TEKNIK GEMPA
DISUSUN OLEH :
ARIFIEN NURSANDAH, ST, MT.
Puji syukur penulis kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, atas
rahmatNya, penyusunan Buku Ajar Teknik Gempa dapat diselesaikan. Buku Ajar ini
disusun untuk menunjang proses belajar mengajar mata kuliah Teknik Gempa sehingga
pelaksanaannya dapat berjalan dengan baik dan lancar, serta pada akhirnya tujuan
instruksional umum dari mata kuliah ini dapat dicapai.
Diktat ini bukanlah satu-satunya pegangan mahasiswa untuk mata kuliah ini,
terdapat banyak buku yang bisa digunakan sebagai acuan pustaka. Diharapkan
mahasiswa bisa mendapatkan materi dari sumber lain.
Penulis menyadari bahwa diktat ini masih banyak kelemahan dan
kekurangannya. Oleh karena itu kritik dan saran pembaca dan juga rekan sejawat
terutama yang mengasuh mata kuliah ini, sangat kami perlukan untuk kesempurnaan
tulisan ini. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih.
BAB VIII EVALUASI NUMERIK RESPON DINAMIS SISTEM MDOF ........... 107
8.1 Umum ........................................................................................................... 107
8.2 Metode Step Waktu (Time-Stepping Methods) .............................................. 107
8.3 Analisis Sistem Linear dengan Nonclassical Damping ................................... 108
8.3.1 Central Difference Method ......................................................................... 109
8.3.2 Newmark's Method .................................................................................... 110
8.4 Analisis Sistem Nonlinear ........................................................................... 112
8.4.1 Average acceleration method ..................................................................... 113
8.4.1.1 Modifikasi Iterasi Newton-Raphson ........................................................... 114
8.4.2 Wilson's Method ........................................................................................ 115
BAB I
PENGANTAR SEISMOLOGI
1.1 Pendahuluan
Gempa bumi terjadi karena adanya energi yang dilepaskan dan merambat ke
segala arah secara acak melalui batuan-batuan Bumi dalam bentuk gelombang-
gelombang gempa sehingga mengakibatkan pergerakan tanah. Seorang insinyur Irlandia
bernama Robert Mallet merupakan pendorong pertama studi ilmiah tentang gempa
dalam era modern dengan melakukan pengamatan lapangan setelah terjadinya gempa di
great Neopolitan tahun 1857. Istilah yang dikenal saat ini seperti seismology,
hypocenter dan isoseismal juga diperkenalkannya.
Pencatatan getaran kuat gempa merupakan hal yang penting untuk menjelaskan
dan memprediksi getaran dengan amplitude yang besar dan durasi yang panjang.
Pencatatan ini barn dapat dilakukan setelah ditemukannya seismograph getaran kuat.
Setelah gempa San Fernando tahun 1971, ratusan pencatatan getaran kuat dengan
magnitude 6,5 M tersedia. Data mengenai getaran kuat ini sangat penting untuk daerah-
daerah dengan resiko gempa yang tinggi terutam dalam perencanaan struktur-struktur
kritis seperti gedung tinggi, bendungan dan jembatan-jembatan. Prediksi seismogram
(time histories) untuk model dinamis dan pengujian bagian-bagian yang lemah dari
struktur sangat diperlukan.
Tujuan dari bab ini adalah untuk memberikan pengetahuan dasar mengenai
gempa, penyebarannya diseluruh dunia, penyebabnya, mekanismenya, ukurannya dan
usaha-usaha terkini dalam memprediksi getaran tanah akibat gempa kuat.
-3700oC. Lapisan ketiga adalah suatu lapisan yang dinamakan inti luar (outer core). Inti
luar ini berada dalam keadaan cair (liquid) berupa unsur Fe dan S, dan diperkirakan
sampai kedalaman 5200 km dengan suhu berkisar antara 3700oC sampai 4300oC.
Lapisan bumi yang paling dalam dinamakan inti dalam (inner core) yang padat berupa
solid Fe, Ni dan zat-zat padat lainnya. Perkiraan lapisan bumi ini didapat berdasarkan
teori gelombang bumi yang tidak akan dibahas di sini. Tekanan di dalam bumi
diperkirakan dapat mencapai 3.000.000.000 Atmosfer.
Gambar 1.2 juga menunjukan adanya dua jalur gempa utama yang melintasi wilayah
Indonesia, yaitu:
1. Jalur Sirkum Pasifik (Circum Pacific Belt) yang dimulai dari Amerika Selatan naik
ke Utara mengelilingi Lautan Pasifik dan kemudian turun ke Selatan melewati
Jepang. Taiwan, Philipina, Sulawesi, Irian dan berakhir di New Zealand.
2. Jalur Trans Asiatik (Trans Asiatic Belt} yang melalui Mediterania. Himalaya,
kemudian melalui Sumatra, Jawa, Bali, Nusa Tenggara untuk kemudian bergabung
dengan jalur sirkum pasifik di "Sulawesi. Satu cabang dari jalur trans asiatik ini
menuju ke daratan cina.
Pada waktu terjadi gempa, gelombang gempa menyebar dari sumber gempa
beberapa kilometer di bawah permukaan tanah sebagai akibat dari pergeseran fault
untuk mengurangi strain energi yang terjadi pada batuan.
1.4.3 Foreshocks
Dari keseluruhan gempa yang pernah terjadi, hanya sebagian kecil yang
didahului oleh getaran-getaran kecil dari daerah sumber gempa. Getaran-getaran kecil
yang mengawali getaran gempa yang lebih besar ini dinamakan foreshocks. Peringatan
dari getaran awal (foreshocks) ini diusulkan untuk prediksi getaran utama yang lebih
besar.
1.4.4 Aftershocks
Kebanyakan gempa sedang dan kuat dengan focus dangkal diikuti dengan
getaran-getaran lanjutan yang biasanya lebih kecil dari main shocks. Getaran ini juga
berasal dari sekitar lokasi dimana energi utama dilepaskan. Gempa yang besar biasanya
diikuti dengan berkali-kali aftershocks.
1.4.5 Seismograph
Seismograph adalah suatu alat yang digunakan untuk mencatat gerakan-gerakan
anah akibat getaran gempa, nr'oalnya simpangan (displacement), kecepaan (velocity)
atau percepatan (acceleration), tergantung dari jenis alatnya. Bila alat tersebut mencatat
percepatan (acceleration) gerakan tanah, maka alat tersebut dinamakan Accelerograph.
Pada dasarnya, sebuah seismograph adalah sebuah pendulum sederhana seperti terlihat
pada Gambar 1.4a. Ketika tanah bergerak, dasar dan rangka pendulum bergerak
bersama-sama dengan gerakan tanah, tetapi gaya inersia mempertahankan kepala
pendulum tetap ditempat. Kepala pendulum tampak bergerak relative terhadap gerakan
tanah dan perpindahannya dicatat pada kertas yang terns berjalan sehingga didapat
grafik erpindahan terhadap fungsi waktu. Satu stasiun seismograph mempunyai tiga
buah pendulum berbeda yang sensitif terhadap pergerakan tanah arah Utara-Selatan,
Timur-Barat dan vertikal. Hasil pencatatan ini dapat dipergunakan sebagai dasar dalam
memperkirakan jarak, arah, magnitude dan tipe pergeseran fault dari gempa yang terjadi.
1.4.6 Seismogram
Seismogram adalah catatan yang berupa grafik yang dihasilkan dari seismograph.
Grafik yang mencatat percepatan (acceleration) gerakan tanah dinarnakan accelerogram
seperti terlihat pada Gambar 1.4b. Tiga komponen panting dari hasil pencatatan getaran
tanah dengan strong motion seismograph untuk memberikan pemaparan yang lengkap
dari suatu gempa yang mungkin mempengaruhi struktur di lokasi tersebut ditinjau dari
keefektifannya dalam menghasilkari respons struktur adalah magnitude, banyaknya
frekuensi (frequency content} dan durasi (duration) gempa. Magnitude umumnya
dinyatakan sebagai nilai puncak dari percepatan atau kadang-kadang dengan sejumlah
puncak percepatan yang melampaui level tertentu. Frequency content dapat dinyatakan
secara sederhana dengan banyaknya kurva seismogram yang melewati garis nol dalam
satu detik. Sedangkan durasi gempa adalah lamanya waktu antara puncak pertama dan
puncak terakhir yang melewati level tertentu.
Dengan pemahaman mekanika dari lithosphere plate ini semakin baik, maka
prediksi jangka panjang terhadap lokasi dan ukuran gempa mungldn dapat dilakukan
terhadap gempa-gempa tipe plate-edge ini.
Gambar 1.5 Hubungan antara tinggi reservoir dan aktivitas gempa setempat di Koyna,
India.
4
K
Vp = 3 (1.1)
Untuk gelombang Sekunder:
Vs =
diperlukan oleh P-wave dan S-wave sampai pada lokasi seismograph dengan jarak yang
berbeda-beda dari sumber gempa.
Tipe gelombang gempa yang lain adalah gelombang permukaan (surface waves).
Gelombang permukaan ini rambatannya lebih lambat dari gelombang badan (body
waves) dan terbatas didekat permukaan saja. Gelombang permukaan dibedakan menjadi
dua tipe yaitu love wave dan Rayleigh wave. Love wave pada dasarnya merambat
seperti S-wave hanya tidak terdapat perpindahan vertikal. Sedangkan Rayleigh wave
seperti bergulungnya gelombang samudra. Batuan yang dilanda Rayleigh wave
berpindah baik secara vertikal maupun horisontal dalam penampang vertikal tegak lurus
arah rambatan gelombang. Diantara kedua tipe gelombang permukaan ini, Love wave
merambat lebih cepat.
Keempat tipe gelombang gempa tersebut di atas, ketika mulai merambat dari
sumber gempa kedalam batuan pada kerak bumi, gelombang-gelombang tersebut
terpisah satu dengan yang lainnya sehingga mudah untuk diindentifikasi bentuknya.
M = M +1,73 log10
100
Contoh 1.2
Suatu gempa tercatat oleh Wood-Handerson's Seismograph pada lokasi 230 km dari
epicenter gempa menunjukan amplitudo perpindahan maksimumnya adalah 23 mm.
Berapa skala Richter gempa tersebut?
M230 = log10 (23000) = 4,4
internal dari interaksi blok batuan yang berbeda dalam bumi pada sisi yang berlawanan
dari sebuah fault. Momen dari sebuah gempa kemudian dapat dinyatakan secara
sederhana setelah melalui penurunan matematis yang cukup komplek sebagai berikut:
Moment = Rock Rigidity x Fault Area x Slip Distance (1.6a)
M0 = Ad (dyne-cm) (1.6b)
Untuk mendapatkan suatu magnitude dari seismic moment, ada cara standar untuk
mengkonversinya, yaitu:
2
Mw = [log10Mo (dyne-cm)-16)] (1.7)
3
1.8.3 Energy
Baik magnitude dan seismic moment dihubungkan dengan jumlah energi yang
dilepaskan oleh sumber gempa. Ada beberapa perumusan yang menyatakan besarnya
energi gempa (seismic energy) yang dikeluarkan oleh sumber gempa. Secara umum
hubungan anatara energi dengan magnitude dinyatakan dengan:
log10E = log10E0 + M (1.8)
Diantara rumus-rumus yang banyak dipakai adalah:
1og10E = 11,8 + 1,5M [Rumus Newmark] (1.9a)
log10E = (12,24 ±1,35) + (1,44 ± 0,20)M [Rumus Bath] (1.9b)
log10E = 11,4 + 1,5M [Rumus Guttenberg] (1.9c)
Dalam rumus-rumus di atas, E adalah besar energy dalam erg, sedangkan M adalah
besar magnitude gempa dalam skala Richter. Dari Persamaan 1.9a dapat dilihat energy
meningkat dengan faktor 32 untuk setiap satu unit peningkatan magnitude. Rumus-
rumus ini merupakan rumus-rumus empiris yang dibuat berdasarkan gempa-gempa
yang telah terjadi. Hubungan antara energy total dan energy gempa dapat ditulis sebagai
berikut:
E = E, <1 (1.10)
Dimana E, adalah energi total yang dibebaskan dan y adalah koefisien yang tergantung
dari mekanisme gempa. Dalam kenyataannya hanya sebagian kecil dari energy total
diubah menjadi energy gempa. Sebagai ilustrasi, suatu bom sebesar 1 megaton,
melepaskan energy sebesar 5.1022 erg, sedangkan untuk mendapatkan getaran gempa
dengan magnitude 7,3 diperlukan 50 megaton.
1.8.4 Intensity
Pengukuran kekuatan gempa yang paling tua dan sangat berguna
adalah berdasarkan intensitasnya. Intensitas adalah ukuran dari daya rusak
(destructiveness) suatu gempa di suatu tempat tertentu terhadap hasil karya manusia,
permukaan tanah dan reaksi manusia terhadap getaran yang terjadi. Skala intensitas
pertama kali dibuat oleh de Rossi (Italia) dan Forel (Switzerland) dengan skala / sampai
X. Skala ini kemudian dipergunakan untuk melaporkan kerusakan yang terjadi akibat
gempa San Fransisco 1906. Skala intensitas yang lebih teliti dengan skala / sampai XII
diusulkan oleh Mercalli (Italia) tahun 1902. Skala intensitas Mercalli ini kemudian
dimodifikasi oleh Wood-Neumann tahun 1931 untuk kondisi di California, seperti
terlihat pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1 Modified Mercalli Intensity Scale (MMI) tahun 1931_______________
I. Not felt except by a very few under especially favorable circumstances.
II. Felt only by a few persons at rest, especially on upper floors of buildings. Delicately suspended
objects may swine.
III. Felt quite noticeably indoors, especially on upper floors or buildings, but many people do not
recognize it as an earthquake. Standing motor cars may rock slightly. Vibration like passing of
truck. Duration estimated.
IV. During the day felt indoors by many, outdoors by few. At night some awakened. Dishes, windows,
doors disturbed: walls make cracking sound. Sensation like heavy truck striking building. Standing
motor cars rocked noticeably.
V. Felt by nearly everyone, many awakened. Some dishes, windows, etc.. broken; a few instances of
cracked plaster; unstable objects overturned. Disturbances of trees, poles, and other tall objects
sometimes noticed. Pendulum clocks may stop.
VI. Felt by all, many frightened and run outdoors. Some heavy furniture moved; a few instances of
fallen plaster or damaged chimneys. Damage slight.
VII. Everybody runs outdoors. Damage negligible in buildings of good design and construction; slight to
moderate in well-built ordinary structures; considerable in poorly built or badly designed structures;
some chimneys broken. Noticed by persons driving motor cars.
VIII. Damage slight in specially designed structures; considerable in ordinary substantial buildings, with
partial collapse; great in poorly built structures. Panel walls thrown out of frame structures. Fall of
chimneys, factory stacks. columns, monuments, walls. Heavy furniture overturned. San and mud
ejected in small amounts. Changes in well water. Persons driving motor cars disturbed.
IX. Damage considerable in specially designed structures; well designed frame structures thrown out of
plumb; great in substantial buildings, with partial collapse. Buildings shifted off foundations.
Ground cracked conspicuously. Underground pipes broken.
X. Some well-built wooden structures destroyed; most masonry and frame structures destroyed with
foundations. ground badly cracked. Rails bent. Landslides considerable from river banks and steep
sloes. Shifted sand and mud. Water splashed (slopped) over banks.
XI. Few, if any, (masonry) structures remain standing. Bridges destroyed. Broad fissures in ground.
Underground pipelines completely out of service. Earth slumps and land slips in soft ground. Rail
bent greatly.
XII. Damage total. Practically all works of construction are damaged greatly or destroyed. Waves seen
on ground surface. Lines of sight and level are distorted. Objects are thrown into the air.
Uraian pada Tabel 1.1 memungkinkan untuk merengking tingkat kerusakan yang
terjadi pada suatu tempat akibat dari suatu gempa. Daerah-daerah dengan intensitas
yang sama dikelompokan dan dibatasi dengan suatu garis sehingga membentuk sebuah
isoseismal map seperti terlihat pada Gambar 1.13. Map seperti ini walaupun kasar letapi
dapat memberikan informasi yang berharga mengenai distribusi tingkat kerusakan suatu
daerah.
Tabel 1.3 Perkiraan korelasi antara Intensitas, Magnitude, kecepatan dan energi gempa
Mercalli Magnitude Kecepatan Deskripsi Percepatan puncak Jumkih
ntensity (Skala tertinggi rata-rata gempa
Richter) rata-rata (g = 9,8 pertahun
(cm/det) m/s2) di Dunia
I 0-1.9 0.45kgTNT Tidak terasa kecuali Sangat
menggunakan alat bantu besar
pendeteksi gempa
II 2-2.9 50 kg TNT Hanya dirasakan oleh sedikit 300000
orang yang beristirahat,
khususnya lantai atas gedung.
Benda-benda yang bergantung
akan terayu.
III 3-3.9 Mulai dirasakan sebagian orang, 4900
khususnya pada lantai atas
gedung, tapi banyak orang yang
tida menyadari akan adanya
gempa tersebut. Getarannya
seperti truk yang sedang lewat.
IV 4-4.5 1 -2 2x 107kg Pada siang hari dirasakan banyak 0.015g- 4000
TNT (bom orang dalam ruangan, dan sedikit 0.03g
atom kecil) orang di luar ruangan. Pada
malam hari beberapa orang akan
terjaga dari tidurnya. Pintu dan
jendela mulai berbunyi; dinging
mulai menimbulkan suara. Ada
getaran seperti truk besar lewat
di bawah gedung. Mobil yang
sedang parkir dapat berpindah.
V 4.5-4.9 2-5 Dirasakan oleh hampir semua 0.03g- 1200
orang, banyak orang terbangun 0.05g
dari tidurnya. Kaa jendela mulai
pecah; terjadi keretakan di
beberapa plesteran semen: benda
yang, tak stabil akan terguling.
Kerusakan pada pohon, tiang-
tiang listrik, dan objek tinggi
lainnya. Bandul jam mungkin
berhenti.
VI 5-5.9 5-8 Dirasakan oleh semua orang, 0.05g- 800
banyak yang ketakutan dan lari 0.07g
keluar ruangan. Beberapa
furniture berat akan bergerak.
Plesteran akan mulai runtuh,
cerobong mulai retak.
VII 6-6.3 8-20 1 x 109kg Semua orang lari keluar ruangan. 0.07g - 65
TNT(1 bom Dirasakan orang yang 0.1 5g
hydrogen) mengendarai mobil, bangunan
yang konstruksinya kurang baik
akan runtuh. Cerobong akan
runtuh
VIII 6.4-6.6 20-30 Kerusakan mulai terjadi pada 0.15g-0.3g 35
bangunan dengan disain baik.
Beberapa bangunan akan runtuh
sebagian. Panel dinding akan
keluar dari rangka strukturnya.
Gambar 1.15 Liquefaction ; (a) pasir terpisah keatas, (b) gedung-gedung tumbang
akibat liequfaction
Gambar 1.16 (a) Land slides dan (b) differential settlement (Gempa Kobe, 1995)
BAB II
RESPON GEMPA DARI SISTEM LINEAR
2.1 Umum
Respons spektrum merupakan salah satu cara penting dalam analisis dan disain
struktur dan peralatan lainnya terhadap beban gempa. Respon spektrum menunjukan
respon maksimum suatu struktur terhadap getaran gempa yang diberikan.
Biasanya interval waktu berkisar antara 1/100 sampai 1/50 dalam 1 detik. Sebagai
contoh, untuk menggambarkan getaran gempa El-Centro pada Gambar 2.2, diperlukan
1500 sampai 3000 ordinat.
Atau
u 2u 2 u u g ( t ) (2.2)
Dari Pers.(2.2) terlihat bahwa respon deformasi, u(t), suatu sistem terhadap percepatan
tanah u g hanya tergantung dari frekuensi alami atau periode alami dan rasio redaman
sistem tersebut, sehingga untuk dua buah sistem yang memiliki co dan c? yang sama
akan memiliki respon deformasi, u(t), yang sama pula walaupun salah satunya lebih
masif atau lebih kaku dari yang lainnya.
hanya tergantung pada periode dan rasio redaman sistem tersebut. Gambar 2.4(a) dan
(b) menunjukan pengaruh T dan £ terhadap respon perpindahan suatu sistem. Semakin
besar periode getar suatu sistern, semakin flexible sistem tersebut sehingga deformasi
puncak yang terjadi semakin besar pula. Sebaliknya, semakin besar rasio redaman suatu
sistem. semakin kecil deformasi puncak respon sistem tersebut.
Gambar 2.4 Respon deformasi suatu sistem SDOF terhadap gempa El-Centro
Setelah respon perpindahan, u(t), didapat dari analisa dinamis maka gaya-gaya
dalam struktur pada setiap waktu dapat ditentukan dengan analisa statis. Dalam teknik
gempa, pendekatan yang lebih banyak dipergunakan adalah gaya statis ekuivalen (Fs)
karena hal ini dapat dihubungan dengan gaya gempa statis yang diperhitungkan dalam
peraturan.
Fs(t) = k.u(t) (2.3)
Fs(t) = m. co2. n(t) =m.A (t) (2.4)
A(t) = 2 u(t) (2.5)
Pers.(2.4) menunjukan bahwa gaya satik ekuivalen adalah massa (m) dikalikan A(t)
bukan massa (m) dikalikan percepatan tanah u g (t ) . Aft) dinamakan respon percepatan
semu (Pseudo-acceleration response) dari sistem yang nilainya akan dibahas pada sub-
bab berikutnya. Nilai Aft) dapat dihitung dari lift) dengan mengalikannya dengan of =
(2/T)~ seperti terlihat pada Gambar 2.5 untuk sistem dengan T = 0.5, 1, 2, detik. Untiik
striiktur satu tingkat, gaya geser dasar (Vb) pada waktu tertentu dihitung sebagai
berikut:
Vb(t) = Fs(t) dan Mb(t) = h.Fs(t) (2.6)
Vb(t) = m.A ft) dan Mbft) = h. Vb(t) (2.7)
Gambar 2.5 Pseudo-acceleration response sistem SDOF terhadap getaran gempa EI-
Centro
Respon spektrum perpindahan adalah plot dari u0 terhadap perioda getaran T untuk
tetap. plot u 0 dengan T dinamakan respon spektrum kecepatan relatif (relative velocity
t
response spectrum) dan plot u 0 dengan T dinamakan respon spektrum percepatan
(Acceleration response spectrum).
Gambar 2.6 (a) Percepatan tanah; (b) respon deformasi dari tiga sistem SDOF dengan
= 2% dan T = 0.5, 1, dan 2 detik; (c) respon spektrum deformasi
untuk = 2%
Gambar 2.7 Respon spektrum ( = 2%) gempa El-Centro; (a) respon spektrum
deformasi; (b) Respon spektrum pseudo-velocity; (c) respon spektrum
pseudo-acceleration
6. Ulangi langkah 2 sampai 5 untuk nilai T dan c yang lain sesuai dengan yang
diperlukan.
7. Nyatakan hasil perhitungan dari 2 sampai 6 secara grafis untuk membuat 3 buah
spektrum D, V, dan A secara terpisah atau dalam sebuah grafik gabungan ketiganya
yang dinamakan respon spektrum tripatite.
tergantung dari nilai untuk sebagian dari interval periode tersebut yaitu 0.125 detik
T 0.5 detik.
Untuk sistem dengan periode panjang, 3 detik T 15 detik, maka nilai D
umumnya melebihi ugo dengan pembesaran yang tergantung dari nilai T dan .
Untuk sebagian dari interval periode tersebut yaitu 3 detik T 10 detik. nilai D
dapat diidialisasikan sebagai konstanta sebesar ugo dikalikan dengan suatu faktor
yang tergantung dari nilai .
Untuk sistem dengan periode menengah, 0.3 detik T 3 detik maka T melebihi
ugo. Pada interval ini, nilai V dapat diidialisasikan sebagai konstanta sebesar u go
Gambar 2.9 Spektrum respon untuk gempa El Centre (garis tebal) dan idealisasinya
(garis putus-putus); = 5%
dibuat, maka dihitung nilai rasio (Di/ugoi), (Vi/goi) dan (Ai/ u go i ). Sehingga untuk masing-
masing periode alami (T) terdapat nilai spektrum sebanyak i, dengan i adalah banyaknya
getaran tanah akibat gempa yang diperhitungkan.
Para peneliti telah mengusulkan prosedur pembuatan spektrum disain dari
parameter-paremeter gerakan tanah seperti terlihat pada Gambar 2.10. Nilai periode Ta,
Tb, Te dan Tf dan faktor pembesaran yang direkomendasikan untuk tiga daerah spektrum
didapat setelah melakukan analisis terhadap sejumlah getaran tanah pada tanah keras
(rock, soft rock dan firm sediment). Faktor pembesaran untuk dua kondisi
nonexceedance probability) 50% dan 84,1% diberikan pada Tabel 2.1 dan Tabel 2.2
sebagai fungsi rasio redaman. Peluang tidak terlampaui 50% mewakili nilai tengah
ordinat spektrum yang dipergunakan, sedangkan 84.1% mewakili nilai tengah ditambah
satu kali standar deviasi yang didapat dengan asumsi distribusi lognormal dari ordinat
spektrum.
Gambar 2.11 Spektrum disain ditentukan oleh amplop dua buah respon spektrum
gempa bersumber dari dua buah fault yang berbeda
Kedua, spektrum disain pada beberapa lokasi dapat berupa amplop dari dua buah disain
spektrum elastis yang berbeda sesuai dengan sumber gempa yang diperhitungkan.
Contohnya di Selatan California ada duabuah sumber gempa yang mempengaruhi lokasi
tersebut yaitu gembar 6.5 M dari fault disekitarnya dan gempa 8.5 M dari San Andrean
Fault. Spektruum disain untuk lokasi seperti ini ditentukan oleh amplop spektrum
desian kedua gempa tersebut seperti ditunjukan secara skematik pada Gambar 2.11
dengan garis yang diarsir.
BAB III
RESPON GEMPA DARI SISTEM INELASTIS
3.9 Umum
Gaya geser dasar maksimum pada sistem elastis akibat getaran tanah ditentukan
dengan:
A
V= W (3.1)
g
Dimana W = berat total sistem
A = Pseudo-acceleration spektrum
g = percepatan gravitasi
Kebanyakan struktur didisain berdasarkan gaya geser dasar yang lebih kecil dari
gaya geser dasar sistem elastis tersebut untuk getaran tanah yang lebih kuat.
Mendisain struktur yang tetap berperilaku elastis selama terjadi gempa adalah
tidak feasible secara ekonomi. Gambar 3.1 menunjukan perbandingan koefisien gaya
geser dasar (A/g) pada spektrum disain elastis yang dislcala dengan faktor 0,4 yang
berhubungan dengan percepatan tanah puncak 0,4g dengan koefisien gaya geser dasar
dalam building code. Disini terlihat bahwa struktur yang didisain berdasarkan gaya
geser dasar vans ditentukan pada peraturan mengalami deformasi melewati perilaku
batas elastis bila dibebani dengan gerakan tanah yang dinyatakan dalam spektrum disain
0,4g. Akibat deformasi yang terjadi, struktur dapat mengalami kerusakan selama terjadi
getaran tanah, oleh karena itu, tantangannya adalah bagaimana mendisain struktur
sehingga kerusakan dapat dikontrol dalam taraf yang masih dapat diterima.
Gambar 3.1 Perbandingan koefisien gaya geser dasar dari spektrum disain elastis dan
Uniform Building Code
Gambar 3.3 Hubungan gaya dan perpindahan elemen struktur (a) beton bertulang, (b)
masonry
Gambar 3.4 Hubungan gaya-deformasi saat awal pembebanan; aktual dan idealisasi
elastoplastis
F0 u o
Ry = (3.5)
Fy u y
Untuk sistem linear elastis, Ry =1 sedangkan sistem yang berdeformasi melewati batas
lelehnya, nilai Ry > 1.
Rasio antara perpindahan maksimum sistem elastoplastis, um, dengan deformasi
lelehnya, uy, dinamakan ductility factor.
um
= (3.6)
uy
Untuk sistem linear, nilai =1. Pada sistem elastoplastis nilai Fy = F0 sehingga dapat
dibuat hubungan antara Ry dan .
3.11Persamaan Dinamis
Persamaan dinamis yang memenuhi untuk sistem elastoplastis:
m u + c u + Fs (u + u ) = m u g (3.8)
Dimana Fs(u, u ) untuk sistem elastoplastis mengikuti hubungan yang ditunjukan pada
Gambar 3.5. Kemudian Pers.(3.8) dapat dinyatakan sebagai berikut:
u + 2 u + uy Fs (u, u ) = - u g (3.9)
k
Dengan =
m
c
=
2m
Fs (u, u )
Fs (u, u ) =
Fy
Nilai dan adalah berturut-turut frekuensi alami dan rasio redaman sistem
elastoplastis yang bergetar dalam interval linear elastis. Pers.(3.9) merupakan
persamaan dinamis sistem elastoplastis akibat percepatan tanah, u g . Nilai u(t)
tergantung dari tiga parameter yaitu , dan uy. Pers.(3.9) dapat juga dinyatakan dalam
.
u g
u + 2 + 2 Fs (u, u ) = 2 (3.10)
ay
Fy
Dengan ay = merupakan kecepatan yang diperlukan oleh massa (m) untuk
m
menghasilkan gaya Fy. Rasio kecepatan u g / aymerupakan rasio antara percepatan tanah
dengan percepatan kuat leleh struktur. Untuk suatu percepatan tanah u g , faktor
3.12.1 Definisi
Respon spektrum diplot untuk nilai-nilai Dv = uy. Vy = uy dan Ay = 2uy dimana
Dy adalah deformasi leleh untuk sistem elastoplastis. Plot antara Dy dengan T untuk nilai
yang tetap merupakan spektrum respon deformasi leleh. Begitu juga plot Vy dan AY
dengan T masing-masing untuk nilai yang tetap dinamakan pseudo-velocity response
spectrum dan pseudo-acceleration response spectrum. Besaran Dy, Vy dan Ay dapat
diplot dalam sebuah diagram dengan skala logharitma seperti pada sistem linear. Hal ini
dapat dilakukan karena ketiga nilai tersebut dapat dihubungkan satu dengan yang
lainnya sebagai berikut:
Ay
Vy D y (3.11)
Atau
T 2
A y Vy D y (3.12)
2 T
Selanjutnya kekuatan leleh sistem elastoplastis dihitung:
Ay
Fy = (3.13)
g
Ay
Atau Fy = kuy = m (2uy) = mAy = W (3.14)
g
respon suatu sistem dengan nilai F y ini dihitung untuk menentukan faktor daktilitas.
Jika nilainya cukup dekat, katakanlah 1% dari nilai yang ditentukan, maka nilai F y
dianggap memenuhi. Sebaliknya bila lebih besar dari 1%, maka dilakukan modifikasi
lagi sampai dicapai suatu kesesuaian.
sistem linear dan gaya leleh Fy = F y .F0 dengan pilihan nilai F y < 1. Dari u(t), hitung
deformasi puncak Um dan faktor daktilitas yang sesuai. Ulangi analisis ini untuk
beberapa nilai Fy guna menentukan titik-titik data ( F y ,) yang mencakup interval
daktilitas yang ditinjau.
6. a. Untuk nilai terpilih, hitung nilai F y dari hasil perhitungan langkah 5 dengan
menggunakan prosedur interpolasi seperti pada sub-bab diatas. Jika ada lebih dari
satu nilai F y untuk nilai p. tertentu, maka nilai F y terbesar yang dipilih.
b. Hitung ordinat spektrum yang berhubungan dengan nilai F y yang didapat dari
langkah 6a. Hitung uy kemudian Dy, Vy dan Ay. Data-data ini mewakili satu titik
pada plot respon spektrum.
Gambar 3.7 Spektrum respon sistem elastoplastis untuk daktilitas tetap akibat
gempa El-Centro, u. = 1, 1.5, 2, 4 dan 8; = 5% (linear plot)
Gambar 3.8 Spektrum respon sistem elastoplastis untuk daktilitas tetap akibat
gempa El-Centro, p. = 1, 1.5, 2, 4 dan 8; = 5% (tripartite plot)
sebuah getaran tanah. Para peneliti telah membuat hubungan antara F y dengan T untuk
beberapa getaran tanah dan salah satu usulan yang paling sederhana seperti pada
Gambar 3.10:
1 untuk T Ta
F y = (2 1) untuk Tb T Tc (3.18)
1 untuk T Tc
Gambar 3.11 menunjukan prosedur pembuatan spektrum disain inelastis dari
spektrum disain elastis. Diasumsikan bahwa spektrum disain elastis a-b-c-d-e-f telah
dibuat mengikuti prosedur yang diuraikan pada Bab II, spektrum disain inelastis a' -b '-c
'-d'-e'-f' untuk satu nilai faktor daktilitas didapat sebagai berikut:
1. Kalikan ordinat parameter konstan A pada segmen b-c dengan
F y = (2 - 1)-1/2 untuk mendapatkan segmen b'-c '.
2. Kalikan ordinat konstan parameter V pada segmen d-e dengan F y =-1 untuk
mendapatkan segmen c '-d'.
3. Kalikan ordinat konstan parameter D pada segmen d-e dengan F y =-1 untuk
memperoleh segmen d'-e'.
4. Kalikan ordinat/dengan F y =-1 untuk mendapatkan ordinat f'. Hubungkan titik f'
5. Ambil ordinat a' dari spektrum ihelastis pada T = 1/33 detik sama dengan ordinat a
dari spektrum elastis. Hal ini adalah ekivalen dengan F y =1. Hubungkan titik a' dan
b'. Untuk nilai faktor daktilitas yang besar, ordinat Ay untuk b' mungkin lebih rendah
daripada percepatan puncak tanah u go (titik a) sehingga lebih tepat menghubungkan
BAB IV
SISTEM MDOF LINEAR
4.1 Umum
Suatu sistem yang memerlukan koordinat perpindahan lebih dari satu arah untuk
menentukan posisi sistem tersebut setelah mengalami deformasi dinamakan sistem
berderajat kebebasan banyak atau Multi-Degree of Freedom System (MDOF System).
Untuk memahami prilaku dinamis struktur gedung bertingkat, maka dilakukan
idealisasi yang paling sederhana, yaitu kolom dianggap tidak bermassa dan seluruh
massa terpusat pada lantai (lumped mass), sistem lantai dan balok adalah kaku
sedangkan kolom adalah fleksibel terhadap perpindahan lateral tetapi kaku terhadap
perpindahan vertikal; struktur dianggap terjepit pada tanah. Idealisasi gedung seperti ini
dinamakan“shear building model". Pada keadaan praktis idealisasi seperti ini tidak
realistis, oleh karena itu idealisasi yang lebih akurat biasanya perlu dilakukan untuk
menghitung respon dinamis gedung.
FSb1 = k1 u1
FDb1 = c1 u 1
FDa 1 = c2 ( u 1 - u 2 )
FI1 = m1 u1
Dengan mensubstitusikan nilai-nilai tersebut didapat:
m1 ü1 + c2 ( u 1 - u 2) + c1 u 1+ k2 (u1 -u2) + k1ul = P1 (t) (42)
Dengan cara yang sama, kesetimbangah gaya-gaya untuk massa yang lainnya didapat
sebagai berikut:
Untuk massa m2 :
m2 ü2 + c3 ( u 2 - u 3) + c2 ( u 2 - u 1) + k3 (u2 –u3) + k2 (u2 - ul) = P2 (t) (4.3)
Untuk massa m3 :
m3 ü3 + c3 ( u 3 - u 2) + k3 (u3 - u2) = P3 (t) (4.4)
Dengan menggabungkan Pers.(4.1), (4.2), dari (4.3) dan diatur dalam bentuk matrik
maka didapat:
m1 0 0 u1 c1 c 2 c2 0 u1 k 1 k 2 k2 0 u 1 P1 ( t )
0
m2 0 u 2 c 2 c2 c3 c 3 u 2 k 2 k2 k3 c 3 u 2 P2 ( t )
0 0 m 3 u 3 0 c3 c 3 u 3 0 k3 c 3 u P ( t )
3 3
Mü + C u + Ku = p(t) (4.6)
Gaya inersia dari massa adalah proporsional terhadap perpindahan total, sedangkan
gaya redaman dan gaya elastis (kekakuan) proporsional terhadap perpindahan relatif,
sehingga persamaan dinamis dapat drumuskan sebagai berikut:
Mu it + C u + K u = 0 (4.10)
M ( u s u) C u K u 0
Mü + C u + K u = - Müs
Mü + C u + K u = - M l
Mü + C u + K u = -Müs
Mü + C u + K u = -M l üg (4-11)
Pers. (4.11) ini identik dengan persamaan untuk SDOF akibat pengaruh pergerakan
tanah. Persamaan dinamis akibat pergerakan tanah ini merupakan persamaan dinamis
akibat gempa karena pada dasarnya gempa akan mengakibatkan terjadinya gerakan
tanah yang kemudian berpengaruh terhadap struktur yang berdiri di atas tanah tersebut.
N
u (t) = q n n (A n sin n t B n cos n t ) (4.14)
n 1
Dengan diketahui u(0) dan u (0), masing-masing dari 2 set persamaan di atas
mengandung N persamaan aljabar dengan An dan Bn yang tidak diketahui. Dengan
menginterpretasikan sebagai sebuah modal ekspansion vektor u (0) dan u (0):
N N
u(0) = q nyn ( 0) dan u ( 0) q n y n (0 ) (4-1 7)
n 1 n 1
q Tn Mu (0) q T Mu (0)
yn = dan y n n (4.18)
M M
y n (0)
atau dengan kata lain : An = yn (0) dan Bn = , sehingga
n
N
y n ( 0)
u(t) = q n yn (cos) n t
n
sin n t (4.19)
n 1
Secara alternatif perpindahan u(t) dapat dinyatakan dalam bentuk :
N
u(t) = q
n 1
n y n (t ) (4.20)
dengan
y n (0)
yn (t) = yn cos nt + sin nt (4.21)
n
(K - 2n M) qn sin (nt + 0) = 0
Agar persamaan ini benar untuk setiap interval waktu "t" maka sin(nt + n) = 0,
sehingga,
(K - 2n M) qn = 0 (4.25)
Kqn = 2M qn (4.26)
Pers. (4.25) atau Pers.(4.26) dikenal dengan Linear Eigenvalue Problem. Ada beberapa
cara untuk mendapatkan frekuwensi (co) dan mode shape (q) dari persamaan eigenvalue
problem ini diantaranya adalah cara determinan, iterasi langsung (cara stodola). iterasi
terbalik, iterasi terbalik dengan shift frekwensi, transformasi dan cara Rayleigh-Ritz.
Dalam tulisan ini hanya metode determinan dan iterasi yang diuraikan.
Dan jika qj adalah suatu penyelesaian, maka aj qj juga merupakan suatu penyelesaian
dengan aj adalah sembarang konstanta. Hal ini menyatakan bahwa qj bukan merupakan
nilai mutlak tapi dinyatakan sebagai suatu nilai perbandingan (proporsional) antar
DOF's pada mode yang sama. Karena a adalah sembarang konstanta, maka bisa pilih
suatu nilai untuknya. Sebagai standar dalam menentukan j dapat dipakai persamaan
berikut:
1
(a j q j) TM (j - qj) = 1 atau j = (4.28)
(q Tj M q j)
Secara ringkas, sebuah sistem bergetar dengan N buah derajat kebebasan, akan
mempunyai N buah frekwensi getaran alami n (n = 1, 2, ..., N) yang dapat diatur
berurutan dari yang terkecil sampai terbesar (1 < 2 < 3 < … < n). Nilai terkecil
ini sering dinamakan frekwensi alami n ( periode alami Tn = 2/n) sedangkan mode
shape yang berhubungan dengan frekwensi alami ini dinamakan mode shape alami (qn).
Sehingga
1
12 = = 211.267 1 = 15.54 rad/dt
17.04
3600
0.65
12 = = 210.652 1 = 14.51 rad/dt
11.04
3600
0.3
12 = = 210.407 1 = 14.51 rad/dt
5.15
3600
akibat gaya inersia tersebut, selanjutnya perhitungan gaya inersia dari defleksi hasil
perhitungan sebelumnya. Begitu seterusnya sampai terjadi konvergen antara mode
shape terakhir dengan mode shape sebelumnya.
Jika asumsi awal mode getaran dinyatakan dalam koordinat normal (Y), maka
didapat:
q1( 0) = Y(0) = 1 Y1( 0) +2 Y2( 0) + 3 Y3( 0) +........+ N YN( 0) (4.38)
Gaya Inersia yang berhubungan dengan bentuk getaran ini pada fekwensi mode pertama
adalah:
F1(0) = 12 Mq 1( 0) 12 MY (0 ) (4.39)
Atau
2
N
(1) (0) 1
q1 = Y n n
(4.42)
n 1 2
Substitusikan persamaan yang didapat sebelumnya:
n = 2n D n (4.43)
Maka diperoleh:
2
N
(1) (0) 1
q1 = Y n n
(4.44)
n 1 2
Peningkatan akhir iterasi pertama mode shape q1(1) kemudian didapat dengan
normalisasi vektor ini yaitu semua elemen vektor dibagi dengan elemen terbesar
(1)
max( q 1 ) sehingga didapat :
2
n
(0)
(1) n Y 1
n
q1(1) =
q1
n 1 2 (4.45)
(1) (1)
max( q 1 ) max (q 1 )
Dengan prosedur yang sama:
2
n
(0)
( 2) n Y 1
n
q1(2) =
q1
n 1 n (4.46)
(2) ( 2)
max( q 1 ) max (q 1 )
(s ) 2s
(s) q1 1 (0 ) ( 0 ) 1
q1 = (s )
(s ) Y
1 1 Y
2 2 ...... (4.47)
max( q 1 ) max (q 1 ) 2
Perlu dicatat bahwa:
2s 2s 2s
1
1>> 1 >> 1 >> ….. >>
2 3 N
Dan hasil akhir menunjukan:
1Y1(0)
q1(2) = 1
max( 1Y1( 0) )
Sesuai dengan sifat modal orthogonalitas, maka ruas kanan dari Pers.(4.42) hanya
tersisa suku dari kontribusi mode pertama saja. Amplitudo komponen dari mode
pertama kemudian dinyatakan dalam asumsi mode shape dari mode ke-2 (q2(0)).
( 0) 1T Mq (20)
Y 1 dim ana M 1 1T M1 (4.52)
M1
Jika komponen ini dihilangkan dari asumsi mode shape, maka vektor yang tersisa
( 0)
dinamakan mode shape yang dimurnikan ( q 2 ):
( 0)
q2 = q (20) 1Y1(0) (4.53)
Mode vektor yang telah dimurnikan ini akan konvergen pada mode ke-2, namun karena
adanya kesalahan akibat pembulatan-pembulatan dalam operasi numerik,
mengakibatkan masih mungkin adanya komponen mode ke-1 yang masuk dalam asumsi
mode vektor. Oleh karena itu perlu dilakukan pemurnian setiap 1 proses
iterasi selesai dilakukan.
Suatu cara yang cukup baik untuk pemurnian asumsi mode shape dari komponen
mode pertama dilakukan dengan sweeping matrix. Substitusikan Pers. 4.43 kedalam
Pers. 4.44 maka didapat:
( 0) 1
q2 = q (20) 11T Mq (20) S1q (20) (4.54)
M1
Dimana sweeping matrik mode pertama (Sl) dinyatakan dengan:
1
S1 = I 11T M (4.55)
M1
Prosedur iterasi matrik kemudian dapat diterapkan dengan memanfaatkan sweeping
matrik tersebut sehingga iterasi akan konvergen pada mode ke-2. Dalam hal ini
prosedur tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:
1 ( 2) ( 0)
2
q 2 Dq 2 (4.56)
2
Dengan Substitusikan Pers.(4.47), maka:
1 (1)
2
q 2 DS1q (20) D 2 q (20) dengan D 2 DS1 (4.57)
2
1
S 3 = S2 3 3T M (4.66)
M3
Sehingga asumsi vektor yang telah dimurnikan adalah:
( 0)
q 4 = S3 q (40) (4.67)
Dengan dinamik matriknya:
D4 = DS3 (4-68)
Secara umum, sweeping matrik dan dinamik matrik untuk analisis mode-mode
yang lebih tinggi dapat dirumuskan berdasarkan analogi yang telah diuraikan
sebelumnya sebagai berikut:
1
Sn = Sn-1 n Tn M dan Dn+1 =DSn (4.69)
Mn
Disini tedihat jelas bahwa batasan terpenting dari prosedur iterasi stodola ini adalah
semua mode yang lebih kecil harus dihitung terlebih dahulu sebelum analisis mode
yang lebih tinggi dilakukan. Oleh karena itu, mode shape dari mode yang lebih rendah
harus dihitung dengan presisi seakurat mungkin untuk sweeping matrik mode yang lebih
tinggi dapat berfungsi secara efektif. Secara umum, proses ini digunakan untuk
menghitung tidak lebih dari 4 atau 5 mode.
asumsi vektor perpindahan adalah q/0} dan pengaruh frekwensi akan dihilangkan secara
langsung pada langkah normalisasi, maka gaya inersia dinyatakan dengan:
W1(0) Mq 1(0) (4.75)
Kemudian vektor perpindahan yang ditingkatkan didapat dengan
menyelesaikan persamaan kesetimbangan:
(1)
K q = W1( 0) (4.76)
Untuk menghindari penggunaan matrik fleksibilitas (f = K-1) maka persamaan
kesetimbangan diselesaikan setelah melakukan dekomposisi matrik kekakuan dengan
metode eleminasi Gauss sebagai berikut:
K = LDLT LU (4.77)
Dimana L adalah lower triangular matrix, LT adalah tranformasi matrik L dan D adalah
matrik diagonal.
DLT U (4.78)
Matrik U merupakan upper triangular matrix. Penyelesaian dilakukan secara berurutan
dalam dua langkah: Langkah (1) defmisikan:
(1)
y1(1) U q1 (4.79)
(1)
Dan kemudian selesaikan untuk mendapatkan y1 dari:
Ly1(1) W1(0 ) (4.80)
(1)
Langkah (2) selesaikan untuk mendapatkan q 1 dari:
(1)
U q 1 y1(1) (4.81)
Shift ini dapat divisualisasikan sebagai perpindahan origin dalam plot eigenvalue
seperti terlihat pada Gambar 4.4. Pengaruh dari shifting ini adalah mentransforniasi
eigenvalue problem menjadi analisis residu daripada analisis aktual eigenvalue problem.
= [ + I] (4.89)
Atau dapat ditulis dalam bentuk:
[E -I] = (4.90)
Elemen dalam kurung merupakan modifikasi matrik dinamis yang mengikutkan residu
eigenvalue dan selanjutnya dinyatakan dengan Ê , dan didapat:
Ê = (4.91)
Pers.(4.54) identik dengan persamaan eigenvalue yang diberikan sebelumnya dan
matrik shift mempunyai eigen vector (mode shape) yang sama seperti menggunakan E.
Penyelesaian eigenvalue baru ini dapat dilakukan dengan inverse iteration
dengan mengikuti prosedur yang telah diuraikan sebelumnya, dan hasil dari iterasi
pertama dapat dinyatakan sebagai:
Ê 1q (k0 )
q (k1) = (4.92)
max (Ê s q (k0 ) )
Dengan q (k0) adalah pendekatan avval mode shape dari mode ke-k. Setelah iterasi ke-s,
hasilnya menjadi:
N
s
n Yn(0)
Ê 1q (k0 ) n
q (ks ) = = n 1
(4.93)
max (Ê q s (0 )
k ) max (Ê s q (k0) )
Atau
s s
k s k 1
k N
(s ) (0)
q k = k Yk n Yn(0) k n Yn( 0) (4.94)
max (Ê s q (k0) ) n 1 n n k 1 n
Setelah dilakukan iterasi secukupnya, penjumlahan dua suku terakhir dari nilai dalam
kurung pada Pers.(4.85) sangat kecil dan mungkin dapat diabaikan sehingga mode
shape yang dihitung konvergen pada:
(s ) k s k Yk(0) k
q k = s ( 0)
= = k (4-95)
max ( k k Yk ) max ( k )
Analisis ini menunjukan bahwa proses inverse iteration dengan eigenvalue shift
konvergen pada mode shape dengan eigenvalue terdekat dengan posisi shift. Sebagai
contoh pada Gambar 4.4, iterasi akan konvergen pada mode ke-2. Residu eigenvalue
untuk mode ini diberikan oleh elemen maksimum dari vektor yang diturunkan sebelum
dilakukan normalisasi.
1
k = (s)
(4.96)
max (q k )
Kemudian eigenvalue sebenarnya didapat dengan mejumlahkan shift terhadap nilai
residu ini.
1
k = + (s)
(4-97)
max (q k )
Dengan pemilihan shift yang sesuai, inverse iteration dapat konvergen pada berbagai
mode. Disamping itu kecepatan konvergen dari ietrasi yang dilakukan dapat
ditingkatkan dengan pemilihan shift yang dekat dengan akar yang dicari. Persamaan
yang bermanfaat untuk memperkirakan titik shift dapat diturunkan dari:
( s)
q k Mq (ks 1)
k = (s) (s)
(4.98)
q k Mq k
Prosedur analisis inverse iteration mengunakan shifting dilakukan sebagian besar masih
sama seperti yang telah diuraikan bila tidak dilakukan shifting. Dimulai dari
eigenproblem dalam bentuk:
Kn=Mn ( + `n) (4.99)
Dan kemudian substitusikan eigenvalue shift = 2n - n sehingga menjadi:
[K-M]n=Mn n (4.100)
Dimana [K-M] adalah shifted stiffness matrix dari struktur yang menyatakan matrik
kekakuan efektif ketika sistem bergerak secara harmonis pada shift frequency, kemudian
dinyatakan dengan:
K̂ = K - M (4.101)
Sehingga menjadi:
K̂ n =Mnn (4.102)
kekakuan efektif K̂ maka eleminasi Gauss dapat diterapkan seperti halnya untuk matrik
K yang diuraikan sebelumnya.
q Tr kq r 0 dan q Tn M q r = 0 (4.106)
Kondisi ini dapat dibuktikan sebagai berikut: Jika natural frekwensi dan mode shape ke-
n yang memenuhi persamaan eigenvalue problem dikalikan dengan q Tr :
q Tr kq n = 2n q Tr M q n (4.107)
Begitu juga jika natural frekwensi dan mode shape ke-r yang memenuhi eigen value
problem dikalikan dengan q Tn :
q Tn kq r 2r q Tn Mq r (4.108)
Kurangkan Pers. (4.99) dari (4.98) maka didapat:
2
n
2r q Tn M q r 0 (4.109)
Pers.(4.100) akan benar jika 2n 2r dan untuk sistem dengan nilai frekwensi positif n
r. Sifat orthogonalitas mode shape menyiratkan bahwa matrik bujur sangkar berikut
ini adalah diagonal:
K TK dan M TM (4.110)
dan elemen pada arah diagonal adalah:
Kn = qTn K qn dan Mn = qTn M qn (4.111)
Karena M dan K adalah nilai positif tertentu, elemen diagonal matrik K dan M adalah
positif dan dihubungkan sebagai:
Kn = 2nMn (4.112)
dimana yr adalah skalar pengali yang dinamakan koordinat modal atau koordinat normal.
Jika qr diketahui, untuk suatu u nilai qr didapat dengan mengalikan kedua sisi
persamaan (4.108) dengan qT m :
N
q Tn m u = q
r 1
T
n
m qr yr (4.118)
q Tn m u q Tn mu
qn = = (4.120)
q Tn m q n Mn
Prinsip modal expansion perpindahan ini dapat dipergunakan dal,am menghitung
respon getaran bebas sistem MDOF dan memegang peranan penting dalam analisis
getaran dengan pembebanan dan respon gempa sistem MDOF.
Contoh 4.1
Hitung natural frekwensi dan moe shape dari portal di samping dengan cara
determinan dan respon perpndahannya, apabila struktur bergetar dari kondisi awal :
a) u 01 = 1 ; u 02 = 2 ; v 01 = 0 ; v 02 = 0
b) u 01 = -1 ; u 02 = 1 ; v 01 = 0 ; v 02 = 0
Penyelesaian
Hitung matrik massa dan keakuan :
2k k o ko 3 1
K= o ko
ko ko 1 1
2 m o 0 2 0
M= mo
0 mo 0 1
Selesaikan Linear egien problem :
[K - 2 M] q = 0
Untuk mendapatkan nilai q, maka determinan | K - 2 M | = 0
3k o ko 2 m o 0
k 2 0
o ko 0 m o
3k o 2 2 m o ko
0
ko k o 2 m o
3k 20 2 2 m o k o 3m 0 k 0 2 4 m 20 k 02 0
2 2 m 02 5 2 m 0 k 0 2k 02 0
5k 0 2 k 02 5k 0 2 k 20
4 -
2m 0
2 = 0
2 2
2m 0
2 0
m0 m0
k0 2k 0
1 = dan 2 =
2m 0 m0
3k o k o k 0 2 m o 0
q 0
k o k o 2m 0 0 m o 1
3k o k o k o 0
q 0
k o k o 0 k o / 2 1
2k o k o q 11
k 0
o k o / 2 q 12
Karena mode shape merupakan nilai relatif dinyata dof’s dalam suatu mode, maka
diambil q11= 1,0
k0
(2k0q11 – k0q12) + (-koq11 + q12) = 0
2
k0
(2ko – koq12) + (-k0 + q12) = 0
2
k0
- q12 + k0 = 0
2
q12
1
sehingga didapat mode shape q1 =
2
Untuk mode k-2\
Prsoedur yang dilakukan untuk mode ke-2 sama seperti pada mode ke-1 dengan
2k 0
mensubstitusikan 2 = 22 = ke dalam persamaan eigenvalue problem untuk
m0
1
mendapatkan mode shape mode ke-2 : q2 =
1
Mode shape masing-masing frekqensi getaran dari portal dapat digambarkan seagai
berikut :
q12 = 2,0
q11 = 1,0
Mode 1 Mode 2
k0 2k 0
1 = 2 =
2m 0 m0
Untuk mendapatkan orthonormal mode shape (j qj), perlu dicari nilai j sebagai
berikut :
1
j =
T
q Mq j
m
Untuk Mode 1 :
1
q1 = q 1T = 1 2
2
2 0 1 2
q 1T M q1 = 1 2 mo m 0 1 2 6 m 0
0 1 2 2
1 1 1
1 = ; 1 = 1q1 =
6m 0 6 m 0 2
Untuk Mode 2 :
1
q2 = q T2 = 1 1
1
2 0 1
q T2 Mq 2 1 1 m 0 3m0
0 1 1
1 1 1
2 = ; 2 = 2q2 =
3m 0 3m 0 1
Sifat-sifat orthogonalitas dari mode shape yang telah diuraikan sebelumnya dapat
dibuktikan sebagai berikut :
3 1 1 1
q 1T Kq 1 k 0 1 2 k 0 1 2 3 k 0
1 1 2 1
3 1 1 4
q 1T Kq 2 k 0 1 2 k 0 1 2 0
1 1 1 2
q 1T M q 1 6 m 0
2 0 1 2
q 1T M q 2 m 0 1 2 m 0 1 2 0
0 1 1 1
2 0 1 2
q T2 M q 1 m 0 1 1 m 0 1 1 0
0 1 2 2
Respon perpindahan struktur :
u(t) = A1 q1 sin (1 t + 1) + A2 q2 sin (2 t + 2)
dengan mensubstitusikan nilai dan q yang didapat dari perhitungan sebelumnya, maka
respon perpindahan menjadi :
1 k 0 k0 1 2k 0 2k 0
u(t) = A1 cos t 1 A 2 cos t 2
2 2m 0 2m 0 1 m 0 m0
Untuk mendapatkan respon perpindahan, masih ada 4 buah konstanta yang tidak
diketahui yaitu A1, 1, A2 dan 2. Konstanta-konstanta ini kemudian dicari berdasarkan
kondisi awal (t = 0 detik).
Untuk u 01 = 1 ; u 02 = 2 ; v 01 = 0 ; v 02 = 0 maka didapat nilai-nilai :
A1 = 1, A2 = 0, dan 1 = / 2
1 k0
u = cos t
2 2m 0
1 2k 0
u= cos t
1 m0
Mn y C n y K n y 0 (4.124)
Matrik Mn dan K telah didefinisikan sebelumnya, sedangkan untuk C dinyatakan :
Cn = T C
Matrik bujursangkar C dapat berupa matrik diagonal maupun tidak. Jika matric C
adalah diagonal maka dinamakan redaman klasik (clasical damping) sedangkan jika C
tidak diagonal dinamakan nonclasical damping.
Atau:
N
n n
t ( 0) y (n0) n n y (n0)
u (t) = e n y n cos nD t
nD
sin nD t (4.131)
n 1
BAB V
REDAMAN PADA STRUKTUR
5.1 Umum
Redaman (damping) pada struktur merupakan salah satu properti yang
menentukan respon dinamis struktur tersebut. Perhitungan koefisien redaman dari
sebuah matrik redaman berdasarkan dimensi struktur, ukuran elemen-elemen struktur
dan material yang dipergunakan adalah tidak praktis. Oleh karena itu, redaman
umumnya dinyatakan dengan nilai numerik berupa rasio redaman modal. Rasio
redaman ini sudah cukup untuk menganalisis sistem linear dengan redaman klasik.
Matrik damping biasanya diperlukan apabila melakukan analisis sistem linear dengan
redaman tidak klasik (non-classically damping) serta analisis struktur non-linear.
tegangan leleh; (2) tegangan pada saat atau sedikit dibawah titik leleh. Dari Tabel 5.1,
nilai redaman yang lebih besar akan dipergunakan untuk struktur biasa (ordinary
structures) dan nilai yang lebih rendah akan dipergunkan untuk struktur spesial (special
structures). Kebanyakan peraturan (building codes) tidak memperhitungkan tidak
memperhitung variasi redaman akibat dari material struktur yang dipergunakan dan
rasio redaman 5% ditentukan ; eraturan untuk disain gempa dan disain spektrum. Rasio
redaman yang direkomendasikan pada Tabel 5.1 dapat dipergunakan secara langsung
untuk analisis struktur linear elastis dengan redaman klasik.
Dengan nilai a1 telah didapat maka matrik redaman C juga dapat diketahui dan rasio
redaman untuk berbagai mode dapat diketahui dengan menggunakan Pers.(5.5). Tak
a 0 i j j i i
2 2 1 / 1 / (5.10)
a 1 j i2 j i j
Jika kedua mode dianggap memiliki rasio redaman yang sama i = j = konstanta a0
dan a1 adalah:
2 i j 2
a0 = dan a1 = (5.11)
i j i j
Matrik redaman kemudian didapat dari Pers.(5.7) dan rasio redaman untuk mode
lainnya dihitung dari Pers.(5.9).
Penerapan prosedur matrik redaman proporsional ini dalam praktek, cot disarankan
frekwensi alami dari sistem MDOF dan co,- diambil dari frekwensi mode tertinggi yang
kontribusinya masih significant terhadap respon dinamis sistem.
Gambar 5.1 Variasi rasio redaman modal dengan frekwensi alami; (a) mass-
proporsional damping dan stiffness-proporsional damping; (b) Rayleigh
damping
Jika damping rasio yang digunakan lebih dari dua buah mode, niaka bentuk umum dari
matrik redaman klasik perlu diperhitungkan yaitu:
N 1
a M
1 1
C=M 1 K (5.12)
11
Dimana N adalah jumlah derajat kebebasan sistem dan a/ adalah konstanta. Pers.(5.12)
dikenal dengan Caughey damping. Tiga suku pertama dari seri ini dapat dituliskan
sebagai berikut:
0
a0 M M 1 K = a0 M
1
a1 M M 1K = a1K a2 M M 1 K = a2 KM-1K
2
(5.13)
Dari Pers.(4.13) terlihat bahwa dengan memperhitungkan hanya dua buah mode saja
akan menghasilkan damping matrik menurut Rayleigh. Misalkan jumlah mode yang
diperhitungkan adaah sebanyak J dari N derajat kebebasan, sehingga persamaan matrik
redaman menjadi:
N 1
a M
1 1
C=M 1 K (5.14)
11
Ada dua kelemahan penggunaan bentuk umum matrik damping ini yaitu: (1)
persamaan aljabar ill condition karena koefisien n1 , n , 3n , 5n , .... dapat berbeda
dalam urutan amplitudo. (2) jika lebih dari dua mode diperhitungkan dalam Caughey
damping, matrik C menjadi penuh walaupun K adalah matrik banded dan untuk sistem
massa terpusat, M adalah matrik diagonal. Dengan beberapa pertimbangan terhadap
biaya analisis, maka Releigh damping dianggap lebih praktis dalam suatu analisis.
N 2
c = m n n n Tn m (5.22)
n 1 M n
Suku ke-n dalam penjumlahan ini merupakan kontribusi dari mode ke-n dengan rasio
redamannya n pada matrik redaman c; jika suku ini tidak dimasukan, hasil dari c
menunjukan rasio redaman nol pada mode ke-n tersebut.
Matrik kekakuan dan massa dari sistem kombinasi ini ditunjukan secara
kualitatif pada Gambar 5.2. Pada derajat kebebasan yang merupakan pertemuan kedua
material (interface) tersebut meliputi kontribusi dari baja dan beton (Tanda "X" pada
gambar). Matrik redaman pada daerah kombinasi tersebut dapat dihitung sesuai dengan
proporsional damping setelah matrik redaman untuk baja dan beton saja didapatkan,
tetapi untuk kebanyakan kasus direkomendasikan menggunakan asumsi Rayleigh
damping. Su'o-matrik untuk baja dan beton kemudian didapat dari:
cs = a0s ma + a1sks (5.23)
cc = a0c mc + a1ckc (5.24)
Matrik C bukan merupakan matrik diagonal, tetapi modal coupling coeffisient Cij (i j )
karena matrik c adalah nonproporsional.
BAB VI
ANALISIS DINAMIS DAN RESPON SISTEM MDOF LINEAR
N N
Mq T
n q r y r ( t ) q Tn Kq r y r ( t ) p( t ) (6.4)
i 1 r 1
Kn = q Tn Kq n
Pn(t) = q Tn p(t )
Dimana Mn, Kn, dan Pn (t) masing-masing dinamakan generalized mass, generalized
stiffness, dan generalized force untuk mode ke- n . Pers.(6.6) dapat pula dinyatakan
dengan:
Pn ( t )
yn 2n y n (6.7)
Mn
M q y (t ) C q y (t ) C q y
i 1
r r
r 1
r r
r 1
r r P( t ) (6.10)
Dimana:
Cnr = q Tn Cq r (6.13)
Pers.(6.12) dapat dinyatakan dalam bentuk yang lebih sederhana:
My Cy Ky P ( t ) (6.14)
Pers.(6.14) terdiri atas N buah persamaan dalam koordinat modal yang berpasangan
(couple) karena matrik damping ( C ) merupakan matrik tidak diagonal dengan
koefisien Cnr sehingga terdapat lebih dari satu kecepatan modal (yn ).
Pers.(6.14) akan tidak berpasangan (couple) bila sistem memiliki redaman
klasik (classically damping), Cnr = 0 jika n 0 sehingga persamaan menjadi:
M n y n K n y n Pn ( t ) (6.15)
dengan membagi semua suku dengan Mn maka Pers.(6.15) dapat dinyatakan:
Pn ( t )
yn 2 n n y n 2n y n (6.16)
Mn
Pers.(6.16) di atas identik dengan sistem SDOF yang memiliki massa (Mn), damping
(Cn), dan kekakuan ( Kn ) seperti terlihat pada Gambar 6.1.
Prosedur ini dikenal sebagai classical modal analysis atau classical mode superposition
method. Biasanya disebut dengan modal analisis. Metode analisis ini hanya berlaku
untuk sistem linear dengan redaman klasik.
N
r (t) = r
n 1
n (t) (6.19)
Nilai rn (t) didapat dari perpindahan nodal un(t) dengan menggunakan sifat-
sifat kekakuan elemen.
Kalikan di awal semua suku pada kedua sisi Pers.(6.23) dengan q Tn dan manfaatkan
sifat orthogonalitas mode shape akan memberikan:
q Tn S
n (6.24)
Mn
Kontribusi mode ke-n terhadap excitation vector S adalah:
Sn = nMqn (6.25)
Pers.(6.25) tidak tergantung dari cara normalisasi mode getaran yang dieprgunakan.
Fn(t) = Sn 2n D n ( t ) (6.30)
Kontribusi respon statis mode ke-n, rnst, terhadap besaran respon, r(t), ditentukan
dari analisis statis terhadap struktur yang dibebani gaya Fn (t). Jika rnst adalah modal
statik respon atau nilai statis dari, r, akibat gaya luar Sn. maka:
rn(t) = rnst 2n D n ( t ) (6.31)
Respon dinamis, rn(t), merupakan perkalian dari hasil dua analisis yang berbeda yaitu
(1) analisis satitis struktur yang dibebani dengan gaya luar Sn dan (2) analisis dinamis
sistem
SDOF dari mode ke-n dengan gaya luar p (t). Kombinasikan respon dari semua mode
akan didapat respon total struktur:
N N
r (t) = r n
(t ) rnst 2n D n ( t ) (6.32)
n 1 n 1
dengan rst adalah nilai respon statis dari r akibat gaya eksternal S dan faktor kontribusi
mode ke-/7 adalah
rnst
rn = (6-34)
r st
Faktor kontribusi mode ini mempunyai tiga sifat penting yaitu tidak berdimensi. bebas
dari cara normalisasi mode shape, dan jumlah faktor kontribusi dari semua mode adalah
satu.
N
r
n 1
n 1 (6-35)
Hasil penting ini dapat dibuktikan dengan melihat bahwa S = Sn, yang mana
menyiratkan bahwa rst = rnst . Bila dibagi dengan /' akan memberikan hasil yang
diperlukan.
rno = p 0 r st r n R dn (6.37)
Pers.(6.37) menunjukan bahwa nilai kontribusi maksimum mode ke-n terhadap respon r
merupakan hasil perkalian empat buah parameter yaitu (1) Faktor respon dinamis yang
tak berdimensi dari sistem SDOF dengan frekwensi alami n dan rasio redaman 4 akibat
beban p(t); (2) faktor kontribusi modal tak berdimensi r n untuk besaran respon r, (3) rst
yaitu nilai statis respon r akibat gaya luar Sn; (4) p0 yaitu nilai maksimum dari gaya p(t).
BAB VII
ANALISIS GEMPA SISTEM MDOF LINEAR
7.4 Umum
Suatu struktur dapat diidealisasikan sebagai massa-massa terpusat (lumped
0masses) untuk tujuan analisis gempa. Respon struktur terhadap beban gempa atau
percepatan tanah ( u g ) dapat ditentukan berdasarkan Response History Analysis (RHA)
dimana respons struktur dinyatakan dalam fungsi waktu dan Response Spektrum
Analysis (RSA) dimana respons puncak struktur selama terjadi gempa, langsung didapat
dari spektrum respon gempa atau spektrum disain tanpa perlu melakukan analisis
riwayat waktu terhadap struktur. RSA bukanlah merupakan prediksi yang tepat dari
respon puncak tetapi dapat memberikan estimasi yang cukup baik dalam aplikasi disain
struktur.
Matrik M, K, I adalah matrik massa, kekakuan dan influence vector. Matrik damping C
tidak diperlukan dalam analisis modal karena dengan rasio redaman modal saja sudah
cukup dan nilainya dapat diestimasi. Untuk mendapatkan penyelesaian Pers.(7.1),
prosedur analisis yang diuraikan pada bab sebelumnya dapat dipergunakan.
Gaya efektif, Peff(t) dapat dinyatakan dalam spatial distribution Peff(t) = S.u g (t) dengan
Persamaan modal sistem SDOF mode ke-n akibat getaran tanah u g (t ) ini identik dengan
Sehingga koordinat modal secara otomatis didapat setelah didapat Dn(t) dari Pers.(7.7)
dengan memanfaatkan metode numerik step waktu untuk sistem SDOF.
yn(t) = nDn(t) (7.8)
Gaya pada elemen-elemen struktur dapat dihitung dengan dua cara seperti telah
dijelaskan sebelumnya. Dari kedua cara tersebut, prosedur gaya statik ekuivalen lebih
disukai dalam analisis gempa karena dapat dibandingkan langsung dengan gaya gempa
disain yang terdapat pada peraturan:
Fn(t) = SnAn(t) dimana An(t) = 2n Dn(t) (7.10)
Gaya statik ekuivalen, Fn(t), merupakan perkalian dua buah parameter yaitu (1)
kontribusi ke-n dari Peff(t) terhadap distribusi spatial Ml dan (2) respon pseudo-
acceleration dari sistem SDOF mode ke-n terhadap getaran tanah u g (t). Kontribusi
mode ke-n, rn(t) terhadap besaran respon r(t) dihitung berdasarkan analisa statis akibat
beban luar Fn(t) sehingga didapat respon perpindahan:
n
un (t) = q n A n (t) (7.11)
2
Pers.(7.1 1) adalah ekuivalen dengan Pers.(7.9).
Dengan menggunakan Pers.(7.12) akan menghasilkan suatu nilai umum yang valid
untuk setiap besaran respon:
N N
r(t) = rn (t ) rnst A n ( t)
n 1 n 1
(7.13)
Kontribusi respon dari beberapa mode yang lebih tinggi, dibawah kondisi tertentu, dapat
dihitung berdasarkan analisis statik sederhana dibandingkan dengan menggunakan
analisis dinamis. Dari Gambar 2.9 sistem SDOF dengan periode sangat pendek, pseudo-
acceleration A(t) adalah identik dengan percepatan tanah u g (t ) . Untuk spektrum disain
pada Gambar 2.10, A = ugo untuk T < 1/33 detik. Jika pada range periode ini termasuk
didalamnya periode alami dari mode Nd+1 sampai N, kemudian Pers.(7.13) dapat
dinyatakan sebagai:
N
st N st
r(t) = r st
A n ( t )
u g ( t ) r rn (7.14)
n 1 n 1
Jurusan Teknik Sipil, FTSP, UPN’ VETERAN’ SURABAYA & ITATS 100
Arifien Nursandah - Teknik Gempa
Dengan rst adalah nilai statis dari r akibat gaya luar S dan dinyatakan sebagai:
N
rst = r st
n 7.15)
n 1
Penyelesaian ini terdiri atas 2bagian yaitu suku pertama rnenyatakan respon dinamis
yang memperhitungkan mode pertama N dan Pers.(7.14) merupakan metode koreksi
statis.
Jurusan Teknik Sipil, FTSP, UPN’ VETERAN’ SURABAYA & ITATS 101
Arifien Nursandah - Teknik Gempa
Jurusan Teknik Sipil, FTSP, UPN’ VETERAN’ SURABAYA & ITATS 102
Arifien Nursandah - Teknik Gempa
Jurusan Teknik Sipil, FTSP, UPN’ VETERAN’ SURABAYA & ITATS 103
Arifien Nursandah - Teknik Gempa
1/ 2
N N
r0 in rio rno (7.21)
i 1 i 1
Masing-masing suku N1 pada sisi kanan persamaan ml menipakan hasil perkalian respon
poincak mode ke-i dan ke-n serta koefjsien korelasi in, untuk kedua mode tersebut.
Koefisien korelasi ini berkisar antara 0 dan 1 dimaea asntuk r = n, in = 1. Sehingga
Pors.(7.2I) dapat ditulis sebagai:
N N N
2
r0 rno in rio rno (7.22)
n 1
i 1 i 1
i n
Suku pertama dari penjumlahan ini identik dengau SRSS dan nilainya positip, narnum
pada suku kedua yang merupakan perkalian dari dita mode mungkin positip maupun
megatiip kaieoa rio dan rno tetap memperhitungkan tanda aljabarnya. Tanda aljabar ini
dapat ciiparoldh dengan melakukan analisis statik untuk meradbpatkan rist dan rnst dan
selanjutnya teroda aljalsar dari respon statis ini diambil untuk rio dan rno tersebut.
Ada beberapa cara telah diusulkan untuk menghitung koefisien korelasi mode
(in). Pertama kali perhitungan koefisien ini dilakukan oleh Rosenblueth dan Elorduy
(1969) dengan persamaan:
1
in = (7.23)
1 in2
Dimana:
i 1 i2 n 1 2n 2
in = dan n = n+ (7.24)
i i n n n s
Dengan s adalah lamanya phase getaran kuat dari gempa.
Pada tahun 1981, Kiureghian mengusulkan persamaan koefisien korelasi dari dua mode
dalam metode CQC dan saat ini dipergunakan secara luas sebagai berikut:
8 i i ( i in n ) 3in/ 2
in = (7.25)
(1 in2 ) 4 i n in (1 2in ) 4( i2 2n ) in2
Pers.(7.25) juga menyatakan in = ni, in = 1 untuk i = n atau untuk dua mode dengan
frekwensi dan rasio redaman yang sama. Untuk redaman modal yang sama, i = n = ,
maka persamaan dapat disederhanakan menjadi:
Jurusan Teknik Sipil, FTSP, UPN’ VETERAN’ SURABAYA & ITATS 104
Arifien Nursandah - Teknik Gempa
8 2 (1 in ) 3in/ 2
in = (7.26)
(1 in2 ) 2 4 2 in (1 in ) 2
Dengan in = i / n
Jurusan Teknik Sipil, FTSP, UPN’ VETERAN’ SURABAYA & ITATS 105
Arifien Nursandah - Teknik Gempa
a. Berhubungan dengan periode alami Tn dan rasio redaman n, baca deformasi
(Dn) dan pseudo-acceleration (An) dari spektrum respon gempa atau spektrum
disain.
b. Hitung perpindahan lantai dan story drift
ujn = n jn Dn dan jn = n (jn - j-1, n) Dn (7.27)
c. Hitung gaya lateral statik ekuivalen Fn.
Fn=SnAn dan fin= nmj jnAn (7.28)
Dimana Fn merupakan vektor dari gaya-gaya fjn pada berbagai tingkat, j =1,
2, 3, ....,N. Dengan Sn merupakan kontribusi mode pada Ml yang merupakan
vektor gaya lateral sjn pada berbagai level.
Sn = TnMn dan Sjn = nmj jn (7.29)
d. Hitung gaya-gaya tingkat (gaya geser dan momen guling) dan gaya-gaya pada
elemen struktur (bending moments dan geser) dengan analisa statis struktur
akibat gaya horisontal Fn.
4. Hitung suatu pendekatan nilai puncak r dari berbagai besaran respon dengan
mengkombinasikan nilai puncak modal rn berdasarkan cara SRSS jika frekwensi
terpisahkan dengan baik. Cara CQC seharusnya digunakan jika frekwensi alami
masing-masing mode nilainya berdekatan.
Biasanya hanya mode-mode yang rendah saja memberikan kontribusi yang significant
sehingga langkah 2 dan 3 hanya perlu dilakukan untuk mode-mode tersebut, dan
kombinasi modal akan terpotong secara langsung.
Jurusan Teknik Sipil, FTSP, UPN’ VETERAN’ SURABAYA & ITATS 106
Arifien Nursandah - Teknik Gempa
BAB VIII
EVALUASI NUMERIK RESPON DINAMIS SISTEM MDOF
8.3 Umum
Analisis modal sistem MDOF dengan rcdaman klasik dipergunakan dalam batas
respon sistem elastis linear. Persamaan modal yang tidak berpasangan (uncouple) dapat
diselesaikan dengan closed form jika beban yang bekerja merupakan fungsi yang
sederhana. Namun, penyelesaian seperti ini tidak dapat dilakukan jika sistem memiliki
redaman tidak klasik (nonclassically damping) atau responnya dalam batas-batas
nonlinear. Untuk sistem seperti tersebut, persamaan gerak yang berpasangan (couple)
dalam nodal, modal atau koordinat Ritz, perlu diselesaikan dengan metode numerik.
Beberapa metode numerik diuraikan pada bab ini untuk memberikan pemahaman
konsep dasar dan algoritma perhitungan dari penerapan metode-metode tersebut.
Jurusan Teknik Sipil, FTSP, UPN’ VETERAN’ SURABAYA & ITATS 107
Arifien Nursandah - Teknik Gempa
Kondisi awal pada saat i = 0, memberikan informasi yang penting untuk memulai
prosedur perhitungan.
Prosedur numerik ini memerlukan tiga buah persamaan matrik utuk menentukan
tiga buah vektor yang tidak diketahui mu i+1 + cu i 1 dan cu i 1 Dua dari tiga persamaan
yang tidak diketahui tersebut diturunkan dari persamaan finite different untuk vektor
kecepatan dan percepatan atau dari bagaimana respon bervariasi terhadap step waktu.
Persamaan yang ketiga diperoleh dari Pers.(8.3) pada saat waktu yang dipilih.
Prosedur numerik menjadi bermanfaat apabila: (1) Iconvergen pada penyelesaian
eksak dengan menurunnya At; (2) tetap stabil terhadap adanya pembulatan kesalahan
(round-off error}; (3) tetap akurat (i.e kesalahan yang terjadi tetap berada pada batas
yang dapat diterima).
Kriteria stabilitas sebuah prosedur numerik pada sistem SDOF bukan merupakan
hal yang kritis, namun dalam anaiisis sistem MDOF. stabilitas sebuah prosedur numerik
merupakan pertimbangan yang sangat kritis. Sebuah prosedur conditionally stable dapat
dipergunakan secara efektif untuk anaiisis respon linear sistem MDOF yang besar,
tetapi prosedur unconditionally stable umumnya diperlukan untuk anaiisis respon
nonlinear sistem tersebut.
Jurusan Teknik Sipil, FTSP, UPN’ VETERAN’ SURABAYA & ITATS 108
Arifien Nursandah - Teknik Gempa
Jurusan Teknik Sipil, FTSP, UPN’ VETERAN’ SURABAYA & ITATS 109
Arifien Nursandah - Teknik Gempa
P0 = T p0
Selesaikan My 0 = P0 Cy 0 Ky 0 y 0
Pilih t
(t )
y-1 = y0 - ty 0 y 0
2
1 1
K̂ = M C
(t ) 2 t
1 1 1
a= 2
M C; b K M
(t ) 2t ( t ) 2
2. Perhitungan untuk tiap step waktu i
P i = T pi
p̂ i = pi – ayi-1 – by
ui+1 = yi+1
3. Pengulangan untuk step waktu berikutnya
Gantilah i dengan i +1 dan ulangi langkah 2.1 sampai 2.5 untuk setiap step waktu.
Central difference Method dapat juga digunakan untuk menyelesaikan secara
langsung persamaan asal yang tidak ditransformasi dengan beberapa penyesuaian
langkah-langkah di atas. Hilangkan langkah 1.1, 1.2, 2.1, dan 2.5. Gantilah (1) y , y dan
y dengan u , u dan u ; (2) M̂ , K̂ dan K dengan M, C, K; (3) P dengan p dan (4) K̂
Jurusan Teknik Sipil, FTSP, UPN’ VETERAN’ SURABAYA & ITATS 110
Arifien Nursandah - Teknik Gempa
1. Perhitungan awal
q Tn Mu 0 q Tn Mu 0
1.1 (yn)0 = T ; ( y n )0 = T ;
q n Mq n q n Mq n
1.2 P0 = T p0
1.3 Selesaikan My 0 = P0 Cy 0 Ky 0 y 0
1.4 Pilih t
1
1.5 K̂ = K+ C M
t (t ) 2
1 1
1.6 a = M C; b M t 1C
(t ) 2 2
2. Perhitungan untuk masing-masing step waktu
P i = T pi
Jurusan Teknik Sipil, FTSP, UPN’ VETERAN’ SURABAYA & ITATS 111
Arifien Nursandah - Teknik Gempa
y i = y i y i t 1 y i
t 2
y i = y i y i t 1 y i
t 2
y i 1 y1 1 ; y i 1 y i y i ; y11 y i y i
u i+1 = yi+1
3. Pengulangan untuk step waktu berikutnya. Gantilah i dengan i + 1 dan terpakan
prosedur langkah ke 2.1 sampai 2.7 untuk step waktu berikutnya.
Transformasi ini akan menghasilkan persamaan bebas (uncouple) dari getaran suatu
sistem dengan redaman klasik saja sepanjang struktur tetap linear. Setelah mengalami
leleh. persamaan modal akan menjadi couple. Meskipun adanya komplikasi ini,
pengikutan hanya beberapa mode-mode awal (i.e sampai mode ke-J, J<<N) yang
mempunyai kontribusi significant terhadap respon cukup menarik dikaji. Kemudian
selesaikan J buah persamaan couple dalam koordinat modal sebagai ganti dari N buah
persamaan dalam koordinat nodal. Namun, pendekatan ini biasanya tidak efektif untuk
sistem nonlinear umum, tapi dapat digunakan untuk sistem yang terdiri atas subsistem
linear yang dihubungkan oleh elemen-elemen nonlinear.
Penyelesaian persamaan dalam bentuk aslinya (Pers.8.1) sama artinya
memperhitungkan semua mode getaran (N mode getaran) dalam analisis. Walaupun
hanya sebanyak J buah mode awal yang diperhitungkan, respon struktur yang didapat
mungkin cukup akurat. Perlu diperhatikan bahwa pemilihan t haras berdasarkan
persyaratan akurasi untuk mode ke-J, misal t = 0,1 Tj, dimana Tj adalah periode mode
Jurusan Teknik Sipil, FTSP, UPN’ VETERAN’ SURABAYA & ITATS 112
Arifien Nursandah - Teknik Gempa
ke-j dari getaran bebas linear tak teredam. Pemilihan At ini menyiratkan bahwa mode
yang lebih tinggi (J+l sampai N) akan tidak akurat, namun hal ini tidak masalah karena
kontribusi mode-mode yang lebih tinggi tersebut terhadap respon struktur hampir dapat
diabaikan. Meskipun pemilihan At seperti di atas akan memberikan hasil yang akurat,
namun t mungkin tidak cukup kecil untuk meyakinkan stabilitas sebuah prosedur
numerik. Akurasi perhitungan hanya diperlukan untuk mode-mode awal sebanyak J,
tetapi stabilitas hams diyakinkan untuk semua mode karena walaupun kontribusi mode-
mode yang lebih tinggi terhadap respon dapat diabaikan, namun mode-mode ini dapat
mem-blow-up respon struktur bila persyaratan stabilitas tidak dipenuhi relatif terhadap
mode-mode tersebut.
Pilih t
4
a= M 2C ; b 2M
(t )
2. Perhitungan untuk masing-masing step waktu
P̂i Pi au i bu i
Hitung matrik tangent stiffness Ki
2 4
K̂ i = Ki + C M
t (t ) 2
Selesaikan untuk ui dari K̂ i dan P̂i menggunakan prosedur iterasi Modifikasi
Newton-Raphson
Jurusan Teknik Sipil, FTSP, UPN’ VETERAN’ SURABAYA & ITATS 113
Arifien Nursandah - Teknik Gempa
2
u i u i 2u i
t
2 4
u i 2
u i u i 2u i
( t ) t
u (i j)1 u (i j11) u ( j)
R ( j1) R ( j) F ( j)
3. Pengulangan untuk iterasi berikutnya. Gantilah i dengan j + 1 dan ulangi
perhitungan langkah 2.1 sampai 2.4.
Proses iterasi dapat dihentikan setelah / kali iterasi bi!a penambahan vektor
perpindahan u(/) cukup kecil, katakanlah lebih kecil daripada , dengan ditentukan
sebagai :
Jurusan Teknik Sipil, FTSP, UPN’ VETERAN’ SURABAYA & ITATS 114
Arifien Nursandah - Teknik Gempa
u (21)
(8.10)
u 2
i
Dimana: u = j1 u ( j)
Untuk meyakinkan, baik perpindahan dan gaya mendekati nilai finalnya, kriteria
konvergen yang telah diketahui cukup bermanfaat adalah:
R T u
( j) ( j)
(8.11)
P̂
i
T
u
Selesaikan untuk ui dari K̂ i dan Pi menggunakan prosedur iterasi modifikasi
Newton-Raphson
6 6 1
ui 2
ui ui 3ui ; dan ui ui
(t ) t
Jurusan Teknik Sipil, FTSP, UPN’ VETERAN’ SURABAYA & ITATS 115
Arifien Nursandah - Teknik Gempa
t (t ) 2 (t ) 2
ui (t )ui ui dan ui (t )ui ui ui
2 2 6
ui1 ui ui ; ui 1 ui ui ; ui 1 ui ui
3. Pengulangan untuk step waktu berikutnya. Gantilah i engan i+1 dan terapkan
prosedur langkah ke 2.1 sampai 2.7 untuk step waktu berikutnya.
Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa nilai menentukan karakteristik stabilitas
dari Wilson ini. Bila = 1, metode ini kembali menjadi metode linear acceleration
/mark yang stabil jika t < 0,51 TN, dengan TN adalah periode terpendek dari sistem.
Bila 1.37, metode Wilson ini adalah unconditionally stable, yang membuatnya ituk
menyelesaikan persamaan dinamis dalam fungsi parameter perpindahan Bila = 1,42
maka metode ini menghasilkan pilihan akurasi.
Jurusan Teknik Sipil, FTSP, UPN’ VETERAN’ SURABAYA & ITATS 116
Arifien Nursandah - Teknik Gempa
BAB IX
ANALISIS GEMPA STATIK EKUIVALEN
9.5 Pendahuluan
Gaya gempa pada struktur tergantung dari banyak faktor termasuk besaran dan
karakteristik lainnya dari gempa, jarak dari sesaran (fault), ;kondisi batuan setempat
serta tipe sistem pemikul beban lateral. Pemanfaatan dan konsekuensi yang ditimbulkan
dari keruntuhan struktur juga merupakan pertimbangan dalam mendisain struktur.
Ada dua buah prosedur yang umum digunakan untuk menentukan beban gempa
disain yaitu prosedur gaya statik ekuivalen dan analisis dinamis. Dalam prosedur gay a
statik ekuivalen, gaya inersia dinyatakan sebagai gaya statis dengan rumus empiris yang
secara implisit tidak memperhitungkan karakteristik dinamis dari struktur yang didisain
ataupun dianalisis, namun cukup baik mewakili perilaku dinamis struktur-struktur
regular (beraturan) dimana distribusi massa dan kekakuan cukup merata.
Jurusan Teknik Sipil, FTSP, UPN’ VETERAN’ SURABAYA & ITATS 117
Arifien Nursandah - Teknik Gempa
Denah struktur gedung tidak menunjukan coakan sudut dan kalaupun mempunyai
coakan sudut, panjang sisi coakan tersebut tidak lebih dari 15% dari ukuran terbesar
denah struktur gedung dalam arah sisi coakan tersebut.
Sistem struktur gedung terbentuk oleh subsistem-subsistem penahan beban lateral
yang arahnya saling tegak lurus dan sejajar dengan sumbu-sumbu utama ortogonal
denah struktur gedung secara keseluruhan.
Sistem struktur gedung tidak menunjukan loncatan bidang muka dan kalaupun
mempunyai loncatan bidang muka, ukuran dari denah struktur bagian gedung yang
menjulang dalam masing-masing arah, tidak kurang dari 75% dari ukuran terbesar
denah struktur bagian gedung sebelah bawahnya. Dalam hal ini, struktur rumah atap
yang tingginya tidak lebih dari 2 tingkat tidak perlu dianggap menyebabkan adanya
loncatan bidang muka.
Sistem struktur gedung memiliki kekakuan lateral yang beraturan, tanpa adanya
tingkat lunak. Yang dimaksud tingkat lunak adalah suatu tingkat dimana kekakuan
lateralnya adalah kurang dari 70% kekakuan lateral tingkat di atasnya atau kurang
dari 80% kekakuan rata-rata 3 tingkat di atasnya. Dalam hal ini yang dimaksud
dengan kekakuan lateral suatu tingkat adalah gaya geser yang bila bekerja di tingkat
itu menyebabkan satu satuan simpangan antar tingkat.
Sistem struktur gedung memiliki berat lantai tingkat yang beraturan, artinya setiap 1
lantai tingkat memiliki berat yang tidak lebih dari 150% dari berat lantai tingkat di
atasnya atau dibawahnya. Berat atap atau rumah atap tidak perlu memenuhi
ketentuan ini.
Sistem struktur gedung memiliki unsur-unsur vertikal dari sistem penahan beban
lateral menerus, tanpa perpindahan titik beratnya, kecuali bila perpindahan tersebut
tidak lebih dari setengah ukuran unsur dalam arah perpindahan tersebut.
Sistem struktu gedung memiliki lantai tingkat menerus, tanpa lubang atau bukaan
yang luasnya lebih dari 50% luas seluruh lantai tingkat. Kalaupun ada lantai tingakt
dengan lubang atau bukaan seperti itu, jumlahnya tidak boleh melebihi 20% dari
jumlah lantai tingkat seluruhnya.
Untuk struktur gedung beraturan, pengaruh gempa rencana dapat ditinjau sebagai
pengaruh beban gempa statik ekuivalen, sehingga analisisnya dapat dilakukan
berdasarkan analisis statik ekuivalen.
Jurusan Teknik Sipil, FTSP, UPN’ VETERAN’ SURABAYA & ITATS 118
Arifien Nursandah - Teknik Gempa
Jurusan Teknik Sipil, FTSP, UPN’ VETERAN’ SURABAYA & ITATS 119
Arifien Nursandah - Teknik Gempa
atau keutamaan dalam fungsinya, yang memiliki jumlah tingkat antara 10 dan 30.
Gempa rencana ini menyebabkan struktur gedung mencapai kondisi di ambang
keruntuhan, tetapi masih dapat berdiri sehingga dapat mencegah terjadinya korban jiwa
manusia.
Catatan:
Untuk semua struktur bangunan gedung yang ijin penggunaannya diterbitkan
sebelum berlakunya standar ini maka Faktor Keutamaan, I, dapat dikalikan 80%
Jurusan Teknik Sipil, FTSP, UPN’ VETERAN’ SURABAYA & ITATS 120
Arifien Nursandah - Teknik Gempa
Gambar 9.1 Wilayah Gempa Indonesia dengan percepatan puncak batuan dasar
dengan periode ulang 500 tahun.
Jurusan Teknik Sipil, FTSP, UPN’ VETERAN’ SURABAYA & ITATS 121
Arifien Nursandah - Teknik Gempa
Tabel 9.2 Percepatan puncak batuan dasar dan percepatan puncak muka tanah untuk
masing-masing wilayah gempa Indonesia
Percepatan Percepatan puncak muka tanah A0 (’g’)
Wilayah
Puncak batuan Tanah Tanah Tanah Tanah
Gempa
dasar (‘g’) Keras Sedang Lunak Khusus
1 0,03 0,04 0,05 0,08 Diperlukan
2 0,10 0,12 0,15 0,20 evaluasi
3 0,15 0,18 0,23 0,30 khusus di
4 0,20 0,24 0,28 0,34 setiap
5 0,25 0,28 0,32 0,36 lokasi
6 0,30 0,33 0,36 0,38
t
i 1
i
Vs = m
(9.1)
ti
i 1 Vsi
t
i 1
i
N = m
(9.2)
ti
i 1 N si
Jurusan Teknik Sipil, FTSP, UPN’ VETERAN’ SURABAYA & ITATS 122
Arifien Nursandah - Teknik Gempa
t
i 1
i
Su = m
ti
S
i 1 si
Dimana:
ti = tebal lapisan tanah ke-i
Vsi = kecepatan rambat gelombang geser melalui lapisan tanah ke-i
Ni = nilai hasil test penetrasi standar lapisan tanah ke-i
Sui = kuai geser niralir lapisan tanah ke-i
m = jumlah lapisan tanah yang ada di atas batuan dasar
Jurusan Teknik Sipil, FTSP, UPN’ VETERAN’ SURABAYA & ITATS 123
Arifien Nursandah - Teknik Gempa
Jurusan Teknik Sipil, FTSP, UPN’ VETERAN’ SURABAYA & ITATS 124
Arifien Nursandah - Teknik Gempa
Untuk waktu getar alami gedung yang pendek berkisar 0 < T < 0,2 detik.
terdapat ketidakpastian baik dalam karakteristik gerakan tanah maupun dalam tingkat
daktilitas strukturnya. Oleh karena itu, Faktor Respon Gempa harus diambil tidak
Jurusan Teknik Sipil, FTSP, UPN’ VETERAN’ SURABAYA & ITATS 125
Arifien Nursandah - Teknik Gempa
kurang dari nilai maksimumnya untuk jenis tanah yang bersangkutan. Percepatan respon
maksimum Am ditetapkan sebesar:
Am =2,540 (9.5)
Dan waktu getar alami sudut Tc sebesar 0,5 detik, 0.6 detik dan 1,0 detik untuk jenis
tanah keras, tanah sedang dan tanah lunak. Selanjutnya Faktor Respon Gempa C
ditentukan dengan persamaan berikut: Untuk T Tc:
C = Am . (9.6)
Untuk T > Tc:
Ar
V= (9.7)
T
Dengan:
Ar = AmTc (9.8)
Tabel 9.4 menampilkan nilai-nilai Am dan Ar untuk masing-masing wilayah gempa dan
masing-masing jenis tanah.
Jurusan Teknik Sipil, FTSP, UPN’ VETERAN’ SURABAYA & ITATS 126
Arifien Nursandah - Teknik Gempa
n
2
W d
i 1
i i
T1 = 6,3 n
(9.9)
g Fi d i
i 1
Dimana:
Wi = berat lantai tingkat ke-i, termasuk beban hidup yang sesuai
Fi = Beban gempa nominal statik ekuivalen yang bekerja pada pusat massa lantai ke-i.
n = nomor lantai tingkat paling atas
di = simpangan horisontal lantai ke-i
g = percepatan gravitasi ( = 9810 mm/dt2)
SNI-2002 memberikan suatu batasan terhadap nilai maksimum Tj yang dapat
jerhitungkan untuk mencegah struktur terlalu flexible dengan persamaan berikut:
T1 < N (9.10)
Dimana:
= koefisien yang tergantung pada wilayah gempa seperti terlihat pada tabel 9.5
N = jumlah tingkat gedung.
Tabel 9.5 Koefisien yang membatasi waktu getar alami fundamental struktur
gedung
Wilayah Gempa
1 0,20
2 0,19
3 0,18
4 0,17
5 0,16
6 0,15
Jurusan Teknik Sipil, FTSP, UPN’ VETERAN’ SURABAYA & ITATS 127
Arifien Nursandah - Teknik Gempa
Nilai ini berkisar antara 1,0 untuk struktur elastis penuh dan 5,3 untuk struktur daktail.
fi = faktor kuat lebih beban dan bahan yang terkandung didalam struktur gedung yang
nilainya ditentukan sebesar 1,6.
Bila nilai untuk struktur elastis penuh dan struktur daktail berturut-turut adalah 1,0
dan 5,3 maka nilai R berkisar antara 1,6 untuk struktur berperilaku elastis dan 8,5 untuk
struktur daktail. Nilai R yang terletak diantaranya mcrupakan struktur dengan daktilitas
sebagian atau terbatas. Faktor R ini memungkinkan seorang perencana struktur memilih
gaya gempa nominal yang diperhitungkan. Tabel 9.6 memberikan nilai R maksimum
untuk beberapa sistem struktur gedung.
Jurusan Teknik Sipil, FTSP, UPN’ VETERAN’ SURABAYA & ITATS 128
Arifien Nursandah - Teknik Gempa
Tabel 9.6 Faktor daktilitas maksimum, faktor reduksi gempa maksimum, faktor
tahanan Jebih struktur dan faktor tahanan lebih total beberapa jenis sistem
dan subsistem struktur gedung
Jurusan Teknik Sipil, FTSP, UPN’ VETERAN’ SURABAYA & ITATS 129
Arifien Nursandah - Teknik Gempa
Dimana:
Wi = berat lantai tingkat ke-i termasuk beban hidup yang sesuai
Zi = ketinggian lantai tingkat ke-i diukur dari taraf penjepitan lateral
n = nomor lantai tingkat paling atas.
Apabila rasio antara tinggi struktur gedung dan ukuran denahnya dalam arah
pembebanan gempa sama dengan atau melebihi 3, maka 0,1 V harus dianggap sebagai
beban horisontal terpusat yang menangkap pada pusat massa lantai tingkat paling atas,
sedangkan sisanya 0,9V harus dibagikan sepanjang tinggi struktur gedung termasuk
tingkat yang paling atas menjadi beban-beban gempa nominal statik ekuivaien menurut
Pers.(9.14).
Pada tangki di atas menara, beban gempa nominal statik ekuivaien sebesar V
harus dianggap bekerja pada titik berat massa seluruh struktur menara dan tangki
berikut isinya.
Jurusan Teknik Sipil, FTSP, UPN’ VETERAN’ SURABAYA & ITATS 130
Arifien Nursandah - Teknik Gempa
tersebut tidak berotasi, tetapi hanya bertranslasi, sedangkan lantai-lantai tingkat lainnya
yang tidak mengalami beban horisontal semuanya berotasi dan bertranslasi.
Eksentrisitas rencana ed antara pusat massa dan pusat kekakuan harus ditinjau
baik dalam analisis statik maupun dalam analisis dinamik 3 dimensi. Apabila ukuran
horisontal denah struktur gedung pada lantai tingkat itu, diukur tegak lurus pada arah
pembebanan gempa, dinyatakan dengan B, maka eksentrisitas rencana ed merupakan
nilai yang memberikan pengaruh paling menentukan dari persamaan berikut:
Untuk 0 < e < 0,3B:
ed = l,5e + 0,05B (9.15)
atau
ed = e-0,055 B (9.16)
Untuk e> 0,3B:
ed = 1,33 B (9.17)
atau
ed = 1,17e - 01B (9.18)
Dengan e adalah eksentrisitas teoritis antara pusat massa dan pusat rotasi lantai tingkat
yang ditinjau.
Jurusan Teknik Sipil, FTSP, UPN’ VETERAN’ SURABAYA & ITATS 131
Arifien Nursandah - Teknik Gempa
0,03
h, atau 30 mm (9. 1 9)
R
Dengan hi adalah tinggi tingkat yang bersangkutan. R adalah faktor reduksi yang
berhubungan dengan daktilitas struktur dan kekuatan berlebih bahan.
Jurusan Teknik Sipil, FTSP, UPN’ VETERAN’ SURABAYA & ITATS 132
Arifien Nursandah - Teknik Gempa
Vt = gaya geser dasar nominal yang didapat dari hasil analisis ragam spektrurn
respons.
Dalam segala hal, simpangan antar tingkat yang dihitung dari simpangan struktur
gedung tidak boleh melampaui 0,002 kali tinggi tingkat yang bersangkutan.
Jurusan Teknik Sipil, FTSP, UPN’ VETERAN’ SURABAYA & ITATS 133
Arifien Nursandah - Teknik Gempa
DAFTAR PUSTAKA
1. Kusuma, H., Gideon. (1983). Desain Struktur Rangka Beton Bertulang di Daerah
Rawan Gempa. Penerbit Erlangga.
2. Gunawan T, Margaret S. (2000). Perencanaan Struktur Tahan Gempa. Delta
Teknik.
3. Copra, Anil. (1999). Dynamic of Structure. Prentice Hall
4. SNI 03-2847-2002. Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan
Gedung.
Jurusan Teknik Sipil, FTSP, UPN’ VETERAN’ SURABAYA & ITATS 134