Anda di halaman 1dari 8

N 75 Diseases Of Bartholin Gland

Penyakit pada Kelenjar Bartholin adalah kelainan yang terjadi pada kelenjar
Bartholin (kelenjar vestibular major) yaitu kelenjar ganda yang terletak di bawah dan di
kiri dan kanan dari pembukaan vagina pada wanita. Kelenjar ini menghasilkan lendir atau
mucus sebagai pelumas ketika senggama, terutama ketika peningkatan hasrat seksual,
yang kemudian akan mendukung kegiatan seksual.(Omole, Simmons, & Hacker, 2003)

(Omole et al., 2003)


N75.0 Cyst Of Bartholin Gland

Definisi Kista Kelenjar Bartholini : Kista adalah kantung yang berisi cairan
atau bahan semisolid yang terbentuk di bawah kulit atau di suatu tempat di dalam
tubuh. Kista kelenjar Bartholin terjadi ketika kelenjar ini menjadi tersumbat.
Kelenjar Bartolini bisa tersumbat karena berbagai alasan, seperti infeksi,
peradangan atau iritasi jangka panjang. Apabila saluran kelenjar ini mengalami
infeksi maka saluran kelenjar ini akan melekat satu sama lain dan menyebabkan
timbulnya sumbatan. Cairan yang dihasilkan oleh kelenjar ini kemudian
terakumulasi, menyebabkan kelenjar membengkak dan membentuk suatu kista.
Suatu abses terjadi bila kista menjadi terinfeksi (Omole et al., 2003)

Etiologi : Kista Bartolini berkembang ketika saluran keluar dari kelenjar


Bartolini tersumbat. Cairan yang dihasilkan oleh kelenjar kemudian terakumulasi,
menyebabkan kelenjar membengkak dan membentuk suatu kista. Suatu abses
terjadi bila kista menjadi terinfeksi. Abses Bartolini dapat disebabkan oleh
sejumlah bakteri. Ini termasuk organisme yang menyebabkan penyakit menular
seksual seperti Klamidia dan Gonore serta bakteri yang biasanya ditemukan di
saluran pencernaan, seperti Escherichia coli. Umumnya abses ini melibatkan
lebih dari satu jenis organisme. Obstruksi distal saluran Bartolini bisa
mengakibatkan retensi cairan, dengan dihasilkannya dilatasi dari duktus dan
pembentukan kista. Kista dapat terinfeksi, dan abses dapat berkembang dalam
kelenjar. Kista Bartolini tidak selalu harus terjadi sebelum abses kelenjar.
Kelenjar Bartolini adalah abses polimikrobial. Meskipun Neisseria gonorrhoeae
adalah mikroorganisme aerobik yang dominan mengisolasi, bakteri anaerob
adalah patogen yang paling umum. Chlamydia trachomatis juga mungkin
menjadi organisme kausatif. Namun, kista saluran Bartolini dan abses kelenjar
tidak lagi dianggap sebagai bagian eksklusif dari infeksi menular seksual. Selain
itu operasi vulvovaginal adalah penyebab umum kista dan abses tersebut. (Omole

et al., 2003)
Patologi: Adanya peradangan pada kelenjar bartholini yang disebabkan oleh
bakteri Gonococcus, kamidia dan escheria colli. Kista bartholini terjadi karena
adanya sumbatan pada salah satu duktus sehingga mucus yang dihasilkan tidak
dapat disekresi sehingga muncul suatu pembengkakan. Sumbatan dapat
disebabkan oleh mucus yang mengental, infeksi, trauma atau gangguan
congenital. Tekanan didalam kista meningkat menyebabkan dinding kelenjar
atau kista mengalami perenggangan dan peradangan yang dapat membuat
pembuluh darah pada dinding kista terjepit sehingga bagian yang lebih dalam

tidak dapat mendapat nutrisi, maka terjadi suatu nekrosis jaringan (ketidak
efektifan perfusi jaringan). Jika terjadi infeksi pada kista bartholini maka kista ini
berubah

menjadi abses yang ukurannya dapat meningkat setiap hari yang

menekan jaringan saraf sehingga merangsang area sensorik dan menimbulkan


rasa nyeri (Omole et al., 2003)
Tindakan ,Pengobatan, dan Terapi :
1. Mandi Sizt
Dengan metode ini, anda bisa berendam dalam bak berisi air hangat. Lakukan hal
ini beberapa kali dalam sehari selama 4 hari. Metode ini membantu mengecilkan
kista yang terinfeksi dan pecah(Omole et al., 2003)
2. Bedah drainase
Jika kista sudah terinfeksi atau ukurannya sudah sangat besar maka dokter ahli
bedah akan melakukan metode drainase ini.(Omole et al., 2003)
3. Antibiotik
Jika kista terinfeksi maupun hasil tes menunjukkan penyakit menular seksual,
maka dokter akan memberikan antibiotic untuk mematikan bakteri penyebab
infeksi. Namun, jika abses di keringkan dengan benar, maka antibiotic tidak
diperlukan.(Omole et al., 2003)
4. Prosedur Pemasangan Kateter
Dokter dapat memasang kateter untuk mengeluarkan abses. Pada prosedur ini,
sayatan kecil dibuat untuk memasukkan kateter berupa pipa dengan ujung balon
tiup ke dalam kista. Setelah nanah atau cairan dikeluarkan, air garam mengisi
balon dan membuatnya mengembang sehingga memenuhi kista. Hal ini bertujuan
menciptakan ruang untuk pertumbuhan sel baru sekaligus untuk menciptakan
saluran permanen agar tidak terjadi penyumbatan kembali di masa datang.(Omole
et al., 2003)
5. Marsupialisasi
Penanganan tergantung kondisi kista dan keluhan yang dirasakan, kalau kelenjar
kista bartholininya kecil dan tidak mengganggu bisa diobservasi saja. Tapi kalau
kistanya besar dan menyebabkan keluhan atau terinfeksi menjadi bisul (abses)
terapi definitifnya berupa operasi kecil (marsupialisasi). Marsupialisasi yaitu
sayatan dan pengeluaran isi kista diikuti penjahitan dinding kista yang terbuka
pada kulit vulva yang terbuka. Tindakan ini terbukti tidak beresiko dan hasilnya
memuaskan. Insisi dilakukan vertical pada vestibulum sampai tengah kista dan
daerah luar cincin hymen. Lebar insisi sekitar 1,5 3 cm, tergantung besarnya
kista kemudian kavitas segera dikeringkan. Kemudian dilakukan penjahitan pada
bekas irisan. Bedrest total dimulai pada hari pertama post operatif(Omole et al.,
2003)

(Omole et al., 2003)


N75.1 Abscess Of Bartholin Gland

Definisi: Abses Bartolini adalah penumpukan nanah yang membentuk benjolan


(pembengkakan) di salah satu kelenjar Bartholin yang terletak di setiap sisi

lubang vagina.(Omole et al., 2003)


Etiologi : Abses bartolini umumnya disebabkan oleh organisme oportunistik,

baik sebagai agen tunggal atau infeksi polymicrobial(Omole et al., 2003)


Patologi : Abses dapat berkembang dari kista bartolini yang terinfeksi. Dan
kadang kelenjar itu sendiri terinfeksi yang semakin memburuk dan menjadi
abses. Banyak jenis kuman (bakteri) dapat menginfeksi kista Bartolini atau
kelenjar yang menyebabkan abses. Kebanyakan kuman yang menyebabkan
infeksi kulit atau urin, seperti Staphylococcus spp dan Escherichia coli. Beberapa
kasus disebabkan kuman menular seksual seperti gonorrhea atau klamidia(Omole

et al., 2003)
Tindakan, Pengobatan Dan Terapi :
1. Antibiotik
Jika kista terinfeksi maupun hasil tes menunjukkan penyakit menular seksual,
maka dokter akan memberikan antibiotic untuk mematikan bakteri penyebab
infeksi. Namun, jika abses di keringkan dengan benar, maka antibiotic tidak
diperlukan.(Omole et al., 2003)
2. Prosedur Pemasangan Kateter
Dokter dapat memasang kateter untuk mengeluarkan abses. Pada prosedur ini,
sayatan kecil dibuat untuk memasukkan kateter berupa pipa dengan ujung balon
tiup ke dalam kista. Setelah nanah atau cairan dikeluarkan, air garam mengisi
balon dan membuatnya mengembang sehingga memenuhi kista. Hal ini bertujuan

menciptakan ruang untuk pertumbuhan sel baru sekaligus untuk menciptakan


saluran permanen agar tidak terjadi penyumbatan kembali di masa datang.(Omole
et al., 2003)
3. Marsupialisasi
Penanganan tergantung kondisi kista dan keluhan yang dirasakan, kalau kelenjar
kista bartholininya kecil dan tidak mengganggu bisa diobservasi saja. Tapi kalau
kistanya besar dan menyebabkan keluhan atau terinfeksi menjadi bisul (abses)
terapi definitifnya berupa operasi kecil (marsupialisasi). Marsupialisasi yaitu
sayatan dan pengeluaran isi kista diikuti penjahitan dinding kista yang terbuka
pada kulit vulva yang terbuka. Tindakan ini terbukti tidak beresiko dan hasilnya
memuaskan. Insisi dilakukan vertical pada vestibulum sampai tengah kista dan
daerah luar cincin hymen. Lebar insisi sekitar 1,5 3 cm, tergantung besarnya
kista kemudian kavitas segera dikeringkan. Kemudian dilakukan penjahitan pada
bekas irisan. Bedrest total dimulai pada hari pertama post operatif(Omole et al.,
2003)
N75.8 Other Diseases Of Bartholin Gland
Bartholinitis

Definisi Bartholinitis : Bartholinitis merupakan infeksi kelenjar Bartholini


(nama diambil dari seorang ahli anatomi belanda) yang letaknya bilateral pada
bagian dasar labia minor. Kelenjar ini bermuara pada posisi kira2 jam 4 dan jam
8. Ukurannya sebesar kacang (0,5-1 cm) dan tidak melebihi 1 cm, dan pada
pemeriksaan dalam keadaan normal kelenjar ini tidak dapat di palpasi, bertugas
mensekresi lendir dengan duktus sepanjang1,5-2cm.Bartolinitis terjadi bila ada
sumbatan pada duktus ini.Bartolinitis ini dapat terjadi berulang-ulang dan
akhirnya dapat menjadi menahun dalam bentuk kista bartolini(Parvathi, Imara, &

Thoduka, 2009)
Etiologi : Bartolinitis disebabkan oleh infeksi kuman pada kelenjar bartolin yang
terletak di bagian dalam vagina agak keluar. Mulai dari chlamydia, gonorrhea,
dan sebagainya. Infeksi ini kemudian menyumbat mulut kelenjar tempat

diproduksinya cairan pelumas vagina.(Parvathi et al., 2009)


Patologi: Sumbatan duktus utama kalenjar bartolin menyebabkan retensi

sekresi dan dilatasi kistik. Kalenjar bartolin membesar. Merah, nyeri dan
lebih panas dari daerah sekitarnya. Isi dalam berupa nanah dapat keluar
melalui duktus atau bila tersumbat (biasanya akibat infeksi), mengumpul
didalam menjadi abses.Lama kelamaan cairan memenuhi kantong kelenjar

sehingga disebut sebagai kista (kantong berisi cairan). Kuman dalam


vagina bisa menginfeksi salah satu kelenjar bartolin hingga tersumbat dan
membengkak.

Jika

tak

ada

infeksi,

tak

akan

menimbulkan

keluhan(Parvathi et al., 2009)


N75.9 Diseases Of Bartholin Gland, Unspecified
Penyakit pada kelenjar bartholini yang tidak dijelaskan secara spesifik.
N76 Other Inflammation Of Vagina And Vulva
Use Additional Code( B95-B98), If Desired, To Identify Infectious Agent.
(gunakan kode (B95-B98) jika ingin mengidentifikasi penyebab dari infeksi)

Definisi : inflamasi pada vagina dan vulva yang lain.


Vulvitis adalah Peradangan pada organ genital eksternal pada wanita yaitu vulva.

(Hornstein, 1960)
Vaginitis adalah peradangan pada vagina yang menyebabkan adanya discharge,

gatal, dan nyeri(Hainer & Gibson, 2011b)


Etiologi :
1. Infeksi.
Infeksi yang paling sering menyebabkan vaginitis adalah infeksi bakteri yaitu
bakteri Gardnerella Vaginalis, infeksi jamur yaitu Candida Albicans , infeksi
protozoa yaitu Trichomonas Vaginalis. Infeksi juga dapat disebabkan oleh kuman
gonokokus dan klamidia trakomatis. Virus human papiloma dan kutu pediculosis
2.

pubis dapat menyebabkan vulvitis. (Mashburn, 2006)


Zat atau benda yang bersifat iritatif, misalnya spermisida, pelumas, kondom,
diafragma, sabun cuci dan pelembut pakaian, zat di dalam air mandi, pembilas
vagina, pakaian dalam yang terlalu ketat dan tidak menyerap keringat.

3.

(Mashburn, 2006)
Pengaruh hormonal, penurunan kadar estogen pada wanita post menopause atau
post partum dinilai dapat menyebabkan vaginitis khususnya atrofi vaginitis.

(Mashburn, 2006)
Patologi : vagina terdiri atas banyak jenis kuman, antar lain basil doderlein,

streptokokkus, stafilokokkus, difteroid, yang dalam keadaan normal hidup


dalam simbiosis diantara mereka. Jika simbiosis ini terganggu, dan jika
kuman-kuman seperti streptokokkus, stafilokokkus, basil koli dan lain-lain
dapat berkembang biak, timbullah vaginitis non spesifik. Antibiotik,
kontrasepsi, hubungan seksual, stress dan hormone dapat merubah

lingkungan vagina dan dapat memungkinkan organism pathogen tumbuh.


Pada vaginosis bacterial dipercayai bahwa beberapa kejadian yang
provokatif menurunkan jumlah hydrogen peroksida yang diproduksi C.
acidophilus

organism.

Hasil

dari

perubahan

pH

yang

terjadi

memungkinkan perkembangbiakan berbagai organism yang biasanya


ditekan pertumbuhannya seperti G. vaginalis, M.Hominis, dan Mobiluncus
spesies. Organism tersebut memproduksi berbagai produk metabolik
seperti amine, yang akan meningkatkan pH vagina dan menyebabkan
ekspoliasi sel epitel vagina. Amine inilah yang menyebabkan adanya bau
yang tidak enak pada infeksi vaginosis bacterial dengan fisiologi yang
sama, perubahan lingkungan vagina, seperti peningkatan produksi
glikogen pada saat kehamilan dan tingkat progesterone karena kontrasepsi
oral memperkuat penempelan C.albikans ke sel epitel vagina dan
memfasilitasi pertumbuhan jamur. Perubahan ini dapat mentransformasi
kondisi

kolonissi organism yang asimptomatik menjadi infeksi yang

simptomatik. Pada pasien dengan trikomoniasis perubahan tingkat


estrogen dan progesterone sebagaimana juga peningkatan pH vagina dan
tingkat glikogen dapat memperkuat pertumbuhan dan virulensi trikomonas

vaginalis. (Hainer & Gibson, 2011b)


Treatment :
Vaginitis causa jamur dapat diberikan terapi berupa miconazole, clotrimazole,
butoconazole atau terconazole ( bisa dalam bentuk krim, tablet vagina atau
suppositoria ). Fluconazole atau ketoconazole dalam bentuk tablet. (Hainer &

Gibson, 2011a)
Vaginitis causa bakteri biasanya diberikan metronidazole atau clindamycin
( tablet vagina ) atau metronidazole tablet. Jika penyebabnya gonokokus biasanya
diberikan suntikan seftriakson dan tablet doksisiklin. Untuk infeksi klamidia
dapat diberikan Doxycylin atau azitromicin ( tablet ). Untuk infeksi trikomonas

dapat diberikan metronidazole tablet. (Hainer & Gibson, 2011a)


Vulvitis causa human papiloma virus diberikan asam triklorasetat atau untuk
infeksi yang lebih berat diberikan larutan nitrogen atau fluouracil yang dioleskan
ke kulit vulva. Sedangkan untuk causa herpes virus diberikan asiklovir tablet.
(Dennerstein, 2001)

DAFTAR PUSTAKA
Dennerstein, G. (2001). The treatment of Candida vaginitis and vulvitis. Australian
Prescriber, 24(3), 6264.
Hainer, B. L., & Gibson, M. V. (2011a). Vaginitis: Diagnosis and treatment. American
Family Physician, 83(7), 807815. https://doi.org/10.2165/00003495-19720405000004
Hainer, B. L., & Gibson, M. V. (2011b). Vaginitis. American Family Physician, 83(7),
80715.
Hornstein, O. (1960). [Vulvitis chronica plasmacellularis]. Hautarzt, 11, 165171.
Retrieved from http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/13715925
Mashburn, J. (2006). Etiology, diagnosis, and management of vaginitis. Journal of
Midwifery & Womens Health, 51(6), 423430.
https://doi.org/10.1016/j.jmwh.2006.07.005
Omole, F., Simmons, B. J., & Hacker, Y. (2003). Management of Bartholins duct cyst
and gland abscess. American Family Physician, 68(1), 135140.
https://doi.org/10.1016/j.ejogrb.2015.04.008
Parvathi, S., Imara, A., & Thoduka, T. (2009). Bartholinitis caused by <i>
Streptococcus pneumoniae</i>: Case report and review of literature. Indian
Journal of Pathology and Microbiology, 52(2), 265. https://doi.org/10.4103/03774929.48941

Anda mungkin juga menyukai