Anda di halaman 1dari 6

Sejarah Singkat Khulafaur Rasyidin

4:06 AM - By Admin Blog 0


Khulafaur Rasyidin

Khulafaur Rasyidin (bahasa Arab: ) atau Khalifah Ar-Rasyidin adalah empat orang
khalifah (pemimpin) pertama agama Islam, yang dipercaya oleh umat Islam sebagai penerus
kepemimpinan setelah Nabi Muhammad SAW wafat. Empat orang tersebut adalah para sahabat
dekat Muhammad SAW yang tercatat paling dekat dan paling dikenal dalam membela ajaran yang
dibawanya di saat masa kerasulan Muhammad SAW. Keempat khalifah tersebut dipilih bukan
berdasarkan keturunannya, melainkan berdasarkan konsensus bersama umat Islam.[1]
Prosedur pemilihan terhadap masing-masing khalifah tersebut berbeda-beda, hal tersebut terjadi
karena para sahabat menganggap tidak ada rujukan jelas yang ditinggalkan oleh Nabi Muhammad
SAW tentang cara pemilihan / suksesi kepemimpinan Islam sepeninggal beliau SAW. Namun
penganut paham Syi'ah meyakini bahwa Muhammad SAW dengan jelas menunjuk Ali bin Abi
Thalib (khalifah ke-4) dan keturunan beliau SAW dari garis Ali bin Abi Thalib lah yang akan
meneruskan kepemimpinannya atas umat Islam, mereka merujuk kepada salah satu hadits Ghadir
Khum.
Secara resmi istilah Khulafaur Rasyidin merujuk pada empat orang khalifah pertama Islam, namun
sebagian ulama menganggap bahwa Khulafaur Rasyidin atau khalifah yang memperoleh petunjuk
tidak terbatas pada keempat orang tersebut di atas, tetapi dapat mencakup pula para khalifah
setelahnya yang kehidupannya benar-benar sesuai dengan petunjuk al-Quran dan sunnah. Salah
seorang yang oleh kesepakatan banyak ulama dapat diberi gelar khulafaur rasyidin adalah Umar bin
Abdul-Aziz, khalifah Bani Umayyah ke-8.
Para Khalifah Ar Rasyidin
Abu Bakar Ash-Shiddiq
Abu Bakar ash-Shiddiq (573 - 634 M, menjadi khalifah 632 - 634 M) lahir dengan nama Abdus
Syams, "Abu bakar" adalah gelar yang diberikan masyarakat muslim kepadanya. Nama aslinya
adalah Abdullah bin Abi Quhafah". Ia mendapat gelar "as-Shiddiq" setelah masuk Islam. Nama
sebelum muslim adalah "Abdul Ka'bah". Ibunya bernama "Salma Ummul Khair", yaitu anak dari
paman "Abu Quhafah". Abu Bakar adalah khalifah pertama Islam setelah wafatnya Nabi
Muhammad SAW. Ia adalah salah seorang petinggi Mekkah dari suku Quraisy. Setelah memeluk

Islam namanya diganti oleh Muhammad menjadi Abu Bakar. Ia digelari Ash- Shiddiq yang berarti
yang terpercaya setelah ia menjadi orang pertama yang mengakui peristiwa Isra' Mi'raj
Ia juga adalah orang yang ditunjuk oleh Muhammmad SAW untuk menemaninya hijrah ke Yatsrib.
Ia dicatat sebagai salah satu Sahabat Muhammad SAW yang paling setia dan terdepan dalam
melindungi
para
pemeluk
Islam
bahkan
terhadap
sukunya
sendiri.
Ketika Muhammad SAWsakit keras, Abu Bakar adalah orang yang ditunjuk olehnya untuk
menggantikannya menjadi Imam dalam Shalat. Hal ini menurut sebagian besar ulama merupakan
petunjuk dari Nabi Muhammad SAW agar Abu Bakar diangkat menjadi penerus kepemimpinan
Islam jika beliau SAW meninggal. Ketika Nabi Muhammad SAW meninggal, terjadi perdebatan
siapa yang akan meneruskan kepemimpinan Islam selama 3 hari lamanya, yang akhirnya
menghasilkan keputusan bersama umat Islam saat itu, Abu Bakar diangkat sebagai pemimpin
pertama umat Islam sepeninggal Muhammad SAW. Abu Bakar memimpin selama dua tahun dari
tahun
632
M
sejak
kematian
Muhammad
SAW hingga
tahun
634
M.
Selama dua tahun masa kepemimpinan Abu Bakar, masyarakat Arab di bawah Islam mengalami
kemajuan pesat dalam bidang sosial, budaya dan penegakan hukum. Selama masa
kepemimpinannya pula, Abu Bakar berhasil memperluas daerah kekuasaan Islam ke Persia,
sebagian Jazirah Arab hingga menaklukkan sebagian daerah kekaisaran Bizantium. Abu Bakar
meninggal saat berusia 61 tahun pada tahun 634 M akibat sakit yang dialaminya.
Abu Bakar menjadi khalifah hanya selama dua tahun. Pada tahun 634 M ia meninggal dunia. Masa
sesingkat itu terjadi masalah dalam negeri terutama tantangan yang disebabkan oleh suku-suku
bangsa Arab yang tidak mau tunduk lagi kepada pemerintah Madinah sepeninggal Nabi Muhammad
SAW. Mereka menganggap bahwa perjanjian yang dibuat dengan Nabi Muhammad SAW, dengan
sendirinya batal setelah Nabi SAW wafat. Karena itu mereka menentang Abu Bakar. Karena sikap
keras kepala dan penentangan mereka yang dapat membahayakan agama dan pemerintahan, Abu
Bakar menyelesaikan persoalan ini dengan apa yang disebut Perang Riddah (perang melawan
kemurtadan). Khalid bin Al-Walid adalah panglima yang banyak berjasa dalam Perang Riddah ini.
Kekuasaan pada masa Khalifah Abu Bakar, sebagaimana pada masa Rasulullah SAW, bersifat
sentral; kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif terpusat di tangan khalifah. Selain menjalankan
roda pemerintahan, Khalifah juga melaksanakan hukum yang telah ditetapkan dalam Al-Quran dan
as-sunnah. Meskipun demikian, seperti juga Nabi Muhammad SAW, Abu Bakar selalu mengajak
sahabat-sahabat
besarnya
bermusyawarah.
Setelah menyelesaikan urusan perang dalam negeri, barulah Abu Bakar mengirim kekuatan ke luar
Jazirah Arabia. Khalid bin Walid dikirim ke Iraq dan dapat menguasai wilayah al-Hirah pada tahun
634 M. Ke Syria dikirim ekspedisi di bawah pimpinan empat panglima yaitu Abu Ubaidah ibnul
Jarrah, Amr ibnul 'Ash, Yazid bin Abi Sufyan dan Syurahbil. Sebelumnya pasukan dipimpin oleh
Usamah bin Zaid yang masih berusia 18 tahun. Untuk memperkuat tentara ini, Khalid bin Walid
diperintahkan meninggalkan Irak, dan melalui gurun pasir yang jarang dijalani, ia sampai ke Syria.

Umar Bin Khattab


Umar bin Khattab (586/590 - 644 M, menjadi khalifah 634 - 644 M) adalah khalifah ke-2 dalam
sejarah Islam. pengangkatan umar bukan berdasarkan konsensus seperti Abu Bakar tetapi
berdasarkan surat wasiat yang ditinggalkan oleh Abu Bakar. Hal ini tidak menimbulkan
pertentangan berarti di kalangan umat Islam saat itu karena umat muslim saat itu sangat mengenal
Umar sebagai orang yang paling dekat dan paling setia membela ajaran Islam. Hanya segelintir
kaum, yang kelak menjadi golongan Syi'ah, yang tetap berpendapat bahwa seharusnya Ali bin Abi

Thalib lah yang seharusnya menjadi khalifah. Umar memerintah selama sepuluh tahun dari tahun
634 hingga 644.
Ketika Abu Bakar sakit dan merasa ajalnya sudah dekat, ia bermusyawarah dengan para pemuka
sahabat, kemudian mewasiatkan agar tongkat kepemimpinan Islam diserahkan kepada Umar bin
Khatthab sebagai penggantinya dengan maksud untuk mencegah kemungkinan terjadinya
perselisihan dan perpecahan di kalangan umat Islam. Kebijaksanaan Abu Bakar tersebut ternyata
diterima masyarakat yang segera secara beramai-ramai membaiat Umar. Umar menyebut dirinya
Khalifah Rasulillah (pengganti dari Rasulullah). Ia juga memperkenalkan istilah Amir al-Mu'minin
(petinggi
orang-orang
yang
beriman).
Di zaman Umar gelombang ekspansi (perluasan daerah kekuasaan) pertama terjadi; ibu kota Syria,
Damaskus, jatuh tahun 635 M dan setahun kemudian, setelah tentara Bizantium kalah di
pertempuran Yarmuk, seluruh daerah Syria jatuh ke bawah kekuasaan Islam. Dengan memakai
Syria sebagai basis, ekspansi diteruskan ke Mesir di bawah pimpinan 'Amr bin 'Ash dan ke Irak di
bawah pimpinan Sa'ad bin Abi Waqqash. Iskandariah (Alexandria), ibu kota Mesir, ditaklukkan
tahun 641 M. Dengan demikian, Mesir jatuh ke bawah kekuasaan Islam. Al-Qadisiyah, sebuah kota
dekat Hirah di Iraq, jatuh pada tahun 637 M. Dari sana serangan dilanjutkan ke ibu kota Persia, alMadain yang jatuh pada tahun itu juga. Pada tahun 641 M, Moshul dapat dikuasai. Dengan
demikian, pada masa kepemimpinan Umar Radhiallahu anhu, wilayah kekuasaan Islam sudah
meliputi Jazirah Arabia, Palestina, Syria, sebagian besar wilayah Persia, dan Mesir.
Karena perluasan daerah terjadi dengan cepat, Umar segera mengatur administrasi negara dengan
mencontoh administrasi yang sudah berkembang terutama di Persia. Administrasi pemerintahan
diatur menjadi delapan wilayah propinsi: Makkah, Madinah, Syria, Jazirah Basrah, Kufah,
Palestina, dan Mesir. Beberapa departemen yang dipandang perlu didirikan. Pada masanya mulai
diatur dan ditertibkan sistem pembayaran gaji dan pajak tanah. Pengadilan didirikan dalam rangka
memisahkan lembaga yudikatif dengan lembaga eksekutif. Untuk menjaga keamanan dan
ketertiban, jawatan kepolisian dibentuk. Demikian pula jawatan pekerjaan umum. Umar juga
mendirikan Bait al-Mal, menempa mata uang, dan membuat tahun hijiah.
Umar memerintah selama sepuluh tahun (13-23 H/634-644 M). Masa jabatannya berakhir dengan
kematian. Dia dibunuh oleh seorang Zoroastrianis, budak Fanatik dari Persia bernama Abu Lu'lu'ah.
Untuk menentukan penggantinya, Umar tidak menempuh jalan yang dilakukan Abu Bakar. Dia
menunjuk enam orang sahabat dan meminta kepada mereka untuk memilih salah seorang di
antaranya menjadi khalifah. Enam orang tersebut adalah Usman, Ali, Thalhah, Zubair, Sa'ad bin Abi
Waqqash, Abdurrahman bin 'Auf. Setelah Umar wafat, tim ini bermusyawarah dan berhasil
menunjuk Utsman sebagai khalifah, melalui proses yang agak ketat dengan Ali bin Abi Thalib.
Utsman Bin Affan
Utsman bin Affan dilahirkan pada tahun 573 M pada sebuah keluarga dari suku Quraisy bani
Umayah. Nenek moyangnya bersatu dengan nasab Nabi Muhammad SAW pada generasi ke-5.
Sebelum masuk Islam ia dipanggil degan sebutan Abu Amr. Ia begelar Dzunnurain, karena
menikahi dua putri Nabi SAW. Utsman bin Affan menjadi khalifah 644-655 M dan merupakan
khalifah ke-3 dalam sejarah Islam. Umar bin Khattab tidak dapat memutuskan bagaimana cara
terbaik menentukan khalifah penggantinya. Segera setelah peristiwa penikaman dirinya oleh Fairuz,
seorang majusi persia, Umar mempertimbangkan untuk tidak memilih pengganti sebagaimana
dilakukan Rasulullah. Namun Umar juga berpikir untuk tidak meninggalkan wasiat seperti yang
pernah dilakukan Abu Bakar. Umar bin Khattab lebih memilih untuk menunjuk enam orang Sahabat
sebagai Dewan Formatur yang bertugas untuk memilih khalifah baru. Keenam Orang itu adalah
Abdurrahman bin Auf, Saad bin Abi Waqash, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Utsman
bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Prosedur suksesi ini memutuskan Utsman bin Affan sebagai
khalifah baru pengganti Umar bin Khattab.

Di masa pemerintahan Utsman, Armenia, Tunisia, Cyprus, Rhodes, dan bagian yang tersisa dari
Persia, Transoxania, dan Tabaristan berhasil direbut. Ekspansi Islam pertama berhenti sampai di
sini.
Pemerintahan Utsman berlangsung selama 12 tahun, pada paruh terakhir masa kekhalifahannya
muncul perasaan tidak puas dan kecewa di kalangan umat Islam terhadapnya. Kepemimpinan
Utsman memang sangat berbeda dengan kepemimpinan Umar. Selain itu tercatat dalam sejarah
seseorang bernama Abdullah bin Saba Al-Yamani salah seorang yahudi yang berpura-pura masuk
Islam membuat hasutan dan fitnah kepada masyarakat Islam untuk menjatuhkan Utsman bin Affan.
Ibnu Saba ini gemar berpindah-pindah dari suatu tempat ke tempat lainnya untuk menyebarkan
fitnah kepada kaum muslimin yang baru masa keislamannya. Akhirnya pada tahun 35 H/655 M,
Utsman bin Affan dibunuh oleh kaum pemberontak yang terdiri dari orang-orang yang berhasil
dihasut oleh Abdullah bin Saba.
Salah satu faktor yang menyebabkan banyak rakyat berburuk sangka terhadap kepemimpinan
Utsman adalah kebijaksanaannya mengangkat anggota keluarganya untuk menjabat posisi strategis.
Yang terpenting di antaranya adalah Marwan bin Hakam Rahimahullah. Masyarakat pada masa itu
melihat Marwan lah yang sebenarnya menjalankan roda pemerintahan, sedangkan Utsman bin
Affan hanya menyandang gelar Khalifah saja. Setelah banyak anggota keluarganya yang duduk
dalam jabatan-jabatan penting, Utsman terlihat seperti boneka di hadapan kerabatnya itu. Dia tidak
dapat berbuat banyak dan terlalu lemah terhadap keluarganya yang menjalankan roda pemerintahan,
sehingga Utsman bin Affan dianggap lepas kendali terhadap beberapa kebijakan kerabatnya yang
tidak disukai rakyat. Kondisi itulah yang dimanfaatkan Abdullah bin Saba untuk menebar fitnah
dan hasutan kepada masyarakat untuk menjatuhkan Utsman, dan pada akhirnya Utsman bin Affan
terbunuh oleh orang-orang yang termakan hasutan Abdullah bin Saba'. Meskipun begitu Utsman
tercatat berjasa dalam membangun bendungan untuk menjaga arus banjir yang besar dan mengatur
pembagian air ke kota-kota. Pada masa pemerintahannya tercatat Utsman banyak membangun
jalan-jalan, jembatan-jembatan, masjid-masjid dan memperluas masjid Nabi di Madinah.
Ali bin Abi Thalib
Al bin Ab Thlib (Arab: , Persia: ( ) lahir sekitar 13 Rajab 23 Pra
Hijriah/599 wafat 21 Ramadan 40 Hijriah/661), adalah salah seorang pemeluk Islam pertama dan
juga keluarga dari Nabi Muhammad. Menurut Islam Sunni, ia adalah Khalifah terakhir dari
Khulafaur Rasyidin (655-661M). Sedangkan Syi'ah berpendapat bahwa ia adalah Imam sekaligus
Khalifah pertama yang dipilih oleh Rasulullah Muhammad SAW. Ali adalah sepupu dari
Muhammad SAW, dan setelah menikah dengan Fatimah az-Zahra, ia menjadi menantu Muhammad
SAW.
Ketika para pemberontak terus mengepung rumah Utsman. Ali bin Abi Thalib memerintahkan
ketiga puteranya, Hasan, Husain dan Muhammad bin Ali al-Hanafiyah mengawal Utsman dan
mencegah para pemberontak memasuki rumah. Namun kekuatan yang sangat besar dari
pemberontak akhirnya berhasil menerobos masuk dan membunuh Khalifah Utsman bin Affan.
Setelah Utsman wafat, masyarakat beramai-ramai membaiat Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah. Ali
memerintah hanya enam tahun. Pada masa pemerintahannya, ia menghadapi berbagai pergolakan.
Masa pemerintahannya dapat dikatakan yang paling tidak stabil diantara para Khulafaur Rasyidin.
Hal ini dikarenakan banyaknya masalah pelik yang bergejolak di dalam negeri sehingga memaksa
khalifah Ali untuk menghabiskan waktu dan usahanya meredam pergolakan tersebut.
Setelah menduduki jabatan khalifah, Ali menon-aktifkan para gubernur yang diangkat oleh Utsman.
Dia yakin bahwa pemberontakan-pemberontakan terjadi karena keteledoran mereka. Dia juga
menarik kembali tanah yang dihadiahkan Utsman kepada penduduk dengan menyerahkan hasil
pendapatannya kepada negara, dan memakai kembali sistem distribusi pajak tahunan di antara
orang-orang
Islam
sebagaimana
pernah
diterapkan
Umar.
Tidak lama setelah itu, Ali bin Abi Thalib menghadapi pemberontakan Thalhah, Zubair dan Aisyah.

Alasan mereka, Ali tidak mau menghukum para pembunuh Utsman, dan mereka menuntut bela
terhadap darah Utsman yang telah ditumpahkan secara zhalim. Ali enggan memberi hukuman
dikarenakan ia enggan adanya peperangan sesama umat Islam. Dia lalu mengirim surat kepada
Thalhah dan Zubair agar keduanya mau berunding untuk menyelesaikan perkara itu secara damai.
Namun ajakan tersebut ditolak, akibat tidak ada kata sepakat maka pertempuran yang dahsyat pun
berkobar. Perang ini dikenal dengan nama Perang Jamal (Unta), karena Aisyah dalam pertempuran
itu menunggang unta. Peperangan ini dimenangkan pihak Ali, sedangkan dari pihak Aisyah, dua
sahabat Nabi, Zubair dan Thalhah harus meregang nyawa. Aisyah kemudian ditawan dan dikirim
kembali
ke
Madinah.
Bersamaan dengan itu, ada beberapa kebijakan khalifah Ali yang mengakibatkan timbulnya
perlawanan dari para gubernur di Damaskus, Mu'awiyah, yang didukung oleh sejumlah bekas
pejabat tinggi karena merasa kehilangan kedudukan dan kejayaan oleh khalifah Ali. Setelah berhasil
memadamkan pemberontakan Zubair, Thalhah dan Aisyah, Ali bergerak dari Kufah menuju
Damaskus dengan sejumlah besar tentara. Pasukannya bertemu dengan pasukan Mu'awiyah di
Shiffin. Pertempuran terjadi di sini yang dikenal dengan nama Perang Shiffin. Perang ini diakhiri
dengan tahkim (arbitrase), tapi tahkim ternyata tidak menyelesaikan masalah, bahkan menyebabkan
munculnya golongan ketiga, kaum Khawarij, yaitu orang-orang yang keluar dari barisan Ali.
Akibatnya, di ujung masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib umat Islam terpecah menjadi tiga
kekuatan politik besar yang mengguncang kekhalifahan Ali, yaitu Mu'awiyah, Syi'ah (pengikut
Abdullah bin Saba al-yahudu) yang menyusup pada barisan tentara Ali, dan al-Khawarij (orangorang yang keluar dari barisan Ali). Keadaan ini tidak menguntungkan Ali. Munculnya kelompok
Khawarij menyebabkan tentaranya semakin lemah, sementara posisi Mu'awiyah semakin kuat. Pada
tanggal 20 ramadhan 40 H (661 M), Ali terbunuh oleh salah seorang anggota Khawarij yaitu
Abdullah bin Muljam.
Kekhalifahan Setelah Era Khulafaur Rasyidin
Kedudukan khalifah kemudian dijabat oleh purta Ali yaitu Hasan selama beberapa bulan. Namun,
karena Hasan menginginkan perdamaian dan menghindari pertumpahan darah, maka Hasan
menyerahkan jabatan kekhalifahan kepada Muawiyah bin Abu Sufyan. Dan akhirnya penyerahan
kekuasaan ini dapat mempersatukan umat Islam kembali dalam satu kepemimpinan politik, di
bawah Mu'awiyah bin Abi Sufyan. Di sisi lain, penyerahan itu juga menyebabkan Mu'awiyah
menjadi penguasa absolut dalam Islam. Tahun 661M, tahun persatuan itu, dikenal dalam sejarah
sebagai tahun jama'ah ('am jama'ah) Dengan demikian berakhirlah masa yang disebut dengan masa
Khulafa'ur Rasyidin, dan dimulailah kekuasaan Bani Umayyah dalam sejarah politik Islam.
Pada masa kekhilafahan Bani Umayyah wilayah kekuasaan Islam berkembang sangat luas.
Ekspansi ke negeri-negeri yang sangat jauh dari pusat kekuasaannya terjadi dalam waktu tidak lebih
dari setengah abad. Hal ini merupakan kemenangan menakjubkan dari suatu bangsa yang
sebelumnya tidak pernah mempunyai pengalaman politik yang memadai. Faktor-faktor yang
menyebabkan ekspansi itu demikian cepat antara lain adalah:
1. Islam, disamping merupakan ajaran yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, juga
agama yang mementingkan soal pembentukan masyarakat.
2. Dalam dada para sahabat, tertanam keyakinan tebal tentang kewajiban menyerukan ajaranajaran Islam (dakwah) ke seluruh penjuru dunia. Semangat dakwah tersebut membentuk satu
kesatuan yang padu dalam diri umat Islam.
3. Bizantium dan Persia, dua kekuatan yang menguasai Timur Tengah pada waktu itu, mulai
memasuki masa kemunduran dan kelemahan, baik karena sering terjadi peperangan antara
keduanya maupun karena persoalan-persoalan dalam negeri masing-masing.

4. Pertentangan aliran agama di wilayah Bizantium mengakibatkan hilangnya kemerdekaan


beragama bagi rakyat. Rakyat tidak senang karena pihak kerajaan memaksakan aliran yang
dianutnya. Mereka juga tidak senang karena pajak yang tinggi untuk biaya peperangan
melawan Persia.
5. Islam datang ke daerah-daerah yang dimasukinya dengan sikap simpatik dan toleran, tidak
memaksa rakyat untuk mengubah agamanya untuk masuk Islam.
6. Bangsa Sami di Syria dan Palestina dan bangsa Hami di Mesir memandang bangsa Arab
lebih dekat kepada mereka daripada bangsa Eropa, Bizantium, yang memerintah mereka.
7. Mesir, Syria dan Irak adalah daerah-daerah yang kaya. Kekayaan itu membantu penguasa
Islam untuk membiayai ekspansi ke daerah yang lebih jauh.
Pada masa Abu Bakar sampai kepada Ali bin Abi Thalib, kekhilafahan dinamakan sebagai periode
Khilafah Rasyidah. Para khalifahnya disebut al-Khulafa' al-Rasyidun, (khalifah-khalifah yang
mendapat petunjuk). Ciri masa ini adalah para khalifah betul-betul merujuk teladan Nabi SAW.
Setelah periode Khilafah Rasyidah, pemerintahan Islam berbentuk kerajaan / kesultanan. Layaknya
sistem kerajaan pada umumnya, pada masa ini kekuasaan diwariskan secara turun temurun.

Anda mungkin juga menyukai