UIB - Uraian Pelat Beton PDF

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 34

STRUKTUR PELAT

2.1 Jenis-jenis Tumpuan Pelat

Untuk

merencanakan

pelat

beton

bertulang,

disamping

harus

memperhatikan beban dan ukuran pelat juga perlu diperhatikan jenis tumpuan
tepi.
-

Bila pelat dapat berputar (berotasi) bebas pada tumpuan, maka pelat
dikatakan bertumpu bebas seperti disajikan pada gambar 2.1.

tak dibebani

setelah dibebani

Gambar 2.1 Pelat tepi ditumpu bebas

Bila tumpuan mampu mencegah pelat berotasi dan relatif sangat kaku
terhadap momen puntir, maka pelat itu dikatakan terjepit penuh seperti pada
gambar 2.2.

setelah dibebani

tak dibebani

Gambar 2.2 Pelat tepi ditumpu jepit penuh

12

Bila balok tepi tidak cukup kuat untuk mencegah rotasi sama sekali, maka
pelat itu terjepit sebagian (terjepit elastis) seperti pada gambar 2.3.

setelah dibebani

tak dibebani

Gambar 2.3 Pelat tepi ditumpu jepit elastis

Sebagai gambaran untuk membedakan jepit penuh atau jepit elastis dapat juga
diilustrasikan pada balok anak seperti gambar 2.4.

b. Balok tengah

a. Balok tepi

Gambar 2.4 Hubungan antara pelat dan balok anak

Balok tengah pada gambar 2.4b yang lebih kecil dari balok tepi pada gambar
2.4a akan memberi jepitan yang lebih tinggi terhadap lantai kalau beban dikanan
dan kiri balok adalah permanen. Dengan demikian pada balok tepi lebih
konservatif bila tidak ditinjau sebagai jepit penuh, dan dianjurkan sebagai
tumpuan bebas. Jika diasumsikan sebagai jepit penuh harus dijamin bahwa
balok tepi tersebut mampu mencegah rotasi, untuk itu balok tepi harus didesain
relatif sangat kaku dengan memperhitungkan kekuatan torsi yang cukup.

13

Menurut bentuk geometri dan arah tulangan cara analisis pelat dibagi
menjadi dua yaitu pelat satu arah dan pelat dua arah, yang masing-masing
dibahas lebih mendalam pada pasal-pasal berikut.

2.2 Pelat Satu Arah


Pada gambar 2.5 disajikan contoh pelat satu arah satu bentang dan pelat
dua bentang/ menerus.

a. Pelat satu bentang

b. Pelat menerus dua bentang

Gambar 2.5 Pelat satu arah

Analisis momen lentur pada pelat satu arah sebenarnya dapat dianggap
sebagai gelegar diatas banyak tumpuan.
-

Untuk pelat satu bentang dapat dipandang sebagai struktur statis tertentu,
penyelesaiannya dapat digunakan 3 buah persamaan kesetimbangan.

Untuk pelat dua bentang atau lebih/pelat menerus (statis tak tertentu),
penyelesaiannya menggunakan persamaan kesetimbangan dengan satu
persamaan perubahan bentuk.

14

Selain itu pada SKSNI T15-03-1991 pasal

3.6.6 mengijinkan untuk

menentukan momen lentur dengan menggunakan koefisien momen (tabel 2.1),


asalkan dipenuhi syarat-syarat seperti dibawah ini :
1. Panjang bentang seragam, jika ada perbedaan selisih bentang yang
terpanjang dengan bentang sebelahnya yang lebih pendek maksimum 20%.
2. Beban hidup harus < 3 kali beban mati.
3. Penentuan panjang L untuk bentang yang berbeda :
Untuk momen lapangan, L = bentang bersih diantara tumpuan.
Untuk momen tumpuan, L = rata-rata bentang bersih pada sebelah kiri
dan kanan tumpuan.
Tabel 2.1. Koefisien momen dikalikan qu L2
1/16

1/9

1/16

1/14
1/9

1/24

1/24

1/11

1/16

1/10
1/14

1/ 8

1/10
1/16

1/10

1/11

1/16
1/14

1/10

1/24

1/16
1/10

1/14

1/10
1/24

1/11

1/16

1/16

1/14

1/24

1/24

1/16

1/11
1/11

1/16

1/10
1/16

15

1/16
1/14

1/24

1/10

1/11

1/16

1/11

1/16

1/16

1/10
1/14

1/24

1/11
1/16

1/24

1/11

1/11

1/10

1/16

1/10

1/11

1/10

1/11

1/16

1/16

1/16

1/11

1/16

1/14

1/10

1/16

1/24

1/11

Keterangan
Tumpuan ujung tetap (jepit)
Tumpuan ujung sederhana (sendi)
Menerus diatas tumpuan (sendi)

Untuk dapat lebih memahami analisis perhitungan pelat satu arah, dibawah
ini diberikan langkah-langkah perhitungan pelat satu arah sebagai berikut :
1. Tentukan tebal pelat, dengan syarat batas lendutan (Tabel 1.4).
2. Hitung beban-beban : beban mati, beban hidup dan beban berfaktor.
3. Hitung momen akibat beban berfaktor (Tabel 2.1).
4. Hitung Luas tulangan, dengan memperhatikan batas tulangan :
min <

<

mak

min

= 0,0025

5. Tentukan diameter dan jarak tulangan, dengan memperhatikan lebar retak :


s < smak

smak

2,0 h

smak

250 mm

pilih yang terkecil

16

Jarak minimum
tulangan utama
PBI
: 25 mm
saran : 40 mm

Penutup beton :
Tidak langsung berhubungan
dengan tanah/cuaca = 20 mm
Langsung berhubungan dengan
Tanah/cuaca = 40 mm

Jarak maksimum :
tulangan utama
2.0 h atau 250 mm
tulangan pembagi
250 mm

Minimum tebal pelat :


h 100 mm
h 250 mm ,
diberikan tulangan
atas dan bawah

Diameter tulangan :
Polos
p
8 mm
Deform d
6 mm
Kode tulangan :
Lapisan terluar
Lapisan kedua dari luar
Segitiga menunjuk ke
dalam pelat

Lapisan terluar
Lapisan kedua dari luar

Gambar 2.6 Syarat-syarat tulangan pelat

17

2.3.1. Contoh 1

Diketahui pelat lantai seperti pada gambar 2.7 ditumpu bebas pada tembok bata,
menahan beban hidup 150 kg/m2dan finishing penutup pelat (tegel,spesi,pasir
urug) sebesar 120 kg/m2. Pelat ini terletak dalam lingkungan kering.
Mutu beton fc = 20 MPa, Mutu baja fy = 240 MPa (Polos).

L = 3.60 m

a. Denah

b. Potongan

Gambar 2.7 Pelat satu arah pada contoh 1

Ditanyakan :
Tebal pelat dan Penulangan yang diperlukan

Penyelesaian :
1. Tentukan tebal pelat (berkenaan syarat lendutan).
Tebal minimum pelat hmin menurut Tabel 1.4, untuk fy = 240 MPa dan pelat
ditumpu bebas pada dua tepi adalah : ( L/20) x 0,743, shg menjadi :
hmin =

L
3,6
=
= 0,1333 cm
27
27

Tebal pelat ditentukan h = 0,14 m (= 14 cm).

18

2. Hitung beban-beban
qu = 1,2 qd + 1,6 q1
qd akibat berat sendiri = 0,14 x 2,40

= 0,336 t/m2

qd dari finishing penutup lantai

= 0,120 t/m2
+

Total beban mati qd = 0,456 t/m

= 0,150 t/m2

Beban hidup q1

Beban berfaktor qu = 1,2 x 0,548 + 1,6 x 0,150


= 0,7872 t/m2
3. Tentukan momen yang bekerja akibat beban berfaktor.

Dengan menggunakan Tabel2.1, didapat :


1/24

1/24
1/ 8

Pada lapangan, Mu = 1/8 qu L2 = 1/8 x 0,7872 x 3,62


= 1,2753 tm
Pada tumpuan (memperhitungkan jepit tak terduga)
Mu = 1/24 qu L2 = 1/24 x 0,7872 x 3,62
= 0,4251 tm

4. Hitung tulangan
Tebal pelat h = 140 mm
Tebal penutup p = 20 mm (pasal 1.3).
Ditentukan diameter tulangan
Tinggi efektif d = h p

p
p

= 140 20 . 10 = 115 mm

19

f ' = 15 MPa
c
f = 240 MPa
y

f'
1 c

0,85

max

600
600 + f
y

f
y

0,85

0,85
240

= 075

= 0,85, untuk f ' < 30 MPa


c

15

600
= 0,0323
600 240

0,75

0,0323 = 0,024

min = 0,0025 ( berlaku untuk pelat)


a) Tulangan pada lapangan

Mu

1,2753 tm = 1,2753
M

M
n

Rn

fy
0,85 f 'c

240
0,85 15

1
1
m

1
1 18,8235

1
18,8235

107
115 2

1000

1,2753 10 7
= 1,594 10 7 Nmm
0,8

1,594

n
bd 2

1 -

10 7 Nmm

= 1,2053

= 18,8235

2 m Rn
fy
1 -

18,8235 1,2053
240

2 x18,8235x1,2053
240

= 0,0053
max

>

min

diperlukan tulangan tunggal.


(= 0,0025)

dipakai

= 0,0053

20

b d = 0,0053 x 1000 x 115 = 610 mm2

As =

Diperlukan tulangan

P 10-125

= 628 mm2

610 mm2

memenuhi syarat
(1 meter ada 8 tulangan, @As=78,5 mm2 shg total As=78,5 x 8 = 628 mm2)
b) Tulangan pada tumpuan
Mu = 0,4251 tm = 0,4251 x 107Nmm
Mn =

Rn

m =

7
Mu = 0,4251x10
0,8

= 0,5314 x 107 Nmm

7
Mn = 0,5314 10 = 0,4018
1000 1152
b d2

fy
0,85 fc

'

1
m

1
18,8235

240
0,85x15

= 18,8235

2mRn
fy

18,8235
240

0,5293

= 0,0017

As =

max

diperlukan tulangan tunggal.

min

dipakai

min

= 0,0025

b d = 0,0025 x 1000 x 115 = 288 mm2

Diperlukan tulangan

P 10-250

= 314 mm2

288 mm2

memenuhi syarat
(1 meter ada 4 tulangan, @As=78,5 mm2 shg total As=78,5 x 4 = 314 mm2)

c) Tulangan pembagi
Dalam arah tegak lurus terhadap tulangan utama harus disediakan
tulangan pembagi (demi tegangan suhu dan susut).
Untuk fy = 240

AS =

0,25 bh
100

21

Untuk fy = 400

0,18 bh
100

AS =

Tulangan pembagi di lapangan :


AS =

0,25

1000
100

140

Diperlukan tulangan

= 350 mm2

P 10-220

= 357 mm2

350 mm2

memenuhi syarat
(1 meter ada 5 tulangan, @As=78,5 mm2 shg total As=78,5x5 = 392,5mm2)

Tulangan pembagi di tumpuan cukup diperlukan


tulangan praktis

8 - 250 = 201 mm2

5. Gambar Sketsa Penulangan

10 - 250

8 - 250

10 - 250

10 - 250

10 - 220

1/5 L

1/5 L

720

720
p

1/10 L
360

10 - 250

8 - 250

10 - 220

10 - 250

10 - 125

L = 3600

Gambar 2.7 Sketsa Penulangan pada contoh 1


22

1/10 L
360

2.4 Pelat Dua Arah


Ditinjau suatu pelat lantai dengan balok-balok pendukungnya seperti
gambar 2.8.

LX

LX

B2

B2

B1

B3

B1

LY

B3

LY

B4

B4
X
Y

a. LX

b. LX < 0.4 LY

0.4 LY

Gambar 2.8 Pelat dengan balok-balok pendukungnya.

Apabila Lx

0,4

Ly seperti gambar 2.8a, pelat dianggap sebagai

menumpu pada balok B1,B2,B3,B4 yang lazimnya disebut sebagai pelat yang
menumpu keempat sisinya disebut sebagai pelat yang menumpu keempat
sisinya. Dengan demikian pelat tersebut dipandang sebagai pelat dua arah (arah
x dan arah y), tulangan pelat dipasang pada kedua arah yang besarnya
sebanding dengan momen-momen setiap arah yang timbul.

23

Apabila Lx < 0,4 Ly Seperti pada gambar 2.8b, pelat tersebut dapat
dianggap sebagai pelat menumpu balok B1 dan B3, sedangkan balok B2 dan B4
hanya kecil didalam memikul beban pelat. Dengan demikian pelat dapat
dipandang sebagai pelat satu arah (arah x), tulangan utama dipasang pada arah
x dan pada arah y hanya sebagai tulangan pembagi.
Tabel 2.2 menunjukkan momen lentur yang bekerja pada jalur 1 meter,
masing-masing pada arah x dan arah y.
Mlx = momen lapangan per meter lebar di arah x.
Mly = momen lapangan per meter lebar di arah y.
Mtx = momen tumpuan per meter lebar di arah x.
Mty = momen tumpuan per meter lebar di arah y.
Mtix = momen tumpuan akibat jepit tak terduga diarah x.
Mtiy = momen tumpuan akibat jepit tak terduga diarah y.
Seperti pada pelat satu arah, pemakaian tabel 2.1 ini dibatasi beberapa syarat :
a. Beban pelat terbagi rata.
b. Perbedaan yang terbatas antara besarnya beban maksimum dan minimum
antara panel pelat.
qu, min > 0,4 qu,mak.
c. Perbedaan terbatas antara panjang bentang yang berbatasan.
Lx, terpendek

0,8 Lx, terpanjang.

Ly, terpendek

0,8 Ly, terpanjang.

Jika syarat-syarat diatas dipenuhi, maka tabel 2.2 dapat memberikan hasil yang
aman terhadap momen-momen lentur maksimum.
Momen jepit tak terduga disini dianggap sama dengan setengah momen
lapangan di panel yang berbatasan, maka :
Pada arah x,

Mtix = 1/2 M1x.

Pada arah y,

Mtiy = 1/2 M1y.

24

Tabel 2.2 Momen per meter lebar dalam jalur tengah akibat beban terbagi rata
Skema

II

III

IV

VA

Momen per meter

Ly/Lx

Lebar Jalur

1,0

1,2

1,4

1,6

1,8

2,0

2,5

M1x = 0,001 qulx2 x

41

54

67

79

87

97

110

M1y = 0,001 qulx2 x

41

35

31

28

26

25

24

M1x = 0,001 qulx2 x

25

34

42

49

53

58

62

M1y = 0,001 qulx2 x

25

22

18

15

15

15

14

Mtx = 0,001 qulx2 x

51

63

72

78

81

82

83

Mty = 0,001 qulx2 x

51

54

55

54

54

53

51

M1x = 0,001 qulx2 x

30

41

52

61

67

72

80

M1y = 0,001 qulx2 x

30

27

23

22

20

19

19

Mtx = 0,001 qulx2 x

68

84

97

106

113

117

122

Mty = 0,001 qulx2 x

68

74

77

77

77

76

73

M1x = 0,001 qulx2 x

24

36

49

63

74

85

103

M1y = 0,001 qulx2 x

33

33

32

29

27

24

21

Mty = 0,001 qulx2 x

69

85

97

105

110

112

112

M1x = 0,001 qulx2 x

33

40

47

52

55

68

62

M1y = 0,001 qulx2 x

24

20

18

17

17

17

16

Mtx = 0,001 qulx2 x

69

76

80

82

83

83

83

M1x = 0,001 qulx2 x

31

45

58

71

81

91

106

M1y = 0,001 qulx2 x

39

37

34

30

27

25

24

Mtx = 0,001 qulx2 x

91

102

108

111

113

114

114

= terletak bebas
= menerus pada tumpuan
= tidak tertumpu (ujung bebas / tergantung)

25

Tabel 2.2 (lanjutan)

Skema

Momen per meter


Lebar Jalur

VB

1,0

1,2

1,4

1,6

1,8

2,0

2,5

39

47

57

64

70

75

81

31

25

23

21

20

19

19

Mtx = 0,001 qulx2 x

91

98

107

113

118

120

124

M1x = 0,001 qulx2 x

28

37

45

50

54

58

62

M1y = 0,001 qulx2 x

25

21

19

18

17

17

16

Mtx = 0,001 qulx2 x

60

70

76

80

82

83

83

Mty = 0,001 qulx2 x

54

55

55

54

53

53

51

M1x = 0,001 qulx2 x

14

21

27

34

40

44

52

M1y = 0,001 qulx2 x

30

39

47

56

64

70

85

Mtx = 0,001 qulx2 x

48

69

94

120

148

176

242

Mty = 0,001 qulx2 x

63

79

94

106

116

124

137

30

33

35

37

39

40

41

M1y = 0,001 qulx2 x

14

15

15

15

15

15

15

Mtx = 0,001 qulx2 x

63

69

74

79

79

80

82

Mty = 0,001 qulx2 x

48

48

47

47

47

46

45

M1x = 0,001 qulx2 x


M1y = 0,001

VI

VIIA

VII

Ly/Lx

M1x = 0,001

qulx2

qulx2

= terletak bebas
= menerus pada tumpuan
= tidak tertumpu (ujung beban bebas/tergantung)

26

2.5 Contoh Perhitungan Pelat dua arah

2.5.1 Contoh 2

Diketahui :
Pelat lantai menumpu pada balok seperti gambar 2.9, berada di lingkungan
kering, ditumpu pada balok beton yang tidak diperhitungkan menahan torsi.
Mutu beton fc = 15 MPa, Mutu baja fy = 240 MPa, tersedia tulangan diameter
10 mm.

4.00

4.80

Gambar 2.9 Pelat pada contoh 2

Diminta :
Tentukan tebal pelat dan tulangan yang diperlukan, bila pelat memikul beban
hidup 250 kg/m2 dan beban finishing penutup pelat (tegel, spesi, pasir
urug,plafon) = 140 kg/m2.

Penyelesaian :
1. Tentukan tebal pelat hmin menurut Tabel 1.4, untuk fy = 240 MPa dan bentang
pendek

Lx = 4,00 meter

adalah :

27

hmin =

L
4,0
=
= 0,148 m
27
27

Tebal pelat ditentukan h = 0,15 m (= 150 mm)

2. Hitung beban-beban
qu = 1,2 qd + 1,6 q1
qd akibat berat sendiri = 0,15 x 2,40 = 0,360 t/m2
qd dari finishing penutup lantai

= 0,140 t/m2

Total beban mati qd

= 0,500 t/m2

Beban hidup q1

= 0,250 t/m2

Beban berfaktor qu = 1,2 x 0,500 + 1,6 x 0,250


= 1,00 t/m2

3. Tentukan momen yang bekerja akibat beban berfaktor.


Ditinjau pias sebelebar 1 meter, jadi qu = 1,00 t/m
Dengan menggunakan tabel 2.1, untuk Ly/Lx = 1,2
Kasus I, tumpuan bebas didapat momen dari tabel 2.2 sebagai berikut :
MLx = 0,054 qu Lx2 = 0,054 x 1,0 x 4,02 = 0,864 tm
MLy = 0,035 qu Lx2 = 0,35 x 1,0 x 4,02

= 0,560 tm

Mtix = 1/2 M1x

= 1/2 x 0,864

= 0,432 tm

Mtiy = 1/2 M1y

= 1/2 x 0,560

= 0,280 tm

4. Hitung tulangan
Tebal pelat h = 150 mm
Tebal penutup p = 20 mm (pasal 1.3).
Ditentukan diameter tulangan
Tinggi efektif : dx = h - p - 1/2

= 10 mm

= 150 - 20 - 1/2 x 10 = 125 mm


dy = h - p -

Px

- 1/2

Py

= 140 - 20 - 10 -1/2 x 10 = 115 mm

28

dx = 125 mm

dy = 115 mm

150
10
10
20

Gambar 2.10 Penentuan dx dan dy

fc = 15 MPa

0,85, untuk fc

fy = 240 MPa
b

0,85 1f'c
fy

0,85x0,85x15
240

600
600 fy
x

600
= 0,0323
600 240

max =

0,75 x

min =

0,0025 (berlaku untuk pelat)

= 0,75 x 0,0323 = 0,024

a) Tulangan pada lapangan arah x


b

= 1000 mm, d = 125 mm

Mu = 0,864 tm = 0,864 x 107Nmm

0,864 x107
M
u
Mn =
=
0,8

= 1,080 x 107

7
Mn = 1,080x10
= 0,6912
=
1000x1252
bd 2
fy
240
m =
=
= 18,8235
'
0,85 fc
0,85x15

Rn

1
m

2mRn
fy

29

30 Mpa

1
18,8235

2 x18,8235x0,6912
240

= 0,0030
perlu
perlu

>

max

diperlukan tulangan tunggal.

min

dipakai

= 0,0030

b d = 0,0030 x 1000 x 125 = 375 mm2

As =

Diperlukan tulangan

P 10-200

= 392 mm2

375 mm2

memenuhi syarat

b) Tulangan pada lapangan arah y


b

= 1000 mm, d = 115 mm

Mu = 0,560 tm = 0,560 x 107Nmm


Mn =

7
Mu = 0,560x10
0,8

= 0,700 x 107 Nmm

7
Mn = 0,700x10
= 0,5293
1000x1152
bd 2
fy
240
m =
=
= 18,8235
'
0,85 fc
0,85x15

Rn

1
m

1
18,8235

2mRn
fy

2x18,8235x0,5293
240

= 0,0023

As =

max

diperlukan tulangan tunggal.

min

dipakai

min

= 0,0025

b d = 0,0025 x 1000 x 115 = 288 mm2

Diperlukan tulangan

P 10-250

= 314 mm2

memenuhi syarat

30

288 mm2

c) Tulangan pada tumpuan arah x


b

= 1000 mm, d = 115 mm

Mu = 0,560 tm = 0,560 x 107Nmm


Dengan cara yang sama pada perhitungan diatas,
didapat :
= 0,0018
As =

min

min

dipakai

min

= 0,0025

b d = 0,0025 x 1000 x 125 = 313 mm2

Diperlukan tulangan

P 10-250

= 314 mm2

313 mm2

memenuhi syarat

d) Tulangan pada tumpuan arah y


b

= 1000 mm, d = 115 mm

Mu = 0,280 tm = 0,280 x 107Nmm


Dengan cara yang sama pada perhitungan diatas,
didapat :
= 0,0012
As =

min

min

dipakai

min

= 0,0025

b d = 0,0025 x 1000 x 115 = 288 mm2

Diperlukan tulangan

P 10-250

= 288 mm2

313 mm2

memenuhi syarat

5. Gambar Sketsa Penulangan


Sketsa penulangan diperlihatkan seperti gambar 2.11.
Pada tumpuan arah x, tulangan dihentikan pada jarak 1/5 L x dari muka balok.
Pada tumpuan arah y, tulangan juga dihentikan pada jarak 1/5 Lx dari muka
balok.
Pada lapangan arah x, sesuai hitungan diperlukan tulangan

10-200, tulangan

tersebut dihentikan sampai jarak 1/10 Lx dari muka tumpuan. Selanjutnya


tulangan yang masuk ke balok paling sedikit 50 % dari jumlah tulangan yang
diperlukan dilapangan (Lihat gambar 2.1a).

31

Kode tulangan :

- Lampisan terluar
- Lapisan kedua dari luar
Segitiga menunjuk kedalam pelat

- Lapisan terluar
- Lapisan kedua dari luar
Catatan :
P 10-200,

artinya : tulangan polos diameter 10 mm dipasang setiap jarak 200 mm.

D 10-200,

artinya : tulangan deform diameter 10 mm dipasang setiap jarak 200 mm.

32

Lx = 4000

Ly = 4800

(a). Denah Penulangan Pelat


1/5
Lx
800

1/5
Lx
800
p

10 - 250

1/10
L
400

10 - 250

10 - 200

Lx = 4000

10 - 250

1/10
L
400

(b). Potongan tulangan arah x


1/5
Lx
800

1/5
Lx
800
p

1/10
L
400

10 - 250

10 - 200

10 - 250

Ly = 4800

(c). Potongan tulangan arah y


Gambar 2.11 Detail Penulangan pelat contoh 2

33

1/10
L
400

10 - 250

2.5.2 Contoh 3
Diketahui Pelat Lantai untuk Ruang Kuliah seperti gambar 2.12. Mutu beton f c =
20 MPa, Mutu baja fy = MPa.
Diminta : Tentukan tebal Pelat dan Rencana Penulangan.

4.50

4.50

X
3.00

3.00

3.00

(a). Denah pelat, dengan balok-balok pendukungnya

(b). Hubungan pelat dengan balok-balok


Gambar 2.12 Struktur pelat dengan balok-balok pendukung

34

Penyelesaian :
1. Tentukan tebal pelat
Tebal minimum pelat hmin menurut Tabel 1.4, untuk
fy = 240 MPa dan bentang pendek Lx = 3,00 meter adalah :
- Pelat tipe a, satu ujung menerus, tebal minimum :
hmin =

L
3,0
=
= 0,09375 m = 93,75 mm
32
32

- Pelat tipe b, kedua ujung menerus, tebal minimum :


hmin =

L
3,0
=
= 0,08108 m = 81,08 mm
37
37

Ditentukan tebal pelat 0,10 m = 100 mm.

2. Pembebanan
Pelat lantai digunakan untuk Ruang Kuliah, dengan finishing penutup pelat
ditentukan sebagai berikut :
- tegel teraso, tebal

= 2 cm,

-spesi pasangan

= 2 cm,

- pasir urug bawah lantai

= 2 cm,

- plafon, eternit

= asbes pelat,

sesuai tabel 2.1 Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung 1983


(PPIUG-1983), dapat di hitung besarnya beban mati dan beban hidup sebagai
berikut :
- Beban mati :
berat sendiri pelat = 0,10 x 1 x 2400
tegel tebal 2 cm = 2 x 24
spesi pasangan = 0,02 x 1 x 2100
pasir urug = 0,02 x 1 x 1600
Plafond, eternit = 11 + 7
Total beban mati
qd
- Beban hidup :

= 240 kg/m2
= 48 kg/m2
= 42 kg/m2
= 32 kg/m2
= 18 kg/m2
= 380 kg/m2

Dari Tabel 3.1 Peraturan PPIUG 1993, untuk ruang kuliah ditentukan
sebesar

35

q1 = 250 kg/m2
- Beban berfaktor :
qu = 1,2 qd + 1,6 q1
= 1,2 x 380 + 1,6 x 250 = 856 kg/m2

3. Tentukan momen yang bekerja akibat beban berfaktor.


Ditinjau pias selebar 1 meter, jadi qu = 0,856 t/m.

Ly = 4,5 m
Lx = 3,0 m

Ly / Lx = 1,5

Dengan menggunakan Tabel 2.2, untuk Ly/Lx = 1,5


- Pelat tipe a, Kasus VIA : (interpolasi linier)
MLx = 0,052 qu Lx2 = 0,052 x 0,856 x 3,02 = 0,400 tm
MLy = 0,022 qu Lx2 = 0,022 x 0,856 x 3,02 = 0,169 tm
Mtx = 0,094 qu Lx2 = 0,094 x 0,856 x 3,02 = 0,724 tm
Mty = 0,075 qu Lx2 = 0,075 x 0,856 x 3,02 = 0,724 tm
Mtix = 1/2 Mlx

= 1/2 x 0,400

= 0,200 tm

Mtiy = 1/2 Mly

= 1/2 x 0,169

= 0,085 tm

- Pelat tipe b, Kasus VIB : (interpolasi linier)


MLx = 0,048 qu Lx2 = 0,048 x 0,856 x 3,02 = 0,370 tm
MLy = 0,019 qu Lx2 = 0,019 x 0,856 x 3,02 = 0,147 tm
Mtx = 0,078 qu Lx2 = 0,078 x 0,856 x 3,02 = 0,600 tm
Mty = 0,055 qu Lx2 = 0,055 x 0,856 x 3,02 = 0,424 tm
Mtiy = 1/2 Mly

= 1/2 x 0,147

= 0,074 tm

edysip88@yahoo.com

4. Hitung tulangan
Tebal pelat h = 100 mm
Tebal penutup p = 20 mm (pasal 1.3).
Ditentukan diameter

= 8 mm

36

Tinggi efektif :

dx = h - p - 1/2

= 100 - 20 - 1/2 x 8 = 76 mm
dy = h - p -

P -1/2

= 100 - 20 - 8 - 1/2 x 8 = 68 mm

= 76 mm

100

dy = 68 mm
8
8
20

Gambar 2.13 Penentu dx dan dy


fc = 20 MPa

= 0,85, untuk fc

30 MPa

fy = 240 MPa
b

0,85 1f ' c
fy

600
0,85x0,85x20
x
600 240
240

600
600 f y

max

= 0,75 x

min

= 0,0025 (berlaku untuk pelat )

= 0,043

= 0,75 x 0,043 = 0,03225

1. Tulangan Pelat tipe (a)


a) Pada lapangan arah x
b

= 1000 mm, d = 76 mm

Mu = Mlx = 0,400tm = 0,400 x 107 Nmm

0,400x107
M
u
Mn =
=
0,8
Rn

7
Mn = 0,500x10
1000x762
bd 2

= 0,500 x 107 Nmm

= 0,8656

37

m =

fy
240
=
= 14,1176
'
0,85 fc
0,85x20

1
m

1
14,1176

2mRn
fy

2 x14,1176x0,8656
240

= 0,0037

As =

max

diperlukan tulangan tunggal.

min

dipakai

= 0,0037

b d = 0,0037 x 1000 x 76 = 281 mm2

Diperlukan tulangan

8-150 = 333 mm2

281 mm2

memenuhi syarat

b) Pada lapangan arah y


b

= 1000 mm, d = 68 mm

Mu = MLy = 0,169 tm = 0,169 x 107Nmm


Dengan cara yang sama pada perhitungan diatas, didapat :
= 0,0011
As =

min

max

dipakai

min

= 0,0025

b d = 0,0025 x 1000 x 68 = 170 mm2

Diperlukan tulangan

P 8-200

= 250 mm2

170 mm2

memenuhi syarat

c) Pada tumpuan arah x (tumpuan tengah)


b

= 1000 mm, d = 76 mm

Mu = Mtx = 0,724 tm = 0,724 x 107Nmm


Dengan cara yang sama pada perhitungan diatas,
didapat :
= 0,0067
As =

min

dipakai

b d = 0,0067 x 1000 x 68 = 456 mm2

38

Diperlukan tulangan

8-1000 = 500 mm2

456 mm2

memenuhi syarat

d) Pada tumpuan arah y (tumpuan tengah)


b

= 1000 mm, d = 68 mm

Mu = Mty = 0,578 tm = 0,578 x 107Nmm


Dengan cara yang sama pada perhitungan diatas,
didapat :
= 0,0053
As =

min

dipakai

b d = 0,0053 x 1000 x 68 = 360 mm2

Diperlukan tulangan

P 8-120

= 416 mm2

360 mm2

memenuhi syarat

e) Pada tumpuan tepi (arah x dan arah y)


Mtix = 0,200 tm = 0,200 x 107 Nmm
Mtiy = 0,085 tm = 0,085 x 107Nmm
Diberikan tulangan sama dengan lapangan, maka :
Arah x :

P 8-150

Arah y :

P 8-200

39

2. Tulangan Pelat tipe (b).


Dengan melihat besarnya momen pada pelat tipe (b) relatif lebih kecil dari pada
pelat tipe (a), dengan tujuan praktis dan untuk menghindarkan banyaknya tipe
tulangan yang sering berakibat kesalahan didalam pelaksanaan, maka tulangan
yang terpasang disamakan dengan tulangan pada pelat tipe (a), yaitu sbb:
Lapangan arah x,

M1x = 0,370

P 8-150

Lapangan arah y,

M1y = 0,147

P 8-200

Tumpuan tengah arah x,

Mtx = 0,600

P 8-100

Tumpuan tengah arah y,

Mty = 0,424

P 8-120

Tumpuan tepi arah y, Mtiy = 0,074

P 8-200

Gambar Penulangan pelat lantai diperlihatkan pada gambar 2.14.

40

1/5Lx

1/4Lx

1/4Lx

0.75

0.75

0.60

C
0.60

Ly = 4.50

0.75

B
1/4Lx

Ly = 4.50

1/5Lx

A
Lx = 3.00

Lx = 3.00

Lx = 3.00

(a). Denah Tulangan Pelat Lantai


600

750

3.00

750

750

3.00

750

600

3.00

(b). Potongan Tulangan Arah - x, daerah lapangan


Gambar 2.14 Detail Penulangan Pelat Lantai Contoh 3

41

2.6 Distribusi Beban


Ditinjau pelat tipe (a) seperti pada gambar 2.15. Pelat tersebut didukung
oleh balok-balok B1,B2 dan B4
Lx
B2

B1

B3

Ly

B4

B4
(a) Denah

(b) Distribusi beban

Gambar 2.15 Distribusi beban pelat terhadap balok

Beban pelat didistribusikan ke balok-balok pendukungnya melalui garis-garis


yang berarah 45o dari sudut panel seperti gambar 2.15b.
Balok bentang pendek memikul beban trapesium masing-masing setinggi 1/2 Lx
seperti gambar 2.16.

1/2 L

1/2 L

Ly

L
(a) Bentang pendek

(b) Bentang panjang

Gambar 2.16 Beban yang dipikul balok akibat pelat

42

Untuk balok yang hanya terdiri dari satu bentang, adalah tidak mengalami
kesulitan di dalam menghitung gaya-gaya dalam yang timbul (momen lentur dan
gaya geser), jika diterapkan langsung beban segitiga dan trapesium seperti di
atas, tetapi jika balok-balok ini merupakan balok menerus yang terdiri dari dua
bentang atau lebih, perhitungan mekanika akan menjadi rumit.
Langkah konservatip telah diambil oleh para perancang di dalam mengubah
beban segitiga/trapesium ini ke dalam beban merata equivalen, yaitu dengan
mendasarkan bahwa momen maksimum bentang akibat beban merata
equivalen, dengan asumsi balok bertumpu bebas pada kedua ujungnya (lihat
gambar 2.17).

1/2 Lx
Leq = 1/3 Lx
Lx

(a). Beban segitiga menjadi beban merata.

Ly Lx

1/2 Lx

Leq

Ly

Leq = 1/6 Lx {3 4(Lx/2Ly)2}


(b) Beban trapesium menjadi beban merata
Gambar 2.17 Lebar equivalen pelat yang dipikul oleh balok

43

Ditinjau gambar 2.17a, dengan hukum kesetimbangan momen maksimum


akibat beban segitiga yang terjadi ditengah bentang di titik T sebesar :
Mmax = 1/24 Lx3
Momen maksimum akibat beban terbagi merata equivalen
Meq = 1/8 Leq Lx2
Dengan cara yang telah disebutkan di depan, Mmax = Meq maka
1/8 Leq Lx2 = 1/24 Lx3
Leq = 1/3 Lx
Untuk beban trapesium seperti gambar 2.17b, momen maksimum di tengah
bentang di titik T adalah :
Mmax = 1/48 Lx Lx2 3 4( Lx / 2 Ly ) 2
Momen ini harus sama dengan momen akibat beban merata equivalen yaitu :
1/8 Leq Lx2, maka :
1/48 Lx Lx2 3 4( Lx / 2 Ly ) 2 = 1/8 Leq Lx2 sehingga :
Leq = 1/6Lx

3 4( Lx / 2 Ly ) 2

Perlu dicatat bahwa perhitungan beban/lebar equivalen seperti di atas


membawa hasil yang relatip boros, sebagai gambaran diberikan contoh sebagai
berikut :
Diketahui :
Pelat lantai tipe (a) dengan lebar Lx = 3,00 m, Ly = 5,00 m seperti gambar 2.18
memikul beban terbagi rata sebesar qu = 0,800 t/m2
Diminta : Hitung beban yang dipikul balok B1,B2,B3,B4. akibat pelat tersebut.
Penyelesaian :
Pada balok bentang pendek

Leq = 1/3 Lx2


= 1/3 x 3,00 = 1,00 m

Beban equivalen yang dipikul oleh balok B2 dan B4 adalah


qbalok = Leq qu = 1,00 x 0,800 = 0,8 t/m.
Pada bentang panjang

Leq = 1/6Lx

3 4( Lx / 2 Ly ) 2

44

Leq = 1/6 x 3,00 x 3 4(

300 2
)
2 x5,00

= 1,320 m
Beban yang dipikul oleh balok B1 dan B3 adalah
qbalok = Leq qu = 1,32 x 0,800 = 1,056 t/m

L = 3,00
B

2
1,00

B1

B3

(a)

L y = 5.00
B4
1,32

Gambar 2.18 Contoh distribusi beban pelat

Total beban sebelum didistribusikan = 0,80 x 3,00 x 5,00


= 12 ton.
Total beban setelah didistribusi

= 2 (0,8 x 3,0 + 1,056 x 5,0)


= 15,36 ton

12 ton.

Dari uraian tersebut dianjurkan, bahwa untuk kasus-kasus struktur yang


sederhana

seyogyanya

dihitung

berdasarkan

cara

pembebanan

yang

sesungguhnya (beban segitiga/trapesium), sedangkan untuk struktur yang


komplek dapat dilakukan dengan pembebanan equivalen.

45

Anda mungkin juga menyukai