sudah mulai dipakai. Sebelum itu, bentuk dan ukuran lapangan bulutangkis

mempunyai banyak variasi, meskipun kebanyakan menggunakan bentuk ‘jam

pasir’. Bentuk ‘jam pasir’ berasal dari bentuk lapangan bulutangkis di ruang tamu

Duke of Beaufort, tempat permainan ini pertama dimainkan. Dua buah pintu

membuka ke arah dalam pada sisi dinding yang berada di dekat jaring. Untuk

kebtuhan sirkulasi orang yang keluar masuk ruangan, maka lapangan dipersempit

di daerah jaring, sehingga srkulasi tersebut tidak mengganggu permainan. Itulah

26
27

asal mula bentuk ‘jam pasir’. Mengenai ukuran lapangan, disebutkan bahwa suatu

tempat bernama Ealing di London Barat mempunyai lapangan dengan panjang

18,29 meter (60 kaki) dan lebar 9,14 meter (30 kaki). Disebutkan pula bahwa

ukuan ini menguntungkan bagi pemain-pemain lokal bila menghadapi pemain

tamu. Pada waktu itu, sudah umum bahwa tiap sisi net terdapat tiga sampai empat

pemain, sedangkan pemain-pemain tunggal saat itu belum dikenal orang.

2.1.3.2 Sarana dan Prasarana Bulutangkis

 Sarana

a. Lapangan

Prinsipnya, permainan bulutangkis dapat dilakukan baik di dalam ruangan

maupun di luar ruangan. Meskipun demikian, semua turnamen resmi sampai saat

ini praktis dilakukan di dalam ruangan. Hal ini diakrenakan, didalam ruangan ,

laju shuttlecock relatif tidak terpengaruh oleh angin. Ruangan untuk permainan

bulutangkis, idealnya mempunyai langit-langit minimal setinggi 7,62 meter (25

kaki). Namun, dewasa ini hampir semua lapangan bulutangkis bertaraf

international mmpnyai langit-langit berketinggian di atas 9,14 meter (30 kaki).

Penerangan di dalam ruangan, harus diusahakan tidak menyilaukan pemain. James

Poole, (2018: 14)

Bentuk lapangan yang resmi seperti terlihat pada gambar dibawah ini:

27
28

Gambar 2.1 Lapangan Badminton

Ukuran lapangan permainan badminton yang ditetapkan dan ditentukan

oleh Federasi Badminton Internasional (IBF, International Badminton

Federation) yang saat kini kita kenal dengan nama Federasi Dunia Badminton

(BWF, Badminton World Federation).

Di Indonesia memiliki ukuran lapangan yang berada dibawah naungan

PBSI (Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia). Berikut ukuran internasional

lapangan badminton yang ditetapkan standar internasional :

 Panjang lapangan badminton adalah 13,40 m

 Lebar lapangan badminton 6,10 m

 Jarak garis servis depan dari garis net 1,98 m

 Jarak garis servis tengah dari garis samping lapangan 3,05 m

 Jarak garis servis belakang (untuk permainan ganda) dari garis belakang

lapangan 0,76 m

 Jarak garis samping permainan tunggal dari garis pinggir lapangan 0,46 m

 Tinggi tiang net 1,55 m

 Tinggi net 1,52 m

28
29

a) Lapangan Badminton Pertandingan Partai Tunggal 

Lapangan pada bidang permainan partai tunggal, lebar area permainan

menggunakan garis lapangan samping bagian dalam dan dalam panjangnya

memakai garis belakang bagian luar. Sementara area permainan partai ganda

untuk lebar permainan memakai garis luar bagian samping dan untuk panjangnya

menggunakan garis belakang bagian luar.

Pada Bidang permainan, ukuran lapangan badminton bagi partai tunggal adalah di

bawah ini: 

 Panjang bidang permainan 13,40 m

 Lebar bidang permainan 5,18 m

 Panjang bidang penerima servis 4,72 m

 Lebar bidang penerima servis 2,59 m

b) Lapangan Badminton Pertandingan Partai Ganda

Bidang lapangan permainan partai tunggal, pada lebar area permainannya

memakai garis lapangan samping sisi dalam dan dalam panjangnya memakai garis

belakang sisi luar. Sementara pada lebar area permainan partai ganda memakai

garis luar sisi samping dan dalam panjangnya memakai garis belakang bagian

luar.

Ukuran lapangan bulu tangkis dalam permainan ganda ialah sebagaimana berikut

ini.

 Panjang bidang permainan 13,40 m

 Lebar bidang permainan 6,10 m

 Panjang bidang penerima servis 3,96 m

 Lebar bidang penerima servis 3,05 m

29
30

c) Garis Lapangan Badminton Area Servis

Bidang area servis permainan bulutangkis partai tunggal ialah pada garis

belakang luar dan garis samping dalam, sementara pada area service partai

ganda ialah garis belakang bagian dalam dan garis samping luar.Adapun Area

servis lapangan badminton turnamen tunggal yakni memiliki panjang 13,40

meter dan lebar 5,18 meter. Sementara area servis pada pertandingan ganda

ukurannya berkisar 6,10 meter lebarnya dan 11,88 meter panjangnya.

Berbagai bentuk dari ketentuan mengenai ukuran lapangan bulu tangkis itu

sudah termasuk ketentuan yang disepakati baik nasional dan internasional.

Dengan begitu setiap kali diadakan kompetisi baik lokal nasional sampai

internasional pun sama.

 Prasarana

b. Raket (Racket)

Masa dimana awal pekembangannya hingga tahun 1970-an, dikenal dari

raket yang rangkanya dari kayu. Setelah itu, dikenal raket yang rangkaya

terbuat dari alumunim atau lgam-logam ringan lainnya. Pemanfaatan bahan

campuran serat karbon atau campuran titanium sebagai rangka raket, memiliki

beberapa keunggulan dibandingkan dengan bahan kayu, antara lain:

1) Bentuknya tidak mudah berubah (tidak mudah melenting), sehingga tidak

perlu menjepitnya dengan raka pengepress pada saat dgunakan.

2) Lebih ringan, sehngga lebih mudah untuk diayunkan sesuai dengan jenis

dan arah pukulan yang diinginkan pemakaiannya.

3) Tegangan senarnya dapat lebih tinggi, sehingga mampu menghasilkan laju

shuttlecock yang lebih kencang.

30
31

4) Relatif lebih tahan terhadap perubahan cuaca, sehingga dapat lebih awet.

Peratuan bulutangkis tidak menyebutkan persyaratan khusus mengenai

raket. Umumnya, panjang raket 65-67 cm dan beratnya 100-200 gram (untuk

raket dari bahan campuran serat karbon atau titanium). Untuk tali (senar) raket,

dewasa ini umumnya terbuat dari bahan nilon kualitas tinggi dngan diameter

0,65-0,70 mm.James Poole, (2018: 12)

Gambar 2.2 Raket Badminton

c. Shuttlecock (Bola bulutangkis)

Shuttlecock (biasa disingkat penyebutannya menjadi ‘Shuttle’ atau ‘cocks’;

untuk selanjutnya, dalam buku ini disebut dengan shuttle) tersedia dalam dua

macam bahan: nilon dan bulu angsa. Shuttle yang umum dipakai dalam

pertandingan ialah shuttle dari bahan bulu angsa, dengan berat 4,8-5,6 gram (73-

85 grain) dan mempunyai 14-16 helai bulu. Dalam pertandingan resmi, baik

berskala nasional maupun internasional, pemilihan berat shuttle bulu angsa

didasarkan atas suhu ruang tempat pertandingan itu diselenggarakan. Untuk

lapangan dengan suhu ruangan yang relatif tinggi, umumnya digunakan shuttle

yang beratnya 4,7-4,9 gram; sedangkan untuk suhu ruangan yang relatif rendah,

31
32

digunakan shuttle yang beratnya 5,2-5,4 gram. Shuttle dari bahan bulu angsa ini

harus disimpan dalam ruangan yang agak lembab, unutk menjaga agar bulu-

bulunya tidak kering yang menyebabkan mudah rusak atau patah. James Poole,

(2018: 13)

Gambar 2.3 Shuttlecock

d. Sepatu badminton

Sepatu badminton yang baik untuk digunakan saat pertandingan dengan

bahan yang nyaman seperti bahan kulit yang di dalamnya sudah dilapis dengan

bahan kain atau busa yang empuk agar nyaman di kaki pengguna dan sol

sepatunya harus berbahan karet agar tidak licin saat pergerakkan dilapangan.

Gambar 2.4 Sepatu Badminton

32
33

2.1.3.3 Teknik - teknik dasar dalam permainan bulutangkis

a. Teknik Cara Memegang Raket

Gambar 2.5 Pegangan grip

Teknik cara memegang raket ada tiga yaitu:

Menurut Tohar (1992:34-38), ada tiga cara untuk memegang raket dalam

permainan bulutangkis:

(1) pegangan geblok kasur atau pegangan Amerika;

(2) pegangan gabungan atau pegangan barjabat tangan;

(3) pegangan backhand.

Pemain yang sudah terampil pada akhirnya akan terlihat pegangan

raketnya hanya satu grip. Ini terjadi karena pergeseran pegangan tangan dari

forehand ke backhand dan sebaliknya hanya sedikit dan terjadi secara otomatis.

b. Teknik pukulan dasar bulutangkis

1) Service

33
34

Gambar 2.6 Pukulan servis

Pukulan servis merupakan pukulan pertama yang mengawali suatu

permainan bulutangkis. Pukulan ini boleh dilakukan baik dengan forehand

maupun dengan backhand. Pukulan servis dengan forehand banyak digunakan

dalam permainan tunggal, sedangkan pukulan servis dengan backhand umumnya

digunakan dalam permainan ganda.James Poole, (2018: 21)

2) Overhead/Lob (Melambungkan bola diatas kepala)

34
35

Gambar 2.7 Pukulan Overhead/Lob

Pukulan melampui kepala (overhead) dengan gerakkan forehand biasanya

dilakukan apabila anda berada di bidang kanan lapangan anda (bidang pukulan

forehand). (James Poole, 2018: 29)

Ketika anda melangkah ke belakang, angkatlah raket anda: pergelangan

tangan dalam posisi teracung dengan raket berada dibelakang kepala dan bahu,

kepala raket mengahdap ke bawah, dan tangan kanan berada di dekat telinga

kanan. Pada saat anda memukul, beberapa gerakkan terjadi dengan cepat:

1) Berat badan anda berpindah dari kaki kanan ke kaki kiri pada saat badan

anda berputar sehingga menghadap daerah sasaran.

2) Lengan bergeraka ke atas mulai dari siku dan lengan bawah serta

pergelangan tangan berputar ke arah dalam.

3) Pada saat raket menyentuh shuttle, pergelangan tangan berubah menjadi

lurus (tidak teracung lagi).

4) Raket mengeluarkan suara mendesing pada saat menyentuh.

35
36

5) Kepala raket mengayun ke bawah dengan pergelangan tangan setinggi dada,

sehingga terjadi suatu putaran ayunan penuh dan gerakkan akhir ayunan

raket menyilang sebelah kiri tubuh anda.

3) Dropshot

Gambar 2.8 Pukulan Dropshot

Langkah-Langkah melakukan Dropshot:

1. Posisi tangan menggunakan pegangan forehand. 

2. Pegang raket dengan posisi menyamping badan (bahu). 

3. Genggam raket dengan rileks. 

4. Upayakan bergerak cepat untuk mendapatkan posisi badan berada di

belakang shuttlecock. 

5. Pukul raket dengan posisi tangan lurus, dorong/sentuh shuttlecock dengan

halus. 

6. Arahkan shuttlecock dengan arah bola melengkung ke sebelah kanan jika

akan memberikan dropshot ke arah forehand dan arahkan bola melengkung

ke kiri jika akan melakukan backhand. 

36
37

7. Posisi akhir raket mengikuti arah bola. 

8. Posisi gerak langkah sebelum dan setelah memukul harus diperhatikan. 

9. Pukulan jenis ini mengandung aspek kehalusan dan gerak tipu.

4) Drive (Pukulan keras dan datar)

Gambar 2.9 Pukulan Drive

Pukulan drive merupakan pukulan menyamping yang keras dan datar,

yang dianggap sebagai pukulan menyerang. Pukulan drive dapat dimainkan baik

pada sisi forehand maupun pada posisi backhand dan lebih sering dipakai dalam

permainan ganda daripada permainan tunggal.

Titik persentuhan raket dengan shuttle umumnya berada pada ketinggian

antara bahu dan pinggang, tetapi selalu dilakukan pada posisi shuttle setinggi

mungkin. Bila dilakukan dengan tepat, maka arah layang shuttle akan melesat

sejajar dengan muka lantai tepat diatas jaring shuttle dipukul dari arah sisi tubuh

pemain dengan arah sisi tubuh pemain dengan arah layang raket datar, tangan

terentang lurus dan bidang raket mengarah ke jaring.(James Poole, 2018: 55).

37
38

5) Netting

Gambar 2.10 Pukulan Netting

Netting merupakan salah satu jenis pukulan dalam permainan bulutangkis

yang dilakukan di dekat net/jaring yang dipukul dengan sentuhan halus namun

harus akurat. Tujuan pukulan netting adalah agar  shuttlecock bisa jatuh di bidang

permainan lawan sedekat mungkin dekat net sehingga tidak bisa terjangkau oleh

lawan.

1) Posisikan berdiri di belakang garis service kurang lebih dua langkah dari

net.

2) Pegang raket dengan posisi rikel atau senyaman mungkin.

3) Kejar bola / shutlecock yang datang di depan jaring dengan cepat.

4) Posisikan selalu kaki kanan berada di depan baik saat melakukan pukulan

netting dengan cara forehand maupun pukulan netting dengan cara

backhand.

5) Buat tarikan kecil agar pukulan netting lebih tipis bergulir di bidang lawan,

sesaat sebelum bola / shuttlecock tersentuh,

6) Buatlah arah serta sasaran pukulan netting bisa berbentuk lurus, atau silang

di depan net atau bisa juga mendorong bola/shuttlecock ke arah belakang.

38
39

6) Smash (Pukulan keras menukik tajam)

Gambar 2.11 Pukulan Smash

Smash merupakan pukulan overhead yang di arahkan ke daerah permainan

lawan dengan kekuatan penuh dan kecepatan tinggi serta  menukik. Smash

merupakan pukulan menyerang dengan tujuan untuk mematikan lawan. Jenis

pukulan ini membutuhkan kekuatan pada otot tungkai, bahu, lengan serta

fleksibilitas pada pergelangan tangan.

Langkah-langkah dalam melakukan smash dalam bulutangkis :

1) Tangan dan tubuh harus dalam keadaan rileks

2) Posisi footwork harus diperhatikan pada saat akan melakukan smash.

3) Mulailah dengan lengan yang tidak memegang raket menunjuk ke arah

shuttlecock sementara lengan yang memegang raket di angkat, dengan siku

ditekuk dan pergelangan tangan tegak sehingga raket berada di atas dan

menunjuk keatas

4) Putarlah bahu pada tangan yang memegang raket ke arah depan dan ke arah

bawah

39
40

5) Sementara lengan bawah di ayun ke depan, lecutlah (tekuk) pergelangan

tangan.

2.1.4 Hakikat media pembelajaran alat pelontar shuttlecock

Media alat pelontar shuttlecock adalah salah satu media pembelajaran yang

ekonomis dan praktis dalam dunia pendidikan penjas yang dimana pengembangan

alat pelontar shuttlecock dapat membantu guru dan siswa dalam proses ke

efektifitasan belajar mengajar disekolah.

2.1.4.1 Kelebihan dan kekurangan media pembelajaran pelontar shuttlecock

 Kelebihan dari pengembangan media Pelontar shuttlecock ini adalah alatnya

praktis dan ekonomis, alat ini juga bisa berpindah arah dan tempat dengan

adanya rangka untuk memutar dan berpindahnya arah tersebut, serta bisa

membantu guru dalam proses belajar mengajar kepada siswa, dengan

adanya alat pelontar ini indikator dasar pada pukulan bulutangkis untuk

siswa dapat berjalan serta mendapatkan ke efektifitasan belajar menagajar

maka jam pelajaran yang digunakan untuk permainan bulutangkis sesuai

dengan yang sudah direncanakan oleh seorang guru

 Kekurangan dari Pengembangan media Pelontar Shuttlecock ini adalah jika

cuaca diluar lapangan tidak mendukung seperti: Hujan dan angin maka alat

ini tidak bisa digunakan karena jika hujan komponen yang ada pada alat ini

akan rusak ketika terkena air dan jika ada angin maka laju bola sedikit

terhambat, dan kekurangan lainnya bisa seperti baterai pada komponen alat

pelontar ini habis jika dipakai dalam jangka waktu beberapa lama.

40
41

2.1.4.2 Penelitian yang relevan

Penelitian yang baik adalah penelitian yang memiliki kajian penelitian

serupa dengan hasil yang relevan. Hal tersebut dapat digunakan sebagai pedoman

awal sebagai kerangka pemikiran guna menambah, mengembangkan maupun

memperbaiki penelitian yang telah ada sebelumnya.

Penelitian yang relevan akan dilaksanakan disekolah dan akan melibatkan

murid SMP CERDAS MURNI Deli serdang. Disini Juga akan melibatkan

validator penjas yakni guru penjas dan validator teknik bulutangkis yakni pelatih

bulutangkis dan validator alat yakni dosen teknik elektro dari Unimed.

2.1.4.3 Kerangka Berfkir Produk yang akan dihasilkan

Pendidikan jasmani merupakan media untuk mendorong perkembangan

keterampilan motorik, kemampuan fisik, pengetahuan, penalaran, penghayatan

nilai (sikap-mental-emosional-spiritual-sosial), dan pembiasaan pola hidup sehat

yang bermuara untuk merangsang petumbuhan serta perkembangan yang

seimbang.

Siswa yang melakukan proses pendidikan jasmani akan memperoleh

berbagai ungkapan yang erat kaitannya dengan kesan pribadi yang menyenangkan

serta berbagainungkapan yang kreatif, inovatif, terampil, memiliki kebugaran

jasmani, kebiasaan hidup sehat dan memiliki pengetahuan serta pemahaman

terhadap gerak manusia. Ega Trisna Rahayu, (2016: 1)

Sesuai dengan kompetensi dasar dalam kurikulum Pendidikan Jasmani,

Olahraga dan Kesehatan di Sekolah Menengah Pertama siswa diperkenalkan

dengan teknik-teknik dalam setiap materi pembelejaran penjas. Dengan melihat

41
42

suatu proses belajar mengajar yang tampak disekolah. Dari pelaksanaan

pembelajaran tersebut dijumpai anak-anak yang merasa tidak senang, bosan, dan

kurang aktif bergerak dikarenakan saat proses pembelajaran bulutangkis seorang

pengajar tidak semua teknik pukulan dalam permainan bulutangkis dilakukan

dengan baik maka terjadinya pembelajaran yang kurang efektif.

Pengembangan media pembelajaran penjasorkes menggunakan media

Pelontar Shuttlecock merupakan salah satu cara yang harus diwujudkan.

pengembangan media pembelajaran bulutangkis media Pelontar Shuttlecock

diharapkan mampu membuat anak lebih aktif bergerak dalam berbagai situasi dan

kondisi yang menyenangkan dan memahami apa yang dipelajari dengan secara

baik dan benar, ketika mengikuti pembelajaran bulutangkis.

42
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Metode Pengembangan

Metode Penelitian Pengambangan atau dalam bahasa inggrisnya (Research

and Development) adalah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan

produk tertentu, dan menguji keefektifan produk tersebut (Sugiyono, 2010:297).

Produk yang dihasilkan tertentu digunakan penelitian yang bersifat analisis

kebutuhan dan untuk menguji keefektifan produk tersebut supaya dapat berfungsi

dimasyarakat luas, maka diperlukan penelitian untuk menguji keefektifan produk

tersebut. Sugiyono, (2010:297).

Hasil dari kegiatan penelitian dan pengembangan ini adalah alat media

pembelajaran Pelontar Shuttlecock Untuk Melatih Permainan Bulutangkis pemula

dengan spesifikasinya produknya, sehingga dapat digunakan dalam pembelajaran

bulutangkis dalam meningkatkan kefektifan belajar siswa dalam penjas.

3.2. Tempat dan waktu penelitian

Tempat dan penelitian akan dilaksanakan di sekolah SMP Swasta di

kabupaten Deli serdang, Sebagai berikut :

NO Tempat Penelitian Alamat

1 SMP CERDAS Gg. Mangga No.33, Hutan, Kec. Percut Sei

MURNI Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara

20371

43
44

3.3. Sampel Uji Coba

Penyusunan sampel uji coba pada penelitian ini dengan uji tahap I

(kelompok kecil) dan uji tahap II (kelompok besar) ditujukan pada siswa sebagai

berikut :

1. Pada uji tahap I (kelompok kecil) peneliti melibatkan sebanyak 15 Siswa

dari SMP CERDAS MURNI.

2. Pada uji coba tahap II (kelompok besar) peneliti melibatkan sebanyak 30

siswa dari SMP CERDAS MURNI.

3.4. Pendekatan dan Metode Penelitian

Metode Penelitian Pengambangan atau dalam bahasa inggrisnya (Research

and Development) adalah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan

produk tertentu, dan menguji keefektifan produk tersebut (Sugiyono, 2010:297).

Produk yang dihasilkan tertentu digunakan penelitian yang bersifat analisis

kebutuhan dan untuk menguji keefektifan produk tersebut supaya dapat berfungsi

dimasyarakat luas, maka diperlukan penelitian untuk menguji keefektifan produk

tersebut. Sugiyono, (2010:297).

3.5. Langkah – Langkah Pengembangan

Rancangan langkah-langkah penelitian pengembangan yang akan dipakai

untuk melakukan sebuah penelitian pengembangan model ada beberapa tahap

sebagai berikut:

44
45

Gambar 3.1 Langkah-Langkah Penggunaan Metode Research and


Development (R&D).
Sumber: Sugiyono. Metode penelitian, kuantitatif, kualitatif dan R&D, Bandung:
Alfabeta (2016; 298)
Langkah-langkah penggunaan metode Research and Development (R&D)

Prosedur penelitian yang digunakan dalam penelitian ini sesuai dengan

Langkah-Langkah penggunaan Metode Research and Development (R&D) oleh

Sugiyono (2016;298).Maka prosedur penelitian ini diringkas menjadi 8 tahap

dalam penelitian hanya sampai diujicoba pemakaian sebagai berikut :

3.5.1. Potensi dan Masalah

Penelitian dapat berangkat dari adanya potensi dan masalah. Sugiyono

(2010;298) potensi adalah segala sesuatu yang bila didayagunakan akan memiliki

nilai tambah. Penelitian ini mengandung potensi masalah pada alat media

pembelajaran bulutangkis yang dapat diangkat seperti : Kurang efektif dalam

pembelajaran, kurang menarik dalam pembelajaran.

3.5.2. Pengumpulan data

Hasil analisis kebutuhan yang dihimpun dari wawancara kepada guru

olahraga sehingga diperoleh ide. Berdasarkan dari hasil analisis kebutuhan yang

45
46

dilakukan, dapat disimpulkan bahwa ide dari penelitian pengembangan ini adalah

perlu adanya desain alat pengembangan media pelontar shuttlecock, dan lebih

efektif dalam penggunannya sehingga siswa lebih baik lagi dalam melakukan

gerakan pukulan dasar bulutangkis dan dapat memahami secara benar.

3.5.3. Desain Produk

Peneliti mengumpulkan berbagai informasi dan masalah-masalah yang ada

di lapangan, peneliti merancang desain produk yang sesuai dengan masalah yang

ada. Kebutuhan dalam mendesain produk ini disesuaikan dengan keefisienan dan

keefektifan. Produk ini akan mengembangkan alat Pelontar Shuttlecock Untuk

Melatih Permainan Bulutangkis pemula.

Gambar 3.2 Media alat Pelontar Shuttlecock

Cara penggunaan media alat Pelontar Shuttlecock Untuk Melatih

Permainan Bulutangkis pemula yang mempermudah siswa dan guru dalam

pemberian intruksi pembelajaran ini ini adalah sebagai berikut:

1) Pertama yang dilakukan adalah dengan cara menyiapkan shuttlecock serta

sebuah alat pelontar dilapangan sesuai dengan intruksi guru, mengecek

keamanan alatnya lalu menyalakan alat pelontar tersebut.

46
47

2) Setelah itu siswa berdiri di lapangan badminton sebelah kiri/kanan dengan

posisi siap menerima bola shuttlecock

3) Setelah alat pelontar nyala dan siswa siap menerima arah bola shuttlecock

dari alat pelontar, disini guru langsung mengambil shuttlecock untuk

memulainya dengan meletakkan shuttlecock tepat diputaran dinamo yang

menyala.

4) Lalu guru bisa mengarahkan atau mengatur alat pelontar sesuai dengan

materi pukulan dasar badminton yang di ajarkan.

5) Jika materi yang di ajarkan pukulan drive, maka alat pelontar bisa dinaikkan

ketinggiannya dan wadah pelontar di atur di 20cm sehingga bola bisa

melesat tepat lurus diatas net.

6) Dan jika materi yang di ajarkan pukulan lob, smash, maka alat pelontar bisa

dinaikkan dan wadah pelontar diatur 30cm agar saat bola di lontarkan bisa

membentuk layaknya pukulan pemberian bola shuttlecock dengan pukulan

dasar yang di atas.

7) Dan jika materi yang di ajarkan pukulan dropshot, netting maka alat

pelontar bisa diturunkan dan wadah pelontar diatur 32cm agar saat bola

dilontarkan bisa membentuk layaknya pukulan pemberian bola shuttlecock

dengan pukulan dasar yang di atas.

8) Setelah itu siswa melakukan sebanyak 2-3 kali repetisi guna guru

memperbaiki gerakannya dan memberitahu bagaimana komponen pukulan

dasar pada bulutangkis, setelah itu siswa bergantian melakukan seperti

siswa yang pertama.

47
48

Tabel 3.1. Rincian Harga Alat dan Bahan Pelontar Shuttlecock

Bahan-Bahan Harga

Wadah Kayu Rp.100.000

Tripod Pelontar Rp.150.000

2 Buah Dinamo DC Rp.300.000

2 Buah Baut Nepel Rp.100.000

Baterai Dinamo DC Rp.210.000

Saklar Rp.20.000

Kabel Rp.10.000

Total Rp.890.000

3.5.4. Validasi Desain

Media alat sebelum digunakan ataupun diproduksi langkah yang

lebih dahulu yakni memvalidasi desain yang dimana melibatkan 3 validator Untuk

memperbaiki kekurangan pada media alat Pelontar Shuttlecock Untuk Melatih

Permainan Bulutangkis pemula yang telah dibuat, maka Pelontar Shuttlecock

Untuk Melatih Permainan Bulutangkis pemula diberikan kepada 1 ahli olahraga, 1

ahli/pelatih lempar, dan 1 ahli alat untuk divalidasi.

3.5.5. Revisi Produk

Revisi ini bertujuan, dan meliputi ahli/pelatih bulutangkis, dan ahli

olahraga. Untuk ahli/pelatih bulutangkis berfungsi untuk memberikan informasi

dan penilaian tentang kesesuaian alat Pelontar Shuttlecock tersebut. Sedangkan

untuk ahli olahraga berfungsi untuk memberikan informasi dan penilain tentang

48
49

gerakan peserta didik dengan menggunakan alat Pelontar Shuttlecock yang dibuat

dan ahli alat memvalidasi kecocokan desain dengan kekokohan bahan. Sehingga

nantinya akan terangkum dan tersimpulkan saran-saran dari para ahli tersebut

3.5.6. Uji coba Produk

Uji coba produk dilakukan agar dapat mengumpulkan data yang dijadikan

sebagai dasar untuk menetapkan kelayakan produk yang akan dikembangkan

peneliti. Tahap-tahap dalam uji coba produk ini yaitu :

1) menetapkan desain uji coba,

2) menetapkan subjek uji coba.

1. Desain uji coba

Desain uji coba ini dilakukan bertujuan untuk mendapatkan data yang

dibutuhkan untuk memperbaiki produk secara lengkap. Desain uji coba ini

dilakukan melalui dua tahapan yaitu : evaluasi tahap pertama dan evaluasi

tahap kedua. Kedua tahap ini dilakukan untuk mendapatkan keefektifan

produk yang akan dikembangkan.

2. Subyek uji coba

Yang terlihat sebagai subyek uji coba yang digunakan dalam penelitian

pengembangan ini meliputi :

a) Tinjauan dari para ahli yang terdiri dari 3 orang ahli, yaitu 1 orang ahli

olahraga (Guru penjas), 1 orang ahli bulutangkis/pelatih bulutangkis, dan 1

orang ahli alat. Kulaifikasi ahli dalam pengembangan ini harus ditentukan

dalam perannya melalui evaluasi atau revisi. 1 ahli olahraga bekerja atau

berkompoten di bidang olahraga bisa disebut guru penjas itu sendiri. 2,

49
50

memiliki pendidikan S1 olahraga. Sedangkan untuk ahli bulutangkis/pelatih

bulutangkis harus memiliki karakteristik sebagai berikut: 1. Minimal pelatih

tingkat provinsi. 2. Menguasai teknik keterampilan dasar dan teknik dalam

bulutangkis dengan baik. 3. Ahli Alat yang berpengalaman dan memiliki

pendidikan sarjana dibidang Teknik.

b) Subyek analisa kebutuhan sebanyak 15-30 siswa.

c) Uji coba tahap I, subyek uji coba tahap ini 15 orang siswa SMP, yang

diambil menggunakan teknin sampel bertujuan ( Random sampling).

d) Uji coba tahap II, subyek uji coba tahap ini 30 orang siswa SMP yang

menjadi subyek penelitian.

a) Uji coba tahap I (kelompok kecil).

Tahap ini mulai menggunakan subjek sebanyak 15 orang. Tujuan dari uji

coba tahap I ini adalah untuk mendapatkan masukan dengan jalan

mengidentifikasi dan menyempurnakan produk yang akan dikembangkan setelah

dari hasil tinjauan beberapa ahli.

Langkah-langkah dalam uji coba yaitu :

1. Penjelasan tentang konsep produk kepada subyek (Guru dan Siswa)

2. Menyiapkan alat Pelontar Shuttlecock

3. Memberikan contoh penggunaan media alat Pelontar Shuttlecock Untuk

Melatih Permainan Bulutangkis pemula.

4. Meminta kepada guru dan siswa agar menggunakan media alat Pelontar

Shuttlecock Untuk Melatih Permainan Bulutangkis pemula yang sudah

dibuat.

50
51

3.5.7. Revisi Produk

Hasil dari tinjauan dan analisis dari beberapa ahli maka akan dapat

memunculkan revisi-revisi pada pruduk pengembangan. Sehingga hasil dari para

ahli akan menjadikan produk II berupa media alat Pelontar Shuttlecock Untuk

Melatih Permainan Bulutangkis pemula siap untuk diproduksi yang akan di uji

cobakan dilapangan.

3.5.8. Uji Coba Pemakaian

Kegiatan berikut dalam penelitian ini yaitu menguji cobakan media alat

Pelontar Shuttlecock Untuk Melatih Permainan Bulutangkis pemula dengan

jumlah siswa 15-30 siswa, dengan perlakuan uji coba ini dilakukan dalam proses

gerakan.

3.6. Pengumpulan data

Pengumpulan data yang digunakan pada media alat pelontar shuttlecock

untuk melatih permainan bulutangkis pemula adalah berupa data kualitatif, karena

data yang didapatkan dinyatakan dengan kalimat bukan dengan angka. Sedangkan

data kuantitaif diperoleh dengan cara mengubah data kualitatif menjadi data

kuantitatif dengan jalan memberikan skor pada data kuantitatif tersebut.

Instrumen yang digunakan pada penelitian pengembangan ini adalah

dengan menggunakan angket untuk analisa kebutuhan, kuesioner dari evaluasi

ahli/pelatih lempar dan ahli olahraga serta dari hasil pendapat siswa (tahap uji

coba I dan uji coba II). Instrumen identifikasi kebutuhan dalam penelitian ini

51
52

disusun dengan tujuan mengumpulkan data pendapat pelatih terhadap alat

pelontar shuttlecock yang sudah dan mereka gunakan.

Instrumen ini juga didasarkan pada konsep tentang konsep evaluasi alat.

Uji lapangan awal dan utama disusun melalui konsep evaluasi dari siswa.

Sebelum evaluasi dari para ahli, responden mengisi angket terlebih dahulu untuk

pengambilan data.

3.7. Analisis Data

Penelitian pengembangan analisis data ini digunakan dengan observasi dan

wawancara mengenai pelontar shuttlecock untuk melatih permainan bulutangkis

pemula. pada penelitian pengembangan ini teknik analisis data digunakan dengan

teknik analisa deskriptif kuantitatif dengan presentase untuk setiap frekuensi

option yang dijawab responden, menurut Sutrisno Hadi Sudjanah (1992:66 )..

Teknik analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menggunakan statistik

deskriptif, yang berupa pernyataan sangat layak, layak, cukup layak, kurang layak,

sangat kurang layak yang diubah menjadi data kuantitatif dengan skala 5, yaitu

dengan penskoran dari angka 1 sampai dengan 5.

Teknik analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menggunakan statistik

deskriptif dengan menggunakan skala Likert yang dijelaskan pada tabel sebagai

berikut.

52
53

Tabel 3.2 Skala Likert (Sumber: Sugiyono (2017:166)

No Skor Keterangan
1. 5 Sangat setuju/selalu/sangat baik/sangat layak
2. 4 setuju/sering/baik/layak
3. 3 ragu-ragu/kadang-kadang/cukup baik/cukup layak
4. 2 tidak setuju/hampir tidak pernah/kurang baik/kurang layak
5. 1 sangat tidak setuju/tidak pernah/tidak baik/tidak layak

Analisa data pada penelitian pengembanagan ini teknik analisa data yang

digunakan adalah teknik analisa data deskriftif kuantitatif. Teknik ini digunakan

agar mendapat analisis data kuantitatif yang didapatkan dari penyebaran angket,

dengan menggunkan rumus:

Rumus pengolahan data dari penyebaran angket dengan persubyek uji

coba.

F
P= X 100%
N

Keterangan :

P = Persentase hasil evaluasi subyek uji coba

F = Jumlah jawaban skor oleh subyek uji coba

N = Jumlah jawaban maksimal dalam aspek penilain oleh subyek coba

100% = Bilangan Tetap

Kemudian menentukan persentase skor angket, digunakan rumus

Sugiyono (2014 : 133) interpretasi skor berdasarkan jawaban responden dapat

ditentukan sebagai berikut, “ Skor maksimum setiap kuisioner adalah 4 dan

53
54

minimum adalah 1, atau kisaran antara 25% sampai 100%, maka jarak antara skor

yang berdekatan adalah 15% (100%-25%/4) sehingga dapat diperoleh kriteria

sebagai berikut :

Tabel 3.3 Skala Persentase Menurut Sugiyono (2014 : 133)


PERESENTASE KETERANGAN MAKNA
76% - 100% Sangat Valid Sangat Layak
71% - 75% Valid Layak
56% - 70% Cukup Valid Cukup Layak
41% - 55% Kurang Valid Kurang Layak
0% - 40% Tidak Valid Tidak Layak

Tabel 3.4 Pada Instrumen Evaluasi Ahli


Peneliti Menggunakan Ahli Sebagai Berikut :
TIM AHLI

Dede Novandi S.Pd Ahli Olahraga (Guru Olahraga)

Armada sembiring Ahli bulutangkis (pelatih)

Dr.Agus Junaidi,S.T.,M.T Ahli Media Alat

54
BAB IV

HASIL PENGEMBANGAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Kebutuhan

Adanya awal permasalahan dilatar belakang yang didatangkan Hasil

pengamatan penulis pada observasi dari adanya program magang 1, 2 dan 3 yang

diadakan oleh universitas untuk mengembangkan sistem pengamatan observasi

seorang mahasiswa. Salah satu permasalahan kurang berkembangnya proses

pembelajaran penjasorkes di sekolah antara lain, Guru tidak menggunakan metode

cara agar peserta didik tidak bosan dalam pembelajaran bulutangkis, pelaksanaan

proses pembelejaran bulutangkis yang itu-itu saja tidak menggunakan media yang

baru di lingkungan sekolah agar peserta didik memiliki rasa ingin tahun dan rasa

ingin mencoba sebuah media yang baru ia lihat, dengan pembelejaran dan media

yang kurang menarik membuat suasana pembelajaran dilapang sedikit

membosankan dan terjadi ketidakefektifitasan belajar mengajar dan dalam

menyampaikan materi karena si anak tidak mau memperhatikan pembelajaran

yang menurut dia biasa saja.

Permasalahan tersebut semakin mendalam dan berpengaruh secara

signifikan terhadap proses pembelajaran penjasorkes, karena kurang didukung

oleh tingkat kemampuan, kreativitas dan inovasi para guru Penjasorkes selaku

pelaksana khususnya dalam pengembangan media pembelajaran. Dampak dari itu

secara tidak disadari akan mempengaruhi terhadap tingkat kesegaran jasmani dan

penguasaan ketrampilan gerak peserta didik yang semestinya dapat dikembangkan

55
56

sesuai perkembangan gerak seusianya. Potensi peserta didik ini akan tidak

berkembang secara optimal pada masanya, dan pada akhirnya kurang optimal pula

dalam mendukung dan memberikan kontribusi bibit-bibit atlet potensi yang dapat

dikembangkan pada pembinaan prestasi olahraga kedepan. Berdasarkan Uraian

tersebut diatas dapatlah dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan pembentukan

gerak dasar (khususnya) pembentukan gerak dasar pada bulutangkis adalah: Suatu

gerak yang mendasar pada peserta didik agar dia memahami apa yang dilakukan

seseorang yang ingin belajar bulutangkis hingga nantinya ia bisa merasakan

bakatnya sebagai atlet bulutangkis profesional.

Analisis kebutuhan yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa ide dari

penelitian pengembangan ini adalah sangat perlu adanya pengembangan alat

pelontar shuttlecock untuk melatih permainan bulu tangkis pemula karena tidak

sekolah memiliki saraana dan prasarana yang lengkap, dan juga guru tidak

menerapkan adanya media pembelajaran pada bulu tangkis diharapkan dengan

adanya alat atau media pembelajaran pelontar shuttlecock untuk melatih

prtmsinsn bulu tsngkid prmuls ini dapat membantu dan memudahkan guru untuk

melakukan proses pembelajaran yang merata kepada semua siswa dengan tujuan

untuk membuat siswa lebih mengerti dan memahami bagaimana gerakan belajar

dari pembelajaran bulu tangkis dan mempermudah bagaimana prosedur dalam

pembelajaran bulutangkis.

56
57

4.2 Hasil Penelitian Produk “Pengembangan Alat Pelontar Shutlecock Untuk

Melatih Permainan Bulutangkis Pemula”

Pengembangan Alat Pelontar Shutlecock untuk melatih permainan

bulutangkis pemula divalidasi oleh para ahli dibidangnya, yaitu seorang ahli

olahraga bulutangkis, dan ahli alat/media, dan ahli penjas yakni guru penjas dari

sekolah tersebut. Pengujian pertama dilakukan setelah desain awal ataupun

rancangan model alat ini telah diamati, dikoreksi dan dinyatakan layak untuk di

uji cobakan oleh para ahli. Evaluasi dilakukan untuk memperbaiki dan

menyempurnakan Pengembangan Alat Pelontar Shutlecock untuk melatih

permainan bulutangkis pemula yang telah dibuat. Ada pun hasil evaluasi terhadap

rancangan model yang telah dibuat oleh peneliti menghasilkan beberapa revisi

sebagai berikut.

4.2.1 Data Validasi Ahli Olahraga Bulutangkis

Ahli olahraga bulutangkis yang menjadi validator dalam penelitian

pengembangan ini adalah Armada Sembiring. Beliau adalah seorang pelatih

bulutangkis club angsapura. Peneliti memilih beliau sebagai ahli olahraga karena

kompetensinya di bidang olahraga bulutangkis memadai. Pengambilan data ahli

olahraga bulutangkis tahap pertama dilakukan pada tanggal 17 November 2020

diperoleh dengan cara memberikan produk awal media “Pengembangan Alat

Pelontar Shutlecock untuk melatih permainan bulutangkis pemula” beserta

lembaran penilaian yang berupa kuesioner atau angket.

57
58

Pertanyaan :

1. Apakah “Pengembangan model alat” ini sudah layak ?

Jawaban : Layak

2. Apakah “Pengembangan Alat Pelontar Shutlecock untuk melatih permainan

bulutangkis pemula” sudah layak untuk di uji cobakan?

Jawaban :Layak

Tabel 4.1 Data Hasil “Pengembangan Alat Pelontar Shutlecock untuk


Melatih Permainan Bulutangkis Pemula” Ahli Olahraga
Bulutangkis

Aspek Yang Skor Yang Skor Persentase


No. Kategori
Dinilai Diproleh Maksimal (%)

1 Desain 21 25 84% Sangat layak

2 Tampilan 22 25 88% Sangat layak

3 Kemanan 22 25 88% Sangat layak

Skor Total 65 75 87% Sangat layak

Hasil dari Desain yakni 84% yang dimana deskripsinya “Sangat layak”

jika dilihat masih dibawah 100% peneliti mengakui kurang adanya kelebihan

desain dari pelontar shuttlecock dan dari Tampilan yakni 88% yakni “sangat

layak” hal ini tidak mencapai 100% karna peneliti menyadari bahwa tampilan

pelontar shuttlecock sangat sederhana dan hanya memanfaatkan satu warna saja,

dan dari hasil keamanan yakni 87% yang dimana deskripsi “Sangat layak” untuk

digunakan namun masih kurang dari 100% dikarnakan penelitian tidak ada yang

sempurna.

58
59

Data yang di hasilkan dari validator ahli olahraga bulutangkis keseluruhan

adalah adalah 87% dengan demikian dinyatakan kesimpulan dari validator

bulutangkis bahwa “Pengembangan alat pelontar shuttlecock untuk melatih

permainan bulutangkis pemula” yang dikembangkan dari sesi wawancara dan

observasi secara langsung serta aspek kebutuhan mendapatkan penilaian kategori

“Sangat Layak” dari tiga aspek yang dijadikan sebagai pengujian.

4.2.2 Data Validasi Ahli Media

Ahli media yang menjadi validator dalam penelitian pengembangan ini

adalah Dr. Agus Junaidi. ST.,MT. Peneliti memilih beliau sebagai ahli alat/media

karena pemahamannya di bidang teknik sangat memadai. Pengambilan data ahli

media tahap pertama dilakukan pada 24 November 2020 diperoleh dengan cara

memberikan produk awal “Pengembangan alat pelontar shuttlecock untuk melatih

permainan bulutangkis pemula” beserta lembaran penilaian yang berupa kuesioner

atau angket.

Pertanyaan :

1. Apakah “Pengembangan model alat” ini sudah layak ?

Jawaban : Layak

2. Apakah “Pengembangan Alat Pelontar Shutlecock untuk melatih permainan

bulutangkis pemula” sudah layak untuk di uji cobakan?

Jawaban :Layak

59
60

Tabel 4.2 Data Hasil “Pengembangan Alat Pelontar Shuttlecock Untuk


Melatih Permainan Bulutangkis Pemula” Ahli Alat/Media.

Aspek Yang Skor Yang Skor Persentase


No. Kategori
Dinilai Diproleh Maksimal (%)

1 Desain 21 25 84% Sangat Layak

2 Tampilan 23 25 92% Sangat Layak

3 Kemanan 20 25 80% Sangat Layak

Skor Total 64 75 85% Sangat Layak

Data yang di hasilkan dari validator ahli alat/media adalah 85 % dengan

demikian dinyatakan bahwa “Pengembangan Alat pelontar shuttlecock untuk

melatih permainan bulutangkis pemula” yang dikembangkan dari aspek

kebutuhan mendapatkan penilaian kategori “ Sangat Layak”. Dari hasil presentasi

total dari setiap yang dinilai dalam angket validator media yakni alasan Desain

hanya mencapai kategori 84% dikarenakan tiang alat belum stabil terarah

automatis, tampilannya 92% sudah mendekati nilai sempurna, dan dalam

keamanannya hanya 80% dikarnakan dari alat tersebut tidak mengancam

keamanan siswa yang akan menggunakan alat tersebut.

4.3 Revisi Produk

Revisi dilakukan setelah produk Pengembangan alat pelontar shuttlecock

untuk melatih permainan bulutangkis pemula diberi penilaian, saran dan kritikan

terhadap kualitas alat pada uji coba skala kecil yang akan di uji cobakan kepada

kelompok besar yakni revisi hanya dilontarkan dari validator alat yakni pemberian

60
61

sticker peringatan pada alat tersebut agar siswa berhati-hati dalam penggunaan

alat tersebut.

4.4 Hasil Revisi Produk

Revisi produk Pengembangan alat pelontar shuttlecock untuk melatih

permainan bulutangkis pemula dilakukan setelah diberi penilaian, saran dan

kritikan terhadap kualitas alat pelontar tersebut. Saran yang di dapat dari ahli

media adalah pemberian sticker peringatan pada alat agar hati-hati didalam

penggunaan ataupun pada saat pemegangan alat.

4.5 Uji Coba Produk

4.5.1 Uji Coba Kelompok Kecil

Uji coba dilakukan dalam 1 pertemuan. Kondisi selama uji coba kelompok

kecil secara keseluruhan dapat dijabarkan sebagai berikut. (a) Kondisi saat

penggunaan alat pelontar shuttlecock, siswa tampak antusias, penasaran dan

bertanya-tanya kepada peneliti (b) Kondisi penggunaan yaitu pelontar shuttlecock,

siswa tampak antusias melakukan implementasi dari gerakan yang dipaprkan

peneliti sebelum mencoba alat. (c) Kondisi saat pengisian angket responden atau

siswa memperhatikan penjelasan mengenai tata cara pengisisan angket, siswa

mengisi dengan teliti. Dengan penuh konsentrasi responden atau atlet mengisi

angketnya, walaupun ada beberapa kesalahan dalam mengisi tapi secara

keseluruhan pengisian angket berjalan lancar.

61
62

Tabel 4.3. Hasil Angket Uji Coba yang Dilakukan Pada uji tahap I
(kelompok kecil) peneliti melibatkan sebanyak 15 Siswa dari SMP
Cerdas Murni

Skor
No Aspek Yang Skor Yang Persentase
Maksima Kategori
. Dinilai Diperoleh (%)
l

1 Tampilan 279 375 74% Layak

2 Keamanan 282 375 75% Layak

3 Keterlaksanaan 338 375 90% Sangat Layak

Skor Total 899 1125 80% Sangat Layak

Hasil angket responden atau siswa mengenai “Pengembangan alat pelontar

shuttlecock untuk melatih permainan bulutangkis pemula” menunjukkan bahwa

untuk penilaian tentang aspek Tampilan Alat Sepenuhnya sebesar 74% yang

dikategorikan “Layak”, penilaian tentang aspek Keamanan sebesar 75% yang

dikategorikan “Layak”, penilaian tentang aspek Keterlaksanaan sebesar 90% yang

dikategorikan “Sangat Layak”, yang dapat diartikan bahwa alat tersebut 80%

Sangat layak untuk diuji cobakan ketahap berikutnya.

Kesimpulan dari peneliti bahwa 80% dari jumlah sampel uji kecil yakni 15

orang bahwa 12 orang menyatakan media “sangat layak” untuk dijadikan untuk

media alat pelontar shuttlecock untuk melatih permainan bulutangkis pemula.

Pertanyaan :

1. Apakah “Pengembangan model alat” ini sudah layak ?

Jawaban : Layak

62
63

2. Apakah “Pengembangan alat pelontar shuttlecock untuk melatih permainan

bulutangkis pemula ” sudah layak untuk di uji cobakan pada tahap selanjutnya?

Jawaban :Layak

Tabel 4.4 Hasil Angket Yang Dilakukan di SMP Cerdas Murni oleh
Validator Ahli Penjas
Aspek
Skor Yang Skor Persentase
No. Yang Kategori
Diperoleh Maksimal (%)
Dinilai

1 Desain 19 25 76% Sangat layak

2 Tampilan 21 25 84% Sangat Layak

3 Keamanan 22 25 88% Sangat Layak

Skor Total 62 75 83% Sangat Layak

Hasil angket terhadap pelatih mengenai “Pengembangan alat pelontar

shuttlecock untuk melatih permainan bulutangkis pemula” menunjukkan bahwa

untuk penilaian tentang aspek Desain sebesar 76% yang dikategorikan “Sangat

Layak”, penilaian tentang aspek Tampilan 84% yang dikategorikan “Sangat

Layak”, dan penilaian tentang aspek keamanan 88% yang dikategorikan Sangat

Layak, jadi hasil presentase ketiga aspek penilaian yakni 83% yang dapat

diartikan bahwa alat tersebut layak untuk diuji cobakan ke tahap berikutnya tanpa

revisi.

4.5.2 Uji Coba Kelompok Besar

Uji coba kelompok besar dilakukan kepada 30 responden, pada siswa SMP

Cerdas murni. Ujicoba kelompok besar dilakukan pada satu pertemuan

63
64

dilaksanakan pada 24 November 2020 disekolah SMP cerdas murni. Kondisi

selama uji coba lapangan secara keseluruhan dapat dijabarkan sebagai berikut.

Kondisi penjelasan pengoperasian responden tampak antusias, penasaran

dan bertanya-tanya pada peneliti ketika diberikan penjelasan awal mengenai

penelitian alat pelontar shuttlecock yang akan dilakukan. (b) Kondisi penggunaan

media pelontar shuttlecock yaitu responden tampak konsentrasi dan semangat.

Beberapa siswa bertanya mengenai materi yang belum jelas dan prosedur tahapan

pada saat memukul dalam bulutangkis (c) Kondisi saat pengisisin angket

responden berjalan dengan lancar, diawali peneliti menjelaskan tata cara pengisian

angket. Sedangkan responden memperhatikan penjelasan mengenai tata cara

pengisisan angket, responden mengisi angket dengan teliti.

Tabel 4.5 Hasil Angket Uji Coba Kelompok Besar Pada 30 Siswa Sekolah
Cerdas Murni

Aspek Yang Skor Yang Skor Persentase


No. Kategori
Dinilai Diperoleh Maksimal (%)

1 Tampilan 695 750 93% Sangat Layak

2 Keamanan 688 750 91% Sangat Layak

3 Keterlaksanaan 707 750 94% Sangat Layak

Skor Total 2090 2250 93% Sangat Layak

Hasil angket responden atau atlet mengenai ”Pengembangan alat pelontar

shuttlecock untuk melatih permainan bulutangkis pemula” menunjukkan bahwa

untuk penilaian tentang aspek Tampilan 93% yang dikategorikan “Sangat Layak”,

penilaian tentang aspek Keamanan sebesar 91% yang dikategorikan “Sangat

64
65

Layak”, penilaian tentang aspek Keterlaksanaan sebesar 94% yang dikategorikan

“Sangat Layak”. Total penilaian uji kelayakan penelitian ”Pengembangan alat

pelontar shuttlecock untuk melatih permainan bulutangkis pemula” menurut

responden sebesar 93% dikategorikan “Sangat Layak” yang berarti

Pengembangan alat pelontar shuttlecock untuk melatih permainan bulutangkis

pemula ini layak di gunakan sebagai media pada pembelajaran bulutangkis.

Kesimpulan dari peneliti dari hasil uji kelompok besar bahwa dari 30

orang sampel yang digunakan, 93% dari 30 siswa yakni 28 siswa memberi

tanggapan “sangat layak” pada Pengembangan Alat Pelontar Shutlecock untuk

melatih permainan bulutangkis pemula.

4.6 Analisis Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini, analisis data dilakukan secara

cermat dan teliti dengan analisis data yang diperoleh ini menghasilkan beberapa

hal sebagai berikut. (a) Pertama dilakukan validasai oleh ahli olahaga dan ahli alat

(media), ahli penjas (b) Kemudian Dilakukan uji coba kelompok kecil terhadap 15

peserta responden dari SMP Cerdas Murni (b) Berdasarkan uji coba kelompok

kecil catatan dari ahli olahraga bulutangkis, ahli media dan ahli penjas, pelatih dan

responden maka diputuskan untuk melakukan revisi yaitu Pemberian Sticker pada

alat untuk meningkatkan keamanan pada alat. Setelah dilakukan beberapa tahap

validasi dan revisi pada validasi produk ini dinyatakan layak dan diijinkan untuk

melakukan tahap uji coba kelompok besar terhadap 30 responden siswa dari Smp

Cerdas Murni (c) Berdasarkan uji coba kelompok kecil kategori “Sangat Layak”

65
66

dan kelompok besar menunjukkan hasil tes dalam kategori “Sangat Layak”. Hasil

data yang diperoleh diinterpretasikan menurut kategori yang telah ditentukan.

Kategori yang digunakan dalam penelitian pengembangan ini dibagi menjadi

beberapa bagian, yaitu untuk nilai 0-40% dikategorikan sangat “Tidak Layak”, 41

- 55% dikategorikan “Kurang layak”, 56 - 70% dikategorikan “Cukup layak”, dan

71 -75% dikategorikan “ Layak “, 76%-100” dikategorikan “Sangat Layak”.

4.7 Pembahasan

Pengembangan alat pelontar shuttlecock ini didesain dan diproduksi

menjadi sebuah produk awal berupa alat untuk pembelajaran bulutangkis. Proses

pengembangan melalui prosedur penelitian pengembangan. Melalui perencanaan,

reproduksi, evaluasi. Kemudian produk dikembangkan dengan bantuan seseorang

yang menguasai teknik olahraga bulutangkis, setelah produk awal dihasilkan

maka perlu evaluasi kepada para ahli melalui validasi ahli dan perlu diuji cobakan

kepada siswa SMP. Tahap penelitian dilakukan dengan uji coba kelompok kecil,

selanjutnya tahap evaluasi dilakukan dengan ahli penjas, dan ahli media/alat

kemudian ketahap uji coba kelompok besar. Adanya saran dari ahli diterima

peneliti sebagai bentuk perbaikan agar produk yang dikembangkan lebih baik dan

dapat berguna bagi responden yang akan merasakan manfaat dari alat yang

dikembangkan terutama siswa SMP cerdas murni sebagai ujicoba dalam

penelitian ini.

Kualitas “Pengembangan alat pelontar shuttlecock untuk melatih

permainan bulutangkis pemula” ini termasuk kriteria “sangat layak” pernyataan

66
67

tersebut dapat dibuktikan dari hasil analisis penilaian dari tiga ahli baik dari ahli

olahraga bulutangkis, ahli media dan ahli penjas serta dalam penilaian uji coba

kelompok kecil dan uji coba kelompok besar. Siswa yang menjadi responden

dalam penelitian merasa senang dan antusias dengan adanya produk ini, karena

produk dibuat sebaik mungkin dan semaksimal peneliti agar responden tertarik

untuk mencoba mengoprasionalkan mencoba dan bertanya bagaimana dan untuk

apa alat yang dikembangkan tersebut, kemudian setelah penelitian ini diharapkan

produk ini dapat disebar luaskan untuk alat pembelajaran serta latihan pada

olahraga bulutangkis yang dapat membantu siswa dalam melakukan olahraga

bulutangkis dan semoga dengan adanya produk ini menunjang prestasi sekolah

dibidang olahraga bulutangkis yang handal dan membanggakan. Hasil pengujian

dari bebrapa ahli dan hasil ujicoba kepada responden dapat dijabarkan dalam

pembahasan berikut.

4.7.1 Pengujian Kepada Ahli Olahraga

Hasil dari validator ahli materi bulutangkis yakni 87% dengan demikian

dinyatakan bahwa pengembangan alat pelontar shuttlecock untuk melatih

permainan bulutangkis pemula yang dikembangkan dari aspek kebutuhan

mendapat kategori “Sangat layak” berarti pelontar shuttlecock ini layak digunakan

sebagai media dalam belajar bulutangkis dan dalam pengujian kepada ahli

olahraga bulutangkis mengungkapkan bahwa adanya inovasi yang dapat

mengembangkan bakat olahraga bulutangkis.

Hasil dari Desain yakni 84% yang dimana deskripsinya “Sangat layak” jika

dilihat masih dibawah 100% peneliti mengakui kurang adanya kelebihan desain

67
68

dari pelontar shuttlecock dan dari Tampilan yakni 88% yakni “sangat layak” hal

ini tidak mencapai 100% karna peneliti menyadari bahwa tampilan pelontar

shuttlecock sangat sederhana dan hanya memanfaatkan satu warna saja, dan dari

hasil keamanan yakni 87% yang dimana deskripsi “Sangat layak” untuk

digunakan namun masih kurang dari 100% dikarnakan penelitian tidak ada yang

sempurna.

4.7.2 Pengujian Kepada Ahli Media

Data yang di hasilkan dari validator ahli alat/media adalah 85% dengan

demikian dinyatakan bahwa “Pengembangan Alat pelontar shuttlecock untuk

melatih permainan bulutangkis pemula” yang dikembangkan dari aspek

kebutuhan mendapatkan penilaian kategori “ Sangat Layak” digunakan pada

pembelajaran bulutangkis dan pada saat pengujian kepada ahli media adanya

saran penambahan sticker pada alat tersebut berguna untuk mengingatkan

siapapun yang mencoba alat tersebut harap berhati-hati dan memerhatikan

bagaimana cara penggunaan alat tersebut didalam buku pedomannya.

Hasil presentasi total dari setiap yang dinilai dalam angket validator media

yakni alasan Desain hanya mencapai kategori 84% dikarenakan tiang alat belum

stabil terarah automatis, tampilannya 92% sudah mendekati nilai sempurna, dan

dalam keamanannya hanya 80% dikarnakan dari alat tersebut tidak mengancam

keamanan siswa yang akan menggunakan alat tersebut.

68
69

4.7.3 Pengujian Kepada Guru Penjas

Hasil angket terhadap pelatih mengenai “Pengembangan alat pelontar

shuttlecock untuk melatih permainan bulutangkis pemula” menunjukkan bahwa

untuk penilaian tentang aspek Desain sebesar 76% yang dikategorikan “Sangat

Layak”, penilaian tentang aspek Tampilan 84% yang dikategorikan “Sangat

Layak”, dan penilaian tentang aspek keamanan 88% yang dikategorikan Sangat

Layak, jadi hasil presentase ketiga aspek penilaian yakni 83% yang dapat

diartikan bahwa alat tersebut layak untuk diuji cobakan ke tahap berikutnya tanpa

revisi.

4.7.4 Pengujian Terhadap Responden atau Siswa

4.7.4.1 Uji coba Kelompok Kecil

Hasil angket responden atau siswa mengenai “Pengembangan alat pelontar

shuttlecock untuk melatih permainan bulutangkis pemula” menunjukkan bahwa

untuk penilaian tentang aspek Tampilan Alat Sepenuhnya sebesar 74% yang

dikategorikan “Layak”, penilaian tentang aspek Keamanan sebesar 75% yang

dikategorikan “Layak”, penilaian tentang aspek Keterlaksanaan sebesar 90% yang

dikategorikan “Sangat Layak”, yang dapat diartikan bahwa alat tersebut 80%

Sangat layak untuk diuji cobakan ketahap berikutnya.

Kesimpulan dari peneliti bahwa 80% dari jumlah sampel uji kecil yakni 15

orang bahwa 12 orang menyatakan media “sangat layak” untuk dijadikan untuk

media alat pelontar shuttlecock untuk melatih permainan bulutangkis pemula.

69
70

4.7.4.2 Uji Coba Kelompok Besar

Hasil angket responden atau atlet mengenai ”Pengembangan alat pelontar

shuttlecock untuk melatih permainan bulutangkis pemula” menunjukkan bahwa

untuk penilaian tentang aspek Tampilan 93% yang dikategorikan “Sangat Layak”,

penilaian tentang aspek Keamanan sebesar 91% yang dikategorikan “Sangat

Layak”, penilaian tentang aspek Keterlaksanaan sebesar 94% yang dikategorikan

“Sangat Layak”. Total penilaian uji kelayakan penelitian ”Pengembangan alat

pelontar shuttlecock untuk melatih permainan bulutangkis pemula” menurut

responden sebesar 93% dikategorikan “Sangat Layak” yang berarti

Pengembangan alat pelontar shuttlecock untuk melatih permainan bulutangkis

pemula ini layak di gunakan sebagai media pada pembelajaran bulutangkis.

Kesimpulan dari peneliti dari hasil uji kelompok besar bahwa dari 30

orang sampel yang digunakan, 93% dari 30 siswa yakni 28 siswa memberi

tanggapan “sangat layak” pada Pengembangan Alat Pelontar Shutlecock untuk

melatih permainan bulutangkis pemula.

4.7.4.3 Pelaksanaan Penelitian Uji Coba Kecil Terhadap 15 Siswa Cerdas


Murni

Gambar 4.1 Dokumentasi pelaksanaan ujicoba kecil


Sumber : Dokumen Pribadi

70
71

Gambar 4.2 Dokumentasi Bersama Sampel Ujicoba Kecil


Sumber : Dokumen Pribadi

4.7.4.4 Pelaksanaan Penelitian Uji Coba Besar Terhadap 30 Siswa Cerdas


Murni

Gambar 4.3 Dokumentasi Bersama Sampel Ujicoba Besar


Sumber : Dokumen Pribadi

71
72

Gambar 4.4 Dokumentasi Pelaksanaan Ujicoba Besar


Sumber : Dokumen Pribadi

Gambar 4.5 Dokumentasi Pengisian Angket Ujicoba Besar


Sumber : Dokumen Pribadi

72
73

4.8 Keterbatasan Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini telah dilakukan dan diupayakan semaksimal

mungkin namun hampir setiap penelitian tidak terlepas dari yang namanya

keterbatasan baik dalam perencaaan maupun proses selama ini. Adapun

keterbatasan tersebut antara lain sebagai berikut: Adanya faktor-faktor psikologi

yang dapat mempengaruhi hasil penelitian ini yang mana tidak dapat dikontrol

yaitu: minat, percaya diri, faktor Psikologi lainnya, dan waktu serta tempat lokasi

penelitian. Dalam hal lain peneliti juga memiliki keterbatasan penelitian seperti

keterbatasan mencari sampel ditengah pandemi covid19 ini.

73
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Hasil dari uji coba dan hasil pembahasan peneliti, maka dapat disimpulkan

bahwa dengan pengembangan alat pelontar shuttlecock untuk melatih permainan

bulutangkis pemula akan lebih efektif dan efisien jika dilakukan pada kalangan

pelajar terutama di kalangan pelajar SMP dikarenakan alat pelontar shuttlecock

sangat membantu bagaimana cara pengimplementasian bulutangkis tanpa

merisaukan keterbatasan gerak anak, serta dapat diterapkan dilapangan sekolah

yang memadai maupun yang tidak memadai.

Pelontar shuttlecock ini di desain untuk dapat menarik minat siswa dalam

belajar sehingga dapat meningkatkan keaktifan bergerak dan keingin tahuan anak

tentang olahraga bulutangkis. Produk pelontar shuttlecock yang sudah

divalidasikan ini akan sangat bermanfaat untuk digunakan dalam proses belajar

mengajar pembelajaran olahraga bulutangkis disekolah.

5.2 Saran

Hasil uji coba lapangan dan hasil pembahasan peneliti, maka dapat

disarankan bahwa kepada peneliti berikutnya yang ingin mengembangkan produk

pelontar shuttlecocok hendaknya juga diteliti lebih lanjut dan dikembangkan lagi

dari segi fisik alatnya sehingga diperoleh produk yang lebih sempurna dan dalam

metode pengembangan diharapkan peneliti selanjutnya lebih singkron dalam

pengangkatan latar belakang masalah seperti adanya fenomena analisis kebutuhan

74
75

yang dimana produk yang dikembangkan benar-benar dibutuhkan dan dapat

menjadikan inovasi terbaru dalam pengangkatan judul penelitian pengembangan

dan jika ada peneliti selanjutnya yang ingin mengangkat judul penelitian ini

selanjutnya disarankan lebih memutahirkan produk yang dimana tripod tidak lagi

manual diharapkan bisa otomatis kemana arah pukulan yang akan dilakukan dan

alat lebih menarik dari sebelumnya serta lebih bermanfaat lagi bagi responden

yang menjadi sampel penelitian bahkan bagi masyarakat luas terutama bagi dunia

olahraga bulutangkis.

75
DAFTAR PUSTAKA

Dr, P. (2019). Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D.

Ginanjar, A., Suherman, A., Juliantine, T., & Hidayat, Y. (2019). Jurnal
Pendidikan Jasmani dan Olahraga.

Herdiyana, A., & Prakoso, G. P. W. (2016). Pembelajaran Pendidikan Jasmani


yang Mengacu pada Pembiasaan Sikap Fair Play dan Kepercayaan pada
Peserta Didik. Jorpres (Jurnal Olahraga Prestasi), 12(1).

Jauhari, R. (2012). Model Pengembangan Permainan B ulutangkis” Minton Mini”


Dalam Penjasorkes Siswa K elas VII SMP Teuku Umar Kota Semarang
Tahun 2012 (Doctoral dissertation, Universitas Negeri Semarang).

James, P. (2018). Belajar bulutangkis. Bandung: Pionir Bandung.

Lob, p. H. L. U. B. (2013). Perbedaan hasil latihan umpan balik lob langsung dan


lob tak langsung terhadap ketepatan lob dalam olahraga bulutangkis di pb
tugu muda kota semarang (doctoral dissertation, universitas negeri
semarang).

Mangun, F. A., Budiningsih, M., & Sugianto, A. (2017). Model Latihan Smash
Pada Cabang Olahraga Bulutangkis Untuk Atlet Ganda. Gladi: Jurnal Ilmu
Keolahragaan, 8(2), 78-84.

Putra, G. I., & Sugiyanto, F. X. (2016). Pengembangan pembelajaran teknik dasar


bulu tangkis berbasis multimedia pada atlet usia 11 dan 12 tahun. Jurnal
Keolahragaan, 4(2), 175-185.

Rahayu, E. T. (2013). Strategi pembelajaran pendidikan jasmani. Bandung:


Alfabeta.

Sugiyono. (2017). Metode penelitian pendidikan:(pendekatan kuantitatif,


kualitatif dan R & D). Alfabeta.

Sunarto, H., & Hartono, A. (2013). Perkembangan peserta didik. Jakarta: Rineka
Cipta.

Sugiyono, M. (2017). penelitian & pengembangan (Research and


Development/R&D). Bandung: Penerbit Alfabeta.

Setiawan, A., & Effendi, F. (2020). Akurasi Smash Forehand Bulutangkis


Dikaitkan dengan Kekuatan Otot Lengan dan Koordinasi Mata-

76
77

Tangan. Jurnal MAENPO: Jurnal Pendidikan Jasmani Kesehatan dan


Rekreasi, 10(1), 50-56.
Tri, R. (2015). Model Aktivitas Belajar Gerak Berbasis Permainan Sebagai Materi
Ajar Pendidikan Jasmani. Journal of Physical Education, Health and
Sport, 2(2), 79.

Uno, H. B. (2017). Profesi kependidikan.

Winarno, M. E. (2006). Perspektif Pendidikan Jasmani. dan Olahraga. Malang:


Universitas Negeri Malang.

77

Anda mungkin juga menyukai