Anda di halaman 1dari 59


GENERAL

ONE WAY SLAB

TWO WAY SLAB

BEND-OneWaySlab 2
Plat (Slab) adalah elemen tipis yang menahan beban-beban
transversal melalui aksi lentur ke masing-masing tumpuan.

Saat ini, plat beton bertulang merupakan suatu sistem lantai yang
dipakai dalam sebagian besar bangunan, sebagai lantai, atap, dan
dinding dari gedung-gedung, serta sebagai plat lantai (deck) dari
jembatan. Bentuknya bervariasi, tidak hanya berupa panel
segiempat saja, bentuk panel-panel yang tak beraturan pun telah
dibuat.

Untuk bangunan gedung, plat beton tersebut biasanya ditumpu


oleh balok-balok secara monolit (artinya plat dan balok dicor
bersama-sama sehingga menjadi satu kesatuan), atau ditumpu
oleh dinding-dinding bangunan. Tetapi bisa juga plat tersebut
didukung oleh balok-balok baja dengan sistem “composit”.
(a) Plat ditumpu oleh balok (b) Plat ditumpu oleh dinding
monolit

Shear
connector

(c) Plat ditumpu balok baja (d) Plat ditumpu kolom secara
dengan sistem “composit” langsung (plat cendawan)
PERILAKU PLAT SEPERTI BALOK
Plat beton terutama berperilaku sebagai bagian konstruksi lentur,
sehingga perencanaannya serupa dengan perencanaan balok. Bahkan
secara umum perencanan plat ini agak lebih sederhana daripada balok,
karena :
1). Tegangan-tegangan geser yang terjadi pada plat biasanya lebih
rendah, sehingga perhitungan tulangan geser jarang diinjau, kecuali
jika pada plat tersebut terdapat beban terpusat yang berat.
2). Pada hitungan plat jarang diperlukan tulangan tekan.
JENIS PERLETAKAN PLAT PADA BALOK
Menurut Peraturan Beton Bertulang Indonesia (PBI) 1971, perletakan plat
pada balok digolongkan menjadi 3 (tiga) macam, yaitu plat terjepit
penuh, terjepit elastis, dan plat terletak bebas.

Keadaan terjepit penuh


dimungkinkan terjadi jika plat
tersebut ditumpu oleh balok
monolit yang berukuran
(relatif) besar, sehingga
Balok tidak berputar apabila plat berputar/berotasi
karena mengalami lendutan
akibat beban cukup berat,
(a) Plat terjepit penuh kedudukan balok tetap/tidak
ikut berputar
Keadaan plat terjepit elastis
dimungkinkan terjadi jika plat
ditumpu oleh balok monolit
tetapi berukuran (relatif) kecil,
sehingga apabila plat
berputar/berotasi karena
Balok ikut berputar
mengalami lendutan, maka
balok tersebut ikut berputar.
(b) Plat terjepit elastis
Plat terletak bebas akan
terjadi jika hubungan antara
balok dan plat tidak menjadi
satu kesatuan/tidak monolit.
Misalnya, plat dicor diatas
Balok & plat tidak
balok beton yang sudah lama
monolit kering. Selain itu, menurut
PBI’71 menyebutkan bahwa
plat beton yang dijepit
(c) Plat terletak bebas tembok harus dianggap
sebagai plat terletak bebas.
PEMBACAAN GAMBAR TULANGAN PADA PLAT
1 2

tumpuan lapangan tumpuan

 Tulangan pokok (1) dipasang pada bagian atas


plat
 Tulangan pembagi (2) dipasang menempel di
bawah tulangan pokok
PEMBACAAN GAMBAR TULANGAN PADA PLAT
2

 Gambar harus dibaca dari kiri ke kanan, atau dari bawah ke atas, serta diberi
tanda segitiga ( )
 Untuk tulangan yang digambar dengan garis mendatar, harus dibaca dari kiri ke
kanan. Sedangkan tulangan yang digambar dengan garis vertikal, harus dibaca
dari bawah ke atas.
 Jika tanda segitiga “menduduki” tulangan, artinya merupakan tulangan bawah.
Jika tanda segitiga “mendukung” tulangan, artinya merupakan tulangan atas.
 Jika tanda segitiga pada tulangan hanya satu buah, berarti tulangan dipasang
pada urutan kesatu. Jika berjumlah dua berarti tulangan dipasang pada urutan
kedua. Jumlah segitiga sering diganti dengan garis satu atau dua.
PERENCANAAN PLAT
Beberapa ketentuan dalam perencanaan plat beton
bertulang adalah sebagai berikut :
1. Tebal selimut beton (Pasal 9.7 SNI 2002)
Tulangan diameter D-36 dan yang lebih kecil = 20 mm
Tulangan diameter D44 – D-56 = 40 mm

2. Jarak bersih tulangan s (Pasal 9.6 SNI 2002)


s ≥ D (D = diameter tulangan deform, dalam mm)
s ≥ 25 mm

3. Jarak maksimal (as-as) tulangan (Pasal 3.16.6-5 SNI 1991)


Jarak maksimal tulangan pokok/utama : s ≤ 2h (plat 2 arah) s ≤ 500mm
s ≤ 3h (plat 1 arah)
Jarak maksimal tulangan bagi : s ≤ 5h & s ≤ 500mm
* h = tebal plat lantai (mm)
PERENCANAAN PLAT
4. Tebal minimal plat (pasal 9.1-1 PBI 1971)
Untuk plat atap, h ≥ 90 mm
Untuk plat lantai, h ≥ 120 mm

5. Luas tulangan minimal plat


Luas tulangan pokok/utama (pasal 9.1-2 PBI 1971) : As ≥ 0,0025 bh
Luas tulangan pembagi (pasal 3.16.12 SNI 1991)
fy ≤ 300 Mpa, Asb ≥ 0,0020 bh
fy = 400 Mpa, Asb ≥ 0,0018 bh
fy > 400 Mpa, Asb ≥ 0,0014 bh
* b = lebar plat, selalu diambil 1m atau 1000mm
EFFECTIVE SPAN OF SLAB  CUR 1, p. 73-74

IF : b  2 h
h

b L b
Leff = L + b

IF : b > 2 h

b L b
Leff = L + 100 mm

 Read : SKSNI sec. 3.1.7


SISTEM PENULANGAN PLAT
Pada prinsipnya, sistem perencanaan tulangan plat dapat dibagi menjadi
2 macam, yaitu

Plat Satu Arah (One Way Slab)

Plat Dua Arah (Two Way Slab)


LAY OUT & VIEW OF ONE-WAY SLAB

1. 2.

A A A A

A-A A-A

Slab is supported by Cantilever Slab


brick wall fixed at the beam
Pada dasarnya, plat satu arah memiliki sifat
yang sama dengan balok tumpuan sederhana
atau balok menerus

Plat dengan tulangan pokok satu arah ini akan


diperoleh jika plat betonnya hanya menahan beban
(momen lentur) satu arah saja, misalnya pada plat
kantilever atau pada plat dengan dua tumpuan
sejajar.
1 2
2

1
daerah lapangan

TAMPAK DEPAN TAMPAK ATAS

Gambar (1). Plat kantilever

Ket :
1. Tulangan Pokok
2. Tulangan pembagi
1 2
2

1
tumpuan lapangan tumpuan

TAMPAK DEPAN TAMPAK ATAS

Gambar (2). Plat dengan dua tumpuan sejajar

Ket :
1. Tulangan Pokok
2. Tulangan pembagi
DESAIN PLAT SATU ARAH (One way slab)

 Perhitungan plat selalu diambil per 1 meter lebar

 Menghitung Tulangan plat :


Tentukan tebal efektif plat (d) atau tebal pelat (h)
dengan jarak decking (ds), momen nominal (Mn) atau
momen perlu (Mu), mutu beton (fc’) serta mutu baja
(fy)
Langkah-langkah menghitung tulangan plat adalah
sebagai berikut :
Hitung nilai K  Dengan syarat K ≤ Kmaks

dimana,

Jika nilai K > Kmaks, maka tebal plat kurang mencukupi

Hitung nilai a 

Hitung luas tulangan pokok perlu (Asult), dengan


memilih nilai terbesar antara :

dan
Hitung luas tulangan pembagi (Asbu) yang diperlukan
(kalau ada), dengan memilih nilai terbesar antara :
1). Asb = 20%. Asult
2). Untuk fy ≤ 300 Mpa, maka Asb = 0,0020bh = 2h
Untuk fy = 400 Mpa, maka Asb = 0,0018bh = 1,8h
Untuk fy > 400 Mpa, maka Asb = 0,0018bh(400/fy) = 720h/fy
3). Asb = 0,0014h = 1,4h

Hitung jarak tulangan pokok (diameter r) maupun tulangan


bagi (diameter r1) dengan memilih nilai terkecil (dibulatkan ke
bawah) dari nilai jarak berikut :
-Jarak Tulangan Pokok : - Jarak Tulangan pembagi :
s ≤ (250 r2)/Asult s1 ≤ (250 r12)/Asbu
s ≤ 2h (utk plat 2 arah) s1 ≤ 5h
s ≤ 3h (utk plat 1 arah) s1 ≤ 500mm
s ≤ 500 mm
Digunakan tulangan sebagai berikut :
Tulangan pokok Dr-s = (250 r2)/s ≥ Asult
Tulangan pembagi Dr1-s1 = (250 r12)/s1 ≥ Asbu

 Menghitung momen tersedia pada plat :


Tentukan tebal efektif plat (d) atau tebal pelat (h)
dengan jarak decking (ds), luas tulangan pokok (As),
mutu beton (fc’) serta mutu baja (fy)
Langkah-langkah menghitung momen tersedia pada
plat adalah sebagai berikut :
Kontrol rasio tulangan (ρ) 
dimana, dan

Jika nilai ρ > ρmaks , maka tebal pelat kurang mencukupi (perlu
diperbesar).
Hitung nilai a  dengan b = 1000 mm

Hitung momen nominal (Mn) dan momen tersedia (Mu)


dan
 Merencanakan tebal plat
Untuk menghitung/merencakan tebal plat beton
bertulang harus diketahui : momen nominal (Mn) atau
momen perlu (Mu), mutu beton (fc’), serta mutu baja
tulangan (fy).
Langkah-langkah menghitung tebal plat adalah sebagai
berikut :
Hitung nilai dminimal 

Nilai dminimal yang diperoleh, dibulatkan ke atas.


Selanjutnya dihitung nilai K (dengan nilai d pembulatan),
sampai selesai diperoleh tulangan, seperti pada langkah-
langkah perhitungan tulangan plat.
qu = 4,9 kN/m2

90 mm

L = 1,5 m

Plat kantilever dengan tebal 90 mm menahan beban qu = 4,9 kN/m2,


dengan bentang = 1,5 m. Digunakan mutu beton fc’ = 20 Mpa, mutu
baja fy = 300 Mpa, serta tersedia tulangan D10 dan D8. Hitung dan
gambarlah tulangan plat.
Misalkan diambil ds = 25 mm  d = 90 – 25
= 65 mm
Mu = ½ qu. L2
= ½ (4,9) (1,5)2
= 5,5125 kNm
K = Mn/bd2
= 5,5125 x 106/(0,8) x (1000) x (65)2
= 1,6309 Mpa

 Kmaks = 5,689 MPa

K < Kmaks (OK!!!)


 a = 6,568 mm

Tulangan  Asult = 372, 1867 mm2


Pokok :
As =
 Asmin = 225 mm2 Asult

Jarak tulangan pokok


s = 250 (10)2)/372,1867 = 211,03 mm
s = 3h = 3 x 90 = 270 mm s = 211,03 mm
s = 500 mm ≈ 200 mm
Luas tulangan D10-200 = (250 (10)2) / 200 = 392,7 mm2 ≥ Asult
OK!!!
Asb = 20% Asult = 20% x 372,1867 = 74,4373 mm2 Asb =
Tulangan Asb = 2h = 2 x 90 = 180 mm2
180
Pembagi : Asb = 1,4h = 1,4 x 90 = 126 mm2
mm2

Jarak tulangan pembagi :


s = 250 (8)2)/180 =279,25 mm s = 279,03 mm
s = 5h = 5 x 90 = 450 mm ≈ 275 mm
s = 500 mm
Luas tulangan D8-275 = (250 (8)2) / 275 = 182,78 mm2 ≥ Asb

Jadi, digunakan Tulangan Pokok = D10-200


Tulangan Pembagi = D8-275
D10-200 D8-275
25 mm
65 mm

L = 1,5 m

TAMPAK DEPAN

D10-200
D8-275

TAMPAK ATAS
Dari contoh soal (1), cobalah dicek apakah tulangan plat
yang terpasang mampu menahan beban yang bekerja
padanya ?
Penyelesaian :
 ρbal = 0,03211

 ρmaks = 0,0240833

 ρ = 0,005726 < ρmaks (OK!!!)

 a = 6,568 mm
 Mn = 6.890.962,313 Nmm

 Mu = 5.512.769,851 Nmm = 5,512770 kNm

 Mu = 5,5127 kNm > Mu (awal) (OK!!!)


Plat dengan tulangan pokok dua arah ini akan
diperoleh jika plat betonnya hanya menahan beban
(momen lentur) dua arah, yaitu arah lx dan ly.
 Perhitungan momen pada plat :

 Table 4.2.b of CUR IV


or Table 13.3.1 & 13.3.2 PBI-1971

 Table 4.3.b - 4.3.m of CUR IV

 Through principles of mechanics


& “yield-line analysis”.
Scheme Load distribution
based on ly / lx 1,0 1,2 1,4 1,6 1,8 2,0 2,5 3,0
‘envelope method’
0,3 lx ½ mlx = 0,001 wu . lx2 . 41 54 67 79 87 97 110 117
I mly = 0,001 41 35 31 28 26 25 24 23
½ ½ m =½m
lx

0,3 lx
tix lx
ly ½ mtiy = ½ mly

½ mlx = 0,001 wu . lx2 . 25 34 42 49 53 58 62 65


II mly = 0,001 wu . lx2 . 25 22 18 15 15 15 14 14
½ ½
mtx = - 0,001 wu . lx2 . 51 63 72 78 81 82 83 83
½ mty = - 0,001 wu . lx2 . 51 54 55 54 54 53 51 49

½ mlx = 0,001 wu . lx2 . 30 41 52 61 67 72 80 83


III mty = 0,001 wu . lx2 . 30 27 23 22 20 19 19 19
½ ½
0,3 lx

mtx = - 0,001 wu . lx2 . 68 84 97 106 113 117 122 124


½ mty = - 0,001 wu . lx2 . 68 74 77 77 77 76 73 71
mtix = ½ mlx
mtiy = ½ mly

½ mlx = 0,001 wu . lx2 . 24 36 49 63 74 85 103 113


IV
½ ½ mty = 0,001 wu . lx2 . 33 33 32 29 27 24 21 20
½
mty = - 0,001 wu . lx2 . 69 85 97 105 110 112 112 112
Free end mtix = ½ mlx
Continuous supported continued
Scheme Load distribution
based on ly / lx 1,0 1,2 1,4 1,6 1,8 2,0 2,5 3,0
‘envelope method’
mlx = 0,001 wu . lx2 . 33 40 47 52 55 58 62 65
½ mly = 0,001 wu . lx2 . 24 20 18 17 17 17 16 16
V
½ ½ mtx = - 0,001 wu . lx2 . 69 76 80 82 83 83 83 83
½ mtiy = ½ mlx

mlx = 0,001 wu . lx2 . 31 45 58 71 81 91 106 115


0,3 lx ½
Va mly = 0,001 wu . lx2 . 39 37 34 30 27 25 24 23
2
½ ½ mty = - 0,001 wu . lx . 91 102 108 111 113 114 114 114
lx

0,3 lx

ly ½ mtix = ½ mlx
mtiy = ½ mly
0,3 lx
0,3 lx

VB mlx = 0,001 wu . lx2 . 39 47 57 64 70 75 81 84


mly = 0,001 wu . lx2 . 31 25 23 21 20 19 19 19
½
mtx = - 0,001 wu . lx2 . 91 98 107 113 118 120 124 124
mtix = ½ mlx
mtiy = ½ mly
continued
Scheme Load distribution
based on ly / lx 1,0 1,2 1,4 1,6 1,8 2,0 2,5 3,0
‘envelope method’
mlx = 0,001 wu . lx2 . 25 36 47 57 64 70 79 63
VIA
½
mly = 0,001 wu . lx2 . 28 27 23 20 18 17 16 16
½ ½
mtx = - 0,001 wu . lx2 . 54 72 88 100 108 114 121 124
½
mty = - 0,001 wu . lx2 . 60 69 74 76 76 76 73 71
mtix = ½ mlx

½
mlx = 0,001 wu . lx2 . 28 37 45 50 54 58 62 65
VIIB mly = 0,001 wu . lx2 . 25 21 19 18 17 17 16 16
½ ½

½
mtx = - 0,001 wu . lx2 . 60 70 76 80 82 83 83 83
mty = - 0,001 wu . lx2 . 54 55 55 54 53 53 51 49
mtiy = ½ mlx

Free end
Continuous supported
 Cara menggunakan Tabel 4.2 CUR IV :
1. Pada perencanaan, selalu dipilih bentang ly, yang
merupakan bentang yang lebih panjang, atau minimal
sama dengan bentang lx.
2. Jenis momen yang dihitung meliputi 4 macam, yaitu
terdiri dari 2 buah momen lapangan (Mly dan Mlx) serta 2
buah momen tumpuan (Mtx dan Mty). Posisi dari 4 buah
momen tersebut dilukiskan seperti gambar berikut :
ly Mtx

-
lx Mlx

+
-
Mtx
Mty - - Mty
+ Mly

ty
3. Jika ly > lx, maka Mly < Mlx. Tetapi jika (ly/lx) ≥ 2,5 maka
Mly hanya berfungsi sebagai tulangan pembagi saja,
yaitu Mly ≈ 20%Mlx
4. Pada perencanaan tulangan plat, dihitung jenis tulangan
pokok maupun tulangan pembagi, baik arah ly maupun lx
sesuai dengan kondisi berikut :
Daerah tumpuan : dihitung tulangan pokok & pembagi
Daerah lapangan : hanya dihitung tulangan pokok saja
(tanpa tulangan pembagi), karena di
daerah lapangan terjadi persilangan
antara tulangan pokok pada arah ly
dengan arah lx.
5. Besar momen di dalam plat (arah lx maupun ly) dihitung
dengan persamaan :
Mt(l)i = 0,001. Ct(l)i. q. lx2
dimana :
Mt(l)i = momen tumpuan (atau lapangan) pada arah bentang i (kNm)
Ct(l)I = koefisien untuk tumpuan (atau lapangan) pada arah I, yang
diperoleh dari Tabel 4.2 CUR IV
q = beban terbagi rata yang bekerja pada plat (kN/m2)
Lx = bentang arah x atau bentang pada sisi plat yang pendek (m)
Diketahui :
Plat berukuran 6m x 4m, dengan tebal h = 120mm, ds = 25mm
Diperhitungkan terjepit penuh pada keempat tepinya
Menahan beban hidup ql = 4 kN/m2
Mutu beton fc’ = 20 Mpa, jenis tulangan BJTD-30
Berat beton γc = 25 kN/m3
Tersedia batang tulangan D10 dan D6.
Ditanya :
Hitung dan gambar penulangan plat tersebut.
Penyelesaian :
Berat beban qD = 0,12 x 25 = 3 kN/m2
Beban perlu qu = 1,2 (3) + 1,6 (4) = 10 kNm.

ly/lx = 6/4 = 1,5


Dari tabel 4,2 CUR IV, diperoleh :
Clx = 36, Cly = 17, Ctx = 76, Cty = 57

Momen perlu :
Mlx (+) = 0,001. Clx. qu. lx2 = 0,001. 36. 10. 42 = 5,76 kNm
Mly (+) = 0,001. Cly. qu. lx2 = 0,001. 17. 10. 42 = 2,72 kNm
Mtx (-) = 0,001. Ctx. qu. lx2 = 0,001. 76. 10. 42 = 12,16 kNm
Mty (-) = 0,001. Cty. qu. lx2 = 0,001. 57. 10. 42 = 9,12 kNm

 Penulangan lapangan (hanya ada tulangan pokok saja) :


d = h-ds = 120 – 25 = 95 mm
Mlx (+) = 5,76 kNm = 5,76.106 Nmm

K = Mn/bd2
= 5,76 x 106/(0,8) x (1000) x (95)2
= 0,7978 Mpa < Kmaks (OK!!!)

 Kmaks = 5,689 MPa

 a = 4,568 mm

 As = 258,853 mm2
As =
Asmin
 Asmin = 300 mm2
Jarak tulangan pokok
s = 250 (10)2)/300 = 261,799 mm
s = 2h = 2 x 120 = 240 mm s = 240 mm
s = 500 mm ≈ 240 mm

Luas tulangan D10-240 = (250 (10)2) / 240 = 327,25 mm2 ≥ As


• Tulangan lapangan arah x = D10-240
Mly (+) = 2,72 kNm = 2,72.106 Nmm
ds1 = dia.tul lx + ds = 10 + 25 = 35 mm
d1 = h-ds1 = 120 – 35 = 85 mm
K = Mn/bd2
= 2,72 x 106/(0,8) x (1000) x (85)2
= 0,4706 Mpa < Kmaks (OK!!!)
 a = 2,387 mm

 As = 135,263 mm2
As =
 Asmin = 300 mm2 Asmin
Jarak tulangan pokok
s = 250 (10)2)/300 = 261,799 mm
s = 240 mm
s = 2h = 2 x 120 = 240 mm
≈ 240 mm
s = 500 mm
Luas tulangan D10-240 = (250 (10)2) / 240 = 327,25 mm2 ≥ As
• Tulangan lapangan arah y = D10-240
 Penulangan tumpuan (ada tulangan pokok & pembagi) :

Mtx (-) = 12,16 kNm = 12,16.106 Nmm


K = Mn/bd2
= 12,16 x 106/(0,8) x (1000) x (95)2
= 1,6842 Mpa < Kmaks (OK!!!)

 a = 9,9308 mm

 As = 562,745 mm2 As =
Asult
 Asmin = 300 mm2
Jarak tulangan pokok
s = 250 (10)2)/562,745 = 139,566 mm s = 120 mm
s = 2h = 2 x 120 = 240 mm (kelipatan dari
s = 500 mm jarak tulangan
pokok lapangan)
Luas tulangan D10-120 = (250 (10)2) / 120 = 654,498 mm2 ≥ As
• Tulangan tumpuan arah x = D10-120
Tulangan Asb = 20% Asult = 20% x 562,745 = 112,549 mm2
Pembagi : Asb = 2h = 2 x 120 = 240 mm2 Asb =
Asb = 1,4h = 1,4 x 120 = 168 mm2 240
Jarak tulangan pembagi : mm2
s = 250 (6)2)/240 =117,810 mm s = 117,810 mm
s = 5h = 5 x 120 = 600 mm ≈ 115 mm
s = 500 mm
Luas tulangan D6-115 = (250 (6)2) / 115 = 245, 86 mm2 ≥ Asb
• Tulangan pembagi tumpuan arah x = D6-115

Mty (-) = 9,12 kNm = 9,12.106 Nmm


ds2 = dia.tul lx + ds = 10 + 25 = 35 mm
d2 = h-ds2 = 120 – 35 = 85 mm
K = Mn/bd2
= 9,12 x 106/(0,8) x (1000) x (85)2
= 1,5779 Mpa < Kmaks (OK!!!)

 a = 8,294 mm

 As = 469,993 mm2
 Asmin = 300 mm2
As = Asult = 469,993 mm2
Jarak tulangan pokok
s = 250 (10)2)/469,993 = 167,108 mm s = 167,108 mm
s = 2h = 2 x 120 = 240 mm ≈ 120 mm
s = 500 mm
Luas tulangan D10-120 = (250 (10)2) / 120 = 654,498 mm2 ≥ As
• Tulangan tumpuan arah y = D10-120
Tulangan As = 20% As = 20% x 469,993 = 93,999 mm2
Pembagi : Asb = 2h = 2 xult120 = 240 mm2 Asb =
b
Asb = 1,4h = 1,4 x 120 = 168 mm2 240
Jarak tulangan pembagi : mm2
s = 250 (6)2)/240 =117,810 mm
s = 117,810 mm
s = 5h = 5 x 120 = 600 mm
≈ 115 mm
s = 500 mm
Luas tulangan D6-115 = (250 (6)2) / 115 = 245, 864 mm2 ≥ As
• Tulangan pembagi tumpuan arah y = D6-115
D10-120 D10-120
D6-115 D6-115

D10-240 D10-240
Ly = 6 m TAMPAK DEPAN

D10-120
D6-115
D10-240

D10-120 D10-120
D10-240

D10-240
D6-115
D6-115

D10-120

D6-115

TAMPAK ATAS
Tangga beton bertulang dari suatu bangunan gedung adalah
bagian dari bangunan gedung yang terbuat dari beton
bertulang dan berfungsi sebagai alat penghubung dari
tingkatan-tingkatan lantai bangunan gedung tersebut.

Tingkatan lantai yang perlu dihubungkan antara lain :


-Dari tanah ke lantai dasar (ground floor)
-Dari lantai dasar ke lantai pertama (first floor), dan dari
lantai pertama ke lantai kedua (second floor), dan
seterusnya
-Dari tanah/lantai dasar ke lantai dibawah tanah (basement)
 Persyaratan tangga
Pada dasarnya, suatu tangga harus memenuhi dua syarat sebagai
berikut :
1. Mudah dipergunakan
2. Mudah dapat dilihat

Pedoman desain tangga, menurut Sugeng Djojowirono (1984) :


1. Untuk tangga mobil masuk garasi, dapat diambil sudut maksimal 12,5˚,
atau dengan kemiringan 1 : 8
2. Untuk tangga luar (diluar bangunan), dapat diambil sudut 20˚ atau
dengan kemiringan 1 : 5
3. Untuk tangga perumahan dan bangunan gedung pada umumnya (agar
tidak melelahkan), dapat diambil sudut kemiringan 30˚ - 35˚
4. Tangga dengan sudut kemiringan > 41˚, disebut tangga curam.
Misalnya tangga untuk basement dapat diambil sudut kemiringan 45˚,
sedangkan untuk menara atau tandon air dapat diambil lebih curam,
misalnya 75˚ - 90˚
 Ukuran lebar tangga
Ukuran lebar tangga dari suatu bangunan, biasanya tergantung dari jenis
bangunan yang akan didirikan. Berikut ini diberikan beberapa contoh
ukuran lebar tangga, yaitu :
1. Untuk ruangan-ruangan yang kurang/tidak banyak dilalui orang,
dapat diambil lebar tangga 60-70 cm, untuk gudang/ruangan di
bawah tanah dapat diambil lebar = 60cm
2. Untuk perumahan biasanya diambil lebar tangga = 90cm
3. Untuk bangunan umum pada dasarnya tergantung jumlah orang
secara bersama-sama dapat menggunakan tangga tersebut,
misalnya :
 Untuk 1 org, diambil lebar tangga = 110 cm
 Untuk 2 org, diambil lebar tangga = 130 cm
 Untuk 3 org, diambil lebar tangga = 190 cm
 Penentuan ukuran anak tangga
Agar tangga dapat digunakan dengan mudah dan nyaman (tidak
melelahkan), maka ukuran anak tangga perlu dihitung dengan mengingat
beberapa pertimbangan berikut :
1. Satu langkah orang berkisar antara 61-65 cm. Untuk Indonesia dapat
diambil 61 cm
2. Untuk mengangkat kaki diperlukan tenaga dua kali dari pada untuk
memajukan kaki
3. Makin kecil sudut kemiringan tangga, makin mudah untuk dilalui/didaki
Berdasarkan beberapa pertimbangan di atas, maka ukuran anak tangga
dapat ditentukan menurut rumus berikut :
2T + I = (61-65) cm dengan T = bidang tanjakan/tinggi anak tangga
I = lebar bidang injakan/lebar anak tangga
Contoh : Jika anak tangga perumahan dipakai sudut kemiringan ά = 35˚,
maka tan ά = 0,7. Jadi tan ά = T/I = 0,7, atau T = 0,7I.
Dimasukkan ke dalam rumus : 2T + I = 61  (orang Indonesia)
2(0,7I) + I = 61
2,4I = 61  I = 61/2,4 = 25,42 cm ≈ 26 cm
T = 0,7 . 25,24 = 17,79 cm ≈ 18 cm
3,00 m
Bagian dari tangga beton berulang
diperhitungkan terjepit pada kedua
ujungnya, panjang datar = 3,0 m dan
I
1,75 m tinggi = 1,75 m. Tebal plat tangga h =
100mm, dan dipakai mutu beton fc’
ά = 20 Mpa, fy = 300 Mpa. Berat beton
γc = 25 kN/m3, mendukung beban
T hidup qL = 3 kN/m2, dan tersedia
batang tulangan D10 dan D6. Hitung
h = 100 mm
dan gambarlah penulangan tangga
tersebut jika diperhitungkan besar
momen lapangan (1/11)qL2, momen
tumpuan (1/16)qL2
Penyelesaian :
Kemiringan tangga : tan ά = T/I = 1,75/3 = 0,583  T = 0,583I
Diambil satu langkah orang = 61 cm
2T + I = 61 cm  2 (0,583I) + I = 61 cm  2,166 I = 61 cm
Diperoleh : I = 61/2,166 = 28,16 cm, dipakai lebar papan injakan = 280 mm
T = 0,583. 28,16 = 16,42, dipakai tinggi injakan = 17 cm
Berat plat tangga, tebalnya 100mm = 0,10 . 25 = 2,5 kN/m2
Berat anak tangga (setengah tinggi) = 0,085. 25 = 2,125 kN/m2
Beban mati total qD = 4,625 kN/m2
Beban perlu qu = 1,2 qD + 1,6 qL
= 1,2 (4,625) + 1,6 (3)
= 10,35 kN/m2
Momen lapangan Mul (+) = (1/11)qu. L2 = (1/11) . 10,35. 32 = 8,468 kNm
Dipakai ds = 25mm, jadi d = h-ds = 100-25 = 75mm
K = Mn/bd2
= 8,468x 106/(0,8) x (1000) x (75)2
= 1,8818 Mpa < Kmaks (OK!!!)
 Kmaks = 5,689 MPa

 a = 8,821 mm

Tulangan
Pokok :  As = 499,857 mm2 As =
Asult
 Asmin = 250 mm2
Jarak tulangan pokok
s = 250 (10)2)/499,857 = 157, 12 mm
s = 2h = 2 x 100 = 200 mm s = 157, 12 mm
s = 500 mm ≈ 150 mm

Luas tulangan D10-150 = (250 (10)2) / 150 = 523, 598 mm2 ≥ As


• Tulangan utama = D10-150
Tulangan
Asb = 20% Asult = 20% x 499,857 = 99,971 mm2
Pembagi : Asb =
Asb = 2h = 2 x 100 = 200 mm2
Asb = 1,4h = 1,4 x 100 = 140 mm2 200
mm2
Jarak tulangan pembagi
s = 250 (6)2)/200 =141,37 mm s = 141, 37 mm
s = 5h = 5 x 100 = 500 mm ≈ 140 mm
s = 500 mm
Luas tulangan D6-140 = (250 (6)2) / 140 = 201,96 mm2 ≥ As
• Tulangan
• Tulanganpembagi
pembagi==D6-140
D6-140
Momen tumpuan Mut (-) = (1/16)qu. L2 = (1/11) . 10,35. 32 = 5,822 kNm
Dipakai ds = 25mm, jadi d = h-ds = 100-25 = 75mm
K = Mn/bd2
= 5,822 x 106/(0,8) x (1000) x (75)2
= 1,2938 Mpa < Kmaks (OK!!!)

 a = 5,943 mm

Tulangan
Pokok :  As = 336,77 mm2 As =
Asult
 Asmin = 250 mm2
Jarak tulangan pokok
s = 250 (10)2)/336,77 = 233,215 mm
s = 2h = 2 x 100 = 200 mm s = 233,215 mm
s = 500 mm ≈ 150 mm
(kelipatan dari
jarak tulangan
pokok lapangan)
Luas tulangan D10-150 = (250 (10)2) / 150 = 523,599 mm2 ≥ As
Tulangan Asb = 20% Asult = 20% x 336,77 = 67,354 mm2 Asb =
Pembagi : Asb = 2h = 2 x 100 = 200 mm2 200
Asb = 1,4h = 1,4 x 100 = 140 mm2 mm2
Jarak tulangan pembagi
s = 250 (6)2)/200 =141,37 mm s = 141, 37 mm
s = 5h = 5 x 100 = 500 mm ≈ 140 mm
s = 500 mm
Luas tulangan pembagi D6-140 = (250 (6)2) / 140 = 201,96 mm2 ≥ As
• Tulangan pembagi = D6-140

Anda mungkin juga menyukai