Anda di halaman 1dari 15

Nama:

WS Rendra

Nama Lengkap:
Willibrordus Surendra Broto Rendra

Lahir:
Solo, 7 Nopember 1935

Agama:
Islam

Istri:
Ken Zuraida

Pendidikan:
- SMA St. Josef, Solo
- Fakultas Sastra dan Kebudayaan Universitas Gajah Mada, Yogyakarta
- American Academy of Dramatical Art, New York, USA (1967)

Karya-Karya
Drama:
- Orang-orang di Tikungan Jalan
- SEKDA dan Mastodon dan Burung Kondor
- Oedipus Rex
- Kasidah Barzanji
- Perang Troya tidak Akan Meletus
- dll

Sajak/Puisi:
- Jangan Takut Ibu
- Balada Orang-Orang Tercinta (Kumpulan sajak)
- Empat Kumpulan Sajak
- Rick dari Corona
- Potret Pembangunan Dalam Puisi
- Bersatulah Pelacur-Pelacur Kota Jakarta
- Pesan Pencopet kepada Pacarnya
- Rendra: Ballads and Blues Poem (terjemahan)
- Perjuangan Suku Naga
- Blues untuk Bonnie
- Pamphleten van een Dichter
- State of Emergency
- Sajak Seorang Tua tentang Bandung Lautan Api
- Mencari Bapak
- Rumpun Alang-alang
- Surat Cinta
- dll

Kegiatan lain:
Anggota Persilatan PGB Bangau Putih
Penghargaan:
- Hadiah Puisi dari Badan Musyawarah Kebudayaan Nasional (1957)
- Anugerah Seni dari Departemen P & K (1969)
- Hadiah Seni dari Akademi Jakarta (1975)

Berikut beberapa sajak WS Rendra:

1. Doa Seorang Serdadu Sebelum Berperang


2. Aku Tulis Pamplet Ini
3. Gerilya
4. Gugur
5. Lagu Seorang Gerilya
6. Sajak Pertemuan Mahasiswa
7. Makna Sebuah Titipan
8. Kenapa Kautaruh.......

(1)

DOA SEORANG SERDADU SEBELUM BERPERANG

Oleh : W.S. Rendra

Tuhanku,
WajahMu membayang di kota terbakar
dan firmanMu terguris di atas ribuan
kuburan yang dangkal
Anak menangis kehilangan bapa
Tanah sepi kehilangan lelakinya
Bukannya benih yang disebar di bumi subur ini
tapi bangkai dan wajah mati yang sia-sia
Apabila malam turun nanti
sempurnalah sudah warna dosa
dan mesiu kembali lagi bicara
Waktu itu, Tuhanku,
perkenankan aku membunuh
perkenankan aku menusukkan sangkurku
Malam dan wajahku
adalah satu warna
Dosa dan nafasku
adalah satu udara.
Tak ada lagi pilihan
kecuali menyadari
-biarpun bersama penyesalan-
Apa yang bisa diucapkan
oleh bibirku yang terjajah ?
Sementara kulihat kedua lengaMu yang capai
mendekap bumi yang mengkhianatiMu
Tuhanku
Erat-erat kugenggam senapanku
Perkenankan aku membunuh
Perkenankan aku menusukkan sangkurku
***

(2)

AKU TULIS PAMPLET INI


Oleh : W.S. Rendra

AKU TULIS PAMPLET INI


KARENA LEMBAGA PENDAPAT UMUM
DITUTUPI JARING LABAH-LABAH
ORANG-ORANG BICARA DALAM KASAK-KUSUK,
DAN UNGKAPAN DIRI DITEKAN
MENJADI PENG-IYA-AN

APA YANG TERPEGANG HARI INI


BISA LUPUT BESOK PAGI
KETIDAK PASTIAN MERAJALELA
DI LUAR KEKUASAAN KEHIDUPAN MENJADI TEKA-TEKI,
MENJADI MARABAHAYA,
MENJADI ISI KEBON BINATANG

APABILA KRITIK HANYA BOLEH LEWAT SALURAN RESMI


MAKA HIDUP AKAN MENJADI SAYUR TANPA GARAM
LEMBAGA PENDAPAT UMUM TIDAK MENGANDUNG PERTANYAAN
TIDAK MENGANDUNG PERDEBATAN
DAN AKHIRNYA MENJADI MONOPOLI KEKUASAAN

AKU TULIS PAMPLET INI


KARENA PAMPLET BUKAN TABU BAGI PENYAIR
AKU INGINKAN MERPATI POS
AKU INGIN MEMAINKAN BENDERA-BENDERA SEMAPHORE DI
TANGANKU
AKU INGIN MEMBUAT ISYARAT ASAP KAUM INDIAN
AKU TIDAK MELIHAT ALASAN

KENAPA HARUS DIAM TERTEKAN DAN TERMANGU


AKU INGIN SECARA WAJAR KITA BERTUKAR KABAR
DUDUK BERDEBAT MENYATAKAN SETUJU ATAU TIDAK SETUJU

KENAPA KETAKUTAN MENJADI TABIR PIKIRAN ?


KEKHAWATIRAN TELAH MENCEMARKAN KEHIDUPAN
KETEGANGAN TELAH MENGGANTI PERGAULAN PIKIRAN YANG
MERDEKA

MATAHARI MENYINARI AIRMATA YANG BERDERAI MENJADI API


REMBULAN MEMBERI MIMPI PADA DENDAM
GELOMBANG ANGIN MENYINGKAPKAN KELUH KESAH
YANG TERONGGOK BAGAI SAMPAH
KEGAMANGAN
KECURIGAAN
KETAKUTAN
KELESUAN

AKU TULIS PAMPLET INI


KARENA KAWAN DAN LAWAN ADALAH SAUDARA
DI DALAM ALAM MASIH ADA CAHAYA
MATAHARI YANG TENGGELAM DIGANTI REMBULAN
LALU BESOK PAGI PASTI TERBIT KEMBALI
DAN DI DALAM AIR LUMPUR KEHIDUPAN
AKU MELIHAT BAGAI TERKACA :
TERNYATA KITA, TOH, MANUSIA !

RENDRA
( pejambon - jakarta, 27 april 1978 )

(3)

GERILYA
Oleh : W.S. Rendra

Tubuh biru
tatapan mata biru
lelaki berguling di jalan
Angin tergantung
terkecap pahitnya tembakau
bendungan keluh dan bencana
Tubuh biru
tatapan mata biru
lelaki berguling dijalan
Dengan tujuh lubang pelor
diketuk gerbang langit
dan menyala mentari muda
melepas kesumatnya
Gadis berjalan di subuh merah
dengan sayur-mayur di punggung
melihatnya pertama
Ia beri jeritan manis
dan duka daun wortel
Tubuh biru
tatapan mata biru
lelaki berguling dijalan
Orang-orang kampung mengenalnya
anak janda berambut ombak
ditimba air bergantang-gantang
disiram atas tubuhnya
Tubuh biru
tatapan mata biru
lelaki berguling dijalan
Lewat gardu Belanda dengan berani
berlindung warna malam
sendiri masuk kota
ingin ikut ngubur ibunya

(4)

GUGUR
Oleh : W.S. Rendra

Ia merangkak
di atas bumi yang dicintainya
Tiada kuasa lagi menegak
Telah ia lepaskan dengan gemilang
pelor terakhir dari bedilnya
Ke dada musuh yang merebut kotanya

Ia merangkak
di atas bumi yang dicintainya
Ia sudah tua
luka-luka di badannya

Bagai harimau tua


susah payah maut menjeratnya
Matanya bagai saga
menatap musuh pergi dari kotanya

Sesudah pertempuran yang gemilang itu


lima pemuda mengangkatnya
di antaranya anaknya
Ia menolak
dan tetap merangkak
menuju kota kesayangannya

Ia merangkak
di atas bumi yang dicintainya
Belumlagi selusin tindak
mautpun menghadangnya.
Ketika anaknya memegang tangannya
ia berkata :
" Yang berasal dari tanah
kembali rebah pada tanah.
Dan aku pun berasal dari tanah
tanah Ambarawa yang kucinta
Kita bukanlah anak jadah
Kerna kita punya bumi kecintaan.
Bumi yang menyusui kita
dengan mata airnya.
Bumi kita adalah tempat pautan yang sah.
Bumi kita adalah kehormatan.
Bumi kita adalah juwa dari jiwa.
Ia adalah bumi nenek moyang.
Ia adalah bumi waris yang sekarang.
Ia adalah bumi waris yang akan datang."
Hari pun berangkat malam
Bumi berpeluh dan terbakar
Kerna api menyala di kota Ambarawa

Orang tua itu kembali berkata :


"Lihatlah, hari telah fajar !
Wahai bumi yang indah,
kita akan berpelukan buat selama-lamanya !
Nanti sekali waktu
seorang cucuku
akan menacapkan bajak
di bumi tempatku berkubur
kemudian akan ditanamnya benih
dan tumbuh dengan subur
Maka ia pun berkata :
-Alangkah gemburnya tanah di sini!"
Hari pun lengkap malam
ketika menutup matanya

(5)

LAGU SEORANG GERILYA


(Untuk puteraku Isaias Sadewa)
Oleh : W.S. Rendra

Engkau melayang jauh, kekasihku.


Engkau mandi cahaya matahari.
Aku di sini memandangmu,
menyandang senapan, berbendera pusaka.
Di antara pohon-pohon pisang di kampung kita yang berdebu,
engkau berkudung selendang katun di kepalamu.
Engkau menjadi suatu keindahan,
sementara dari jauh
resimen tank penindas terdengar menderu.
Malam bermandi cahaya matahari,
kehijauan menyelimuti medan perang yang membara.
Di dalam hujan tembakan mortir, kekasihku,
engkau menjadi pelangi yang agung dan syahdu
Peluruku habis
dan darah muncrat dari dadaku.
Maka di saat seperti itu
kamu menyanyikan lagu-lagu perjuangan
bersama kakek-kakekku yang telah gugur
di dalam berjuang membela rakyat jelata
****

Sajak Sebatang Lisong

menghisap sebatang lisong


melihat Indonesia Raya
mendengar 130 juta rakyat
dan di langit
dua tiga cukung mengangkang
berak di atas kepala mereka

matahari terbit
fajar tiba
dan aku melihat delapan juta kanak - kanak
tanpa pendidikan

aku bertanya
tetapi pertanyaan - pertanyaanku
membentur meja kekuasaan yang macet
dan papantulis - papantulis para pendidik
yang terlepas dari persoalan kehidupan

delapan juta kanak - kanak


menghadapi satu jalan panjang
tanpa pilihan
tanpa pepohonan
tanpa dangau persinggahan
tanpa ada bayangan ujungnya
..........................

menghisap udara
yang disemprot deodorant
aku melihat sarjana - sarjana menganggur
berpeluh di jalan raya
aku melihat wanita bunting
antri uang pensiunan

dan di langit
para teknokrat berkata :

bahwa bangsa kita adalah malas


bahwa bangsa mesti dibangun
mesti di up-grade
disesuaikan dengan teknologi yang diimpor

gunung - gunung menjulang


langit pesta warna di dalam senjakala
dan aku melihat
protes - protes yang terpendam
terhimpit di bawah tilam
aku bertanya
tetapi pertanyaanku
membentur jidat penyair - penyair salon
yang bersajak tentang anggur dan rembulan
sementara ketidak adilan terjadi disampingnya
dan delapan juta kanak - kanak tanpa pendidikan
termangu - mangu di kaki dewi kesenian

bunga - bunga bangsa tahun depan


berkunang - kunang pandang matanya
di bawah iklan berlampu neon
berjuta - juta harapan ibu dan bapak
menjadi gemalau suara yang kacau
menjadi karang di bawah muka samodra
.................................

kita mesti berhenti membeli rumus - rumus asing


diktat - diktat hanya boleh memberi metode
tetapi kita sendiri mesti merumuskan keadaan
kita mesti keluar ke jalan raya
keluar ke desa - desa
mencatat sendiri semua gejala
dan menghayati persoalan yang nyata

inilah sajakku
pamplet masa darurat
apakah artinya kesenian
bila terpisah dari derita lingkungan
apakah artinya berpikir
bila terpisah dari masalah kehidupan

RENDRA
( itb bandung - 19 agustus 1978 )
******

(6)

SAJAK ORANG LAPAR


Oleh : W.S. Rendra

kelaparan adalah burung gagak


yang licik dan hitam
jutaan burung-burung gagak
bagai awan yang hitam

o Allah !
burung gagak menakutkan
dan kelaparan adalah burung gagak
selalu menakutkan
kelaparan adalah pemberontakan
adalah penggerak gaib
dari pisau-pisau pembunuhan
yang diayunkan oleh tangan-tangan orang miskin

kelaparan adalah batu-batu karang


di bawah wajah laut yang tidur
adalah mata air penipuan
adalah pengkhianatan kehormatan

seorang pemuda yang gagah akan menangis tersedu


melihat bagaimana tangannya sendiri
meletakkan kehormatannya di tanah
karena kelaparan
kelaparan adalah iblis
kelaparan adalah iblis yang menawarkan kediktatoran

o Allah !
kelaparan adalah tangan-tangan hitam
yang memasukkan segenggam tawas
ke dalam perut para miskin

o Allah !
kami berlutut
mata kami adalah mata Mu
ini juga mulut Mu
ini juga hati Mu
dan ini juga perut Mu
perut Mu lapar, ya Allah
perut Mu menggenggam tawas
dan pecahan-pecahan gelas kaca

o Allah !
betapa indahnya sepiring nasi panas
semangkuk sop dan segelas kopi hitam

o Allah !
kelaparan adalah burung gagak
jutaan burung gagak
bagai awan yang hitam
menghalang pandangku
ke sorga Mu
Sajak Rajawali

sebuah sangkar besi


tidak bisa mengubah rajawali
menjadi seekor burung nuri

rajawali adalah pacar langit


dan di dalam sangkar besi
rajawali merasa pasti
bahwa langit akan selalu menanti

langit tanpa rajawali


adalah keluasan dan kebebasan tanpa sukma
tujuh langit, tujuh rajawali
tujuh cakrawala, tujuh pengembara

rajawali terbang tinggi memasuki sepi


memandang dunia
rajawali di sangkar besi
duduk bertapa
mengolah hidupnya

hidup adalah merjan-merjan kemungkinan


yang terjadi dari keringat matahari
tanpa kemantapan hati rajawali
mata kita hanya melihat matamorgana

rajawali terbang tinggi


membela langit dengan setia
dan ia akan mematuk kedua matamu
wahai, kamu, pencemar langit yang durhaka

Sajak Pertemuan Mahasiswa

matahari terbit pagi ini


mencium bau kencing orok di kaki langit
melihat kali coklat menjalar ke lautan
dan mendengar dengung di dalam hutan

lalu kini ia dua penggalah tingginya


dan ia menjadi saksi kita berkumpul disini
memeriksa keadaan

kita bertanya :
kenapa maksud baik tidak selalu berguna
kenapa maksud baik dan maksud baik bisa berlaga
orang berkata : "kami ada maksud baik"
dan kita bertanya : "maksud baik untuk siapa ?"

ya !
ada yang jaya, ada yang terhina
ada yang bersenjata, ada yang terluka
ada yang duduk, ada yang diduduki
ada yang berlimpah, ada yang terkuras
dan kita disini bertanya :
"maksud baik saudara untuk siapa ?
saudara berdiri di pihak yang mana ?"

kenapa maksud baik dilakukan


tetapi makin banyak petani kehilangan tanahnya
tanah - tanah di gunung telah dimiliki orang - orang kota
perkebunan yang luas
hanya menguntungkan segolongan kecil saja
alat - alat kemajuan yang diimpor
tidak cocok untuk petani yang sempit tanahnya

tentu, kita bertanya :


"lantas maksud baik saudara untuk siapa ?"
sekarang matahari semakin tinggi
lalu akan bertahta juga di atas puncak kepala
dan di dalam udara yang panas kita juga bertanya :
kita ini dididik untuk memihak yang mana ?
ilmu - ilmu diajarkan disini
akan menjadi alat pembebasan
ataukah alat penindasan ?

sebentar lagi matahari akan tenggelam


malam akan tiba
cicak - cicak berbunyi di tembok
dan rembulan berlayar
tetapi pertanyaan kita tidak akan mereda
akan hidup di dalam mimpi
akan tumbuh di kebon belakang

dan esok hari


matahari akan terbit kembali
sementara hari baru menjelma
pertanyaan - pertanyaan kita menjadi hutan
atau masuk ke sungai
menjadi ombak di samodra

di bawah matahari ini kita bertanya :


ada yang menangis, ada yang mendera
ada yang habis, ada yang mengikis
dan maksud baik kita
berdiri di pihak yang mana !
RENDRA
( jakarta, 1 desember 1977 )

(7)

MAKNA SEBUAH TITIPAN


Oleh: W.S. Rendra

Sering kali aku berkata, ketika orang memuji milikku,


bahwa sesungguhnya ini hanya titipan,
bahwa mobilku hanya titipan Nya,
bahwa rumahku hanya titipan Nya,
bahwa hartaku hanya titipan Nya,
bahwa putraku hanya titipan Nya,
tetapi, mengapa aku tak pernah bertanya, mengapa Dia menitipkan padaku?
Untuk apa Dia menitipkan ini pada ku?
Dan kalau bukan milikku, apa yang harus kulakukan untuk milik Nya ini?
Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yang bukan milikku?
Mengapa hatiku justru terasa berat, ketika titipan itu diminta kembali oleh-Nya ?
Ketika diminta kembali, kusebut itu sebagai musibah
kusebut itu sebagai ujian, kusebut itu sebagai petaka,

kusebut dengan panggilan apa saja untuk melukiskan bahwa itu adalah derita.
Ketika aku berdoa, kuminta titipan yang cocok dengan hawa nafsuku,
aku ingin lebih banyak harta,
ingin lebih banyak mobil,
lebih banyak rumah,
lebih banyak popularitas,
dan kutolak sakit, kutolak kemiskinan,
Seolah semua derita adalah hukuman bagiku.
Seolah keadilan dan kasih Nya harus berjalan seperti matematika :
aku rajin beribadah, maka selayaknyalah derita menjauh dariku, dan
Nikmat dunia kerap menghampiriku.
Kuperlakukan Dia seolah mitra dagang, dan bukan Kekasih.
Kuminta Dia membalas perlakuan baikku, dan menolak keputusanNya yang tak
sesuai keinginanku,
Gusti, padahal tiap hari kuucapkan, hidup dan matiku hanyalah untuk beribadah
ketika langit dan bumi bersatu, bencana dan keberuntungan sama saja

(WS Rendra).

(8)

KENAPA KAUTARUH.......
Oleh : W.S. Rendra

(1) Kenapa kau taruh mawar-mawar berduri


di atas susumu?
Suatu pemandangan yang luar biasa.
Tapi kenapa?
(2)"Aku taruh mawar-mawar berduri
sebagi protes kepada wartawan."
Sejak aku meninggalkan Rangkasbitung
dan lalu menjadi None Jakrta,
para wartawan potret
suka mengincar dadaku.
Selanjutnya selama berminggu-minggu
setiap koran dan majalah
keranjingan dadaku
Bahkan sebuah majalah yang mabuk
memuat seabrek gambar dadaku
dengan diiringi syair yang berjudul:
"Bernaung dibawah dadamu,
ini namanya inflasi susu!"
(3) "Ini terlalu!
Ada banyak masalah wanita
kecuali dadanya.
Para buruh wania masih kurang terjamin haknya.
Metode keluarga berencana
terlalu mengorbankan wanita.
Wanita nakal disebut tuna susila.
Lelaki nakal disebut Sang Arjuna.
Surat izin usaha penerbitan
bukan sekedar nasi goreng di pinggir jalan.
Di dunia ini banyak mulut diplester.
Dan ia yang boleh bicara,
bukan membela mereka
yang dianggap sampah jalanan
tetapi malah ngomyang tentang dada dan paha.
(4) Oplah! Oplah! Omset! Omset!
Sehari suntuk
begitu saja ngelindurnya penerbitan.
Terkepung materialisme
bukannya mengerahkan daya sukma.
Dihadang pantat pasar
bukannya mengerahkan daya cipta
Tapi malahan molor air liurnya.
Otak mabuk hilang akalnya.
Kayak dunia materi tidak ada positifnya.
Memangnya materi tidak bisa ngongkosi martabat?
(5) Bukankah pasar tidak sekedar
punya perut dan pantat?
Bukankah ia juga ada otaknya?
Dan otaknya bukankah juga perlu mutu?
Oplah! Oplah! Omset! Omset!
Dasar wawasannya cuma sampai di situ!
(6) "Dan kalau oplahnya sudah besar,
wartawan-wartawannya bergaya sok kuasa.
Bersikap sak enaknya
terhadap wanita dan orang swasta.
Coba terhadap penggede yang berkuasa!
"Mawar-mawar berduri di dadaku ini
adalah protes bagi martabat manusia."
(7) Maaf, Nak, None Jakata,
yang tahu-tahu berasal dari Rangakasbitung.
Aku sudah tua.
Masuk laut kena garam,
masuk kuali kena asam.
Itu mawar-mawar berduri
ditaruh di situ itu,
jangan-jangan malah membuat salah sangka.
(8) "Terhadap wanita lelaki selalu salah sangka.
Wanita cantik disangka sekadar pemandangan.
None Jakarta disangka kue ulang-tahun
yang bisa diiris dan dibagi-bagi.
Kewanitaan dan kecantikanku
selalu menjadi beban.
Sekarang aku akan mengubahnya
sehingga menjadi alat perjuangan.
Tidak sekedar mawar-mawar berduri.
Aku pun memelihara dengan teliti
kuku-kuku yang sedang panjangnya.
Bukan sekadar hiasan kecantikan
tetapi senjata yang bisa mencakar.
(9) Wahai, adik dengan mawar berduri.
Untukmu aku berdoa.
Bagaimanapun kuat hatimu,
rasa cemasku tetap ada.
Kami rakyat kecil, cuma bisa berdoa.
(10) Wahai, para ibu dan mbakyu-mbakyu,
selalu berdoa tidak ada jeleknya.
Keadilan alam yang akan menjelma
dalam rezeki, hidup-mati, dan jodoh kita,
memang atas kehendak Yang Mahakuasa.
Kita hanya bisa bertakwa.
Tetapi keadilan di dalam masyarakat,
kita menusia harus menciptakannya.
(11) "Di dalam rimba tidak ada hak
yang ada cuma kepastian.
Tetapi di Jakarta, atau di mana saja
manusia hidup bersama
setiap orang harus ada haknya,
biarpun ia lemah, miskin, berdosa,
atau wanita.
Begitulah keadilan antarmanusia.
Jalanan kota Jakarta berdebu.
Setiap kemegahan menciptakan kekumuhan.
Setiap kejayaan menciptakan gelandangan.
Begitulah selalu akan terjadi
bila pembangunan berjalan
tanpa keadilan
(12) "Mawar-mawar berduri di dadaku,
ada juga ini kuku-kuku,
adalah bahasa untuk berkata:
Janganlah ada orang yang mengangkangi hak
hanya untuk dirinya.
Sebab biarpun aku wanita
aku menolak untuk tidak berdaya
Aku menolak
untuk sekedar melelehkan air mata.
Aku punya duri.
Aku punya kuku.
(13) Buah hatiku,
indung-indung disayang.
Setangkai wawar berduri
di atas dada kekasihku
menimbulkan rasa terkesiap
di dalam kalbu
(14) "Abang kekaksihku.
Cintaku manap.
Untukmu seorang tertancap.
Tetapi setangkai mawar berduri ini
adalah lambang kedaulatanku.

Bojong Gede, 6 Nopember 1990

Anda mungkin juga menyukai