Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehamilan merupakan anugerah terindah yang diidamkan oleh
setiap wanita. Bagi wanita, mengetahui sedini mungkin bahwa dirinya
positif hamil adalah sangat penting karena pada beberapa minggu pertama
kehamilan, akan terjadi pembentukan organ-organ tubuh yang vital.
Perubahan-perubahan fisik dan emosi pada diri ibu hamil biasanya terjadi
setiap trimester selama kehamilan. Setiap trimester mempunyai
karakteristik yang harus diketahui oleh ibu hamil.
Pada trimester pertama, ibu hamil akan merasa mual pada pagi
hari, merasa lelah, dan ingin tidur terus menerus, timbul vena tipis di
permukaan kulit, payudara mulai membesar dan daerah sekitar puting susu
mulai berwarna gelap, menjadi sering buang air kecil karena perubahan
hormon dan bertambah besarnya janin yang menekan kandung kemih.
Kemudian secara emosi akan terjadi penurunan libido, perubahan
emosi/suasana hati, khawatir dan cemas bentuk tubuh akan berubah dan
tidak menarik lagi. Trimester kedua kehamilan, ibu mengalami
peningkatan nafsu makan dan terasa lebih berenergi, pengeluaran cairan
vagina bertambah, payudara bertambah besar dan nyeri berkurang, perut
bagian bawah semakin besar, bayi kadang terasa bergerak, denyut jantung
meningkat, kaki dan tumit membengkak, perut terasa gatal karena kulit
mulai meregang, timbul tanda bergaris pada perut, sakit pinggang dan
kadang hemoroid (ambeien). Perubahan emosi pada trimester kedua sudah

mulai berkurang dan stabil, seluruh perhatian tertuju pada anak yang akan
dilahirkan, rasa cemas akan meningkat sejalan dengan usia kehamilan.
Pada trimester terakhir, ibu mulai merasakan bayi mulai
menendang dengan keras dan gerakannya mulai tampak dari luar, suhu
tubuh meningkat sehingga ibu merasa kepanasan, terjadi kontraksi ringan
(Braxton-Hicks), mulai keluar cairan putih encer dari payudara
(kolostrom), cairan vagina meningkat dan mulai mengental. Secara emosi
ibu akan mengalami perasaan gembira bercampur takut karena kelahiran
sudah dekat, khawatir akan proses persalinan dan apakah akan melahirkan
bayi yang sehat atau tidak.
Perubahan-perubahan yang terjadi selama kehamilan tersebut
biasanya merangsang ibu melakukan pengobatan untuk menghilangkan
atau mengurangi gejala/ rasa sakit yang timbul. Pemakaian obat selama
hamil ini akan menimbulkan masalah jika ibu tidak berhati-hati dan
melanggar aturan pemakaian obat yang dianjurkan. Hal ini mengingat
bahwa dalam pemakaian obat selama kehamilan, tidak saja dihadapi
berbagai kemungkinan yang dapat terjadi pada ibu, tetapi juga pada janin.
Salah satu contoh kasus obat yang dapat memberikan pengaruh sangat
buruk terhadap janin jika diberikan pada periode kehamilan adalah
talidomid, yang memberi efek kelainan pada bayi berupa tidak tumbuhnya
anggota gerak.
Pengaruh buruk obat terhadap janin, secara umum dapat bersifat
toksik, teratogenik, maupun letal tergantung pada sifat obat dan umur
kehamilan pada saat minum obat. Pengaruh toksik adalah jika obat yang
diminum selama masa kehamilan menyebabkan terjadinya gangguan
fisiologik atau bio-kimiawi dari janin yang dikandung, dan biasanya

gejalanya baru muncul beberapa saat setelah kelahiran. Pengaruh obat


bersifat teratogenik, jika menyebabkan terjadinya malformasi anatomic
(kelainan/kekurangan organ tubuh) pada pertumbuhan organ janin.
Pengaruh teratogenik ini biasanya terjadi pada dosis subletal. Sedangkan
pengaruh obat yang bersifat letal adalah yang mengakibatkan kematian
janin dalam kandungan
Pemakaian obat selama hamil sebaiknya memang dihindari, akan
tetapi bagi tubuh yang sakit dan kondisi sakit tersebut akan bertambah
parah jika terus dibiarkan, maka pengobatan adalah jalan yang terbaik.
Ketepatan dalam pemilihan obat diperlukan untuk mengurangi sekecil
mungkin efek samping merugikan yang dapat timbul. Bagi ibu hamil, sakit
yang diderita akan mempengaruhi dirinya dan janin yang dikandungnya.
Peran perawat dalam pemberian obat dan pengobatan telah
berkembang dengan cepat dan luas seiring dengan perkembangan
pelayanan kesehatan. Perawat diharapkan terampil dan tepat saat
melakukan pemberian obat. Tugas perawat tidak sekedar memberikan pil
untuk diminum atau injeksi obat melalui pembuluh darah, namun juga
mengobservasi respon klien terhadap pemberian obat tersebut. Oleh karena
itu, pengetahuan tentang manfaat dan efek samping obat sangat penting
untuk dimiliki perawat.
Perawat memiliki peran yang utama dalam meningkatkan dan
mempertahankan dengan mendorong klien untuk proaktif jika
membutuhkan pengobatan. Dengan demikian, perawat membantu klien
membangun pengertian yang benar dan jelas tentang pengobatan,

mengkonsultasikan setiap obat yang dipesankan, dan turut bertanggung


jawab dalam pengambilan keputusan tentang pengobatan bersama tenaga
kesehatan lainnya.
Keberhasilan promosi kesehatan sangat tergantung pada cara
pandang klien sebagai bagian dari pelayanan kesehatan, yang juga
bertanggung jawab terhadap menetapkan pilihan perawatan dan
pengobatan, baik itu berbentuk obat alternative, diresepkan oleh dokter,
atau obat bebas tanpa resep dokter. Sehingga, tenaga kesehatan terutama
perawat harus dapat membagi pengetahuan tentang obat-obatan sesuai
dengan kebutuhan klien.
B. Tujuan Penulisan Makalah
Dalam penulisan makalah ini kami memiliki beberapa tujuan antara lain:
1. Untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah maternitas.
2. Untuk mengetahui obat- obat pada wanita hamil dapat menimbulkan
masalah terhadap kesehatan reproduksi
C. Rumusan dan Pembatasan Masalah
1. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut :
a) Apakah yang dimaksud dengan kesehatan reproduksi?
b) Apakah yang dimaksud dengan obat teratogenik?
c) Apakah yang dimaksud dengan obat uterotonika?

d) Apakah yang dimaksud dengan obat anestesi?


e) Bagaimana penatalaksanaan terhadap obat obatan yang bersifat
teratogenik, uterotonika dan anestesi terhadap kesehatan reproduksi?
2. Pembatasan Masalah
Dalam penulisan makalah ini hanya akan membahas pengertian
kesehatan reproduksi, obat yang bersifat teratogenik, uterotonika dan anestesi
serta bagaimana penatalaksanaan terhadap obat-obat tersebut yang
berhubungan dengan kesehatan reproduksi wanita, yang diambil dari berbagai
sumber/ literature.
E. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan makalah ini sistematika penulisan adalah sebagai
berikut :
a) Bab I Pendahuluan meliputi : Latar belakang, rumusan masalah dan
pembatasannya, tujuan penulisan makalah, dan sistematika penulisan.
b) Bab II Pembahasan
c) Bab III Penutup meliputi : Kesimpulan dan saran

BAB II
PEMBAHASAN
1. Definisi Kesehatan Reproduksi

Adapun definisi tentang arti kesehatan reproduksi yang telah


diterima secara internasional yaitu : sebagai keadaan kesejahteraan fisik,
mental, sosial yang utuh dalam segala hal yang berkaitan dengan sistim,
fungsi-fungsi dan proses reproduksi. Selain itu juga disinggung hak
produksi yang didasarkan pada pengakuan hak asasi manusia bagi setiap
pasangan atau individu untuk menentukan secara bebas dan bertanggung
jawab mengenai jumlah anak, penjarakan anak, dan menentukan kelahiran
anak mereka.
Indikator Permasalahan Kesehatan Reproduksi Wanita.
Dalam pengertian kesehatan reproduksi secara lebih mendalam,
bukan semata-mata sebagai pengertian klinis (kedokteran) saja tetapi juga
mencakup pengertian sosial (masyarakat). Intinya goal kesehatan secara
menyeluruh bahwa kualitas hidupnya sangat baik. Namun, kondisi sosial
dan ekonomi terutama di negara-negara berkembang yang kualitas hidup
dan kemiskinan memburuk, secara tidak langsung memperburuk pula
kesehatan reproduksi wanita.
Kesehatan reproduksi merupakan masalah penting untuk
mendapatkan perhatian terutama dikalangan remaja. Remaja yang kelak
akan menikah dan menjadi orang tua sebaiknya mempunyai kesehatan
reproduksi yang prima sehingga dapat menurunkan generasi sehat
dikalangan remaja telah terjadi reproduksi hubungan seksual yang
menjurus ke arah liberalisasi yang dapat berakibat timbulnya berbagai
penyakit hubungan sex yang merugikan alat reproduksi.
Bila pada saat diperlukan untuk hamil normal besar kemungkinan
kesehatan reproduksi sudah tidak optimal dan dapat menimbulkan

berbagai akibat samping kehamilan dengan demikian dianjurkan untuk


melakukan pemeriksaan kesehatan sehingga dapat mempersiapkan diri
untuk hamil dalam keadaan optimal

Tahap Perkembangan Janin

2. Definisi Obat Teratogenik


Teratogenik berasal dari bahasa Yunani yang berarti menghasilkan
monster, lebih tepat disebut dismorfogenik. Obat dapat menimbulkan
respon teratogen bila diberikan selama periode organogenesis yang
berlangsung dari hari ke-13 sampai hari ke-56 masa kehamilan.
Pemaparan lebih dini dapat memberikan efek embriosida (membunuh
embrio). Pemaparan fetus terhadap obat terjadi karena obat melewati jalur
plasenta ibu-fetus. Suatu bahan teratogen tunggal dapat menimbulkan

berbagai malformasi dan suatu malformasi tunggal dapat diinduksi oleh


sejumlah teratogen. Gangguan yang terkenal adalah akibat thalidomid;
10--40% ibu hamil yang memakainya selama masa kritis kehamilan
melahirkan bayi cacad. Sesungguhnya hanya sejumlah kecil obat yang
secara pasti menyebabkan deformitas fetus bila diberikan pada ibu hamil.
Secara eksperimental, beratus-ratus bahan dismorfogenik telah
ditemukan di antaranya :
a) Faktor fisika seperti sinar X dan anoksia.
b) Infeksi virus seperti rubella, varicella dan cytomegalovirus.
c) Endotoksin.
d) Sejumlah besar bahan kimia seperti racun, bahan kimia industri,
pertanian dan berbagai obat.
Beberapa dari senyawa-senyawa kimia ini toksisitasnya rendah,
misalnya hormon, tetapi ada juga yang lebih toksis seperti obat sitotoksik
dan antineoplasma. Meskipun ditemukan berbagai dismorfogen pada
hewan, hanya pada beberapa kasus saja terbukti memberikan efek toksik
pada embrio manusia. Berbagai mekanisme mengatur perkembangan
prenatal manusia dan obat hanya merupakan satu dari sejumlah factor
yang terlibat dalam etiologi suatu kelainan bawaan tertentu.
Obat-obat yang bersifat teratogenik adalah asam lemah, misalnya
talidomid, asam valproat, isotretinoin, warfarin. Hal ini diduga karena
asam lemah akan mengubah pH sel embrio. Dan dari hasil penelitian pada
hewan menunjukkan bahwa pH cairan sel embrio lebih tinggi dari pH

plasma ibu, sehingga obat yang bersifat asam akan tinggi kadarnya di sel
embrio.
Tahap kehamilan saat obat mungkin memberikan efek dismorfogenik
Sebelum periode implantasi, blastosis bebas dalam rahim dan
memperoleh nutrisi dari sekret rahim; pada tahap ini tidak terbukti adanya
zat-zat eksogen yang dapat menyebabkan kelainan bawaan. Setelah
implantasi, mulai masa kritis. Pada tahap dini mungkin embrio mati atau
ada induksi malformasi mayor, sedangkan malformasi minor terjadi pada
tahap lebih lanjut. Oleh karena itu pada tahap embrionik (56 hari pertama)
bahaya serius mungkin, timbul, tetapi justru pada akhir masa ini si ibu
baru sadar bahwa ia hamil.
Setelah 8 minggu, mulai periode fetal di mana diferensiasi organ
utama telah terjadi tetapi diferensiasi genital ekstern, perkembangan
susunan saraf pusat dan penutupan palate sedang berlangsung. Selama
masa ini obat dapat menyebabkan kelainan otak, gangguan penutupan
palate atau pseudo hemaphroditisme. Obat mungkin memberikan efek
langsung pada janin (thalidomid) atau mungkin dapat mengubah
metabolism ibu (misalnya obat-obat hipoglikemik).
Banyak obat atau metabolitnya dapat menembus plasenta, tetapi
hati janin masih belum mempunyai banyak enzim seperti pada ibunya. Hal
ini mungkin menyebabkan zat-zat tertentu berdifusi kembali dalam bentuk
tetap ke dalam sirkulasi ibu. Hams diingat bahwa tidak hanya obat yang
dapat mempengaruhi janin, tetapi juga minum alkohol berlebih, infeksi
(khususnya virus), gangguan metabolisme dan status nutrisi. Pemakaian

vitamin A berlebih selama hamil dapat menyebabkan kelainan fetus.


Belum ada bukti bahwa obat pada pria dapat menyebabkan
kelainan fetus, tetapi ada sejumlah bahan seperti senyawa alkilasi dan
nitroffirantoin yang dapat mengganggu fertilitas pria. Tidak semua reaksi
obat tidak diharapkan yang terjadi selama dua triwulan terakhir kehamilan
bersifat teratogen. Susunan genetik dan kepekaan individual dalam hal ini
kurang penting dibandingkan dengan sifat obat, dosis dan lama pemakaian obat. Misalnya penggunaan jangka panjang dan berlebih obatobat golongan opiat, barbiturat, benzodiazepin dan hipnotik lainnya
selama kehamilan sampai pada saat melahirkan dapat menyebabkan
ketergantungan pada ibu dan dapat menyebabkan sindrom withdrawal
pada bayi.
Demikian pula pemakaian hampir semua anti depresan dalam dosis
tinggi selama proses kelahiran akan mengganggu pernafasan bayi waktu
lahir.
Kerja dismorfogen pada fetus bergantung pada tiga kondisi utama
yaitu :
1. Tahap perkembangan embrio : blastogenesis, embriogenesis dan
fetogenesis
Sesaat sebelum implantasi, embrio mengalami transformasi cepat dan
penting. Pada akhir minggu ke dua embrio berubah menjadi struktur
berbentuk daun tri laminar, dalam minggu ke tiga lubang-lubang saraf
timbul serta bakal jantung telah tampak. Setelah itu neurophore
tertutup dan pada minggu ke empat optic cup mulai dapat dibedakan;

pada saat yang sama terjadi diferensiasi saluran penceranan dan lainlainnya.
Urut-urutan kejadian embrionik menunjukkan bahwa tiap organ dan
sistem mengalami masa krisis diferensiasi pada saat tertentu dalam
perkembangan prenatal dan selama masa krisis inilah kepekaan embrio
paling besar, sehingga mungkin dapat terjadi kematian fetus. Bila dosis
obat ada di atas ambang minimal teratogen mungkin terbentuk
kelainan bawaan.
Periode fetogenesis mulai pada akhir minggu ke-8 kehamilan; yang
penting dalam mass ini adalah penutupan lengkap plate, reduksi hernia
umbilikus pada akhir minggu ke-9, diferensiasi genital eksterna dan
histogenesis system saraf pusat yang berlangsung selama periode
perkembangan intra uterin dan barn selesai beberapa bulan setelah
lahir. Karena itu selama periode fetal bahan dismorfogenik tidak
menyebabkan kelainan morfologis tetapi dapat mengganggu
diferensiasi genital eksterna dan berbagai perubahan tingkah laku atau
gangguan perkembangan mental dalam kehidupan post natal.
2. Kepekaan genetik embrio.
Ada interaksi tetap antra gen-gen dan bahan-bahan eksogen. Perbedaan
reaksi'terhadap bahan yang berbahaya antara individu, strain-strain
hewan dan spesies disebabkan oleh kekhususan biokimia yang
berhubungan dengan gen-gen. Misalnya kepekaan tinggi embrio
terhadap kortikosteroid yang menyebabkan cleft palate mungkin
disebabkan oleh perbedaan-perbedaan metabolik antara mencit dan

spesies lain dalam hal kecepatan absorpsi atau degradasi hormon


tersebut.
3. Kerja obat teratogenik.
Penggunaan obat pada saat perkembangan janin dapat mempengaruhi
struktur janin pada saat terpapar. Thalidomid adalah contoh obat yang
besar pengaruhnya pada perkembangan anggota badan (tangan, kaki)
segera sesudah terjadi pemaparan. Pemaparan ini akan berefek pada
saat waktu kritis pertumbuhan anggota badan yaitu selama minggu ke
empat sampai minggu ke tujuh kehamilan. Mekanisme berbagai obat
yang menghasilkan efek teratogenik belum diketahui dan mungkin
disebabkan oleh multi faktor.

Obat dapat bekerja langsung pada jaringan ibu dan juga secara
tidak langsung mempengaruhi jaringan janin.

Obat mungkin juga menganggu aliran oksigen atau nutrisi lewat


plasenta sehingga mempengaruhi jaringan janin.

Obat juga dapat bekerja langsung pada proses perkembangan


jaringan janin, misalnya vitamin A (retinol) yang memperlihatkan
perubahan pada jaringan normal.
Derivat vitamin A (isotretinoin, etretinat) adalah teratogenik yang
potensial.

Kekurangan substansi yang esensial diperlukan juga akan berperan


pada abnormalitas. Misalnya pemberian asam folat selama

kehamilan dapat menurunkan insiden kerusakan pada selubung


saraf , yang menyebabkan timbulnya spina bifida.
Paparan berulang zat teratogenik dapat menimbulkan efek
kumulatif. Misalnya konsumsi alkohol yang tinggi dan kronik pada
kehamilan , terutama pada kehamilan trimester pertama dan kedua akan
menimbulkan fetal alcohol syndrome yang berpengaruh pada sistem
saraf pusat, pertumbuhan dan perkembangan muka.
3. Definisi Obat Uterotonika
Uterotonika (misal: oxitosin) adalah obat yang memberikan efek
selektif terhadap otot polos uterus, terutama selama periode akhir
kehamilan, selama persalinan dan segera setelah persalinan dengan
merangsang kontraksi ritmik uterus, meningkatkan frekuensi kontraksi
yang sudah ada dan meningkatkan tonus otot uterus.
( oksitosin dalam Data Obat Indonesia,edisi 1994)
Jika diberikan dalam dosis yang tepat selama kehamilan, dapat
meningkatkan motilitas uterus dalam hal kecepatan dan kekuatan aktivitas
motorik spontan yang sedang menjadi kontraksi tetanik.
Uterus akan menghasilkan respon setelah diberikan parenteral
dalam 3-5 menit dan menetap selama 2-3 jam, lebih diindikasikan untuk
tujuan medic daripada elektif untuk induksi persalinan.

Penggunaan uterotonika :
1. Pra persalinan
Diindikasikan untuk mengawali atau memperbaiki kontraksi uterus,
dimana hal ini dianggap lebih menguntungkan atau sesuai untuk janin
maupun ibu guna menghasilkan persalinan normal pervaginam yang
lebih dini
2. Pasca persalinan
Diindikasikan untuk menghasilkan kontraksi uterus pada kala III
persalinan dan untuk mengontrol perdarahan pasca persalinan.
Kontra indikasi Pemberian obat Uterotonika :
1. Pada kasus ibu hamil dengan kelainan anatomi tulang panggul yang
bermakna ( CPD: Chepalo Pelvix Disporpotion), posisi/ presentasi
janin yang tidak menguntungkan, dimana persalinan pevaginan tidak
mungkin terjadi tanpa dilakukan konversi/ tindakan bedah, pada kasus
gawat janin dimana persalinan tidak perlu segera diakhiri.
2. Pola uterus hipertonik/ hipersensitivitas terhadap obat uterotonika
3. Penggunaan jangka panjang pada inersia uteri/ toksemia berat
4. Presentasi/ prolaps tali pusat, plasenta previa total

Cara Penggunaan Uterotonika


Hanya boleh diberikan secara infuse intra vena ( metode tetesan) disertai
pemantauan medic lengkap di rumah sakit jika digunakan untuk induksi/
perangsangan persalinan
4. Definisi Obat Anestetika
Anestetika dibagi menjadi dua:
1. Anestetika umum

Adalah obat yang dapat menimbulkan anesthesia atau narkosa (yakni


suatu keadaan depresi umum yang bersifat reversible dari berbagai pusat
dari SSP dimana seluruh perasaan atau keadaan ditiadakan, sehingga
agak mirip keadaan pingsan. Anestetika digunakan pada pembedahan
dengan maksud mencapai keadaan pingsan merintangi rangsangan
(analgesia), memblokir reaksi reflexs terhadap manipulasi pembedahan,
serta menimbulkan pelemasan otot. Anastetika umum yang kini tersedia
tidak dapat memenuhi tujuan ini secara keseluruhan, maka pada
anastesia untuk pembedahan umum di gunakan untuk kombinasi
hiponotika, analgetika dan relaksansia otot.
Pengolongan
Berdasarkan cara penggunaannya anestetika umum di bagi dalam dua
kelompok yakni:

1.

anestetika inhalasi : gas tertawa, halotan, enfluran,isofluran, dan


sevofluran.

2. Anestetika intravena: thiopental, diazepam dan midazolam,


ketamin, profopol.
Mekanisme kerja anastetika umum berdasarkan perkiraan
bahwa anastetika umum dibawah pengaruh protein SSP dapat
membentuk hidrat dengan air yang bersifat stabil. Hidrat gas ini
mungkin dapat merintangi transmisi rangsangan di sinaps dan dengan
demikian mengakibatkan anastesia.
Efek sanpingnya hampir semua anastetika inhalasi mengakibatkan
sejumlah efek samping dan yang terpenting adalah:
Menekan pernafasan
Menekan system kardiovaskular
Merusak hati dan ginjal
2. Anastetika Lokal

Adalah obat yang pada penggunaan local merintangi secara revelsibel


penelurusan impuls-impuls saraf ke SSP dengan demikian
menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri, gatal-gatal, rasa panas atau
dingin.

Struktur dan penggolongan


Struktur dasar anastetika lokal pada umumnya terdiri dari dua
golongan, yakni suatu gugus-amino hidrofil (sekunder atau tersier) yang
dihubungkan oleh suatu ikatan ester (alcohol)atau amida dengan suatu
gugusaromatis lipofil. Semakin panjang gugus alkoholnya, semakin
besar daya kerja anestetikanya, tetapi toksisitasnya juga menigkat
Khasiat dan mekanisme kerjanya
Anastetika lokal mengakibatkan kehilangan rasa dengan jalan
beberapa cara misalnya, dengan jalan menghindarkan untuk sementara
pembentukan dan transmisi impuls melalui sel-sel saraf dan ujungnya.
Pusat mekanisme kerjanya terletak di membrane sel. Seperti juga
alkohol dan barbital, anestetika lokal menghambat penerusan implus
dengan jalan menurunkan permeabitas memberan sel saraf untuk ion
natrium,yang perlu di bagi fungsi saraf yang layak. Hal ini disebabkan
adanya persaingan dengan ion-ion kalsium yang berada berdekatan
dengan saluran-saluran natrium di membran sel saraf.pada waktu
bersamaan, akibat turunya laju depolasasi, ambang kepekaan terhadap
rangsangan listrik lambat-laun meningkat, sehingga akhirnya terjadi
kehilangan rasa setempat secara reversible.
Dikalangan obat bius lokal (lidocaine, mepivacine, dan bupivacine)
telah menggantikan ester (seperti procaine) dikarenakan stabilitasnya

dan fakta bahwa obat bius lokal tidak menyebabkan reaksi alergi. Karena
tingginya kelarutan lemak dan ketinggian affinitas untuk situs
pengikatan protein, maka bupivacine mempunyai durasi aksi yang lebih
panjang dibanding obat bius lokal lainnya. Walaupun demikian, besarnya
kecenderungan pengikatan bupivacine dengan situs ikatan protein
kardiak tertentu setelah penginjeksian intravena yang tidak disengaja
mungkin akan menyebabkan depresi miokardial yang mendalam yang
menyebabkan penghentian kardiak intractabel. Dengan menggunakan
obat bius lokal lain, seperti lidocaine, sistem saraf pusat akan terkena
efeknya dikarenakan penggunaan dosis yang berlebih atau penginjeksian
intravenus yang tidak disengaja yang terjadi pada level tekanan darah
yang rendah (8 atau 10 g per milimeter) dibanding obat bius lokal yang
berpengaruh terhadap efek racun kardiovaskular (20 g per milimeter).

KOMPLIKASI PASCA OPERASI


Komplikasi pasca operasi dihubungkan secara langsung dengan
pemberian anesthesia berkisar dari permasalahan yang akut hingga
permasalahan pribadi, seperti nausca protacted dan muntah, hingga
komplikasi yang lebih serius, seperti aspirasi pneumonitis, kegagalan
renal, dan disfungsi hati.
Nausea dan muntah
Nausea dan muntah memberikan sumbangan untuk komplikasi yang
terjadi setelah operasi ambulasi, terutama pada anak-anak. Pada studi
multipusat berbagai teknik anesthetik, Forrest, dkk. Melaporkan bahwa

insiden nausea pasca operasi dan muntah sebesar 18 hingga 25 persen.


Hanya 0,15 persen pasien mengalami muntah yang parah. Insiden nausea
dan muntah terbesar dikarenakan pemberian anesthesia dari fentanyl.
Studi lainnya menunjukkan bahwa insiden tersebut lebih rendah jika
menggunakan propofol dibanding menggunakan thiopental untuk
induksi anesthesia. Efek-efek muntah dimodulasi dalam zona yang
dipengaruhi chemoreseptor dan pusat muntah dari sistem saraf pusat,
yaitu reseptor scrotonergic, histamin, muscarinic, dan dopaminergic.
Obat antiemetik (antimuntah) tradisional mencakup promethazine
(histamin-reseptor antagonist), atropine (muscarinic-reseptor antagonist),
dan droperidol (dopaminergic-reseptor antagonist). Ondansetron,
tropisetron, dan granistron (sertonergic-reseptor antagonist) dinyatakan
sangat efektif dalam pengontrolan nausea dan muntah pasca operasi.
Biaya untuk membeli obat-obat yang baru ini diimbangi dengan
pengurangan admisi rumah sakit yang tidak dapat diantisipasi.

Aspirasi Pneumonitis
Warner, dkk. Dahulu mereview insiden dan konsekuensi aspirasi paruparu kandungan gastric selama 215.488 prosedur anesthetik yang
dilakukan pada tahun 1985 hingga 1991. Aspirasi kandungan gastric
terjadi pada i dari 3126 prosedur, tetapi kematian total hanya 1
dibanding 71.829. enam puluh empat persen pasien yang mempunyai
aspirasi kandungan gastric tidak mempunyai sequelac. Enam pasien
memerlukan ventilasi mekanis untuk lebih dari 24 jam; tiga dari enam

pasien tersebut tidak bertahan hidup. Tiga pasien yang meninggal


mengalami kondisi predisposing parah, seperti hambatan
gastrointestinal. Oleh karena itu, perhatian dan manajemen faktor-faktor
yang menyebabkan pasien menanggung resiko aspirasi tampaknya
semakin mengurangi keseriusan komplikasi ini seperti yang dahulu
dideskripsikan oleh Mendelson.

Kegagalan Renal Dan Disfungsi Hati


Efek hepatotoksik setelah ekspos penghirupan anesthetik dianggap
disebabkan oleh sitokrom P-450- oksidativ bermediasi atau metabolisme
reduktif dengan produksi metabolit reaktif. Metabolit ini mungkin
mengawali respons imun yang menyebabkan necrosis hati. Efek
nephrotoksik dihubungkan dengan metabolisme dan durasi level Florida
bebas yang sangat tinggi dalam darah. Efek-efek toksik yang relevan
secara klinis dibatasi untuk ginjal dan hati. Obat-obat yang telah
digunakan dalam organ yang gagal mencakup halothane dan gas
klorofom yang saat ini sudah kadaluwarsa, trikloroetilen, dan
metoksifluran. Efek yang parah, tetapi jarang terjadi, telah dilaporkan
karena penggunaan enfluran dan isofluran. Metabolisme sevofluran juga
mempunyai potensi untuk menghasilkan nephrotorik fluoride.
Sevofluran dan desfluran belum dinyatakan menyebabkan disfungsi hati.
Sebagai tambahan untuk efek-efek metabolit, penghirupan anesthetik
menyebabkan disfungsi organ dikarenakan penurunan perfusi. Halothan
mengurangi secara signifikan portal venus dan aliran darah pada arteri

hati dalam proporsi yang sesuai dengan derajat anesthesia. Pengurangan


dalam aliran darah pada arteri hati menyebabkan pengurangan
pengiriman oksigen yang menyebabkan organ terluka. Mekanisme ini
terutama penting untuk pasien yang mengidap penyakit hati kronik dan
hipertensi portal. Fungsi hepatoseluler marginal dapat disesuaikan
dengan pengurangan total aliran darah pada arteri hati dan kegagalan hati
akut yang diawali pada periode pasca operasi. Walaupun demikian,
penurunan pada aliran darah pada arteri hati yang total mungkin
dikarenakan penggunaan anesthesia yang diberikan dengan cara tidak
dihirup, manipulasi operasi, atau penggunaan vasopressor. Demikian
juga dengan disfungsi renal pasca operasi mungkin merupakan akibat
dari efek-efek hemodinamika penghirupan anesthesia atau aliran darah
pada renal dan sekresi hormon antidiuretik.
5. Penatalaksanaan Obat Obatan Terhadap Kesehatan Reproduksi
1. Penatalaksanaan Terhadap Obat Teratogenik
Perlu pertimbangan risiko potensial obat terhadap fetus sehingga

dapat dibandingkan dengan manfaat potensialnya pada ibu


Usahakan informasi yang diberikan lengkap. Keamanan absolut
untuk fetus tak dapat dijamin meskipun tanpa pengobatan sama
sekali untuk wanita usia 14--45 tahun, lagi pula ini akan
menghalangi pengobatan yang dibutuhkan wanita untuk gangguan-

gangguan yang serius.


Kegagalan mengatasi kondisi ibu yang serius malah mungkin lebih
berbahaya bagi fetus daripada obatnya itu sendiri. Umumnya untuk
beberapa obat, khususnya obat-obat baru, informasi
penggunaannya pada manusia sedikit sekali atau bahkan tidak ada;

Sebaiknya obat hanya diberikan bila manfaat yang diharapkan


melebihi risikonya terhadap ibu dan fetus meskipun data risiko

yang ada tidak cukup.


2. Penatalaksanaan Terhadap Obat Uterotonika
Setiap pasien ibu hamil yang mendapat terapi infuse obat
uterotonika intra vena harus berada di bawah pengawasan secara
terus menerus oleh tenaga terlatih dengan pengetahuan yang

memadai mengenai obat dan komplikasinya.


Jika diberikan secara tepat, uterotonika harus dapat merangsang
kontraksi uterus seperti pada persalinan normal, harus diperhatikan
tentang efektifitas obat, reaksi dann toleransi kepada pasien, untuk

menghindari terjadinya komplikasi yang buruk bagi ibu dan janin.


Pemberian uterotonika hanya diberikan pada ibu hamil dengan

seleksi secara cermat sesuai indikasinya.


3. Penatalaksanaan Terhadap Obat Anestetika

Untuk menghindari terjadinya efek samping dan resistensi terhadap


obat bius, sebaiknya pasien benar-benar memastikan kondisi
tubuhnya cukup baik untuk menerima anestesi.

Menghentikan penggunaan obat anelgetik, paling tidak 1-2 hari


sebelum dilakukan prosedur anestesi.

Menghentikan konsumsi obat-obatan yang berefek pada saraf pusat


seperti morfin, barbiturat, amfetamin dan lainnya, paling tidak 1-3
hari sebelum anestesi dilakukan.

Berhenti mengonsumsi alkohol paling tidak 2 minggu sebelum


penggunaan anestesi,

Berhenti merokok setidaknya 2 minggu sebelum anestesi


dilakukan.

BAB III
KESIMPULAN dan SARAN
1. Kesimpulan
Kehamilan, persalinan dan menyusui merupakan proses fisiologi
yang perlu dipersiapkan oleh wanita dari pasangan subur agar dapat dilalui
dengan aman. Selama masa kehamilan, ibu dan janin adalah unit fungsi
yang tak terpisahkan. Kesehatan ibu hamil adalah persyaratan penting
untuk fungsi optimal dan perkembangan kedua bagian unit tersebut.
Obat dapat menyebabkan efek yang tidak dikehendaki pada janin
selama masa kehamilan. Selama kehamilan dan menyusui, seorang ibu
dapat mengalami berbagai keluhan atau gangguan kesehatan yang
membutuhkan obat. Banyak ibu hamil menggunakan obat dan suplemen
pada periode organogenesis sedang berlangsung sehingga risiko terjadi
cacat janin lebih besar. Di sisi lain, banyak ibu yang sedang menyusui

menggunakan obat-obatan yang dapat memberikan efek yang tidak


dikehendaki pada bayi yang disusui.
Karena banyak obat yang dapat melintasi plasenta, maka
penggunaan obat pada wanita hamil perlu berhati-hati. Dalam plasenta
obat mengalami proses biotransformasi, mungkin sebagai upaya
perlindungan dan dapat terbentuk senyawa antara yang reaktif, yang
bersifat teratogenik/dismorfogenik. Obat- obat teratogenik atau obat-obat
yang dapat menyebabkan terbentuknya senyawa teratogenik dapat
merusak janin dalam pertumbuhan.
Informasi perlu diberikan kepada semua wanita yang
merencanakan
kehamilan, peran farmasis selain memberikan informasi
tentang obat, juga
memberikan penyuluhan tentang kesuburan dan
perencanaan kehamilan.
Informasi yang diberikan secara umum adalah untuk
menghindari segala jenis
obat, alkohol, rokok, dan obat penenang.
Yang harus ditekankan dalam pemberian penyuluhan
tentang penggunaan obat pada wanita hamil adalah manfat
pengobatan pada wanita hamil harus lebih besar daripada
risiko jika tidak diberikan pengobatan. Contohnya adalah
pada wanita hamil yang menderita epilepsi, lebih berbahaya
apabila tidak diberikan pengobatan karena risiko terjadi

kejang pada ibu dan janin lebih berbahaya dibandingkan


dengan potensi kelainan janin sebagai akibat pemberian obat.
Oleh karena itu, nasehat tentang pengobatan secara
berkesinambungan padawanita hamil yang menderita
penyakit kronis sangat diperlukan. Apabila pemberian obat
tidak dapat dihentikan selama kehamilan, maka pengobatan
harus berada dalam pengawasan dan pemantauan dokter.

2. Saran
Beberapa hal perlu dipertimbangkan selama hamil antara lain :
a. Penggunaan obat hanya yang betul bermanfaat dan pemilihan obat
dengan rasio risk/benefit terkecil.
b. Informasi pada ibu tentang implikasi pemaparan obat selama hamil.
c. Pada pemaparan obat yang diharuskan/terpaksa maka diperlukan
penjelasan pada ibu tentang prioritas tindakan pencegahan kehamilan.
d. Penentuan pemaparan obat yang menyebabkan kelainan dan
pelaporannya.
e. Melakukan pengambilan riwayat penggunaan obat ibu
hamil / menyusui:

f. Meminta ibu hamil/menyusui untuk memperlihatkan


semua obat yang
sedang digunakannya

g. Melakukan cek silang antara informasi yang diberikan ibu


hamil/ menyusui dengan data yang ada di catatan medis,

catatan pemberian obat dan hasil pemeriksaan terhadap


obat yang diperlihatkan

h. Melakukan tindakan yang sesuai untuk masalah yang


teridentifikasi

DAFTAR PUSTAKA
1. Tjay hoan tan, Drs.,dan Rahardja kirana,Drs., 2002 Obat-Oat Penting
khasiat, penggunaan, dan efek samping , PT Elek Media
Komputindo,Jakarta
2. Purwanto, SL, dkk. 1994. Data Obat di Indonesia Edisi 9.. Grafidian jaya.
Jakarta
3. http://www.pro-ibid.com/content/view/8/1/
4. Cermin Dunia Kedokteran No. 65, 1990
5. http://joe0397.blog.friendster.com/tag/farmasi/

Anda mungkin juga menyukai