Anda di halaman 1dari 18

BAB IV

LENTUR MURNI PELAT

4.1 Persyaratan Tumpuan Pelat


Disamping pembebanan, ukuran dan persyaratan tumpuan tepi pelat juga perlu
dipertimbangkan. Beberapa kondisi tumpuan yang dipertimbangkan:
1. Ditumpu bebas
Pelat dapat berotasi bebas pada tumpuan, contohnya pelat yang ditumpu oleh tembok
bata.
2. Terjepit penuh
Tumpuan mencegah pelat untuk berotasi dan relatif sangat kaku terhadap momen
puntir, contohnya pelat yang monolit (menyatu) dengan balok yang tebal.
3. Terjepit sebagian (jepit elastis)
Tumpuan tidak cukup kuat untuk mencegah rotasi, contohnya pelat yang monolit
dengan balok tetapi balok tidak begitu tebl sehingga tidak cukup kaku dan tidak
cukup kuat mencegah rotasi.

Selain jepit penuh dan jepit sebagian, juga sering ditemukan ”jepit tak terduga”,
contohnya pelat tertanam sepanjang sisinya dalam tembok. Pada sisi pelat yang
tertanam akan timbul momen jepit (momen tak terduga).

Ditumpu bebas

sebelum
setelah
dibebani
dibebani

Terjepit penuh
125

sebelum
setelah
dibebani
dibebani
Page

Struktur Beton Bertulang Ir. Mhd Ridwan,MT


Terjepit sebagian (jepit elastis)

sebelum
setelah
dibebani
dibebani

Jepit tak terduga

Gambar 4.1 Kondisi tumpuan

4.2 Panjang Bentang Teoritis Pelat


- Bila lebar balok perletakan kurang dari atau sama dengan dua kali tebal pelat (b ≤
2h), maka panjang bentang teoritis dianggap sama dengan jarak antara pusat ke
pusat balok (Gambar a).
- Bila lebar balok perletakan lebih dari atau sama dengan dua kali tebal pelat (b >
2h), maka panjang bentang teoritis dianggap (l = L + 100) (Gambar b).

b L b b L b
l=L+b l=L+100
(a) (b)
- Bila (L+h) lebih besar dari jarak pusat ke pusat tumpuan, maka panjang bentang
teoritis boleh diambil jarak pusat ke pusat tersebut.
126

(l = L + 2 x ½ b = L + b).
Page

Struktur Beton Bertulang Ir. Mhd Ridwan,MT


b L b L b
l=L+b l=L+b

4.3 Persyaratan Tebal Pelat

SNI 03-2847-2002 pasal 11.5 ayat (3) mensyaratkan tebal pelat minimum dengan
balok yang menghubungkan tumpuan pada semua sisinya (pelat dengan penulangan dua
arah) harus memenuhi ketentuan berikut:
1. untuk αm ≤ 0,2, tebal pelat minimum harus memenuhi syarat seperti Tabel di bawah
(syarat untuk pelat tanpa balok interior yang menghubungkan tumpuan-tumpuannya
dan rasio bentang panjang terhadap bentang pendek tidak lebih dari dua).
Tanpa penebalan Dengan penebalan
Panel Panel
Tegangan Panel luar Panel luar
dalam dalam
leleh, fy
Tanpa Dengan Dengan
(Mpa) Tanpa balok
balok balok balok
pinggir
pinggir pinggir pinggir
300 αn/33 αn/36 αn/36 αn/36 αn/40 αn/40
400 αn/30 αn/33 αn/33 αn/33 αn/36 αn/36
500 αn/28 αn/31 αn/31 αn/31 αn/34 αn/34
αn adalah bentang bersih pelat (jarak tepi ke tepi balok / tumpuan)
dan nilai di atas tidak boleh kurang dari nilai berikut :
- pelat tanpa penebalan : 120 mm
- pelat dengan penebalan : 100 mm
2. untuk 0,2 < αm ≤ 0,2, tebal pelat minimum harus memenuhi
 f 
λ n  0,8 + y 
 1500 
h= dan tidak boleh kurang dari 120 mm
36 + 5β (a m − 0,2)

3. untuk αm > 0,2, tebal pelat minimum adalah


 f 
λ n  0,8 + y 
127

h= 
1500 
dan tidak boleh kurang dari 90 mm
36 + 9 β
Page

Struktur Beton Bertulang Ir. Mhd Ridwan,MT


SNI 03-2847-2002 pasal 11.5 ayat (2) mensyaratkan tebal pelat minimum dengan
penulangan satu arah (bila lendutan tidak dihitung) harus memenuhi ketentuan berikut:
Dua Satu Kedua
Komponen
Tumpuan Ujung Ujung Kantilever
struktur
Sederhana Menerus Menerus
Pelat masif satu αn/20 αn/24 αn/28 αn/10
arah
Balok atau pelat αn/16 αn/18,5 αn/21 αn/8
rusuk satu arah

4.4 Distribusi Gaya-gaya dalam Pelat Satu Arah


Distribusi gaya-gaya dalam pelat dapat dianggap sebagai gelegar di atas
beberapa tumpuan. Besarnya gaya-gaya dapat ditentukan dengan metode mekanika
teknik yang telah baku. SNI 03-2847-2002 Pasal 15.6 mengijinkan menentukan
distribusi gaya-gaya menggunakan cara Perencanaan Langsung yaitu menggunakan
koefisien momen jika memenuhi syarat-syarat berikut:
a. Panel pelat harus berbentuk persegi dengan perbandingan bentang panjang
terhadap bentang pendek tidak lebih dari dua.
b. Minimum harus ada tiga bentang menerus dalam masing-masing arah.
c. Panjang bentang bersebelahan, diukur antara sumbu ke sumbu tumpuan, tidak
boleh berbeda lebih dari sepertiga bentang terpanjang.
d. Beban yang diperhitungkan hanya beban gravitasi dan terbagi rata; beban hidup
tidak boleh melebihi 2 kali beban mati.
e. Posisi kolom boleh menyimpang maksimum 10% panjang bentang (dalam arah
penyimpangan)

f. Kekakuan relatif balok dalam dua arah tegak lurus ( 0,2 ≤ α1λ2 / α 2λ1 ≤ 5,0 )
2 2

Contoh penggunaan koefisien untuk berbagai kondisi dalam menghitung distribusi


momen. Besar momen adalah koefisien dikalikan dengan Wu λ 2n .

1/16 1/9 1/16

1/14 1/14

1/24
128

1/9 1/24

1/11 1/11
Page

1/16 1/10 1/10 1/16


Struktur Beton Bertulang Ir. Mhd Ridwan,MT
1/14 1/16 1/14

1/24 1/10 1/10 1/24

1/11 1/16 1/11


Keterangan :

Tumpuan ujung tetap

Tumpuan ujung sederhana

Menerus diatas tumpuan


129
Page

Struktur Beton Bertulang Ir. Mhd Ridwan,MT


4.5 Perencanaan Pelat Satu Arah
Dengan memperhatikan syarat-syarat batas, panjang bentang dan distribusi
momen, maka tulangan pelat yang diperlukan dapat dihitung seperti dijelaskan dalam
contoh berikut.

Contoh
Diketahui pelat lantai ditumpu bebas diatas tembok bata, menahan beban hidup qL = 1,5
kN/m2 dan penutup lantai qD = 0,5 kN/m2. Pelat berada di lingkungan kering. Mutu
beton f’c = 20 MPa dan mutu baja fy = 240 MPa. Tentukan tebal pelat dan jumlah
tulangan yang diperlukan.

b=240 L=3760 b=240

Penyelesaian :
Perhitungan dilakukan per 1 m lebar pias.
Bentang teoritis:
l = L + (2 x ½ b) = 3760 + (2 x ½ x 240) = 4000 mm
Pelat diatas tumpuan sederhana (tumpuan bebas):
Untuk fy = 240 MPa  hmin = 1/27 l
Hmin = 1/27 x 4000 = 148 mm ≈ tebal 150 mm

Beban-beban:
- berat sendiri pelat : 0,15 x 24 = 3,6 kN/m2
- berat penutup lantai : = 0,5 kN/m2
qD = 4,1 kN/m2
qu = 1,2qD + 1,6qL = 1,2 x 4,1 + 1,6 x 2,5 = 8,92 kN/m2

Momen lapangan :
Mu = 1/8 qu l2 = 1/8 x 8,92 x 42 = 17,84 kNm
130

Momen tumpuan :
Mu, tak terduga = 1/24 x 8,92 x 42 = 5,95 kNm
Page

Struktur Beton Bertulang Ir. Mhd Ridwan,MT


Perhitungan tinggi efektif d:

d h

Beton decking 20 mm
∅ tulangan 10 mm
Tinggi efektif : d = 150 – 20 – (½ x 10) = 125 mm

Penulangan Lapangan
Mu 17,84
Mn = = = 22,30 kNm
ϕ 0,80

Mn 22,3 ⋅ 106
Rn = 2 = = 1,427 MPa
bd 1000 ⋅ (125) 2
fy 240
m= = = 14,12
0,85 ⋅ f'c 0,85 × 20

1  2 m Rn 

ρ= 1− 1−
m  fy 
 

1  2 × 14,12 ×1,427 
ρ= 1 − 1 −  = 0,00622

14,12  240 

1,4 1,4
ρ min = = = 0,00583
f y 240

ρ max = 0,75 ρ b
0,85 f 'c 600
ρ max = 0,75 × β1
fy (600 + f y )

0,85 × 20 600
ρ max = 0,75 × 0,85 = 0,03225
240 (600 + 240)
ρmin < ρ < ρmax  under-reinforced

As = ρ b d = 0,00622 x 1000 x 125 = 778 mm2


131

Dipasang tulangan φ10-100 (Ast = 785 mm2)


Page

Struktur Beton Bertulang Ir. Mhd Ridwan,MT


Tulagan bagi (tulangan susut dan suhu):
fy = 240 MPa  As = 0,25% . b. h
fy = 400 MPa  As = 0,18% . b. h
Asb = 0,25% x 1000 x 150 = 375 mm2
(dipasang tulangan φ8-125)

Penulangan Tumpuan:
Mu 5,95
Mn = = = 7,4375 kNm
ϕ 0,80

Mn 7,4375 ⋅ 106
Rn = = = 0,476 MPa
bd 2 1000 ⋅ (125) 2

1  2 m Rn 

ρ= 1− 1−
m  fy 
 

1  2×14,12 × 0,476 
ρ= 1 − 1 −  = 0,002
14,12  240 

As = ρ b d = 0,002 x 1000 x 125 = 252 mm2
Dipasang tulangan φ8-150 (Ast = 333 mm2)
Dipasang tulangan bagi φ8-250
Catatan :
Tulangan momen tak terduga dan tulangan bagi tidak perlu dibandingkan dengan ρmin.
132
Page

Struktur Beton Bertulang Ir. Mhd Ridwan,MT


b=240 L = 3760 b=240

φ8 - 150 φ8 - 150

φ10 - 200
φ10 - 200

1/5 L 1/5 L

Jarak maksimum dan minimum dari tulangan

d
h

Jarak maksimum tulangan utama:


1,5h atau 250 mm (pada momen maksimum)
3h atau 500 mm (momen menurun)

Jarak minimum tulangan utama : 25 mm (disarankan 40 mm)

Jarak maksimum tulangan bagi : 250 mm


133
Page

Struktur Beton Bertulang Ir. Mhd Ridwan,MT


4.5 Perencanaan Pelat Dua Arah
Pelat dua arah yang ditumpu keempat tepinya merupakan struktur statis tak tentu.
Penyaluran beban pelat ke tumpuan untuk pelat dua arah dengan syarat-syarat batas
yang sama pada keempat tepinya dapat digambarkan seperti berikut:

ly

0,5 qu,lantai lx

lx lx

0,5 qu,lantai ly

ly
134
Page

Struktur Beton Bertulang Ir. Mhd Ridwan,MT


lebar
pias
arah y

lebar
ly pias δy
arah x

qy

qx
lx

δx
5 q x l 4x
δx =
384 EI
4
5 q y ly
δy = dengan δx = δy dan q = qx + qy
384 EI

Penyelesaian akan mendapatkan momen tumpuan dan momen lapangan dalam


arah-x dan arah-y. Untuk pelat tertumpu bebas pada keempat sisinya, dengan tabel
didapat koefisien x sebagai berikut:
Momen per meter ly / lx
lebar pias 1,0 1,2 1,4 1,6 1,8 2,0 2,5 3,0
M lx = 0,001 q u l 2x x 41 54 67 79 87 97 110 117

M ly = 0,001 q u l 2y x 41 35 31 28 26 25 24 23

Mtix = ½ Mlx : momen jepit tak terduga /m’ arah x


Mtiy = ½ Mlx : momen jepit tak terduga /m’ arah y
135
Page

Penulangan Dua Arah Menurut SNI 03-2847-2002

Struktur Beton Bertulang Ir. Mhd Ridwan,MT


φ8-100

φ8-200

φ8-200
φ8-125 φ8-125
φ8-250

φ8-250
φ8-100

φ8-200

φ8-200

φ8-125 φ8-125
φ8-250

φ8-250
φ8-100

φ8-200

φ8-200

φ8-125 φ8-125
φ8-250

φ8-250
φ8-100
136
Page

4.6 Perencanaan Penulangan Pelat Dua Arah


Struktur Beton Bertulang Ir. Mhd Ridwan,MT
Diketahui pelat lantai ditumpu bebas pada keempat sisinya (di atas tembok bata).
Pelat lantai menerima beban hidup WL = 6 kN/m2 dan beban mati penutup lantai
(tegel+spesi) WD = 0,8 kN/m2. Pelat berada di lingkungan basah. Mutu beton f’c = 15
MPa dan mutu baja fy = 240 MPa. Rencanakan penulangan pelat tersebut.

Penyelesaian :
Perhitungan dilakukan 1 m lebar pias.
Syarat-syarat batas dan bentang teoritis :
lx = Lx + (2 x ½ b) = 3760 + (2 x ½ x 240) = 4000 mm
ly = Ly + (2 x ½ b) = 6160 + (2 x ½ x 240) = 6400 mm
ly/lx = 6400/4000 = 1,60.
Tebal pelat (hmin) = lx/20 = 4000/20 = 200 mm
Beban-beban :
- berat sendiri pelat : 0,20 x 24 = 4,8 kN/m2
137

- berat penutup lantai (tegel + spesi) = 0,8 kN/m2


Page

qD = 5,6 kN/m2

Struktur Beton Bertulang Ir. Mhd Ridwan,MT


qu = 1,2qD + 1,6qL = 1,2(5,6) + 1,6(6,0) = 16,3 kN/m2

Momen-momen:
Mlx = 0,001 x 16,3 x 42 x 79 = 20,6 kNm
Mly = 0,001 x 16,3 x 42 x 28 = 7,3 kNm
Mtix = ½ Mlx = ½ x 20,6 = 10,3 kNm
Mtiy = ½ Mly = ½ x 7,3 = 3,7 kNm

Perhitungan tinggi efektif d:

ds h

Tebal penutup beton adalah 40 mm


∅ tulangan arah x 10 mm
∅ tulangan arah y 10 mm
Tinggi efektif :
dx = 200 – 40 – (1/2 x 10) = 155 mm
dy = 200 – 40 – 10 – (1/2 x 10) = 145 mm

Penulangan lapangan arah x


Mu = Mlx = 20,6 kNm
Mn = Mu/ϕ = 20,6/0,80 = 25,75 kNm
Mn 25,75 ⋅ 10 6
Rn = = = 1,072 MPa
b d x2 1000 ⋅ (155) 2

fy 240
m= = = 18,82
0,85 ⋅ f'c 0,85 × 15

1  2 m Rn 

ρ= 1− 1−
m fy 
 

1  2 × 18,82 ×1,072 
ρ= 1 − 1 −  = 0,0047

18,82  240 

1,4 1,4
138

ρ min = = = 0,00583
f y 240

ρ max = 0,75 ρ b
Page

Struktur Beton Bertulang Ir. Mhd Ridwan,MT


0,85 f 'c 600
ρ max = 0,75 × β1
fy (600 + f y )

0,85 × 15 600
ρ max = 0,75 × 0,85 = 0,0242
240 (600 + 240)

ρ < ρmin  digunakan tulangan minimum


Asly = ρmin b d = 0,00583 x 1000 x 155 = 904 mm2

Penulangan lapangan arah y


ρ < ρmin  digunakan tulangan minimum
As = ρmin b d = 0,00583 x 1000 x 145 = 846 mm2
Dipasang tulangan φ10-90 (Ast = 872 mm2)

Penulangan tumpuan arah x


Mu = Mtix = 10,3 kNm (momen tumpuan = momen jepit tak terduga)
Mn = Mu/ϕ = 10,3/0,80 = 12,875 kNm
Mn 12,875 ⋅ 10 6
Rn = = = 0,536 MPa
b d x2 1000 ⋅ (155) 2

fy 240
m= = = 18,82
0,85 ⋅ f'c 0,85 × 15

1  2 m Rn 

ρ= 1− 1−
m fy 
 

1  2 × 18,82 × 0,536 
ρ= 1 − 1 −  = 0,0023

18,82  240 

Astix = ρ b d = 0,0023 x 1000 x 155 = 357 mm2
Dipasang tulangan φ10-200 (Ast = 392 mm2)

Penulangan tumpuan arah y


Mu = Mtiy = 3,7 kNm
Mn = Mu/ϕ = 3,7/0,80 = 4,625 kNm
Mn 4,625 ⋅ 10 6
Rn = = = 0,22 MPa
b d x2 1000 ⋅ (145) 2
139

fy 240
m= = = 18,82
Page

0,85 ⋅ f'c 0,85 × 15

Struktur Beton Bertulang Ir. Mhd Ridwan,MT


1  2 m R n 
ρ= 1− 1−
m fy 
 
1  2 × 18,82 × 0,220 
ρ= 1 − 1 −  = 0,000925
18,82  240 

Astiy = ρ b d = 0,00925 x 1000 x 145 = 134 mm2


Dipasang tulangan φ10-300 (Ast = 261 mm2)
Untuk daerah tumpuan dipasang tulangan bagi φ8-300 mm.

φ8-300

1/5 lx

1/5 lx 1/5 lx
φ10-180
φ10-180

φ10-200 φ10-200

φ10-170
φ10-170
φ8-300

φ8-300
1/5 lx

φ8-300
140
Page

Struktur Beton Bertulang Ir. Mhd Ridwan,MT


DAFTAR PUSTAKA

Istimawan, D. (1994). Struktur Beton Bertulang (Berdasarkan SK SNI T-15-1991-


03, Departemen Pekerjaan Umum RI). PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Macgregor, J.G. (1997). Reinforced Concrete Mechanics and Design. Prentice-Hall,


International, Inc.

Nawy, Edward G. (1996). Beton Bertulang (Suatu Pendekatan Dasar).


Diterjemahkan oleh : Bambang, S. PT Eresco, Bandung.

Park, R. & T. Pauley (1975). Reinforced Concrete Structure. New York, John Wiley
& Sons.

SNI 03-2847-2002. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung
Wahyudi dan Rahim (1999). Struktur Beton Bertulang (Standar Baru SNI T-15-
1991-03). PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Wang dan Salmon (1993). Disain Beton Bertulang. Diterjemahkan oleh Binsar
Hariandja, Jilid 1. Erlangga, Jakarta.

Wang dan Salmon (1993). Disain Beton Bertulang. Diterjemahkan oleh Binsar
Hariandja, Jilid 2. Erlangga, Jakarta.

Peraturaran Pembebanan Indonesia untuk Gedung, 1983.

DAFTAR PUSTAKA

1. Istimawan, D. (1994). Struktur Beton Bertulang (Berdasarkan SK SNI T-15-1991-


03, Departemen Pekerjaan Umum RI). PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

2. Nawy, Edward G. (1996). Beton Bertulang (Suatu Pendekatan Dasar).


Diterjemahkan oleh : Bambang, S. PT Eresco, Bandung.

3. SNI 03-2847-2002. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan


Gedung

4. Wahyudi dan Rahim (1999). Struktur Beton Bertulang (Standar Baru SNI T-15-
196

1991-03). PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

5. Wang dan Salmon (1993). Disain Beton Bertulang. Diterjemahkan oleh Binsar
Page

Hariandja, Jilid 1. Erlangga, Jakarta.

Struktur Beton Bertulang Ir. Mhd Ridwan,MT


6. Peraturaran Pembebanan Indonesia untuk Gedung, 1983.

7. Wuryuti, S. dan Rahmadiyanto, C. (2001) Teknologi Beton. Kanisius.


197
Page

Struktur Beton Bertulang Ir. Mhd Ridwan,MT

Anda mungkin juga menyukai