Anda di halaman 1dari 96

Struktur Beton

Perencanaan Pelat
Arie Wardhono, ST., M.MT., MT., Ph.D.
Berkat Cipta Zega, S.Pd., M.Eng.

Jurusan Teknik Sipil


Universitas Negeri Surabaya
2019
Perencanaan struktur beton
Kolom Balok
Pelat Kolom
Balok

Kolom Pondasi

Pelat
Balok
Perencanaan struktur beton

Pelat

Balok Kolom
Perencanaan Pelat
Pelat
• Pelat  struktur planar kaku yang terbuat dari material
monolit dan tingginya relatif kecil dibandingkan dengan
dimensi-dimensi lainnya.
• Beban yang bekerja  sifat banyak arah dan tersebar
• Plat dapat ditumpu di seluruh tepi

• Pelat dapat ditumpu pada


titik-titik tertentu (misal :
kolom-kolom).
• Kondisi tumpuan 
sederhana atau jepit
PELAT

Pelat lantai atau slab merupakan elemen


bidang tipis yang memikul beban transversal
melalui aksi lentur ke masing-masing tumpuan
dari pelat.

Beberapa tipe pelat lantai yang banyak


digunakan pada konstruksi diantaranya :

1. Sistem Lantai Flat Slab


2. Sistem Lantai Grid (Waffle System)
3. Sistem Pelat dan Balok
TIPE PELAT

1. Sistem Lantai Flat Slab


Sistem Flat Slab, merupakan pelat beton
bertulang yang langsung ditumpu oleh
kolom-kolom tanpa adanya balok-balok.
Biasanya digunakan untuk intensitas
beban yang tidak terlalu besar dan
bentang yang kecil.
Pada daerah kritis di sekitar kolom
penumpu, biasanya diberi penebalan
(drop panel) untuk memperkuat pelat
terhadap gaya geser, pons dan lentur. Flat
Slab tanpa diberi kepala kolom (drop
panel) disebut flat plate.
TIPE PELAT

2. Sistem Lantai Grid (Waffle System)

Sistem lantai Grid (Waffle


system) mempunyai balok-
balok yang saling bersilangan
dengan jarak yang relatif
rapat, dengan pelat atas yang
tipis.
TIPE PELAT

3. Sistem Pelat dan Balok

Sistem pelat lantai ini terdiri dari


lantai (slab) menerus yang
ditumpu oleh balok-balok
monolit, yang umumnya
ditempatkan pada jarak 3,0 m
hingga 6,0 m. Sistem ini banyak
dipakai, kokoh dan sering dipakai
untuk menunjang system pelat
lantai yang tidak beraturan.
TUMPUAN PADA PELAT

• Tertumpu bebas
Asumsi: apabila tepi pelat menumpu atau
tertanam di dalam tembok bata. Plat dapat
berotasi bebas pada tumpuan.
TUMPUAN PADA PELAT

• Terjepit elastis
Asumsi : tepi plat merupakan satu kesatuan
monolit dengan balok pemikulnya yang relatif
tidak terlalu kaku untuk mencegah rotasi.
TUMPUAN PADA PELAT

• Terjepit penuh / sempurna


Asumsi : tepi plat merupakan satu kesatuan
monolit dengan balok pemikulnya yang relatif
kaku terhadap momen puntir (monolit dengan
balok tebal)
KLASIFIKASI PELAT

• Menurut geometri dan


arah tulangan, cara
analisis pelat dibagi
menjadi dua yaitu:
1. Pelat satu arah / one
way slab (sistem
perencanaan pelat
dengan tulangan pokok
satu arah)
2. Pelat dua arah / two
way slab (sistem
perencanaan pelat
dengan tulangan pokok
dua arah)
KLASIFIKASI PELAT

• Jika Lx >= 0,4 Ly 


pelat dianggap
menumpu pada balok
B1, B2, B3 dan B4 
pelat menumpu ke-4
sisinya  pelat 2 arah
• Jika Lx < 0,4 Ly  pelat
dianggap menumpu
pada balok B1 dan B3
sedangkan balok B2
dan B4 hanya kecil di
dalam memikul beban
pelat  pelat 1 arah
KLASIFIKASI PELAT

Pelat satu arah ;


apabila :

ly/lx > 2,0


(a). Sistem pelat satu arah

Pelat dua arah ;


apabila :

1,0 ≤ ly/lx ≤ 2,0


(b). Sistem pelat dua arah
SISTEM PEMBEBANAN PELAT

Pelat Satu Arah : Pelat Dua Arah :


pelat yang didukung pada pelat yang didukung pada
kedua sisinya, sehingga keempat sisinya, sehingga
lenturan terjadi dalam lenturan terjadi dalam
satu arah. dua arah.
PELAT SATU ARAH

• Rasio bentang panjang (Ly) terhadap bentang pendek


(Lx) ≥ 2, sehingga beban yang bekerja pada struktur
cenderung menyebar kedua sisi tumpuan terdekat.
• Pelat beton lebih dominan menahan beban lentur
pada bentang 1 arah saja (contoh: pelat kantilever,
pelat yang ditumpu oleh 2 tumpuan
PELAT SATU ARAH
PELAT SATU ARAH

• Distribusi gaya dalam pada pelat satu arah di


atas dua atau lebih tumpuan dapat dianggap
sebagai balok di atas dua atau lebih tumpuan.
• Untuk SST, besar reaksi perletakan dapat
ditentukan dengan persamaan keseimbangan
statika.
• Untuk SSTT, dapat ditentukan dengan cara
clayperon, cara cross, dll.
PELAT SATU ARAH

• Pada 2847:2013 pasal 8.3.3, mengijinkan untuk menentukan


momen lentur dengan menggunakan koefisien momen dengan
syarat-syarat sbb:
1. Minimum harus ada 2 atau lebih bentang menerus
2. Beban yang bekerja adalah beban terbagi rata.
3. Beban hidup ≤ 3 x beban mati.
PELAT SATU ARAH – PBI 1971

• Koefisien momen dikalikan qu.L2


PELAT SATU ARAH – PBI 1971
PELAT SATU ARAH – SNI 2847:2013 psl. 8.3.3
TEBAL MINIMUM PELAT

• Untuk selain fy di tabel maka dikalikan dengan faktor (0,4+fy/700)


PELAT DUA ARAH

• Rasio bentang panjang (Ly) terhadap bentang


pendek (Lx) < 2, sehingga beban yang bekerja
pada struktur cenderung menyebar pada
keempat sisi tumpuan .
PELAT DUA ARAH

• Momen lentur bekerja pada 2 arah, yaitu searah dengan


bentang (Ix) dan bentang (Iy), maka tulangan pokok dipasang
pada 2 arah yang saling tegak lurus, sehingga tidak perlu
tulangan bagi.
• Pada pelat di daerah tumpuan hanya bekerja momen lentur 1
arah saja, sehingga untuk daerah tumpuan dipasang tulangan
pokok dan bagi.
PELAT DUA ARAH

Beberapa metoda dapat digunakan untuk


menganalisis pelat jenis ini, diantaranya :

• Metoda koefisien momen


• Metode disain langsung (direct design method)
• Metode portal ekivalen (equivalent frame method)
• Metoda garis leleh (yield line method).
PELAT DUA ARAH
TEBAL MINIMUM PELAT

Tebal minimum pelat dengan balok :


1. Untuk am yang sama atau lebih kecil dari 0,2, harus
menggunakan SNI 2847:2031 Pasal 9.5.3.2
2. Untuk am lebih besar dari 0,2 tapi tidak lebih dari 2,0,
ketebalan pelat minimum harus memenuhi

dan tidak boleh kurang dari 120 mm


TEBAL MINIMUM PELAT

3. Untuk am lebih besar


dari 2,0, ketebalan pelat
minimum tidak boleh
kurang dari:

dan tidak boleh kurang


dari 90 mm
TEBAL MINIMUM PELAT
METODE KOEFISIAN MOMEN
• Setiap panel pelat di analisis sendiri-sendiri (masing-masing
panel dianggap terpisah).
• Momen-momen lentur pelat pada masing-masing arah (arah
x dan arah y) dapat ditentukan dari tabel koefisien momen

M  0,001.X .q .l 2
u x
PBI 1971 Tabel 2.4 Momen-momen pelat akibat beban terbagi rata (Tumpuan
terjepit elastis)
PBI 1971 Tabel 2.4 Momen-momen pelat akibat beban terbagi rata (Tumpuan
terjepit penuh)
SYARAT PENULANGAN PELAT
PERENCANAAN PELAT

Langkah- langkah perancanaan pelat lantai :

1. Menentukan syarat- syarat batas dan bentang pelat


lantai.
2. Menentukan tebal pelat lantai.
3. Menghitung beban yang bekerja pada pelat lantai
(beban mati dan hidup).
4. Menentukan nilai momen yang bekerja pada pelat
lantai.
5. Menghitung penulangan pelat lantai.
PERENCANAAN PELAT

Tahapan yang digunakan dalam menentukan tulangan


lentur pelat
PERENCANAAN PELAT

Tahapan yang digunakan dalam menentukan tulangan


lentur pelat
Contoh 1 : Menghitung tebal minimum

Mutu beton, f’c = 30 MPa


Sisi bentang panjang, Ly = 7,2 m
Sisi bentang pendek, Lx = 2,4 m
Tegangan leleh baja tulangan, fy = 240 MPa
Diameter tulangan =  8 dan  10
Contoh 1 : Menghitung tebal minimum
PERENCANAAN PELAT

aB1 6,94
Contoh 1 : Menghitung tebal minimum

SNI 2847:2013 psl. 9.5.3.3 (3.c)


Contoh 2 : Perencanaan pelat 1 arah
Diketahui:
Pelat lantai ditumpu bebas pada tembok bata,
menahan beban hidup 150 kg/m2 dan finishing penutup pelat
(tegel,spesi,pasir urug) sebesar 120 kg/m2. Pelat ini terletak dalam
lingkungan kering. Mutu beton fc’ = 20 MPa, Mutu baja fy = 240
MPa (Polos).
Contoh 2 : Perencanaan pelat 1 arah
Ditanyakan : Tebal Pelat dan Penulangan yang diperlukan.

Jawaban :

1. Tentukan tebal pelat (Tabel 9.5(a))


Tebal minimum pelat hmin menurut Tabel 9.5(a), untuk fy = 240
MPa dan pelat tertumpu sederhana pada dua tepi adalah :
hmin = l/20 (0,4 + fy/700) = 360/20 x (0,4 + 240/700) = 13,37 mm
Tebal pelat h = 140 mm

2. Penghitungan beban-beban yang terjadi.


qu = 1,2 qD + 1,6 qL
qD akibat berat sendiri = 0,14 x 2,40 = 0,336 t/m2
qD dari finishing penutup lantai = 0,120 t/m2
Total beban mati qD = 0,456 t/m2
Beban hidup q1 = 0,150 t/m2
Contoh 2 : Perencanaan pelat 1 arah
Beban berfaktor qU = 1,2 x 0,456 + 1,6 x 0,150 = 0,7872 t/m2

3. Penghitungan Momen-Momen yang terjadi


Dengan menggunakan koefisien momen PBI 1971, didapat :
Momen lapangan, Mul = 1/8 qu L2 = 1/8 x 0,7872 x 3,62
= 1,2753 tm
Momen tumpuan, Mut = 1/24 qu L2 = 1/24 x 0,7872 x 3,62
= 0,4251 tm

4. Penghitungan Tulangan
Tebal pelat h = 140 mm
Tebal penutup p = 20 mm (SNI 2847:2013 Pasal 7.7.1).
Ditentukan diameter tulangan  = 10 mm

Tinggi efektif d=h–p–½


d = 140 – 20 – ½(10) = 115 mm
Contoh 2 : Perencanaan pelat 1 arah
fc’ = 20 MPa  b1 = 0,85 untuk fc’ < 30 MPa
fy = 240 MPa

rb = 0,85 x 0,85 x (20/240) x 600/(600+240)


rb = 0,0323

rmax = 0,75 rb = 0,75 x 0,0323 = 0,024

rmin = = 0,25 √20/240 = 0,004658


Contoh 2 : Perencanaan pelat 1 arah
Contoh 2 : Perencanaan pelat 1 arah

r min = 0,004658 < r  0,0053 < r max = 0,024


r pakai = 0,0053
Contoh 2 : Perencanaan pelat 1 arah
Contoh 2 : Perencanaan pelat 1 arah

r =min
0,0017 < r max =>0,024
= 0,004658 r  0,0017 < r max = 0,024
r max
r <pakai = r min = 0,004658

As = rmin b d = 0,004658 x 1000 x 115 = 536 mm2


Diperlukan tulangan 536 mm2
Contoh 2 : Perencanaan pelat 1 arah

SNI 2847:2013 Pasal 7.12


Penggambaran pelat
Penggambaran pelat
Detail penulangan (SNI 2847:2013 pasal 7.2)

65 mm
Detail penulangan (SNI 2847:2013 pasal 7.2)
Contoh 2 : Perencanaan pelat 1 arah
Contoh 2a : Perencanaan pelat kantilever

Data material : Beton (fc’) : 30 MPa


Baja tulangan (fy) : 240 MPa

Tulangan terpasang 10

Beban bekerja:
Beban mati : (PPIUG 1983 Tabel 2.1)
Lantai - Beban plafond dan penggantung (18 kg/m2)
- Spesi (21 kg/m2 / 1 cm tebal)
- Penutup lantai (24 kg/m2 / 1 cm tebal)
Contoh 2a : Perencanaan pelat kantilever
Perencanaan pelat kantilever 1,5 m x 4 m

1,5 m

4m
Penentuan tebal pelat lantai minimum
Contoh 2a : Perencanaan pelat kantilever

Penentuan tebal pelat minimum

Ln = 400 cm
b = Ly / Lx = 400/150 = 2,67 > 2  Pelat 1 arah
240
400(0,8+ )
1500
h min > = 6,39 cm
36+(9𝑥2,67)

240
400(0,8+ )
1500
h max < = 10,67 cm
36

Digunakan tebal pelat kantilever = 10 cm


Contoh 2a : Perencanaan pelat kantilever

Perhitungan pembebanan pada pelat kantilever

Lantai
Beban mati :
1. Berat pelat : 0,10 x 2400 kg/m3 = 240 kg/m2
2. Plafond + penggantung = 18 kg/m2
3. Spesi (t = 1 cm ) : 1 x 21 kg/m2 = 21 kg/m2
4. Penutup lantai (t = 1 cm) : 1 x 24 kg/m2 = 24 kg/m2
qD = 351 kg/m2
Beban hidup kantilever qL = 100 kg/m2

Beban ultimate pada kantilever


qU = 1,2 qD + 1,6 qL = 1,2 (351) + 1,6 (100) = 581,2 kg/m2
Contoh 2a : Perencanaan pelat kantilever

Perhitungan momen pada pelat kantilever

Perhitungan momen memakai PBI 1971 (Tabel 13.3.1 dan 13.3.2)


Ly / Lx = 400/150 = 2,67 > 2  Pelat 1 arah

Mu = 0,001 . qU . Lx2 . X
Contoh 2a : Perencanaan pelat kantilever

Perhitungan momen pada pelat kantilever

Perhitungan momen pada kantilever


Mulx = 0,001 . 581,2 kg/m2 . 1,52 . 63 = 82,39 kgm
= 823900 Nmm
Muly = 0,001 . 581,2 kg/m2 . 1,52 . 13 = 17,00 kgm
= 170000 Nmm
Mutx = – 0,001 . 581,2 kg/m2 . 1,52 . 125 = 163,47 kgm
= 1634700 Nmm

Perhitungan tinggi efektif pelat (d)

Selimut beton = 20 mm untuk tulangan < D36


Digunakan tulangan  10 mm  d = 100 – 20 – 5 = 75 mm
Contoh 2a : Perencanaan pelat kantilever

Perhitungan batasan kebutuhan tulangan

0,25 𝑓𝑐′ 0,25 30


r min = = = 0,005705
𝑓𝑦 240
Contoh 2a : Perencanaan pelat kantilever

Tulangan momen tumpuan

Mutx = 1634700 Nmm

Mntx = Mutx /  = 1634700 / 0,9 = 1816333 Nmm


( factor reduksi = 0,9 SNI 2847:2013 Pasal 9)

𝑀𝑛𝑙𝑥 1816333
Rn = = = 0,323 MPa
𝑏𝑑 2 1000𝑥752

1 2𝑥𝑚𝑥𝑅𝑛 1 2𝑥9,412𝑥0,323
r perlu = 1− 1− = 1− 1−
𝑚 𝑓𝑦 9,412 240

r perlu = 0,001354
Contoh 2a : Perencanaan pelat kantilever

Kontrol kebutuhan tulangan

r min = 0,005705 > r perlu = 0,001354 < r max = 0,0484


Maka dipakai r min = 0,005705

Menghitung luas tulangan (As) yang diperlukan


As perlu = r . b . d = 0,005705 x 1000 x 75 = 427,9 mm2

Tulangan terpakai 10 (As = 78,5 mm2)


Tulangan dibutuhkan = 427,9 / 78,5 = 5,5 ~ 6 tulangan

Jarak tulangan lentur utama


< 300(280/fs) dimana fs = 2/3fy (SNI 2847:2013 Pasal 10.6.4)
< 300(280/(2x240/3)) = 525 mm
< 3 x tebal pelat = 3 x 100 mm = 300 mm
< 500 mm
Contoh 2a : Perencanaan pelat kantilever

Direncanakan menggunakan tulangan utama 10 – 150


(dalam 1 m terdapat 7 tulangan @ 150 mm)
As pakai = 549,5 mm2 > As perlu = 427,9 mm2

Dipasang tulangan lentur 10 – 150 mm (As pakai = 549,5 mm2)


Contoh 2a : Perencanaan pelat kantilever

Tulangan susut dan suhu di lapangan

SNI 2847:2013 Pasal 7.12


Untuk fy = 240 MPa -- rasio luas tulangan = 0,0020

Tulangan susut dan suhu (pembagi)


As perlu = r . b . d = 0,0020 x 1000 x 75 = 150 mm2

Tulangan terpakai 10 (As = 78,5 mm2)


Tulangan dibutuhkan = 150 / 78,5 = 1,91 ~ 2 tulangan

Jarak tulangan lentur utama


< 300(280/(2x240/3)) = 525 mm
< 3 x tebal pelat = 3 x 100 mm = 300 mm
< 500 mm
Contoh 2a : Perencanaan pelat kantilever

Tulangan susut dan suhu di lapangan

Direncanakan menggunakan tulangan utama 10 – 250


(dalam 1 m terdapat 4 tulangan @ 250 mm)
As pakai = 314 mm2 > As perlu = 150 mm2

Dipasang tulangan lentur 10 – 250 mm (As pakai = 314 mm2)

Tulangan susut dan suhu di tumpuan

Cukup dipasang tulangan praktis 10 – 250 mm (As pakai = 314 mm2)
Contoh 2a : Perencanaan pelat kantilever

Tulangan utama 10 -150


Tulangan pembagi 10 -250

1000
Penggambaran pelat

10 -250
10 -150
Contoh 3 : Perencanaan pelat 2 arah

Fungsi bangunan : Perkantoran

Data material : Beton (fc’) : 30 MPa


Baja tulangan (fy) : 240 MPa

Tulangan terpasang 10

Beban bekerja:
Beban mati : (PPIUG 1983 Tabel 2.1)
Lantai - Beban plafond dan penggantung (18 kg/m2)
- Spesi (21 kg/m2 / 1 cm tebal)
- Penutup lantai (24 kg/m2 / 1 cm tebal)
- AC dan perpipaan (40 kg/m2)
Contoh 3 : Perencanaan pelat 2 arah

Beban hidup : (PPIUG 1983 Tabel 3.1)


Atap - Beban hidup atap = 100 kg/m2
Lantai - Beban hidup lantai = 250 kg/m2

Balok induk 35/50


Contoh 3 : Perencanaan pelat 2 arah
Perencanaan pelat lantai 3 m x 5 m

Asumsi pelat:
3m Terjepit penuh pada
seluruh sisi

5m
Penentuan tebal pelat lantai minimum
Contoh 3 : Perencanaan pelat 2 arah

Perhitungan am

Sisi balok induk 35/50


1
𝐸𝑐𝑏 𝐼𝑏 4700𝑥 30𝑥 𝑥350𝑥5003
aB1,3 = = 12
1 = 8,439
𝐸𝑐𝑝 𝐼𝑝 4700𝑥 30𝑥 𝑥3000𝑥1203
12

Sisi balok anak 30/45


1
𝐸𝑐𝑏 𝐼𝑏 4700𝑥 30𝑥 𝑥300𝑥4503
aB2,4 = = 12
1 = 3,164
𝐸𝑐𝑝 𝐼𝑝 4700𝑥 30𝑥 𝑥5000𝑥1203
12

8,439+3,164+8,439+3,164
am = = 5,802
4

Tebal minimim pelat menggunakan rumus no 3


Contoh 3 : Perencanaan pelat 2 arah

Penentuan tebal pelat minimum

Ln = 500 cm
b = Ly / Lx = 500/300 = 1,67 < 2  Pelat 2 arah
240
500(0,8+ )
1500
h min > = 9,41 cm
36+(9𝑥1,67)

240
500(0,8+ )
1500
h max < = 13,33 cm
36

Digunakan tebal pelat lantai = 12 cm


Contoh 3 : Perencanaan pelat 2 arah

Perhitungan pembebanan pada pelat lantai

Lantai
Beban mati :
1. Berat pelat : 0,12 x 2400 kg/m3 = 288 kg/m2
2. Plafond + penggantung = 18 kg/m2
3. Spesi (t = 1 cm ) : 1 x 21 kg/m2 = 21 kg/m2
4. Penutup lantai (t = 1 cm) : 1 x 24 kg/m2 = 24 kg/m2
5. AC dan perpipaan = 40 kg/m2 +
qD = 391 kg/m2

Beban hidup lantai perkantoran qL = 250 kg/m2

Beban ultimate pada lantai


qU = 1,2 qD + 1,6 qL = 1,2 (391) + 1,6 (250) = 869,2 kg/m2
Contoh 3 : Perencanaan pelat 2 arah

Perhitungan momen pada pelat lantai

Perhitungan momen memakai PBI 1971 (Tabel 13.3.1 dan 13.3.2)


Ly / Lx = 5 / 3 = 1,67 < 2 --- Pelat dua arah

Mu = 0,001 . qU . Lx2 . X
Contoh 3 : Perencanaan pelat 2 arah

Perhitungan momen pada pelat lantai

Mu = 0,001 . qU . lx2 . X

Perhitungan momen pada lantai 1 – 3


Mulx = 0,001 . 869,2 kg/m2 . 32 . 38 = 297,27 kgm
= 2972700 Nmm
Muly = 0,001 . 869,2 kg/m2 . 32 . 14 = 109,52 kgm
= 1095200 Nmm
Mutx = – 0,001 . 869,2 kg/m2 . 32 . 81 = 633,65 kgm
= 6336500 Nmm
Muty = – 0,001 . 869,2 kg/m2 . 32 . 57 = 445,90 kgm
= 4459000 Nmm
Contoh 3 : Perencanaan pelat 2 arah

Perhitungan tinggi efektif pelat (d)

Selimut beton = 20 mm untuk tulangan < D36


Digunakan tulangan  10 mm

Pelat lantai dx = 120 – 20 – 5 = 95 mm


dy = 120 – 20 – 10 – ½ 10 = 85 mm

h = 120 mm
dy = 120 – 20 – 10 – ½ 10 = 85 mm

dx = 120 – 20 – 5 = 95 mm
Contoh 3 : Perencanaan pelat 2 arah

Perhitungan batasan kebutuhan tulangan

0,25 𝑓𝑐′ 0,25 30


r min = = = 0,005705
𝑓𝑦 240
Contoh 3 : Perencanaan pelat 2 arah

Tulangan lapangan
Perhitungan momen arah X

Mulx = 2972700 Nmm

Mnlx = Mulx /  = 2972700 / 0,9 = 3303000 Nmm


( factor reduksi = 0,9 SNI 2847:2013 Pasal 9)

𝑀𝑛𝑙𝑥 3303000
Rn = = = 0,366 MPa
𝑏𝑑 2 1000𝑥952

1 2𝑥𝑚𝑥𝑅𝑛 1 2𝑥9,412𝑥0,366
r perlu = 1− 1− = 1− 1−
𝑚 𝑓𝑦 9,412 240

r perlu = 0,001536
Contoh 3 : Perencanaan pelat 2 arah

Kontrol kebutuhan tulangan

r min = 0,005705 > r perlu = 0,001536 < r max = 0,0484


Maka dipakai r min = 0,005705

Menghitung luas tulangan (As) yang diperlukan


As perlu = r . b . d = 0,005705 x 1000 x 95 = 542 mm2

Tulangan terpakai 10 (As = 78,5 mm2)


Tulangan dibutuhkan = 542 / 78,5 = 6,9 ~ 7 tulangan

Jarak tulangan lentur utama


< 300(280/fs) dimana fs = 2/3fy (SNI 2847:2013 Pasal 10.6.4)
< 300(280/(2x240/3)) = 525 mm
< 3 x tebal pelat = 3 x 120 mm = 360 mm
< 500 mm
Contoh 3 : Perencanaan pelat 2 arah

Direncanakan menggunakan tulangan utama 10 – 125


(dalam 1 m terdapat 8 tulangan @ 125 mm)
As pakai = 628 mm2 > As perlu = 542 mm2

Dipasang tulangan lentur 10 – 125 mm (As pakai = 628 mm2)

Perhitungan momen arah Y

Muly = 1095200 Nmm

Mnlx = Mulx /  = 1095200 / 0,9 = 1216889 Nmm

𝑀𝑛𝑙𝑥 1216889
Rn = = = 0,168 MPa
𝑏𝑑 2 1000𝑥852
Contoh 3 : Perencanaan pelat 2 arah

1 2𝑥𝑚𝑥𝑅𝑛 1 2𝑥9,412𝑥0,168
r perlu = 1− 1− = 1− 1−
𝑚 𝑓𝑦 9,412 240

r perlu = 0,000702

Kontrol kebutuhan tulangan

r min = 0,005705 > r perlu = 0,000702 < r max = 0,0484

Maka dipakai r min = 0,005705

Menghitung luas tulangan (As) yang diperlukan


As perlu = r . b . d = 0,005705 x 1000 x 95 = 542 mm2

Tulangan terpakai 10 (As = 78,5 mm2)


Tulangan dibutuhkan = 542 / 78,5 = 6,9 ~ 7 tulangan
Contoh 3 : Perencanaan pelat 2 arah

Jarak tulangan lentur utama


< 300(280/(2x240/3)) = 525 mm
< 3 x tebal pelat = 3 x 120 mm = 360 mm
< 500 mm

Direncanakan menggunakan tulangan utama 10 – 125 mm


(dalam 1 m terdapat 8 tulangan @ 125 mm)
As pakai = 628 mm2 > As perlu = 542 mm2

Dipasang tulangan lentur 10 – 125 mm (As pakai = 628 mm2)


Contoh 3 : Perencanaan pelat 2 arah

Tulangan tumpuan
Perhitungan momen arah X

Mutx = 6336500 Nmm

Mnlx = Mulx /  = 6336500 / 0,9 = 7040556 Nmm

𝑀𝑛𝑙𝑥 7040556
Rn = = = 0,975 MPa
𝑏𝑑 2 1000𝑥952

1 2𝑥𝑚𝑥𝑅𝑛 1 2𝑥9,412𝑥0,975
r perlu = 1− 1− = 1− 1−
𝑚 𝑓𝑦 9,412 240

r perlu = 0,004143
Contoh 3 : Perencanaan pelat 2 arah

Kontrol kebutuhan tulangan

r min = 0,005705 > r perlu = 0,004143 < r max = 0,0484


Maka dipakai r min = 0,005705

Menghitung luas tulangan (As) yang diperlukan


As perlu = r . b . d = 0,005705 x 1000 x 95 = 542 mm2

Tulangan terpakai 10 (As = 78,5 mm2)


Tulangan dibutuhkan = 542 / 78,5 = 6,9 ~ 7 tulangan

Jarak tulangan lentur utama


< 300(280/(2x240/3)) = 525 mm
< 3 x tebal pelat = 3 x 120 mm = 360 mm
< 500 mm
Contoh 3 : Perencanaan pelat 2 arah

Direncanakan menggunakan tulangan utama 10 – 125


(dalam 1 m terdapat 8 tulangan @ 125 mm)
As pakai = 628 mm2 > As perlu = 542 mm2

Dipasang tulangan lentur 10 – 125 mm (As pakai = 628 mm2)

Perhitungan momen arah Y

Muly = 4459000 Nmm

Mnlx = Mulx /  = 4459000 / 0,9 = 4954444 Nmm

𝑀𝑛𝑙𝑥 4954444
Rn = = = 0,686 MPa
𝑏𝑑 2 1000𝑥852
Contoh 3 : Perencanaan pelat 2 arah

1 2𝑥𝑚𝑥𝑅𝑛 1 2𝑥9,412𝑥0,686
r perlu = 1− 1− = 1− 1−
𝑚 𝑓𝑦 9,412 240

r perlu = 0,002898

Kontrol kebutuhan tulangan

r min = 0,005705 > r perlu = 0,002898 < r max = 0,0484

Maka dipakai r min = 0,005705

Menghitung luas tulangan (As) yang diperlukan


As perlu = r . b . d = 0,005705 x 1000 x 95 = 542 mm2

Tulangan terpakai 10 (As = 78,5 mm2)


Tulangan dibutuhkan = 542 / 78,5 = 6,9 ~ 7 tulangan
Contoh 3 : Perencanaan pelat 2 arah

Jarak tulangan lentur utama


< 300(280/(2x240/3)) = 525 mm
< 3 x tebal pelat = 3 x 120 mm = 360 mm
< 500 mm

Direncanakan menggunakan tulangan utama 10 – 125 mm


(dalam 1 m terdapat 8 tulangan @ 125 mm)
As pakai = 628 mm2 > As perlu = 542 mm2

Dipasang tulangan lentur 10 – 125 mm (As pakai = 628 mm2)

Catatan:
Contoh 3 : Perencanaan pelat 2 arah

Tulangan susut dan suhu di lapangan

SNI 2847:2013 Pasal 7.12

Tulangan susut dan suhu (pembagi) pada daerah tumpuan


As perlu = r . b . d = 0,0020 x 1000 x 95 = 190 mm2

Tulangan terpakai 10 (As = 78,5 mm2)


Tulangan dibutuhkan = 190 / 78,5 = 2,420 ~ 3 tulangan

Jarak tulangan lentur utama


< 300(280/(2x240/3)) = 525 mm
< 3 x tebal pelat = 3 x 100 mm = 300 mm
< 500 mm
Contoh 3 : Perencanaan pelat 2 arah

Tulangan susut dan suhu di lapangan

Direncanakan menggunakan tulangan utama 10 – 250


(dalam 1 m terdapat 4 tulangan @ 250 mm)
As pakai = 314 mm2 > As perlu = 150 mm2

Dipasang tulangan lentur 10 – 250 mm (As pakai = 314 mm2)

Tulangan susut dan suhu di tumpuan

Cukup dipasang tulangan praktis 10 – 250 mm (As pakai = 314 mm2)
Contoh 3 : Perencanaan pelat 2 arah
I
Sketsa penulangan 3m

II II

5m I

Potongan I-I Potongan I-II


10-125 10-125 10-125 10-125

1000 1000
Tugas 1 – Rencanakan pelat berikut + gambar

Fungsi bangunan : Sekolah (NIM Genap) ; Rumah sakit (NIM Gasal)


Data material : Beton (fc’) : K300 (NIM Genap)
K275 (NIM Gasal)
Baja (fy) : 240 MPa

Tulangan terpasang 11 (NIM Genap) ; 9 (NIM Gasal)

Beban bekerja:
Beban mati : Beban plafond dan penggantung, spesi (t=1,5 cm (NIM
Genap), t=2 cm (NIM Gasal)), keramik, dan AC perpipaan
Beban hidup sesuai fungsi bangunan

Dimensi pelat :
NIM Genap (3,75 m x 5,5 m)
NIM Gasal ( 3,25 m x 4,5 m)
Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai