Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH PELAYANAN INFORMASI OBAT DAN

PELAYANAN FARMASI KLINIS YANG AKAN


DILAKSANAKAN DI RSUD R. KOESMA TUBAN
A.

PENDAHULUAN

Pada 10 tahun terakhir ini terjadi peningkatan yang cukup mendasar dibidang
pelayanan publik, terutama pelayanan kesehatan. Kebutuhan akan bentuk
layanan publik yang bermutu, berkualitas makin meningkat. Kepedulian,
kesadaran masyarakat akan kesehatan makin dirasakan penting artinya,
disamping kebutuhan masyarakat akan makan, sandang, papan, dan pendidikan.
Kebutuhan akan layanan kesehatan bersinergi terhadap sarana kesehatan yang
ada, masyarakat makin kritis terhadap layanan mutu yang diterimanya.
Pemerintahpun menangapi kebutuhan masyarakat tersebut dengan
menempatkan prioritas kesehatan sebagai program pokok nasional yang kedua
setelah bidang pendidikan. Pemerintah juga melindungi masyarakat terhadap
bentuk layanan publik yang diterimanya dengan membentuk, mengesahkan
undang-undang perlindungan konsumen dan perlindungan hak asasi.
Suatu organisasi idealnya harus peduli dengan mutu atau kualitas yang
dihasilkannya, terlebih organisasi yang bergerak dibidang jasa, pelayanan
maupun gabungan jasa-barang, seperti halnya organisasi Rumah Sakit. Rumah
Sakit sebagai sarana kesehatan yang utama masyarakat untuk upaya kesehatn,
maka sudah sewajarnya jika suatu Rumah Sakit tiada hentinya selalu berbrnah
diri meningkatkan, memperbaiki mutu, kualitas bentuk layanannya. Instansiinstansi yang ada di rumah sakit dan profesiprofesi kesehatan yang ada di
Rumah Sakit hendaknya selalu ditingkatkan, dioptimalkan fungsi dan perannya
untuk pencapaian mutu layanan yang optimal, terukur bagi masyarakat.
Instalasi Farmasi Rumah Sakit merupan bagian dari organisasi Rumah Sakit,
Penunjang Medik yang juga harus berbenah diri untuk
mendukung output layananya. Kesadaran, profesionalisme masing-masing
profesi kesehatan, terutama apoteker di Rumah Sakit sanggatlah diperlukan
untuk mencapai hasil keluaran yang optimal tersebut. Instalasi Farmasi Rumah
Sakit hendaknya juga dapat merubah paradigma yang melekat padanya selama
ini. IFRS selama ini hanya terjebak di pelayanan stock, harus segera berbenah
diri ke bentuk pelayanan pasien dan bangsal dengan tanpa mengurangi
perannya sebelumnya. Pemerintah mendukung paradigma farmasis ini dengan
menetapkan KepMenKes Standar Pelayanan Rumah Sakit dan KepMenKes
Standar Pelayanan Farmasi Rumah Sakit.
Pelayanan kefarmasian sebagai salah satu unsur dari pelayanan utama di rumah
sakit, merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari sistem pelayanan di
rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien. Di banyak Rumah Sakit
pelayanan farmasi atau di Instalasi Faramasi Rumah Sakit menyumbangkan
profit di urutan ke-3 bahkan ada yang menduduki urutan ke-2 bagi managerial

Rumah Sakit. Salah satu bentuk pendekatan, peningkatan bentuk layanan yang
galak dikembangkan oleh farmasi atau Instalasi Farmasi Rumah Sakit adalah
Pelayanan Informasi Obat dan Pelayanan Farmasi Klinis. Pada dasarnya
Pelayanan Informasi Obat merupankan salah satu bagian, cabang dari Pelayanan
Farmasi Klinis. Pelayanan informasi obat dan pelayanan farmasi klinis
menanggapi keprihatinan terhadap masyarakat akan mortalitas dan morbiditas
yang terkait dengan pengunaan obat, kerasionalan pengunaan obat, semakin
meningkatnya biaya perawatan pasien dikarenakan makin meningkatnya biaya
obat dan makin tingginya harapan masyarakat, ledakan medis serta ilmiah.
Pelayan farmasi klinis merupan kerja tim, apoteker dengan profesi kesehatan lain
untuk memecahkan kasus perawatan pasien untuk menghasilkan outcome, hasil
yang maksimal untuk pasien. Pelayanan Farmasi Klinis memerlukan pengetahuan
terapi tinggi bagi apotekernya, kemampuan komonikasi, monitoring respon obat
ke pasien, pelayanan informasi obat. Pelayanan Farmasi Klinis lebih ditekankan
dipelayanan rawat inap rumah sakit dan berorientasi lebih ke pasien dari pada
produk. Berbagai manfaat dapat dihasilkan dari pelayan informasi obat dan
praktek Pelayanan Farmasi Klinis tersebut, baik untuk rumah sakit, farmasis,
maupun masyarakat. Pelayanan Farmasi Klinis untuk memulainya juga tidaklah
ringan, diperlukan komitmen yang cukup tinggi dari berbagai profesi yang ada
terlebih apoteker, disampint tantangan lainnya yang cukup beragam dari
masyarakat dan managerial rumah sakit. Disamping itu faktor-faktor
keberhasilan pelayanan faramsi klinis lainnya, seperti komite farmasi
klinis, sofeware, sumber daya manusia yang ada di Rumah Sakit juga perlu
disiapkan baik kualitas dan kuantitasnya. Metode evaluasi bagaimana yang akan
diterapkan bagi komite farmasi klinis, managerial Rumah Sakit juga perlu
ditetapkan.
Suatu mutu layanan yang optimal, terukur niscaya tidak akan tercapai, terwujud
jika kesadaran masing-masing profesi kesehatan untuk mengembangkan diri,
profesional yang ada terlalu minim. Suatu tujuan bersama mustahil tercapai jika
masing-masing profesi kesehatan yang ada hanya berdiri sendiri-sendiri, minim
kesadarannya untuk bekerjasama. Suatu tujuan tidak akan terwujut tanpa
dimulai, dirintis dari proses yang sedini mungkin.

B.

DASAR TEORI

Mutu Pelayanan
Quality Assurance atau jaminan mutu adalah suatu konsep yang mencakup
segala aspek yang secara individual atau bersama-sama dapat mempengaruhi
mutu suatu produk (WHO).
Kharateristik dari mutu modern dicirikan oleh adanya orientasi kepada pelangan.
Mutu modern juga menghendaki adanya konsep berpikir secara sistem oleh
semua pihak, partisipasi aktif yang dipimpin oleh manajemen puncak (top
management). Mutu modern juga menghendaki pemahaman dari setiap orang
terhadap tanggung jawab spesifik untuk menciptakan mutu, adanya aktivitas
yang berorientasi kepada tindakan pencegahan terjadinya kerusakan atau
penyimpangan proses kerja. Hal tersebut dilaksanankan karena adanya suatu
filosofi yang menganggap bahwa mutu merupakan jalan hidup (way of life).

Jaminan mutu mencakup empat kaidah yaitu berorientasi pada pemenuhan


harapan dan kebutuhan pelangan atau masyarakat, berfokus pada sistem dan
proses, menggunakan data untuk menganalisis proses pemberian komoditi.
jaminan mutu mendorong diterapkannya pendekatan tim untuk pemecahan
masalah dan perbaikan mutu yang berkesinambungan.
Mutu pelayanan kesehatan (Depkes RI) adalah penampilan atau kinerja yang
menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan, yang disatu pihak
dapat menimbulkan kepuasan pada setiap pasien sesuai dengan tingkat
kepuasan rata-rata penduduk, serta dipihak lain tata cara penyelenggaraannya
sesuai dengan standar dan kode etik profesi yang telah ditetapkan. Pelayanan
kesehatan perlu menerapkan mutu, sebab:
1. Semakin meningkatnya tekanan persaingan antar penyelenggara pelayanan
kesehatan.
2. Persepsi pelanggan (masyarakat) terhadap pelayanan kesehatan yang telah
berubah.
3. Terjadinya pemborosan yang tersembunyi akibat praktek manajemen yang
sekarang berlaku.
4. Persepsi manajer dan para tenaga kerja pelayanan kesehatan yang telah
banyak berubah.
5. Belum banyak direalisasikannya pemberdayaan potensi SDM di sarana
pelayanan kesehatan.
6. Kelangsungan hidup pelayanan dengan manajEmen tradisional yang
semakin terancam.
Pelayanan konsumen dapat berupa produk, jasa, atau campuran produk dan
jasa. Rumah sakit merupakan pelayanan produk dan jasa yang dikaitkan dengan
kepuasan pasien. Model yang komprehensif dengan fokus utama pada pelayanan
produk dan jasa meliputi lima dimensi penilaian yaitu (Parasuraman et al,
1991) Responsiveness, Reliability, Assurance, Emphaty, Tangibles. Responsivene
ss (daya tanggap) yaitu adanya bukti langsung yang dapat dirasakan oleh
pelanggan secara inderawi (sarana, perlengkapan, karyawan
dsb). Reliability (kehandalan) yaitu kemampuan memberikan kepastian
pelayanan sebagaimana yang dijanjikan dengan
memuaskan. Assurance (jaminan) yaitu kemampuan yang dapat dipercaya yang
dimiliki para staf dalam melakukan pelayanan bermutu yang menjamin bebas
dari bahaya, resiko atau keragu-raguan. Tangibles (bukti langsung) yaitu sikap
untuk memberikan pelayanan atau bantuan yang sesegera mungkin kepada
pelanggan. Emphaty (empati) yaitu kemampuan untuk dapat melakukan
interaksi dengan pelanggan dengan memahami penuh kebutuhan dan
keinginannya (The Marketing Science Institute of Cambridge, Massachusetts).
Mutu pelayanan farmasi rumah sakit adalah pelayanan farmasi yang menunjuk
pada tingkat kesempurnaan pelayanan dalam menimbulkan kepuasan pasien

sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata masyarakat, serta


penyelenggaraannya sesuai dengan standar pelayanan profesi yang ditetapkan
serta sesuai dengan kode etik profesi farmasi.
Kepuasan pasien didefinisikan sebagai evaluasi pasca konsumsi bahwa suatu
produk yang dipilih setidaknya memenuhi atau melebihi harapan. Kepuasan
merupakan pengalaman yang akan mengendap di dalam ingatan pasien
sehingga mempengaruhi proses pengambilan keputusan pembelian ulang
produk yang sama (Endang H, 1998).
Rumah Sakit dan Pelayanan Farmasi Rumah Sakit
Rumah Sakit merupakan tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan
upaya kesehatan. Sesuai dengan fungsinya itu maka rumah sakit termasuk
sarana kesehatan yang diperlukan demi tercapainya peningkatan derajat
kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, fungsi rumah sakit adalah:
1.
Menyediakan dan menyelengarakan pelayanan medis, pelayanan
penunjang medis, pelayanan dan asuhan keperawatan, pelayanan rehabilitative
serta pencegahan penyakit dan meningkatkan kesehatan.
2.

Sebagai tempat pendidikan.

3.

Sebagai tempat penelitian dan pengembangan ilmu dan teknologi.

Rumah Sakit juga merupakan organisasi usaha jasa pelayanan kesehatan yang
bercirikan ada produk jasa yang di usahakan, mempunyai dimensi produk, mutu,
macam, jumlah, dan harga produk, fasilitas produksi, alat produksi, pelaku
produksi dengan kompetensi, proses dan prosedur produksi, biaya
produksi (biaya pokok) dan harga jual, ada margin keuntungan usaha. Adapun
tugas pokok dari Farmasi Rumah Sakit meliputi:
1.

Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal.

2.
Menyelenggarakan kegiatan pelayanan farmasi professional berdasarkan
prosedur kefarmasian dan etik profesi.
3.

Melaksanakan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE).

4.
Memberi pelayanan bermutu melalui analisa, dan evaluasi
untuk meningkatkan mutu pelayanan farmasi.
5.

Melakukan pengawasan berdasarkan aturan-aturan yang berlaku.

6.

Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan di bidang farmasi.

7.

Mengadakan penelitian dan pengembangan di bidang farmasi.

8.
Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan
formularium rumah sakit.

Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan salah satu kegiatan di rumah sakit
yang menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu. Hal tersebut diperjelas
dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang
Standar Pelayanan Rumah Sakit, yang menyebutkan bahwa pelayanan farmasi
rumah sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan
kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan
obat yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik, yang terjangkau bagi
semua lapisan masyarakat.
Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit terdiri dari berbagai unsur yang paling utama
yaitu:
1.
Usaha pengadaan, distribusi, dan pengawasan semua obat-obatan yang
digunakan dalam pelayanan tersebut.
2.
Evaluasi dan penyebaran informasi secara luas tentang obat-obatan dan
penggunaannya pada para staf rumah sakit dan pasien.
3.

Memantau dan menjamin kualitas penggunaan obat.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit,
kebijakan dan prosedur pelayanan farmasi di rumah sakit meliputi:
1.

Pengelolaan Perbekalan Farmasi

2.

Pelayanan Kefarmasian Dalam Penggunaan Obat dan Alat Kesehatan

3.

Pengkajian Resep

4.

Dispensing

5.

Pemantauan Dan Pelaporan Efek Samping Obat

6.

Pelayanan Informasi Obat

7.

Konseling

8.

Pemantauan Kadar Obat Dalam Darah

9.

Ronde/Visite Pasien

Tujuan pelayanan farmasi rumah sakit ialah:


1.
Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal baik dalam keadaan
biasa maupun dalam keadaan gawat darurat, sesuai dengan keadaan pasien
maupun fasilitas yang tersedia
2.
Menyelenggarakan kegiatan pelayanan profesional berdasarkan prosedur
kefarmasian dan etik profesi
3.

Melaksanakan KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi) mengenai obat

4.

Menjalankan pengawasan obat berdasarkan aturan-aturan yang berlaku

5.
Melakukan dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah dan
evaluasi pelayanan
6.
Mengawasi dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah dan
evaluasi pelayanan
7.

Mengadakan penelitian di bidang farmasi dan peningkatan metoda

Adapun fungsi dari pelayanan Farmasi Rumah Sakit meliputi:


1.
a.
b.

Pengelolaan Perbekalan Farmasi


Memilih perbekalan farmasi sesuai kebutuhan pelayanan rumah sakit.
Merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara optimal.

c.
Mengadakan perbekalan farmasi berpedoman pada perencanaan yang
telah dibuat sesuai ketentuan yang berlaku.
d.
Memproduksi perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan
kesehatan di rumah saki .
e.
Menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan
yang berlaku.
f.
Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan
kefarmasian.
g.
Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di rumah
sakit.
2.
a.

Pelayanan Kefarmasian dalam Penggunaan Obat dan Alat Kesehatan


Mengkaji instruksi pengobatan/resep pasien

b.
Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat dan
alat kesehatan
c.
Mencegah dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan obat dan alat
kesehatan
d.
e.

Memantau efektifitas dan keamanan penggunaan obat dan alat kesehatan


Memberikan informasi kepada petugas kesehatan, pasien/keluarga

f. Memberi konseling kepada pasien/keluarga


g. Melakukan pencampuran obat suntik
h. Melakukan penyiapan nutrisi parenteral
i. Melakukan penanganan obat kanker

j. Melakukan penentuan kadar obat dalam darah


k. Melakukan pencatatan setiap kegiatan
l. Melaporkan setiap kegiatan

Farmasi Klinis
Secara historis, profesi kefarmasian mengalami berbagai perubahan secara
drastis dalam kurun waktu 40 tahun terakhir terjadi di abad ke 20.
Perkembangan ini dibagi menjadi empat periode yaitu: Periode Tradisional
(sebelum 1960), Periode Transisional (1960-1970), Periode Masa kini (Farmasi
Klinis), Periode Masa Depan (Pharmaceutical Care). Dalam setiap periode, dapat
dibedakan konsep-konsep mendasar berkaitan dengan fungsi dan tugas yang
diemban, hubungan dengan profesi medis, tekanan pada pelayan penderita
(patient care), sikap aktif atau pasif pada pelayanan.

Beralihnya pembuatan obat dari instalasi farmasi ke industri farmasi maka tugas
dan fungsi farmasi berubah. Apoteker tidak banyak lagi meracik obat karena
obat yang diresepkan dokter kebanyakan obat jadi berkualitas tinggi yang
disiapkan oleh pabrik farmasi.
Silverman dan Lee (1974) dalam bukunya, Pills, Profits and Politics,
menyatakan bahwa:
1. Pharmacist-lah yang memegang peranan penting dalam membantu dokter
menuliskan resep rasional. Membantu melihat bahwa obat yang tepat, pada
waktu yang tepat, dalam jumlah yang benar, membuat pasien tahu mengenai
bagaimana, kapan, mengapa penggunaan obat baik dengan atau tanpa resep
dokter.
2. Pharmacist-lah yang sangat handal dan terlatih serta pakar dalam hal
produk/produksi obat yang memiliki kesempatan yang paling besar untuk
mengikuti perkembangan terakhir dalam bidang obat, yang dapat melayani baik
dokter maupun pasien, sebagai penasehat yang berpengalaman.
3. Pharmacist-lah yang meupakan posisi kunci dalam mencegah penggunaan
obat yang salah, penyalahgunaan obat dan penulisan resep yang irrasional.
Sedangkan Herfindal dalam bukunya Clinical Pharmacy and Therapeutics
(1992) menyatakan bahwa Pharmacist harus memberikan Therapeutic
Judgement dari pada hanya sebagai sumber informasi obat.
Tujuan pelayanan Instalasi Farmasi Rumah Sakit dapat ditinjau dari 3 aspek:
1.

Manajemen

2.

Farmasi Klinik

3.

Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan Hidup

Farmasi klinis merupakan disiplin ilmu yang terkait dengan


penerapan pengetahuan dan keahlian farmasi didalam membantu
memaksimalkan efek obat dan meminimalkan toksisitas bagi pasien secara
individual (Clinical Resourse and Audit Group (1996).
Farmasi klinis adalah praktek kefarmasian berorientasi pelayanan kepada pasien
lebih dari orientasi kepada produk. Farmasis atau Apoteker terlibat langsung di
bangsal rawat inap. Farmasis memberi masukan secara aktif kepada dokter, baik
semasa pengobatan dimulai sebelum pengobatan dimulai, serta melakukan
intervensi secara pasif sesudah pengobatan dimulai, farmasis harus bertanggung
jawab terhadap setiap saran atau tindakan yang dilakukan. Jadi Farmasi klinis
akan menjadikan praktek kefarmasian dimana farmasis menjadi mitra dan
pendamping bagi dokter.
Helper dan Strand (1990) mendifinisikan Pharmaceutical Care (farmasi klinis)
penyediaan terapi obat secara bertanggung-jawab yang ditujukan untuk
memperoleh hasil-hasil nyata yang meningkatkan kualitas hidup pasien.
Sedangkan Cipolle, Strand dan Morley (1998) menyatakan, Pharmaceutical Care
is A Practice in which the practitioner takes responsibility for a patients drug
therapy needs, and is held accountable for this commitment.
Tujuan dari farmasi klinis menurut Keputusan MenKes memaksimalkan efek
terapeutik, meminimalkan resiko, meminimalkan biaya, menghormati pilihan
pasien. Tugas utama farmasi klinis adalah pemantauan pasien dan peresepan.
Adapun filosofi farmasi klinis dengan peresepan yang baik yaitu;
1.
a.

Memaksimalkan Efek Terapetik (Efektivitas Terapi) meliputi:


Ketepatan indikasi

b.

Ketepatan pemilihan obat

c.

Ketepatan pengaturan dosis sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pasien

d.

Evaluasi terapi

e.
f.

Meminimalkan resiko
Mamastikan resiko yang sekecil mungkin bagi pasien

g.
Meminimalkan masalah ketidak amanan pemakaian obat meliputi efek
samping, dosis, interaksi dan kontraindikasi
h.
2.

Menghormati pilihan pasien


Meminimalkan Biaya

a.
Untuk rumah sakit dan pasien (apakah obat yang dipilih paling efektif
dalam hal biaya dan rasional)

b.

Apakah terjangkau oleh kemampuan pasien atau rumah sakit

c.
Jika tidak, alternatif jenis obat apa yang memberikan kemanfaatan dan
keamanan yang sama
3.

Menghormati Pilihan Pasien

a.
Keterlibatan pasien dalam proses pengobatan akan menentukan
keberhasilan terapi
b.

Hak pasien harus diakui dan diterima semua pihak

Adapun ruang dan lingkup dari farmasi klinis antara lain;


1.

Pemantauan Terapi Obat (PTO)

2.

Kesiapan untuk membentui setelah lepas jam kerja siap dipanggil

3.

Konsultan keliling

4.

Memberikan masukan/saran kepada Direktur Klinis/dokter

5.

Memberikan informasi tentang pemakaian obat secara finansial

6.

Membuat kajian obat-obat baru

7.

Ikut aktif dalam pengendalian infeksi, melalui kegiatan:

a.

Pemberian informasi obat

b.

Pemantauan penggunaan obat

c.

Penyusunan pedoman penggunaan antibiotika

8.

Berpartisipasi dalam Komite Farmasi dan Terapi

9.

Aktif dalam penyusunan formularium

10.

Merasionalkan penggunaan obat

11.

Memajukan peresepan yang efektif dari segi biaya

12.

Mengatur tambahan obat baru

13.

Merumuskan pedoman bagi dokter

14.

Ikut menyusun kebijakan penulisan resep (protokol/pedoman pengobatan)

15.

Pemberian informasi obat

16.

Audit medis

17.

Audit klinis

18.

Uji coba klinis

19.

Tim nutrisi parenteral

20.

Tim kemoterapi

21.

Analgesia yang dikendalikan pasien

22.

Pemantauan Kadar Obat Terapeutik (TDM)

23.

Pelayanan saran farmakokinetika

24.

Individualisasi pengaturan dosis obat

25.

Pelayanan antikoagulan perawatan dan pengobatan luka

26. Pencatatan riwayat pengobatan pasien (faktor-faktor pasien dan


pengobatan yang merupakan faktor resiko pengobatan)
27. Pengembangan alur dan pelayanan pengobatan sendiri (Self Medication
Scheme)
28. Pemantauan Efek Samping Obat (mencegah menemukan dan melaporkan
efek samping obat)
29. Promosi kesehatan dan pendidikan kesehatan, pencegahan penyakit dan
perlindungan kesehatan
30.

Konseling pasien

31.

Meningkatkan derajat kesehatan

32. Meningkatkan pengetahuan dan kepatuhan pasien dalam pemakaian obat


(Ketidak patuhan pasien merupakan salah satu penyebab kegagalan terapi).
Di Indonesia sebagai dasar hukum, pelaksanaan teknis farmasi klinis adalah SK
Menkes Nomor 436/ Menkes/ SK/VI/1993 tentang Pelayanan Rumah Sakit dan
Standar Pelayan Medis, tugas Apoteker meliputi:
1.

Konseling

2.

Monitoring efek samping obat (MESO)

3.

Pencampuran obat suntik aseptik

4.

Analisa efektifitas biaya

5.

Penentuan kadar obat dalam darah

6.

Penanganan sitostatika

7.

Penyiapan total parenteral nutrisi

8.

Pemantauan penggunaan obat

9.

Pengkajian penggunaan obat

Beberapa keterampilan diperlukan seorang Apoteker untuk berperan secara


efektif dalam pelayan pasien:
1.

Keterampilan Farmasi klinis

2.

Mengaplikasikan pengetahuan terapeutik

3.

Mengkorelasikan keadaan penyakit dengan pemilihan obat

4.

Menggunakan catatan kasus pasien

5.

Menginterpretasikan data pemeriksaan laboratorium

6.

Menerapkan pendekatan penyelesaian masalah yang sistematik

7.

Mengidentifikasi kontra indikasi obat

8.
Mengenal reaksi yang tidak dikehendaki (karena obat) yang mungkin
terjadi
9.

Membuat keputusan tentang formulasi dan stabilitas

10.

Mengkaji literatur medis dan obat

11.

Menulis laporan medis

12.

Merekomendasikan pengaturan dosis

13.

Mengkomunikasikan secara efektif kepada tenaga kesehatan yang terkait

14.

Menanggapi pertanyaan secara lisan

15.

Membuat instruksi/perintah yang jelas

16.

Berargumentasi terhadap suatu kasus

17. Memberikan pendapat atau saran kepada tenaga professional kesehatan


dan pasien dan keluarga pasien.
18.

Menyajikan laporan kasus.

Dengan dilaksanakannya farmasi klinis, faktor-faktor penyebab ketidakberhasilan


pengobatan dapat diminimalisir. Adapun faktor-faktor ketidakberhasilan tersebut
disebabkan antara lain oleh:
1.

Penulisan resep yang kurang tepat

2.
Pengobatan yang kurang tepat (Misalnya: Pemilihan obat, bentuk sediaan,
dosis, rute, interval dosis, lama pemakaian)
3.

Pemberian obat yang tidak diperlukan

4.

Penyerahan obat yang tidak tepat

5.

Obat tidak tersedia saat dibutuhkan

6.

Kesalahan dispensing

7.

Perilaku pasien yang tidak mendukung

8.

Indiosinkrasi pasien

9.

Berhubungan dengan cara pengobatan yang tidak tepat

10. Pelaksanaan/penggunaan obat yang tidak sesuai dengan perintah


pengobatan (non compliance)
11.

Respon aneh individu terhadap obat

12.

Terjadi kesalahan atau kecelakaan

13.

Pamantauan yang tidak tepat

14. Gagal untuk mengenali dan menyelesaikan adanya keputusan terapi yang
tidak tepat
15.

Gagal dalam memantau efek pengobatan pasien

Terapi obat terutama ditujukan untuk meningkatkan kualitas mempertahankan


hidup pasien, yang dilakukan dengan cara mengobati pasien, mengurangi atau
meniadakan gejala sakit, menghentikan atau memperlambat proses penyakit
serta mencegah penyakit atau gejalanya. Namun tidak dapat disangkal dalam
pemberian obat kemungkinan terjadi hasil pengobatan tidak seperti yang
diharapkan (Drug Related Problem).
Pemantauan obat merupakan salah satu tugas layanan farmasi klinis dan
berhubungan dengan masalah berkaitan obat (DRP) serta dapat dikategorikan
sebagai berikut:
1.

Pasien tidak memperoleh pengobatan yang sesuai dengan indikasinya

2.

Pasien tidak mendapatkan obat yang tepat

3.

Dosis obat subterapetik

4.

Pasien gagal menerima obat

5.

Dosis obat terlalu tinggi

6.

Timbul reaksi obat yang tidak dikehendaki

7.

Pasien mengalami masalah karena terjadi interaksi obat

8.

Pasien memperoleh obat yang tidak sesuai dengan indikasinya

Outcomes yang diharapkan dari pelaksanaan farmasi klinis adanya perbaikan


kualitas hidup meliputi kesembuhan penyakit, eliminasi, pengurangan
simtom, penghentian/perlambatan proses penyakit. Untuk mencapai
hasil tersebut dengan cara Identifikasi DRP (Drug Related
Problem), memecahkan DRP aktual, mencegah DRPpotensial.
Konseling merupakan suatu proses yang sistematik untuk mengidentifikasi dan
penyelesaian masalah pasien yang berkaitan dengan pengambilan dan
penggunaan obat pasien rawat jalan dan pasien rawat inap. Tujuan dari
konseling adalah memberikan pemahaman yang benar mengenai obat kepada
pasien dan tenaga kesehatan mengenai nama obat, tujuan pengobatan, jadwal
pengobatan, cara menggunakan obat, lama penggunaan obat, efek samping
obat, tanda-tanda toksisitas, cara penyimpanan obat dan penggunaan obat-obat
lain.
Kegiatan konseling antara lain; membuka komunikasi antara apoteker dengan
pasien, menanyakan hal-hal yang menyangkut obat yang dikatakan oleh dokter
kepada pasien dengan metode open-ended question, apa yang dikatakan dokter
mengenai obat, bagaimana cara pemakaian, efek yang diharapkan dari obat
tersebut, memperagakan dan menjelaskan mengenai cara penggunaan obat,
verifikasi akhir yang meliputi mengecek pemahaman pasien, mengidentifikasi
dan menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan cara penggunaan obat,
untuk mengoptimalkan tujuan terapi.
Sebaiknya ada ruang khusus untuk apoteker memberikan konsultasi pada pasien
dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan kepatuhan pasien. Ruang
konsultasi untuk pelayanan rawat jalan (Apotik). Ruang konsultasi untuk
pelayanan rawat inap.
Peralatan Konsultasi antara lain:
1.

Buku kepustakaan bahan-bahan leaflet, dan brosur dan lain-lain

2.
Meja, kursi untuk apoteker dan 2 orang pelanggan, lemari untuk
menyimpan medical record
3.

Komputer

4.

Telpon

5.

Lemari arsip

6.

Kartu arsip

Pemantauan dan peresepan menjadi tugas utama farmasi klinis. Pengkajian


(Assessment) menjamin bahwa semua terapi obat yang diberikan kepada pasien
terindikasi berkhasiat dan sesuai serta mengidentifikasi setiap masalah terapi
obat yang muncul atau memerlukan pencegahan dini. Pengembangan
Perencanaan Perawatan (Development of Care Plant) Secara bersama pasien dan
praktisi kesehatan membuat perencanaan untuk menyelesaikan masalah terapi
obat dan untuk mencapai tujuan terapi. Tujuan ini didisain untuk menyelesaikan

masalah terapi yang muncul, mencapai tujuan terapi individual, mencegah


masalah terapi obat yang potensial terjadi kemudian hari.
Monitoring Efek Samping Obat merupakan kegiatan pemantauan setiap respon
terhadap obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis
normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan
terapi. Tujuan dari pemantauan dan pelaporan efek samping obat yaitu
menemukan ESO (Efek Samping Obat) sedini mungkin terutama yang berat,
tidak dikenal, frekuensinya jarang, menentukan frekuensi dan insidensi Efek
Samping Obat yang sudah dikenal sekali, yang baru saja ditemukan, mengenal
semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan/mempengaruhi timbulnya Efek
Samping Obat atau mempengaruhi angka kejadian dan hebatnya Efek Samping
Obat.
Kegiatan pemantauan dan pelaporan efek samping obat, antara lain;
menganalisa laporan Efek Samping Obat, mengidentifikasi obat-obatan dan
pasien yang mempunyai resiko tinggi mengalami Efek Samping Obat, mengisi
formulir Efek Samping Obat, melaporkan ke Panitia Efek Samping Obat Nasional.
Pencampuran obat suntik aseptik atau dispensing merupakan kegiatan
pelayanan yang dimulai dari tahap validasi, interpretasi, menyiapkan/meracik
obat, memberikan label/etiket, penyerahan obat dengan pemberian informasi
obat yang memadai disertai sistem dokumentasi. Tujuan dari dispensing untuk
mendapatkan dosis yang tepat dan aman, menyediakan nutrisi bagi penderita
yang tidak dapat menerima makanan secara oral atau emperal, menyediakan
obat kanker secara efektif, efisien dan bermutu, menurunkan total biaya obat.
Dispensing dibedakan menjadi dua berdasarkan atas sifat sediaannya yaitu
Dispensing sediaan farmasi khusus (dispensing sediaan farmasi parenteral nutrisi
dan dispensing sediaan farmasi pencampuran obat steril) dan dispensing
sediaan farmasi berbahaya.
Dispensing sediaan farmasi parenteral nutrisi. Merupakan kegiatan pencampuran
nutrisi parenteral yang dilakukan oleh tenaga yang terlatih secara aseptis sesuai
kebutuhan pasien dengan menjaga stabilitas sediaan, formula standar dan
kepatuhan terhadap prosedur yang menyertai. Kegiatan antara lain; Mencampur
sediaan karbohidrat, protein, lipid, vitamin, mineral untuk kebutuhan
perorangan. Mengemas ke dalam kantong khusus untuk nutrisi.
Pelayanan Informasi Obat. Merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh
Apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, tidak bias dan terkini
kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien. Tujuan
adalah Menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga
kesehatan dilingkungan rumah sakit. PIO menyediakan informasi untuk membuat
kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan obat, terutama bagi
Panitia/Komite Farmasi dan Terapi. PIO akan meningkatkan profesionalisme
apoteker dan dapat menunjang terapi obat yang rasional.

Ronde/Visite Pasien merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap


bersama tim dokter dan tenaga kesehatan lainnya. Tujuannya yaitu pemilihan
obat, menerapkan secara langsung pengetahuan farmakologi terapetik, menilai
kemajuan pasien, bekerjasama dengan tenaga kesehatan lain.
Kegiatan antara lain Apoteker harus memperkenalkan diri dan menerangkan
tujuan dari kunjungan tersebut kepada pasien, Untuk pasien baru dirawat
Apoteker harus menanyakan terapi obat terdahulu dan memperkirakan masalah
yang mungkin terjadi. Apoteker memberikan keterangan pada formulir resep
untuk menjamin penggunaan obat yang benar. Melakukan pengkajian terhadap
catatan perawat akan berguna untuk pemberian obat. Setelah kunjungan
membuat catatan mengenai permasalahan dan penyelesaian masalah dalam
satu buku dan buku ini digunakan oleh setiap Apoteker yang berkunjung ke
ruang pasien untuk menghindari pengulangan kunjungan.
Aktifitas layanan farmasi klinis atau praktek farmasi klinis di ward/bangsal
meliputi:
1.

Aktivitas Layanan Farmasi Klinis

2.

Pemantauan dan pemeriksaan peresepan

3.

Mencermati penyiapan dan penyimpanan obat

4.

Memeriksa ketepatan penggunaan obat

5.

Menilai kesesuaian bentuk sediaan obat yang digunakan

6.

Member informasi obat

7.

Membuat penilaian terapeutik

8.

Mengidentifikasi pasien dan factor resiko medikasi

9.

Membantu memformulasikan dan menerapkan kebijakan peresepan

10.

Memeriksa kesesuaian obat dan ketepatan dosis obat yang dipergunakan

11.

Memantau terapi obat

12.

Menanyakan riwayat pemakaian obat pada saat pasien masuk rumah sakit

13.

Mewawancara pasien

14.

Mengkonsultasi pasien

15.

Mengelola rekam medis

16.

Menerapkan kebijakan dan pedoman peresepan

17.

Terlibat dalam penelitian dan uji coba

Pemantauan atau Pengkajian Penggunaan Obat. Merupakan program evaluasi


penggunaan obat yang terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin obat-

obat yang digunakan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh
pasien. Tujuan adalah untuk mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola
penggunaan obat pada pelayanan kesehatan/dokter tertentu. Membandingkan
pola penggunaan obat pada pelayanan kesehatan/dokter satu dengan yang lain.
Penilaian berkala atas penggunaan obat spesifik Menilai pengaruh intervensi
atas pola penggunaan obat.
Pemantauan Kadar Obat Dalam Darah. Pemantauan Kadar Obat Dalam Darah
melakukan pemeriksaan kadar beberapa obat tertentu atas permintaan
dari dokter yang merawat karena indeks terapi yang sempit. Tujuannya adalah
mengetahui kadar obat dalam darah dan memberikan rekomendasi kepada
dokter yang merawat. Kegiatan antara lain memisahkan serum dan plasma
darah. Memeriksa kadar obat yang terdapat dalam plasma dengan
menggunakan alat TDM, membuat rekomendasi kepada dokter berdasarkan hasil
pemeriksaan.
Penanganan sitostatika. Kegiatan penanganan sitostatika antara lain merancang
dan mempersiapkan sumber daya yang diperlukan untuk penanganan
sitotastika, melakukan penilaian tentang kelayakan pemakaian sitostatika,
melakukan penyiapan dan pemberian sitostatika, melakukan monitoring,
evaluasi dan tindak lanjut, melakukan pengamanan dalam proses penggunaan
sitostatika yang menjamin keselamatan petugas, pasien dan kelestarian
lingkungan, melakukan penanganan jika terjadi kecelakaan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa manfaat pelayanan farmasi klinis mampu
mengidentifikasi masalah penting, antara lain:
1. Mengidentifikasi masalah penting yang terkait obat serta menurunkan
kejadian
2.

Menyempurnakan pendidikan pasien serta kepatuhan

3.

Memperbaiki peresepan

4.

Menyempurnakan hasil klinis dan efektivitas klinis

5. Meningkatkan efektifitas biaya dan mempersingkat masa tinggal di rumah


sakit
6.

Apoteker mendukung dan mendidik anggota tim kesehatan

7.

Partisipasi dalam audit klinis dan penelitian

Adapun faktor-faktor yang menunjang dalam implementasi pelayanan farmasi


klinis adalah:
1.

Membentuk komite farmasi klinis dengan membuat proposal mencakup:

a.

Analisa (analyse) situasi kebutuhan pelayanan farmasi klinis.

b.

Menetapkan tujuan (aims) pelayanan farmasi klinis dan mencari masukan.

c. Pelaksanaan (action) / membuat rencana kerja dan tenggang waktu dan


persetujuan pimpinan rumah sakit
d. Pengkajian (assessment), menentukan kapan proyek percobaan dilaksanakan
e.

Adjustment / pengaturan kembali untuk disempurnakan dan diperluas.

2.
Mendirikan pusat pelayanan informasi obat . Dimana peran apoteker
bergeser dari drug informan-kepada pendamping/konsultan bagi penulis
resep/dokter (menyediakan informasi pada tahap penentuan dosis, cara
pemberian serta dalam evaluasi terapi. Dengan kata lain peran utamanya
sebagai ahli obat (drug expert).
3.

Menempatkan Apoteker bangsal (ward pharmacist).

4.
Memperkerjakan lebih banyak apoteker dengan perbandingan (1 apoteker
untuk 30 tempat tidur).
5.
Apoteker harus mengetahui peran dan fungsinya dan tidak mencoba
bertindak di luar perannya.
6.
Bagi apoteker klinis perintis harus mempelajari semua skill of trade.
Sehingga mereka dapat menguasai pengetahuan serta berpengalaman dalam
ilmu kedokteran umum, mengikuti pendidikan berkelanjutan. Membentuk klub
jurnal dan belajar bersama-sama serta membuat presentasi secara teratur
bersama rekan-rekan. Perlu melakukan penetapan prioritas area pengembangan
pelayanan farmasi klinis. Misalnya: menurut keadaan penyakit (jantung koroner
atau terapi obat sitotoksik) dan pasien dengan farmakokinetik dan
farmakodinamik yang kurang normal atau aturan obat yang rumit (lansia atau
polifarmasi)
Untuk mengukur pencapaian standar yang telah ditetapkan diperlukan indikator,
suatu alat/tolok ukur yang hasil menunjuk pada ukuran kepatuhan terhadap
standar yang telah ditetapkan. Makin sesuai yang diukur dengan indikatornya,
makin sesuai pula hasil suatu pekerjaan dengan standarnya. Indikator dibedakan
menjadi Indikator persyaratan minimal yaitu indikator yang digunakan untuk
mengukur terpenuhi tidaknya standar masukan, proses, dan lingkungan. Serta
Indikator penampilan minimal yaitu indikator yang ditetapkan untuk mengukur
tercapai tidaknya standar penampilan minimal pelayanan yang diselenggarakan.
Indikator atau kriteria yang baik sebagai berikut; harus sesuai dengan tujuan,
informasinya mudah didapat, singkat, jelas, lengkap dan tak menimbulkan
berbagai interpretasi, rasional
Evaluasi merupakan tahapan mencatat hasil terapi untuk mengkaji
perkembangan dalam pencapaian tujuan terapi dan menilai kembali munculnya
masalah baru, ketiga tahap proses ini terjadi terus menerus bagi seorang pasien.
Evaluasi dan Pengendali Mutu mempunyai tujuan pada umum agar setiap
pelayanan farmasi memenuhi standar pelayanan yang ditetapkan dan dapat
memuaskan pelanggan.

Tujuan Khusus adalah Menghilangkan kinerja pelayanan yang substandard,


terciptanya pelayanan farmasi yang menjamin efektifitas obat dan keamanan
pasien, meningkatkan efesiensi pelayanan, meningkatkan mutu obat yang
diproduksi di rumah sakit sesuai CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik),
meningkatkan kepuasan pelanggan, menurunkan keluhan pelanggan atau unit
kerja terkait
Survei dilakukan untuk mengukur kepuasan pasien, dilakukan dengan angket
atau wawancara langsung.
Faktor kunci keberhasilan dari pelayanan farmasi klinis adalah penyiapan
software, profesionalisme SDM, kerjasama dan komitment dari profesi,
pemberdayaan masyarakat, dan peraturan perundang-undangan.

Pelayanan Informasi Obat (PIO)


Pelayanan Informasi Obat merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh
Apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, dan aktual, tidak bias dan
terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien
atau keluarga pasien. Tujuan dari pelayanan informasi obat adalah menyediakan
informasi mengenai obat secara objektif, akurat, dan up to date kepada pasien
dan tenaga kesehatan dilingkungan rumah sakit. Menyediakan informasi untuk
membuat kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan obat, terutama bagi
Panitia/Komite Farmasi dan Terapi. Dengan dilaksanakannya pelayanan informasi
obat akan menunjang terapi obat yang rasional dan meningkatkan
profesionalisme apoteker. Dengan adanya pelayanan informasi obat proses
pengunaan obat dapat diambil lebih tepat, misalnya:
a.

Memilih obat yang tepat

b.

Memilih sediaan yang tepat.

c.

Menentukan dosis yang tepat.

d.

Menentukan rute obat.

e.
f.

Menentukan lama penggunaan obat.


Memantau efek terapi dan efek samping obat.

g.
Merencanakan tindak lanjut jangka panjang untuk mendorong
penggunaan obat yang rasional dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan
kepada pasein.
Adapun ciri-ciri pelayanan informasi obat meliputi:
a.
b.

Mandiri (bebas dari segala bentuik keterikatan).


Objektif (sesuai dengan kebutuhan)

c.

Seimbang

d.

Ilmiah

e.

Berorientasi kepada pasien dan pro aktif

Jenis-jenis pelayanan yang diberikan oleh pelayanan informasi obat antara lain:
a.
Menjawab pertanyaan spesifik yang diajukan melalui telpon, surat atau
tatap muka.
b.
Meyiapkan materi brosur atau leflet informasi obat (pelayanan cetak
ulang atau re print).
c.
Konsultasi tentang cara penjagaan terhadap reaksi ketidakcocokan obat,
konsep-konsep obat yang sedang dalam penelitian atau peninjauan penggunaan
obat-obatan.
d.
Mendukung kegiatan panitia farmasi terapi dalam menyusun formularium
rumah sakit dan meninjau terhadap obat-obat baru yang diajukan untuk masuk
dalam formularium rumah sakit.
e.

Mengkoordinasikan pemantauan dan pelayanan ESO.

Selain kegiatan pelayanan dan pendidikan, pelayanan informasi obat juga


berperan aktif didalam memfasilitasi kegiatan-kegiatan penelitian yang berkaitan
dengan obat, membuat dokumentasi serta mengevaluasi setiap kegiatan yang
telah dilakukan. Didalam pengembangan pendidikan, pelayanan informasi obat
juga melakukan kegiatan-kegiatan antara lain:
a. Mengajar, membimbing mahasiswa dan mengkoordinasikan program
pendidikan berkelanjutan dibidang informasi obat, semisal penilitian yang
berkaitan dengan obat.
b.

Mengevaluasi literatur obat dan penggunaannya.

c. Memberikan pendidikan kepada tenaga kesehatan lainnya tentang informasi


obat.
Kegiatan antara lain memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen
secara aktif dan pasif. Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga
kesehatan melalui telepon, surat atau tatap muka. Membuat buletin, leaflet,
label obat. Menyediakan informasi bagi Komite/Panitia Farmasi dan Terapi
sehubungan dengan penyusunan Formularium Rumah Sakit. Bersama dengan
PKMRS melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap.
Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga farmasi dan tenaga kesehatan
lainnya. Mengkoordinasi penelitian tentang obat dan kegiatan pelayanan
kefarmasian.
Peralatan Ruang Informasi Obat antara lain:

1.
obat

Kepustakaan yang memadai untuk melaksanakan pelayanan informasi

2.

Peralatan meja, kursi, rak buku, kotak

3.

Komputer

4.

Telpon - Faxcimile

5.

Lemari arsip

6.

Kartu arsip

7.

TV dan VCD ( disesuaikan dengan kondisi Rumah Sakit )

Ruang Informasi Obat sebaiknya tersedia ruangan sumber informasi dan


teknologi komunikasi dan penanganan informasi yang memadai untuk
mempermudah pelayanan informasi obat. Luas ruangan yang dibutuhkan untuk
pelayanan informasi obat untuk 200 tempat tidur idealnya adalah 20
meter2 sedangkan untuk 400-600 tempat tidur seluas 40 meter2 dan untuk
1300 tempat tidur 70 meter2.
Adapun referensi atau sumber-sumber informasi bias berasal dari referensi
primer (informasi obat terbaru langsung dari peneliti, misal jurnal), referensi
sekunder (indeks atau abstrak dari original artikel, missal medline), referensi
tersier (informasi yang sudah estabilished, biasanya berbentuk text book, CD
room dan interne atau AHFS).
Salah satu dari pelayanan informasi obat adalah menjawab pertanyaan dari
konsumen PIO mengenai informasi obat, adapun tahapannya meliputi:
1.
Menerima pertanyaan : tunjukan keramahan dan kesiapan untuk
membantu menjawab pertanyaan.
2.

Identifikasi penanya meliputi:

a.

Siapa (dokter, perawat, pasien, masyarakat, tenaga kesehatan lainnya).

b.

Jenis pertanyaan (identifikasi, dosis, kontraindikasi, indikasi).

c.

Untuk apa (penelitian, perawatan pasien).

d. Dari mana (ICU, IRNA, IRJA, IRDA, IBS maupn lainnya).


e.

Urgency jawaban

3.
Menentukan apakah pertanyaan akan dijawab, ditolak, atau dirujuk ke
tempat lainnya.
4.
Jika diputuskan untuk menjawab pertanyaan maka dimulai penelusuran
pustaka secara sistematis :
a.

Mengolongkan tipe pertanyaan

b.

Mulai mencari sumber informasi dari referensi tersier

c.

Jika tidak ada beralih ke referensi sekunder

d. Berusaha mendapatkan artikel asli tidak hanya abstrak saja


e.
5.

Kadang diperlukan p[endapat lisan dari para pakar terkait


Mengevaluasi referensi yang relevan dengan pertanyaan.

6.
Menjawab pertanyaan dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh si
penanya.
7.

Membuat ringkasan jawaban.

8.

Menghubungi penanya dalam waktu yang telah dijanjikan.

9.
Menyiapkan jawaban, semua jawaban harus berdasarkan referensi yang
dapat dipercaya, tidak menebak atau menduga.
10.

Menindaklanjutin jawaban.

Mendokumentasikan secara baik, fungsinya untuk mengurangi beban kerja jika


ada pertanyaan serupa akan lebih cepat mencari jawabannya.
Setiap pertanyaan yang diajukan kepada PIO akan didokumentasikan didalam
formulir pelayanan informasasi obat yang memuat:
a.

Tanggal dan waktu menerima pertanyaan.

b.

Nama penanya ( instansi Bag./Bid./SMF).

c.

Penanya (dokter. Perawat, pasien/keluarga. Farmasis, dan lainnya)

d.

Uraian pertanyaan.

e.
Klasifikasi pertanyaan (identifikasi obat, stabilitas, ketercampuran,
farmakokinetik, farmakodinamik, dosis, efek samping, interaksi oabt, toksisitas
dan lain-lainnya).
f.

Kegunaan (perawatan pasien, penelitian, pendidikan, umum).

g.

Referensi yang digunakan untuk menjawab pertanyaan.

h.

Respon yang diberikan (verbal, tulisan, dan lain-lainnya).

i.

Jawaban pertanyaan.

j.

Nama pemberi jawaban dan waktu menjawab.

Sumber Daya Manusia (SDM) pelayanan informasi obat hendaknya memadai dan
terlatih secara khusus, mampu menjalankan organisasi dan mengelola
administrasi informasi obat, mampu melakukan kegiatan-kegiatan penelitian,
mampu menggunakan strategi yang effisien dalam menelusuri sumber-sumber

informasi obat dan menyampaikan secara efektif informasi kepada pengguna


pelayanan informasi obat.

C.

PEMBAHASAN

Farmasi Klinis. Suatu organisasi idealnya harus peduli dengan mutu dikarenakan
hidup mati organisasi bergantung pada pelanggan sehingga sudah
sepantasnyalah pelanggan perlu dipuaskan. Komoditi yang bermutu adalah
komoditi yang aman, baik, layak, dan bermanfaat. Oleh sebab itu sudah
seharusnyalah Rumah Sakit dan Instalasi Farmasi RSU R. Koesma Tuban juga
meningkatkan produksi atau mengedarkan komoditi yang bermutu serta
memberikan yang terbaik bagi pelanggan yang dapat memberi peluang untuk
memenangkan persaingan.
Pelayanan Farmasi RSUD R. Koesma merupakan bagian dari sistem jasa
Pelayanan RSUD R. Koesma.Pelayanan Farmasi RSUD R. Koesma juga harus
berbenah diri melakukan pelayanan profesi, adanya sistem pelayanan farmasi,
serta ada standar pelayanan yang segera dimulai dapat segera menjamin mutu
pelayanan sesuai harapan semua pihak yang terkait.
Dikarenakan multiple prescribers, obat makin poten dan semakin mahal,
kompleksitas obat juga beraneka ragam, informasi yang up to date karena
perkembangan yang cepat, harus dapat memilah informasi yang
dibutuhkan. Adanya hubungan signifikan antara pemakaian
obat versus morbiditas dan mortalitas, biaya kemanusiaan, finansial
akibat misadventuring maka Pelayanan Farmasi Klinis di RSUD R. Koesma akan
makin dibutuhkan kehadirannya dan manfaatnya.
Pelayanan Farmasi Klinik yang akan dilaksanakan Instalasi Farmasi Rumah Sakit
akan mengubah pelayanan yang sifatnya individual menuju pelayanan berbasis
sistem dan terintegrasi. Artinya akan dikembangkan sistem dan mekanisme
serta prosedur yang dapat menjamin tidak terjadinya medication error, baik di
rawat inap maupun di pelayanan rawat jalan. Pelayanan Farmasi Klinik yang akan
dilaksanakan IFRS akan mengantisipasi setiap dinamika perubahan di bidang
kedokteran termasuk senantiasa meng-update informasi dan keilmuan yang
berbasis pada bukti terkini (current best evidence) melalui sumber-sumber
informasi terpercaya dan mutakhir (misalnya internet dan electronic journals)
untuk diimplementasikan secara benar.
Adapun tugas utama Pelayanan Farmasi Klinis di RSUD R. Koesma pemantauan
pasien dan peresepan dengan harapan dapat memberikan jaminan pengobatan
lebih rasional (efektif, aman, tersedia dan dengan biaya terjangkau) kepada

pasien. Manfaat Pelayanan Farmasi Klinis di RSUD R. Koesma untuk pasien


berupa pelayanan untuk mencapai efektifitas pengobatan maksimal, resiko bagi
pasien minimal, ada kemugkinan besar biaya pengobatanpun dapat ditekan
yang dikarenakan obat yang diminum hanya yang diperlukan buat terapi saja.
Disamping itu kepentigan, hak pasienpun dapat lebih optimal terlayani Adapun
manfaat bagi masyarakat umum, pengunjung RSUD R. Koesma Tuban dapat
berkonsultasi, mencari, menambah pengetahuan tentang obat dan pengobatan
dengan mengunakan obat relatif lebih mudah. Bagi tenaga profesi kesehatan
lainnya dengan adanya Pelayanan Farmasi Klinis dapat lebih memfokuskan
dirinya melayani pasien sesuai dengan asuhan pelayanan masing-masing profesi
kesehatan. Manfaaat umum bagi RSUD R. Koesma Tuban dengan adanya
Pelayanan Farmasi Klinis akan menambah efektifitas pelayanannya kepada
masyarakat karena terpenuhinya standar pelayanan Rumah Sakit.
Salah satu bentuk pendekatan Program Pelayanan Farmasi Klinis yang mungkin
dapat dilaksanakan dulu untuk mencapai Program Pelayanan Farmasi Klinis yang
ideal adalah Pusat Pelayanan Informasi Obat dan Sistem Distribusi Obat Unit
Dose Dispensing (UDD). UDD adalah layanan distribusi obat kepasien rawat inap
yang diberikan dalam 24 jam. UDD merupakan transformasi dari individual
prescribing. Biasanya UDD diawali dari perawatan rawat inap intensif, misalnya
di ICU, CCU, PICU, NICU, Geriatri. Alur pelayanan UDD dari meliputi dokter
menulis resep/perbekalan farmasi yang diperlukan pasien untuk 24 jam,
dikumpulkan di ruang perawatan, diserahkan ke depo farmasi, diperiksa
apoteker/asisten apoteker, disalin ke buku monitor, kemudian disiapkan
perbekalan faramsi tersebut, di enrty, diserahkan ke perawat. Ada berbagai
manfaat yang didapat dari pendekatan Program Pelayanan Farmasi Klinis dalam
bentuk distribusi UDD ini. Manfaat bagi pasien antara lain pasien mendapatkan
pelayanan yang cito, segera terpenuhi kebutuhannya, lebih hemat karena pasien
hanya membayar perbekalan farmasi yang dibutuhkan hari itu. Manfaat bagi
Rumah Sakit, managerial, perbekalan farmasi lebih dapat terkontrol karena
hanya dibutuhkan untuk pelayanan satu hari saja dan juga makin tipis adanya
kemungkinan pencurian terhadap perbekalan farmasi. Adapun manfaat bagi
farmasis adalah pengawasan dan pengendalian perbekalan faramsi juga relatif
lebih mudah, medical error relatif lebih rendah, karena obat dicek 2 kali, oleh
farmasis sewaktu menyiapkan obat dan dicek lagi oleh perawat waktu
menyerahkan obat ke pasien. Dengan adanya system UDD peran apoteker
dalam melayani pasien lebih terfokus kualitasnya, sehingga bukan hal yang
mustahil filosofi, tujuan, ruang lingkup Pelayanan Farmasi Klinis di RSUD R.
Koesma Tuban dapat terpenuhi setapak demi setapak.
Analisis SWOT Program Farmasi Klinis di RSUD R. Koesma Tuban:
Kekuatan. Adanya kebijakan pemerintah pusat dengan menetapkan dasar hukum
Farmasi klinis yaitu; Surat Keputusan Mentri Kesehatan Nomor
436/MenKes/SK/VI/1993 tentang Pelayanan Rumah Sakit dan Pelayanan Medis,
Surat Keputusan Mentri Kesehatan Nomor 1333/MenKes/SK/XII/1999 tentang
Standar Pelayanan Rumah Sakit, Surat Keputusan Mentri Kesehatan Nomor
1197/MenKes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit, Undang

Undang Perlindungan Konsumen serta Pemberdayaan Sumber Daya Manusia,


terutama Apoteker yang belum dikembangkan, dimanfaatkan secara maksimal
fungsi dan perannya di RSUD R. Koesma.
Kelemahan. Apoteker atau Farmasis yang masih kurangnya akan pelatihan dan
pengetahuan up to date tentang Pelayanan Farmasi Klinis dan Pelayanan
Informasi Obat. Apoteker yang masih kurang percaya diri untuk memulai dan
mengembangkan potensi ketrampilan dan kemampuannya. Adanya tekanan dari
kelompok kerja dan ketidak nyamanan kerja di Rumah Sakit. Adanya kuantitas
tenaga, khususnya Apoteker sehingga terjerembab, terfokus mengurusi stock
dan pengadaan. Dana pemerintah daerah untuk mendukung suksesnya Program
Pelayanan Informasi Obat dan Pelayanan Farmasi Klinis di RSUD R. Koesma.
Peluang. Dengan adanya Pelayanan Apoteker yang kompeten dengan
ketrampilan dan pengetahuannya di Bangsal maka pelayanan pasien lebih
optimal menuju pengobatan yang lebih rasional. Adanya dukungan kebijakan dan
sumber dana dari Pemerintah Daerah Tuban. Adanya Kebijakan dan sumber dana
dari Managerial, Direksi Rumah Sakit RSUD. R. Koesma. Adanya dukungan dari
organisasi ISFI dan Instansi Pendidikan yang ada. Adanya Rumah Sakit
Percontohan untuk Program Pelayanan Farmasi Klinis. Asuhan Pelayanan masingmasing profesi kesehatan lebih optimal berkualitas.
Ancaman. Adanya hubungan yang kurang harmonis antara apoteker dengan
profesi kesehatan lainnya yang ada di Rumah Sakit. Adanya profesi kesehatan
lainnya di Rumah Sakit yang kurang komonikatif. Adanya kerjasama antara
tenaga kesehatan yang ada di Rumah Sakit dengan Pihak luar (eksternal) Rumah
Sakit.
Untuk memenuhi harapan yang sesuai dengan tujuan dan manfaat yang akan di
ambil oleh Apoteker, Komite Farmasi Klinis, Instalasi Farmasi Rumah Sakit,
Rumah Sakit, Pasien dan Masyarakat diperlukan tahapan-tahapan yang
sistematis. Diperlukan suatu Komite Pelayanan Farmasi Klinis dan Menganalisi
Rasio manfaat dan prosedur pelaksanaan di RSUD R. Koesma Tuban termasuk
program sosialisasi, sample bangsal yang akan dipergunakan percobaan,
monitoring dan evaluasi serta pelaporan hasil Pelayanan Farmasi Klinis.
Walaupun waktu dan kuantitas tenaga bukan suatu patokan, jaminan
keberhasilan utama pelaksanan Program Pelyanan Farmasi Klinis dalam waktu 23 tahun hasil, manfaat program Pelayanan Farmasi Klinis umumnya baru dapat
dirasakan. Disamping itu kebutuhan tenaga Apoteker dengan
perbandingan, rasio 1 apoteker melayani 30 tempat tidur diperlukan agar
efektifitas dan kualitas yang di hasilkan lebih optimal. Andaikata di RSUD R.
Koesma ada 150 tempat tidur, sudah sepantasnya ada 5 orang apoteker yang
melayani, sehingga dimasingmasing depo ada yang bertanggung jawab
melayani pasien.
Program Pelayanan Farmasi Klinis yang akan dilaksanakan di RSUD R. Koesma
Tuban tingkat keberhasilannya akan lebih optimal jika ada komitmen untuk
bekerjasama antar profesi kesehatan yang ada untuk mencapai tujuan
pelayanan optimal bagi pasien. Disamping itu profesionalisme, pengetahuan

yang selalu ter up dateserta kuantitas dan kualitas dari masing-masing profesi
kesehatan terlebih apoteker sanggat mutlak dibutuhkan untuk pelaksanaan
Pelayanan Farmasi Klinis tersebut. Disamping itu jalinan komunikasi yang
insentif, berkesinambungan dan saling mempercayai antara tenaga kesehatan
yang terlibat dan Pimpinan Rumah Sakit diperlukan untuk suksesnya pelaksanan
Program Pelayanan Farmasi Klinis.
Pelayanan Informasi Obat. Dewasa ini sangat jarang adanya sumber-sumber
informasi yang netral serta mampu melayani informasi mengenai obat-obatan
menyebabkan penguna atau konsumen informasi (misal; dokter, tenaga
kesehatan lainnya, pasien serta keluarga pasien) memperoleh informasi dari
perusahan atau perwakilan perusahaan-perusahan farmasi yang kurang objektif
tentang obat dan spesifikasi dari macam-macam obat tersebut.
Dengan adanya Pelayanan Informasi Obat yang aktif dan selalu siap sedia dalam
melayani akan banyak berperan, memenuhi kebutuhan akan informasi obat
yang up to date ke Komite Farmasi dan Terapi, Komite Pelayanan Farmasi Klinis,
profesi tenaga kesehatan lainnya yang membutuhkan sumber informasi obat
yang cepat, mudah dan dapat dipercaya. Disamping itu masyarakat pengunjung
Rumah Sakit Koesma juga dapat memperoleh manfaat Pelayanan Informasi Obat
melalui konsultasi langsung maupun aktifitas kegiatan-kegiatan yang akan
dilaksanakan secara rutin dan berkesinambungan, misalnya Program Penyuluhan
terhadap pengunjung Rumah Sakit akan manfaat, tingkat keamanan pemakaian
obat dan pengobatan dengan obat. Adanya program penyebaran leflet, brosur,
bulletin akan menambah wawasan, pengetahuan, kepedulian masyarakat Rumah
Sakit Koesma terhadap obat dan pengobatan dengan mengunakan obat.
Pelyanan Informasi Obat bisa juga menjadi salah satu ruang lingkup dari
Pelayanan Farmasi Klinis, pelayanan farmasi rumah sakit di RSUD R. Koesma
Tuban. Pelayanan Informasi Obat di RSUD R. Koesma hendaknya dibawah
tanggung jawab seorang apoteker yang dimaksudkan optimalisasi Pusat
Pelayanan Informasi Obat. Pelayanan informasi obat di RSUD R. Koesma akan
lebih baik lagi bila diberikan ruang gerak berstruktural tersendiri, sehingga akan
memberikan kontribusi yang lebih optimal sebagai bagian dari pelayanan
farmasi rumah sakit.
Salah satu contoh kegiatan yang akan dilaksanakan oleh Pusat Pelayanan
Informasi Obat akan bekerja sama dengan Penyuluhan Kesehatan Masyarakat
Rumah Sakit (PKMRS) mengadakan penyuluhan, penyebaran informasi obat,
tanya jawab langsung kepada masyarakat rumah sakit, misalnya melibatkan
langsung pengunjung rumah sakit sehingga kualitas, mutu layanan rumah sakit
akan lebih meningkat disamping pengetahuan dan kesadaran masyarakat rumah
sakit tentang obat juga akan lebih meningkat.
Diperlukan sumber daya manusia yang professional dan sumber-sumber
referensi yang memadai serta aktif sehingga keberadaan dan fungsi dari layanan
informasi obat di rumah sakit besar dirasakan oleh tenaga kesehatan dan
masyarakat yang ada di rumah sakit. Selain itu supaya kegiatan-kegiatan
Pelayanan Informasi Obat kepada masyarakat rumah sakit bias lebih mengenal,

mengetahui keberadaan dan mendapatkan pelayanan yang terbaik diperlukan


suatu tempat yang representatife serta waktu yang terjadwal untuk menjalankan
aktifitas pelayanan informasi obat di Rumah Sakit baik untuk keperluan interen
rumah sakit maupun masyarakat luas.
Perlu disadari akan peran, keberadaan Pusat Pelayanan Informasi Obat bagi
tenaga kesehatan lainya untuk menunjang sistem pelayanan yang ada di Rumah
Sakit memanglah dirasa penting. Maka dari itu dengan segala keterbatasan yang
ada, kompetensi yang segera dilimpahkan kepada seorang apoteker, mau tidak
mau harus dilaksanakan dan perlahan-lahan disempurnakan untuk lebih
mengoptimalkan mutu layanan di rumah sakit.

D.

KESIMPULAN

1.
Sudah seharunya RSUD R. Koesma Tuban meningkatkan komoditi mutu
pelayanan untuk memberikan yang terbaik untuk pasien dan masyarakat.
2.
Diperlukan adanya perubahan sistem pelayanan individual menuju
pelayanan yang berbasis sistem dan terintegrasi.
3.
Dengan adanya Program Pelayanan Farmasi Klinis, Pelayanan Informasi
Obat, Komite Farmasi Klinis, Warm Pharmacist, Rasio Farmasis akan
meningkatkan kemampuan, profesionalisme farmasis menuju pelayanan RSUD R.
Koesma Tuban lebih berkualitas.

4.
Pelayanan Farmasi klinis yang akan dilaksanakan di RSUD R. Koesma
Tuban harus mampu mengembangkan sistem, mekanisme serta prosedur yang
dapat menjamin terjadinya medical error, terlebih untuk pasien rawat inap.
5.
Program Pelayanan Farmasi Klinis di RSUD R. Koesma sebagai
pelaksanan utama adalah Apoteker dengan dukungan dari Direksi Rumah Sakit,
Profesi Kesehatan yang ada di Rumah Sakit, Pemerintah Daerah, Pemerintah
Pusat, Organisasi ISFI, Institusi Pendidikan dan masyarakat.
6.
Diperlukan komitmen yang kuat dan berkesinambungan demi
tercapainya Program Farmasi Klinis di RSUD R. Koesma Tuban dengan saling
kontrol, kolaborasi antar profesi kesehatan yang ada di Rumah Sakit dengan
menjunjung tinggi Asuhan Pelayanan Rumah Sakit.
7.
Untuk menuju Program Pelayanan Farmasi Klinis diperlukan pendekatan
program dengan Pusat Pelayanan Informasi Obat dan sistem distribusi obat
dengan mengunakan Unit Dose Dispensing (UDD).
8.
Faktor kunci keberhasilan dari pelayanan farmasi klinis adalah
penyiapan software, profesionalisme SDM, kerjasama dan komitment dari
profesi, pemberdayaan masyarakat, dan peraturan perundang-undangan.

Anda mungkin juga menyukai