Anda di halaman 1dari 19

MODUL PERKULIAHAN

Irigasi Dan
Bangunan
Air
Modul VIII :
8.

BANGUNAN BENDUNG DAN KELENGKAPANNYA


(Lanjutan Modul VII)
8.1.
8.2.
8.3.
8.4.
8.5.

Fakultas
Teknik Sipil dan
Perencanaan

PERENCANAAN KOLAM OLAK BENDUNG


PERHITUNGAN DIMENSI HIDROLIS BENDUNG
PERHITUNGAN REMBESAN BAWAH BENDUNG
ISTILAH ISTILAH
DAFTAR PUSTAKA

Program
Studi

Program
Studi Teknik
Sipil

Tatap
Muka

08

Kode MK

Disusun Oleh

A61111EL

Ir.Hadi SSilo.MM

Abstract

Kompetensi

Memberikan gambaran umum tentang


dasar dasar perencanaan dimensi
hidrolis dan stabilitas stuktur bendung
untuk jaringan irigasi.

Mahasiswa
diharapkan
memahami
tahapan dan dapat merencanakan
dimensi hidrolis kolam olak bendung
dan memperhitungkan
keamanan
rembesan bendung.

8.

PERENCANAAN KOLAM OLAK BENDUNG


Aliran di atas bendung di sungai dapat menunjukkan berbagai perilaku di sebelah
bendung akibat kedalaman air yang ada h2. Gambar 8.1 menyajikan kemungkinankemungkinan yang terjadi dari pola aliran di atas bendung.
Kasus A menunjukkan aliran tenggelam yang menimbulkan sedikit saja gangguang di
permukaan berupa timbulnya gelombang. Kasus B menunjukkan loncatan tenggelam
yang lebih diakibatkan oleh kedalaman air hilir yang lebih besar, daripada oleh
kedalaman konjugasi. Kasus C adalah keadaan loncat air dimana kedalaman air hilir
sama dengan kedalaman konjugasi loncat air tersebut. Kasus D terjadi apabila
kedalaman air hilir kurang dari kedalaman konjugasi; dalam hal ini loncatan akan
bergerak ke hilir.

Gambar 8.1 Peredam energi


Semua tahap ini bisa terjadi di bagian hilir bendung yang dibangun di sungai. Kasus D
adalah keadaan yang tidak boleh terjadi, karena loncatan air akan menghempas
bagian sungai yang tak terlindungi dan umumnya menyebabkan penggerusan luas.
[1]

Debit rencana
Untuk menemukan debit yang akan memberikan keadaan terbaik untuk
peredaman energi, semua debit harus dicek dengan muka air hilirnya. Jika
degradasi mungkin terjadi, maka harus dibuat perhitungan dengan muka air hilir
terendah yang mungkin terjadi untuk mencek apakah degradasi mungkin terjadi.
Degradasi harus dicek jika :

1
3

Irigasi dan Bangunan Air


Ir.Hadi Susilo

Pusat Bahan Ajar dan eLearning


http://www.mercubuana.ac.id

a) Bendung dibangun pada sodetan (kopur)


b) Sungai itu sungai alluvial dan bahan tanah yang dilalui rawan terhadap erosi
c) Terdapat waduk di hulu bangunan
Bila degradasi sangat mungkin terjadi, tetapi tidak ada data pasti yang tersedia,
maka harga sembarang degradasi 2 m harus digunakan dalam perencanaan
kolam olak. Dalam hal ini kita harus berhati-hati untuk memberikan kemungkinan
pelaksanaan guna memperbaiki degradasi di masa mendatang yang ternyata
melebihi perkiraan semula.

Gambar 8.2 Metode perencanaan kolam loncat air

Kolam Loncat Air


Gambar 8.2 memberikan penjelasan mengenai metode perencanaan. Dari grafik q
versus H1 dan tinggi jatuh 2, kecepatan (v1) awal loncatan dapat ditemukan dari :
2g(1/ 2H1 z )

v1 =
Dimana :

..

v1 =

kecepatan awal loncatan, m/dt

percepatan gravitasi, m/dt2 (9,8)

H1 =

tinggi energi di atas ambang, m

tinggi jatuh, m

(8.1)

Dengan q = v1y1, dan rumus untuk kedalaman konjugasi dalam loncat air adalah :
y2
1/ 2
yu

1
3

dimana :

Fr =

dimana :

y2 =

v1
gy u

1 8Fr 2 1

..

(8.2)

..

(8.3)

kedalaman air di atas ambang ujung, m

Irigasi dan Bangunan Air


Ir.Hadi Susilo

Pusat Bahan Ajar dan eLearning


http://www.mercubuana.ac.id

yu =

kedalaman air di awal loncat air, m

Fr =

bilangan Froude

v1 =

kecepatan awal loncatan, m/dt

percepatan gravitasi, m/dt2 (9,8)

Kedalaman konjugasi untuk setiap q dapat ditemukan dan diplot. Untuk menjaga agar
loncatan tetap dekat dengan muka miring bendung dan di atas lantai, maka lantai
harus diturunkan hingga kedalaman air hilir sekurang-kurangnya sama dengan
kedalaman konjugasi.
Untuk aliran tenggelam, yakni jika muka air hilir lebih tinggi dari 2/3 H 1 di atas mercu,
tidak diperlukan peredam energi.
Dalam menghitung gejala loncat air, Tabel 6.3 dapat pula digunakan (lihat Lampiran 2)
beserta Gambar 8.3.
[1]

Panjang kolam
Panjang kolam loncat air di belakang Potongan U (Gambar 8.3) biasanya kurang
dari panjang bebas loncatan tersebut karena adanya ambang ujung (end sill).
Ambang yang berfungsi untuk memantapkan aliran ini umumnya ditempatkan
pada jarak :
Lj =

5 (n + y2)

Lj =

panjang kolam, m

tinggi ambang ujung, m

(8.4)

Dimana :
=

y2 =

kedalaman air di atas ambang, m

di belakang Potongan U. Tinggi yang diperlukan ambang ujung ini sebagai fungsi
bilangan Froude (Fru), kedalaman air yang masuk yu, dan tinggi muka air hilir,
dapat ditentukan dari gambar 8.4

1
3

Irigasi dan Bangunan Air


Ir.Hadi Susilo

Pusat Bahan Ajar dan eLearning


http://www.mercubuana.ac.id

Gambar 8.3 Parameter-parameter loncat air

Gambar 8.4 Hubungan percobaan antara Fru, y2/yu, dan n/yu untuk ambang
ujung pendek (menurut Forster dan Skrinde, 1950)

Panjang kolam olak dapat sangat diperpendek dengan menggunakan blok-blok halang
dan blok-blok muka. Gambar 8.4 menyajikan dimensi kolam USBR tipe III yang dapat
dipakai jika bilangan : Froude tidak lebih dari 4.5.

1
3

Irigasi dan Bangunan Air


Ir.Hadi Susilo

Pusat Bahan Ajar dan eLearning


http://www.mercubuana.ac.id

Gambar 8.4 Karakteristik kolam olak untuk dipakai dengan bilangan Froude di
atas 4,5 ; kolom USBR Tipe III (Bradley dan Peterka, 1957)
Jika kolam itu dibuat dari pasangan batu, blok halang dan blok muka dapat dibuat
seperti ditunjukkan pada Gambar 8.4.

Gambar 8.5 Blok-blok halang dan blok-blok muka


[2]

Tipe kolam
Terlepas dari kondisi hidrolis, yang dapat dijelaskan dengan bilangan Froude dan
kedalaman air hilir, kondisi dasar sungai dan tipe sedimen yang diangkut
memainkan peranan penting dalam pemilihan tipe kolam olak :

1
3

Irigasi dan Bangunan Air


Ir.Hadi Susilo

Pusat Bahan Ajar dan eLearning


http://www.mercubuana.ac.id

a)

Bendung di sungai yang akan mengangkut bongkah atau batu-batu besar


dengan dasar yang relative tahan gerusan, biasanya cocok dengan kolam
olak tipe bak tenggelam/submerged bucket (lihat Gambar 8.6);

b)

Bendung di sungai yang mengangkut batu-batu besar, tetapi sungai itu


mengandung bahan alluvial, dengan dasar tahan gerusan, akan
menggunakan kolam loncat air tanpa blok-blok halang (lihat Gambar 8.3)
atau tipe bak bak tenggelam/peredam energi.

c)

Bendung sungai yang hanya mengangkut bahan-bahan sedimen yang


halus dapat direncanakan dengan kolam loncat air yang diperpendek
dengan menggunakan blok-blok halang (lihat Gambar 8.4).

Untuk tipe kolam olak yang terakhir, daya gerus sedimen yang terangkut harus
dipertimbangkan dengan mengingat bahan yang harus dipakai untuk membuat
blok.
Peredam Energi Tipe Bak Tenggelam
Jika kedalaman konjugasi hilir dari loncat air terlalu tinggi dibanding kedalaman air
normal hilir, atau kalau diperkirakan akan terjadi kerusakan pada lantai kolam yang
panjang akibat batu-batu besar yang terangkut lewat atas bendung, maka dapat
dipakai peredam energi yang relatif pendek tetapi dalam. Perilaku hidrolis peredam
energi tipe ini terutama bergantung kepada terjadinya kedua pusaran; satu pusaran
permukaan bergerak ke arah berlawanan dengan arah jarum jam diatas bak, dan
sebuah pusaran permukaan bergerak ke arah putaran jarum jam dan terletak di
belakang ambang ujung. Dimensi-dimensi umum sebuah bak yang berjari-jari besar
diperlihatkan pada Gambar 8.6.

Gambar 8.6 Peredam energi tipe bak tenggelam

Kolam olak tipe bak tenggelam telah digunakan sejak lama dengan sangat berhasil
pada bendung-bendung rendah dan untuk bilangan-bilangan Froude rendah. Kriteria
yang dipakai untuk perencanaannya diambil dari bahan-bahan oleh Peterka dan hasilhasil penyelidikan dengan dengan model. Bahan ini telah diolah oleh Institut Teknik

1
3

Irigasi dan Bangunan Air


Ir.Hadi Susilo

Pusat Bahan Ajar dan eLearning


http://www.mercubuana.ac.id

Hidrolika di Bandung guna menghasilkan serangkaian kriteria perencanaan untuk


kolam dengan tinggi energi rendah ini.
Parameter-parameter dasar untuk perencanaan tipe bak tenggelam sebagaimana
diberikan oleh USBR (Peterka, 1974) sulit untuk diterapkan bagi perencanaan
bendung dengan tinggi energi rendah.
Oleh sebab itu, parameter-parameter dasar ini sebagai jari-jari bak, tinggi energi dan
kedalaman air telah dirombak kembali menjadi parameter-parameter tanpa dimensi
dengan cara membaginya dengan kedalaman kritis;

Dimana :

q2
g

he =

..

he =

kedalaman air kritis, m

debit per lebar satuan, m3/dt.m

percepatan gravitasi, m/dt (9,8)

(8.5)

Jari-jari minimum bak yang diizinkan (Rmin) diberikan pada Gambar 8.7, dimana garis
menerus adalah garis asli dari kriteria USBR. Di bawah H/he = 2,5 USBR tidak
memberikan hasil-hasil percobaan. Sejauh ini penyelidikan dengan model yang
dilakukan oleh IHE menunjukkan bahwa garis putus-putus Gambar ini menghasilkan
kriteria yang bagus untuk jari-jari minimum bak yang diizinkan bagi bangunanbangunan dengan tinggi energi rendah ini.

Gambar 8.7 Jari-jari minimum bak


Batas minimum tinggi air hilir (Tmin) diberikan pada Gambar 8.8. Untuk H/he di atas 2,4
garis tersebut merupakan envelope batas tinggi air hilir yang diberikan oleh USBR
bagi batas minimum tinggi air hilir (bak bercelah), sweep-out limit, batas minimum
tinggi air hilir yang dipengaruhi oleh jari-jari bak dan batas tinggi air hilir untuk bak
tetap.
Di bawah H/he = 2,4 garis tersebut menggambarkan kedalaman konjugasi suatu
loncat air. Dengan pertimbangan bahwa kisaran harga H/he yang kurang dari 2,4
berada di luar jangkauan percobaan USBR, maka diputuskanlah untuk mengambil
kedalaman konjugasi sebagai kedalaman minimum air hilir dari bak untuk harga H/he
yang lebih kecil dari 2,4.
1
3

Irigasi dan Bangunan Air


Ir.Hadi Susilo

Pusat Bahan Ajar dan eLearning


http://www.mercubuana.ac.id

Pengalaman telah menunjukkan bahwa banyak bendung rusak akibat gerusan lokal
yang terjadi tepat di sebelah hilirnya dan kadang-kadang kerusakan ini diperparah lagi
oleh degradasi dasar sungai. Oleh karena itu, dianjurkan untuk menentukan
kedalaman air hilir berdasarkan perkiraan degradasi dasar sungai yang akan terjadi di
masa datang.

Gambar 8.8 Batas minimum tinggi air hilir


Dari penyelidikan model terhadap bak tetap, IHE menyimpulkan bahwa pengaruh
kedalaman tinggi air hilir terhadap bekerjanya bak sebagai peredam energi, ditentukan
oleh perbandingan h2/h1 (lihat Gambar 8.9).
Jika h2/h1 lebih tinggi dari 2/3, maka aliran akan menyelam ke dalam bak dan tidak ada
efek peredaman yang bisa diharapkan.

Gambar 8.9 Batas maksimum tinggi air hilir

1
3

Irigasi dan Bangunan Air


Ir.Hadi Susilo

Pusat Bahan Ajar dan eLearning


http://www.mercubuana.ac.id

Gambar 8.10 Kolam olak menurut Vlugter


Tipe Vlugter
Kolam Vlugter, yang detail rencananya diberikan pada Gambar 8.10, telah terbukti
tidak andal untuk dipakai pada tinggi air hilir di atas dan di bawah tinggi muka air yang
sudah diuji di laboratorium. Penyelidikan menunjukkan bahwa tipe bak tenggelam,
yang perencanaannya mirip dengan kolam Vlugter lebih baik. Itulah sebabnya
mengapa pemakaian kolam Vlugter tidak lagi dianjurkan jika debit selalu mengalami
fluktuasi
8.2. PERHITUNGAN DIMENSI HIDROLIS BENDUNG
Contoh perencanaan pelimpah bendung:
-

Tipe profil pelimpah

bulat

Material pelimpah

pasangan batu

Kemiringan muka hulu

1 : 0.33

Kemiringan bagian hilar

1:1

Lebar antar abutment kiri-kanan

71.4 m (perhitungan lebar bendung)

Jari-jari puncak pelimpah r

1.75 (perkiraan awal)

Rumus debit melalui pelimpah :


Q Cd 2 / 3 ( 2 / 3 g ) .Be.H 11.5
Be B 2( N .kp ka ) H

Dengan :
Q

Debit banjir rencana periode ulang 100 tahunan (Q100), diperoleh dari
analisis hidrologi.--> (Q100 = 800 m3/dt)

Cd

1
3

10

Koefisien debit, hasil perkalian antara C1xC2xC3

Irigasi dan Bangunan Air


Ir.Hadi Susilo

Pusat Bahan Ajar dan eLearning


http://www.mercubuana.ac.id

Be

Lebar efektif bendung (m)

H1

Tinggi energi di hulu pelimpah (m)

Lebar pelimpah, tidak termasuk pilar dan bangunan pembilas (m)

Jumlah pilar

Kp

koefisien kontraksi pilar (untuk pilar dengan penampang bulat, kp = 0.01)

Ka

koefisien konstraksi abutment/dinding (ka = 0.1)

pelimpah 62.8 m
71.4 m
pilar
pembilas

1.5 m
7.1 m

Sketsa
denah
Bendung

1
3

11

Irigasi dan Bangunan Air


Ir.Hadi Susilo

Pusat Bahan Ajar dan eLearning


http://www.mercubuana.ac.id

Lebar antar abutment =

71.4 m

Lebar pilar

1.5 m

Lebar pembilas

7.1 m

Lebar pelimpah B

71.4 m - 1.5 m - 7.1 m = 62.8 m

Be

62.8 m 2(1 x 0.01 + 0.1) 1.8= 62.4 m


(asums H = 1.8 m)

Input jari-jari puncak pelimpah

1.75 m (asumsi sementara)

Tinggi pelimpah p

1.5 m

Harga Cd

1.3 (asums awal)

Maka :
Q Cd .2 / 3 ( 2 / 3 g ) .Be.H 11.5
800 1.3 x 2 / 3 ( 2 / 3 x9.8) .62.4 x.H 11.5

Didapat H1 = 3.22 m
Untuk H1/r = 3.22 / 1.75 = 1.84 dari gambar 7.16, didapat Co 1.3
Untuk p/H1 = 1.5 /

3.22 = 0.46 < 1.5 maka harus dibuat koreksi akibat

perbandingan p/H1 dengan koefisien C1 (gambar 7.17).


p/H1 = 0.46 maka C1 adalah 0.91(gambar 7.17).
Karena muka hulu pelimpah direncanakan 1 : 0.33, maka diperlukan faktor koreksi
C2 (gambar 7.18).
Untuk p/H1 = 0.46 , maka C2= 1.006.
Sehingga Cd = C0 x C1 x C2 = 1.3 x 0.91 x 1.006 = 1.19. Harga Cd ini berbeda dari
harga Cd asumsi awal yang = 1.3, sehingga harga H1 dari rumus di atas, harus
dikoreksi.
Dengan melakukan perhitungan ulang diperoleh hasil seperti berikut :
Q Cd .2 / 3 ( 2 / 3 g ) .Be.H 11.5

1
3

12

Irigasi dan Bangunan Air


Ir.Hadi Susilo

Pusat Bahan Ajar dan eLearning


http://www.mercubuana.ac.id

800 1.2 x 2 / 3 ( 2 / 3 x9.8) .62.4 x.H 11.5

Didapat H1 = 3.4 m
Untuk H1/r = 3.4 / 1.75 = 1.94 dari gambar 7.16, didapat Co 1.305
Untuk p/H1 = 1.5 /

3.4 = 0.44 < 1.5 maka harus dibuat koreksi akibat

perbandingan p/H1 dengan koefisien C1 (gambar 7.17).


p/H1 = 0.44 maka C1 adalah 0.895 (gambar 7.17)
Karena muka hulu pelimpah direncanakan 1 : 0.33, maka diperlukan faktor koreksi
C2 (gambar 7.18).
Untuk p/H1 = 0.44 , maka C2= 1.008
Sehingga Cd = C0 x C1 x C2 = 1.3 x 0.90 x 1.008 = 1.18, harga ini mendekati Cd
asumsi = 1.2 sehingga perhitungan tadi tidak perlu diulang lagi.
Pengecekan tekanan negatif di atas puncak pelimpah :
Sehubungan material pelimpah terbuat dari pasangan batu, maka tekanan negatif di
atas pelimpah dibatasi harus kurang dari -1, dengan menggunakan gambar 7.15.
Dengan H1/r = 3.4 / 1.75 = 1.94, maka besar tekanan adalah :
(p/g) /H1 = -0.2 lihat gambar 7.15
Sehingga : (p/g) = H1 x -0.2 = 3.4 x -0.2 = -0.68 > - 1 ok
Contoh perencanaan peredam energi :
Karena banjir diperkirakan akan mengangkut/menghanyutkan batu-batu bongkah
(couble), maka peredam energi (energy dissipator) direncanakan tipe bak (bucket
type).
Data-data untuk perhitungan

Debit persatuan lebar q = (Q/B) = 800 / 62.4 = 12.80 m3/dt/m

1
3

13

Irigasi dan Bangunan Air


Ir.Hadi Susilo

Pusat Bahan Ajar dan eLearning


http://www.mercubuana.ac.id

Kedalaman kritis hc 3

q2
g

= 3

12.8 2
= 2.55 m
9.81

Tinggi energi di hulu = elevasi puncak pelimpah + H1 = 16.70 + 3.4 = +20.10


Muka air di hilir pelimpah = +16.45 (Didapat dari perhitungan kapacitas sungai pada
saat Q100).
Tinggi kecepatan di hilir (v2/2g) = 0.1 m (asumsi)
Ttinggi energi di hilir = muka air di hilir pelimpah + tinggi kecepatan
= +16.45 + 0.1 = +16.55
Sehingga didapat :
H = Tinggi energi di hulu pelimpah Tinggi energi di hilir pelimpah
= +20.10 16.55
= 3.55 m
Menentukan jari-jari bucket :
Untuk H/hc = 3.55 / 2.55 = 1.38, maka dari gambar 3.22 didapat
Rmin / hc = 1.55, sehingga Rmin = 1.55 x hc = 1.55 x 2.55 = 3.95 m,
R direncanakan 4.5 m
Menentukan Batas muka air hilir minimum (Tmin) :
Untuk H/hc = 3.55 / 2.55 = 1.38, maka dari gambar 3.23 didapat :
Tmin / hc = 2, sehingga Tmin = 2 x hc = 2 x 2.55 = 5.10 m,
T direncanakan 5.5 m
8.3.

PERHITUNGAN REMBESAN BAWAH BENDUNG.


Rembesan yang terjadi di bawah pondasi bendung yang direncanakan harus tidak
boleh melebihi batas yang diizinkan. Untuk itu penempatan cut off pondasi harus

1
3

14

Irigasi dan Bangunan Air


Ir.Hadi Susilo

Pusat Bahan Ajar dan eLearning


http://www.mercubuana.ac.id

benar-benar berada di zona batuan yang kedap air (impervious layer). Untuk itu
penyelidikan tanah yang berupa core drilling (pemboran inti) sangat diperlukan.
Untuk mengetahui rembesan di bawah pondasi bendung, digunakan Rumus Lane yaitu :

Lv (1 / 3Hv )
Hw

Dengan :
C

angka rembesan yang terjadi

Lv

panjang rembesan dihitung secara vertikal (m)

Hv

panajang rembesan dihitung secara horisontal (m)

Hw

beda tinggi antara muka air di hulu dengan di hilir (m)

Sebagai contoh :
Lantai depan (apron) direncanakan untuk memperpanjang jalur rembesan (creep) sehingga
angka rembesan menurut lane yang terjadi berada di daerah yang aman.
Data :
-

Elevasi lantai hulu

+13.40

Elevasi puncak bendung

+16.70

Elevasi dasar sungai di hilar =

+11.60

Untuk perhitungannya dilakukan dengan tabel, dan hasilnya adalah :


1
3

15

Irigasi dan Bangunan Air


Ir.Hadi Susilo

Pusat Bahan Ajar dan eLearning


http://www.mercubuana.ac.id

Total Lv

30.2 m (sampai dengan titik P)

Total Lv sampai dengan titik O = 30.20 m 5.80 m = 24.40 m


Kumulatif 1/3 Hv sampai dengan titik O = 8.88 m
Hw

= elevasi puncak pelimpah elevasi muka air sungai di hilir bendung


= 16.70 11.60
= 5.10 m

Maka harga rembesan menurut Rumus Lane :

Lv (1 / 3Hv )
Hw

24.4 8.8
= 6.53, ini adalah harga C pada kondisi seperti perencanaan.
5.10

Dari tabel harga C, untuk kondisi tanah dasar sungai yang berupa campuran antara
pasir, kerikil dan batu , harga yang aman adalah 6.
Karena harga C yang terjadi (6.53 ) lebih dari batas aman (dari tabel C = 6), maka
lantai hulu (apron) sudah mencukupi panjangnya.

Untuk perhitungan tekanan air ke atas (uplift pressure) tabel di ats tetap diperlukan.
Perhitungan tekanan air ke atas digunakan untuk mengecek kestabilan tubuh
bendung terhadap guling maupun geser.

Dari tabel didapat harga kumulatif Lw = 39.08 m


Hw

= elevasi puncak pelimpah elevasi muka air sungai di hilir bendung


= 16.70 11.60
= 5.10 m

Maka harga :
1
3

16

Irigasi dan Bangunan Air


Ir.Hadi Susilo

Pusat Bahan Ajar dan eLearning


http://www.mercubuana.ac.id

Cw = Lw / Hw
= 39.08 / 5.10
= 7.66
Tekanan air ke atas (uplift pressure) Px dihitung dengan rumus
Px = Hx - H
Dengan
Px

= tekanan air ke atas (uplift pressure) di titik x

Hx

= selisih antara elevasi muka air di puncak pelimpah (16.70) dengan elevasi
Muka air di titik x dikalikan air (10 kN/m3).

1
3

17

Lw/Cw

Irigasi dan Bangunan Air


Ir.Hadi Susilo

Pusat Bahan Ajar dan eLearning


http://www.mercubuana.ac.id

6.4.

Istilah Istilah :

6.5.

1.

Aliran terbuka

6.

Perimetri basah

2.

Aliran bertekanan

7.

Koefisien kekasaran

3.

Kecepatan aliran Superkritis

8.

Dimensi hidrolis

4.

Kecepatan aliran Subkritis

9.

Dimensi ekonomis

5.

Jari jari hidrolis

10.

Aliran gerak beraturan

Daftar Pustaka :
Modul Irigasi dan Bangunan Air untuk bahan kuliah diambil dari referensi dibawah
ini:

1
3

18

Irigasi dan Bangunan Air


Ir.Hadi Susilo

Pusat Bahan Ajar dan eLearning


http://www.mercubuana.ac.id

1.

Undang Undang RI Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air

2.

Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi

3. Keputusan Presiden RI Nomor 12 Tahun 2012 tentang Penetapan Wilayah Sungai.


4.

1
3

Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Daerah


Pengaliran Sungai

5.

Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2012 tentang Sungai

6.

Standar Perencanaan Irigasi, Kriteria Perencanaan, KP-01 sd KP-07

7.

Hidrologi Untuk Pengairan, Ir. Suyono Sosrodarsono dan Kensaku Takeda,


PT. Pradnya Paramita, Jakarta , 1976.

8.

Hidrologi Teknik, Ir. CD Soemarto, Dipl, HE

9.

Hydrologi for Engineers, Ray K. Linsley Ir. Max. A. Kohler, Joseph 1.11. Apaulhus.
Mc.grawhill, 1986.

10.

Mengenal dasar dasar hidrologi, Ir. Joice martha, h. Wanny Adidarma Dipl.It
Nova, Bandung.

11.

Hidrologi & Pemakaiannya, jilid 1, Prof Ir. Soemadyo, diktat kuliah ITS. 1976.

12.

Irigasi dan Bangunan Air, Ir. Agus Suroso. MT.

13.

Rekayasa Hidrologi, Ir. Hadi susilo. MM

14.

Pengembangan Sumber Daya Air, Ir. Hadi Susilo. MM

15.

Mekanika Fluida/Hidrolika, Ir. Hadi Susilo. MM

19

Irigasi dan Bangunan Air


Ir.Hadi Susilo

Pusat Bahan Ajar dan eLearning


http://www.mercubuana.ac.id

Anda mungkin juga menyukai