STRUKTUR BETON II
karena pengaruh gaya tekan tersebut digunakan sebagai bahan
pertimbangan.Tebal minimum selimut beton yang disyaratkan dapat dilihat
pada tabel :
Tabel 2.1.1.a.Tebal minimum selimut beton yang disyaratkan.
ǾD ≤ 36 = 20 mm ǾD ≤ 16 = 40 mm
Lantai / dinding
ǾD > 36 = 40 mm ǾD > 16 = 50 mm
ǾD ≤ 16 = 40 mm
Balok Seluruh diameter = 40 mm
ǾD > 16 = 50 mm
ǾD ≤ 16 = 40 mm
Kolom Seluruh diameter = 40 mm
ǾD > 16 = 50 mm
Sumber: SK SNI T 15 – 1991 – 03
1.2 Pelat
Pelat lantai menerima beban yang bekerja tegak lurus terhadap
permukaan pelat. Berdasarkan kemampuannya untuk menyalurkan gaya akibat
beban, pelat dibedakan menjadi :
a. Pelat satu arah yaitu pelat yang didukung pada kedua tepi sisi yang
berhadapan sehingga lenturan timbul pada arah tegak lurus terhadap arah
dukungan tepi.
b. Pelat dua arah yaitu pelat yang didukung pada keempat sisinya yang
dibatasi oleh dua balok induk pada sisi pendeknya dan dua balok anak
pada sisi terpanjangnya.
c. Pelat lantai yang dirancang adalah pelat lantai dua arah yang didukung
pada keempat sisinya.
d. Tebal pelat harus memenuhi syarat tebal pelat minimum:
Tidak boleh kurang dari nilai yang didapat dari :
STRUKTUR BETON II
ln . ( 0,8 fy 1500 )
hp ..................(1)
36 5 [ m 0,12 ( 1 1 / )
2 2 2 2
b
b ln
2 Ip2
b
Ip1
a
bm = b + {2x(hb-h)}
hb
45° 45°
b
Ibp1
1 2 3 4
m
4
dimana :
hp = tebal pelat (mm)
ln = bentang bersih terpanjang, diukur dari muka kolom (mm)
fy = tegangan leleh baja (Mpa)
STRUKTUR BETON II
= perbandingan antara bentang bersih terpanjang dan bentang
bersih sterpendek.
harga rata-rata dari perbandingan kekakuan lentur balok
terhadap kekakuan lentur pelat, pada keempat sisinya.
4 E bpi x I bpi
m x 1 / 4
I 1 E pi x I pi
atau
bila balok yang digunakan sangat kaku, maka harga h yang diperoleh
menjadi terlampau kecil dari yang sesungguhnya diperlukan, untuk
mengatasi hal tersebut, harga h tidak boleh kurang dari :
ln . ( 0,8 fy 1500 )
h min
36 9
catatan :
Dalam segala hal h min pelat tidak boleh kurang dari harga berikut ini :
o Untuk m < 2,0 ………………. h min = 120 mm
(pelat lantai)
o Untuk m < 2,0 ………………. h min = 90 mm
(pelat atap)
Langkah-langkah perencanaan pelat dapat dilihat pada sajian berikut :
STRUKTUR BETON II
Tentukan syarat-syarat batas
Hitung beban-beban
Sumber. W.C.Vis,Gedeon Kusuma ‘Dasar-dasar Perencanaan Beton Bertulang berdasarkan SK SNI T-15-
1991-03 (76)
STRUKTUR BETON II
1
1 1
Balok 16
18.5 21
1 1
mendukung satu
8 11
arah 1 1
1 24.5 28
21
Sumber : SK SNI T 15 – 1991 – 03
STRUKTUR BETON II
Nilai rasio tulangan() juga dapat ditentukan dengan persamaan :
Mu
lihat tabel
bd 2
Mu
Pada tabel, hasil dari di plotkan dengan nilai faktor reduksi kekuatan
bd 2
(), mutu baja (Fy), dan mutu beton (f’C).
Dari persamaan diatas, akan didapat harga-harga nilai rasio tulangan () yang
dipakai dalam menentukan tulangan. Maka untuk As berlaku = . b . d.
Sehingga didapat jumlah tulangan dalam mm2.
Menurut W.c.Vis, Gedeon Kusuma “Dasar-dasar Perencanaan Beton
Bertulang(15),1993“ mengatakan bahwa dalam mendimensi balok tulangan
harus memperhatikan syarat-syarat:
1. Bentang teoritis harus ditentukan sebagai bentang bersih L ditambah
dengan tinggi balok untuk balok yang dibuat menyatu (monolit) dengan
kolom-kolom maka untuk bentang teoritis ditentukan sebagai jarak pusat
antara pendukung.
2. Jarak antara bentang tulangan harus cukup lebar agar butir-butir agregat
terbesar dapat melewatinya dan jarum penggerakpun mungkin dapat
dimasukkan kedalam untuk memadatkan beton. Untuk itu jarak antara
batang tulangan diambil sebesar 40 mm baik untuk tulangan atas maupun
bawah dan jarak ini dianggap sebagai nilai minimum.
3. Untuk menjamin penyaluran gaya yang baik didalam balok, maka didaerah
momen lapangan dan momen tumpuan maksimum dianjurkan supaya jarak
antara bentang tulangan utama tidak melebihi 150 mm. Pada saat momen
di suatu tempat menurun, jarak batas ini dapat digandakan menjadi 300
mm.
4. Jarak antara sengkang yang terdiri dari batang polos tidak lebih dari
250mm, sedangkan sengkang yang dibuat dari batang deform jaraknya
tidak boleh lebih dari 300 mm.
5. Jarak maksimum tulangan sampingan dengan tulangan utama 300 mm.
STRUKTUR BETON II
\
STRUKTUR BETON II
Langkah-langkah perencanaan pelat dapat dilihat pada diagram berikut :
Tentukan syarat-syarat batas
Hitung beban-beban
1.3.2 Balok T
Telah banyak dikembangkan jenis sistem struktur pelat yang bertujuan
untuk memperoleh bentangan sepanjang mungkin dengan masalah beban mati
sekecil mungkin. Salah satu diantaranya dinamakan sistem balok anak dengan
Lebar flens efektif = be
induk serta kolom sebagai penopang struktur keseluruhan. Pada sistem seperti
ini umumnya balok anak dan induk dicetak satu kesatuan monolit dengan
pelat. Analisa dan perencanaan balok yang dicetak menjadi satu kesatuan
monolit dengan pelat lantai atau d pada anggapan bahwa antara
atap, didasarkan
Pelat Flens
hf
Badan balok T
STRUKTUR BETON II
bW
Spasi balok = L
pelat dengan balok terjadi interaksi saat menahan momen lentur positif yang
bekerja pada balok. Interaksi antara pelat dan balok-balok yang menjadi satu
kesatuan pada penampungannya membentuk huruf T tipikal, dan oleh karena
itu balok-balok dinamakan balok T.
Lebar flens efektif = be
Pelat d
Flens
hf
Badan balok T
bW
Spasi balok = L
d
a = 0,85 c
h
’s fy
STRUKTUR BETONbwII
Gambar 2.1.3.2.b Penampang balok T dengan diagram regangan dan tegangan (c<hf )
c
d
a = 0,85 c
bw ’s fy
Gambar 2.1.3.2.c Penampang balok T dengan diagram regangan dan tegangan (c>hf )
Sumber. W.C.Vis,Gedeon Kusuma ‘Dasar-dasar Perencanaan Beton Bertulang berdasarkan SK SNI T-15-
1991-03 (112-113)
STRUKTUR BETON II
garis netral dianggap retak, maka sebagai sisinya penampang persegi empat
balok b x h yang telah retak diabaikan sehingga tergambar bentuk balok T.
Bila c<hf maka daerah tekan kini tidak terbatas sampai diflens saja, maka
perhitungan momen disini berdasarkan bentuk balok dengan ukuran bw x h.
Pada balok T yang ditumpu menerus, letak flens terdapat disekitar
tumpuan balok bagian tarik. Pada titik tumpuan, balok T dihitung sebagai
balok persegi (bwx h).
b. Rasio lebar terhadap tinggi balok tidak boleh kurang dari 0,3 sesuai
dengan ayat 3.14. 1 butir 1 sub 3.
c. Dalam ayat 3.14. 1 butir 1 sub 4 ditulis tidak boleh :
1) Kurang dari 250 mm
2) Lebih lebar komponen penumpu (diukur dari bidang tegak lurus
tehadap sumbu longitudinal dari komponen lentur) ditambah jarak
STRUKTUR BETON II
yang tidak melebihi tiga perempat tinggi komponen lentur pada tiap
sisi dari komponen lentur pada tiap sisi dari komponen penumpu.
d. Agar komponen struktur lentur dapat mengalami keruntuhan daktail
apabila terkena beban yang berlebihan, maka tulangan harus direncakan
under-reinforced. Kondisi demikian dapat tercapai apabila rasio tulangan
tarik dibatasi tidak boleh melebihi 0,75 rasio tulangan dalam keadaaan
seimbang yang sesuai dengan ayat 3.3.3 butir 3.
e. Untuk lebih menjamin tidak terjadi keruntuhan getas pada balok maka
harus memenuhi rasio tulangan minimum sehingga memiliki kuat lentur
yang lebih besar dari beton polos (ayat 3.3. 5 butir 1).
Dari keterangan diatas dapat ditarik kesimpilan bahwa:
maks min
As
dimana : =
b.d
1,4
min = fy
maks = 0,75. b
0,85. f ' c.1 600
b = . 600 fy
fy
Dimana :
= rasio penulangan
As = luas penulangan
d = tinggi efektif balok
b = lebar balok
1 = 0,85 untuk kuat tekan f’c hingga atau sama dengan 30 Mpa. Untuk
kekuatan diatas 30 Mpa, 1 harus direduksi secara menerus sebesar
0,008 utuk tiap kelebihan 1 Mpa diatas 30 Mpa, tetapi 1 tidak
boleh diambil kurang dari 0,65.
fy = tegangan tarik baja tulangan
fc’= kuat tekan beton
1.3.4 Geser
STRUKTUR BETON II
Dalam membahas balok terlentur hendaknya mempertimbangkan bahwa
pada saat yang sama balok juga menahan gaya geser akibat lenturan. Secara
garis besar tegangan geser V yang akan berlaku adalah :
V . S
v
b. I
Dimana :
V = gaya lintang
S = momen statis dari bagian yang tergeser terhadap garis netral
B = lebar balok
I = momen inersia penampang
Kondisi kritis geser akibat lentur ditunjukkan dengan timbulnya
tegangan-tegangan tarik tambahan ditempat-tempat tertentu pada komponen
struktur terlentur. Untuk komponen struktur beton bertulang, apabila gaya
geser yang bekerja sedemikian besar hingga diluar kemampuan beton untuk
menahannya. Perlu memasang baja tulangan tambahan untuk menahan gaya
geser tersebut. Tulangan geser dapat berupa sengkang vertikal ataupun
tulangan rangkap dikombinasikan dengan batang yang dibengkok.
Adapun langkah-langkah perhitungan sebagai berikut :
1. Tentukan syarat-syarat batangnya.
2. Tentukan dimensi balok
3. Hitung beban-beban yang bekerja lalu momen-momen yang menetukan.
4. Hitung tulangan yang dibutuhkan
5. Kontrol lebar retak
6. Tentukan besarnya gaya lintang yang bekerja lalu hitung besarnya
tegangan geser yang ditimbulkan akibat tegangan tersebut.
7. Baila tegangan geser terjadi lebih besar dari kekuatan geser sumbangan
beton (vc vu), maka hitungan kekuatan geser yang dipikul oleh tulangan
geser.
8. Tentukan tulangan yang menahan gaya geser tersebut.
1.3.5 Torsi
Torsi yang terjadi pada balok biasanya berupa berupa kombinasi dari
gaya lintang dan lentur. Bila sebuah balok-gelagar mengalami beban torsi,
maka penampang balok satu persatu akan saling menggeser. Material sendiri
STRUKTUR BETON II
akan melawan pergeseran demikian, sehingga timbul tegangan geser dalam
balok. Sumbangan beton terhadap tegangan geser yang diakibatkan oleh
momen torsi lebih kecil dibandingkan dengan tegangan geser yang
diakibatkan oleh gaya lintang.
Penampang yang dibebani torsi harus direncanakan sedemikian rupa
sehingga harus memenuhi :
Tu Tn
Dimana :
Tu adalah momen torsi berfaktor pada penampang yang ditinjau.
Tn adalah kuat momen torsi nominal yang dihitung dengan :
Tn = T c + T s
Tc adalah kuat momen torsi yang disumbangkan oleh beton.
Tu adalah kuat momen torsi nominal yang disumbangkan oleh beton harus
dihitung dengan rumus sebagai berikut :
f '
c x2 . y
15
Tc
0,4 v u
1
Ct . Tu
rumus ini didasarkan pada bentuk penampang T atau L dengan x adalah
dimensi terpendek dari gabungan penampang persegi, sedangkan y adalah
dimensi terpanjang. Untuk nilai Tc Tu. maka penampang beton sendiri
tidak akan sanggup melawan tegangan torsi. Dengan kata lain bila Tu > Tc,
maka diperlukan tulangan torsi.
Untuk merencanakan tulangan torsi dapat digunakan diagram alir sebagai
berikut:
Tentukan Ukuran Balok
S S maks Tentukan Ts
STRUKTUR BETON II
Pilih tulangan
Sumber. W.C.Vis,Gedeon Kusuma ‘Dasar-dasar Perencanaan Beton Bertulang berdasarkan SK SNI T-15-
1991-03 (152)
1.5 Kolom
Kolom-kolom didalam sebuah konstruksi meneruskan beban-beban
dari balok-balok dan pelat-pelat kebawah sampai ke pondasi-pondasi,
sehingga merupakan bagian konstruksi tekan meskipun harus menahan gaya
lentur akibat konstinuitas dari konstruksi. Oleh karena didalam menganalisa
penampang mengalami beban akmsial ditambah lentur sangat sukar dan tidak
praktis, maka sering kali dipakai grafik perencanaan atau beberapa bentuk dari
komputer untuk memudahkan perencanaan dari penampang kolom.
Sebuah kolom adalah suatu komponen yang diberi beban tekan sentris
atau beban tekan eksentris. Dilihat dari segi perencana ternyata sebuah kolom
pendel (kolom yang bersendi disetiap ujungnya) dari komponen struktur tekan
merupakan contoh yang paling mudah ditinjau, karena pada dasarnya kolom-
kolom ini hanya mengalami gaya normal saja. Dengan demikian kolom adalah
sebuah komponen struktur yang mendapat beban tekan sentries.
Pandel hampir tidak pernah digunakan dalam struktur beton bertulang.
Pelaksanaannya sangat kompleks karena sendi-sendi harus memenuhi syarat
yang sangat ketat. Contoh sebuah pandel yang menumpu sebuah jembatan.
Pada struktur yang sederhana, kolom sering merupakan bagian dari
struktur rangka. Bila pada kolom bagian atas dan bawah berhubungan kaku
dengan balok, maka tegangan yang bekerja pada kolom selain tegangan aksial
juga terdiri dari tegangan ynag disebabkan oleh momen lentur. Ini dikatakan
sebuah komponen struktur yang mendapat beban tekan eksentris.
Dasar-dasar anggapan dalam perhitungan suatu penampang beton yang
diberi beban lentur dan beban aksial, pada prinsipnya sesuai dengan dasar-
dasar anggapan dalam perhitungan perencanaan terhadap beban lentur murni :
a. Beton tidak dapat melawan tegangan tarik.
b. Perpanjangan atau perpendekan yang terejadi pada beton serta tulangan
dianggap berbanding lurus dengan jaraknya terhadap garis netral.
c. Diagram tegangan-tegangan beton dan baja dapat diskematisasikan.
Umumnya pada perhitungan kolom, beban aksial Pu adalah besaran
yang ditetapkan berdasarkan beratnya.
STRUKTUR BETON II
Pada gambar 2.8 berturut-turut disajikan penampang beton persegi
dengan lebar b dan tinggi h (gambar 2.8.a) yang diberi tangan rangkap
simetris A’s = As, kemudian diagram regangan (gambar 2.8.b) dan diagram
tegangan (gambar 2.8.c) dalam situasi pembebanan lentur dengan beban aksial
terjadi kesetimbangan, bila H =0 (gambar 2.8.d).
’cu = 0,003
’’s 0,85 f’c
s >fY IEs
cs
c 0,85 c c cc
h
Ts
y >fY IEs fY
b
a b c d
Pb = Pu = (Cc + Cs – Ts)
Cc = 0,85 . f’c . a . b dimana: a =0,85 . c
Didapat Cc = 0,7225 . bc . fc
Cs = As . s . Es : untuk Es = 2 . 105Mpa
Didapat Cs = 2 . As . Es . 105
Ts = As . fy
Akhirnya berlaku M = 0 menghasilkan ( lihat gambar 1.5.d)
Mb = Mu = Cc ( ½ . h – ½ . a) + Cs ( ½ . h – d) + Ts ( ½ . h – ds )
Untuk menentukan tulangan pada kolom dimana ukuran penampang
serta beban aksial dan momen yang bekerja telah diketahui, lebih disarankan
dengan menggunakan grafik-grafik.
Pada sumbu vertikal dinyatakan nilai:
Pu
Agr . 0,85 f c
STRUKTUR BETON II
Nilai ini adalah suatu nilai yang tidak berdimensi dan ditentukan baik oleh
factor beban yang dikalikan dengan aksial maupun mutu beton serta ukuran
penampang, pada sumbu horizontal dinyatan nilai:
Pu e1
Agr . 0,85 f c h
Inipun berupa suatu besaran yang tidak berdimensi dalam e1, telah
diperhitungkan eksentrisitas
Mu
e
Pu c
STRUKTUR BETON II
a.Mendistribusikan dan meneruskan beban-beban yang bekerja pada
struktur/bangunan ke lapisan tanah dasar yang mendukung struktur
tersebut.
b. Mencegah penurunan yang berlebih dan penurunan yang tidak sama
pada struktur.
c.Memberikan kestabilan pada struktur dalam memikul beban akibat angin,
gempa, dan lain-lain.
Berdasarkan uraian diatas, pondasi dalam dapat didefenisikan
sebagai pondasi yang tertanam pada lapisan tanah pendukung yang cukup
dalam (Df/B>4), dimana Df = kedalaman pondasi dan B = lebar/diameter
pondasi) yang berfungsi meneruskan beban dari bagian atas struktur ke
lapisan tanah dibawahnya tanpa keruntuhan geser tanah dan penurunan
tanah pondasi yang berlebihan. Apabila kedalaman/lapisan tanah tersebut
dekat dengan tanah, maka pondasi dapat diletakkan/dibangun langsung pada
lapisan tanah tersebut. Pondasi tersebut dinamakan pondasi dangkal, yang
kedalamannya kurang atau sama dengan lebar pondasi (D≤ B).
A. Perencanaan pondasi telapak
Pada umumnya pondasi telapak terbuat dari beton bertulang,
meskipun kadang-kadang juga digunakan beton tanpa tulangan atau
pasangan batu. Perencanaan pondasi ini berpedoman pada “Tata Cara
Perhitungan Struktur Beton UntukInput
Menentukan Bangunan Gedung” (SK SNI T-15-1991-
Perencanaan
(Beban-beban yang bekerja,Parameter Tanah Dasar, Besar pergeseran , Tegangan ijin bahan)
03).
Secara garis besar langkah-langkah perencanaan pondasi telapak
Menetapkan
dapat dilihat pada diagram alir Letak
: Kedalaman Pondasi
Menganalisis stabilitas
(guling, geser, dan daya
dukung tanah)
Menghitung pergeseran
kontrol :
Aksi ≤ Reaksi
6 Mx 6 My
N qa
B L
Dimana :
N = Berat bangunan (Pu) + Berat tanah urug + berat
pondasi + berat stek kolom
B = Lebar pondasi (m)
L = Panjang pondasi (m)
N = Beban total arah vertikal (kN)
STRUKTUR BETON II
Mx = Momen arah x(kN.m)
My = Momen arah y(kN.m)
qa = Daya dukung tanah yang diijinkan (kN/m2)
qc = Daya dukung tanah pada ujung tiang/conus (kN/m2)
FK = Faktor keamanan, FK = 2 – 3 (dari Bowles J.E.
Analisa Dan Desain Pondasi Jilid I hal 188 ).
F3 = 0,3 (untuk pondasi Telapak Persegi)
5. Perhitungan dan perencanaan Tulangan pondasi telapak
Langkah-langkah dalam merencanakan tulangan pondasi telapak bujur
sangkar :
1. Penentuan beban yang bekerja pada pondasi
Pu
q
BxL
Dimana : Pu = beban titik hasil perhitungan reaksi perletakan (kN).
B = lebar pondasi (m)
L = panjang pondasi (m)
q = beban yang bekerja pada pondasi (kN/m2)
2. Pemeriksaan ketebalan pondasi terhadap keruntuhan geser
d = tebal poor – selimut beton - tul utama – ½.tul utama
3. Cek terhadap keruntuhan geser
Tinjau geser 1 arah
B Dkolom
Vu = {( d )x L x q }
2 2
f 'c
Vc= xbxd
6
STRUKTUR BETON II
Tinjau geser 2 arah
Penampang
kritis
L kolom
d/2 d/2
Pu
DF
hpoor
Vu = Vn
Vc < 0,7 f ' c .bo.d
Vc > Vu
Vc diambil yang terkecil dari persamaan :
STRUKTUR BETON II
4 d
Vc 2 f ' c .bo. ………………. (1)
c 12
s.d d
Vc 2 f ' c .bo. ………………. (2)
bo 12
d
Vc 4. f ' c .bo. ……………… (3)
12
Dimana :
Luas tot telapak = B x L
Luas pons = diameter kolom + 2 x d/2
Vu = Geser yang terjadi 2 arah ( kN)
sisi panjang
c = sisi pendek kolom
STRUKTUR BETON II
A2
< 2
A1
STRUKTUR BETON II
Berdasarkan uraian diatas, pondasi dalam dapat didefenisikan
sebagai pondasi yang tertanam pada lapisan tanah pendukung yang cukup
dalam (Df/B>4), dimana Df = kedalaman pondasi dan B = lebar/diameter
pondasi) yang berfungsi meneruskan beban dari bagian atas struktur ke
lapisan tanah dibawahnya tanpa keruntuhan geser tanah dan penurunan
tanah pondasi yang berlebihan.
STRUKTUR BETON II
Bila S > 3,0 D
Tidak ekonomis karena akan memperbesar ukuran atau dimensi
dari poer.
5. Menentukan beban maksimum yang diterimah oleh tiang (Pmaks) :
Pmaks
V
My . X maks Mx .Ymaks
n ny x 2 nx y 2
Dimana :
V = Berat bangunan + tanah urug + pondasi + Stek (kN)
n = Jumlah tiang dalam kelompok
My = Momen arah y (kN.m)
Mx = Momen arah x (kN.m)
Xmaks = absis terjauh tiang pancang terhadap titik berat kelompok
Tiang (m).
Ymaks = ordinat terjauh tiang pancang terhadap titik berat
kelompok tiang (m).
nx = banyaknya tiang pancang dalam satu baris dalam arah X
ny = banyaknya tiang pancang dalam satu baris dalam arah Y
y 2
= jumlah kuadrat ordinat-ordinat tiang pancang
n 1 m m 1 n
Eg 1 .............................(3.1)
90 m.n
Dimana:
Eg = efisiensi kelompok tiang
= arc. Tg D/S dalam derajat
n = banyaknya tiang dalam baris
m = banyaknya baris dalam tiang
STRUKTUR BETON II
D = diameter/lebar dari tiang
S = jarak antara tiang
Kapasitas Daya Dukung Kelompok Tiang sebagai Individual Pile
Failure
Untuk c-soil, c- soil
Qug = Qult * n * Eg ………………………………..(3.2)
Dimana : Eg = efisiensi kelompok tiang
Eg bervariasi dari 0,7 ( pada S = 3D) sampai 1(pada s≥8 D)
Kontrol :
STRUKTUR BETON II
Vx B 2
Mt
Fk guling 1,5 Mt =
Mg
Mg = HxZ f
10. Perencanaan Pile Cap
Prinsip yang digunakan didalam perencanaan tapak pondasi tiang (pile
cap) adalah sama dengan prinsip perencanaan pondasi tapak setempat.
1
Vc ≤ x boxdx f ' c (pers.2)
3
Dimana: d = tebal cap – selimut beton - tul. – ½ tul.
bo = keliling pons (mm)
= 4 (d + Lebar kolom)
n = Jumlah tiang pada bid.geser dua arah
Kontrol : Vc > Vu(nilai Vc diambil yang terkecil)
STRUKTUR BETON II
Kontrol : Vc > Vu
3. Kontrol kekuatan geser secara individual
a. Gaya geser berfaktor
Vu= 1 x Pu
Gaya geser nominal
1
Vc ≤ x boxdx f ' c
3
Kontrol : Vc > Vu
4. Perhitungan momen lentur (Mu) dan luas tulangan (As)
Momen pada penampang kritis (sisi luar kolom):
lebarkolom
Mu = 3 x Pmaks ( Jarak antar tiang - )
2
Mu
dari tabel diperoleh nilai
bd 2
Dimana : min < < maks
1,4
min = fy
maks = 0,75. b
STRUKTUR BETON II
Panjang penyaluran yanmg disyaratkan untuk gaya tekan:
0,25 Fy.tul. pasak
Ldb = f 'c
STRUKTUR BETON II
B. Kombinasi Pembebanan
Struktur dan komponen struktur memenuhi syarat kekuatan
terhadap bermacam-macam kombinasi beban sehingga kuat perlu oleh
beban tetap dan beban sementara dapat terpenuhi. Menurut SK SNI T –
15 – 1991 – 03 kombinasi pembebanan dan koefisien keamanannya
adalah sebagai berikut:
1. U = 1,2 D + 1,6 L : untuk beban tetap
2. U = 1,05 (D + LR + E) : untuk beban sementara
= 1,05 (D + 0,6 LR + E)
= 1,05 D + 0,63 LR + 1,05 E
3. U = 0,9 (D + E) : untuk beban gempa
4. U = 0,75 (1,2 D + 1,6 L + 1,6 W) : untuk beban angin
= 0,9 D + 1,2 L + 1,2 W
5. U = 0,9 D + 1,3 W
dimana :
U = beban rencana
D = beban mati
L = beban hidup
LR = beban hidup yang telah direduksi = 0,6 L
E = beban gempa dengan tanda (+) arah kiri ; (-) arah kanan
W = beban angin
STRUKTUR BETON II