Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN
Keratosis obturans adalah akumulasi atau penumpukan deskuamasi lapisan
keratin epidermis pada liang telinga yang disebabkan oleh terbentuknya sel epitel
yang berlebihan. Keratosis obturans jarang terjadi. Biasanya secara kebetulan
ditemukan oleh pemeriksa dalam pemeriksaan otoskopi. Keratosis obturans
biasanya ditemukan secara bilateral dan dapat disertai dengan bronkiektasis dan
sinusitis kronis.1
Pembentukan plak epitel dengan ukuran yang cukup besar merupakan
kategori penyakit telinga yang langka. Dibeberapa praktek swasta maupun di
rumah sakit, selama seperempat abad terakhir hanya didapatkan sebanyak 2 kasus
saja. Dalam beberapa literature dan penelitian juga telah ditegaskan mengenai
kelangkaan penyakit tersebut. Mueller dan Virchow menyebut pembentukan plak
epitel tersebut sebagai tumor mutiara, memiliki dinding yang ditandai dengan sel
hornified atau lapisan epidermoid yang Nampak seperti sebuah irisan bawang.
Keadaan ini tidak berhubungan dengan telinga bagian tengah, meskipun
sebelumnya riwayat supuratif.2
Referat ini bertujuan mengetahui dan mengenal tanda dan gejala serta
penatalaksanaan dari keratosis obturans berdasar literature yang ditemukan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Keratosis obturans adalah akumulasi atau penumpukan deskuamasi lapisan
keratin pada liang telinga yang disebabkan oleh terbentuknya sel epitel yang
berlebihan, berwarna putih seperti mutiara, sehingga membentuk gumpalan dan
menimbulkan rasa penuh serta kurang pendengaran. Penyakit ini tidak mengenai
pars kartilagenous meateus akustikus eksternur. Bila tidak ditanggulangi dengan
baik akan terjadi erosi kulit dan destruksi bagian tulang meatus akustikus
eksternus.3
2.2 Anatomi
Secara umum telinga terbagi atas telinga luar, telinga tengah dan telinga
dalam. Telinga luar terbentuk dari daun telinga atau aurikula (pinna), liang telinga
atau meatus auditorius externa (MAE), dan membrane timpani. Berikut penjelasan
masing-masing bagian telinga luar :4,5
1. Aurikula atau daun telinga yaitu kartilago yang menangkap gelombang bunyi
dan menjalarkannya ke kanal akustikus eksternal (meatus), suatu lintasan
sempit membrane timpani. Aurikula mempunyai kerangkai dari tulang rawan
yang dilapisi oleh kulit. Di bagian anterior aurikula, kulit tersebut melekat erat
pada perikondrium sedangkan dibagian posterior kulit melekat secara longgar.
Bagian aurikula yang tidak mempunyai tulang rawan disebut lobules.
2. Meatus akustikus externus (MEA) atau liang telinga merupakan saluran yang
menuju kearah telinga tengah dan berakhir pada membrane timpani. Ukuran
MAE 0,5-3 cm. Pada MAE sepertiga bagian lateral dibentuk oleh tulang
rawan yang merupakan kelanjutan dari tulang rawan aurikula dan disebut pars
kartilagenus. Bagian ini bersifat elastic dan dilapisi kulit yang melekat erat
pada perikondrium. Kulit pada bagian ini mengandung jaringan subkutan,

folikel rambut, kelenjar lemak (glandula ceruminosa). Dinding MAE dua


pertiga bagian medial dibentuk oleh tulang dan disebut pars osseus. Kulit yang
meliputi bagian ini sangat tipis dan melekat erat pada periosteum. Pada bagian
ini tidak didapatkan folikel rambut atau kelenjar. Dengan demikian dapat
dimengerti jika serumen dan furunkel hanya dapat ditemukan disepertiga
bagian lateral MAE. Liang telinga memiliki lapisan kulit yang sama dengan
kulit bagian tubuh yang lain yang dilapisi oleh sel skuamosa. Lapisan kulit
liang telinga luar lebih tebal pada bagian tulang rawan dari pada bagian tulang.
Pada liang telinga tulang rawan terdiri dari lapisan epidermis dengan
papillanya, dermis dan subkutan merekat dengan perkondrium. Lapisan kulit
liang telinga bagian tulang mempunyai lapisan yang lebih tipis Karena tidak
mengandung papilla, melekat erat dengan periosteum tanpa lapisan subkutan,
berlanjut menjadi lapisan luar dari membrane timpani dan menutupi sutura
antara tulang tulang timpani dan tulang skuama kulit ini tidak mengandung
kelenjar dan folikel rambut.
3. Membrane timpani memisahkan kavum timpani dengan meatus akustikus
externa. Bentuknya seperi kerucut dengan basis oval dan puncak kerucut
cekung kearah medial. Tepi membrane timpani disebut margo timpani.
Membrane timpani terpasang miring dengan melekat pada suatu lekukan
tulang yang disebut sulkus timpanikus dengan perantara jaringan ikat. Bagian
atas membrane timpani yang berbentuk bulan sabit disebut pars flasida atau
membrane shrapnelli. Pars ini lebih tipis dan lebih lentur terdiri dari lapisan
luar dan lapisan dalam tanpa lamina propria. Bagian bawah berbentuk oval
dengan warna putih mutiara yang disebut pars tensa. Pars tensa ini merupakan
bagian terbesar dari membrane timpani terdiri atas lapisan berupa epitel kulit
yang merupakan lanjutan epitel meatus akustikus eksterna, lapisan tengah
(lamina propria) yang teridir dari lapisan jaringan ikat tersusun sirkular dan
radial dan lapisan dalam yang dibentuk oleh mukosa kavum timpani.

2.3 Fisiologi Pendengaran


Proses mendengar diawali dengan lengkapnya energi bunyi oleh daun
telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke
koklea. Getaran tersebut menggetarkan membrane timpani diteruskan ke telinga
tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplikasikan
getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas
membrane timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini
akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa
pada skala vestibula bergerak. Getaran diteruskan melalui membrane reissner
yang mendorong endolimfe, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara
membrane basilaris dan membrane tektoria. Proses ini merupakan rangsang
mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut,
sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan
sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga
melepaskan neurotransmitter ke dalam sinaps yang akan menimbulkan potensial
aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkkan ke nucleus auditorius sampai
kekorteks pendengaran dilobus temporalis.6
2.4 Epidemiologi
Kejadian keratosis obturans berdasarkan beberapa penelitian menunjukkan
lebih sering pada usia muda, dimana usia dibawah 20 tahun memiliki kejadian
yang lebih tinggi dari semua pasien yang menderita keratosis obturans. Melalui
pemeriksaan fisis, tanda dari keratosis obturans dapat terlihat, meskipun dapat
dilakukan pula pada pemeriksaan penunjang yang lain. Gejala yang dirasakan
penderita sekitar 80% mengeluhkan terjadinya penurunan pendengaran dan rasa
nyeri pada telinga. Pada tahun 1850 tonybee menemukan gejala awal pada
keratosis

Anda mungkin juga menyukai