Anda di halaman 1dari 7

1.

Contoh puisi balada


Puisi ws. rendar
Ballada Lelaki-lelaki Tanah Kapur
Para lelaki telah keluar di jalanan
dengan kilatan-kilatan ujung baja
dan kuda-kuda para penyamun
telah tampak di perbukitan kuning
bahasa kini adalah darah.

Di belakang pintu berpalang


tangis kanak-kanak, doa perempuan.

Tanpa menang tiada kata pulang


pelari akan terbujur di halaman
ditolaki bini dan pintu berkunci.

Mendatang derap kuda


dan angin bernyanyi :
-'Kan kusadap darah lelaki
terbuka guci-guci dada baja
bagai pedagang anggur dermawan
lelaki-lelaki rebah di jalanan
lambung terbuka dengan geram serigala!

O, bulu dada yang riap!


Kebun anggur yang sedap!

Setengah keliling memagar


mendekat derap kuda
lalu terdengar teriak peperangan
dan lelaki hidup dari belati
berlelehan air amis
mulut berbusa dan debu pada luka.

Pada kokok ayam ketiga


dan jingga langit pertama
para lelaki melangkah ke desa
menegak dan berbunga luka-luka
percik-percik merah, dada-dada terbuka.

Berlumur keringat diketuk pintu.


- Siapa itu?
- Lelakimu pulang, perempuan budiman!

Perempuan-perempuan menghambur dari pintu


menjilati luka-luka mereka
dara-dara menembang dan berjengukan
dari jendela.

Lurah Kudo Seto


bagai trembesi bergetah
dengan tenang menapak
seluruh tubuhnya merah.

Sampai di teratak
istri rebah bergantung pada kaki
dan pada anak lelakinya ia berkata:
- Anak lanang yang tunggal!
kubawakan belati kepala penyamun bagimu
ini, tersimpan di daging dada kanan.

Gerilya
Tubuh biru
tatapan mata biru
lelaki terguling di jalan.

Angin tergantung
terkecap pahitnya tembakau
bendungan keluh dan bencana.

Tubuh biru
tatapan mata biru
lelaki terguling di jalan.

Dengan tujuh lubang pelor


diketuk gerbang langit
dan menyala mentari muda
melepas kasumatnya.

Gadis berjalan di subuh merah


dengan sayur-mayur di punggung
melihatnya pertama.

la beri jeritan manis


dan duka daun wortel.

Tubuh biru
tatapan mata biru
lelaki terguling di jalan.

Orang-orang kampung mengenalnya


anak janda berambut ombak
ditimba air bergantang-gantang
disiram atas tubuhnya.

Tubuh biru
tatapan mata biru
lelaki terguling di jalan.

Lewat gardu Belanda dengan berani


berlindung warna malam
sendiri masuk kota
ingin ikut ngubur ibunya

2. Contoh Puisi elegi

sajak Elegi Jakarta


Asrul Sani (1949) Djakarta Dalam Puisi Indonesia

I.
Pada tapal terakhir sampai ke Yogya,
bimbang telah datang pada nyala
langit telah tergantung suram
Kata-kata berantukan pada arti sendiri
Bimbang telah datang pada nyala
dan cinta tanah air akan berupa
peuru dalam darah
serta nilai yang bertebaran sepanjang masa
bertanya akan kesudahan ujian
mati - atau tiada mati-matinya

O jenderal, bapa, bapa


tiadakah engkau hendak berkata untuk kesekian kali
ataukah suatu kehilangan keyakinan
hanya akan tetap tinggal pada titik-sempurna
dan nanti tulisan yang telah diperbuat sementara
akan hilang ditiup angin
ia berdiam di pasir kering

O jenderal, kami yang kini akan mati


tiada lagi dapat melihat kelabu
laut renangan Indonesia
O jenderal, kami yang kini akan jadi
tanah, pasir, batu dan air
kami cinta kepada bumi ini
Ah mengapa pada hari-hari sekarang , matahari
sangsi akan rupanya, dan tiada pasti pada cahaya
yang akan dikirim ke bumi

Jenderal, mari jenderal


mari jalan di muka
mari kita hilangkan sengketa ucapan
dan dendam kehendak pada cacat keyakinan
engkau bersama kami, engkau bersama kami
Mari kita tinggalkan ibu kota
mari kita biarkan istri dan kekasih mendoa
mari jenderal mari
sekali ini derajat orang pencari dalam bahaya
mari jenderal, mari jenderal, mari....
Jumat, 08 April 2011

Kumpulan Puisi Bertema Serenada


SERENADA MERAH PADAM
Sekawan kucing
berpasang-pasangan
mengeyong di kegelapan.
Sekawan kucing
mengeyong dengan bising
mengeyong dengan panas
di kegelapan.
Manisku! Manisku!
Sekawan kucing
berpasang-pasang
saling menggosokkan tubuhnya
di kegelapan.

Seekor kucing jantan


menyapukan kumisnya yang keras
ke bulu perut betinanya.
Maka yang betina berguling-guling
di atas debu tanah.
Menggeliat dan berguling-guling
tak terang pandang matanya.

Serta dari mulutnya


keluar suara panjang,
kerna telah dilemahkan
seluruh urat badannya.
Manisku! Manisku!
Dengarlah bunyi kucing
mengganas di kegelapan.
Seekor kucing jantan
menggeram dengan dalam
di leher betinanya.
Maka
selagi sang betina kecapaian
ia pun menyeringai
di kegelapan.

SERENADA KELABU
Bagai daun yang melayang.
Bagai burung dalam angin.
Bagai ikan dalam pusaran.
Ingin kudengar beritamu!

Ketika melewati kali


terbayang gelakmu.
Ketika melewati rumputan
terbayang segala kenangan.
Awan lewat indah sekali.
Angin datang lembut sekali.
Gambar-gambar di rumah penuh arti.
Pintu pun kubuka lebar-lebar.
Ketika aku duduk makan
kuingin benar bersama dirimu.

SERENADA HITAM
Aku akan masuk ke dalam hutan.
Lari ke dalam hutan.
Menangis ke dalam hutan.
Kerna mereka telah memisahkan kami:
aku dan Panjiku:
Akan kuurai sanggul rambutku
tergerai
bagai ratap tangis dan dukaku.
Nasib telah menikam diriku dari belakar
Nasib telah memeras mataku.
Dan menjalar kuman-kuman yang gatal
di kedua susuku.
Wahai, mereka telah mengungkai
sebuah dada yang bidang
dari pelukanku!
Panji adalah pelita gemerlap
bersinar dalam puriku.
Kini betapa gelap puriku
tiada lagi berlampu.
Aku akan masuk ke dalam hutan.
Lari ke dalam hutan.
Mengapa mereka rintangi
cinta yang tak'kan terpisahkan?
Mengapa mereka bendungi
derasnya arus air kali?
Wahai, betapa gelap puriku
tiada lagi berlampu.
Aku akan masuk ke dalam hutan.
Lari ke dalam hutan.
Menangis ke dalam hutan.
Akan kutempuh
ujung pisau pengkhianatan.
Akan kutantang
kuburan kedengkian.
Karena puriku tiada lagi berlampu.

Kemari; Kemarilah, Manisku!


Tengadahlah memandang mataku
dan kuciumi seluruh wajahmu.
Diamlah, Candra Kirana, Kekasihku!
Cinta tak bisa dipisahkan
api tak terpadamkan.
Akan kutantang segala rintangan
tanpa lari ke dalam hutan.
Bangkitlah dari ratap tangismu.
Akan kupeluk di tempat lapang.
Kubimbing tanganmu
di bawah langit dan terang.
Cinta yang tidur dalam kesedihan,
ketika bangkit menemu mentari yang gemilang.
Marilah, Candra Kirana!
Kita rampas kemenangan
dan kita tepiskan kematian.
0, betapa kubenci kehancuran
dan kuyakin hari yang gemilang.
Kemarilah, Candra Kirana!
Lelakimu di sini:
pohon pautan tempat berpegang.
Keluarlah dari hutan!
Di sini kita kawin.
Di sini kita berpelukan.
DI bawah mentari.
Di bawah langit siang.

Surat Buat Wakil Rakyat


Untukmu yang duduk sambil diskusi
Untukmu yang biasa bersafari
Di sana, di gedung DPR

Wakil rakyat kumpulan orang hebat


Bukan kumpulan teman teman dekat
Apalagi sanak famili

Di hati dan lidahmu kami berharap


Suara kami tolong dengar lalu sampaikan
Jangan ragu jangan takut karang menghadang
Bicaralah yang lantang jangan hanya diam

Di kantong safarimu kami titipkan


Masa depan kami dan negeri ini
Dari Sabang sampai Merauke

Saudara dipilih bukan dilotre


Meski kami tak kenal siapa saudara
Kami tak sudi memilih para juara
Juara diam, juara he'eh, juara ha ha ha

Untukmu yang duduk sambil diskusi


Untukmu yang biasa bersafari
Di sana, di gedung DPR
Di hati dan lidahmu kami berharap
Suara kami tolong dengar lalu sampaikan
Jangan ragu jangan takut karang menghadang
Bicaralah yang lantang jangan hanya diam

Wakil rakyat seharusnya merakyat


Jangan tidur waktu sidang soal rakyat
Wakil rakyat bukan paduan suara
Hanya tahu nyanyian lagu setuju

Anda mungkin juga menyukai