Anda di halaman 1dari 22

A.

Judul Penelitian
Kajian AMS (Anisotropy of Magnetic Susceptibility) Bidang
Sesar Batuan Sedimen Formasi Kebo Butak, Pegunungan
Baturagung, Klaten

B.

Bidang Ilmu
Bidang ilmu adalah ilmu-ilmu MIPA (Geofisika ).

C.

Pendahuluan
Geofisika adalah cabang ilmu kebumian yang mempelajari

aspek-aspek dan fenomena-fenomena fisis bumi dengan menggunakan metoda-metoda ilmu fisika. Salah satu metode geofisika
adalah metode AMS (Anisotropy of Magnetic Susceptibility). Metode
ini menggunakan sifat magnetic untuk mengungkap penjajaran
mineral batuan yang diteliti.
Batuan yang dipilih untuk penelitian ini adalah batuan
sedimen dari Formasi Kebo Butak, bagian bawah berupa
batupasir berlapis baik, batulanau, batulempung, serpih, tuf,
dan aglomerat; bagian atasnya berupa perselingan batupasir dan
batulempung dengan sisipan tipis tuf asam.
Formasi Kebo Butak tersebar di kaki utara pegunungan
Baturagung, sebelah selatan Klaten, tertindih selaras Formasi
Semilir dan diduga menindih takselaras Formasi Wungkal.
Batuan

semacam

ini

sangat

baik

digunakan

untuk

penelitian AMS karena materialnya banyak mengandung butiranbutiran yang bersifat magnetik.
Sepengetahuan peneliti hingga kini belum ada makalah
hasil penelitian tentang pola AMS bidang sesar secara rinci dari
Formasi Kebo Butak. Diharapkan penelitian ini dapat membantu
mengungkapkan sebagian gejala-gejala fisis berupa kompresi
1

yang terekam pada material pembentuk Formasi Kebo Butak.


Untuk dapat mengungkap gejala-gejala fisis yang terekam dalam
tubuh batuan Formasi Kebo Butak yang mengalami aktivitas
tektonik berupa patahan/sesar diambil sampel di tempat-tempat
yang tersingkap adanya sesar di Formasi Kebo Butak. Penelitian
ini dilakukan di wilayah pegunungan Baturagung. Daerah ini
dipilih karena banyak dijumpai singkapan yang menunjukkan
adanya aktivitas tektonik berupa patahan/sesar dan batuannya
masih relatif segar sehingga tidak akan hancur saat dicuplik
dengan bor.
Penelitian yang diusulkan ini akan mengkaji mengenai pola
anisotropi suseptibilitas magnetik pada tubuh batuan sedimen
Formasi Kebo Butak yang telah terkena aktivitas tektonik,
khususnya pada bidang sesar. Pola anisotropi suseptibilitas
magnetik bidang sesar perlu diteliti, sebab dengan diketahuinya
pola anisotropi suseptibilitas magnetik, akan dapat diketahui
pola penjajaran mineral batuan. Pola penjajaran mineral akan
sangat bermanfaat bagi ahli-ahli geologi untuk menjelaskan
aktivitas geologi yang menimpa batuan pembentuk formasi
khususnya yang berkaitan dengan arah gaya penyebab adanya
aktivitas tersebut.
D.

Perumusan Masalah
Menurut Mahfi dan Khumaedi (1998) penjajaran mineral

batuan sedimen yang belum mengalami aktivitas tektonik akan


sejajar dengan arah pengendapannya, hal ini ditunjukkan oleh
adanya kecocokan antara arah aruspurba di lapangan dengan
arah suseptibilitas maksimum hasil analisis dengan metode
AMS. Sementara batuan sedimen yang sudah berumur tua sering
mengalami banyak aktivitas tektonik. Dari sini dapat diturunkan
masalah sebagai berikut.
2

Bagaimana pola AMS batuan sedimen yang telah mengalami


aktivitas tektonik khususnya di bidang sesar?

E.

Tinjauan Pustaka

1. Jenis-Jenis Sesar
Anderson, 1951 (vide Hills, 1970) membagi sesar menjadi
tiga macam, yaitu sesar naik ( reverse faul t), sesar geser (strike
fault ) dan sesar turun ( normal fault ). Penyebab terbentuknya
jenis sesar

adalah variasi dari orientasi ketiga stress utama

terhadap permukaan bumi. Ketiga stress utama tersebut adalah


1 , 2 dan 3 dengan 1

3 seperti pada gambar 5.

Apabila 3 mempunyai arah vertikal sedangkan 1 dan 2 dengan


arah horisontal, maka akan

diperoleh sesar naik. Apabila 2

dengan arah vertikal serta 1 dan 3 dengan arah horisontal,


maka akan diperoleh sesar geser. Apabila 1 mempunyai arah
vertikal serta 2 dan 3 dengan arah horisontal, maka akan
diperoleh sesar turun.

Gambar 1 Tiga jenis sesar ( Hills, 1970 )


FW (Foot wall) dan HW (Hanging Wall)

Aki

dan

Richard (1980)

menggambarkan model sesar

(Gambar 6) berdasarkan parameternya. Parameter sesar terdiri


dari strike (), dip () dan rake atau slip (). Strike adalah jurus
bidang sesar yang diukur dari arah utara ke timur (0 sampai
3600 ). Dip adalah sudut yang dibentuk oleh bidang sesar dengan
bidang

horisontal

(0 sampai 900 ). Sedangkan

rake

adalah

sudut yang dibentuk oleh arah slip dengan arah horisontal (


1800 sampai + 1800 ). Dalam hal ini jenis sesar dapat ditentukan
berdasarkan parameter strike, dip dan rake sebagai berikut :

Sesar geser, jika = 900 dan = 0 (geser kiri) atau = 1800


(geser kanan)

Sesar turun, jika 0 atau 900 dan 1800 00

Sesar naik, jika 0 atau 900 dan 00 + 1800

Gambar 2.Model sesar berdasarkan parameternya


(Aki dan Richard, 1980)

2. Jenis Batuan Penelitian


Secara fisiografi van Bemmelen (1949) mengemukakan
bahwa Formasi Kebo Butak di daerah penelitian termasuk zona
Pegunungan Selatan dan merupakan perbukitan terangkat yang
miring ke selatan. Material dari formasi ini menurut Suyoto dan
Santoso (1986) terdiri dari perselingan antara tuf, lapili, breksi
piroklastik,

kadang-kadang

dijumpai

sisipan

lempung

dan
4

batupasir

volkanik.

Material-material

ini

mayoritas

adalah

merupakan hasil kegiatan volkanik.


Dari uraian di atas menunjukkan bahwa Formasi Kebo
Butak dibentuk dari proses pengendapan material hasil kegiatan
volkanik. Sedangkan pengendapannya berada pada lingkungan
perairan berarus, dan sampai saat ini Formasi Kebo Butak telah
banyak mengalami perlipatan dan patahan akibat adanya
aktivitas tektonik namun sampai saat ini menurut pengamatan
peneliti

belum

ada

tulisan

atau

hasil

penelitian

yang

menunjukkan pola anisotropi magnetik pada Formasi Kebo


Butak, khususnya di zona-bidang sesar/patahan.
3. Metode AMS
Ditinjau

dari

metode

yang

digunakan,

metode

AMS

semenjak diperkenalkan di sekitar tahun enam puluhan banyak


mendapat perhatian dari para ahli ilmu kebumian. Aspek-aspek
teori, instrumentasi dan pemakaiannya terus dikembangkan dari
waktu ke waktu. Teori-teori yang mendasari metode ini antara
lain dikemukakan oleh R.W. Girdler ( 1961), T. Nagata (1971),
F.D. Stacey dan S.K. Benerjee (1974), V. Jelinek (1981), D.W.
Collinson (1983), Catherine Constable dan Lisa Tauxe (1990) dan
Barry R. Lienert (1991). Instrumen yang mutakhir yang diberi
nama Kappabridge KLY 2 dan perangkat lunaknya yang diberi
nama Program ANISO 20 dikembangkan oleh V. Jelinek dan M
Frankova (1995).
Sedangkan

AMS

sendiri

adalah

suatu

gejala

yang

menunjukkan perbedaan nilai suseptibilitas magnetik pada


suatu material berdasarkan arah pengukuran suseptibilitas-nya.
Secara kuantitatif AMS suatu sampel batuan dinyatakan oleh

perbandingan

antara

suseptibilitas

maksimum

dengan

suseptibilitas minimumnya.
Secara umum dapat dikatakan ada dua penyebab yang
berpengaruh terhadap adanya AMS pada batuan, yaitu bentuk
butiran material magnetik dan ketidak-isotropian kristal (Uyeda
dkk, 1963), secara umum faktor itu bekerja secara bersamaan,
tetapi pada kemagnetan batuan efek itu sering bekerja secara
terpisah. Bentuk butir-butir mineral batuan yang tidak bulat,
adakalanya

menimbulkan

foliasi

yang

kasat

mata,

tetapi

adakalanya menimbulkan foliasi yang tidak kasat mata. Dalam


hal yang kedua inilah metode-metode geologi dan geofisika
konvensional tidak mampu melihat adanya foliasi pada batuan
yang tidak kasat mata. Pada metode geologi dan geofisika
konvensional panca indera merupakan variabel yang dominan
dalam

menen-tukan

pengamatan.

Hal

ini

sering

banyak

menimbulkan banyak kesalahan karena sifat nisbinya sangat


besar. Pada metode AMS kesalahan pengamatan panca indera
yang demikian ini dapat dikurangi bahkan dapat dihindarkan.
Dengan metode AMS, foliasi yang tidak kasat mata masih dapat
dideteksi dengan cara tidak langsung, yaitu melalui pengukuran
nilai suseptibilitasnya.
Penelitian dengan metode AMS telah banyak digunakan
untuk menentukan asal batuan endapan., Incoronato dkk ( 1983
) melakukan penelitian untuk menentukan daerah sumber aliran
pyroclastic di Phlegrean Fields, Italy selatan. Ellwood (1982)
menemukan bahwa lineasi magnetik secara umum mengikuti
azimuth aliran di sembarang kaldera di barat-daya Colorado.
Elston dan Smith (1970) menemukan bahwa sumbu panjang dari
butiran

berbentuk

memanjang

cenderung

sejajar

terhadap

sumbu aliran dalam bidang perlapisan. Penelitian AMS oleh


6

Stone (1962) di daerah Balquhidder dan Caf Tecut, Libia pada


batuan

Phonolite

menunjukkan

dan

bahwa

batuan

arah

sumbu

malihan

terlipat,

suseptibilitas

juga

minimum

normal terhadap bidang foliasi. Hillhouse dan Wells (1991) telah


berhasil menentukan arah aliran dan daerah sumber material tuf
di Arizona, California dan Nevada.
Di

Indonesia

sembilan

penelitian

puluhan

disebabkan

oleh

belum
tidak

suseptibilitas batuan.

semacam

pernah
adanya

itu

sampai

dikembangkan,
alat

untuk

tahun
hal

ini

mengukur

Tetapi dengan adanya alat tersebut di

Laboratorium Geofisika FMIPA UGM pada tahun 1995, penelitian


semacam itu sudah mulai dilakukan di Indonesia. Peneliti
perintis tersebut antara lain M.Aryono Adhi (1998) yang meneliti
pola AMS pada batuan beku pegunungan Jiwo Bayat Klaten,
Mahfi dan Khumaedi (1998) dengan Studi Kelayakan Metode
AMS Untuk Penentuan Arah Aruspurba Pada Batuan Sedimen
dan Khumaedi (1998) dengan studi Palaeocurrent dengan metode
AMS

pada

Formasi

Kebo

Butak

Kabupaten

Gunungkidul

Yogyakarta. Hasil yang diperoleh dari penelitian Mahfi dan


Khumaedi (1998) menunjukkan bahwa metode AMS layak
digunakan untuk penentuan aruspurba batuan sedimen. Hal ini
disimpulkan berdasarkan kesesuaian arah aruspurba yang
tersingkap

di

lapangan

melalui

arah

silang-siur

dan

kecenderungan arah suseptibilitas maksimum batuan yang


dicuplik.
Dengan adanya alat pengukur susebtibilitas magnetik atau
yang sering disebut dengan Kappabridge dan pengambilan
contoh batuan terorientasi serta analisis yang sistematis akan
dapat diketahui arah sumbu suseptibilitas maksimum (maks),
suseptibilitas antara (ant) dan suseptibilitas minimum (min).
7

Dari plot ketiga sumbu suseptibilitas utama tersebut dalam


stereonet akan terlihat pola anisotropi suseptibilitas magnetik
dari batuan yang diambil.
Suseptibilitas magnetik dari suatu material sendiri adalah

tetapan kesebandingan antara magnetisasi M dan intensitas


medan magnet H dinyatakan dengan . Untuk material yang

secara magnetik linear dan tidak isotrop didefinisikan sebagai M


= H. Dalam pengukuran, sesungguhnya yang terbaca adalah
bukan besarnya magnetisasi tetapi besarnya vektor polarisasi
magnetik imbas J, dimana J = oH dan merupakan tensor
simetri orde dua. Tensor yang demikian dapat dinyatakan secara
lengkap dengan elipsoid triaksial dengan suseptibilitas utama 1,

2, 3 (1>2 >3). Dalam hal ini suseptibilitas rerata didefinisikan


sebagai = (1 + 2 + 3 )/3 (Jelinek, 1981). Suseptibilitas
magnetik dari batuan akan dapat dipahami melalui suseptibilitas
magnetik dalam medan yang lemah, dimana batuan bersifat
sebagai material yang secara magnetik linear dalam zantara
anisotrop.
4. Tensor Suseptibilitas
Dalam

suatu

zantara

yang

secara

magnetik

linear,

intensitas medan magnetik H dengan komponen H1, H2, H3 dan


vektor polarisasi magnetik imbas J dengan komponen J1, J2, J3
dapat

dihubungkan

dalam

sistem

koordinat

kartesian.

Hubungan linear komponen-komponen kedua vektor itu dapat


dinyatakan dalam persamaan matriks berikut.
J1
J2
J3

11 12 13
= o

21 22 23

H2

31 32 33

H3

(1)
8

Di sini o merupakan permeabilitas ruang hampa ( 4 10-7 H/m)


dan ij merupakan konstanta tidak berdimensi yang dapat
ditafsirkan

sebagai

komponen-komponen

tensor

orde

dua,

disebut dengan tensor suseptibilitas, dan dinyatakan dengan .


Jika pernyataan matriks vektor H, J dan tensor dalam
sistem koordinat yang telah ditentukan juga menggunakan
simbul H, J dan tensor , maka persamaan (1) dapat dituliskan
menjadi ,
J = H
(2)
Jika tensor suseptibilitas simetri, maka berlaku
ij = ji

i,j = 1, 2, 3

(3)
dan dengan demikian hanya akan terdapat enam komponen
bebas.
Jika arah tertentu yang dipilih didefinisikan melalui vektor
satuan d , maka matriks yang menyatakan vektor tersebut juga
dinyatakan dengan d .

d
1
d

d
2

(4)
Dipilih vektor intensitas medan magnetik H sejajar dengan
arah ini, sehingga berlaku

H
Hd
(5) dengan H selalu positip yang menyatakan besar
intensitas medan magnetik.
Vektor polarisasi magnetik imbas J pada umumnya mempunyai arah menyimpang terhadap arah vektor H. Jika proyeksi
tegak lurus ke arah d dinyatakan dengan JD, maka
JD = dT J
(6)
dengan dT adalah matriks transpose dari d .
Dari persamaan 2, 5 dan 6 diperoleh persamaan,
JD = dT d H
(7)
Jika dT dinyatakan dengan notasi D, maka persamaan (7)
dapat dinyatakan menjadi lebih sederhana.
JD = D d H
(8)
Besaran D yang didefinisikan di atas disebut suseptibilitas
zantara yang terarahkan terhadap arah d .

5. Penentuan Tensor Suseptibilitas


Tensor suseptibilitas dapat ditentukan berdasarkan suseptibilitas yang terarahkan. Dengan mengingat tensor suseptibilitas
yang memiliki enam komponen bebas, maka hanya diperlukan
pengukuran enam suseptibilitas yang terarahkan dalam enam
arah yang dipilih. Meskipun demikian pengukuran dilakukan
dalam jumlah arah yang lebih banyak, sehingga ralat yang terjadi
10

akan dapat dikurangi. Selanjutnya terdapat kemungkinan untuk


meramal-kan ketepatan hasil yang diperoleh secara statistik dan
menghilang-kan kesalahan pengukuran.
Perhitungan yang dilakukan menggunakan metode kuadrat
terkecil. Hubungan dari hasil-hasil yang diperoleh untuk n arah
menurut Girdler (1961) dapat ditulis dalam bentuk,
D = li lj
D =
(9)
atau
= B D
(10)
dimana: li, lj = cosinus arah terhadap sumbu ke i dan sumbu ke j
= matriks cosinus arah untuk masing-masing arah
pengukuran suseptibilitas.

1 T

11 22 33 12 23 31
D D1 D 2 ............ Dn

(11)
B merupakan matriks 6 x n dan Matriks B tetap untuk sistem
yang telah ditetapkan dan dengan mudah dapat dihitung.
F.

Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah

untuk dapat memberikan

informasi tentang pola anisotropi

suseptibilitas magnetik batuan sedimen bidang sesar yang


diakibatkan adanya aktivitas tektonik dan fisis pada material
pembentuk Formasi Kebo Butak.
11

G.

Kontribusi Penelitian
Ditinjau dari tujuan yang akan dicapai, yaitu mendapatkan

informasi mengenai pola anisotropi suseptibilitas magnetik yang


berkaitan dengan aktivitas tektonik yang dialami oleh batuan
pembentuk Formasi Kebo Butak di pegunungan Baturagung
maka penelitian ini akan memberi kontribusi pada para ahli
geologi dalam studi geologi struktur Formasi Kebo Butak. Dari
pola anisotropi magnetik juga dapat diprediksi arah gaya tekan
yang menyebabkan terjadinya sesar/patahan maupun interpolasi
bidang sesar yang mungkin di lapangan tidak tampak karena
sudah tertutup oleh endapan hasil erosi lapisan di bagian atas.
Dengan hasil prediksi ini maka dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan

dalam

perencanaan

pengembangan

dan

pembangunan di daerah yang terjadi patahan.


H.

Metode Penelitian
Penelitian ini akan mengungkap pola anisotropi magnetik

yang terekam dalam tubuh batuan dengan mengambil contoh


singkapan batuan sedimen Formasi Kebo Butak yang berumur
miosen di daerah pegunungan Baturagung Kecamatan Sambeng
dan sekitarnya yang termasuk Kabupaten Gunungkidul, DIY dan
Jawa Tengah. Mengenai bahan, alat, jalannya penelitian dan
analisis dapat diuraikan sebagai berikut.
1. Bahan Penelitian
Bahan

penelitian

berupa

cuplikan

batuan

sedimen

terorientasi (oriented samples) ukuran standar (volume +10 cm3,


diameter 2,5 cm dan tinggi 2,1 cm) dari Formasi Kebo Butak,

12

yang telah diketahui terdiri dari tuf, breksi, batu apung dasitan,
batupasir tufan dan serpih.
2. Alat Penelitian
Alat yang digunakan untuk penelitian ini dapat dibagi
menjadi dua bagian, yaitu terdiri dari alat yang dipakai di
lapangan untuk memperoleh contoh batuan terorientasi dan alat
yang dipakai di laboratorium untuk pengukuran AMS. Alat-alat
ini dapat diuraikan sebagai berikut.

2.1. Peralatan Lapangan


a. Palu Geologi
Alat ini digunakan untuk mengambil contoh batuan untuk
diteliti

sebelum

dibor.

Langkah

ini

dimaksudkan

untuk

mengetahui jenis batuan dan apakah batuan yang akan diambil


masih segar atau tidak.
b. Field Rock Magnetic Suscepbility Meter, Kappa meter KT-5.
Alat

ini

digunakan

magnetik batuan

untuk

pengukuran

suseptibilitas

yang akan diambil sebagai contoh. Alat ini

mempunyai interval pengukuran dari 9,99x10-3 sampai 999x10-3


satuan

SI.

suseptibilitas

Dari

pengukuran

magnetik

batuan

ini

dapat

yang

diketahui

akan

diambil

apakah
dapat

terdeteksi atau tidak. Jika batuan yang akan diambil tidak


terdeteksi besarnya suseptibilitas, maka pengambilan contoh
harus dilakukan di tempat lain yang suseptibilitasnya terdeteksi.
Dengan demikian pekerjaan ini akan memperkecil kesalahan
dalam memilih contoh batuan yang ada di lapangan sebelum
dibawa ke Laboratorium. Selain itu cara ini juga menghemat
waktu

dan

energi

karena

peneliti

tidak

akan

melakukan

pengeboran pada batuan yang tidak terukur suseptibilitasnya.


13

Penggunaan mata bor yang mahal harganya juga menjadi lebih


hemat.
c. Bor Teras, Pomeroy E-Z Core Rock Drill.
Alat ini berupa bor jinjing yang terdiri dari pipa bor
berongga dengan diameter 2,5 cm yang dipasang pada sumbu
motor. Mata bor terbuat dari campuran baja yang tidak mudah
berkarat dengan intan. Pipa bor ini dilengkapi dengan lubang
saluran

untuk

melewatkan

air

sebagai

pendingin

saat

pengeboran berlangsung. Bor lapangan yang digunakan ini juga


dilengkapi dengan cairan pendingin (soluble oil).
d. Alat Orientasi Medan.
Alat ini digunakan untuk mengetahui kedudukan sampel
di tempat penyuplikan. Peralatan orientasi yang digunakan
adalah kompas magnet Brunton yang diletakkan diatas papan
orientasi yang diberi tabung alumunium bercelah di sebelah
depan penngamat dan memanjang sejajar dengan tabung. Celah
ini digunakan untuk memberi tanda orientasi pada contoh
batuan. Pada papan orientasi terdapat skala sudut untuk
pengukuran dip (kemiringan) sampel yang dinyatakan dengan
dip

meja

papan.

menentukan

sudut

Sedangkan
jurus

kompas

(strike)

digunakan

sampel

yang

untuk

dicuplik.

Disamping itu, kompas juga digunakan untuk mengukur arah


dan kemiringan sesar yang tersingkap.

2.2. Peralatan Laboratorium


a. Gergaji
Digunakan untuk memotong contoh dengan panjang 2,1
cm agar sesuai dengan alat pengukur ( holder) KLY-2.1 yang ada.
Alat

pemotong

ini

dapat

dikatakan

sangat

teliti

karena
14

mempunyai ketelitian membedakan potongan contoh batuan


sampai dengan beda panjang 0,01 mm.
b. Magnetic Suscepbility Bridge, Kappabridge KLY2.1.
Alat ini dirancang untuk pengukuran susepbilitas magnetik
batuan dan ketidak-isotropiannya. Pada dasarnya perangkat ini
bekerja berdasarkan perubahan induktansi koil yang berada
dalam standar pickup unit akibat adanya specimen batuan
(potongan contoh batuan). Standar pickup unit ini dirancang
untuk pengukuran AMS dari specimen dalam bentuk tertentu
mempunyai volume 10 cc. Untai jembatan KLY-2 mempunyai
presisi (ketelitian) sebesar + 0,1% + 1 hitungan dalam satu range
dengan laju pengukuran mendekati 4 detik serta sensitifitas
4x10-8 sehingga memungkinkan

pengukuran pada specimen

batuan dengan sifat magnetik sangat lemah.


c. Perangkat lunak Aniso 20 dan Komputer
Perangkat

ini

digunakan

untuk

menganalisis

dan

menyimpan data hasil pengukuran AMS Kappabridge KLY2.1.


Hasil analisis ini dapat ditampilkan lewat layar monitor maupun
dicetak.

Hasil

analisis

data

antara

lain

berupa

besarnya

suseptibilitas magnetik dan arah suseptibilitas utama masingmasing spesimen, plot stereonet arah suseptibilitas utama
sejumlah spesimen.
3. Jalan Penelitian
3.1. Survai lapangan
Langkah ini ditujukan untuk melihat jenis dan kondisi
batuan serta memilih daerah penelitian sehingga peneliti tidak
mengalami kesulitan dan salah dalam mengambil contoh batuan.
Hasil survai adalah pembuatan strategi calon singkapan yang
akan diambil.
15

3.2. Pengambilan contoh batuan


Setiap contoh batuan terorientasi yang terambil diberi kode
dan tanda yang menunjukkan site asalnya. Dalam penelitian ini,
tanda orientasi yang digunakan adalah

tanda orientasi yang

mengarah ke atas. Sedangkan orientasi sampel yang terukur


adalah strike dan dip dari masing-masing lobang bor, juga
diukur strike dan dip dari perla-pisan dan sesar tiap-tiap site
yang dipilih. Sebelum diangkut, setiap contoh batuan terorientasi
dimasukkan dalam plastik klip dan dipak rapat untuk mencegah
gesekan.
Selanjutnya

contoh

batuan

terorientasi

dipotong

di

Laboratorium menurut ukuran baku yakni mempunyai panjang


2,1

cm

dengan

gergaji

batu

dan

selanjutnya

specimen

dikeringkan secara alamiah. Setelah kering, kode dan tanda


orientasi pada masing-masing specimen diperjelas dan deberi
nomor urut dari yang paling bawah ke bagian yang lebih atas.
Contoh-contoh batuan ini disusun sedemikian rupa sehingga
memudahkan untuk melakukan pengukuran secara sistematis.
3.3. Pengukuran
Contoh yang telah diberi tanda orientasi, diukur dengan
menggunakan Kappabridge KLY 2.1. Pengukuran spesimen
dilakukan

dengan

15

posisi

pengukuran

sesuai

dengan

perangkat lunak yang ada. Kelimabelas posisi pengukuran


tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.
Posisi pengukuran lima kali pertama, sumbu spesimen
horisontal. Pengubahan posisi pengukuran spesimen dilakukan
dengan memutar spesimen dari posisi 1-5 dan spesimen
mengarah ke pengukur seperti terlihat pada Gambar 4.
Untuk posisi pengukuran lima kali kedua, spesimen
terpasang pada holder tepat seperti pada Gambar 3b dan untuk
16

mengubah

posisi

pengukuran,

pengukur

memutar

holder

sehingga panah ganda pada holder berada pada posisi 6-10


seperti tampak pada Gambar 4. Sedangkan untuk posisi
pengukuran lima kali ketiga, spesimen terpasang pada holder
tepat seperti pada Gambar 3c dan untuk mengubah posisi
pengukuran, pengukur memutar holder sehingga panah tripel
pada holder berada pada posisi 11-15 seperti tampak pada
Gambar 4.

Gambar 3. a). Tanda spesimen silinder untuk pengukuran anisotropi


b). Posisi spesimen silinder dalam kapsul silinder untuk
posisi
pengukuran 6 sampai 10
c). Posisi spesimen silinder dalam kapsul silinder untuk
posisi
pengukuran 11 sampai 15

Gambar 4. Pola putar 15 posisi pengukuran untuk spesimen silinder

17

3.4. Analisis hasil


Data dari hasil pengukuran pada langkah 3.3. dianalisis
dengan program ANISO 20 sehingga diperoleh besar dan arah
suseptibilitas utama sampel yang diukur. Selanjutnya seluruh
data hasil analisis dikelompokkan berdasarkan site masingmasing sampel. Dari kelompok data tersebut kemudian diplot
dalam proyeksi stereonet lower hemisphere sama luas ( equalarea,

lower

hemisphere

projection

).

Dari

plot

stereonet

suseptibilitas utama dan rerata berdasarkan bobot masingmasing suseptibilitas utama akan dapat diketahui pola anisotropi
magnetik yang terekam dalam tubuh batuan formasi yang
terambil .

18

I.

JADWAL PENELITIAN
Bulan ke

Kegiatan penelitian
Persiapan :
a. Studi pustaka, proposal
b.Orientasi & perijinan
c. Persiapan kerja lapangan
Pelaksanaan :
a. Kerja lapangan :
- survai
- pencuplikan sampel
b. Kerja laboratorium :
preparasi, pengukuran dan
data entry
Penyelesaian :
a. Pengolahan data
b. Pembahasan dan kesimpulan
c. Penulisan laporan
J.

Personalia Penelitian

1. Ketua Peneliti
a. Nama Lengkap dengan gelar
b. Golongan Pangkat dan NIP
658
c. Jabatan sekarang
d. Jabatan Struktual
e. Fakultas/Program Studi
f. Perguruan Tinggi
g. Bidang Keahlian
h. Waktu yang disediakan
Untuk penelitian ini
1. Anggota Peneliti
a. Nama Lengkap dengan gelar
b. Golongan Pangkat dan NIP
462
c. Jabatan sekarang
d. Jabatan Struktual
e. Fakultas/Program Studi
f. Perguruan Tinggi
g. Bidang Keahlian
h. Waktu yang disediakan
Untuk penelitian ini

: Drs. Khumaedi, MSi


: Penata Tk I/IIId/131 813
:
:
:
:
:
:

Lektor
-FMIPA/Fisika
UNNES Semarang
Geofisika
10 jam/minggu

: Drs. M. Aryono Adhi, MSi


: Penata Muda/IIIa/132 150
:
:
:
:
:
:

Asisten Ahli
-FMIPA/Fisika
UNNES Semarang
Geofisika
8 jam/minggu
19

K.

Perkiraan Biaya Penelitian

1. Pos Anggaran : Bahan dan Peralatan Penelitian

2.

Uraian

Banyaknya Harga satuan

Besarnya

a. Kertes HVS kwarto


b. Pita. printer

2 rim
2buah

Rp. 50.000,Rp. 50.000,

Rp. 100.000,Rp. 100.000,-

c. Spidol permanen
d. OHP Plastic film
e, Buku Tulis Tebal

10 buah
4pak
5 buah

Rp. 4.000,Rp. 20.000,Rp. 5.000,-

Rp. 40.000,Rp. 40.000,Rp. 25.000,-

f. Disket

2 box

Rp. 60.000,-

Rp. 120.000,-

g. Plastik klip

3pak

Rp. 10.000,-

Rp. 30.000,-

Sewa alat
a. Kappameter KLY-2.1 1 buah

Rp. 2.000.000,- Rp. 2.000.000,-

b. Rock Drill Portable

1 set

Rp. 1.500.000,- Rp. 1.500.000,-

c. Universal cutter

1 set

Rp. 750.000,-

Rp. 750.000,-

d. Orientasi medan

1 buah

Rp. 250.000,-

Rp. 250.000,-

e. Kompas Brunton

2 buah

Rp. 250.000,-

Rp. 500.000,-

Jumlah

Rp.5.455.000,i

2. Pos Anggaran : Perjalanan & Akomodasi Lapangan


No

Uraian

1.

Peneliti Utama; 1 x 7 x Rp. 100.000


/or hr
Anggota Peneliti: 1 x 7 x Rp. 100.000
/ or hr
Jumlah.

Besarnya
Rp. 700.000,Rp. 700.000,Rp. 1.400.000,-

--
.....,3. Pos Anggaran : Laporan Penelitian
.,.,...-.,.. . ,;
No Uraian
Banyaknya 1 Harga
Besarnya,
satuan
1. Penggandaan
16 buah
Rp. 45.000,- Rp. 720.000,2.

Pengiriman

Jumlah

Rp. 100.000,Rp. 820.000,20

21

4. Pos Anggaran : Seminar


No
1
2
3

Uraian

Besarnya

Konsumsi
Biaya penyelenggaraan
Berperan aktif dalam pertemuan HAGI
(Himpunan Ahli Geofisika Indonesia)
sebagai pemakalah
Berperan aktif dalam pertemuan IAGI
(Ikatan Ahli Geologi Indonesia) sebagai
pemakalah

Rp. 350.000,Rp. 275.000,Rp. 600.000,-

Jumlah

Rp. 1.825.000,-

Rp. 600.000,-

5. Pos Anggaran : Lain-lain


No
1

Uraian

Besarnya

Biaya Administrasi (Surat menyurat,


telepon, internet)

Rp. 500.000,-

Jumlah

Rp. 500.000,-

Rekapitulasi Biaya Penelitian


Bahan dan peralatan penelitian

Rp. 5.455.000,-

Perjalanan

Rp. 1.400.000,-

Laporan penelitian

Rp.

Seminar

Rp. 1.825.000,-

Biaya lain-lain

Rp.

Jumlah

820.000,-

500.000,-

Rp.10 .000.000,(Sepuluh Juta rupiah)

22

Anda mungkin juga menyukai