Anda di halaman 1dari 71

STRUKTUR BETON 2

OLEH
Dr. Remigildus Cornelis
Tujuan Perkuliahan …

Memahami kosep dasar desain kolom


langsing, pelat dan pondasi:
Konsep desain kolom langsing
Konsep desain pelat satu arah, 2 arah
Konsep direct design dan portal ekuivalen
Konsep analisis garis leleh pada pelat
Kosep design pelat pondasi, dinding penahan,
dinding geser
Rencana & Materi Kuliah
No. Minggu ke Materi
1. 1 Kolom pendek
2. 2 Kolom langsing
3. 3 Pelat satu arah
4. 4 Pelat dua arah
5. 5 Pelat flat slab
6. 6 Pelat flat slab direct design
7. 7 Pelat flat slab direct design
8. 8 Pelat flat slab portal ekuivalen
9. 9 Pelat flat slab portal ekuivalen
10. 10 Pelat flat slab portal ekuivalen
11. 11 Pelat Beton Bertulang metode garis leleh
12. 12 Desain pondasi pelat setempat
13. 13 Desain dinding penahan tanah
14. 14 Desain korbel
Tugas program komputer
Tugas sebelum mit semester:
 Desain Kolom
 Desain pelat satu arah, pelat dua arah
 Desain metode perencanaan langsung dan portal
ekuivalen

Tugas sebelum ujian semester:


 Analisis garis leleh pada pelat
 Desain pondasi pelat setempat
 Desain dinding penahan tanah
 Desain Korbel
Kapasitas Maksimum
Kolom Pendek

Konstruksi Beton II 5
1.3.1 Kapasitas Maksimum Kolom Pendek (Sentris)

Konstruksi Beton II 6
Konstruksi Beton II 7
Kapasitas maksimum (Po) suatu kolom pendek
yang dibebani secara sentris adalah :

Po  0,85. f c' .Ag  Ast   Ast . f y ...( 1.3 )

dimana :

fc’ = mutu beton, merupakan kuat tekan karakteristik beton


berdasarkan benda uji silinder f15 cm – 30 cm., MPa
fy = mutu baja (tegangan leleh/yield baja tulangan), MPa
Ag = luas bruto dari penampang kolom (mm2)
Ast = luas total tulangan kolom (mm2)

Konstruksi Beton II 8
Keruntuhan Kolom akibat beban Aksial

Konstruksi Beton II 9
Kondisi struktur yang sesungguhnya tidak
memungkinkan beban yang bekerja tersebut
memang betul-betul sentris, sehingga pada
kenyataannya kemampuan kolom tersebut akan
lebih rendah daripada yang dihitung
berdasarkan kekuatan bahan.
Perlu adanya suatu eksentritas minimum (yang
dapat diterima) dalam arah tegak lurus sumbu
lentur, yaitu :
10 % dari tebal kolom untuk kolom bersengkang
dan 5% untuk kolom dengan spiral.

Konstruksi Beton II 10
Untuk mengurangi perhitungan eksentritas minimum yang
diperlukan dalam analisis dan disain, dalam SK-SNI-1991
ditetapkan suatu reduksi beban aksial sebesar 20% untuk
kolom dengan sengkang dan 15% untuk kolom dengan
spiral, sebagai berikut :

a. untuk kolom dengan tulangan sengkang spiral


Pn (max) = 0,85 Po, ...( 1.4 )

b. untuk kolom dengan tulangan sengkang ikat


Pn (max) = 0,80 Po, ...( 1.5 )

dimana : Pn (max) = kekuatan nominal maksimum suatu


penampang kolom

Konstruksi Beton II 11
1.3.2 Kuat Tekan Rencana Kolom : Pr = fPn
SK-SNI-2002 : Kuat tekan rencana ( fPn ), suatu
komponen struktur tekan tidak boleh diambil lebih besar
dari ketentuan berikut :
a. Untuk komponen struktur non-pratekan dengan
tulangan spiral :
f . Pn max   f .0,85.0,85. f ' .Ag  Ast   Ast . f y 
c
...( 1.6 )

b. Untuk komponen struktur non-pratekan dengan


tulangan sengkang ikat :

f . Pn max   f .0,80.0,85. f ' .Ag  Ast   Ast . f y 


c
...( 1.7 )

Konstruksi Beton II 12
dimana : f = 0,65 untuk kolom dengan sengkang ikat.
f = 0,70 untuk kolom dengan sengkang spiral.

1.3.3 Pembatasan Tulangan Kolom


SK-SNI-2002 : Luas tulangan komponen struktur tekan
dibatasi menurut ketentuan berikut ;

1. Luas tulangan longitudinal komponen struktur tekan non-


komposit tidak boleh kurang dari 0,01 ataupun lebih dari 0,08
kali luas bruto penampang Ag ( 0,01 Ag  Ast  0,08 Ag)
2. Jumlah minimum batang tulangan longitudinal pada komponen
struktur tekan adalah 4 untuk batang tulangan di dalam
sengkang pengikat segi empat atau lingkaran, 3 untuk batang
tulangan di dalam sengkang pengikat segi tiga, dan 6 untuk
batang tulangan yang dilingkupi oleh spiral.

Konstruksi Beton II 13
3. Rasio tulangan spiral ρs tidak boleh kurang dari nilai yang
diberikan oleh persamaan:
 Ag  fc
 s  0,45.  1.
 Ac  fy ...( 1.8 )

dengan fy adalah kuat leleh tulangan spiral, tapi tidak boleh


diambil lebih dari 400 MPa.

Dc Ag = p/4. h2
h
Ac = p/4. Dc2

Konstruksi Beton II 14
1.3.4. Kolom Pendek dengan Beban Eksentris :
(Kombinasi Beban Aksial Tekan dan Lentur)

Prinsip-prinsip pada balok mengenai distribusi


tegangan dan blok tegangan segi-empat
ekivalen, juga dapat diterapkan pada kolom
1. Penampang tetap rata sebelum dan sesudah
lentur
2. Kurva tegangan-regangan baja diketahui
3. Kuat tarik dari beton diabaikan
4. Kurva tegangan-regangan beton, besar dan
distribusinya diketahui.

Konstruksi Beton II 15
Konstruksi Beton II 16
Kriteria Disain :
PR = f. Pn  Pu
MR = f. Mn  Mu

Konstruksi Beton II 17
a. Tulangan pada 2 sisi penampang Kolom :

Konstruksi Beton II 18
Gambar 1.3. Tegangan dan Gaya-gaya dalam pada Kolom
dengan tulangan 2 sisi

Konstruksi Beton II 19
Keseimbangan internal penampang : SH = 0

Pn  Cc  Cs  Ts ...( 1.9 )

dimana :

Cc = 0,85.fc’.a.b  Resultante tegangan beton tekan


Cs = As’.fs’  Resultante tegangan baja tulangan tekan
Ts = As.fs  Resultante tegangan baja tulangan tarik

diperoleh :

Pn  0,85. f c' .a.b  As' . f s'  As . f s ...( 1.10 )

Konstruksi Beton II 20
Kapasitas Momen Penampang ( S M terhadap pusat plastis )

 
 a
 
M n  Pn .e  0,85. f c' .a.b. y    As' . f s' . y  d '  As . f s .d  y 
 2
  ...( 1.11 )

dimana : y diukur dari serat tertekan ke pusat plastis (geometrik)


Untuk As = As’ , maka y = h/2.

dan c d '
f s'  E s . s'  600. .  f y ...( 1.12 )
 c 
 
 d c
f s  E s . s  600. .  f y ...( 1.13 )
 c 

Konstruksi Beton II 21
Diagram Interaksi P – M Kolom

Konstruksi Beton II 22
1.4. Diagram Interaksi P – M Kolom
Kapasitas penampang beton bertulang untuk menahan
kombinasi gaya aksial dan momen lentur dapat
digambarkan dalam suatu bentuk kurva interaksi antara
kedua gaya tersebut, disebut diagram interaksi P – M kolom.

Setiap titik dalam kurva tersebut menunjukkan kombinasi


kekuatan gaya nominal Pn (atau f Pn) dan momen nominal Mn
(atau f Mn) yang sesuai dengan lokasi sumbu netralnya.

: dapat dibagi menjadi dua daerah, yaitu


Diagram interaksi ini
daerah yang ditentukan oleh keruntuhan tarik dan daerah
yang ditentukan oleh keruntuhan tekan, dengan
pembatasnya adalah titik seimbang (balanced).

Konstruksi Beton II 23
Gambar 1.4. Diagram interaksi P-M dari suatu penampang kolom.

Konstruksi Beton II 24
CONTOH 3 :
50 Dari soal contoh 1, buatlah diagram interaksi P-M
3D22
dari penampang kolom tersebut :
500
Mutu beton fc’ = 25 MPa dan mutu baja fy = 390 MPa
3D22
50
Jawab :
300

a. Kapasitas maksimum (Po) dari kolom : (kolom sentris)

Po  0,85. f c' .Ag  Ast   Ast . f y


 0,85. 25.300.500  2280,8  2280,8.390  4.028.545 N
 4.028,5 kN

Konstruksi Beton II 25
b. Kekuatan nominal maksimum penampang kolom :
untuk kolom dengan tulangan sengkang ikat
Pn (max) = 0,80 Po = 0,80 x 4.028,5 = 3.222,8 kN
Eksentristas minimum : emin = 0,1 x 500 mm = 50 mm

c. Kuat Tekan Rencana Kolom : fPn


untuk kolom dengan tulangan sengkang ikat :
f Pn (max) = f 0,80 Po = 0,65 x 3.222,8 kN = 2.094,8 kN

d. Kapasitas Penampang pada Kondisi Seimbang (Balanced):

Pnb  0,85. f c' .ab .b  As' . f s'  As . f y


 
 
 
M nb  Pnb .eb  0,85. f c' .ab .b. y  b   As' . f s' . y  d '  As . f y .d  y 
a
 2
 
Konstruksi Beton II 26
Pnb  0,85. f c' .ab .b  As' . f s'  As . f y
 0,85.25.231,82.300 1.477.852 N
 1.477,85 kN
 
M nb  Pnb .eb  0,85. f c' .ab .b. y  b   As' . f s' . y  d '   As . f y .d  y 
 a 
 2
 
198.165.242  88.951.200  88951.200  376067842 N
 376,07 kNm
Eksentrisitas pada kondisi seimbang :
M nb 376,07 kNm
eb    0,2545 m  254,5 mm
Pnb 1.477,85 kN

Konstruksi Beton II 27
f . Pnb  0,65 x 1.477,85 kN  960,6 kN
f . M nb 0,80
0,65 x 376,07 kNm 300,86
244,4 kNm
e. Kapasitas Penampang pada Kondisi Momen Murni : ( P = 0)
Kapasitas penampang dengan kondisi momen murni ditentukan
Dengan menganggap penampang balok dengan tulangan tunggal

 As . f y 
M n  As . f y .  d  0,59. ' 
 f c .b 
 1140,4. 390 
 1140,4. 390.  450  0,59.  184,6 kNm
 25. 300 

f. M n  0,80 x 184,6 kNm  147,68 kNm

Konstruksi Beton II 28
Diagram Interaksi P - M

5000

4000
Mn, Pn
3000
fPn, Pn

f Mn, f Pn
2000
Keruntuhan tekan
1000
Keruntuhan tarik
0
0 100 200 300 400

fMn, Mn

Mn, Pn fMn, fPn

Konstruksi Beton II 29
Disain Kolom dengan
Menggunakan Grafik-Grafik

Konstruksi Beton II 30
1.7. Disain Kolom dengan Menggunakan Grafik-Grafik
Untuk keperluan disain praktis kolom yang
dibebani beban aksial dan momen lentur dapat
digunakan grafik-grafik diagram interaksi non-
dimensional yang telah banyak dikembangkan.

Grafik-grafik diagram interaksi tsb, dapat


digunakan untuk disain penulangan untuk kolom
persegi maupun kolom bundar, untuk tulangan
yang dipasang simetris pada 2 sisi maupun yang
dipasang sama rata pada sisi-sisi penampang.

Konstruksi Beton II 31
Grafik diagram interaksi tersebut pada sumbu vertikal dinyatakan
dalam besaran tidak berdimensi ( non-dimensional ), sebagai :
Pu
f . Agr .0,85. f c'
dan pada sumbu horizontal dinyatakan sebagai :

Pu  et 
'  
f . Agr .0,85. f c  h 

dimana : Pu : beban aksial terfaktor (kN)


f : faktor reduksi kolom
Agr : luas penampang bruto kolom (mm2)
fc’ : mutu beton (MPa)
et : eksentritas = Mu/Pu

Konstruksi Beton II 32
Pu
f . Agr .0,85. f c'

nilai “ r ”

Pu  et 
'  
f . Agr .0,85. f c  h 

Konstruksi Beton II 33
Besaran pada kedua sumbu dapat dihitung dan ditentukan,
kemudian suatu nilai “ r “ dapat dibaca pada grafik yang sesuai.

Luas total tulangan yang diperlukan adalah :

As total  r. . Agr


dimana : nilai  tergantung dari mutu beton yang digunakan

fc’ = 15 MPa ,  = 0,6


fc’ = 20 MPa ,  = 0,8
fc’ = 25 MPa ,  = 1,0
fc’ = 30 MPa ,  = 1,2
fc’ = 35 MPa ,  = 1,33

Konstruksi Beton II 34
Menurut SK-SNI-1991 :
Untuk kolom dengan nilai antara Pu = 0,1.fc’.Agr dan
Pu = 0, nilai faktor reduksi f boleh ditingkatkan dari
f = 0,65 sampai f = 0,80.
Untuk kolom yang dibebani tarik berlaku f = 0,80.

Gambar 1.7. ,Gambar 1.8, dan Gambar 1.9.:


merupakan beberapa contoh grafik yang dapat
digunakan untuk disain kolom segi-4 dengan
tulangan pada 2 sisi, 4 sisi dan kolom bundar.

Konstruksi Beton II 35
r = 0,03

Gambar 1.7. Grafik disain kolom persegi dengan tulangan simetris


pada dua sisi (fc’ = 15, 20, 25, 30 dan 35 MPa ; fy = 240 MPa).
Konstruksi Beton II 36
Gambar 1.8. Grafik disain kolom persegi dengan tulangan simetris
pada empat sisi (fc’ = 15, 20, 25, 30 dan 35 MPa ; fy = 240 MPa).
Konstruksi Beton II 37
Gambar 1.9. Grafik disain kolom bundar
(fc’ = 15, 20, 25, 30 dan 35 MPa ; fy = 240 MPa).
Konstruksi Beton II 38
1.5. Kolom Beton Bundar
Sebagaimana halnya dengan kolom segi-empat, pada kolom
bundar keseimbangan momen dan gaya yang sama digunakan
untuk mencari gaya tahanan nominal Pn untuk suatu
eksentritas yang diberikan. Persamaan keseimbangan tersebut
serupa dengan persamaan (1-10) dan (1-11), dengan perbedaan
dalam hal :
Bentuk luas yang tertekan yang merupakan elemen lingkaran, dan
Tulangan-tulangan tidak dikelompokkan kedalam kelompok tekan
dan tarik sejajar.
Dengan demikian gaya dan tegangan pada masing-masing
tulangan harus ditinjau sendiri-sendiri. Luas dan titik berat segmen
lingkaran dihitung dengan menggunakan persamaan matematisnya.
Apabila tidak demikian, dapat digunakan persamaan dari Whitney
sebagai penyederhanaan.

Konstruksi Beton II 39
1.5.1. Metoda Empiris untuk Analisis Kolom Bundar

Untuk penyederhanaan analisis kolom bundar dapat di-


transformasikan menjadi kolom segi-empat ekuivalen, seperti pada
Gambar 1.5.

Ds

h b
Penampang ekivalen regangan tegangan

(a). Penampang kolom bundar (b). Penampang segi-empat ekuivalen

Gambar 1.5. Transformasi kolom segi-empat menjadi kolom


segi-empat ekuivalen

Konstruksi Beton II 40
Agar keruntuhannya berupa keruntuhan tekan, penampang
segi-empat ekuivalen harus mempunyai :

1. Tebal dalam arah lentur, sebesar 0,8.h, dimana h adalah


diameter luar lingkaran kolom bundar.

2. Lebar kolom segi-empat ekuivalen diperoleh sama


dengan luas bruto kolom bundar dibagi 0,8.h, jadi b =
Ag/(0,8.h), dan

3. Luas tulangan total Ast ekuivalen di-distribusikan pada 2


lapis tulangan yang sejajar masing-masing Ast/2, dengan
jarak antara lapisannya 2Ds/3 dalam arah lentur dimana Ds
adalah diameter lingkaran tulangan (terjauh) as ke as.

Konstruksi Beton II 41
Apabila dimensi kolom segi-empat ekuivalen telah diperoleh,
analisis dan disain dapat dilakukan seperti kolom segi-
empat aktual.

Persamaan untuk keruntuhan tarik dan keruntuhan tekan, dapat


juga dinyatakan dalam dimensi kolom bundar sebagai berikut :
a. Untuk keruntuhan Tarik :

  0,85.e 
2
 g .m.Ds  0,85.e  
Pn  0,85 f c .h  
' 2
 0,38     0,38 
  h  2,5.h  h  
 
b. Untuk keruntuhan Tekan : ...( 1.32 )
'
Ast . f y Ag . f
Pn  
c

 3.e   9,6.h.e 
   1,0   1,18
2
...( 1.33 )
 Ds   0,8.h  0,67.Ds  
Konstruksi Beton II 42
dimana :
h ; diameter penampang kolom bundar
Ds ; diameter lingkaran tulangan (terjauh) as ke as
e ; eksentrisitas terhadap pusat plastis penampang
g = Ast/Ag = luas tulangan bruto/luas beton bruto
m = fy/0,85.fc’

Konstruksi Beton II 43
1.6.Kolom Pendek dengan Tulangan pada 4 sisi
Apabila kolom mempunyai tulangan pada ke-empat sisinya,
persamaan dasar (1-10) dan (1-11) harus disesuaikan dulu.
Kontrol keserasian tegangan harus tetap dipertahankan di
seluruh bagian penampang.

Cara coba-coba dan penyesuaian dilakukan dengan


menggunakan asumsi tinggi garis netral c, sehingga tinggi
blok tegangan a diketahui.

Besarnya regangan pada setiap lapis (layer) tulangan


ditentukan dengan menggunakan distribusi regangan seperti
Gambar. 1.6.

Konstruksi Beton II 44
Pn
Pn

Gambar 1.6. Kolom dengan tulangan pada keempat sisinya,


(a).penampang melintang; (b). regangan ; (c). gaya-gaya yang
bekerja

Konstruksi Beton II 45
Beberapa anggapan yang digunakan adalah :
Gsc : titik berat gaya tekan pada tulangan tekan
Gst : titik berat gaya tarik pada tulangan tarik
Fsc : resultan gaya tekan pada tulangan = S As’.fsc
Fst : resultan gaya tarik pada tulangan = S As.fst
Keseimbangan antara gaya-gaya dalam dengan momen
dan gaya luar harus terpenuhi, yaitu :

Pn  0,85. f .a.b  Fsc  Fst


c
'
...( 1.33 )

 
 h a 
M n  0,85. f c' .a.b.    Fsc . ysc  Fst . yst ...( 1.34 )
2 2
 
Konstruksi Beton II 46
Cara coba-coba dengan penyesuaian diterapkan dengan
menggunakan suatu asumsi tinggi garis netral c.

Besarnya regangan pada setiap lapis (layer) tulangan


ditentukan dengan menggunakan distribusi regangan seperti
Gambar 1.6. untuk menjamin terpenuhinya keserasian
regangan.
Tegangan pada setiap lapis tulangan diperoleh dengan
menggunakan persamaan berikut :

si  c  si 
f s i  Es . si  Es . cu .  600 .  ...( 1.35 )
c  c 
dimana : fsi haruslah ≤ fy.

Konstruksi Beton II 47
Carilah Pn untuk nilai c yang di-asumsikan, dengan
menggunakan pers. (1-33). Kemudian subsitusikan besarnya
nilai Pn ke dalam pers. (1-34), dan diperoleh harga c.

Apabila nilai c belum cukup dekat dengan yang di-asumsikan


semula, lakukan coba-coba berikutnya.

Gaya tahanan nominal Pn yang sesungguhnya adalah yang


diperoleh pada coba-coba terakhir, dengan nilai c yang
benar.

Konstruksi Beton II 48
Disain Kolom Langsing

Konstruksi Beton II 49
1.8. Disain Kolom Langsing
Apabila angka kelangsingan kolom melebihi batas kolom
pendek, maka kolom tersebut akan mengalami tekuk
sebelum mencapai keadaan limit kegagalan material.
Regangan pada muka yang tertekan pada beton untuk
beban tekuk akan lebih kecil dari 0,003.

Kolom yang demikian disebut dengan kolom langsing


yang mengalami kombinasi beban aksial dan momen
lentur, berdeformasi melintang dan mengalami momen
tambahan akibat efek Pn-D, dimana Pn adalah gaya
aksial dan D adalah defleksi kolom tertekuk pada
penampang yang ditinjau.

Konstruksi Beton II 50
Karena adanya efek tekuk pada kolom langsing, maka akan ada
momen tambahan Pn. D, yang memperkecil kapasitas gaya aksial
yang bekerja, dari titik C menjadi titik B pada diagram interaksi
(Gambar 1.10.)

Gambar 1.10. Diagram interaksi perbesaran Gaya P – M

Konstruksi Beton II 51
Momen total (Mc ) = Pn.D + M2 ; dinyatakan dengan titik B
pada diagram tersebut (Gambar 1.10), dengan M2 adalah
momen terfaktor akibat beban luar.

Kolom tersebut dapat di-disain dengan momen Mc seperti


cara disain kolom tidak langsing (kolom pendek). Angka
perbandingan Mc/M2 disebut dengan faktor pembesar
(magnification factor, d ).

Apabila klu/r adalah angka kelangsingan, maka batas


bawah angka kelangsingan yang apabila lebih kecil dari
batas ini analisis stabilitas boleh diabaikan, berdasarkan
SK-SNI-2002, adalah :

Konstruksi Beton II 52
Pengaruh kelangsingan pada komponen struktur tekan
harus diperhitungkan apabila dipenuhi :

Rangka portal tak bergoyang k .lu 12 M 1


 34 
(Braced Framed) r M2
Rangka portal bergoyang k .lu
(Unbraced Framed)  22
r
dimana :
k , adalah faktor panjang kolom (tergantung dari kondisi ujung
kolom
lu , panjang kolom
M1 dan M2 adalah momen ujung kolom terfaktor, dengan M2>M1.
M1/M2 bernilai positif bila kolom melentur dengan kelengkungan
tunggal dan bernilai negatif bila kolom melentur dengan
kelengkungan ganda.

Konstruksi Beton II 53
r, adalah jari-jari girasi, dengan r =  ( Ig/Ag), dapat diambil
r = 0,3.h untuk penampang segi-empat, dimana h adalah
dimensi kolom tegak lurus terhadap sumbu lentur.
Untuk penampang lingkaran r dapat diambil sebesar 0,25.h.

Faktor panjang efektif, k , untuk komponen struktur tekan


dari rangka tak bergoyang, harus diambil sama dengan
dengan 1,0 kecuali ditunjukkan lain oleh analisis.
Perhitungan k harus berdasarkan pada nilai-nilai E dan I
pada dengan menggunakan Gambar 1.11. berikut :

Konstruksi Beton II 54
Gambar 1.11. Faktor panjang efektif k untuk rangka
(a) struktur tak bergoyang, (b) struktur bergoyang.
Konstruksi Beton II 55
Apabila nilai klu/r lebih besar daripada yang diperoleh dari
pers. (1-32) dan pers. (1-33), maka dapat disarankan untuk
menggunakan dua metode analisis stabilitas berikut :

1. Metoda Pembesaran Momen


(Moment Magnification Factor) :
dimana disain kolom tersebut didasarkan atas momen
yang diperbesar.

2. Analisis orde kedua yang memperhitungkan efek


defleksi. Analisis ini harus digunakan apabila klu/r > 100.

Konstruksi Beton II 56
1.8.1. Metode Pembesaran Momen.
a. Rangka portal tak bergoyang (Braced Framed)

…(1-34)

…(1-35)

…(1-36)

Konstruksi Beton II 57
Bila tidak menggunakan perhitungan yang lebih akurat, EI
dalam pers. (1-36) boleh diambil sebesar

…(1-37)

…(1-38)

Konstruksi Beton II 58
dimana :
δns : faktor pembesar momen untuk rangka yang ditahan
terhadap goyangan ke samping, untuk menggambarkan
pengaruh kelengkungan komponen struktur diantara
ujung-ujung komponen struktur tekan.
Cm : suatu faktor yang menghubungkan diagram momen
aktual dengan suatu diagram momen merata ekuivalen
Ig : momen inersia penampang bruto beton terhadap
sumbu pusat penampang, dengan mengabaikan
tulangan, mm4
Ise : momen inersia tulangan terhadap sumbu pusat
penampang komponen struktur, mm4

βd : rasio dari beban tetap aksial terfaktor maksimum


terhadap beban aksial terfaktor maksimum dari
kombinasi beban yang sama

Konstruksi Beton II 59
Untuk komponen struktur tanpa beban transversal di
antara tumpuannya, Cm dalam pers. (1-35) harus diambil
sebesar
….(1-39)

dengan M1/M2 bernilai positif bila kolom melentur dengan


kelengkungan tunggal. Untuk komponen struktur dengan
beban transversal di antara tumpuannya, Cm harus diambil
sama dengan 1,0.

Momen terfaktor M2 dalam pers. (1-34) tidak boleh diambil


lebih kecil dari:

….(1- 40)

Konstruksi Beton II 60
Untuk komponen struktur dengan M2,min > M2, maka nilai
Cm dalam pers. (1-39) harus ditentukan:
a) sama dengan 1,0, atau
b) berdasarkan pada rasio antara M1 dan M2 yang dihitung.

b. Rangka portal bergoyang (Unbraced Framed)


Momen M1 dan M2 pada ujung-ujung komponen struktur
tekan harus diambil sebesar :

…(1- 41)

… (1- 42)

Konstruksi Beton II 61
Sebagai alternatif , δs.Ms boleh dihitung sebagai berikut :

… (1- 43)

dengan ΣPu adalah jumlah seluruh beban vertikal terfaktor


yang bekerja pada suatu tingkat, dan ΣPc adalah jumlah
seluruh kapasitas tekan kolom-kolom bergoyang pada suatu
tingkat. Pc dihitung dengan pers. (1-36).

Konstruksi Beton II 62
dimana :
M1s : nilai yang lebih kecil dari momen-momen ujung terfaktor
pada komponen struktur tekan akibat beban yang
menimbulkan goyangan ke samping yang berarti, dihitung
dengan analisis rangka elastis konvensional (order
pertama),bernilai positif bila komponen struktur melentur
dalam kelengkungan tunggal, negatif bila melentur dalam
kelengkungan ganda, N-mm

M1ns : nilai yang lebih kecil dari momen-momen ujung terfaktor


pada komponen sruktur tekan akibat beban yang tidak
menimbulkan goyangan ke samping yang berarti, dihitung
dengan analisis rangka elastis konvensional (order
pertama), bernilai positif bila komponen struktur melentur
dalam kelengkungan tunggal, negatif bila melentur dalam
kelengkungan ganda, N-mm

Konstruksi Beton II 63
M2s : nilai yang lebih besar dari momen-momen ujung terfaktor
pada komponen struktur tekan akibat beban yang
menimbulkan goyangan ke samping yang berarti, dihitung
dengan analisis rangka elastis konvensional, N-mm
M2ns : nilai yang lebih besar dari momen-momen ujung terfaktor
pada komponen struktur tekan akibat beban yang tidak
menimbulkan goyangan ke samping yang berarti, dihitung
dengan analisis rangka elastis konvensional, N-mm

Konstruksi Beton II 64
1.9. Tulangan Lateral Kolom

a. Tulangan Sengkang
Tulangan lateral diperlukan untuk mencegah terlepasnya selimut
beton atau tekuk lokal tulangan memanjang. Tulangan lateral
dapat berupa sengkang yang di-distribusi-kan merata diseluruh
tinggi kolom dengan jarak tertentu. Tulangan sengkang yang
digunakan harus memenuhi persyaratan berikut :
1. Sengkang pengikat lateral harus dipasang sepenuhnya menerus
di sekeliling inti baja struktural.
2. Sengkang pengikat harus mempunyai diameter tidak kurang
dari 1/50 kali dimensi sisi terbesar dari komponen struktur
komposit. Namun, diameter sengkang pengikat tersebut tidak
boleh lebih kecil dari D-10 dan tidak perlu lebih besar dari D-16.
Jaring kawat las yang mempunyai luas ekuivalen boleh juga
digunakan sebagai sengkang pengikat.

Konstruksi Beton II 65
3. Spasi vertikal antara sengkang pengikat lateral tidak boleh
melebihi 16 diameter batang tulangan longitudinal, 48
diameter batang sengkang pengikat, atau 1/2 kali dimensi sisi
terkecil dari komponen struktur komposit.
b. Tulangan Spiral
Tulangan spiral khususnya digunakan untuk meningkatkan
daktilitas kolom, sehingga sering digunakan untuk daerah
dengan risiko gempa tinggi.

Tulangan spiral yang mempunyai jarak cukup dekat dapat


menambah kapasitas beban batas pada kolom. Angka
penulangan spiral minimum s , adalah sebesar :

Konstruksi Beton II 66
 Ag  fc …. (1- 44)
 s  0,45.  1.
 Ac  f sy
dimana :

volume tulangan spiral tiap satu putaran


s 
volume beton yang terkandung pada satu putaran
p .h 2 h : diameter kolom
Ag 
4 Dc : diameter inti beton dari tepi ke
tepi spiral
p .Dc2 fc’ : kuat tekan beton karakteristik
Ac 
4 fsy : kekuatan leleh tulangan spiral

Konstruksi Beton II 67
Untuk menentukan jarak (pitch) s dari spiral, tentukan s
minimum, kemudian pilih diameter tulangan spiral db, dan hitung
as. Jarak s dari spiral dapat ditentukan sebagai berikut :

Angka penulangan spiral pada pers. (1-44), dapat dituliskan sebagai :

as .p .Dc  d b 
s 
p 4 .D .s
….(1- 45)
2
c
atau
as .p .Dc  db  ….(1- 46)
pitch s 
p 4 .D . 2
c s

4.as .Dc  d b  ….(1- 47)


diperoleh : s
Dc2 . s

Konstruksi Beton II 68
dimana : as : luas penampang melintang spiral
db : diameter nominal tulangan spiral

Jarak atau pitch spiral, s, dibatasi antara 25 mm sampai


80 mm, dan diameter yang digunakan tidak boleh lebih
kecil daripada 10 mm.
Apabila tidak digunakan las, spiral harus mempunyai
sambungan lewatan paling sedikit 1,5 kali putaran spiral.

Konstruksi Beton II 69
1.8. Disain Kolom Langsing
Apabila angka kelangsingan kolom melebihi batas kolom
pendek, maka kolom tersebut akan mengalami tekuk
sebelum mencapai keadaan limit kegagalan material.
Regangan pada muka yang tertekan pada beton untuk
beban tekuk akan lebih kecil dari 0,003.

Kolom yang demikian disebut dengan kolom


langsing yang mengalami kombinasi beban
aksial dan momen lentur, berdeformasi
melintang dan mengalami momen tambahan
akibat efek Pn-D, dimana Pn adalah gaya aksial
dan D adalah defleksi kolom tertekuk pada
penampang yang ditinjau.
Konstruksi Beton II 70
Karena adanya efek tekuk pada kolom langsing, maka akan ada
momen tambahan Pn. D, yang memperkecil kapasitas gaya aksial
yang bekerja, dari titik C menjadi titik B pada diagram interaksi
(Gambar 1.10.)

Gambar 1.10. Diagram interaksi perbesaran Gaya P – M

Konstruksi Beton II 71

Anda mungkin juga menyukai