Anda di halaman 1dari 12

ANTOLOGI PUISI

KATEGORI UMUM
LBPPR Kategori UMUM

Kalangan Ronggeng

Bulan datang, datanglah ia!


dengan kunyit di wajahnya
dan ekor gaun
putih panjang
diseret atas kepala-kepala
dirahmati lupa
Atas pejaman hati
yang rela
bergerak pinggul-pinggul bergerak
ronggeng palsu yang indah
para lelaki terlahir dari darah
wahai manism, semua orang di kalangan
tahu apa bahasa bulan!
Kabur bulan adalah muka-muka
adalah hidup mereka
Menggelepar bayang-bayang
ikan-ikan ditangguk nasibnya
Gamelan bertahta atas nestapa
kuda di padang berpacuan
mengibas sepi merangkul diri
angin tak diharapkan
cari sarang dan tersia
Ditolaknya sandaran nestapa
bertapa gila diitolaknya!
dan bila bertumbuk ke langit
terpantul kembali ke bumi

Lalu si jagoan bersorak


pada harap adalah gila yang lupa
Penyaplah, penyap
nestapa yang hitam ditolaknya
Balik pula
Pula ditolaknya
Dan selalu ditolaknya
Wahai manis, semua orang di kalangan
Tahu apa derita bulan

(4 kumpulan sajak; Nyanyian Dari Jalan)


Ia Bernyanyi Dalam Hujan

Ia bernyanyi dalam hujan


dan tak seorang tahu
dari mana datangnya.
Tak seorang berani nengok
begitu gaib datangnya
Dimuntahkan dari angin.
Mengembung dari air gelembung.
Ia bernyanyi di malam hujan
entah dari mana datangnya.
Burung lepas ditangiskan.
Tangis domba di perut lembah.
Dan air jerukmenetesi
luka daging baru terbuka.
Empedu! Enpedu yang pecah!
Jarum terhanyut dalan darah.
Dan di mulut terkulum
rasa buah-buah logam.
Ia bernyanyi di malam hujan
penyapnya perlahan
terapung bagai gabus
tergantung di sunyi yang bertanya.
Tak seorang tahu datangnya
mayat kere dijumpai pagi hari
perempuan tua dan buta.
Ia bernyanyi di malam hujan
entah datang dari mana datangnya.
Telah lebih dulu ia tahu
tentang kepergian dirinya.
Perawan Tua

Pada buah bayi adalah mimpinya


terantuk pada kerasnya dadabulan.

__ O, kerut-merut sudah tiba


dan hari-hari mengendong ngerinya kelayuan
melunak lisut buahku padat
bauahku ranum menua tersia.

Amboy, betapa lagu angin tenggara:


__ Tiada dirasa gigitan mulut gemas
dikhianati kesuciannya
telah dilewati usia-usia sepi
jumlah jerawat bercerita
birahi berapi kandungannya
ratap tangis yang terpappat.

Dan daun terakhir yang gugur:


__ wahai, debu hinggapi tubuhku
hidup kupeluk bagi siapa?
Melayang, ya, meleyang
nanti ku gugur pada bunda.

__ Dukana! Dukana
diperanakan dari wajah langit angkuh
terhanyut di kali melumuri
jagat para perawan ditepian
bocah-bocah ikan mas jelita

Burung tuwu bertamu dibubungan


dengking terperanjat di halaman
lalu kuku-kuku membaruti daun pintu
bersama terbukanya masuklah anjing hitam.

__ Hitamku! Hitamku!
betapa gatalnya sekujur dadaku!

Yang hangat dilekapnya di dada


Yang berbunga dipetiknya.

(4 kumpulan sajak: nyanyian dari jalan)


Nyanyian Zubo

Nyanyianmu hitam, Zubo


derita botak kepalamu.
Dering kaleng di jalan terguling
memberi lika pada malam.

Zubo! Zubo!
Kata-kata darah yang hitam
engetuki botak kepalamu.
Berbulung-gulung kau, sayang,
lalu menyerah dalam mimpimu.

Zubo! Zubo!
Menjerit-jerit kandil yang tunggal.
Sinar-sinar kuning mencambuki
Dinding-dinding yang sepi.
Bukt-bukit kerontang.
Tanah kapur kerontang
Dan tiada perempuan

Mimpi-mimpi mengendap, sayang,


menikam dirimu dari belakang.
Dan bulan akan bernyanyi:
__Datanglah, hujan, datang!
menyiram atas mayatnya putih.
__Datanglah, hujan, datang!
si Jago mampus terlentang
dibunuh para mimpi!

Zubo! Zubo!
Pecahan-pecahan gelas kaca
bermukim di dua mata.
Nyanyianmu hitam Zubo,
tergolek berendam segala mimpi.

(4kumpulan sajak; nyanyian dari jalan)


Serenada Merah Padam

Sekawan kucing
berpasang-pasangan
mengeyong di kegelapan.
Sekawan kucing
mengeyong dengan bising
mengeyong dengan panas
di kegelapan.
Manisku! Manisku!
Sekawan kucing
berpasang-pasang
saling menggosokkan tubuhnya
di kegelapan.

Seekor kucing jantan


menyapukan kumisnya yang keras
ke bulu perut betinanya.
Maka yang betina berguling-guling
di atas debu tanah.
Menggeliat dan berguling-guling
tak terang pandang matanya.

Serta dari mulutnya


keluar suara panjang,
kerna telah dilemahkan
seluruh urat badannya.
Manisku! Manisku!
Dengarlah bunyi kucing
mengganas di kegelapan.
Seekor kucing jantan
menggeram dengan dalam
di leher betinanya.
Maka
selagi sang betina kecapaian
ia pun menyeringai
di kegelapan.

(4 kumpulan sajak; kakawin kawin)


Lagu Serdadu

Kami masuk serdadu dan dapat senapang


ibu kami nangis tapi elang toh harus terbang
Yoho, darah kami campur arak!
Yoho, mimpi kami patung-patung dari perak!
Nenek cerita pulau-pulau kita indah sekali
Wahai, tanah yang baik untuk mati!
Dan kalau ku telentang dengan pelor timah
cukilah ia bagi puteraku di rumah.

(4 kumpulan sajak; Malam Stanza)


Setelah Pengakuan Dosa

Telah putih tangan-tangan jiwaku berdebu


kausiram air mawar dari lukamu.
Burung malam lari dari subuh.
Kijang yang lumpuh butuh berteduh.
Di langit tangan-tangan tembaga terulur
memanjang barat-timur bukit-bukit kapur.
Tuhan adalah bunga-bunga mawar yang ramah.
Tuhan adalah burung kecil berhati merah.

(4 kumpulan sajak; Malam Stanza)


Puisi Final Kategori Umum

BALADA TERBUNUHNYA ATMO KARPO

Dengan kuku-kuku besi kuda menebah perut bumi


bulan berkhianat gosok-gosokkan tubuhnya
di pucuk-pucuk para
Mengepit kuat-kuat lutut menunggang perampok
yang diburu
Surai bau keringat basah, jenawi pun telanjang.

Segenap warga desa mengepung hutan itu


dalam satu pusaran pulang balik Atmo Karpo
mengutuki bulan betina dan nasibnya yang malang
berpancaran bunga api, anak panah di bahu kiri

Satu demi satu yang maju terhadap darahnya


Penunggang baja dan kuda mengangkat kaki muka.

—Nyawamu barang pasar, hai orang-orang bebal!


Tombakmu pucuk daun dan matiku jauh orang
papa.
Majulah Joko Pandan! Di mana ia?
Majulah ia kerna padanya seorang kukandung
dosa.

Anak panah empat arah dan musuh tiga silang


Atmo Karpo tegak, luka tujuh liang.

—Joko Pandan! Di mana ia!


Hanya padanya seorang kukandung dosa.

Bedah perutnya atapi masih setan ia


menggertak kuda, di tiap ayun menungging kepala

__Joko Pandan! Di manakah ia!


Hanya padanya seorang kukandung dosa.

Berberita ringkik kuda muncullah Joko Pandan


segala menyibak bagi derapnya kuda hitam
ridla dada bagi derunya dendam yang tiba.

Pada langkah pertama keduanya sama baja.


Pada langkah ketiga rubuhlah Atmo Karpo
Panas luka-luka, terbuka daging kelopak-kelopak
angsoka.
Malam bagai kedok hutan bopeng oleh luka
Pesta bulan, sorak sorai, anggur darah.

Joko Pandan menegak, menjilat darah di pedang


Ia telah membunuh bapanya

(Balada orang-orang tercinta)


Sajak Sebatang Lisong

menghisap sebatang lisong


melihat Indonesia Raya
mendengar 130 juta rakyat
dan di langit
dua tiga cukung mengangkang
berak di atas kepala mereka

matahari terbit
fajar tiba
dan aku melihat delapan juta kanak - kanak
tanpa pendidikan

aku bertanya
tetapi pertanyaan - pertanyaanku
membentur meja kekuasaan yang macet
dan papantulis - papantulis para pendidik
yang terlepas dari persoalan kehidupan

delapan juta kanak - kanak


menghadapi satu jalan panjang
tanpa pilihan
tanpa pepohonan
tanpa dangau persinggahan
tanpa ada bayangan ujungnya
..........................

menghisap udara
yang disemprot deodorant
aku melihat sarjana - sarjana menganggur
berpeluh di jalan raya
aku melihat wanita bunting
antri uang pensiunan

dan di langit
para teknokrat berkata :

bahwa bangsa kita adalah malas


bahwa bangsa mesti dibangun
mesti di up-grade
disesuaikan dengan teknologi yang diimpor

gunung - gunung menjulang


langit pesta warna di dalam senjakala
dan aku melihat
protes - protes yang terpendam
terhimpit di bawah tilam

aku bertanya
tetapi pertanyaanku
membentur jidat penyair - penyair salon
yang bersajak tentang anggur dan rembulan
sementara ketidak adilan terjadi disampingnya
dan delapan juta kanak - kanak tanpa pendidikan
termangu - mangu di kaki dewi kesenian

bunga - bunga bangsa tahun depan


berkunang - kunang pandang matanya
di bawah iklan berlampu neon
berjuta - juta harapan ibu dan bapak
menjadi gemalau suara yang kacau
menjadi karang di bawah muka samodra
.................................

kita mesti berhenti membeli rumus - rumus asing


diktat - diktat hanya boleh memberi metode
tetapi kita sendiri mesti merumuskan keadaan
kita mesti keluar ke jalan raya
keluar ke desa - desa
mencatat sendiri semua gejala
dan menghayati persoalan yang nyata

inilah sajakku
pamplet masa darurat
apakah artinya kesenian
bila terpisah dari derita lingkungan
apakah artinya berpikir
bila terpisah dari masalah kehidupan

Anda mungkin juga menyukai