Anda di halaman 1dari 17

REFERAT

NSTEMI

DISUSUN OLEH :
Primastyo Anggata Reskianto (1102010219)
Miftahul Choir (1102010165)

PEMBIMBING :
dr. Librantoro Sp.JP

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
RS. M. RIDWAN MEURAKSA JAKARTA

29 SEPTEMBER 2016 3 DESEMBER 2016

PENDAHULUAN
Bagi Anda yang dinyatakan hasil EKG atau rekam jantungnya adalah NON STEMI, mungkin
bingung apa itu NON Stemi? Penyakit jenis apakah ini? Berbahayakah bagi kesehatan? Dan
berbagai pertanyaan lain yang muncul. Jadi NON STEMI mengacu pada proses rusaknya
jaringan jantung akibat suplai darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner berkurang
(Brunner & Sudarth, 2002).
Penyebab dari Non Stemi ini sendiri, disebabkan oleh tiga faktor utama yaitu:
1. Suplai oksigen ke lapisan otot jantung (miokard) berkurang. Adapun sebab kurangnya suplai
oksigen ini bisa disebabkan oleh faktor pembuluh darah, faktor sirkulasi maupun faktor darahnya
itu sendiri.
2. Curah jantung yang meningkat. Peningkatan curah jantung ini dapat disebabkan oleh: aktivitas
yang berlebihan, emosi, atau justru karena makan yang banyak.
3. Kebutuhan oksigen kelapisan otot jantung (miocard) yang meningkat. Peningkatan kebutuhan ini
bisa disebabkan karena kerusakan lapisan otot jantung maupun karena adanya hipertensi.
Selain faktor diatas, ada beberapa hal yang menjadi faktor predisposisi terjadinya Nstemi, yaitu:
1. Faktor resiko biologis yang tidak dapat diubah, seperti:Usia lebih dari 40 tahun, Jenis kelamin:
insiden pada pria tinggi, sedangkan pada wanita meningkat setelah menopause maupun karena
Ras
2. Faktor resiko yang dapat dirubah, seperti: peningkatan lemak dalam tubuh, hipertensi, merokok,
diabetes, diet tinggi lemak jenuh dan kalori, aktifitas fisik yang kurang, pola kepribadian tipe A
(emosional, agresif, ambisius, kompetitif) dan stress psikologis berlebihan.
Adapun tanda dan gejala dari Nstemi ini adalah: Nyeri dada atau kadang kala di bagian perut
dengan ciri seperti diperas, perasaan seperti diikat, perasaan terbakar, nyeri tumpul, rasa penuh,
berat atau tertekan, menjadi presentasi gejala yang sering ditemukan pada NSTEMI.
Walaupun gejala khas rasa tidak enak di dada pada NSTEMI telah diketahui dengan baik, gejala
tidak khas seperti: napas pendek , mual, pingsan dan nyeri di lengan, bahu atas atau leher juga
terjadi dalam kelompok yang lebih besar pada pasien-pasien berusia lebih dari 65 tahun.
2

Lalu, bagaimana penangan terbaik untuk penderita Nstemi? Sebaiknya segera bawa penderita ke
pelayanan kesehatan terdekat. Biasanya akan dilakukan pemeriksaan fisik dan dilakukan
pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan yang umum dilakukan pada penderita dengan keluhan
nyeri dada adalah: pemeriksaan rekam jantung atau orang medis menyebutnya dengan EKG.
Dalam rekam jantung tersebut, pada penderita Nstemi akan terlihat: T inverted (T menurun), ST
depresi dan Q Patalogis. Selain itu, akan dilakukanpemeriksaan laboratorium, seperti:
pemeriksaan enzim jantung, elektrolit, seldarah putih, GDA kolesterol dan kecepatan
sedimentasi.
Tapi, hal terpenting yang biasanya pertama kali diberikan pada penderita Nstemi adalah
pemasangan oksigen pada penderita, pemberian obat-obat tertentu seperti: antiogulan, bowel
care, obat sedative maupun obat analgesik.

1. Definisi
Angina pektoris tidak stabil (UAP) dan infark miokard akut tanpa elevasi ST
(NSTEMI) diketahui merupakan suatu kesinambungan dengan kemiripan patofisiologi dan
gejala klinis sehingga pada prinsipnya penatalaksanaan keduanya tidak berbeda. Diagnosis
NSTEMI ditegakkan jika pasien dengan manifestasi klinis UAP menunjukkan bukti adanya
nekrosis miokard berupa peningkatan biomarker jantung.5
Troponin T atau troponin I merupakan petanda nekrosis miokard yang lebih disukai
karena lebih spesifik daripada enzim jantung tradisional seperti CK dan CKMB. Pada
pasien dengan IMA, peningkatan awal troponin pada darah perifer setelah 3-4 jam dan
dapat menetap sampai 2 minggu.5
Menurut pedoman American College of Cardiology

(ACC) dan American Heart

Association (AHA) perbedaan angina tak stabil dan infark tanpa elevasi segmen ST ( NSTEMI)
ialah apakah iskemi yang timbul cukup berat sehingga dapat menimbulkan kerusakan pada
miokardium, sehingga adanya petanda kerusakan miokardium dapat diperiksa. Diagnosis
angina tak stabil bila pasien mempunyai keluhan iskemi sedangkan tak ada kenaikan troponin

maupun CK-MB, dengan ataupun tanpa perubahan ECG untuk iskemi, seperti adanya depresi
segmen ST ataupun elevasi sebentar atau adannya gelombang T yang negatif.4
2. Etiologi
Ustable Angina Pektoris (UAP) / Non ST Elevation Myocardial Infarction
(NSTEMI) dapat disebabkan oleh adanya aterioklerosis, spasme arteri koroner, anemia
berat, artritis, dan aorta Insufisiensi.6
Patofisiologi lainnya yang dapat menyebabkan terjadinya angina pektoris tidak
stabil:
a. Ruptur Plak
Ruptur plak aterosklerotik dianggap penyebab terpenting penyebab angina pektoris
tidak stabil, sehingga tiba-tiba terjadi oklusi subtotal atau total dari pembuluh koroner
yang sebelumnya mempunyai penyempitan yang minimal. Plak aterosklerotik terdiri
dari inti yang mengandung banyak lemak dan pelindung jaringan fibrotik (fibrotic cap).
Plak yang tidak stabil terdiri dari inti banyak mengandung lemak dan adanya infiltrasi
sel makrofag. Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak yang berdekatan dengan intima
yang normal atau pada bahu dari timbunan lemak. Terjadinya ruptur menyebabkan
aktivasi, adhesi dan agregasi platelet dan menyebabkan aktivasi terbentuknya trombus.
Bila trombus menutup pembuluh darah 100% akan terjadi infark dengan elevasi segmen
ST, sedangkan bila trombus tidak menyumbat 100% dan hanya menimbulkan stenosis
yang berat akan terjadi angin tak stabil. 6
b. Trombosis dan Agregasi Trombosit
Agregasi platelet dan pembentukan trombus merupakan salah satu dasar terjadinya
angina tak stabil. Terjadinya trombosis setelah plak terganggu disebabkan karena
interaksi yang terjadi antara lemak, sel otot polos, makrofag dan kolagen. Inti lemak
merupakan bahan terpenting dalam pembentukan trombus yang kaya trombosit,
sedangkan sel otot polos dan sel busa (foam cell) yang ada dalam plak berhubungan
dengan ekspresi faktor jaringan dalam plak tak stabil. Setelah berhubungan dengan
darah, faktor jaringan berinteraksi dengan faktor VIIa untuk memulai kaskade reaksi
enzimatik yang menghasilkan pembentukan trombin dan fibrin. 6
Sebagai reaksi terhadap gangguan faal endotel, terjadi agregasi platelet dan platelet
melepaskan isi granulasi sehingga memicu agregasi yang lebih luas, vasokonstriksi dan
pembentukkan trombus. Faktor sistemik dan inflamasi ikut berperan dalam perubahan
terjadinya hemostase dan koagulasi dan berperan dalam memulai trombosis yang
intermiten, pada angina tak stabil. 6
4

c. Vasospasme
Terjadinya vasokonstriksi juga mempunyai peran penting pada angina tak stabil.
Diperkirakan adanya disfungsi endotel dan bahan vasoaktif yang diproduksi oleh
platelet berperan pada perubahan dalam tonus pembuluh darah dan menyebabkan
spasme. Spasme yang terlokalisir seperti pada angina prinzmetal juga dapat
menyebabkan angina tak stabil, dan mempunyai peran dalam pembentukan trombus. 6
d. Erosi pada plak tanpa ruptur
Terjadinya penyempitan juga dapat disebabkan karena terjadinya poliferasi dan migrasi
dari otot polos sebagai reaksi terhadap kerusakan endotel; adanya perubahan bentuk dan
lesi karena bertambahnya sel otot polos dapat menimbulkan penyempitan pembuluh
dengan cepat dan keluhan iskemia.
e. Kadang bisa karena : emboli, kelainan kongenital, penyakit inflamasi sistemik.6
3. Patofisiologi
- Inflamasi
Inflamasi memegang peranan penting terhadap terjadinya gangguan pada plak. Akumulasi dari
makrofag dan limfosit T pada plak aterotrombotik yang disebabkan oleh ekspresi dari molekul
adhesi monosit, sel endotelial, leukosit, dan pelepasan dari kemokin dan sitokin yang
mengarahkan sel-sel inflamasi ke daerah tersebut (Fuster et al, 2008).

Platelet dan leukosit

Aktivasi dan endapan platelet terhadap permukaan trombogenik dari plak yang ruptur penting
dalam patogenesis dari NSTEMI. Aktivasi dari platelet dan leukosit berinteraksi pada fase akut
dari NSTEMI untuk memfasilitasi endapan trombus-platelet (Fuster et al, 2008). Universitas
Sumatera Utara
-

Embolisasi dan mikrosirkulasi koroner

Embolisasi dari trombus platelet dan isi dari plak yang berasal dari plak yang ruptur akan
membuat obstruksi mikrosirkulasi. Akibat obstruksi mikro sirkulasi ini, akan mengaktifkan

kaskade yang termasuk didalamnya inflamasi lokal, cedera jaringan, vasokonstriksi, dan
propagasi dari agregrasi
plateletleukosit insitu. Hal ini merupakan faktor yang berkontribusi penting dalam terjadi
NSTEMI
dan menjadi target dan farmakoterapi

4. Klasifikasi
Pada tahun 1989 Brauwald menganjurkan dibuat klasifikasi supaya ada
keseragaman. Klasifikasi berdasarkan beratnya serangan angina dan keadaan klinik.8
a. Berdasarkan angina :
1) Kelas I: angina yang berat untuk pertama kali, atau makin bertambah beratnya nyeri
dada
2) Kelas II: angina pada waktu istirahat dan terjadinya subakut dalam I bulan, tapi tidak
ada serangan angina dalam 48 jam terakhir
3) Kelas III: adanya serangan angina waktu istirajat dan terjadinya secara akut baik
sekali atau lebih, dalam waktu 48 jam terakhir.8
b. Keadaan klinis:
1) Kelas A. Angina tak stabil sekunder. Berasal dari ektra kardiak yang dapat
memperberat iskemia miokard. Keadaan tersebut dapat menyebabkan berkurangnya
suplai oksigen ke miokard atau meningkatnua kebutuhan oksigen. Keadaan ini
meliputi anemia, demam, infeksi, hipotensi, hipertensi tidak terkontrol, takiaritmia,
stress emosional, tirotoksikosis dan hipoksemia sekunder sampai gagal napas.
2) Kelas B. Angina tak stabil yang primer, tak ada faktor ekstra kardiak.
3) Kelas C. angina yang timbul 2 minggu setelah serangan infark jantung.8
c. Intensitas pengobatan:
1) Tak ada pengobatan atau hanya mendapat pengobatan minimal untuk angina pectoris
stabil kronik.
2) Timbul keluhan walaupun telah dapat terapi yang standar untuk angina pectoris untuk
angina pectoris stabil kronik (pemberian dosis oral konvensional antianginal seperti
penyekat beta, nitrat kerja panjang dan antagonis kalsium).
3) Masih timbul serangan angina tidak stabil walaupun telah diberikan pengobatan anti
iskemik yang maksimum, termasuk dengan nitrat intravena.8
5. Diagnosis
Nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau kadang kala di epigastrium dengan ciri
seperti di peras, perasaan seperti di ikat, perasaan terbakar, nyeri tumpul,rasa penuh, berat
atau tertekan, menjadi persentasi gejala yang sering di temukan pada penderita NSTEMI.
Gejala tidak khas seperti dispnea, mual, diaforesis, sinkop atau nyeri di lengan,
epigastrium, bahu atas atau leher juga terjadi dalam kelompok yang lebih besar pada
pasien-pasien berusia lebih dari 65 tahun. Gambaran EKG, secara spesifik berupa deviasi

segmen ST merupakan hal penting yang menentukan resiko pada pasien. Troponin T atau
Troponin I merupakan pertanda nekrosis miokard yang lebih di sukai, karena lebih spesifik
daripada enzim jantung tradisional seperti CK dan CK-MB. Pada pasien dengan infark
miokard akut, peningkatan awal troponin pada daerah perifer setelah 3-4 jamdan dapat
menetap sampai 2 minggu

6.

Skor Risiko TIMI


Skor resiko merupakan suatu metode untuk stratifikasi resiko, dan angka faktor
resiko. Insidens outcome yang buruk (kematian, (re) infark miokard, atau iskemia berat
rekuren) pada 14 hari sekitar antara 5% dengan skor resiko 0-1, sampai 41% dengan skor
resiko 6-7.skor resiko ini berasal dari analisis pasien-pasien pada penelitian TIMI 11B
dan telah divalidasi pada empat penelitian tambahan dan satu registry. Dengan
meningkatnya skor resiko, telah diobservasi manfaat yang lebih besar secara progresif
pada terapi dengan LMWH versus UFH, dengan platelet GP IIb/IIIa receptor blocker
tirofiban versus placebo, dan strategi invasif versus konservatif.6

Pada pasien untuk semua level skor resiko TIMI, penggunaan clopidogrel
menunjukkan penurunan outcome yang buruk relatif sama. Skor resiko juga efektif dalam
memprediksi outcome yang buruk pada pasien setelah pulang.6
Tabel 4. Skor Resiko TIMI untuk UAP/NSTEMI
- Usia > 65 tahun
- > 3 faktor risiko PJK
- Stenosis sebelumnya > 50%
- Deviasi ST
- > 2 kejadian angina < 24 jam
- Aspirin dalam 7 hari terakhir
- Peningkatan petanda jantung
Skor Resiko TIMI untuk UAP/NSTEMI.6
7. Penatalaksanaan
a. Tindakan Umum
Pasien perlu perawatan rumah sakit, sebaiknya di unit intensif koroner, pasien
perlu diistirahatkan (bed rest), diberi penenang dan oksigen. Sangat dianjurkan
pemberian oksigen tambahan kepada pasien yang sianotik atau terdapat ronki yang
memberat dan jika saturasi oksigen arteri dibawah 90%. Berkurangnya nyeri dada
merupakan target terapi awal. Pemberian morfin atau petidin perlu pada pasien yang
masih merasakan sakit dada walaupun sudah mendapatkan nitrogliserin.11
b. Terapi Medika Mentosa
1) Obat anti-iskemia
a) Nitrat dapat menyebabkan vasodilator pembuluh vena dan arterior perifer, dengan
efek mengurangi preload dan afterload sehingga dapat mengurangi wall stress dan
kebutuhan oksigen (oxygen demand). Nitrat juga menambah oksigen suplai
dengan vasodilatasi pembuluh koroner dan memperbaiki aliran darah kolateral.
Dalam keadaan akut nitrogliserin atau isosorbide dinitrat diberikan secara
sublingual atau melalui infus intravena, yang ada di Indonesia terutama isosorbide
dinitrat, yang dapat diberikan secara intravena dengan dosis 1-4 mg per jam.
Karena adanya toleransi terhadap nitrat, dosis dapat dinaikkan dari waktu ke
waktu. Bila keluhan sudah terkendali infus dapat diganti isosorbide dinitrat per
oral. 11
Kontraindikasi penggunaan nitrat adalah hipotensi dan penggunaan sildenafil atau
inhibitor phosphodiesterase tipe 5 dalam waktu 24 sampai 48 jam sebelumnya.
Nitrat tipikal atau oral kerja panjang dapat dapat digunakan jika pasien sudah
10

bebas nyeri selama 12 sampai 24 jam. Penggunaan dosis nitrat tergantung sediaan
yang ada, diupayakan tercapai kondisi bebas nitrat 8 sampai 10 jam sehingga
dapat dicegah terjadinya toleransi. Terapi nitrat yang berkepanjangan dapat
diturunkan bertahap dalam terapi jangka panjang kecuali telah berkembang
menjadi angina stabil kronik.Preparat :
Nitrogliserin
: Nitromock 2,5 - 5 mg tablet sublingual
Nitrodisc 5- 10 mg tempelkan di kulit
Nitroderm 5-10 mg tempelkan di kulit
Isosorbid dinitrat : Isobit 5-10 mg tablet sublingual
Isodil 5-10 mg tablet sublingual
Cedocard 5-10 mg tablet sublingual11

b) -blocker : dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokardium melalui efek


penurunan denyut jantung dan daya kontraksi miokardium. Berbagai macam betablocker seperti propanolol, metoprolol, dan atenolol. Kontra indikasi pemberian
penyekat beta antra lain dengan asma bronkial, bradiaritmia. 11
Terapi penyekat beta oral harus segera dimulai dalam 24 jam pertama pada pasien
yang tidak mempunyai kotraindikasi: (1) tanda gagal jantung, (2) bukti rendahnya
kardiak output, (3) peningkatan risiko syok kardiogenik, atau (4) kontraindikasi
relative lainnya (interval PR > 0.24 detik, blok jantung derajat 2 atau 3, asma
yang aktif, penyakit saluran napas yang reaktif). Penyekat beta dapat diberikan
dengan dosis rendah pada pasien dengan gagal jantung ketika sudah stabil. Jika
iskemia dan nyeri dada terus berlangsung walaupun telah diberikan terapi nitrat
intravena, penyeka beta intravena dapat diberikan secara hati-hati, yang kemudian
diikuti pemberian secara oral. 11

11

c) Antagonis kalsium : dapat menyebabkan vasodilatasi koroner dan menurunkan


-

tekanan darah. Ada 2 golongan besar pada antagonis kalsium :


golongan dihidropiridin : efeknya sebagai vasodilatasi lebih kuat dan
penghambatan nodus sinus maupun nodus AV lebih sedikit dan efek inotropik

negatif juga kecil (Contoh: nifedipin)


golongan nondihidropiridin : golongan ini dapat memperbaiki survival dan
mengurangi infark pada pasien dengan sindrom koroner akut dan fraksi ejeksi
normal. Denyut jantung yang berkurang, pengurangan afterload memberikan
keutungan pada golongan nondihidropiridin pada sindrom koroner akut dengan
faal jantung normal (Contoh : verapamil dan diltiazem). 11

2) Obat anti-agregasi trombosit


Obat antiplatelet merupakan salah satu dasar dalam pengobatan angina tidak
stabil maupun infark tanpa elevasi ST segmen. Tiga gologan obat anti platelet yang
terbukti bermanfaat seperti aspirin, tienopiridin dan inhibitor GP Iib/IIIa.

12

a) Aspirin : banyak studi telah membuktikan bahwa aspirin dapat mengurangi


kematian jantung dan mengurangi infark fatal maupun non fatal dari 51% sampai
72% pada pasien dengan angina tidak stabil. Oleh karena itu aspirin dianjurkan
untuk diberikan seumur hidup dengan dosis awal 160mg/ hari dan dosis
selanjutnya 80 sampai 325 mg/hari.
b) Tiklopidin : obat ini merupakan suatu derivat tienopiridin yang merupakan obat
kedua dalam pengobatan angina tidak stabil bila pasien tidak tahan aspirin. Dalam
pemberian tiklopidin harus diperhatikan efek samping granulositopenia.
c) Klopidogrel : obat ini juga merupakan derivat tienopiridin yang dapat
menghambat agregasi platelet. Efek samping lebih kecil dari tiklopidin .
Klopidogrel terbukti juga dapat mengurangi strok, infark dan kematian
kardiovaskular. Dosis klopidogrel dimulai 300 mg/hari dan selanjutnya75 mg/hari.
d) Inhibitor glikoprotein IIb/IIIa
Ikatan fibrinogen dengan reseptor GP IIb/IIIa pada platelet ialah ikatan terakhir
pada proses agregasi platelet. Karena inhibitor GP IIb/IIIa menduduki reseptor
tadi maka ikatan platelet dengan fibrinogen dapat dihalangi dan agregasi platelet
tidak terjadi. Pada saat ini ada 3 macam obat golongan ini yang telah disetujui :
- absiksimab suatu antibodi mooklonal
- eptifibatid suatu siklik heptapeptid
- tirofiban suatu nonpeptid mimetik
Obat-obat ini telah dipakai untuk pengobatan angina tak stabil maupun
untuk obata tambahan dalam tindakan PCI terutama pada kasus-kasus angina tak
stabil. 11
3) Obat anti-trombin
a) Unfractionated Heparin
Heparin ialah suatu glikosaminoglikan yang terdiri dari pelbagi rantai polisakarida
yang berbeda panjangnya dengan aktivitas antikoagulan yang berbeda-beda.
Antitrombin III, bila terikat dengan heparin akan bekerja menghambat trombin
dan dan faktor Xa. Heparin juga mengikat protein plasma, sel darah, sel endotel
13

yang mempengaruhi bioavaibilitas. Pada penggunaan obat ini juga diperlukan


pemeriksaan trombosit untuk mendeteksi adanya kemungkinan heparin induced
thrombocytopenia (HIT).
b) Low Molecular Weight Heparin (LMWH)
LMWH dibuat dengan melakukan depolimerisasi rantai plisakarida heparin.
Dibandingkan dengan unfractionated heparin, LMWH mempuyai ikatan terhadap
protein plasma kurang, bioavaibilitas lebih besar. LMWH yang ada di Indonesia
ialah dalteparin, nadroparin, enoksaparin dan fondaparinux. Keuntungan
pemberian LMWH karena cara pemberian mudah yaitu dapat disuntikkan secara
subkutan dan tidak membutuhkan pemeriksaan laboratorium.
c) Direct Thrombin Inhibitors
Direct Thrombin Inhibitors secara teoritis mempunyai kelebihan karena bekerja
langsung mencegah pembentukan bekuan darah, tanpa dihambat oleh plasma
protein maupun platelet factor 4. Hirudin dapat menurunkan angka kematian dan
infark miokard, tetapi komplikasi perdarahan bertambah. Bivalirudin telah
disetujui untuk menggantikan heparin pada pasien angina tak stabil yang
menjalani PCI. Hirudin maupun bivalirudin dapat menggantikan heparin bila ada
efek samping trombositopenia akibat heparin (HIT). 11
4) Tindakan revaskularisasi pembuluh koroner
Tindakan revaskularisasi perlu dipertimbangkan pada pasien dengan iskemi
berat dan refakter dengan terapi medikamentosa. Pada pasien dengan penyempitan di
left main atau penyempitan pada 3 pembuluh darah, bila disertai faal ventrikel kiri
yang kurang tindakan operasi bypass (CABG) mengurangi masuknya kembali ke
rumah sakit. Pada pasien dengan faal jantung yang masih baik dengan penyempitan
pada satu pembuluh darah atau dua pembuluh darah atau bila ada kontraindikasi
tindakan pembedahan PCI merupakan pilihan utama.7
Teknik-teknik invasif misalnya percutaneous

transluminal

coronary

angioplasty (PTCA) dan bedah pintas arteri koroner dapat menurunkan serangan
angina klasik. Dengan PTCA,lesi aterosklerotik didilatasi oleh sebuah kateter yang
dimasukkan melalui kulit ke dalam arteri femoralis atau brakialis dan di dorong ke
jantung. Setelah berada di pembuluh yag sakit, balon yang ada di kateter
digembungkan. Hal ini akan memecahkan plak dan meregangkan arteri. Dengan
bedah pintas, potongan arteri koroner yang sakit diikat, dan diambil arteri atau vena

14

dari tempat lain untuk dihubungkan ke bagian yang tidak sakit. Aliran

darah

dipulihkan

sering

melalui

pembuluh

baru

ini.

Pembuluh

yang

paling

ditransplantasikan adalah vena safena atau arteri mamaria interna. Pemasangan


selang artificial atau stent ke dalam arteri agar tatap terbuka kadang-kadang
dilakukan dengan keberhasilan yang bervariasi. Bedah pintas koroner menghilangkan
nyeri angina tetapi tampaknya tidak mempengaruhi mortalitas jangka-panjang.7
c. Terapi Non Medika Mentosa
1) Istirahat memungkinkan jantung memompa lebih sedikit darah (penurunan volume
sekuncup) dengan kecepatan yang lambat (penurunan kecepatan denyut jantung). Hal
ini menurukan kerja jantung sehingga kebutuhan oksigen juga berkurang. Posisi
duduk adalah postur yang dianjurkan sewaktu beristirahat. Sebaliknya berbaring,
meningkatkan aliran balik darah ke jantung sehingga terjadi peningkatan volume
diastolik akhir, volume sekuncup dan curah jantung.
2) Terapi oksigen untuk mengurangi kebutuhan oksigen jantung.
8. Pencegahan
a. Perubahan life style (termasuk berhenti merokok dan lain-lain), penurunan BB,
penyesuaian diet, olahraga teratur dan lain-lain.11
b. Mengobati faktor predisposisi dan faktor pencetus : stress, emosi, hipertensi, penyakit
DM, hiperlipidemia, obesitas, anemia.12
c. Menghindari bekerja pada keadaan dingin atau stres lain yang diketahui mencetuskan
serangan angina klasik pada seseorang.7
d. Memberikan penjelasan perlunya melatih aktivitas sehari-hari sehingga untuk
meningkatkan kemampuan jantung agar dapat mengurangi serangan jantung.11
9. Komplikasi
a. Infark miokardium (IM) adalah kematian sel-sel miokardium yang terjadi akibat
kekurangan oksigen yang berkepanjanga. Hal ini adalah respon letal terakhir terhadap
iskemia miokardium yang tidak teratasi. Sel-sel miokardium mulai mati setelah sekitar
20 menit mengalami kekurangan oksigen. Setelah periode ini, kemampuan sel untuk
menghasilkan ATP secara aerobs lenyap dan sel tidak memenuhi kebutuhan energinya.12
b. Aritmia : Karena insidens PJK dan hipertensi tinggi, aritmia lebih sering didapat dan
dapat berpengaruh terhadap hemodinamik. Bila curah jantung dan tekanan darah turun
banyak, berpengaruh terhadap aliran darah ke otak, dapat juga menyebabkan angina,
gagal jantung.11
c. Gagal Jantung : Gagal jantung terjadi sewaktu jantung tidak mampu memompa darah
yang cukup untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrien tubuh. Gagal jantung
15

disebabkan disfungsi diastolik atau sistolik. Gagal jantung diastolik dapat terjadi dengan
atau tanpa gagal jantung sistolik. Gagal jantung dapat terjadi akibat hipertensi yang
lama (kronis). Disfungsi sistolik sebagai penyebab gagal jantung akibat cedera pada
ventrikel, biasanya berasal dari infark miokard. 11
10. Prognosis
Pasien dengan Sindroma Koroner Akut dapat memiliki prognosis yang berbeda.
Pada pasien Sindroma Koroner Akut dengan peningkatan konsentrasi troponin terdapat
peningkatan mortalitas pada hari ke 30 atau 6 bulan. Adanya elevasi dari segmen ST
merupakan prediktor kuat untuk menentukan prognosi. 9
DAFTAR PUSTAKA
1. Hamm CW, Bertrand M, Braunwald E. Acute coronary syndrome without ST elevation :
implementation of new guidelines. Lancet 2001; 358: 1533-8
2. Patrono C, Renda G. Platelet activation and inhibition in unstable coronary syndromes. Am
J Cardiol 1997; 80(5A): 17E-20E
3. World Health Organization. Deaths from coronary heart disease. Cited 2011 Nov Available
from URL : http://www.who.int/cardiovascular_diseases/cvd_14_deathHD.pdf
4. Barriento, Aida Suarez; Romero, Pedro Lopez; Vivas, David and et al. Circadian Variations
of Infarct Size in Acute Myocardial Infarctionm, 2011. Accessed 9 Nov 2011. Avalaibale
form:

http://www.suc.org.uy/correosuc/correosuc6-51_archivos/Heart-2011-

CircadianVariations.pdf
5. Aslan, Ahmad. Bathini, Prasantha. Smith, Robert. 2004. ACC/AHA Guidelines for The
Management of Patients with ST Elevation Myocardial Infarction. Cardiac Cath Conference
6. Haru, Sjaharuddin., Alwi, Idrus. 2006. Infark miokard akut tanpa elevasi ST dalam Aru
W.S., Bambang S., Idrus A., Marcelius S.K., Siti S.S (Eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid III. Edisi IV. FK UI. Jakarta.
7. Elizabeth J. Corwin. Buku saku patofisiologi.Edisi ke-3.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC;2009.hal.492-504.
8. Trisnohadi, Hanafi B,. 2006. Angina Pectoris Tak Stabil dalam Aru W.S., Bambang S., Idrus
A., Marcelius S.K., Siti S.S (Eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. FK
UI. Jakarta.
9. Hamm CW, Braunwald E. A Classification of Unstable Angina revised Circulation, 2000.
Accssed 9 Nov 2011. Avalaible from: www.medicalcriteria.com/.../car_angina.htm

16

10. Hamm, Christian W; Bassand, Jean-Pierre; Agewall, Stefan and et al. ESC Guidelines for
the management of acute coronary syndromes in patients presenting without persistent STsegment

elevation,

2011.

Accessed

Nov

2011.

Avalaible

form:

http://www.escardio.org/guidelines-surveys/esc-guidelines/Pages/ACS-non-ST-segmentelevation.aspx
11. Buku ajar Ilmu penyakit dalam jilid II.Edisi ke-6.Jakarta:Interna Publishing;2014.
12. Chung E.K. Penuntun Praktis Penyakit Kardiovaskuler.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC;2000.
13. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia. 2015. Pedoman Tatalaksana
Sindrom Koroner Akut. Edisi III.

17

Anda mungkin juga menyukai