*Corresponding author: Jurusan Fisika FMIPA UNSRAT, Jl. Kampus Unsrat, Manado, Indonesia 95115; Email address:
melisa_rongkonusa@yahoo.com
Published by FMIPA UNSRAT (2017)
JURNAL MIPA UNSRAT ONLINE 6 (1) 8-12 9
sebagai data awal untuk rekonstruksi evolusi Sampel yang digunakan pada penelitian ini
tektonik Pulau Sulawesi.fungsi kloroplas. adalah batuan beku yang diambil di beberapa lokasi
2. Material dan Metode di wilayah Sulawesi Utara, yaitu Minahasa,
2.1 Batuan Beku Tomohon, Minahasa Utara dan Bitung. Penelitian
Igneous Rocks atau batuan beku adalah batuan dilaksanakan pada bulan Mei 2015 sampai Juli
yang terbentuk sebagai akibat dari pembekuan 2016.
magma. Berdasarkan tempat terjadinya, batuan Proses pengukuran anisotropi suseptibilitas
beku terbagi menjadi dua jenis, yaitu batuan beku magnetik menggunakan 5 (lima) sampel batuan
intrusif (Intrusive rocks) dan batuan beku ekstrusif beku pada masing-masing situs di beberapa lokasi
(Ekstrusive rocks). penelitian, yaitu Batu Putih (Bitung), Treman
2.2 Kemagnetan Batuan (Minahasa Utara), Tondano (Minahasa) dan Kinilow
Ditinjau dari sifat magnetiknya, mineral (Tomohon). Sampel dipreparasi di Jurusan Fisika
dikelompokkan menjadi diamagnetik, paramagnetik Universitas Sam Ratulangi Manado kemudian
dan feromagnetik. pengukuran dilanjutkan di Laboratorium
Sifat dari suatu mineral magnetik dipengaruhi Paleomagnetik ITB dengan alat Bartington Magnetic
oleh bentuk dan ukuran dari bulir-bulir (grains) Susceptibility Meter model MS2. Posisi sampel
mineral tersebut. Ukuran bulir berkaitan dengan terorientasi pada enam arah pengukuran menurut
domain magnetik. Bulir magnetik yang kecil akan desain Tauxe (2014).
cenderung untuk memiliki satu domain dan
karenanya disebut bulir berdomain tunggal atau x1 x4
single domain (SD). Sebaliknya, bulir yang lebih
besar akan mempunyai domain yang banyak dan
karenanya disebut bulir berdomain jamak atau multi
domain (MD).
2.3 Suseptibilitas Magnetik Batuan x2
Jika intensitas medan magnet luar H diberikan
pada suatu bahan, maka bahan tersebut akan x6
memberikan respon yang disebut dengan
magnetisasi M. Hubungan kedua besaran tersebut
dinyatakan dalam persamaan :
(2.1)
dimana M adalah momen magnetik per satuan
volume (A/m), H adalah intensitas medan magnetik, x3 x5
Gambar 2.1. Arah Pengukuran (Tauxe,2014)
adalah faktor pembanding yang dikenal dengan
suseptibilitas magnetik. Berdasarkan arah-arah pengukuran
Magnetisasi yang dimiliki oleh bahan karena sebagaimana ditunjukkan pada Gambar (2.1),
disebabkan medan magnet luar yang cosinus arah dari pada setiap pengukuran adalah
mempengaruhinya disebut magnetisasi induksi. sebagai berikut.
Besarnya induksi magnetik di dalam material dapat A1 (1, 0, 0)
dinyatakan sebagai berikut A2 (0, 1, 0)
A3 (0, 0, 1)
(2.2) A4 (1/ , 1/ , 0)
A5 (0, 1/ , 1/ )
2.4 Anisotropy of Magnetic Susceptibility (AMS)
Suatu sampel batuan dikatakan anisotropi A6 (1/ , 0, 1/ )
secara magnetik jika sifat-sifat magnetiknya sehingga suseptibilitas pada 6 arah pengukuran
bergantung pada arah pengukuran. Sebaliknya, jika dapat dituliskan sebagai berikut:
sifat – sifat magnetiknya sama pada semua arah A1 = χ11
pengukuran, maka sampel batuan tersebut A2 = χ22
dikatakan isotropi secara magnetik (Bijaksana, A3 = χ33
2004). A4 = χ11 + 1/2 χ22 + χ12 (2.3)
Dalam pengukuran, yang terbaca adalah A5 = 1/2 χ22 + 1/2 χ33 + χ23
bukan besarnya magnetisasi tetapi besarnya vektor A6 = 1/2 χ11 + 1/2 χ33 + χ31
polarisasi magnetik imbas J, dimana dan
merupakan tensor simetri orde dua. Tensor yang Matriks untuk pola pengukuran berordo 6 x 6
demikian dapat dinyatakan secara lengkap dengan menjadi:
elipsoida triaksial dengan suseptibilitas utama χ1, χ2,
χ3 (χ1> χ2> χ3).
Gambar 3.5. Stereoplot Situs KINI Gambar 3.8. Flinn-type Plot Situs BP2
Gambar 3.7. Stereoplot Situs TRM Gambar 3.10. Flinn-type Plot Situs TDNO
12 JURNAL MIPA UNSRAT ONLINE 6 (1) 8-12
Bijaksana, Satria, 2004. Ulasan Tentang Landasan
Fisis Anisotropi Magnetik Pada Batuan. Jurnal
Geofisika, Volume 1.
Graha, 1987. Batuan Dan Mineral. Nova. Bandung.
Ngkoimani, L., Bijaksana, S., Mahrizal, Abdulah, C.I.,
Liong, T.H., 2005. Magnetic Properties of
Igneous Rocks from Banyuwangi, East Java,
and Their Reliability for Paleomagnetic Study.
Indonesian Journal of Physics. 16(2): 33–41.
Paul A.Tipler, (2001). Fisika untuk Sains dan Teknik,
Jilid 1, Penerbit Erlangga.
Tarling DH, Hrouda F (1993). The magnetic
anisotropy of rocks. Chapman & Hall, London
217.
Tauxe, L, Banerjee, S.K., Butler, R.F. and van der Voo
R, 2014. Essentials of Paleomagnetism, 3rd
Web Edition.