Anda di halaman 1dari 10

TUGAS BAHASA INDONESIA

MENULIS BUKU ANTOLOGI PUISI

DISUSUN OLEH :
AGMA AUREOLE F.S.P
SYARAH KURNIA G.

MAJU
KARYA ; CHAIRIL ANWAR

Ini barisan tak bergenderang berpalu


Kepercayaan tanda menyerbu.
Sekali berarti.
Sudah mati.
MAJU
Bagimu negeri
Menyediakan api
Punah di atas menghamba
Binasa diatas di tindas
Sesungguhnya jalan ajal baru tercapai
Jika hidup kamu merasai
Maju!
Serbu!
Serang!
Terjang!

BERDIRI AKU

KARYA : AMIR HAMZAH

Berdiri aku di senja senyap


Camar melayang menepis buih
Melayah bakau mengurai puncak
Berjulang datang ubur terkembang.
Angin pulang menyejuk bumi
Menepuk teluk mengempas emas
Lari ke gunung memuncak sunyi
Berayun alun di atas talas.
Benang raja mencelup ujung
Naik marak, menyerak corak
Elang leka sayap tergulung
Dimabuk warna berarak-arak.
Dalam rupa maha sempurna
Rindu sendu mengharu kalbu
Ingin datang merasa sentosa
Menyecap hidup bertentu tuju.

DI TEPI PANTAI
KARYA : AMIR HAMZAH

Ombak berderai di tepi pantai,


Angin berembus lemah-lembut.
Puncak kelapa melambai-lambai,
di ruang angkasa awan bertabut.
Burung terbang melayang-layang,
serunai berlagu alangkah terang.
Bersuka raya bersenang-senang,
lautan haru hijau terbentang.
Asap kapal bergumpal-gumpal,
melayari tasik, Jawa segara.
Duduklah beta berhati kesal,
melihat perahu menuju Samudera.
Pikiranku melayang entah ke mana,
sekali ke Timur sekali ke Utara.
Mataku memandang jauh ke sana,
lampaulah air dengan udara.
Pikiran nan lama datang kembali,
menggoda kalbu menyusahkan hati.
Mengingatkan untung tiada seperti,
ke manakah nasib membawa diri.
Ombak mengempas di atas batu,
bayu merayu menyeri-nyeri.

Riak riuhnya mendatangkan rindu,


terkenangkan tuan aduhai, puteri.
KAWANKU DAN AKU
KARYA : CHAIRIL ANWAR

Kami sama pejalan larut


Menembus kabut
Hujan mengucur badan
Berkakuan kapal-kapal di pelabuhan
Darahku mengental pekat. Aku tumpat pedat
Siapa berkata-kata?
Kawanku hanya rangka saja
Karena dera mengelucak tenaga
Dia bertanya jam berapa?
Sudah larut sekali
Hilang tenggelam segala makna
Dan gerak tak punya arti

AKU BERADA KEMBALI

KARYA : CHAIRIL ANWAR

Aku berada kembali. Banyak yang asing:


air mengalir tukar warna,kapal kapal,
elang-elang
serta mega yang tersandar pada khatulistiwa lain;
rasa laut telah berubah dan kupunya wajah
juga disinari matari lain.
Hanya
Kelengangan tinggal tetap saja.
Lebih lengang aku di kelok-kelok jalan;
lebih lengang pula ketika berada antara
yang mengharap dan yang melepas.
Telinga kiri masih terpaling
ditarik gelisah yang sebentar-sebentar
seterang
guruh
1949

NAIK NAIK

KARYA : AMIR HAMZAH

Membubung badanku, melambung, mengawan


Naik, naik, tipis-rampis, kudus-halus
Melayang-terbang, mengembang-kembang
Menyerupa-rupa merona-warni langit-lazwardi.
Bertiup badai merentak topan
Larikan daku hembuskan badan
Tepukkan daku ke puncak tinggi
Ranggitkan daku ke lengkung pelangi .
Tenang-tenang anginku sayang
Tinggalkan badan di lengkung benang
Reda(n)-reda(n) badaiku dalam
Ulikkan sepoi sunyikan dendam.
Biarkan daku tinggal di sini
Sentosa diriku di sunyi sepi
Tiada berharap tiada meminta
Jauh dunia di sisi dewa.

MATA HITAM

KARYA : WS RENDRA

Dua mata hitam adalah matahati yang biru


dua mata hitam sangat kenal bahasa rindu.
Rindu bukanlah milik perempuan melulu
dan keduanya sama tahu, dan keduanya tanpa malu.
Dua mata hitam terbenam di daging yang wangi
kecantikan tanpa sutra, tanpa pelangi.
Dua mata hitam adalah rumah yang temaram
secangkir kopi sore hari dan kenangan yang terpendam.
TAMAN DUNIA
KARYA : AMIR HAMZAH

Kau masukkan aku ke dalam taman-dunia, kekasihku


Kaupimpin jariku, kautunjukkan bunga tertawa; kuntum tersenyum.
Kautundukkan haluku tegak, mencium wangi tersembunyi sepi.
Kaugemelaikan di pipiku rindu daun beldu melunak lemah.
Tercengang aku, takjub, terdiam.
Berbisik engkau:
Taman swarga, taman swarga mutiara rupa.
Engkaupun lenyap.
Termangu aku gilakan rupa.

DENGAN PUISI AKU


KARYA : TAUFIK ISMAIL

Dengan puisi aku bernyanyi


Sampai senja umurku nanti
Dengan puisi aku bercinta
Berbaur cakrawala
Dengan puisi aku mengenang
Keabadian Yang Akan Datang
Dengan puisi aku menangis
Jarum waktu bila kejam mengiris
Dengan puisi aku mengutuk
Napas jaman yang busuk
Dengan puisi aku berdoa
Perkenankanlah kiranya

SEBUAH ISTANA
KARYA : D. ZAWAWI IMRON

Tepi jalan antara sorga dan neraka


Kumasuki sebuah istana
Tempat sejarah diperam
Menjadi darah dan gelombang
Lewat jendela sebelah kiri
Kulihat matahari menjulurkan lidah
Seperti anjing lapar
Aku makin tak ngerti
Mengapa orang-orang memukul-mukul perutnya
Jauh di batas gaib dan nyata
Kabut harimau menyembah cahaya
Kutarik napas dalam-dalam
Dan kupejamkan mata
Alangkah kecil dunia!

Anda mungkin juga menyukai