Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH INTERAKSI OBAT

ANTAGONIS

OLEH :
KELOMPOK 12
ARFADILLA NOVAZITA
FERA FEBRIANA
LIA OKTA MAUDI
LIKA NOVITA SARI
ZAHRATUL LEINI

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU


YAYASAN UNIVERSITAS RIAU
2016

DAFTAR ISI
BAB I
Pedahuluan ..................................................................................................
............... 1
1.1 Latar
belakang........................................................................................
............ 1
1.2 Tujuan .......................................................................................
........................ 1
BAB II
Isi .................................................................................................................
............... 2
2.1 Interaksi Obat ................................................................................................................. 2
2.1.1 Penggolongan Obat Anthelmintik ................................................................... 3
2.1.2 Farmakodinamik ............................................................................................. 6
2.1.3 Interaksi Antar Obat ..................................................................................... 9
BAB III Penutup .............................................................................................................. 16
3.1 kesimpulan ................................................................................................... 16
3.2 Saran ............................................................................................................ 16
3.1 daftar pustaka ............................................................................................... 17

BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Dalam arti luas, obat ialah setiap zat kimia yang dapat mempengaruhi proses hidup, maka
farmakologi merupakan ilmu yang sangat luas cakupannya. Namun untuk tenaga medis, ilmu
ini dibatasi tujuannya yaitu agar dapat menggunakan obat untuk maksud pencegahan,
diagnosis, dan pengobatan penyakit. Selain itu agar mengerti bahwa penggunaan obat dapat
mengakibatkan berbagai gejala penyakit. Farmakologi mencakup pengetahuan tentang
sejarah, sumber, sifat kimia dan fisik, komposisi, efek fisiologi dan biokimia, mekanisme
kerja, absorpsi, distribusi, biotransformasi, ekskresi dan penggunaan obat. Seiring
berkembangnya pengetahuan, beberapa bidang ilmu tersebut telah berkembang menjadi ilmu
tersendiri .
1. TUJUAN PENULISAN
a. Tujuan
Mahasiswa mampu mengetahui farmakodinamik suatu obat yang bersifat
Antagonis
b. Manfaat Penulisan
Terpenuhinya tugas individu mata kuliah Interaksi Obat

Bertambahnya wawasan mahasiswa Farmasi mengenai ilmu tentang interaksi


obat.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Interaksi Obat
Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk
mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka
penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan
manusia ataupun hewan.
Interaksi obat adalah peristiwa di mana aksi suatu obat diubah atau dipengaruhi oleh
obat lain yang diberikan bersamaan. Kemungkinan terjadinya peristiwa interksi harus
selalu dipertimbangkan dalam klinik, manakala dua obat atau lebih diberikan secara
bersamaan atau hampir bersamaan.
2.1.1. FARMAKOKINETIK
Farmakokinetik atau kinetika obat adalah nasib obat dalam tubuh atau efek tubuh
terhadap obat. Farmakokinetik mencakup 4 proses, yaitu :
a. absorpsi (A),
b. distribusi (D),
c. metabolisme (M), dan
d. ekskresi (E).
1. Absorpsi

Absorpsi merupakan proses masuknya obat dari tempat pemberian ke dalam darah.
Bergantung pada cara pemberiannya, tempat pemberian obat adalah saluran cerna (mulut
sampai rektum), kulit, paru, otot, dan lain-lain. Yang terpenting adalah cara pemberian
obat per oral, dengan cara ini tempat absorpsi utama adalah usus halus karena memiliki
permukaan absorpsi yang sangat luas, yakni 200 meter persegi (panjang 280 cm, diameter
4 cm, disertai dengan vili dan mikrovili ) (Gunawan, 2009).
Absorpsi obat meliputi proses obat dari saat dimasukkan ke dalam tubuh,
melalui jalurnya hingga masuk kedalam sirkulasi sistemik. Pada level seluler,
obat diabsorpsi melalui beberapa metode, terutama transport aktif dantransport pasif.

Gambar 1. 1 Proses Absorbsi Obat

Metode absorpsi

Transport pasif

Transport pasif tidak memerlukan energi, sebab hanya dengan proses difusi obat dapat
berpindah dari daerah dengan kadar konsentrasi tinggi ke daerah dengan konsentrasi

rendah. Transport aktif terjadi selama molekul-molekul kecil dapat berdifusi sepanjang
membrane dan berhenti bila konsentrasi pada kedua sisi membrane seimbang.

Transport Aktif

Transport aktif membutuhkan energy untuk menggerakkan obat dari daerah dengan
konsentrasi obat rendah ke daerah dengan konsentrasi obat tinggi

Kecepatan Absorpsi

Apabila pembatas antara obat aktif dan sirkulasi sitemik hanya sedikit sel. Absorpsi
terjadi cepat dan obat segera mencapai level pengobatan dalam tubuh.

Detik s/d menit: SL, IV, inhalasi

Lebih lambat: oral, IM, topical kulit, lapisan intestinal, otot

Lambat sekali, berjam-jam / berhari-hari: per rektal/ sustained frelease.

Faktor yang mempengaruhi penyerapan :

Aliran darah ke tempat absorpsi

Total luas permukaan yang tersedia sebagai tempat absorpsi

Waktu kontak permukaan absorpsi

Kecepatan Absorpsi

Diperlambat Oleh Nyeri Dan Stress

Nyeri dan stress mengurangi aliran darah, mengurangi pergerakan saluran cerna,
retensi gaster.

Makanan Tinggi Lemak

Makanan tinggi lemak dan padat akan menghambat pengosongan lambung dan
memperlambat waktu absorpsi obat

Faktor bentuk obat

Absorpsi dipengaruhi formulasi obat: tablet, kapsul, cairan, sustained release, dll)

Kombinasi dengan obat lain

Interaksi satu obat dengan obat lain dapat meningkatkan atau memperlambat
tergantung jenis obat
Obat yang diserap oleh usus halus ditransport ke hepar sebelum beredar ke seluruh
tubuh. Hepar memetabolisme banyak obat sebelum masuk ke sirkulasi. Hal ini yang
disebut dengan efek first-pass. Metabolisme hepar dapat menyebabkan obat menjadi
inaktif sehingga menurunkan jumlah obat yang sampai ke sirkulasi sistemik, jadi dosis
obat yang diberikan harus banyak.
2. Distribusi
Distribusi obat adalah proses obat dihantarkan dari sirkulasi sistemik ke jaringan dan
cairan tubuh.

Distribusi obat yang telah diabsorpsi tergantung beberapa faktor:

Aliran darah

Setelah obat sampai ke aliran darah, segera


terdistribusi ke organ berdasarkan jumlah aliran darahnya. Organ
denganaliran darah terbesar adalah Jantung, Hepar, Ginjal. Sedangkan distribusi ke organ
lain seperti kulit, lemak dan ototlebih lambat

Permeabilitas kapiler

Tergantung pada struktur kapiler dan struktur obat

Ikatan protein

Obat yang beredar di seluruh tubuh dan berkontak dengan protein dapat terikat atau
bebas. Obat yang terikat protein tidak aktif dan tidak dapat bekerja. Hanya obat bebas
yang dapat memberikan efek. Obat dikatakan berikatan protein tinggi bila >80% obat
terikat protein
3. Metabolisme
Metabolisme/biotransformasi obat adalah proses tubuh merubah komposisi obat
sehingga menjadi lebih larut air untuk dapat dibuang keluar tubuh.

Obat dapat dimetabolisme melalui beberapa cara:

o Menjadi metabolit inaktif kemudian diekskresikan;

o Menjadi metabolit aktif, memiliki kerja farmakologi tersendiri dfan bisa


dimetabolisme lanjutan.
Beberapa obat diberikan dalam bentuk tidak aktif kemudian setelah dimetabolisme
baru menjadi aktif (prodrugs).
Metabolisme obat terutama terjadi di hati, yakni di membran endoplasmic reticulum
(mikrosom) dan di cytosol. Tempat metabolisme yang lain (ekstrahepatik) adalah :
dinding usus, ginjal, paru, darah, otak, dan kulit, juga di lumen kolon (oleh flora
usus).
Tujuan metabolisme obat adalah mengubah obat yang nonpolar (larut lemak) menjadi
polar (larut air) agar dapat diekskresi melalui ginjal atau empedu. Dengan perubahan ini
obat aktif umunya diubah menjadi inaktif, tapi sebagian berubah menjadi lebih aktif,
kurang aktif, atau menjadi toksik.

Faktor-faktor yang mempengaruhi metabolisme:

o Kondisi Khusus
Beberapa penyakit tertentu dapat mengurangi metabolisme, al. penyakit hepar seperti
sirosis.

Pengaruh Gen

Perbedaan gen individual menyebabkan beberapa orang dapat memetabolisme obat


dengan cepat, sementara yang lain lambat.

Pengaruh Lingkungan

Lingkungan juga dapat mempengaruhi metabolisme, contohnya: Rokok, Keadaan


stress, Penyakit lama, Operasi, Cedera

Usia

Perubahan umur dapat mempengaruhi metabolisme, bayi vs dewasa vs orang tua.


4. Ekskresi
Ekskresi obat artinya eliminasi/pembuangan obat dari tubuh. Sebagian besar obat
dibuang dari tubuh oleh ginjal dan melalui urin. Obat jugadapat dibuang melalui paruparu, eksokrin (keringat, ludah, payudara), kulit dan taraktusintestinal.
Organ terpenting untuk ekskresi obat adalah ginjal. Obat diekskresi melalui ginjal
dalam bentuk utuh maupun bentuk metabolitnya. Ekskresi dalam bentuk utuh atau bentuk
aktif merupakan cara eliminasi obat melui ginjal. Ekskresi melalui ginjal melibatkan 3
proses, yakni filtrasi glomerulus, sekresi aktif di tubulus. Fungsi ginjal mengalami
kematangan pada usia 6-12 bulan, dan setelah dewasa menurun 1% per tahun. Ekskresi
obat yang kedua penting adalah melalui empedu ke dalam usus dan keluar bersama feses.
Ekskresi melalui paru terutama untuk eliminasi gas anastetik umum (Gunawan, 2009).

Hal-hal lain terkait Farmakokinetik:

o Waktu Paruh
Waktu paruh adalah waktu yang dibutuhkan sehingga setengah dari obat dibuang dari
tubuh. Faktor yang mempengaruhi waktu paruh adalah absorpsi, metabolism dan
ekskresi. Waktu paruh penting diketahui untuk menetapkan berapa sering obat harus
diberikan.

Onset, puncak, and durasi

Onset adalah Waktu dari saat obat diberikan hingga obat terasa kerjanya. Sangat
tergantung rute pemberian dan farmakokinetik obat.
Puncak, Setelah tubuh menyerap semakin banyak obat maka konsentrasinya di dalam
tubuh semakin meningkat, Namun konsentrasi puncak~ puncak respon.
Durasi, Durasi kerjaadalah lama obat menghasilkan suatu efek terapi.
1.

FARMAKODINAMIK
Farmakodinamik adalah subdisiplin farmakologi yang mempelajari efek biokimiawi

dan fisiologi obat, serta mekanisme kerjanya. Tujuan mempelajari farmakodinamik


adalah untuk meneliti efek utama obat, mengetahui interaksi obat dengan sel, dan
mengetahui urutan peristiwa serta spektrum efek dan respons yang terjadi (Gunawan,
2009).
1. Mekanisme Kerja Obat
kebanyakan obat menimbulkan efek melalui interaksi dengan reseptornya pada sel
organisme. Interaksi obat dengan reseptornya dapat menimbulkan perubahan dan
biokimiawi yang merupakan respon khas dari obat tersebut. Obat yang efeknya
menyerupai senyawa endogen di sebut agonis, obat yang tidak mempunyai aktifitas
intrinsic sehingga menimbulkan efek dengan menghambat kerja suatu agonis disebut
antagonis.
2. Reseptor Obat

protein merupakan reseptor obat yang paling penting. Asam nukleat juga dapat
merupakan reseptor obat yang penting, misalnya untuk sitotastik. Ikatan obat-reseptor
dapat berupa ikatan ion, hydrogen, hidrofobik, vanderwalls, atau kovalen. Perubahan
kecil dalam molekul obat, misalnya perubahan stereoisomer dapat menimbulkan
perubahan besar dalam sifat farmakologinya.
3. Transmisi Sinyal Biologis
penghantaran sinyal biologis adalah proses yang menyebabkan suatu substansi
ekstraseluler yang menimbulkan respon seluler fisiologis yang spesifik. Reseptor yang
terdapat di permukaan sel terdiri atas reseptor dalam bentuk enzim. Reseptor tidak hanya
berfungsi dalam pengaturan fisiologis dan biokimia, tetapi juga diatur atau dipengaruhi
oleh mekanisme homeostatic lain. Bila suatu sel di rangsang oleh agonisnya secara terusmenerus maka akan terjadi desentisasi yang menyebabkan efek perangsangan.
4. Interaksi Obat-Reseptor
ikatan antara obat dengan resptor biasanya terdiri dari berbagai ikatan lemah (ikatan
ion, hydrogen, hidrofilik, van der Waals), mirip ikatan antara subtract dengan enzim,
jarang terjadi ikatan kovalen.
5. Antagonisme Farmakodinamik
o Antagonis fisiologik
Terjadi pada organ yang sama tetapi pada sistem reseptor yang berlainan.

Antagonisme pada reseptor

Obat yang menduduki reseptor yang sama tetapi tidak mampu menimbulkan efek
farmakologi secara instrinsik
6. Kerja Obat Yang Tidak Diperantarai Reseptor

Efek Nonspesifik Dan Gangguan Pada Membran

Perubahan sifat osmotic

Diuretic osmotic (urea, manitol), misalnya, meningkatkan osmolaritas filtrate


glomerulus sehingga mengurangi reabsorpsi air di tubuli ginjal dengan akibat terjadi
efek diuretic

Perubahan sifat asam/basa. Kerja ini diperlihatkan oleh oleh antacid dalam
menetralkan asam lambung.

Kerusakan nonspesifik. Artinya Zat perusak nonspesifik digunakan sebagai antiseptik


dan disinfektan, dan kontrasepsi.contohnya, detergen merusak intregitas membrane
lipoprotein.

Gangguan fungsi membrane. Anestetik umum yang mudah menguap misalnya eter,,
halotan, enfluran, dan metoksifluran bekerja dengan melarut dalam lemak membrane
sel di SSP sehingga eksitabilitasnya menurun.

Interaksi Dengan Molekul Kecil Atau Ion. Kerja ini diperlihatkan oleh kelator
(chelating agents) misalnya CaNa2 EDTA yang mengikat Pb2+ bebas menjadi kelat
yang inaktif pada keracunan Pb.

Masuk ke dalam komponen sel.

Obat yang merupakan analog puri atau pirimidin dapat berinkoporasi ke dalam asam
nukleat
sehingga mengganggu fungsinya. Obat yang bekerja seperti ini disebut antimetabolit
misalnya :
6-merkaptopurin atau anti mikroba lain
2.2. ANTAGONIS ANTAR OBAT PADA FASA FARMAKODINAMIK

Antagonis farmakodinamik adalah antagonis yang mempengaruhi proses


interaksi obat reseptor, sehingga respons biologis obat menurun. Antagonis berperan
pada proses biokimia penting atau melakukan pemblokan pada reseptor spesifik.
Interaksi dapat bersifat reversible, kompetitif atau irreversible.
2.2.1. Antagonis Kompetitif
Senyawa agonis dan antagonis berkompetisi dalam memperebutkan tempat
reseptor sehingga jumlah agonis yang berinteraksi dengan reseptor menuerun, dan
aktivitas agonis akan menurun. Hal tersebut digambarkan secara skematis sebagai
berikut :
Agonis (A) + Reseptor (R) Kompleks A-R Stimulus Efek Biologis

Antagonis Kompetitif
Pada umumnya ada hubungan struktur agonis dengan antagonis. Kurva
hubungan antara efek biologis dengan log dosis serupa dengan kurva pada antagonis
kimia.Contoh :
a. Antihistamin dan histamin
b. Kolinergik dan antikolinergik
c. Spironolakton dan aldosteron
Antagonis kompetitif dapat diatasi dengan meningkatkan kadar senyawa
nagonis. Proses antagonis kompetitif tergantung dari afinitas senyawa terhadapa
reseptor.

2.2.2. Antagonis Nonkempetitif


Antagonis Nonkempetitif dapat bekerja dengan mekanisme sebagai berikut :
a. Pengurangan afinitas pada reseptor
Obat bekerja pada sel yang sama tetapi pada tempat yang berbeda atau
penghambatan alosetrik. Interaksi senyawa antagonis dengan reseptor menyebabkan
perubahan bentuk konformasi reseptor yang dapat menurunkan afinitas senyawa
agonis sehingga efek yang ditimbulkan juga menurun.
Hal ini berarti afinitas senyawa agonis dan antagonis terhadpa reseptor sama
tetapi aktivitas intrinsiknya berbeda.
Hal tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :
Agonis

Stimulus

Efek

Antagonis

b. Pengurangan aktivitas intrinsic


Senyawa antagonis bekerja pada sel yang berbeda dengan senyawa agonis.
Interaksi senyawa antagonis dengan sel yang berbeda dapat menyebabkan penrunan
aktivitas intrinsik senyawa agonis sehingga efek bioligis yang dihasilkan akan
menurun.
Contoh :

Agonis :spasmolitik (papaverin) dengan antagonis : spasmogen (histamin,

asetilkolin, serotonin atau metakolin).


Agonis :antimetabolit (aminopterin) dengan antagonis : normal metabolit (asam
p-aminobenzoat).

c.

Menghalangi transmisi impuls.


Interaksi senyawa antagonis dengan sel yang berbeda dapat menyebabkan

halangan transmisi impuls senyawa agonis sehingga efek biologis yang dihasilkan
akan menurun.
Contoh agonis : striknin (perangsang sistem saraf pusat) dengan antagonis : prokain
(anestesi setempat).

d.

Berinteraksi dengan makromolekul (membrane, sel atau jaringan ) yang sama

dengan obat agonis, yang merupakan bagian dari sistem reseptor-efektor, sehingga
terjadi penurunan efek biologis.
Contoh :
Agonis : striknin dengan antagonis : kurare
2.2.3.

Kombinasi Antagonis Kompetitif dan Nonkompetitif


Kombinasi satu senyawa yang menimbulkan efek antagonis kompetitif dan

nonkompetitif dengan senyawa agonis juga sering terjadi. Aksi dari komponen non
kompetitif akan terlihat pada kadar yang tinggi dari senyawa antagonis.
Efek yang terjadi pada kurva log dosis-respons adalah pergeseran parallel dan
penekanan dari respons maksimal.
Contoh : kombinasi antikolinergik dengan adifenin atau kamilofen
(papaverin-like action).
2.2.4.

Antagonis Fungsional dan Fisiologik


Apabila dua senyawa agonis yang mempunyai efek berlawanan [efek(+) dan

efek (-)] diberikan secara bersama-sama dapat mengubah parameter biologis,


sehingga terjadi efek antagonis.
Antagonis fungsional adalah apabila dua senyawa agonus yang mempunyai
efek berlawanan bekerja pada satu sel atau sistem yang sama, tetapi pada tempat
yang berbeda.
Contoh Antagonis Fungsional :

Spasmogen, sperti histamine dan senyawa kolinergik, dengan -adrenergik, seperti

isoprenalin, yang bekerja pada sel yang sama yaitu otot polos jaringan bronki.
Antagonis Fisiologi adalah apabila dua senyawa agonis yang mempunyai efek
berlawanan bekerja pada organ atau jaringan yang berebeda sehingga dihasilkan
efek resultante.
Contoh antagonis fisiologis :
-Adrenergik seprti norepinerfin, menimbulkan efek vasokontriksi arteri sehingga
meningkatkan tekanan darah, apabila dikombinasi dengan -adrenergik yang
menimbulkan efek vasodilatasi pada kapiler dan menurunkan tekanan darah, maka
akan mempengaruhi tekanan darah dan terjadi efek resultante.

2.2.5.

Antagonis Ireversible
Tipe antagonis dengan karakteristik masa kerja yang panjang.Pengikatan obat

reseptor kemungkinan bersifat selektif, tempat reseptor hanya untuk satu tipe agonis.
Contoh : Senyawa pemblok -adrenergik, seperti dibenamin dan dibenezilin, dapat
memblok reseptor -adrenergik dengan mengikat reseptor melalui ikatan kovalen.

2.2.6. Antagonis Tipe Kompleks


Antagonis tipe ini cara kerjanya sangat kompleks.
Contoh :

Senyawa

bakteriostatik,

seperti

tetrasiklin,

kloramfenikol,

sulfonamide,

eritromisin dan linkomisin, bekerja sebagai antibakteri dengan menghambat


sintesis protein, sehingga menghambat pertumbuhan bakteri dan tidak mematikan
bakteri.
Senyawa bakterisid, seperti penisilin, sefalosporin, D-sikloserin, vankomisin,

polimiksin, basitrasin, kolistin, streptomisin, kanamisisn dan neomisin, bekerja


sebagai antibakteri dengan menghambat sintesis mukopeptida yang dibutuhkan
untuk pembentukan dinding sel bakteri, akibatnya dinding sel mudah lisis dan
bakteri mengalami kematian.Apabila senyawa bakteriostatik dan bakterisid
dikombinasi, efek bakteriostatik akan menghentikan pertumbuhan sel bakteri,
sehingga senyawa baktersidal menjadi tidak aktif terhadapa bakteri..

BAB III
PENUTUP
3.1.

KESIMPULAN

Obat yang masuk ke dalam tubuh melalui berbagai cara pemberian umumnya
mengalami absorpsi, distribusi dan pengikatan untuk sampai di tempat kerja dan
menimbulkan efek. Kemudian dengan atau tanpa biotransformasi, obat di ekskresi dari
dalam tubuh. Seluruh proses ini di sebut farmakokinetik.
Farmakodinamik ialah cabang ilmu yang mempelajari efek biokimia dan fisiologi
obat serta mekanisme kerjanya. Tujuan mempelajari mekanisme kerja obat ialah untuk
meneliti efek utama obat, mengetahui interaksi obat dengan sel, dan mengetahui urutan
peristiwa serta spectrum efek dan respon yang terjadi.
3.2.SARAN
Pemahaman mahasiswa farmasi terhadap bidang ilmu interaksi obat harus terus di
tingkatkan dengan proses pembelajaran yang kontinyu selain untuk meningkatkan
pemahaman yakni sebagai upaya meningkatkan displin ilmu yang lebih kompeten,
berjiwa pengetahuan dan selalu berfikir kritis terhadap ilmu tersebut.

Daftar Pustaka
Gunawan, Gan Sulistia. 2009. Farmakologi dan Terapi edisi 5. Jakarta: Departemen
Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Kazung, B.G.,2002, Farmakologi Dasar dan Klinik, Salemba Medika, Jakarta.


Mutschler, E., 1986, Dinamika Obat, Penerbit ITB Bandung, Bandung.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan
Makanan, 2000, Informatorium Obat Nasional Indonesia 2000, Sagung Seto, Jakarta.
Sulistia, dkk., 2007, Famakologi dan Terapi, UI Press, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai