Anda di halaman 1dari 116

SID Embung Limau Kabupaten

Nunukan

B.1.

PEMAHAMAN TERHADAP KERANGKA ACUAN KERJA


Seperti yang tercantum dalam Kerangka Acuan Kerja (KAK)
atau

Term

of

Reference

(TOR),

bahwa

Tim

Pelaksana

Pekerjaan (Konsultan), ditugaskan untuk memberikan Jasa


Konsultansinya dalam Pekerjaan SID

Embung

Limau

Kabupaten Nunukan.
Dalam hal ini Konsultan bertindak dan bertugas sebagai
rekanan dari

Pemerintah

dalam

hal

ini

adalah

Balai

Wilayah Sungai Kalimantan III.


Selama jadwal penugasan ini, Tim Konsultan diharapkan
memberikan jasa konsultasinya secara optimal, baik dalam
pelaksanaan maupun dalam administrasi seperti pelaporan
dan berita acara hasil rapat koordinasi. Selama jadwal
penugasan tersebut,
melaksanakan

Tim

semua

Konsultan

kegiatan

dengan

diharapkan
rasa

penuh

tanggung jawab, menyusun rencana kerja yang efektif dan


efisien, serta secara periodik mengadakan koordinasi dan
konfirmasi dengan pihak pemberi kerja guna pencapaian hasil
yang optimal dan tepat waktu.
Untuk

mencapai

tujuan

tersebut,

maka

perlu

adanya

pemahaman dan penjabaran pengertian terhadap Kerangka


Acuan Kerja (KAK) yang telah diterbitkan oleh Pihak Pemberi
Pekerjaan. Dengan berdasarkan pada KAK, maka Pihak
Konsultan memberikan tanggapannya
penjabaran

dan

sebagai

suatu

pemahaman terhadap Tujuan Pekerjaan,

Lingkup Pekerjaan dan tugas-tugas yang harus dilaksanakan


oleh Konsultan, baik yang bersifat teknis maupun yang
bersifat administrasi.
Usulan Teknis B 1

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
Penjabaran dan tanggapan terhadap KAK bertujuan untuk
menyamakan persepsi dan memantapkan hasil pelaksanaan
pekerjaan. Beberapa hal sebagai Pemahaman Konsultan
terhadap Kerangka Acuan Kerja (KAK), dapat diuraikan
sebagai berikut :
Pihak

Pemberi

kerja

sangat

memperhatikan

bahwa

kehidupan manusia tidak terlepas dari kebutuhan akan air.


Air dipergunakan untuk berbagai keperluan terutama
untuk menjamin kelangsungan hidup manusia, dalam hal
ini yang dimaksud adalah air bersih atau air minum. Air
bersih yang digunakan haruslah memenuhi syarat dalam
segi jumlah maupun mutunya. Karena itu penyediaan air
bersih perlu diusahakan baik oleh pemerintah maupun
masyarakat sendiri.
Pihak Pemberi Kerja juga telah Menyadari ketergantungan
tersebut manusia dituntut untuk selalu dapat menyediakan
air bersih guna dimanfaatkan untuk berbagai keperluan.
Bermacam teknologi dimanfaatkan untuk menghadirkan
air ditengah kehidupan manusia walaupun kondisi alam
yang tidak memungkinkan.
Dengan meningkatnya segala sektor perekonomian seperti
pertumbuhan penduduk, maka harus diimbangi dengan
pembangunan sarana infrastruktur seperti sarana air baku
untuk memenuhi kebutuhan air bersih. Salah satu daerah
yang memiliki potensi tampungan air baku air minum
adalah daerah Sei Limau yang berlokasi di salah satu anak
sungai DAS Kabupaten Nunukan.
Maksud dan tujuan dan lingkup kegiatan yang terdapat
pada

Kerangka Acuan Kerja (KAK) cukup jelas dan

singkat, terarah dan dapat dipahami. Dengan kata lain


Tim Konsultan diharapkan
Embung

Limau

melakukan

studi

dalam

Kabupaten
secara

Pekerjaan
Nunukan

sistematis

dan

SID
dapat

menyeluruh

Usulan Teknis B 2

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
serta dapat memberikan rekomendasi.
Pengajuan tenaga ahli atau personil yang ditugaskan
sesuai dengan kebutuhan telah disiapkan oleh Pihak
Konsultan sesuai dengan ketentuan dan kualifikasi yang
tercantum dalam KAK.
Administrasi dan Pelaporan sebagai produk Konsultan,
seperti yang tercantum dalam Kerangka Acuan Kerja
(KAK)

telah cukup dimengerti dan dipahami oleh pihak

Konsultan.

B.2.

TANGGAPAN TERHADAP KERANGKA ACUAN KERJA


Penjabaran dan tanggapan terhadap KAK bertujuan untuk
menyamakan persepsi dan memantapkan hasil pelaksanaan
pekerjaan. Tanggapan terhadap KAK dapat diuraikan sebagai
berikut :
1. Latar Belakang
Latar belakang yang tertulis dalam KAK, konsultan dapat
memahami kondisi yang ada.
2. Maksud dan Tujuan
Maksud dan Tujuan yang hendak dicapai dapat dipahami
dengan cukup jelas.
3. Dasar Hukum
Dasar hukum yang digunakan sebagai acuan juga sudah
sangat jelas dan cukup dipahami.
4. Keluaran Pekerjaan (Output)
Keluaran pekerjaan juga sudah sangat jelas dan cukup
dipahami.
5. Manfaat (Outcomes)
Manfaat pekerjaan juga sudah sangat jelas dan cukup
dipahami.
6. Organisasi Pelaksana
Menurut Konsultan, nama dan organisasi Pengguna Jasa

Usulan Teknis B 3

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
Layanan Konsultansi sudah sangat jelas.
7. Sumber Pendanaan
Sumber Dana dalam pekerjaan ini adalah DIPA APBN Murni
Tahun Anggaran 2017. Adapun pagu dana pekerjaan ini
adalah sebesar Rp. 1.460.000.000,- (Satu Milyar Empat
Ratus Enam Puluh Juta Rupiah).
8. Lingkup Pekerjaan
Konsultan berpendapat bahwa secara global, item dalam
lingkup pekerjaan tersebut sudah cukup jelas dan dapat
dimengerti.
9. Data dan Fasilitas Penunjang
Konsultan

berpendapat

bahwa

data

dan

fasilitas

penunjang yang disediakan oleh pengguna jasa tersebut


sudah cukup jelas.
10. Waktu Pelaksanaan
Waktu pelaksanaan pekerjaan ini tidak boleh lebih dari 8
(delapan) bulan atau 240 (Dua Ratus Empat Puluh) hari
kalender terhitung dari tanggal penandatanganan kontrak.
11. Tenaga Ahli
Tenaga ahli yang diminta sudah sesuai dan cukup jelas.
Adapun Tenaga ahli terdiri atas :
a. Ketua Tim
b. Ahli Sumber Daya Air
c. Ahli dromekanikal dan Elektrikal
d. Ahli Geoteknik
e. Ahli Geodesi
f. Ahli Sosial Ekonomi
Selain itu pada pelaksanaannya nanti akan dibantu tenaga
sub ahli dan juga tenaga pendukung sebagai berikut :
Tenaga Sub Ahli :
a. Juru Ukur/Surveyor 1 orang
b. Bor Master 1 orang
Tenaga Pendukung :
Usulan Teknis B 4

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
a. Juru Gambar 1 orang
b. Tenaga Lokal Pengukuran 4 orang
c. Tenaga Lokal Pengeboran 2 orang
12. Pelaporan Pekerjaan
Jumlah laporan serta macam laporan dinilai sudah sesuai
dan cukup jelas.
13. Diskusi dan Presentasi
Diskusi dan Presentasi diniliai sudah sesuai dan bisa
diterima.
14. Kewajiban Penyedia Jasa
Konsultan berpendapat bahwa kewajiban penyedia jasa
tersebut sudah cukup jelas.
15. Fasilitas Yang Disediakan Pengguna Jasa
Konsultan

berpendapat

bahwa

fasilitas

yang

harus

disediakan oleh penyedia jasa tersebut sudah cukup jelas.


16. Lokasi Pekerjaan
Kegiatan jasa konsultansi ini harus dilaksanakan di wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Lokasi pekerjaan
berada

di

Kabupaten

Nunukan,

Provinsi

Kalimantan

Utara.
B.3.
B.3.1.

PEMAHAMAN TERHADAP LOKASI STUDI


Kondisi Administrasi dan Geografis
Kabupaten Nunukan yang terletak antara 11533 sampai
dengan 11803 Bujur Timur, 31500 sampai 42425
Lintang Utara, merupakan wilayah paling utara dari Provinsi
Kalimantan Utara. Posisinya yang berada di daerah perbatsan
dengan Negara Malaysia menjadikan Kabupaten Nunukan
sebagai daerah yang strategis untuk peta lalu lintas antar
Negara.
Wilayah Kabupaten Nunukan ini yaitu berbatasan dengan:
Utara

: Sabah Malaysia Timur

Timur

: Laut Sulawesi
Usulan Teknis B 5

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
Selatan

: Kabupaten Bulungan, Kabupaten Malinau

Barat

: Serawak, Malaysia Timur.

Luas wilayah Kabupaten Nunukan adalah 14.247,50 Km 2


terdiri atas 16 kecamatan.

Tabel B. 1.

Luas

Wilayah

menurut

Kecamatan

di Kabupaten Nunukan Tahun 2015

Usulan Teknis B 6

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan

Sumber: Kabupaten Nunukan Dalam Angka 2016

Usulan Teknis B 7

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan

Gambar B. 1.
B.3.2.

Lokasi Pekerjaan

Hidroklimatologi
Kabupaten Nunukan berada di wilayah khatulistiwa yang
memiliki iklim tropis, sehingga mengalami 2 musim yaitu
musim penghujan dan musim kemarau. Suhu udara rerata
adalah 27,8C, suhu udara terendah mencapai 21,6C terjadi
pada bulan Juli, suhu udara tertinggi mencapai 35C pada
bulan Desember. Suhu udara yang cenderung panas itu
dipengaruhi karena topografi Pulau Nunukan yang dikelilingi
laut.
Kabupaten Nunukan memiliki 10 Sungai dan 28 Pulau. Sungai
terpanjang adalah Sungai Sembakung dengan panjang 278
Km, sedangkan Sungai Tabur adalah sungai terpendek hanya
30 Km.
Walaupun mengalami suhu udara yang cukup panas, namun
diimbangi oleh wilayah hutan yang cukup luas. Kelembaban
relative berkisar antara 45,0% sampai dengan 99,0%. Curah
hujan tertinggi 378,9 mm pada bulan September dan 61,6
mm pada bulan November.
Kecepatan angin 5,0 knots, lama penyinaran matahari rerata
65,92% dengan penyinaran terendah 47% pada bulan Juni
dan tertinggi 87% pada bulan April.
Usulan Teknis B 8

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan

Tabel B. 2.

Panjang

dan

Nama

Sungai

menurut Kecamatan di Kabupaten Nunukan


Tahun 2015

Sumber: Kabupaten Nunukan Dalam Angka 2016

Usulan Teknis B 9

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan

Tabel B. 3.

Rata-rata Suhu dan Kelembaban Udara

di Kabupaten Nunukan Tahun 2015

Sumber: Kabupaten Nunukan Dalam Angka 2016

Usulan Teknis B 10

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan

Tabel B. 4.

Rata-rata

Angin,

Lama

Tekanan

Udara,

Penyinaran

Kecepatan

Matahari

di

Kabupaten Nunukan Tahun 2015

Sumber: Kabupaten Nunukan Dalam Angka 2016

Usulan Teknis B 11

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan

Tabel B. 5.

Rata-rata

Curah

Hujan,

Jumlah

Hari

Hujan di Kabupaten Nunukan Tahun 2015

Sumber: Kabupaten Nunukan Dalam Angka 2016

B.3.3.

Geomorfologi
Geomorfologi lokasi studi dapat dibagi menjadi 4 satuan
geomorfologi, yaitu Satuan Perbukitan Bergelombang, Satuan
Lembah Antiklin, Satuan Perbukitan Homoklin dan Satuan
Karst. Stratigrafi daerah penelitian terdiri dari 4 satuan
batuan tidak resmi yang terbentuk sejak Miosen Tengah.
Usulan Teknis B 12

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
Satuan batuan tersebut berurutan dari tua ke muda yaitu
Satuan Batupasir-batulempung yang berumur Miosen Tengah,
Satuan

Batulempung,

Satuan

Batugamping

dan

Satuan

Batupasir- batulempung sisipan batubara yang berumur


Miosen Tengah bagian atas-Miosen Akhir yang menunjukkan
hubungan stratigrafi menjari satu dengan yang lainnya.
Struktur geologi yang berkembang di daerah penelitian
berupa antiklin yang berarah timurlaut-barat daya dengan
kedudukan

sumbu

Batugamping,

lipatan

terdapat

840,
fasies

N520E.

Pada
yang

reef

Satuan
mewakili

lingkungan pengendapan fasies karbonat organic build up,


dan fasies wackestone-packestone yang mewakili lingkungan
pengendapan fasies karbonat shelf lagoon yang merujuk
pada

model

paparan

karbonat

Wilson

(1975).

Proses

Diagenesa yang teramati dalam skala singkapan berupa


pelarutan

yang

membentuk

stalaktit

dan

adanya

vuggy porosity. Sedangkan dalam skala mikroskopis berupa


mikritisasi mikrobial, pelarutan, sementasi dan neomorfisme.
Berdasarkan kenampakan diagenesa, lingkungan diagenesa
batuan karbonat dibagi menjadi 3 yaitu zona marine phreatic,
zona freshwater phreatic, dan zona vadose.
B.3.4.

Kependudukan
Penduduk Kabupaten Nunukan pada Tahun 2015 berjumlah
177.607 jiwa dengan kepadatan penduduk mencapai 12,47
jiwa/km2. Pertumbuhan penduduk terjadi juga merupakan
dampak

keberhasilan

pembangunan

sehingga

minat

pendatang baru untuk tinggal di Kabupaten ini meningkat


pula.
Factor lain yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk
adalah

semakin

lengkapnya

fasilitas

public,

dibukanya

lapangan kerja sector perkebunan, khususnya kelapa sawit


dan pengolahan kayu.
Dari 16 kecamatan yang ada, Kecamatan Sebatik Utara
Usulan Teknis B 13

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
memiliki

keoadatan

tertinggi

yaitu

366,99

jiwa/km 2.

Sedangkan untuk kecamatan lainnya berkisar 1,16 153,78


jiwa/km2.

Tabel B. 3.

Jumlah Penduduk Menurut Jenis

Kelamin dan Kecamatan di Kabupaten


Nunukan Tahun 2015

Usulan Teknis B 14

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan

Sumber: Kabupaten Nunukan Dalam Angka 2016

B.4.
B.4.1.

PENDEKATAN PELAKSANAAN PEKERJAAN


Pendekatan Umum
Agar dapat mendukung proses studi sehingga didapatkan
suatu hasil yang optimal, diusulkan perlu dibuat tata laksana
prosedur yang baik. Dan untuk merealisasikan perlu disusun
"Organisasi, Tata cara pelaksanaan pekerjaan dan lokasi
pelaksanaan pekerjaan"

yaitu

antara

Konsultan

sebagai

pelaksana dan Proyek dalam hal ini sebagai pemberi kerja.


a. Organisasi
Tim Konsultan

yang akan melaksanakan pekerjaan ini


Usulan Teknis B 15

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
adalah PT. Wahana Adya Konsultan.
Konsultan.
Para pelaksana pekerjaan ini terdiri dari para tenaga ahli
dan tenaga pendukung yang telah berpengalaman pada
bidangnya

masing-masing.

Organisasi

Tim

Konsultan

Pelaksana, personalia tenaga ahli yang ditugaskan dalam


pelaksanaan pekerjaan ini.
b. Tata Cara Pelaksanaan
Dengan

menggunakan

Pertimbangan

sifat

dan

jenis

studi, Tim Konsultan dalam melaksanakan pekerjaan ini


akan menerapkan "Sistem Analisis Koordinatif" artinya
dalam menentukan alternatif setiap hasil studi akan
dilakukan pembahasan secara bertingkat berdasarkan
tahapan-tahapan studi. Sehingga setiap tenaga ahli akan
melakukan koordinasi, baik yang menyangkut intern
maupun ekstern dalam sistem alir koordinasi pelaksanaan
yang telah direncanakan.
Ketua Tim, akan selalu melakukan fungsi koordinasi
tersebut baik intern maupun ekstern, sehingga sistem
koordinasi akan dapat berjalan sesuai dengan yang
diharapkan.
Disamping

itu,

Ketua

Tim

berkewajiban

melakukan

koordinasi dalam hal kesimpulan hasil akhir studi dari


beberapa tenaga ahli agar tujuan dan sasaran studi
dapat tercapai dengan baik.
c. Pusat Kegiatan
Dalam upaya dicapainya pelaksanaan pekerjaan yang
efisien, maka kegiatan
akan dipusatkan di
B.4.2.

pelaksanaan

pekerjaan

studi

Kan
Kantor
tor Cabang Malang.

Pendekatan Teknis
Selain dengan menggunakan pendekatan umum dilakukan
pula pendekatan secara teknis yang meliputi :
a) Standard dan Peraturan Teknis
Standard dan peraturan teknis yang dipergunakan tim
Usulan Teknis B 16

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
Konsultan dalam pelaksanaan pekerjaan studi Perencanaan
ini adalah menggunakan standard Kriteria Perencanaan
Irigasi yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Sumber
Daya

Air

dimana

didalam

penerapannya

disesuaikan

dengan keadaan dilapangan. Pedoman-pedoman lain dari


Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat akan
diikuti dan bila memerlukan adanya perubahan, harus
didiskusikan / dibahas bersama serta disetujui secara
tertulis oleh Pemberi Kerja.
b) Lingkup Pekerjaan
Lingkup pekerjaan yang harus dilaksanakan Konsultan
adalah :
1. Kegiatan Persiapan, meliputi :
- Mobilisasi personil, peralatan dan bahan
- Inventarisasi data atau informasi teknis maupun nonteknis

yang

menunjang

pelaksanaan

pekerjaan

desain.
- Peninjauan lapangan (site visit) meliputi bangunan
utama, jalan masuk, areal proyek dalam rangka
penentuan lokasi bangunan penunjang/fasilitas untuk
kegiatan pelaksanaan konstruksi kelak dan hubungan
dengan

pelaksanaan

Pengumpulan

data

pekerjaan
seperti

survei

studi

lapangan.

yang

pernah

dilakukan, peta topografi yang ada, data geologi, dan


lain-lain.
2. Kegiatan Survey, diantaranya adalah :
- Survey Topografi terdiri atas survey pemetaan dan
survey hidrotopografi.
Kegiatan

survey

pengukuran

dengan

pemetaan
alat

ini

ukur

melakukan

yang

berupa

waterpass dan theodolit yang menghasilkan data


pengukuran,

data

pengukuran

ini

dianalisa

Usulan Teknis B 17

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
sehingga menghasilkan koordinat dan elevasi titiktitik yang bisa menghasilkan gambar kontur dari
daerah

yang

di

ukur

pada

lokasi

rencana

sitebeserta bangunan pelengkap.


Kegiatan ini menghasilkan peta situasi dari lokasi
rencana bangunan utama dengan skala 1 : 2.000
dan peta detail rencana bangunan pelengkap
dengan skala 1 : 500. Dalam mengusulkan usulan
teknis penyedia jasa menyebutkan metode apa
yang digunakan untuk kegiatan pemetaan ini.
Sedangkan kegiatan survey hidrotopografi berisikan
informasi data lapangan (primer dan sekunder) dari
kondisi hidrologi dan hidrometri daerah survey,
meliputi : Data iklim dan curah hujan, sistem tata
air yang ada, pengukuran debit air, bekas banjir
yang pernah terjadi, contoh air, hasil pengukuran
salinitas dan pH air, serta analisa perhitungan
hidrologi dan hidrometri.
- Survey geologi dan mektan. Tujuan penelitian dan
penyelidikan mekanika tanah adalah untuk meneliti,
mempelajari

dan

keseimbangan

menyelidiki

dan

perubahan

keadaan
dari

fisik,

tanah,

baik

dengan ataupun tanpa tekanan dan dari hasil drilling


yang dilakukan didapat gambaran mengenai lapisan
bawah

tanah.

digunakan
terhadap

Selain

pula

itu

untuk

kedudukan

hasil

dari

survey

menganalisa
dan

kedalaman

ini

keamanan
pondasi

bangunan.
- Survey social ekonomi Metode yang digunakan pada
survey sosek ini adalah menggunakan Questioner.
3. Kegiatan Perencanaan Teknis, meliputi :
- Mengidentifikasi hasil survey terhadap topografi untuk
Usulan Teknis B 18

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
menentukan site embung. Persyaratan penentuan
yakni secara topografi dicari daerah yang mempunyai
bentang

embung

terpendek

dan

secara

visual

mempunyai daya dukung pondasi yang kuat. Dengan


tidak mengenyampingkan volume genangan yang ada
dimana volume tersebut sebagai bagian utama fungsi
pengendali banjir.
- Perlu dibuatkan beberapa alternatif terhadap posisi
rencana site embung berdasarkan variable data yang
dimiliki.
- Setelah penentuan site embung maka dilakukan
pengukuran situasi detail di lokasi embung yang
nantinya akan menjadi dasar dalam perencanaan
tubuh embung berikut bangunan pelengkapnya.
- Mengukur luasan daerah genangan yang akan terjadi
terhadap hasil pengukuran topografi sehingga dapat
diketahui batasan genangan dan rencana daerah
greenbelt embung.
B.5.
B.5.1.

METODE PELAKSANAAN
Umum
Konsultan telah mempelajari dengan seksama Kerangka
Acuan Tugas (TOR), macam pekerjaan jasa konsultansi yang
harus ditangani tim Konsultan secara umum adalah yaitu
melaksanakan Pekerjaan. Dalam usaha mendapatkan hasil
pekerjaan analisis yang maksimal dengan biaya pelaksanaan
yang seringan mungkin, dan hasil yang sebaik-baiknya
diperlukan metoda pelaksanaan pekerjaan yang mantap.
Untuk

itu

Konsultan

perlu

penunjang yang harus


penunjang
memperoleh

dan
hasil

menggaris

terpenuhi,

bawahi
berupa

sarana komputerisasi
yang

akurat

sarana
data
sehingga

dan cepat dengan resiko

Usulan Teknis B 19

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
kesalahan yang relatif kecil.
B.5.2. Metode Pelaksanaan Pekerjaan
Dalam melaksanakan
pekerjaan

Persiapan,

pekerjaan

analisis ini

Pengukuran

dan

baik

untuk

Perencanaan,

diperlukan metoda pelaksanaan yang baik dan terarah.


Adapun tahap pekerjaan atau langkah-langkah Konsultan
untuk pelaksanaan pekerjaan tersebut diterangkan pada
paragrap berikut ini :
B.5.2.1. Kegiatan Persiapan
Pekerjaan persiapan merupakan kegiatan awal sebelum tim
memulai

kegiatan

utama, diantaranya melakukan

inventarisasi yang terdiri dari :


-

Mobilisasi personil, peralatan dan bahan.

Penyusunan Tim dan Membuat Jadwal Pelaksanaan Studi

Inventarisasi data atau informasi teknis maupun nonteknis yang menunjang pelaksanaan pekerjaan desain.
Data data sekunder ini meliputi :
a. Data kegiatan terdahulu.
b. Peta daerah kerja dan sekitarnya yang masih terkait.
c. Peta

land

use,

peta

atau

hasil

Survai topografi

dan atau wilayah geografi terdahulu.


d. Peta quickbird

high

resolution

lengkap dengan

data SRTM atau yang setara.


e. Mengumpulkan data

hidroklimatologi (curah hujan,

suhu, kelembaban, kecepatan angin, lama penyinaran)


dan data pelengkap hidrometri (muka air, debit, laju
sedimentasi) 10 tahun terakhir.
f.

Mengumpulkan

data

kuantitatif

banjir/genangan

yang pernah terjadi di hilir rencana embung.


g. Mengumpulkan Data Geologi Regional maupun peta
geologi regional.
h.

Mengumpulkan laporan-laporan hasil studi bidang ke


Usulan Teknis B 20

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
PU- an yang berkaitan dengan permasalahan banjir
dan pengembangan sumber daya air.
i.

Mengumpulkan

data

dan

informasi

tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten, Kota dan


Propinsi.
j.

Mengumpulkan data demografi di DAS Nunukan antara


lain melakukan
saja yang akan

identifikasi

dan

inventarisasi

apa

terkena genangan (hutan, jalan,

rumah, kebun, sawah, dll.).


Peninjauan lapangan (site visit) meliputi bangunan utama,

jalan masuk, areal proyek dalam rangka penentuan lokasi


bangunan penunjang/fasilitas untuk kegiatan pelaksanaan
konstruksi kelak dan hubungan dengan pelaksanaan
pekerjaan survey lapangan.
B.5.2.2. Kegiatan Survey
1. Survey Topografi.
Survai

topografi

di

sini

merupakan

suatu

kegiatan

pengukuran topografi situasi pada lokasi yang terpilih


sebagai as Embung dan telah mendapatkan persetujuan
dari direksi pekerjaan. Pengukuran dan Pemetaan situasi
dengan skala 1 : 2000 untuk peta situasi rencana daerah
genangan dan 1 : 1000 untuk peta situasi detail adalah
untuk keperluan perencanaan teknis. Peta tersebut harus
memuat data ketinggian planimeter dan keadaan topografi
secara rinci dengan benar dan jelas. Survai topografi
terhadap rencana Embung/embung meliputi lokasi as
Embung, bangunan pelengkap (jalan masuk/access road,
bangunan pelimpah/spillway, bangunan pengelak/diversion
works channel/tunnel, daerah genangan, dan lain-lain),
yang terdiri dari :

Pengukuran topografi situasi Embung


1) Alat ukur yang digunakan adalah Theodolit tipe Wild
T-0 atau yang sederajat.
Usulan Teknis B 21

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
2) Sebelum dilakukan pengukuran situasi, alat ukur
Theodolit harus

dilakukan

pengecekan

bersama-

sama dengan Direksi terlebih dahulu dan disetujui.


3) Metodologi pengukuran adalah Tachimetri.
4) Posisi titik detail ditentukan oleh sudut dan jarak.
5) Pengukuran dilakukan pada setiap perubahan bentuk
permukaan.
6) Semua kenampaan yang ada baik alami maupun
buatan

manusia

harus

diukur

(seperti

jaringan

irigasi, drainase, jalan, bangunan, dll).


7) Pengukuran harus diikat pada titik poligon.
Pengukuran daerah genangan
Pengukuran dan pemetaan situasi sungai 500 meter ke
arah hilir dan 1500 meter ke arah hulu as Embung
termasuk

pula

rencana

jalan

masuk/access

road,

panjang pengukuran dimulai dari rencana as Embung


yang

telah

mendapatkan

persetujuan

dari

direksi

pekerjaan. Pengukuran setempat (site Survai) dilakukan


untuk pemetaan pada bagian bangunan yang diperlukan
baik bangunan baru maupun bangunan yang diperbaiki.
1) Alat ukur yang digunakan adalah Theodolit Wild T-2
atau yang sederajat.
2) Sebelum digunakan, alat ukur terlebih dulu dichek
dan mendapat rekomendasi dari Direksi Pekerjaan.
3) Setiap bentuk perubahan bangunan harus diukur
sampai

pada

titik

detail

terkecil,

karena

akan

digambarkan pada skala 1 : 100


4) Untuk bangunan yang kondisinya masih baik, cukup
dilakukan pengukuran setempat dengan mengadakan
pengukuran sungai sepanjang 100 meter ke hulu dan
100 meter ke hilir dengan jarak antar patok 25 meter.
5) Untuk bangunan yang mempunyai masalah over
topping, piping, scouring dan degradasi pada bagian
Usulan Teknis B 22

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
hilirnya

perlu

dilakukan

pengukuran

sungai

sepanjang 500 meter ke hulu dan 500 meter ke hilir


dengan jarak antar patok 50 meter.
6) Pengukuran

ketinggian

(elevasi)

dilakukan

pada

bagian-bagian bangunan yang dipandang perlu.


7) Pengukuran

tambahan

harus

dilakukan

pada

bangunan yang hendak diperbaiki dengan detail


secukupnya

guna

memperlihatkan

pekerjaan

perbaikan tersebut pada gambar.


8) Elevasi sawah / daerah irigasi tertinggi yang harus
diairi juga diukur termasuk daerah pemukiman.
Dalam hal ini harus disajikan daftar peil daerah
tertinggi.
9) Pengukuran lapangan (site Survai) secara lengkap
harus dilakukan pada lokasi baru yang diusulkan.
10) Ketentuan-ketentuan

dalam

pengukuran

harus

mengikuti Standar Perencanaan Irigasi.


Pengukuran

penampang

memanjang

dan

melintang

rencana as Embung
Mengukur dan menyipat datar tampang memanjang dan
melintang dari :
1)

Sungai, jalan masuk, Saluran induk dan sekunder

2)

Saluran suplesi yang dikelola Bidang Pengairan

3)

Saluran pembuang yang dikelola Bidang Pengairan

4) Saluran pembuang alam, sungai dan lain-lain yang


perlu diperbaiki.
Pengukuran

penampang

melintang

pada

as

Embung dengan jarak (20 25) m dengan lebar


penampang bervariasi dari 50 m sampai 500 m
sesuai dengan kebutuhan.
Pemasangan patok tanda (Bench Mark/BM 10 buah dan
atau Check Point/CP 10 buah sebagai titik kontrol
kerangka dasar peta. Adapun tata caranya sebagai
Usulan Teknis B 23

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
berikut :
1. BM baru dipasang jika BM yang ada tidak memenuhi
syarat kerapatan per satu BM untuk 200 Ha skala
peta 1:5.000 dan 100 Ha skala 1:2.000.
2. Sistem penomoran BM harus seragam dan berurutan
dengan nomor yang sudah ada dan harus mendapat
persetujuan Direksi Pekerjaan.
3. Setiap BM baru/lama harus dibuat deskripsinya,
dilengkapi foto sebelum dan sesudah pemasangan
BM,

menghadap

ke

depan,

nomenklatur

harus

tampak jelas.
4. Ukuran bentuk dan tipe Bench Mark yang dipasang
harus mengikuti Standar Perencanaan Irigasi.
5. BM yang dipasang harus diukur koordinatnya (x, y,
z) dengan sistem ketelitian yang sama dengan BM
yang sudah ada.
6. Pemasangan BM dalam butir (a s/d e) ini harus
disesuaikan dengan kegiatan B butir (2).
7.

Agar dijelaskan pengikatan BM dengan titik tetap


yang telah ada, misalnya dengan triangulasi No.....
dengan x, y, z nya.

8. Memasang BM baru tiap jarak 1 Km bila pada trace


saluran belum pernah dipasang BM.
9. Mengganti/memasang BM baru bila BM yang lama
sudah tidak memenuhi syarat lagi atau rusak.
10.

Untuk

bangunan-bangunan

bangunan sadap,

bangunan

penting

bagi

agar

seperti
dipasang

CP bila di tempat tersebut tidak ada titik ikat.


11. Titik Referensi dan Proyeksi yang dipakai harus sama
dengan

titik

referensi

pengukuran

standard

(maximum 5 Km adalah panjang pengikatan). Jika


tidak ada titik referensi, maka dapat dipakai titik
referensi lokal dengan persetujuan Direksi Pekerjaan.
Usulan Teknis B 24

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
Hasil

pengukuran

harus

menggambarkan

keadaan

topografi yang akan digunakan untuk menentukan halhal sebagai berikut :


Luas genangan
Volume tampungan
Perencanaan struktur bangunan Embung
Rencana pembebasan lahan (jika ada), dll.
Output dari kegiatan ini :
Peta Topografi
Layout peta dalam format .shp
Pengukuran Hidrometri
Pengukuran hidrometri dilakukan dengan menggunakan
alat current meter, meteran, balok ukur. Current meter
digunakan untuk menghitung kecepatan arus aliran di
sungai,

sedangkan

mengukur

dimensi

meteran
sungai

dan

balok

pada

ukur

titik,

untuk

sekaligus

pengambilan sampling air untuk diuji lab kualitas air.


2. Investigasi Geologi dan Soil Investigasi

Penyelidikan Geologi dilaksanakan dengan maksud untuk


mengetahui

lapisan

tanah,

kondisi

geologi,

aspek

geoteknik rencana lokasi site Embung dan bangunan


pelengkap lainnya. Adapun tujuan penyelidikan tersebut
adalah untuk memperoleh data-data mengenai sifat-sifat
fisik dan teknis dari lapisan tanah/batuan dasar yang
terdapat

di lokasi penyelidikan untuk menunjang

perencanaan.

Secara

umum

pekerjaan

penyelidikan

geologi ini terbagai atas 3 bagian yaitu :


1. Uraian Pekerjaan lapangan :
-

Mobilisasi, Demobilisasi Tenaga dan Peralatan

Pekerjaan Bor Inti


Pelaksanaan

bor

inti

dilakukan

untuk

mendapat

deskripsi lapisan tanah di lokasi rencana as Embung.


Usulan Teknis B 25

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
Jumlah titik bor yang dilakukan adalah sebanyak

titik yang tersebar di rencana as Embung, lokasi


spillway

dan

lokasi

diversion

channel.

Total

kedalaman pengeboran 80 meter. Mesin bor yang


digunakan untuk pelaksanaan bor inti ini diisyaratkan
dengan kapasitas mesin di atas 50 PK.
Berikut adalah kegiatan pemboran inti :
a) Pemboran yang disyaratkan untuk penyelidikan
geologi

teknik

adalah

pemborandengan

cara

Pemboran Inti Bermesin (Rotary Core Drilling).


b) Lokasi

pengeboran

kebutuhan

dengan

disesuaikan

kondisi

dengan

lapangan

dengan

total kedalaman 100 meter.


c) Bor yang akan digunakan adalah bor ukuran "NX"
berdasarkan

DCDMA

(Diamond

Core

Drilling

Manufactures Association) dengan :


- Diameter teras (core) 54,7 mm
- Diameter lubang
d) Tabung

penginti

75,7 mm
yang

digunakan

disyaratkan

tabung penginti rangkap (double tube core barrel)


atau untuk hal-hal khusus dapat dipergunakan
tabung penginti rangkap tiga (tripple tube core
barrel)
e) Mata

bor

yang

dipakai

tergantung

keadaan

batuannya (mata bor tungsten atau mata bor


intan)
f)

Pembuatan

lubang

bor dilakukan

untuk

memperoleh contoh dan inti. Pusaran air lumpur


tidak

boleh

berlangsung,

terjadi
agar

selama

dinding

lubang

pemboran
bor

tidak

runtuh.
g) Pada
dipakai

waktu

membor

reaming

formasi

shell

batuan

guna

harus

mencegah

Usulan Teknis B 26

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
menyempitnya diameter lubang.
h) Bahan yang dianggap sebagai contoh inti hanya
yang diambil dan tabung penginti saja, selain itu
tidak boleh. Untuk itu harus digunakan "metode
pemboran kering". Pada formasi batuan harus
diambil formasi menerus (continous core).
i)

Setiap kali pemboran selesai, lubang bor harus


ditandai dan tanda ini harus diplot pada gambar.

j)

Konsultan harus mengukur lokasi dan elevasi


lubang bor yang telah selesai. BM dan koordinatkoordinat serta elevasinya akan ditunjukkan oleh
Direksi Pekerjaan.

k) Apabila pada lapisan tanah liat.yang lembek atau


batuan yang mudah longsor sehinnga dinding
lubang bor tersebut selalu runtuh, disarankan
agar digunakan pipa lindung (casing), sehingga
jenis tanah tersebut dapat diambil.
l)

Pada lapisan keras yang sulit ditembus alat bor,


misalnya dijumpai bongkahan batu, maka harus
diadakan pemboran ulang pada jarak 1-3 meter
di sisi lokasi pemboran pertama.

Pekerjaan sondir
Pekerjaan
daya

sondir

dukung

dilaksanakan

dan

lekatan

untuk

tanah

mengetahui

yang

terjadi.

Pengujian dilakukan sesuai Specification by American


Society for Testing and Materials (ASTM) Standards
D 344186. Sondir dilakukan sebanyak 4 titik yang
tersebar di rencana as Embung, lokasi spillway dan
lokasi diversion channel. Mesin penekan dipasang
dengan

arah

tegak

lurus.

Kecepatan

penetrasi

masuk antara 10-20 mm/detik dipertahankan untuk


mendekatkan

data

perlawanan

konus.

Ujung

penetrometer dimajukan ke kedalaman yang dalam


Usulan Teknis B 27

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
diberi tekanan secukupnya untuk mendorong ujung
penetrometer. Nilai perlawanan konus pada suatu titik
diperoleh ketika stang dalam keadaan bergerak ke
bawah sedangkan stang luar dalam posisi diam.
Penekanan

dilakukan

pada

stang

luar

untuk

memajukan ujungnya sampai kedalaman pengujian


berkutnya. Dengan mengulangi prosedur ini secara
menerus maka nilai perlawanan konus pada setiap
pertambahan kedalaman diperoleh, laju pertambahan
kedalaman

dibuat

tidak

melebihi

20.

Dengan

menggunakan penetrometer yang sama, penekanan


dilakukan

pada

stang

dalam,

sehingga nilai dua

perlawanan konus diperoleh. Nilai perlawanan konus


yang

pertama

kemajuan.

diperoleh

Bila

bagian

pada tahap
bawah

awal

ujung terjadi

perlawanan maka akan menggeser mantel konus,


Pengukuran

konus

adalah

untuk mendapatkan

jumlah nilai dan konus di bawah dengan mantel.


Hasil

pengurangan

merupakan

nilai

antara

hambatan

keduanya
lekat.

Setiap

adalah
hasil

pengujian dilaporkan dalam bentuk grafik tekanan


konus dan tahanan tanah (lekatan) seiring dengan
kedalamannya.
-

Standar Penetration Test (SPT)


Pengujian

yang

kepadatan

dan

digunakan

untuk

menentukan

konsistensitanah/batuan

secara

dinamis di tempat (insitu) atau untuk mendapatkan


gambaran

keadaan

kekuatan

geser

jenis

tanah

langsung di lapangan. SPT dilakukan sebanyak 4


pengujian.
Umum

Tes penetrasi

standar

dilakukan

untuk

memperoleh "harga-N" dan contoh terganggu


Usulan Teknis B 28

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
yang representative dari lapisan tanah.

Harga

dipakai

untuk

membuat

perkiraan

kondisi lapisan tanah bawah sehubungan dengan


daya dukung untuk perhitungan perencanaan
pondasi.

Harga N didefinisikan sebagai jumlah pukulan


dengan palu seberat 63,3 kg yang jatuh bebas
dari ketinggian 75 cm, untuk memasukkan alat
pengambilan contoh sedalam 30 cm ke dalam
tanah.

Tes dilakukan dengan interval kedalaman 2 meter


dan/atau di tiap-tiap penggantian bahan pada
lapisan tanah.

Peralatan Yang Digunakan

Drive Hammer Assembly

Palu : seberat 63,5 kg, Pipa pemandu : panjahg


secukupnya untuk memungkinkan palu jatuh
bebas

dari

ketingglan

75

cm,

Topi

lindung

(knocking head). Tali kawat, dsb.

Batang Bor

Diameter: 40,5 mm atau 42 mm.

Alat Pengambil Contoh Split Spoon

Diameter luar : 2" dan diameter dalam 1 3/8"

Lain-lain

Alat pengambil contoh transparan yang kedap


udara, lembar data, dll.

Tata Cara Pengukuran

Setelah pemboran mencapai kedalaman yang


direncanakan,

lubang

bor

harus

dibersihkan

hingga ke dasarnya dengan mata bor, atau alatalat lainnya untuk menjamin agar

tanah yang

akan dites tidak terganggu.


Usulan Teknis B 29

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan

Alat

pengambil

contoh

(bersih

dan

sedikit

dilumasi) dipasang pada batang bor dan semua


sambungan hams kuat. Alat pengambil contoh
diturunkan ke dasar lubang, dan topi lindung,
pipa

pemandu

dipasang

di

bagian

atas

batang bor.

Kemudian palu dijatuhkan pada topi lindung


sampai alat pengambil contoh masuk sedalam 15
cm ke dalam tanah sebagai pancangan posisi
awal (seating drive). Tinggi jatuh palu tidak boleh
lebih dari 75 cm.

Setelah itu, dimulai pancangan uji (testing drive).


Jumlah pukulan (tinggi jatuh 75 cm, dan berat
palu 63,5 kg) dan kedalaman penetrasi untuk
tiap pukulan harus diukur dan dicatat. Pengujian
harus diteruskan sampai alat pengambil contoh
masuk 30 cm ke dalam tanah, atau sampai
jumlah pukulan mencapai 50 kali, jika kedalaman
penetrasi masih belum mencapai 30 cm.

Pada pancangan posisi awal, jika jumlah pukulan


yang dijatuhkan kurang dari 75 cm lebih dari 8
kali

untuk

pancangan

penetrasi
posisi

awal

cm
ini

pertama,
harus

maka

diteruskan

sampai pancangan uji hingga jumlah pukulan


mencapai 50 kali.

"Keadaan jatuh bebas" dari ketinggian 75 cm,


harus dilakukan dengan hati-hati. Batang bor di
atas lubang bor harus dipegangi dalam posisi
vertikal untuk mencegah perpindahan energi
akibat tekukan dan sebagainya.

Setelah

pengujian

selesai,

alat

pengambilan

contoh harus dikeluarkan dari lubang bor dan


dibuka. Kemudian contoh yang diambil harus
Usulan Teknis B 30

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
dimasukkan ke dalam peti contoh kedap udara
dan disegel. Pada peti itu ditempelkan label yang
berisi nomor, tanggal tes, kedalaman contoh,
klasifikasi tanah dan jumlah pukulan/kedalaman
penetrasi.

Hasil-hasil

pengujian

dan

contoh

harus

iserahkan kepada Direksi Pekerjaan.

Metode penyelidikan harus mengikuti standar


prosedur:
ASTM,D 1586-67
AASHO, T 206-70
BS,1377 JIS,A 1219-1968

Kotak

contoh

batuan/tanah

dan

photo

berwarna contoh bantuan (core box and colour


photo).

Kotak

prinsipnya

contoh
bertujuan

batuan
untuk

pada

penyimpanan

contoh batuan/tanah agar tidak terganggu, rusak


dan hancur hingga sewaktu-waktu diadakan
penelitian

ulang

tersebut

contoh

masih

bisa

batuan/tanah

didiskripsi

dan

dipergunakan semestinya.
2. Pekerjaan Laboratorium
Pada contoh-contoh tanah yang terambil, baik tanah asli
maupun

contoh

tanah

terganggu

akan

dilakukan

beberapa macam percobaan dilaboratorium, sehingga


data parameter dan sifat-sifat tanahnya dapat diketahui
jenis dan macam-macam percobaan yang dilakukan
adalah sebagai berikut :
- Natural Moisture Content
- Atterberg Limit
- Grain size & Hydrometer
- Spesifix Gravity
Usulan Teknis B 31

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
- Bulk Density & Dry Density
a. Index Properties
o Natural Moisture Content
o Atterberg Limit
o Grain size & Hydrometer
o Spesifix Gravity
o Bulk Density & Dry Density
b. Engineering Properties
o - Unconfined Compression Test
o - Triaxial
o - Consolidation Test
o - Permeability Test
o - Sand Filter Laboratory Test
o - Fine Aggregate Lab Test
o - Coarse Aggregate
Pengujian Laboratorium masing-masing
dilaksanakan 4 (empat) sampel.
3. Penyelidikan Geologi Permukaan
Pokok pokok pekerjaan :
a.

Pemetaan geologi permukaan regional

b.

Pemetaan geologi daerah pekerjaan

Uraian pekerjaan :
-

Pemetaan geologi pada lokasi as dilakukan pada


peta dasar hasil pengukuran situasi dengan skala
1 : 2000 atau 1 : 1000.

Pemetaan
aspek

geologi

geomorfologi,

harus

mencakup

litologi,

aspek-

stratigrafi

dan

struktur geologi dengan penekanan terhadap


informasi geologiteknik untuk Embung, seperti
keterkaitannya data tentang ketebalan tanah
penutup, kemungkinan adanya bocoran, daya
dukung

pondasi,

kemungkinan

terjadinya

Usulan Teknis B 32

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
longsoran, data geohidrologi seperti rembesan,
mata air, muka air tanah, dsb.
3. Survey Sosial Ekonomi
a.

Pengumpulan

data

sosial

ekonomi

penduduk

di

sekitar lokasi rencana pekerjaan melalui Quisioner.


b.

Identifikasi permasalahan sosial yang ada.

c.

Inventarisasi kepemilikan dan status tanah/lahan.

d.

Pelaksanaan Survai sosial, ekonomi dan budaya.

e.

Identifikasi

permasalahan

yang

mungkin

timbul

dengan adanya pekerjaan pembangunan Embung.


B.5.2.3. Analisa Hidrologi
Cakupan dalam analisis hidrologi ini tak terkecuali dengan
analisa kondisi DAS, Keadaan Aliran, Kualitas Air, Tataguna
Lahan, Pemanfaatan Sumber Daya Air.
A. Analisa Hidrologi dan Neraca Air
Menghitung

ketersediaan

menggunakan

metode

air

(dependable

yang

sesuai

flow)
dengan

ketersediaan data maupun karakteristik daerah studi,


dikoreksi dengan hasil pengamatan/ survai hidrologi.
Membuat grafik hubungan antara H (tinggi muka air)
dengan Q (debit) yaitu berupa rating curve dari hasil
survai hidrologi.
Membuat

grafik

hubungan

antara

luas

genangan

dengan kapasitas embung (area-capacity curve).


Menghitung dan menganalisa kebutuhan air untuk
irigasi, air baku, kemampuan pengendalian banjir, dan
kemungkinan untuk pembangkit tenaga listrik. Hal ini
dilakukan dengan kajian simulasi embung.
Menghitung dan menganalisa debit banjir rancangan
(design

flood)

dengan

kala

ulang

sesuai

dengan

kebutuhan desain dan menghitung reduksi banjirnya.


Analisa keseimbangan air (water balance).
Menghitung

dan

menganalisa

sediment

transport,

Usulan Teknis B 33

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
dikoreksi dengan hasil pengamatan angkutan sedimen.
Penelusuran banjir (flood routing) lewat embung dan
pelimpah.
Analisa Hidrologi
Analisa

hidrologi

diperlukan

kapasitas

embung

dengan

berubah,

apakah

embung

untuk
kondisi

mereview
hujan

tersebut

kembali

yang

masih

telah

mampu

menerima debit rencana ataukah tidak. Dalam menentukan


besar debit rancangan , dibutuhkan data hujan dan data
DAS.
Analisa hidrologi adalah melakukan analisa hidroklimatologi
dengan teknis analisa secara kuantitatif yang mengacu
pada berbagai metode yang relevan dengan Standar
Nasional Indonesia yang berlaku.
a.) Data Hujan
Untuk perhitungan hidrologi daerah aliran sungai,
diperlukan perhitungan hujan rata-rata. Karena pada
perhitungan

hujan

rata-rata,

hujan

yang

terjadi

distribusinya dianggap merata pada suatu daerah aliran


sungai. Ada beberapa metode dalam menentukan hujan
rata-rata daerah aliran sungai, diantaranya :
- Metode Arithmatik, baik digunakan untuk daerah
datar dan penyebaran stasiun hujannya merata.
- Metode Poligon Thiessen, baik digunakan untuk
daerah yang stasiun hujannya tidak merata.
- Metode

Isohiet,

baik

digunakan

untuk

daerah

pegunungan.
(Sumber

Aplikasi

Hidrologi,

Dr.

Ir.

Nugroho

Hadisusanto, Dipl. H, hal. 17-18).


Untuk perhitungan hujan rerata, diperlukan data-data
sebagai berikut :

Hujan Rerata Bulanan

Hujan Rerata Tahunan


Usulan Teknis B 34

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan

Hari Hujan Tahunan

Hujan Maksimum Tahunan

b.) Analisa Data Hujan

1. Uji Statistik Terhadap Kondisi Data Hujan


Sebelum dilakukan analisa hidrologi maka data
hujan yang diperoleh perlu dilakukan uji untuk
mengetahui validitas dari data tersebut. Menurut
CD Soemarto (1987) data yang akan digunakan
dalam analisa hidrologi harus bersifat acak, tidak
mempunyai

trend

dan

homogen.

Sedangkan

menurut Soewarno (1995) data hidrologi yang akan


digunakan harus bersifat konsisten dan homogen.
Untuk menguji data hujan yang akan digunakan
dalam analisa selanjutnya, konsultan melakukan uji
sebagai berikut :
Uji Konsistensi
Ketiadaan Trend
Uji Stasioner
Uji Persistensi
Uji Kecukupan Data
2. Perpanjangan Data Hujan
Perhitungan

perpanjangan

data

menggunakan

proses Markov dengan menggunakan model autoregresif tahunan. Model yang paling sederhana
adalah model Markov-Chain, yang dapat dirumuskan
sebagai berikut :

Xi =

Data hujan harian tahun ke t

Xi-1 =

Data hujan harian tahun ke t-1

Data

hujan

rata

rata

dari

tahun

pengamatan
S

Deviasi standar dari pengamatan

Koefisien Markov-Chain
Usulan Teknis B 35

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
t

Varian acak (Bilangan Acak)

3. Analisa Frekuensi Untuk Menentukan Hujan Rencana

Curah Hujan Maksimum


Untuk melakukan perhitungan hujan rancangan
maka diperlukan data curah hujan maksimum
pada tiap tia lokasi stasiun hujan, data curah
hujan maksimum yang diperoleh akan dikalikan
dengan koefisien Thiessen masing masing lokasi
stasiun.

Curah Hujan Rancangan


Curah hujan rancangan adalah curah hujan
terbesar tahunan dengan suatu kemungkinan
disamai atau dilampaui, atau hujan yang terjadi
akan disamai atau dilampaui pada periode ulang
tertentu.

Metode

analisis

hujan

rancangan

tersebut pemilihannya sangat tergantung dari


kesesuaian parameter statistik dari data yang
bersangkutan,

atau

dipilih

berdasarkan

pertimbangan teknis-teknis lainnya. Curah hujan


rancangan

dihitung

berdasarkan

analisis

Probabilitas Frekuensi dengan mengacu pada SK


SNI

M-18-1989

tentang

Metode

Perhitungan

debit banjir. Metode perhitungan curah hujan


rancangan

yang

digunakan

dijelaskan

pada

masing-masing sub bab di bawah ini.


1. Metode EJ Gumbel Type I
Metode E.J. Gumbel Type I dengan persamaan
sebagai berikut :
X
Xr

= Xr + K.Sx
1
n
Xi
n 1

Sx

X 2 Xr 1 X i
n

n 1

Usulan Teknis B 36

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
K

Yt Yn
Sn

dengan :
X

= Variate

yang

diekstrapolasikan,

yaitu

besarnya curah hujan rancangan untuk


periode ulang pada T tahun.
Xr = Harga rerata dari data
Sx = Standart deviasi
K

= Faktor frekuensi yang merupakan fungsi


dari periode ulang

YT = Reduced variate sebagai fungsi periode


ulang T
= - Ln [ - Ln (T - 1)/T]
Yn = Reduced

mean

sebagai

fungsi

dari

banyaknya data n
Sn = Reduced standart deviasi sebagai fungsi
dari banyaknya data n
T

= Kala ulang (tahun)

Dengan

mensubstitusikan

ketiga

persamaan

diatas diperoleh :
XT= X+ ((YT-Yn))/Sn.Sx
Jika :
(1/a) = (Sx/Sn)
b

= X - (Sx/Sn)Yn

Persamaan diatas menjadi :


XT = b + (1/a). YT
Dengan :
XT = Debit banjir dengan kala ulang T tahun
YT = Reduced variate
2. Metode Log Pearson Type III
Distribusi

Log

Pearson

tipe

III

banyak

digunakan dalam analisis hidrologi, terutama


dalam analisis data maksimum (banjir) dan
Usulan Teknis B 37

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
minimum

(debit

minimum)

dengan

nilai

ekstrem. (Soewarno, Hidrologi, Hal 141).


Nilai rerata :
LogX

Logx
n

Atau dengan cara :


SLogX

Cs

( LogX LogX )

n 1

n ( LogX LogX ) 3
(n 1)(n 2)( SLogX ) 3

nilai X bagi setiap probabilitas dihitung dari


persamaan:
LogX LogX k (SLogX )

Distribusi frekuensi kumulatip akan tergambar


sebagai garis lurus pada kertas log-normal jika
koefisien asimetri Cs = 0.
Distribusi Log Pearson Type III merupakan salah
satu dari kumpulan distribusi yang diusulkan
oleh

Pearson.

Tidak

terdapat

alasan-alasan

secara teoritis mengenai pemakaian distribusi ini


pada analisis data hidrologi.
Dari

kedua

metode

tersebut

kemudian

diverifikasi dengan metode kesesuaian distribusi


dan

metode

verifikasi

lainnya

sehingga

didapatkan metode yang memenuhi syarat.

Pemeriksaan Uji Kesesuaian Distribusi Frekuensi


Pemeriksaan uji kesesuaian distribusi frekuensi
dilakukan dengan menggunakan 2 (dua) metode,
yaitu Metode Smirnov-Kolmogorov dan Metode
Chi Square.
1. Metode Smirnov-Kolmogorof
Pemerikasaan uji kesesuaian ini dimaksudkan
Usulan Teknis B 38

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
untuk mengetahui suatu kebenaran hipotesa
distribusi frekuensi. Dengan pemeriksaan uji
ini akan diketahui beberapa hal, seperti :
- Kebenaran antara hasil pengamatan dengan
model distribusi yang diharapkan atau yang
diperoleh secara teoritis
- Kebenaran hipotesa, diterima atau ditolak
Hipotesa

suatu

rancangan

awal

adalah

merupakan perumusan sementara mengenai


sesuatu

hal

menjelaskan

yang
hal

dibuat

itu

dan

diperlukan

untuk
adanya

penyelidikan.
Untuk mengadakan pemerikasaan uji tersebut
terlebih dulu harus diadakan plotting data dari
hasil pengamatan di kertas probabilitas dan
garis

durasi

yang

sesuai.

Plotting

data

pengamatan dan garis durasi pada kertas


probabilitas

tersebut

dilakukan

dengan

tahapan sebagai berikut :


a. Data curah hujan maksimum harian rerata
tiap tahun disusun dari besar ke kecil,
b. Probabilitas dihitung dengan persamaan
Weibull sebagai berikut :
P

(100 m)/(n+1)(%)

dengan :
P = Probabilitas (%)
m = nomor urut data dari seri yang telah
disusun
n = banyaknya data
c. Plot data hujan Xi dan probabilitas
d. Plot persamaan analisis frekuensi yang
sesuai.
2. Metode Chi Square

Usulan Teknis B 39

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
Berdasarkan
(sebaran)

metode

Chi-Square,

ini

dari

dengan

distribusi
penjabaran

seperlunya dapat diturunkan:


X

dengan :
X

= Harga Chi-Square

Ef

= Frekuensi (banyaknya pengamatan)


yang

diharapkan,

sesuai

dengan

pembagian kelasnya
Of

= Frekuensi yang terbaca pada kelas


yang sama

Persamaan derajat kebebasan adalah:


DK

= K - (P + 1)

dengan :
DK

= Derajat kebebasan

= Banyaknya kelas

= Banyaknya keterikatan atau sama


dengan banyaknya parameter, yang
untuk

sebaran

Chi-Square

adalah

sama dengan 2 (dua).


Dalam

hal

ini,

disarankan

pula

agar

banyaknya kelas tidak kurang dari lima dan


frekuensi absolut tidak kurang dari lima pula.
Apabila ada kelas yang frekuensinya kurang
dari

lima,

maka

dapat

dilakukan

penggabungan dengan kelas yang lainnya.


4. Analisa Hujan Andalan
Hujan andalan adalah analisa hujan rencana yang
digunakan untuk keperluan analisa debit andalan.
Jika

analisa

hujan

rencana

untuk

keperluan

perhitungan debit banjir rancangan menggunakan


data

hujan maksimum, maka

untuk

keperluan

Usulan Teknis B 40

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
perhitungan analisa debit andalan digunakan data
hujan andalan dari data hujan rerata periode.
5. Analisa Debit
- Debit Banjir Rencana
Metode

Hidrograf

Satuan

Sintetik

(HSS)

Nakayasu
Verifikasi dilakukan dengan menganalisis volume
air yang diterima oleh keseluruhan DAS dengan
memperhitungan hujan satuan yang diterima
pada tiap satuan luas pada DAS tersebut.
a. Unit Hidrograf Banjir
Proses perhitungan dan analisa hidrograf banjir
dilakukan

melalui

beberapa

tahapan

yang

dijelaskan pada sub bab di bawah ini.

1. Distribusi Hujan Jam-jaman


Distribusi hujan (agihan hujan) jam-jaman
ditetapkan

dengan

cara

pengamatan

langsung terhadap data pencatatan hujan


jam-jaman

pada

stasiun

yang

paling

berpengaruh pada DAS. Bila tidak ada maka


bisa menirukan perilaku hujan jam- jaman
yang mirip dengan daerah setempat pada
garis lintang yang sama. Distribusi tersebut
diperoleh

dengan

pengelompokan

tinggi

hujan ke dalam rentang dengan tinggi


tertentu. Dari data yang telah disusun
dalam range tinggi hujan tersebut dipilih
distribusi tinggi hujan rancangan dengan
berdasarkan analisis frekuensi dan frekuensi
kemunculan tertinggi pada distribusi hujan
jam-jaman tertentu. Selanjutnya prosentase
Usulan Teknis B 41

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
hujan tiap jam terhadap tinggi hujan total
pada

distribusi

hujan

yang

ditetapkan.

Hubungan antara tinggi-durasi hujan untuk


durasi 1 hingga 24 jam pada curah hujan
CMB/PMP

disajikan

pada

Tabel

B.6.

Sedangkan distribusi hujan untuk durasi 1


hingga 12 jam dan 1 hingga 24 jam
ditabelkan pada PSA-007. Bentuk hubungan
tinggi-durasi hujan yang dihasilkan adalah
intensitas hujan yang tinggi pada awal
hujan

dan

berangsur-angsur

mengecil

selama berlangsung-nya hujan. Di Inggris,


agihan hujannya merupakan pola agihan
yang lebih rata dan kurang ekstrim di
bagian awal hujannya. Secara normal profil
hujan yang digunakan di Inggris adalah
profil yang simetris berbentuk genta (bell
shaped).

Tabel B. 6.

Hubungan antara durasi dan kedalaman curah

hujan maksimum boleh jadi (CMB/PMP)


Durasi
hujan
1
2
(jam)
Persentase
curah hujan 34 45
(%)
Tabel B. 7.
Durasi
hujan
(jam)
Durasi
hujan
(%)
Persentase

12

16

20

24

52

60

65

68

75

88

92

96

100

Distribusi hujan untuk durasi 24 jam


1

12

16

20

24

13

17

21

25

33

50

67

83

100

32

44

52

60

65

68

75

87

92

96

100

Usulan Teknis B 42

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
curah
hujan (%)
Tabel B. 8.
Durasi
hujan
(jam)
Durasi
hujan
(%)
Persentas
e curah
hujan
(%)

Distribusi hujan untuk durasi 12 jam


1

10

11

12

16

25

33

41

50

58

66

75

83

91

100

44

60

68

75

82

88

90

92

94

96

98

100

2. Penentuan Profil Curah Hujan


Profil

curah

hujan

ditinjau

berdasarkan

metode pada PSA-007 dan metode inggris.


Diperkirakan hubungan yang ada dalam
PSA-007

lebih

sesuai

untuk

Indonesia,

dimana curah hujan paling lebat terjadi di


awal hujan. Akan tetapi agihan Inggris, jika
intensitas

puncaknya

ditempatkan

di

tengah-tengah periode hujan dengan profil


simetris,

akan

sedikit

memperbesar

kenaikan muka air.


3. Agihan PSA-007 (Intensitas tertinggi di
awal)
Untuk memformulasikan agihan menurut
PSA-007 untuk curah hujan 12 jam dengan
interval waktu satu jam, maka setiap jam
akan setara dengan 8,33% durasi hujannya.
Setelah satu jam (8,33% durasi), jumlah
curah hujan 44% dari totalnya jadi selama
jam ke 1 curah hujan yang terdistribusi
adalah 44%. Setelah dua jam (16,67%
durasi),

jumlah

curah

hujan

60%

dari

Usulan Teknis B 43

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
totalnya, jadi selama jam ke 2 curah hujan
yang terdistribusi adalah 16%. Setelah tiga
jam (25% durasi), jumlah curah hujan 68%
dari totalnya jadi pada jam ke 3 curah hujan
yang terdistribusi adalah 8%. Pemilihan
durasi hujan kritis (Critical Storm Duration),
pada prinsipnya tergantung pada luas DPS
dan

pengaruh-pengaruh

lain

seperti

konfigurasi bangunan pelimpah sehingga


untuk setiap bendungan walaupun memiliki
luas DPS yang sama belum pasti durasi
hujan kritisnya sama.
Pemilihan

durasi

distribusinya

hujan

sangat

dengan

pola

berpengaruh

pada

hasil banjir desain yang diperhitungkan.


Curah hujan yang sama yang terdistribusi
dengan dengan curah hujan yang panjang
akan menghasilkan
lebih

rendah

puncak

dibanding

banjir

yang

dengan

yang

terdistribusi dengan durasi yang pendek.


Bila data hidrograf banjir dari pos duga air
otomatis dan data distribusi hujan jamjaman dari stasiun hujan otomatis tidak
tersedia,

pola

distribusi

hujan

dapat

ditetapkan dengan mengacu pada Tabel


yang diambil dari PSA 007.

Usulan Teknis B 44

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan

Gambar B. 2.
Tabel B. 9.

Distribusi Hujan 12 Jam

Intensitas hujan dalam % yang disarankan

PSA 007
Kala
Ulan
g
Tahu
n
5
10
25
50
100
1000
CMB

Durasi Hujan

jam
32
30
28
27
26
25
20

jam
41
38
36
35
34
32
27

1 jam
48
45
43
42
41
39
34
Untuk

2 jam
59
57
55
53
52
49
45

3 jam
66
64
63
61
60
57
52

mendapatkan

selanjutnya
distribusi

sesuai

hujan

6 jam
78
76
75
73
72
69
64
curah
dengan

disusun

12
jam
88
88
88
88
88
88
88

24
jam
100
100
100
100
100
100
100

hujan

kritis

PSA

005,

dalam

bentuk

genta, dimana hujan tertinggi ditempatkan


di tengah, tertinggi kedua di sebelah kiri,
tertinggi

ketiga

di

sebelah

kanan

dan

seterusnya.

Usulan Teknis B 45

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan

Gambar B. 3.
Tabel B. 10.

Distribusi Hujan 12 Jam Dalam Bentuk Genta


Total Curah Hujan Maksimum Boleh Jadi Dalam

% Untuk Durasi 24, 48 dan 72 Jam


Durasi

hujan

(jam)
Curah hujan %

24

48

72

100

150

175

4. Pemakaian Agihan
Dalam perhitungan selanjutnya agihan yang
dipakai

menurut

PSA-007,

dan

dicoba

dengan berbagai interval agar diketahui


perbedaan

yang

terjadi

untuk

masing-

masing debit puncak.


5. Faktor Kehilangan Horton
Selama hujan turun, sebagian dari hujan
akan meresap ke dalam tanah dan sebagian
lagi akan mengalir ke permukaan. Besarnya
kehilangan
sukar

untuk

sebagai

hujan

sesuai

diperkirakan

pendekatan

didistribusikan
dengan

digunakan

teliti,

Metode

Horton atau persamaan Horton.


Menurut Horton, kehilangan hujan akan
berupa kurve eksponensial. Sebagian besar
jumlah

hujan

yang

meresap

akan

mengakibatkan kawasan unsaturated subsurface menjadi cepat penuh. Akibatnya

Usulan Teknis B 46

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
besarnya resapan berkurang sesuai dengan
rumus sebagai berikut :
Fp = fc + ( fo-fc) e kt
dimana :
fo

= kapasitas infiltrasi permulaan yang


tergantung dari hujan sebelumnya,
dapat

diperkirakan 50 80% dari

curah hujan total


fc

harga akhir dari infiltrasi

fp

kapasitas infiltrasi pada waktu t


( mm )

konstanta

yang

tergantung

tekstur tanah
t

Gambar B. 4.
Tabel B. 11.
No.
1
2
3

waktu sejak hujan mulai

Grafik Metode Horton

Nilai fc
Group Tanah

High ( sandy soil )


Intermediate ( loam, clay,
silt )
Low ( clay, clay loam )

fc ( in/hr )

Fc ( mm/hr )

0.50 1.00
0.10 0.50
0.01 0.10

12.50 25.00
2.50 12.50
0.25 2.50

Sumber: Hydrology ( forth edition ), warren viessman, Jr.

Tabel B. 12.

Cover Faktor (k)


Cover

No

Cover
faktor
Usulan Teknis B 47

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
.
1

Permanent Forest and


grass

2
Close-growing crops
3
Row crops

Good ( 1 in. humus )


Medium ( - 1 in.
humus )
Poor ( < in. humus )
Good
Medium
Poor
Good
Medium
Poor

3.0-7.5
2.0-3.0
1.2-1.4
2.5-3.0
1.6-2.0
1.1-1.3
1.3-1.5
1.1-1.3
1.0-1.1

Sumber: Hydrology ( forth edition ), warren viessman, Jr.

Tabel B. 13.

Nilai Nilai yang Mewakili Harga K, fc dan fo

Untuk Jenis Tanah yang Berbeda


Type tanah
Pertanian gundul
Standar berumput
Tanah gemuk/gambut
Lempung gundul
berpasir
Halus berumput

fo
280
900
325
210

fc
6 - 22
20 - 29
2 - 20
2 - 25

k
1,6
0,8
1,8
2,0

670

10 - 30

1,4

Sumber: Hydrology ( forth edition ), warren viessman, Jr.

Parameter

yang

mempengaruhi

unit

hidrograf adalah :
1. Tenggang waktu dari permulaan hujan
sampai puncak hidrograf (time to peak
magnitude).
2. Tenggang waktu dari titik berat sampai
titik berat hidrograf (time log).
3. Tenggang waktu hidrograf (time base of
hydrograph).
4. Luas daerah pengaliran.
5. Panjang alur sungai utama terpanjang
(length of the longest channel).
6. Koefisien pengaliran (run-off coefficient).
Hidrograf

satuan

sintetik

Nakayasu

(Shynthetic Unit Hydrograph DR. Nakayasu),


dinyatakan sebagai berikut :

Usulan Teknis B 48

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan

Gambar B. 5. Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu


Sumber: (Hidrologi Teknik Sumber Daya Air, Lily Montarcih L. )
Qp

1
Ro
xAx
3,6
(0,3 Tp T0,3 )

dengan :
debit puncak banjir (m3/dt/mm)

Qp =
A

= luas daerah pengaliran (km2)

Ro

= curah hujan satuan (mm)

Tp

= tenggang

waktu

dari

permulaan

hujan sampai puncak banjir (jam)


T0,3 = waktu

yang

diperlukan

pada

penurunan debit puncak sampai ke


debit sebesar 30% dari debit puncak
(jam).
Untuk menentukan Tp dan T0,3 digunakan
rumus :
Tp = Tg + 0,8 Tr
T0,3 = . Tg

Tg dihitung berdasarkan rumus :


Tg = 0,40 + 0,058 L, untuk L > 15
km

Di mana:
Tg

waktu kosentrasi (jam)

Usulan Teknis B 49

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
L

panjang alur sungai (km)

Tr

= satuan waktu hujan (jam)

= parameter yang bernilai antara 1,5


3,5

Harga

mempunyai

kriteria

sebagai

berikut:
Harga Untuk daerah pengaliran biasa harga
=2
a. Untuk bagian naik hidrograf yang lambat
dan bagan menurun dengan cepat, =
1,5
b. Untuk bagian naik hidrograf yang cepat
dan bagian menurun yang lambat, = 3
Untuk

menentukan

digunakan

rumus

parameter

tersebut

pendekatan

sebagai

berikut
T0,3 := 0,47 (A.L)0,25
T0,3 = .Tg

0,47 . (A.L) 0,25


Tg

Dari kedua persamaan di atas, maka nilai


dari

dapat dicari dengan persamaan

sebagai :
dengan:
L

= panjang

alur

sungai

utama

terpanjang (km)
A

= luas daerah aliran (km2)

Namun tidak tertutup kemungkinan untuk


mengambil harga yang bervariasi guna
Usulan Teknis B 50

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
mendapatkan hidrograf yang sesuai dengan
hasil pengamatan.
Persamaan hidrograf satuan adalah sebagai
berikut :
1.

Pada kurva naik (rising line)


0 < 1 < Tp

t
Qt Qp .

TP

2.

2,4

Pada kurva turun (recession line)


a. Tp < t < (Tp + T0,3)

Qt Qp . 0,30

t - Tp

T0,3

b. (Tp + T0,3) < t < (Tp + T0,3 + 1,5 T0,3)


t - Tp 0,5 T0,3

Qt Qp . 0,30

1,5 T0,3

c. t > (Tp + T0,3 + 1,5 T0,3)

Qt Qp . 0,30

t -Tp 0,5 T0,3

2 T0,3

Metode Rasional
Metode Rasional pertama kali diperkenalkan di
Inggris pada tahun 1906 oleh Lloyd-Davis di mana
sampai sekarang mengalami modifikasi. Metode
ini akan memberikan hasil yang memadai apabila
digunakan dalam DAS dengan beberapa syarat
(Hidrologi, Sri Harto; Hal 150) :

Usulan Teknis B 51

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
a. DAS kecil, sehingga masih dapat diharapkan
hujan terjadi merata di seluruh DAS, dan hujan
dapat diandaikan dengan intensitas tetap;
b. Lama hujan biasanya sama dengan atau lebih
besar dari waktu-konsentrasi;
c. Limpasan

terutama

aliran-permukaan

dan

tampungan permukaan dapat diabaikan;


d. Kala-ulang debit diandaikan sama dengan
kala-ulang hujan;
e. Koefisien-limpasan sama untuk semua DAS
(dengan kategori sama);
f.

Koefisien-limpasan

diandaikan

sama

untuk

berbagai kala-ulang yang berbeda.


Debit puncak dapat diformulasi sebagai berikut :
Q = 0.278 C.I.A
Dimana :
Q =

Debit puncak rencana ( m3/det)

Koefisien limpasan

= Intensitas

(mm/jam)

diperoleh

dari

IDF

Curve berdasarkan waktu konsentrasi


A

= Luas Catchment Area (ha)

Untuk daerah yang terdiri dari berbagai nilai C


maka nilai C rata-rata dapat dihitung dengan
Rumus Komposit sbb :
C

Dimana :
A1,A2,An : Luas Sub-catchment (ha)
C1,C2,Cn: Nilai koefisien run off sesuai Tabel
B.14
Tabel B. 14.

Nilai Nilai yang Mewakili Harga K, fc dan fo

Untuk Jenis Tanah yang Berbeda


No
.

Kondisi

Koefisien
C

Karakteristik
permukaan

Koefisien
C

Usulan Teknis B 52

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
1
2
3
4

Pusat
Perdagangan
Lingkungan
Sekitarnya
Rumah Tinggal

Komplek
Perumahan
Daerah
pinggiran
Apertemen

Industri Sedang

Industri Besar

0.70 0.95
0.50 0.70
0.30 0.50
0.40 0.60
0.25 0.40
0.50 0.70
0.50 0.80
0.60 0.90

Taman,
pekuburan

0.10 0.25

10

Taman bermain

11

Argal Jalan
Kereta Api
Daerah belum
berkembang

0.10 0.25
0.20 0.40
0.10 0.30

13

Perkantoran di
Pusat Kota

0.70 0.95

14

Perkantoran di
daerah sekitar
kota

0.50 0.70

12

Permukaan aspal

0.07 0.95
0.70 0.95
0.70 0.85
0.15 0.35
0.70 0.85

Permukaan beton
Permukaan batu
buatan
Permukaan kerikil
Alur setapak
Lahan Berpasir
Datar

0.05 0.10

( kemiringan s/d 2%)


Agak berombak
(kemiringan 2%s/d
7%)
Agak terjal

0.10 0.15
0.15 0.20

(kemiringan> 7%)
Lahan Tanah Keras
Datar
(kemiringan s/d 7%)
Agak berombak
(kemiringan 2% s/d
7%)
Agak Terjal
(kemiringan > 7%)

0.30 0.17
0.13 0.17

Hutan bervegetasi

0.05 0.25

Tanah Tidak
Produktif
Rata, Kedap air
Kasar

0.25 0.35

0.70 0.90
0.50 0.70

Sumber : Hidrologi Teknik, CD. Soemarto

1. Waktu Konsentrasi (tc)


Waktu

konsentrasi

adalah

waktu

yang

diperlukan oleh air untuk mengalir dari titik


terjauh dari Catchment menuju suatu titik
Usulan Teknis B 53

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
tujuan. Besar waktu konsentrasi dapat dicari
dengan menggunakan rumus :
Tc = to + td ( menit )
Dimana :
to : Waktu pengaliran air dari remote area
sampai ujung saluran

(menit )

td : Waktu pengaliran pada saluran (menit )


=L/V
L : Panjang aliran dari tempat masuknya air
sampai ketempat yang ditinjau (m)
V : Kecepatan Aliran (m/det)
Besarnya nilai to tergantung dari koefisien run
off, jarak lintasan dan kemiringan medan
catchment.
2. Koefisien Penampungan
Makin besar Catchment Area, maka pengaruh
adanya

gelombang

diperhitungkan,

banjir

untuk

harus

itu

pengaruh

tampungan saluran disaat mengalami puncak


pengaliran

debit

menggunakan

dihitung

Rasional

dengan

Method

dengan

mengalikan suatu keofisient daya tampung


daerah

tangkapan

menggunakan

Metode

hujan,

sehingga

Rasional

Modifikasi

(MRM),besar koefisien tersebut adalah :


Cs = ( 2.tc ) / ( 2.tc+ td )
tc

: Waktu

pengumpulan

total

(waktu

Konsentrasi) (menit)
td

Waktu pengaliran pada saluran

sampai titik yang ditinjau (menit).


3. Luas Daerah Pelayanan (Catchment Area)

Luas Daerah Pelayanan (A) diukur dari peta


dengan

memakai

planimeter.

Dalam

Usulan Teknis B 54

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
pemakaian Rumus Rasional maka luas daerah
pelayanan

yang

dipakai

adalah

komulatif

sampai titik yang ditinjau.


4. Intensitas Curah Hujan

Untuk perhitungan intensitas hujan dipakai


beberapa rumus yaitu :

Tabel B. 15.
N
o
1

Rumus

Rumus Intensitas Curah Hujan


Intensitas

Notas
i
I
a,b
t

Keterangan

Talbot

I=a/(t+b)

Intensitas Curah
Hujan (mm/jam)
Konstanta
Waktu
konsentrasi
(menit)

Sherma
n

I = a / tn

I
a,n
t

Intensitas Curah
Hujan (mm/jam)
Konstanta
Waktu
konsentrasi
( menit)

Ishiguro

I = a / ( t 0,5 + b )

I
ta,b

Intensitas Curah
Hujan (mm/jam)
Konstanta
Waktu
Konsentrasi
(menit)

Monono
be

I = (R/24)(24/t)
(2/3)

Intensitas Curah
Hujan (mm/jam)
Hujan harian
rencana (mm)
Intensitas Curah
Hujan (mm/jam)

Sumber : Panduan Perencanaan Bendungan Urugan Volume IV

Kontrol

Perhitungan

Banjir

Rancangan

dengan Metode Creager


Metode Creager digunakan untuk memperkirakan
besarnya

debit

banjir

rancangan

baik

untuk

Usulan Teknis B 55

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
bendungan maupun bendung. Metode ini banyak
digunakan sebagai kontrol besarnya debit banjir
rancangan pada waduk/bangunan pengairan yang
sudah dibangun maupun untuk waduk/bangunan
pengairan yang masih dalam tahap perencanaan.
Selain

itu

mengetahui

metode
kewajaran

rancangan

ini

digunakan

besarnya

metode-metode

debit
lain

untuk
banjir
yang

dikembangkan secara matematis.


Q 46 xCxA0,894 A

0 , 048

dimana :
Q =

Debit puncak banjir ( m3/dt )

Luas daerah aliran sungai ( km2)

= Koefisien creager diambil 30, 60, 90 dan


100.

- Analisa Debit Tersedia


Ketersediaan debit adalah persediaan air yang
selalu ada pada daerah studi. Karena pada lokasi
studi tidak terdapat stasiun duga air, maka debit
andalan dihitung dengan menggunakan metode
simulasi hujan menjadi aliran (rainfall - runoff
model). Dalam memperkirakan besarnya debit
tersedia

pada

lokasi

studi

dilakukan

melalui

pemodelan simulasi debit dengan menggunakan


metode FJ. Mock maupun NRECA.
Evapotranspirasi
Evaporasi dan transpirasi merupakan faktor
penting dalam studi pengembangan sumber
daya air. Evaporasi adalah proses fisik yang
mengubah suatu cairan atau bahan padat
menjadi gas. Sedangkan transpirasi adalah
penguapan air yang terjadi melalui tumbuhan.
Usulan Teknis B 56

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
Jika kedua proses tersebut saling berkaitan
disebut dengan evapotranspirasi. Sehingga
evapotranspirasi merupakan gabungan antara
proses

penguapan

dari

permukaan

tanah

bebas

(evaporasi)

dan

penguapan

yang

berasal dari daun tanaman (transpirasi).


Besarnya nilai evaporasi dipengaruhi oleh
iklim, sedangkan untuk transpirasi dipengaruhi
oleh iklim, varietas, jenis tanaman serta umur
tanaman.

Persamaan

yang

dipergunakan

dalam perhitungan kebutuhan air tanaman


adalah sebagai berikut.
ET = k x ETo
dengan :
k

= koefisien tanaman

ETo

= evapotranspirasi (mm/hari)

Untuk menghitung besarnya evapotranspirasi


digunakan
diakukan

metode
dengan

Penman

Moteith

menggunakan

yang

software

Cropwatt 8.0 yang dikeluarkan oleh FAO,


pemilihan

software

ini

dilakukan

karena

pertimbangan susahnya perolehan data untuk


koefisien dan tabel iklim yang akan digunakan
dalam

perhitungan,

sedangkan

dalam

software Cropwat data data itu telah tersedia


dan sudah diverifikasi oleh FAO.
Metode FJ. Mock
Metode ini menganggap bahwa hujan yang
jatuh pada catchment area (DAS), sebagian
akan

hilang

sebagai

evapotranspirasi,

sebagian akan langsung menjadi direct run off


(limpasan langsung), dan sebagian lagi akan
masuk ke dalam tanah (infiltrasi). Infiltrasi ini
Usulan Teknis B 57

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
pertama - tama

akan menjenuhkan top soil

dulu baru kemudian menjadi perkolasi ke


tampungan air tanah yang nantinya akan
keluar ke sungai sebagai base flow. Dalam hal
ini harus ada keseimbangan antara hujan
yang jatuh dengan evapotranspirasi, direct run
off dan infiltrasi sebagai soil moisture dan
ground water discharge. Aliran dalam sungai
adalah jumlah aliran yang langsung melimpas
dipermukaan tanah (direct run off) dan base
flow.

Gambar B. 6. Struktur Model F.J. Mock


Metode FJ. Mock mempunyai dua prinsip
pendekatan

perhitungan

aliran

permukaan

yang terjadi di sungai, yaitu neraca air di atas


permukaan tanah dan neraca air bawah tanah
yang semua berdasarkan hujan, iklim dan
kondisi tanah. Rumus untuk menghitung aliran
permukaan terdiri dari :

Hujan Netto

(Rnet) = (R - ETa)
dengan :
Usulan Teknis B 58

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
ETa

= ETp - E

= ETp . Nd / 30 . m

Nd

= 27 - 3 / 2 . Nr

Neraca Air di Atas Permukaan

(WS)

= Rnet - SS

dengan :
SS

= SMt + SMt-1

SMt

= SMt-1 + Rnet

Neraca Air di Bawah Permukaan

Vt

= Vt - Vt-1

dengan :
I

= Ci . WS

Vt

= (1 + k) . I + k . Vt-1

RO

Aliran Permukaan
= BF + RO

dengan :
BF

= I - Vt

RO

= WS I

Notasi persamaan di atas adalah :


Rnet

= hujan netto, mm

= hujan, mm

ETp

= evapotranspirasi potensial, mm

ETa

= evapotranspirasi aktual, mm

Nd

= jumlah hari kering, hari

Nr

= jumlah hari hujan, hari

WS

= kelebihan air, mm

SS

= daya serap tanah atas air, mm

SM

= kelembaban tanah, mm

= perubahan kandungan air tanah, mm

= kandungan air tanah, mm

= laju infiltrasi, mm

Ci

= koefisien resapan, < 1


Usulan Teknis B 59

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
k

= koefisien resesi aliran air tanah, < 1

RO

= aliran langsung, mm

BF

= aliran air tanah, mm

RO

= aliran permukaan, mm

= jumah hari kalender dalam sebulan,


hari

= luas DPS, km2

= debit aliran permukaan, m3/det

= waktu tinjau (periode sekarang (t)


dan yang lalu (t-1)

Metode NRECA
Metode ini dianjurkan dalam menghitung debit
andalan untuk daerah dengan curah hujan
yang relatif kecil, dan juga sesuai untuk
daerah cekungan yang setelah hujan berhenti
masih

ada

aliran

air

di

sungai

selama

beberapa hari. Kondisi ini bisa terjadi bila


tangkapan hujan cukup luas, sehingga sangat
cocok untuk bendungan dengan kriteria :

Kapasitas tampung bendungan 100.000


m3 .

Luas daerah tangkapan air > 100 ha = 1


km2.

metode

tersebut

akan

dilakukan

untuk

menganalisis curah hujan 15-harian. Dengan


mempertimbangkan
hujan,

luas

terhadap

daerah

jumlah

pengaliran,

hari

koefisien

pengaliran dan evaporasi, sehingga debit 15harian dapat diperoleh dengan pendekatan
rumus

rumus

yang

dijabarkan

dalam

beberapa langkah sebagai berikut :


Usulan Teknis B 60

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
Langkah perhitungan mencakup 18 tahap,
perhitungan dapat dilakukan kolom per kolom
dari kolom (1) hingga (18) seperti di bawah ini
( semua dalam mm ).
1). Nama bulan Januari sampai Desember
2). Nilai hujan rata-rata bulanan (Rb)
3). Nilai penguapan peluh potensial (PET)
4). Nilai tampungan kelengasan awal (Wo).
Nilai ini harus dicoba-coba, dan percobaan
pertama diambil 600 (mm/bulan) di bulan
Januari.
5). Tampungan

kelengasan

tanah

(soil

moisture storage - Wi) dihitung dengan


rumus :
W1

W0
No min al

NOMINAL

100 + 0,2 Ra

Ra

hujan tahunan (mm)

6). Rasio Rb/PET = kolom (2) : kolom (3)


7). Rasio AET/PET
AET

= penguapan peluh aktual yang

dapat diperoleh dengan gambar, nilainya


tergantung dari rasio Rb/PET (kolom 6) dan
Wi (kolom 5).
AET
xPETxkoef .reduksi
PET

AET

= kolom (7) x kolom (3) x koefisien reduksi


9). Neraca air = Rb - AET = kolom (2) - kolom
(8)
10).

Rasio

kelebihan

kelengasan

(excess

moisture) yang dapat diperoleh sebagai


berikut :
Bila neraca air (kolom9) positif, maka rasio
tsb dapat diperoleh dari gambar dengan
Usulan Teknis B 61

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
memasukkan nilai tampungan kelengasan
tanah (Wi) di kolom 5. bila neraca air
negatif, rasio = 0.
11).

Kelebihan kelengasan

= rasio kelebihan kelengasan x neraca air


= kolom (10) x kolom(9)
12).

Perubahan tampungan

= neraca air - kelebihan kelengasan


= kolom (9) - kolom (11)
13).

Tampungan air tanah

= P1 x kelebihan kelengasan
= P1 x kolom (11)
dimana :
P1

= parameter yang menggambarkan


karakteristik tanah

permukaan

kedalaman 0- 2m), nilainya 0,1 0,5 tergantung pada sifat lulus air
lahan.
P1

= 0,1 bila bersifat kedap air

P1

= 0,5 bila bersifat lulus air

14).

Tampungan air tanah awal yang harus

dicoba-coba dgn nilai awal = 2.


15).

Tampungan air tanah akhir

= tampungan air tanah + tampungan air


tanah awal
= kolom (13) + kolom (14)
16).

Aliran air tanah = P2 x tampungan air

tanah akhir = P2 x kolom (15)


P2

parameter seperti P1 tetapi untuk

lapisan tanah dengan kedalaman 2-10 m


P2

0,9 bila bersifat kedap air

P2

0,5 bila bersifat lulus air

17).

Larian langsung (direct run off)


Usulan Teknis B 62

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
=

kelebihan kelengasan - tampungan air

tanah
=

kolom (11) - kolom (13)

18).

Aliran total

larian langsung + aliran air tanah

kolom

(17)

kolom

(16),

dalam

mm/bulan
Dalam m3/bulan = kolom (18) dalam mm x 10
x

luas

tadah

hujan

(ha).

Untuk

bulan

berikutnya dan tampungan air tanah (kolom


14) bulan berikutnya yang dapat dihitung.
Untuk

perhitungan

bulan

berikutnya

diperlukan nilai tampungan kelengasan (kolom


4)

untuk

dengan

menggunakan

rumus

berikut :
Tampungan

kelengasan

tampungan

kelengasan bulan sebelumnya + perubahan


tampungan

kolom

(4)

kolom

(12),

semuanya dari bulan sebelumnya.


Tampungan air tanah = tampungan air tanah
bulan sebelumnya - aliran air tanah = kolom
(15) - kolom (16), semuanya dari bulan
sebelumnya.
Sebagai

patokan

akhir

perhitungan,

nilai

tampungan kelengasan awal (Januari) harus


mendekati

tampungan

kelengasan

bulan

Desember. Jika perbedaan antar keduanya


cukup jauh ( > 200 m) perhitungan perlu
diulang

mulai

bulan

Januari

lagi

dengan

mengambil nilai tampungan kelengasan awal


(Januari)

Desember.

tampungan

kelengasan

bulan

Perhitungan

biasanya

dapat

diselesaikan dalam dua kali jalan.


Usulan Teknis B 63

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
Adapun

hasil

perhitungan

diperhitungkan

dengan

debit

akan

menggunakan

berbagai peluang keandalan yang diperlukan,


seperti untuk keperluan air irigasi digunakan
andalan 80 %, sementara untuk keperluan air
baku dapat dipilih keandalan yang lebih besar
dari 90% dan juga untuk keperluan yang
lainnya.
- Analisa Debit Andalan
Debit andalan adalah debit yang dipakai sebagai
andalan

persediaan

air

sungai

pada

lokasi

pekerjaan, karena pada sungai di lokasi pekerjaan


tidak terdapat stasiun duga air, maka debit
andalan dihitung dengan menggunakan metode
simulasi hujan menjadi aliran (Rainfall - Run Of
Model).

Dalam

pekerjaan

ini

besarnya

debit

andalan dihitung dengan tingkat keandalan 80%,


menggunakan metode Basic Year dan Basic Month
dengan persamaan :
Pr = m / (n + 1) x 100%
dengan :
Pr = probabilitas (%)
m = nomor urut data
n = jumlah data
6. Kebutuhan Air Irigasi
Kebutuhan air irigasi adalah sejumlah air irigasi
yang

diperlukan

bercocok

tanam

untuk
pada

mencukupi
petak

keperluan

sawah

ditambah

dengan kehilangan air pada jaringan irigasi.


Untuk menghitung kebutuhan air irigasi menurut
rencana pola tata tanam, ada beberapa faktor yang
perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :
a. Evapotranspirasi
Usulan Teknis B 64

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
b. Pola tanam yang direncanakan
c. Luas areal yang akan ditanami
d. Kebutuhan air pada petak sawah
e. Efisiensi irigasi
Debit kebutuhan air irigasi yang perlu disediakan
pada pintu pengambilan (intake) dapat dihitung
dengan persamaan sebagai berikut :
IR

NFR A

dengan :
IR

= debit

kebutuhan

air

irigasi

pada

pintu

pengambilan (lt/dt)
NFR = kebutuhan air di sawah (lt/dt/ha)
A

= luas lahan yang diairi (ha)

= efisiensi irigasi (%)

Curah Hujan Efektif


Curah hujan efektif adalah curah hujan yang
jatuh

pada

dipergunakan

suatu

daerah

oleh

dan

tanaman

pertumbuhannya. Apabila

dapat
untuk

curah hujan yang

jatuh intensitasnya rendah, maka air akan habis


menguap dan tidak bisa dipergunakan untuk
pertumbuhan tanaman. Jadi curah hujan efektif
ini merupakan sebagian dari curah hujan yang
jatuh pada suatu daerah pada kurun waktu
tertentu.
Berdasarkan pengertian di atas maka perlu
dibedakan antara curah hujan efektif dengan
curah hujan nyata. Perbedaannya yaitu :
a. Curah hujan efektif adalah sejumlah curah
hujan yang jatuh pada suatu daerah dan
dapat

digunakan

oleh

tanaman

untuk

pertumbuhannya,
Usulan Teknis B 65

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
b. Curah hujan nyata adalah sejumlah curah
hujan yang jatuh pada suatu daerah pada
kurun waktu tertentu.
Besarnya

curah

hujan

efektif

tergantung

kebutuhan air tanaman, sesuai dengan jenis


tanaman. Besarnya curah hujan efektif untuk
tanaman padi dan palawija adalah sebagai
berikut :
a. Untuk tanaman padi adalah 70% dari curah
hujan periode tengah bulanan,
b. Untuk tanaman palawija adalah 50% dari
curah hujan periode tengah bulanan.
Kebutuhan Air Tanaman
Kebutuhan air tanaman adalah sejumlah air yang
dibutuhkan untuk mengganti air yang hilang
akibat penguapan.
Besarnya kebutuhan air tanaman (consumptive
use) dihitung berdasarkan persamaan sebagai
berikut.
ETc = Kc x Eto
Tabel B. 16.

Nilai Koefisien Tanaman Padi

Sumber : Lampiran II Kriteria Perencanaan Irigasi

Usulan Teknis B 66

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
Perkolasi
Perkolasi adalah gerakan air ke bawah dari
daerah

tidak

jenuh

ke

daerah

jenuh.

Laju

perkolasi lahan dipengaruhi oleh beberapa faktor


antara lain :
1. Tekstur Tanah
Tanah dengan tekstur halus mempunyai angka
perkolasi kecil, sedang tekstur yang kasar
mempunyai angka perkolasi yang besar,
2. Permeabilitas Tanah
Permeabilitas tanah merupakan gaya untuk
merembes lewat ruang antar butir tanah.
Permeabilitas

tanah

besar

daya

perkolasi

besar, sedangkan permeabilitas tanah kecil


perkolasi tanah kecil.
3. Tebal Lapisan Tanah Bagian Atas
Semakin tipis lapisan tanah bagian atas,
semakin kecil daya perkolasinya.
4. Letak Permukaan Air Tanah
Lindungan

tumbuh-tumbuhan

yang

padat

menyebabkan daya inflitrasi semakin besar,


yang berarti daya perkolasi juga besar.
Kebutuhan Air untuk Penyiapan Lahan
Air yang dibutuhkan selama masa penyiapan
lahan

untuk

menggenangi

sawah

hingga

mengalami kejenuhan sebelum transplantasi dan


pembibitan. Kebutuhan air untuk penyiapan
lahan termasuk pembibitan adalah 250 mm, 200
mm digunakan untuk penjenuhan dan pada awal
transplantasi akan ditambah 50 mm untuk padi,
untuk tanaman ladang disarankan 50 - 100 mm.
Waktu yang diperlukan pada masa penyiapan
lahan dipengaruhi oleh jumlah tenaga kerja,
Usulan Teknis B 67

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
hewan penghela dan peralatan yang digunakan
serta faktor sosial setempat.
Kebutuhan air selama jangka waktu penyiapan
lahan dihitung berdasarkan rumus VD. Goor Ziljstra. Metode tersebut didasarkan pada air
konstan dalam satuan

lt / dt selama periode

penyiapan lahan yang dihitung dengan rumus


sebagai berikut :
IR =

M x ek
ek 1

dengan :
IR = kebutuhan air irigasi di sawah (mm / hari)
M = kebutuhan air untuk mengganti kehilangan
akibat evaporasi dan perkolasi di sawah
yang sudah dijenuhkan
= Eo + P
Eo = evaporasi

air

terbuka

diambil

(ETo)

selama

evapotranspirasi

1,1

masa

penyiapan lahan (mm / hr)


P

= perkolasi (mm / hari)


K

MxT
S

= lamanya penyiapan lahan

= Air yang dibutuhkan untuk penjenuhan


ditambah dengan 50 mm.

Pergantian Lapisan Air


Pergantian lapisan air (Water Lever Requirement)
sangat erat hubungannya dengan kesuburan
tanah

dan

dimaksudkan

untuk

memenuhi

kebutuhan air yang terputus akibat kegiatan di


sawah dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Setelah

pemupukan

menjadwalkan

dan

usahakan

mengganti

untuk

lapisan

air

menurut kebutuhan,
Usulan Teknis B 68

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
2. Jika tidak ada penjadwalan semacam itu,
lakukan sebanyak 2 kali, masing-masing 50 mm
selama

sebulan

dan

dua

bulan

setelah

transplantasi.
Pergantian lapisan air hanya diperlukan untuk
tanaman padi sedangkan pada tanaman palawija
proses ini tidak diperlukan.
Kebutuhan Air di Sawah
Perhitungan kebutuhan bersih air di sawah untuk
tanaman

padi

pada

daerah

persawahan

diperoleh dengan persamaan sebagai berikut :


NFR ET P R eff WLR

Kebutuhan air irigasi untuk tanaman padi :


IR NFR /

Kebutuhan air irigasi untuk tanaman palawija :


IR ETc R eff /

dengan :
NFR = kebutuhan air di sawah (mm / hari)
ET

= kebutuhan air tanaman (mm / hari)

= perkolasi

Reff

= curah hujan efektif (mm / hari)

WLR = penggantian lapisan air (mm / hari)

= efisiensi irigasi (%)

Efisiensi Irigasi
Efisiensi irigasi adalah angka perbandingan dari
jumlah air irigasi nyata yang terpakai untuk
kebutuhan

pertumbuhan

tanaman

dengan

jumlah air yang keluar dari pintu pengambilan


(intake). Agar air yang sampai pada tanaman
sesuai jumlahnya, maka air yang dikeluarkan
dari pintu pengambilan harus lebih besar dari
kebutuhan. Kehilangan air yang diperhitungkan
untuk operasi irigasi meliputi :
Usulan Teknis B 69

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
a. Kehilangan air di saluran tersier 12.5 20 %
b. Kehilangan air di saluran Sekunder 5 10 %
c. Kehilangan air di saluran Primer 5 10 %
Pola Tata Tanam
Pola tata tanam ini biasanya didesain sesuai
dengan rencana tata tanam global dan awal
masa tanam biasanya jatuh pada bulan Oktober
atau Nopember.
7. Analisa Kebutuhan Air Bersih
Kebutuhan akan air bersih untuk pedesaan berkisar
100

lt/hari/orang.

Nantinya

dikalikan

proyeksi

jumlah penduduk. Adapun teori yang menjelaskan


tentang analisa jumlah penduduk adalah sebagai
berikut :
Methode Arithmatic
Metode

ini

adalah

perkembangan
setiap tahun

metode

penduduk
(absolut

dengan

number)

perhitungan
jumlah
dengan

sama
rumus

sebagai berikut :
Pn = P0 (1 + r n)
dengan :
Pn = jumlah penduduk yang diperkirakan (jiwa)
P0 = jumlah penduduk pada akhir tahun data (jiwa)
r

= jumlah pertumbuhan penduduk setiap tahun


(%)

= jumlah tahun proyeksi (tahun)

Methode Geometric
Metode ini dikenal juga dengan rumus bunga
berganda atau lazimnya disebut metode geometrik.
Dalam metode ini pertumbuhan rata-rata penduduk
berkisar pada persentase r yang konstan setiap
tahun, maka Pn (jumlah penduduk pada tahun ke-n)
Usulan Teknis B 70

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
dan

P0

(jumlah

penduduk

pada

tahun

ke-0)

dirumuskan sebagai berikut :


Pn = P0(1+r)n
dengan :
Pn

= jumlah penduduk yang diperkirakan


(jiwa)

P0

= jumlah penduduk pada akhir tahun data

(jiwa)
r

= pertumbuhan penduduk tiap tahun (%)

= Jumlah tahun proyeksi (tahun)

Methode Eksponensial
Metode

ini

pertumbuhan

adalah

penduduk

metode
secara

perhitungan

terus

menerus

setiap hari dengan angka pertumbuhan (rate) yang


konstan, yang dirumuskan sebagai berikut :
Pn = P0 . ern
dengan :
Pn = jumlah penduduk setelah n tahun
P0

jumlah penduduk mula-mula

bilangan

pokok

logaritma

natural

(2,7182818)
r

prosentase pertambahan penduduk n

= jangka waktu (tahun)


8. Analisa Neraca Air
Analisa

keseimbangan

air

(water

balance)

diperlukan untuk menentukan kapasitas tampungan


efektif yang diperlukan dengan mempertimbangkan
inflow, kebutuhan dan kehilangan di bendung.
Keseimbangan air didasarkan atas besarnya debit
pengambilan (outflow) dibandingkan dengan debit
yang masuk ke bendung (inflow) untuk tiap-tiap
periode. Debit yang masuk (inflow) ke embung
adalah

debit

andalan

dari

sungai,

sedangkan

Usulan Teknis B 71

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
besarnya debit pengambilan (outflow) adalah debit
untuk kebutuhan air irigasi serta kehilangan akibat
evaporasi di embung.
Untuk melakukan analisis simulasi di embung antara
debit inflow dan debit outflow dihitung dengan
menggunakan
tergantung dari
(inflow)

kurva

massa

besarnya

yang

debit

nilainya

aliran

masuk

dan kebutuhan air. Prinsip dasar dalam

analisis kapasitas tampungan efektif embung adalah


mengoptimalkan ketersediaan air.
Persamaan

umum

yang

digunakan

diuraikan

sebagai berikut :
St = S (t - 1) + It - Ot - Et Lt
0 < St < C
Dengan :
C

Kapasitas

tampungan

efektif

embung
St

Volume air di tampungan pada periode


waktu ke t

S (t-1)

Volume air di tampungan pada

periode waktu ke (t-1)


It
Ot

Debit masuk (Inflow) pada waktu t

Debit

kebutuhan

(Outflow)

pada

periode waktu ke t
Et

Penguapan yang terjadi di tampungan


pada periode waktu ke t

Lt

Kehilangan air pada waktu ke t

9. Analisa Simulasi Embung


Pengoperasian waduk bertujuan untuk membuat
keseimbangan antara volume tampungan, debit
masuk (inflow) dan debit keluaran (outflow).
Metode Simulasi merupakan salah satu cara untuk
merencanakan

pemanfaatan

tampungan

wduk.

Usulan Teknis B 72

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
Simulasi berarti proses peniruan perilaku sistem
yang

meliputi

matematik,

pengembangan

mulai

terkandung

di

dari

dalamnya

suatu

model

karakteristik
sampai

yang

kemungkinan

respon dari system tersebut.


Asumsi dalam penggunaan metode simulasi
- Waduk terisi penuh saat permulaan simulasi
- Rangkaian

data

masukan

dianggap

mampu

mewakili aliran sungai di masa mendatang.


Batasan batasan metode simulasi
- Waduk

dianggap

penuh

pada

saat

permulaan operasi, asumsi ini berpengaruh pada


ukuran waduk, yang harus diperiksa dengan
menelaah diagram perilaku tampungan untuk
berbagai kondisi awal.
- Pelepasan
tingkat

(draft)

waktu

yang
yang

berhubungan
tidak

dengan

tertentu,

sulit

dihubungkan dengan dat aliran historic pada


tahun-tahun tertentu.
- Metode

hitungan

neraca

air

bisa

dilakukan

dengan menyederhanakan proses fisik menjadi


aljabar, yang bisa dinyatakan sebagai berikut :
St = St-1 + It + Rt Ot Et Lt
O <= St <= C
Dengan :
C

= kapasitas tampungan waduk efektif

St

= volume air di waduk saat t

St-1 = volume air di waduk saat t 1


It

= volume iflow ke waduk saat t

Rt

= volume hujan yang masuk ke waduk seluas


daerah genangan waduk saat t

Ot

= volume outflow yang dicari dari waduk


saat t
Usulan Teknis B 73

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
Et

= volume air waduk yang menguap saat t

Lt

= volume air waduk yang hilang karena


sebab- sebab lain saat t

10. Analisa Sedimentasi Waduk


Sedimentasi

merupakan

proses

di

erosi

mengendap

akibat dari

daerah

di

waduk

aliran

yang

adanya

dan

akan

kemudian

mengurangi

volume efektifnya. Pendugaan laju sedimen untuk


Daerah Pengaliran Sungai akan dihitung dengan
persamaan WISCHMEIR dan SMITH.
Metode ini akan menghasilkan perkiraan besarnya
erosi gross. Untuk menetapkan besarnya sedimen
yang sampai di lokasi waduk, erosi gross akan
dikalikan dengan

ratio

pelepasan

sedimen

(sediment delivery ratio). Metoda Wischmeier dan


Smith atau yang lebih dikenal
USLE

(Universal

diteliti

lebih

lanjut

Soil

dengan

metode

Losses Equation)

jenis

tanah

telah

dan kondisi

di

Indonesia oleh Balai Penelitian Tanah Bogor. Faktorfaktor

yang

mempengaruhi

laju

sedimentasi

adalah erosivitas hujan, erodibilitas tanah, panjang


& kemiringan

lereng,

konservasi

tanah

&

pengelolaan tanaman, laju erosi potensial, dan laju


sedimen potensial.
Erosivitas Hujan
Erosivitas hujan merupakan sifat curah hujan yang
dipandang sebagai energi kinetik butir-butir hujan
menumbuk

permukaan

massa

ke

air

tanah.

permukaan

Akibat

tanah

jatuhnya

menyebabkan

terjadinya erosi, makin besar intensitas curah hujan


maka jumlah tanah yang tererosi akan semakin
besar.

Usulan Teknis B 74

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
Perhitungan

besarnya

indeks

erosivitas

hujan

dilakukan pada setiap stasiun pengamatan curah


hujan dengan menggunakan persaman sebagai
berikut (DPU Dirjen Pengairan, 1999 : 73) :
EI30

= E x I30 x 10-2

E = 14,374 x r1,075
Dimana :
EI30 = indeks erosivitas hujan (ton.cm/ha. jam)
E

= energi kinetik curah hujan (ton.m/ha.cm)

= curah hujan bulanan (mm)

I30

= intensitas hujan maksimum selama 30 menit

Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng (LS)


Dalam

pendugaan

erosi

dihitung

berdasarkan persamaan sebagai berikut:


LS = L/100 (0.76 + 0.53 + 0.076 S2)
Dimana :
LS

= faktor panjang dan faktor kemiringan (%)

= panjang lereng (m)

= kemiringan lereng (%)

Faktor

Konservasi

Tanah

dan

Pengelolaan Tanaman
Nilai

faktor

induk

konservasi

tanah

didapat

dari membagi kehilangan tanah dari lahan yang


memberikan perlakuan pengawetan, terhadap tanah
tanpa pengawetan. Sedangkan faktor pengelolaan
tanaman merupakan angka perbandingan erosi dari
lahan yang ditanami suatu jenis tanaman dan
pengelolaan tertentu terhadap lahan.
Besarnya faktor indeks konservasi tanah (faktor P)
dan faktor indeks pengelolaan tanaman (faktor C)
Usulan Teknis B 75

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
dihitung

berdasarkan

kondisi

lahan

dan

jenis

tanaman yang tumbuh pada daerah tersebut.


Tabel B. 17.

Nilai CP

Konservasi Dan Pengelolaan


Tanaman
Hutan
a. Tak terganggu
b. Tanpa tumbuhan bawah,
disertai seresah
c. Tanpa tumbuhan bawah, tanpa
seresah
Semak :
a. Tak terganggu
b. Sebagian berumput
Kebun :
a. Kebun-talun
b. Kebun-pekarangan
Perkebunan :
a. Penutupan tanah sempurna
b. Penutupan tanah sebagian
Rerumputan :
a. Penutupan tanah sempurna
b. Penutupan tanah sebagian;
ditumbuhi alang-alang
c. Alang-alang; pembakaran
sekali setahun
d. Serai wangi
Tanaman Pertanian :
a. Umbi-umbian
b. Biji-bijian
c. Kacang-kacangan
d. Campuran
e. Padi irigasi
Perladangan :
a. 1 tahun tanam - 1 tahun bero
b. 1 tahun tanam - 2 tahun bero
Pertanian dengan konservasi :
a. Mulsa
b. Teras bangku
c. Counter cropping
Sumber

Hidrologi

dan

Nilai CP

0,01
0,05
0,50

0,01
0,10
0,02
0,20
0,01
0,07
0,01
0,02
0,06
0,65
0,51
0,51
0,36
0,43
0,02
0,28
0,19

0,14
0,04
0,14

Pengelolaan

DAS,

Chay

Asdhak, 2002 : 376

Usulan Teknis B 76

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
Pendugaan

Erosi

Potensial

(Epot)

dan

maksimum

yang

Erosi
Erosi

potensial

adalah

terjadi pada suatu

erosi

tempat

dengan permukaan

tanah dalam keadaan gundul sempurna dan proses


kejadian erosi disebabkan oleh faktor alamiah yang
berupa iklim, keadaan internal tanah dan keadaan
topografi.
Erosi aktual terjadi karena adanya campur tangan
manusia

dalam

kegiatan

sehari-hari,

misalnya

pengolahan tanah untuk pertanian dan adanya


keterlibatan unsur-unsur penutup tanah, baik yang
tumbuh

secara

dibudidayakan

alamiah

oleh

manusia

maupun

yang

dalam

usaha

pertanian. Jadi erosi aktual adalah hasil ganda


antara erosi potensial dan pola penggunaan lahan
tertentu.
Laju perhitungan erosi potensial dan menggunakan
persamaan

sebagai

berikut

(DPU

Dirjen

Pengairan, 1999 : 78):


E pot = R x K x LS x A
E akt = E pot x C P
Dimana :
Epot= erosi potensial
Eakt = erosi aktual
R

= indeks erosivitas hujan

= erodibilitas tanah

LS

= faktor panjang dan kemiringan lereng

A
CP

luas DAS (ha)

= faktor tanaman dan pengawetan tanah

Pendugaan Laju Sedimentasi Potensial

Usulan Teknis B 77

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
Sedimentasi

potensial

merupakan

proses

pengangkutan sedimen yang berasal dari proses


erosi

yang

secara

potensial

mempunyai

kemampuan untuk mengendap di jaringan irigasi


dan lahan persawahan maupun pada suatu sungai.
Tidak

semua

sedimen

actual

menjadi

yang

sedimentasi

dihasilkan

di

sungai,

erosi
namun

tergantung dari nisbah antara volume sedimen hasil


erosi aktual yang mampu
sungai

dengan

mencapai

aliran

volume sedimen yang diendapkan

dari lahan di atasnya, faktor ini disebut nisbah


pelepasan sedimen (SDR - sediment delivery ratio).
Dalam perhitungan SDR rumus yang digunakan
adalah (DPU Dirjen Pengairan, 1999 : 79):
SDR = S x

1 - 0.8683 A

-0.2018

2 S 50.n

0.8683 A

- 0.2018

Dimana :
SDR

= nisbah pelepasan sedimen, nilainya 0 <

SDR < 1
A

= luas DAS (ha)

= kemiringan lereng rataan permukaan DAS

(%)
n

= koefisien kekasaran Manning

Besarnya pendugaan laju sedimentasi potensial di


waduk dihitung dengan persamaan :
S
Perhitungan

pot

=E

empiris

akt

x SDR

transportasi

sediment

angkutan dasar (Bad Load) dengan metode


Meyer Peter and muller
Formula

perhitungan

dari

MPM

didasarkan

atas sejumlah percobaan percobaan pada flume


yang

besar

dengan

menggunakan

butir-butir

sediment yang kasar berkisar 0,4 mm < D <30 mm.


Usulan Teknis B 78

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
Hubungan

transport

parameter

()

dan

flow

parameter () :
= 8 (- 0.047)

3/2

Untuk menentukan = disebut juga ripple factor


Dimana harga c merupakan koefisien Chezy dan
C

didapat

dari

menentukan

kekasaran

butir.

Untuk

C dipakai formula : c= (Colebrook

Formula)
dimana
h

= water depth

Ks

= D90

Dibandingkan

dengan

formula

yang

lain

seperti Einstein, (1959),maka Meyer Peter and Muler


(1948) merupakan formula telah dipakai secara luas
dan dapat dipakai untuk bed material yang kasar.
Pengambilan sample untuk pengukuran bed load
secara langsung
memerlukan

ataupun

kerja

yang

bed

material

berat.

sample

Misalnya

untuk

kejadian banjir besar, alat bed load ataupun bed


material sampler sangat sulit turun ke bawah
mencapai
keadaan
membuat

dasar
aliran

sungai
yang

kesalahan

karena
deras

terseret

oleh

sehingga

kesalahan

dapat
dalam

perhitungan. Dalam kenyataannya transport dari


sediment, terutama berasal dari wash load yang
merupakan butir butir halus dari pada gumpalan
gumpalan material. Angkutan butir butir halus
tadi yang merupakan suspended load dibawa dari
up-land yang disebabkan oleh keadaan hidrologi
dan topografinya seperti curah hujan, kemiringan,
land cover dan sebagainya. Secara

umum,

bed

load jumlahnya cukup rendah berkisar antara 10


20 persen dari suspended load.
Usulan Teknis B 79

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
Borland and Maddock (Sedimentation Studies For
Planning of Reservoir by U.S.B.R. IV th Congress on
Large Dams 1951) memberikan data hubungan
antara konsentrasi suspend load, jenis material
dan persentase bed load terhadap suspend load
seperti terlihat pada tabel di bawah.
Tabel B. 18.

Hubungan antara konsentrasi suspend load,

jenis

material

dan

persentase

bed

load

terhadap suspend load


Konsentra
si suspend
load

Rendah
1000 ppm

Jenis
material
dasar
sungai

Jenis
material
suspend
load

Pasir
Kerikil atau rock
(berbatu)

Sedang
1000 7500
ppm

pasir

Tinggi

pasir

7500 ppm

Kerikil atau
berbatu

Kerikil atau batu

% Bed
load
terhadap
total
Suspend
load

Sama dengan
dasar sungai
Clay, silt +
sedikit pasir
Sama dengan
dasar sungai
Clay, silt + 25 %
pasir
Sama dengan
dasr sungai
Clay, silt, 25 %
pasir atau
kurang

50%
5%
10 20 %
5 10 %
10 20 %
28%

Perhitungan sedimentasi waduk


Suatu waduk akan berkurang kemampuan kapasitas
dead storagenya dengan adanya sedimentasi, hal
tersebut tergantung dari :
a. Besarnya dari debet sedimen transport
b. Jumlah

sedimen

yang

tertahan

oleh

waduk

(trap efficiency)
c. Bulk density
Volume

dari

sedimen

dari

suatu

waduk

akan

lebih padat dan dry densitynya berubah menurut


Usulan Teknis B 80

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
waktu. Rumus
(1935)

empiris

memperkirakan

dari

Lane

and

bulk

density

Koelzer

di

waduk

sebagai berikut :

bt b1 B log T

Dimana :
T

= waktu dalam tahun

b1 = bulk density mula-mula diambil harganya


setelah 1 tahun konsolidasi
B

= koefisien konsolidasi

Dari berbagai operasional waduk dapat diperkirakan


koefisien konsolidasi seperti terlihat pada tabel
sebagai berikut :
Tabel B. 19.

Koefisien

konsolidasi

material

sedimen

di

waduk
Reservoir
Operation

Pasir

b1

Silt

Clay

b1

b1

Sediment always sub


mergerd

1500

1050

90

50

250

Normally a moderate
reservoir drowdown

1500

1185

45

750

170

Normally consideable
reservoir drowdown

1500

1275

15

950

100

Reservoir normally
empty

1500

1320

1250

11. Penelusuran Banjir Melalui Waduk


Penulusuran banjir lewat waduk, adalah untuk
menghitung

besar

perubahan

banjir

yang

Usulan Teknis B 81

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
melewati suatu waduk, menyangkut penentuan
ukuran bangunan pelimpah dan tubuh bendungan
utama.

Prinsip

dasar

penelusuran

banjir

dikembangkan dari persamaan kontinuitas yaitu :


Dimana :
=

aliran masuk (inflow), dalam m3/dt

aliran keluar (outflow), dalam m3/dt

penampungan (storage), dalam m3/dt

waktu, dalam detik

ds/dt =

perubahan

storage

(tampungan)

terhadap waktu
Bentuk

persamaan

di

atas

biasanya

dipakai

sebagai dasar penulusuran banjir dengan interval


tertentu. Untuk

penelusuran banjir lewat waduk

rumus diatas dikembangkan sebagai berikut :

Jika :

Maka persamaan dapat ditulis menjadi :

Rumus diatas dikembangkan oleh LG Puls dari US


Army Corps of Engineers. Kapasitas bangunan
pelimpah

untuk

bendungan

urugan

biasanya

direncanakan untuk dapat menampung debit banjir


dengan periode perulangan (return period) 100
tahun (atau disingkat Q100max), dikalikan dengan
angka koefisien 1,2.
Usulan Teknis B 82

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
B.5.2.4. Analisa Hidraulika dan Desain Embung
Ada beberapa kegiatan desain embung, diantaranya adalah
sebagai berikut :
Membuat detail desain bangunan utama dan bangunan
pelengkap Embung Limau.
Analisa kapasitas tampungan embung
Detail Desain tubuh Embung, meliputi tata letak (site), tipe
Embung, pemilihan dan perhitungan pondasi, stabilitas,
hitungan filtrasi dan rembesan.
Hitungan bangunan pelimpah.
Perencanaan

sistem

dan

bangunan

pengelak

serta

Untuk menentukan semua besaran tersebut di atas,

maka

bangunan pengambilan (intake structure).


dalam

melakukan analisa hidrologi diperlukan bantuan

gambar dan peta pengukuran. Hal ini dilakukan supaya dalam


menentukan

parameter-parameter yang berkaitan dengan

analisa hidrologi dapat lebih mendekati kondisi yang ada.


Parameter tersebut antara lain berkaitan dengan hujan daerah
aliran sungai, elevasi dasar sungai dan juga perhitungan banjir
desain.
A. Analisa Hidraulika
Setelah

melakukan

perencanaan

embung

analisa

hidrologi

selanjutnya

maka

dilakukan

dalam
analisa

Hidraulika. Sama halnya dengan analisa hidrologi analisa


Hidraulika juga memerlukan data baik itu data yang telah
dianalisa (data awal) maupun data dari hasil pengamatan
dan pencatatan dari hasil studi yang telah ada.
Dalam analisa Hidraulika jenis data yang ke dua yaitu
pengamatan dan pencatatan yang diperlukan antara lain
data topografi, data luas genangan dan volume tampungan
embung, dan bila diperlukan peta sistem sungai yang
terkait dengan lokasi rencana embung. Sedangkan data
hasil analisa hidrologi yang diperlukan antara lain adalah
Usulan Teknis B 83

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
data debit banjir rencana, data volume embung efektif
(hasil simulasi) dan juga data kapsitas air yang akan
dialirkan

melalui

Hidraulika

yang

pintu
akan

pengambilan.
dilakukan

Adapun

dalam

analisa

perencanaan

embung antara lain :


- Analisa tinggi embung
- Dimensi bangunan pelimpah
- Dimensi saluran transisi dan peluncur
- Dimensi kolam peredam energi dan saluran pembuang
- Dimensi pintu pengambilan
- Dimensi saluran drainase di kaki embung
- Dimensi saluran irigasi, air baku dan juga tempat mandi
ternak bila diperlukan
- Perhitungan rembesan melalui tubuh embung dan juga
dimensi bangunan pelengkap yang lain.
Namun demikian tidak semua analisa hidrolika tersebut
dilakukan, hal ini tergantung juga dari tingkat kepentingan
dan juga memperhatikan standar perencanaan yang ada
dan

telah

ditetapkan

dan

umum

digunakan

dalam

perencanaan bangunan air.


a. Perhitungan tinggi embung rencana
Tinggi embung rencana merupakan fungsi dari tinggi air
kondisi

banjir

(hasil

penelusuran

banjir)

ditambah

dengan jagaan, yang mana tinggi jagaan ini dipengaruhi


oleh beberapa faktor antara lain adalah kenaikan muka
air akibat gempa, kenaikan muka air akhibat gelombang
disamping

itu

perlu

dipertimbangkan

penambahan

tinggi

embung

rencana

mengantisipasi

adanya

penurunan

tubuh

adanya
untuk
embung

(settlement).
Dari hasil simulasi dapat ditentukan tinggi elevasi muka
air untuk mencukupi berbagai kebutuhan air, hal ini
berarti elevasi pelimpah embung dapat direncanakan.
Usulan Teknis B 84

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
Setelah

elevasi

pelimpah

ditentukan

kemudian

direncanakan lebar pelimpah, dan langkah selanjutnya


dilakukan

penelusuran

banjir

lewat

pelimpah

berdasarkan hidrograf banjir rencana masuk waduk. Dari


hasil penelusuran banjir rencana 1000 tahunan lewat
pelimpah akan didapat elevasi muka air banjir di atas
pelimpah.
Hasil perhitungan tinggi jagaan ini harus diadakan
cheking terhadap banjir ab-normal (PMF) dengan tinggi
jagaan minimum 75 Cm. Dasar kajian penelusuran banjir
digunakan rumus umum kontinuitas sebagai berikut :
I Q

ds
dt

Dengan :
I = Debit masuk ke waduk
Q = Debit keluar waduk
ds = Perubahan besar tampungan waduk
dt = Periode penelusuran banjir
Kalau periode penelusuran diubah dari dt menjadi
perubahan persatuan waktu adalah sebagai berikut :
I

I1 I 2
2

ds=

Q1 Q2
2

S2 - S1

Sehingga rumus kontinuitas di atas dapat dirubah


sebagai berikut :
I 1 I 2 Q1 Q2

S 2 S1
2
2

Dengan :
I1 dan I2 = Debit banjir masuk waduk yang dapat
diketahui dari hasil perhitungan hidrologi
yaitu hidrograf banjir masuk waduk

Usulan Teknis B 85

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
Q1 dan Q2

Debit banjir keluar waduk periode waktu

ke 1 dan ke 2
S1 dan S2 = Volume waduk periode waktu ke 1 dan ke 2
b. Debit melewati pelimpah
Q = CxLxH
Dengan :
Q

= Debit lewat pelimpah

= Koefisien debit pelimpah

= Lebar efektif pelimpah

= Tinggi air di atas pelimpah

c. Dimensi saluran transisi dan peluncur


Saluran transisi direncanakan untuk mengalirkan debit
banjir rencana yang keluar dari pelimpah. Perencanaan
saluran transisi ini harus benar-benar efektif dan juga
efisien. Dengan dimensi yang baik akan mengurangi
akibat yang tidak menguntungkan dari perubahan aliran
seperti air balik ataupun kavitasi di dasar saluran. Pada
umumnya saluran transisi direncanakan dengan hilir
menyempit, hal ini selain konstruksinya akan lebih
murah juga untuk mengurangi kecepatan air yang
mengalir di akhir saluran transisi.
Perencanaan teknis hidrolika khususnya aliran yang
melalui saluran perpias mengunakan hukum Bernnouli,
dimana hukum Bernnouli ini didasarkan pada hukum
kekekalan energi seperti berikut :
Z1 + d1 + hv1 + = Z2 + d2 + hv2 + hL
Dengan :
Z

= Elevasi dasar saluran pada suatu bidang vertikal

= Kedalaman air pada bidang tersebut

hv

= Tinggi tekan kecepatan pada bidang tersebut

hL

= Kehilangan tinggi tekanan yang terjadi diantara


dua bidang vertikal yang ditentukan.

Usulan Teknis B 86

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
Dengan berdasarkan rumus tersebut di atas maka
dengan cara membagi panjang saluran menjadi pias-pias
saluran dan melakukan cara coba-coba tinggi kedalaman
air maka akan didapat dimensi saluran transisi sampai
dengan saluran peluncur.
d. Perencanaan peredam energy
Peredam energi merupakan bangunan setelah saluran
peluncur. Fungsi bangunan peredam energi ini adalah
untuk mengurangi energi akhibat kecepatan air mengalir
di saluran peluncur sebelum air dari pelimpah masuk ke
sungai lagi. Prinsip kerja dari peredam energi ini adalah
dengan memperlambat aliran air yang sebelumnya
aliran

tersebut

sehingga

telah

diharapkan

dipecah
aliran

oleh
air

gigi

yang

pemencar,
keluar

dari

bangunan peredam energi tersebut kembali menjadi


aliran normal sehingga tidak merusak alur sungai yang
ada. Peredam energi sendiri ada beberapa bentuk antara
lain :

Peredam energi berbentuk loncatan

Peredam energi berbentuk kolam olakan

Peredam energi berbentuk bak pusaran

Pemilihan bentuk yang sesuai dengan tipe pelimpah


yang direncanakan perlu dipertimbangkan beberapa hal
berikut ini :

Lokasi peredam energi dengan tubuh embung

Karakteristik hidrolis bangunan pelimpah

Karakteristik hidrolis aliran di saluran transisi maupun


peluncur yang terjadi

Kondisi topografi, geologi dan hidrolika rencana


bangunan peredam energi

Karakteristik sungai sebagai tempat akhir pelepasan


debit dari peredam energi
Usulan Teknis B 87

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
Perencanaan hidrolis bangunan peredam energi seperti
halnya

perencanaan

bangunan

sebelumnya

juga

menggunakan hukum persamaan energi. Salah satu


rumus umum yang digunakan untuk bangunan peredam
energi type olakan adalah :
D2
2
0,5 (( 1 8 F1 ) 0.5 - 1 )
D1

F1

V1

gxD1 0.5

Dengan :
D1

= Kedalaman air masuk kolam peredam energi


( kedalaman di akhir saluraran peluncur )

D2

= Kedalaman air di dalam kolam olakan ( kedalam


konjungasi )

F1

= Bilangan Froude

e. Perhitungan Rembesan air melalui tubuh embung


Dalam perencanaan timbunan tubuh embung harus
diperhatikan benar-benar tentang material timbunan.
Material timbunan khususnya untuk embung dengan tipe
urugan tanah nilai laju infiltrasi dari material timbunan
harus cukup kecil (biasanya lebih kecil dari 10-7 m/dt ).
Apabila

nilai

laju

infiltrasi

ini

melebihi

nilai

yang

disyaratkan dikawatirkan akan terjadi piping serta gejala


sembulan yang dapat membahayakan kesetabilan tubuh
embung. Khusus untuk aliran melalui tubuh embung
dihitung dengan cara pembuatan jaringan trayektori
aliran filtrasi melalui tubuh embung, yang selanjutnya
dari gambar trayektori tersebut dihitung masing-masing
jumlah angka pembagi garis trayektori dan garis equipotensial. Rumus umum untuk menghitung rembesan
melalui tubuh embung adalah sebagai berikut :
Qf

Nf
Np

.K .H .L

Usulan Teknis B 88

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
dengan :
Qf

= Debit aliran filtrasi ( m3/dt )

Nf

= Angka pembagi garis trayektori aliran filtrasi

Np = Angka pembagi dari garis equi potensial


K

= Koefisien infiltrasi ( m/dt )

= Tinggi tekan air total ( m )

= Panjang profil melintang tubuh embung ( m )

B. Perencanaan Detail Desain Embung


Dalam perencanaan detail, seluruh perhitungan yang
dilakukan akan disesuaikan dengan kriteria perencanaan
yang berlaku dan telah dibakukan di Indonesia.
Sedangkan Gambar-gambar akan dibuat sesuai dengan
Standar Penggambaran Bagian BI - 01 dan BI - 02 yang
dikeluarkan oleh Dirjen Sumber Daya Air.
Pekerjaan perencanaan detail ini antara lain meliputi :

Menentukan dimensi dan elevasi hidrolis spillway,


intake,

pembilas,

kantong

lumpur,

saluran

bilas,

pengambilan, saluran primer dan alat ukur.

Memastikan efek terhadap morfologi sungai dan muka


banjir

di

sebelah

hulu

dan

hilir

embung,

serta

merencanakan fasilitas yang baik guna mengurangi


efek negatif yang timbul terhadap lingkungan termasuk
bangunan-bangunan yang sudah ada.

Memastikan dimensi bangunan tersebut di atas lengkap


dengan perhitungan pembesian untuk masing-masing
bentuk konstruksinya.

Mencek stabilitas lereng embung, lendutan, bocoran,


erosi

bawah

tanah,

penggerusan,

degradasi

dan

agradasi.

Membuat

tabel-tabel

debit

untuk

spillway,

intake,

pembilas dan pengambilan di saluran primer.

Memastikan pembebasan tanah di daerah genangan.

Usulan Teknis B 89

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
Beberapa contoh kriteria desain yang akan digunakan oleh
konsultan untuk melaksanakan perencanaan detail dari
beberapa macam bangunan/konstruksi sepintas akan di
gambarkan disini, antara lain :
-

Konstruksi timbunan tubuh embung


Untuk

perencanaan

timbunan

tubuh

embung,

menggunakan kriteria-kriteria berikut:


Kemiringan lereng
Sebagai

pendekatan

awal

dalam

menentukan

kemiringan lereng ditentukan dengan persamaan


sebagai berikut :
m-k.
F S hulu = --------------------- . tan
1+k.m.

n-k
F S hilir = ----------------------- . tan o
1+k.n
Dimana :
FS Hulu = faktor keamanan bagian hulu
FS Hilir = faktor keamanan bagian hilir
m, n

= kemiringan lereng bagian hulu dan hilir

Dalam mengambil keputusan untuk lebar embung,


maka

hasil

perhitungan

dibandingkan

dengan

tersebut

lebar

masih

harus

minimum

embung

timbunan

embung

harus

dengan

tersedianya

menurut RS Vershney.
Inti (core)
Material

inti

dipertimbangkan

dan

pemakaian material di daerah sekitar embung yang


mempunyai kualitas tertentu.
Usulan Teknis B 90

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
Perencanaan

tebal

lapisan

kedap

air

dipertimbangkan pada :

koefisian permeabilitas dari material

resistivity terhadap piping, misalnya gradasi dan


plastisitas material asal dengan gradasi dari
material yang dicampurkan

ketahanan terhadap gempa

Lapisan semi kedap air


Perencanaan tebal minimum lapisan ini ditentukan
berdasarkan :

perbedaan gradasi material yang dipakai

permeabilitas material

perbedaan tebal minimum untuk kebutuhan


pemadatan

Lapisan porous (filter luar)


Lapisan porous ini terdiri dari campuran batu kerikil
dan batu besar dengan tegangan geser yang tinggi.
Lapisan

ini

digunakan

untuk

mengalirkan

air

rembesan (seepage) dari lapisan kedap air.


Lapisan permukaan puncak embung
Untuk mencegah masuknya air dari permukaan
urugan serta guna melindungi kerusakan-kerusakan
dari

luar

maka

permukaan

sebaiknya

ditutup

dengan aspal jalan diatasnya dan diberi saluran


dikanan dan kiri.
Tinggi jagaan
Tinggi jagaan yang diperhitungkan menurut David &
Sorensen adalah jumlahan dari :

Tinggi kenaikan rambatan akibat gelombang,


yaitu 0,5 hw untuk dumping rock rip-rap, dan 0,2
hw untuk hand pitching rip-rap (hw dalam
meter);

Usulan Teknis B 91

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan

Tinggi gelombang diatas muka air waduk hw


dalam meter; dan

Tinggi kenaikan muka air karena tiupan angin S


(dalam meter)

Tinggi kenaikan muka air karena tiupan angina


Menurut Znider Zee :
S

(V 2 F Cos )/(6.300 D)

Dimana :
S

= kenaikan tinggi muka air di waduk karena tiupan


angin (m)

= kecepatan angin dalam km/jam

= panjang genangan tegak lurus as embung (km)

= sudut

anatar

arah

angin

dengan

panjang

genangan, jika tak ada informasi = 0


D

= keadaan rata-rata muka air sepanjang garis F,

Sehingga didapatkan Tinggi jagaan menurut Stevenson


maupun menurut Creager sebagai berikut :
S

0,20 hw + hw + 0,10

Menurut rumus praktis, tinggi jagaan adalah 1/2 % dari


tinggi embung.
Penurunan
Penurunan

untuk

embung

jenis

urugan

tanah

homogen atau urugan tanah dan batu bervariasi


tergantung pada :
- Metode pelaksanaan
- Karakteristik material timbunan, terutama untuk
embung urugan batu, yaitu kekuatan, bentuk
embung, ukuran batu, bila batunya keras serta
timbunannya lapis demi lapis, maka penurunan
yang akan lebih kecil
- Pondasi yang kuat (jenis batuan kuat), maka
penurunan yang akan terjadi kecil dan sebaliknya

Usulan Teknis B 92

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
akan besar bila pondasinya lunak atau kurang
kuat.
Rumus yang digunakan :
Menurut FL Howton MD Lester
Penurunan S = 0,001 (H)3/2 dalam meter
Rumus praktis penurunan = 1 % tinggi embung

Perkuatan lereng
Lereng Hulu
Pengamanan lereng hulu biasanya digunakan rip-rap
yang

sebelumnya

diberi

lapisan

pasir

atau

geotextile.
Besarnya ukuran batu dihitung dengan rumus :
RS Varskhney
tw
dm

(1 + s2)

2,23 x C hw x ------- x ------------t - tw s(s+2)

dimana :
dm

= diameter batu dalam meter

tw

= berat isi air dalam t/m3

= berat isi batu dalam t/m3

= kemiringan lereng embung,

hw

= tinggi gelombang dalam meter,

= koefisien

yang

tergantung

pada

cara

pemasangan rip-rap
C

= 0,54 untuk hand placed rip-rap

= 0,80 untuk dumped rip-rap

Rumus US Army Corps of Engineer


100 (hw)2
Wa = -------------Cotg
Usulan Teknis B 93

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
Dimana :
Wa

= berat batu dalam kg

= kemiringan lereng hulu.

Lapisan filter dibawah riprap


Rip-rap di lereng hulu harus diberi lapisan dasar dari
filter untuk embung tipe urugan.
Kegunaan lapisan filter tersebut untuk melindungi
tererosinya material tanah sebagai timbunan tubuh
embung yang diakibatkan oleh gerakan gelombang
air waduk yang mengalir melalui celah-celah batu
rip-rap.
Lebih mantap lagi apabila setelah lapisan filter
tersebut dipasang dengan lembaran Geo-textile,
yang sangat berguna sekali menahan erosi terhadap
material.
Perkuatan lereng hilir
Lereng

hilir

embung

cukup

diperkuat

dengan

gebalan rumput, tetapi pada bagian pertemuan kaki


lereng hilir dengan bagian datar (berm) harus diberi
saluran sendang untuk mengalirkan air hujan yang
dibuang kearah hilir sungai.
Keamanan terhadap geser
Cara menghitung keamanan material terhadap gaya
tekanan horisontal sebagai berikut :
a. Menghitung gaya geser horisontal (S) dibawah
lereng embung dengan rumus :
S t.

h1 2 h2 2
2

tan 45 2 45 0 1
2

Dimana :
h1 = Jarak

vertikal

atau tinggi

embung

dari

puncak sampai dari lapisan yang keras atau


batu, yang kekuatan lapisan tersebut jauh
Usulan Teknis B 94

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
lebih tinggi dibanding dengan material yang
berada diatasnya. (meter)
h2 = Jarak material dari dasar embung sampai
dari lapisan keras. (meter)
t

= berat isi effektif material timbunan (t/m3)

f1 = sudut kesamaan dari sudut geser dalam


material timbunan yang diperoleh dengan
cara :
tan f 1

C th1 tan f
th1

C = kondisi material timbunan


f

= sudut geser dalam material timbunan

Gaya geser maksimum : Smaks = 1,40 Sa


b. Factor keamanan terhadap gaya geser pondasi
Untuk mencari faktor keamanan pada pondasi
karena gaya geser harus dicari dulu satuan untuk
gaya geser kritis

Smaks yang biasanya terjadi

pada jarak 0,40 b dari lebar puncak embung.


Tegangan geser pada titik kritis yaitu pada geser
maksimum yaitu :
tmaks

t h tan f1

(Material soil keadaan saturated)


Faktor keamanan pondasi terhadap gaya geser
pada

titik

kritis

(pada

lokasi

gaya

geser

maksimum) :
tmaks
FS

---------------- > 4,00 (USBR)


Smaks

Stabilitas terhadap aliran fltrasi (seepage)


Baik tubuh embung maupun pondasi harus mampu
untuk

menahan

gaya

yang

ditimbulkan

oleh

adanya aliran filtrasi yang mengalir melalui celah-

Usulan Teknis B 95

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
celah butiran tanah timbunan tubuh embung dan
tanah pondasi embung.
Tidak ada kriteria yang pasti untuk menentukan
jumlah see-page yang diijinkan

yang mengalir

melalui tubuh embung dan pondasi.


Tetapi untuk itu ada standar yang tidak ditetapkan
yaitu :
- Jumlah rembesan dalam 1 hari (24 jam) adalah
kurang atau lebih dari 0,05% dari Gross storage
waduk.
- Jumlah rembesan dalam setahun adalah 1% dari
jumlah aliran air sungai ke waduk.
Untuk keamanan konstruksi tubuh embung terhadap
aliran filtrasi (seepage) ditinjau terhadap :
~ Kapasitas Aliran Filtrasi.
Kapasitas atau debit aliran filtrasi dapat dihitung
dan diperkirakan berdasarkan jaringan trayektori
(flow net) aliran filtrasi dengan rumus :
Nf
Qr = ---------- K H B
Np
dimana :
Qr = Kapasitas aliran filtrasi (m3/dt)
Nf = Jumlah Trayektori aliran filtrasi
Np = Jumlah garis equipotensial
K

= Koefisien permeabilitas (cm/dt)

= Tinggi tekanan air total

= Panjang dasar tubuh embung.

~ Gejala sufosi (piping) dan Sembulan (boiling)


Agar tidak terjadi sufosi dan sembulan yang
membahayakan tubuh embung maupun pondasi,
maka kecepatan aliran filtrasi didalam tubuh
embung dan pondasi perlu dibatasi.
Usulan Teknis B 96

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
Kecepatan aliran filtrasi dihitung dengan rumus :
V = KI = h2/l
Vs = V/n
Dimana :
V

= Kecepatan supercritical (m/dt)

Vs = Kecepatan aliran filtrasi (m/dt)


K

= Koefisien filtrasi (m/dt)

= Gradien debit

h2 = Tinggi tekanan air rata-rata (m)


l

= Panjang

rata-rata

berkas

elemen

aliran

filtrasi pada bidang keluarnya filtrasi (m)


n

= Porositas......... n = e/1+e

= Void ratio
w.q

Kecepatan aliran kritis

Ve = -------F.r

Stabilitas Lereng Hulu dan Hilir


Kemiringan embung baik di hulu maupun di hilir
harus direncanakan ssedemikian rupa, sehingga
aman terhadap bahaya longsoran yang ditinjau
terhadap beberapa keadaan, diantaranya adalah :
-

Kondisi akhir masa pelaksanaan (waduk dalam


keadaan kosong) untuk lereng hulu.

Kondisi rembesan langgeng untuk lereng hilir

Penurunan muka air mendadak untuk lereng


hulu.

Angka keamanan yang didapatkan dari analisa


stabilitas, harus lebih besar atau sama dengan
angka

keamanan

yang

disarankan

menurut

beberapa standar berikut ini :


Tabel B. 20.
Kondisi

Angka Keamanan
JIS

US

CF

Sorens

Corp.

Usulan Teknis B 97

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan

Setelah Embung
Selesai (waduk
kosong)
Keadaan Normal
Keadaan Gempa
Waduk Penuh
(Rembesan
Langgeng)
Keadaan Normal
Keadaan Gempa
Penurunan Air
Waduk Mendadak
(Rapid Drawdown)
Keadaan Normal
Keadaan Gempa
Beberapa

Davi
s

Arm
y

Somme
rs

en

Eng.

1.3
1.2

1.25
1.0

1.3
1.0

1.5
1.0

1.3
1.2

1.5
1.5

1.5
1.0

1.5
1.25

1.3
1.2

1.25
1.0

1.0
1.0

1.1
0.9

metode

perhitungan

untuk

stabilitas

tubuh embung telah banyak kita kenal, diantaranya


adalah metode Irisan bidang luncur bundar atau
yang lebih dikenal dengan slice metthod on circular
slip surface dan metode Simplified Bishop.
Dari kedua metode tersebut, untuk analisa stabilitas
embung akan dipergunakan metode yang pertama
yaitu Metode Irisan Bidang Luncur Bundar. Metode
ini cukup memberikan hasil analisa yang akurat,
karena telah mempertimbangkan berbagai macam
aspek pembebanan yang akan timbul pada lereng
embung.
Untuk

analisa

lebih

lanjut,

konsultan

akan

menggunakan sarana komputerisasi sebagai hal


yang sangat penting untuk mendapatkan hasil yang
akurat

dengan

program-program

yang

telah

tersedia.
Tinjauan Stabilitas Konstruksi
a. Tekanan Tanah

Usulan Teknis B 98

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
Perhitungan tekanan tanah akan dipakai untuk
desain

konstruksi

khususnya

pada

dinding
saluran

mempergunakan Rankine's

penahan
peluncur

tanah
dengan

Formula sebagai

berikut :
Tekanan tanah aktif :
Ea = 1/2 Ka . H12 - 2cH1 VKa
Tekanan tanah pasif :
Ep = 1/2 Kp . H22 - 2cH2 VKp
Dimana :
Ea

= Tekanan tanah aktif (KN/m)

Ep

= Tekanan tanah pasif (Kn/m)

Ka

= Koefisien tekanan tanah aktif

Kp

= Koefisien tekanan tanah pasif


= jenis tanah (t/m3)

H1

= Tinggi tekanan tanah aktif (m)

H2

= Tinggi tekanan tanah pasif (m)


= Kohesi (t/m2)

b. Tekanan Air
Tekanan hidrostatis dihitung berdasarkan rumus :
p

1/2 w.h2

Dimana :
p

= Tekanan hidrostatis (t/m2)

= Berta jenis air (t/m3)

= Tinggi air (m)

Tekanan Dinamis
Penambahan tekanan air yang diakibatkan oleh
adanya

gempa

akan

diperhitungkan

dengan

rumus pendekatan sebagai berikut :


Pd = 7/12 x w x K x Yi3 x Pi
Dimana :
Pd

= Tekanan air dinamis (ton)


Usulan Teknis B 99

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
w

= Berat jenis air (t/m3)

= Koefisien gempa (=0.12)

Yi

= Kedalaman air pada titik tertentu (m)

pi

= Kedalaman air dari dasar ke Permukaan


(m)

c. Analisa Stabilitas
Pada tinjauan stabilitas konstruksi akan ditinjau
terhadap

semua

kemungkinan

diantaranya

adalah :
- Keamanan terhadap geser
- Keamanan terhadap guling
- Keamanan terhadap daya dukung tanah
Lebih

lanjut

bahwa

untuk

perhitungan

perencanaan detailnya konsultan menggunakan


sarana komputerisasi yang softwarenya telah
dipersiapkan

secara

lengkap

menggunakan

rumus-rumus

dasar

dengan
seperti

dijelaskan tersebut diatas.


-

Kapasitas Tampungan Embung


Kapasitas tampungan embung akan ditentukan dengan
cara simulasi waduk berdasarkan berbagai hal, antara
lain :
1. Volume air yang dibutuhkan (irigasi, peternakan, air
baku dan lain-lain).
2. Kehilangan air akhibat penguapan, resapan baik
melalui dasar, tubuh, maupun dinding waduk.
3. Volume tampungan mati dalam hal ini diperuntukkan
untuk tampungan sedimen.
4. Kondisi topografi daerah lokasi proyek.
Sehingga bila dijabarkan dalam rumus umum adalah
sebagai berikut:
V

Vu +Ve +Vi +Vs

Dengan :
Usulan Teknis B 100

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
V

Vu

= Volume Embung (m3)


= Volume air untuk keperluan irigasi, ternak, air
baku (m3)

Ve

= Volume untuk proses evaporasi (m3)

Vi

= Volume untuk berbagai resapan (m3)

Vs

= Volume endapan sedimen (m3)

Volume air untuk keperluan irigasi, ternak dan air baku


didapat

dari

perhitungan

kebutuhan

air

irigasi,

sedangkan keperluan air untuk ternak diperhitungkan


dengan memperkirakan populasi ternak yang ada di
sepanjang saluran yang direncanakan sedangkan untuk
keperluan air baku dihitung berdasarkan kebutuhan air
masyarakat

sekitar.

Evaporasi

juga

mempengaruhi

berkurangnya air di waduk hal ini karena air di waduk


akan menguap terutama pada musim kemarau. Besar
penguapan/evaporasi ini dapat diperhitungkan dengan
rumus empiris seperti metode Penman atau metode
yang lain. Resapan melalui tubuh embung maupun
dasar embung akan mengurangi volume air waduk,
perhitungan untuk resapan air ini dapat dihitung
dengan flow net yaitu metode yang paling umum
digunakan dalam menghitung rembesan melalui tubuh
embung. Sedang volume tampungan mati digunakan
untuk menyediakan tampungan sedimen sesuai dengan
umur efektif embung.
B.5.2.5. Pedoman Operasi dan Pemeliharaan (O/P)
Analisis mengenai operasi waduk didasarkan atas konsep
kontinuitas atau keseimbangan air dimana selisih air yang
masuk (inflow) dan yang keluar (outflow) merupakan selisih
tampungan tiap periode.
Metode yang digunakan adalah simulasi neraca air di waduk.
Data masukan inflow berupa debit yang masuk ke waduk dan
curah hujan yang masuk ke permukaan waduk sedangkan
Usulan Teknis B 101

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
keluaran (outflow) berupa supley air irigasi dan kehilangankehilangan lain. Fungsi kendala berupa kapasitas tampungan
waduk.
Hasil dari simulasi operasi berupa rule curve yang merupakan
aturan operasi untuk setiap keadaan tampungan.
Aspek pemeliharaan mencakup pemeliharaan embung dan
bangunan

pelengkap

serta

sarana

irigasi.

Pemeliharaan

berfungsi untuk mengurangi kehilangan air yang diakibatkan


oleh kebocoran-kebocoran, mempertahankan umur ekonomis
dan menjaga agar bangunan tetap berfungsi sebagaimana
yang direncanakan.

B.6.

RENCANA KERJA

B.6.1. Uraian Tahap Pekerjaan


Agar

tahapan

pelaksanaan

pekerjaan

dapat

memenuhi

sasaran, maka tujuan dan sasaran yang diinginkan dituangkan


dalam

suatu

kerangka

pemikiran

sebagai

dasar

dalam

pelaksanaan pekerjaan yang disusun sedemikian rupa dengan


singkat, ringkas tetapi terurai dengan jelas yang tertuang
dalam metodologi pendekatan. Berikut akan ditampilkan
rencana jadwal pelaksanaan pekerjaan :

Usulan Teknis B 102

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan

Gambar B. 7. Rencana Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan


B.6.2. Penugasan Personil dan Kualifikasi
Tenaga

Ahli

Perusahaan

yang

akan

ditugaskan

dalam

pelaksanaan pekerjaan ini terdiri dari berbagai bidang profesi


yang akan diuraikan sebagai berikut :
Tabel B. 21.

Daftar Tenaga Ahli Yang Diusulkan

Usulan Teknis B 103

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
No

Personil yang
diusulkan

Posisi/ Keahlian

Team Leader

Ahli Sumber Daya Air

Ahli Hidromekanikal dan


Elektrikal

Ahli Geoteknik

Ahli Geodesi

Ahli Sosial Ekonomi

Sesuai dengan yangtertera dalam kerangka acuan kerja


pekerjaan SID Embung Limau Kabupaten Nunukan,
maka diperlukan kualifikasi kehlian sesuai dengan bidang
yang diperlukan pada pekerjaan ini.
1. Team Leader
Disyaratkan seorang Sarjana Teknik Pengairan/Sipil (S1),
berpengalaman dalam pelaksanaan di bidang sipil sub
bidang prasarana keairan yaitu mendesain embung atau
embung dan sekurang-kurangnya mempunyai pengalaman
selama 6 (enam) tahun, dan mempunyai / bersertifikat ahli
madya di bidang SDA.
2. Ahli Sumber Daya Air
Disyaratkan seorang Sarjana Teknik Pengairan/Sipil (S1),
yang berpengalaman dalam pelaksanaan di bidang sipil
sub bidang prasarana keairan yaitu mendesain embung
atau embung (Perhitungan struktur dan Hidrolik Embung),
dan sekurang-kurangnya mempunyai pengalaman selama
4 (empat) tahun bidang SDA.
3. Ahli Hidromekanikal dan Elektrikal
Disyaratkan seorang Sarjana Teknik Mesin (S1), yang
berpengalaman dalam pelaksanaan di bidang sipil sub
bidang prasarana keairan yaitu bidang hidromekanikal dan
elektrikal,

dansekurang-kurangnya

mempunyai

Usulan Teknis B 104

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan
pengalaman selama 4 (empat) tahun bidang SDA.
4. Ahli Geoteknik
Disyaratkan

seorang

Sarjana

Teknik

Geologi

(S1),

berpengalaman dalam pelaksanaan di bidang sipil sub


bidang prasarana keairan yaitu di bidang survey dan
investigasi

geologi

dan

mekanika

tanah

sekurangkurangnya mempunyai pengalaman selama 4


(empat) tahun, dan mempunyai / bersertifikat ahli muda
bidang Geoteknik.
5. Ahli Geodesi
Disyaratkan

seorang

Sarjana

Teknik

Geodesi

(S1),

berpengalaman dalam pelaksanaan di bidang sipil sub


bidang

prasarana

genangan

dan

keairan

trase

yaitu

saluran

pengukuran
dan

daerah

bangunan

dan

sekurangkurangnya mempunyai pengalaman selama 4


(empat) tahun, dan mempunyai / bersertifikat ahli muda
bidang geodesi.
6. Ahli Sosial Ekonomi
Disyaratkan

seorang

Sarjana

Ekonomi

berpengalaman

dalam analisa sosial ekonomi terhadap kegiatan yang


berhubungan dengan bangunan pengambilan serta dapat
membuat

dokumen

RAB

dan

kelengkapan

lelang,

sekurangkurangnya mempunyai pengalaman selama 4


(empat)
tahun.
Berikut adalah jadwal penugasan personil :

Usulan Teknis B 105

SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan

Usulan Teknis B 106

Tabel B. 22.

Jadwal Penugasan Tenaga Ahli

B.6.2. Pelaporan
Ada

beberapa

laporan

yang

harus

dissusun

dalam

melaksanakan pekerjaan SID Embung Limau Kabupaten


Nunukan sebagai berikut :
Tabel B. 23.
No.

Daftar Laporan
JENIS LAPORAN

BANYAK
Satuan
Jumlah

Rencana Mutu Kontrak (RMK)

Buku

Laporan Pendahuluan

Buku

Laporan Bulanan (Bulan I


s.d. Bulan VIII)

Buku

5 x 8 = 40

Laporan Antara/Interim Report

Buku

Draft Laporan Akhir/Final Report

Buku

Laporan Akhir/Final Report


- Laporan Utama

Buku

Laporan
Summary

Buku

Buku

Buku

Buku

Buku

Buku

Buku

Buku

5
5
5

Album

DVD

Set
Set
Set

1
3
3

Ringkas/Executive

- Laporan Penunjang
a.
Laporan
Pengukuran/Topografi
b.
Laporan
Geologi
dan
Mekanika Tanah
c. Laporan Nota Desain
d. Laporan Hidrologi
e. Laporan Pedoman O&P
f. Laporan Sosial Ekonomi
g. Dokumen lelang
- RAB
- Metode Pelaksanaan
- Spesifikasi teknis dan umum
h. Photo Dokumentasi Kegiatan
i. Film dokumentasi kegiatan
survey
j. Album Gambar
- A1 kalkir
- A1 copy
- A3 copy

k. Leaflet

Lbr

l. Eksternal Hardisk

Set

5
0
1

m. Roll Banner

Set

1. Rencana Mutu Kontrak


Paling lambat satu minggu setelah Surat Perintah Kerja
(SPK) dan sesudah mengadakan persiapan, pengumpulan
data, review hasil studi yang terdahulu dan peninjauan
lapangan, konsultan diminta untuk menyerahkan Laporan
Rencana Mutu Kontrak kepada Pengguna Jasa. Laporan
menyesuaikan Permen PU No. 4/PRT/M/2009 tentang
Sistem Manajemen Mutu.
2. Laporan Pendahuluan
Paling lambat satu bulan setelah Surat Perintah Kerja (SPK)
dan sesudah mengadakan persiapan, pengumpulan data,
review

hasil

studi

yang

terdahulu

dan

peninjauan

lapangan, konsultan diminta untuk menyerahkan Laporan


Pendahuluan kepada Pengguna Jasa.
Laporan pendahuluan yang diserahkan berisi :
a. Rencana kerja Penyedia Jasa secara menyeluruh.
b. Mobilisasi tenaga ahli dan tenaga pendukung lainnya.
c. Jadwal kegiatan Penyedia Jasa.
d. Uraian proker, rencana tindak, implementation program,
Jadwal pengerahan personil, dll.
e. Metode Pelaksanaan untuk penanganan pekerjaan yang
bersangkutan.
f. Permasalahan, hambatan dan temuan/fact and finding
di lapangan.
g. Daftar Referensi, studi terdahulu yang ada korelasi
terhadap pekerjaan yang bersangkutan.
h. Hasil

pengumpulan

seluruh

data

yang

dapat

dikumpulkan oleh konsultan.


i. Temuan-temuan awal dari Konsultan yang menyangkut

baik masalah teknis maupun non teknis.


3. Laporan Bulanan
Dibuat

setiap

bulannya

untuk

mengetahui

kemajuan/progres pekerjaan yang selalu diasistensikan


secara berkala kepada Pengawas dan Direksi Pekerjaan
serta diserahkan kepada Pengguna Jasa.
4. Laporan Interim
Pada awal bulan ke-4 (empat) sejak SPMK diterbitkan
Penyedia Jasa diwajibkan untuk menyerahkan Laporan
Sistem Planing pekerjaan ini, yang isinya memuat antara
lain :
- Parameter desain yang dipakai dan pertimbangan
pemilihan

jenis

dan

tipe

bangunan

utama

dan

fasilitasnya.
- Hasil layout sementara untuk rencana intake beserta
bangunan fasilitasnya.
Permasalahan dan kendala dalam penyusunan desain dan
faktor kondisi di lapangan setelah dilakukan investigasi
lanjutan.
5. Laporan Topografi
Laporan

yang

menginformasikan,

kondisi

topografi,

tanggal pengukuran, type alat, nomor serinya dan keadaan


cuaca harus dimasukkan pada buku ukur. Nama patok
profil, nama patok poligon, dan nama monumen harus
jelas tertulis dalam buku ukur sehingga tiap bagian dari
pada pengukuran dengan mudah siap untuk dicek. Seluruh
alat ukur harus diteliti sebelum dan sesudah operasi,
dibuktikan dengan berita acara, yang dilampirkan dalam
laporan.
6. Laporan Hidrologi
Laporan berisikan informasi data lapangan (primer dan
sekunder) dari kondisi hidrologi dan hidrometri daerah
survey, meliputi : Data iklim dan curah hujan, sistem tata

air yang ada, pengukuran debit air, bekas banjir yang


pernah terjadi, contoh air, hasil pengukuran salinitas dan
pH air, serta analisa perhitungan hidrologi dan hidrometri,
serta analisa pasang surut jika ada.
7. Laporan Geologi dan Mekanika Tanah
Terdiri dari hasil analisa dan hasil penyelidikan geoteknik,
hasil analisa laboratorium terhadap sampel/contoh tanah,
Peta geologi permukaan DAS/SWS dengan skala 1: 50.000,
Peta geologi regional dan lain-lain yang berhubungan
dengan survey mekanika dan geologi.
8. Laporan Sosial Ekonomi
Laporan yang terdiri dari informasi mengenai kondisi social
ekonomi yang terdapat pada daerah studi yang digunakan
sebagai

parameter

dalam

perhitungan

perencanaan.

Laporan ini dilengkapi pula dengan hasil questioner asli


yang disebar dalam mengkaji laporan ini.
9. Laporan Nota Desain
Laporan menginformasikan tentang Kriteria Perencanaan
(standar/kaidah) yang digunakan dalam kajian dan hasil
perencanaan/kajian/desain

embung

berikut

bangunanbangunan penunjang lainnya yang diperlukan.


10. Laporan Pedoman O&P
Laporan

yang

berisikan

pedoman

operasional

dan

pemeliharaan baik berupa OP Rutin OP Berkala, OP Darurat


kejadian.
11. Laporan Draf Akhir
Pada minggu pertama bulan ke-7 (tujuh) sejak SPMK
diterbitkan penyedia jasa menyerahkan Draft Final Report
untuk didiskusikan bersama dengan Direksi Pekerjaan.
Berisikan hasil final perencanaan konsultan berdasarkan
kriteria desain dan hasil alternative yang terpilih.
12. Laporan Akhir
Laporan Akhir adalah hasil perbaikan dari laporan draft

final

yang

terlah

dipresentasikan

dan

memperoleh

masukan dan persetujuan dari Direksi Pekerjaan.


13. Laporan Executive Summary
Laporan rangkumandari seluruh laporan yang dibuat oleh
penyedi jasa terkait perencanaan yang dilakukan.
14. Dokumen lelang
Berisikan RAB, Metode pelaksanaan, Spesifikasi teknis dan
spesifikasi umum.
15. Dokumentasi photo
Foto dokumentasi berisikan hasil foto yang dicetak pada
studio foto dan bukan berupa hasil cetak printer, pada foto
dokumentasi

ini

haruslah

mewakili

segala

kegiatan

konsultan baik dilapangan maupun dikantor.


16. Film dokumentasi kegiatan
Hasil Video kegiatan survey, presentasi dan kegiatan
lainnya terkait perencanaan studi.
17. Penggandaan gambar
Gambar terdiri dari Album gambar ukuran A1 dalam
bentuk Kalkir lengkap terhadap hasil perencanaan yang
dibuat lalu di gandakan dalam 2 bentuk yaitu ukuran A1
dan A3.
18. Leaflet
Leaflet merupakan hasil rangkuman yang dibuat dalam
bentuk selebaran yang memuat seluruh informasi hasil
perencanaan.
19. Eksternal hardisk
Media penyimpanan data dengan kapasitas 1 TB
20. Roll Banner
Berisikan infomasi kegiatan hasil perencanaan yang dibuat
sebagai alat penyampai informasi kepada public.

DAFTAR ISI
B.1.

PEMAHAMAN TERHADAP KERANGKA ACUAN KERJA...........................1

B.2.

TANGGAPAN TERHADAP KERANGKA ACUAN KERJA.............................3

B.3.

PEMAHAMAN TERHADAP LOKASI STUDI.............................................5

B.3.1.

Kondisi Administrasi dan Geografis.............................................5

B.3.2.

Hidroklimatologi..........................................................................7

B.3.3.

Geomorfologi............................................................................. 11

B.3.4.

Kependudukan...........................................................................12

B.4.

PENDEKATAN PELAKSANAAN PEKERJAAN.........................................13

B.4.1.

Pendekatan Umum....................................................................13

B.4.2.

Pendekatan Teknis.....................................................................14

B.5.

METODE PELAKSANAAN................................................................17

B.5.1.

Umum........................................................................................ 17

B.5.2.

Metode Pelaksanaan Pekerjaan.................................................17

B.5.2.1. Kegiatan Persiapan................................................................17


B.5.2.2. Kegiatan Survey....................................................................18
B.5.2.3. Analisa Hidrologi....................................................................29

B.5.2.4. Analisa Hidraulika dan Desain Embung.................................74


B.5.2.5. Pedoman Operasi dan Pemeliharaan (O/P)............................92
B.6.

RENCANA KERJA............................................................................92

B.6.1.

Uraian Tahap Pekerjaan.............................................................92

B.6.2.

Penugasan Personil dan Kualifikasi............................................94

B.6.2.

Pelaporan.................................................................................. 97

DAFTAR TABEL
Tabel B. 1. Luas
Wilayah
menurut
Kecamatan
di Kabupaten
Nunukan Tahun 2015.................................................................................. 6
Tabel B. 2. . .Panjang dan
Nama Sungai menurut Kecamatan
di Kabupaten Nunukan Tahun 2015........................................................8
Tabel B. 3. ......Rata-rata Suhu dan Kelembaban Udara di Kabupaten
Nunukan Tahun 2015.................................................................................. 9
Tabel B. 4. ............Rata-rata Tekanan Udara, Kecepatan Angin, Lama
Penyinaran Matahari di Kabupaten Nunukan Tahun 2015.................10
Tabel B. 5. . Rata-rata Curah Hujan, Jumlah Hari Hujan di Kabupaten
Nunukan Tahun 2015................................................................................ 11
Tabel B. 6. .......Hubungan antara durasi dan kedalaman curah hujan
maksimum boleh jadi (CMB/PMP)..........................................................38
Tabel B. 7. .....................................Distribusi hujan untuk durasi 24 jam
38
Tabel B. 8. .....................................Distribusi hujan untuk durasi 12 jam
38
Tabel B. 9. ..........Intensitas hujan dalam % yang disarankan PSA 007
40

Tabel B. 10. Total Curah Hujan Maksimum Boleh Jadi Dalam % Untuk
Durasi 24, 48 dan 72 Jam........................................................................41
Tabel B. 11. Nilai fc................................................................................... 42
Tabel B. 12. Cover Faktor (k)..................................................................42
Tabel B. 13. Nilai Nilai yang Mewakili Harga K, fc dan fo Untuk Jenis
Tanah yang Berbeda................................................................................. 42
Tabel B. 14. Nilai Nilai yang Mewakili Harga K, fc dan fo Untuk Jenis
Tanah yang Berbeda................................................................................. 47
Tabel B. 15. Rumus Intensitas Curah Hujan.........................................49
Tabel B. 16. Nilai Koefisien Tanaman Padi............................................59
Tabel B. 17. Nilai CP................................................................................. 68
Tabel B. 18. Hubungan antara konsentrasi suspend load, jenis
material dan persentase bed load terhadap suspend load. .72
Tabel B. 19. Koefisien konsolidasi material sedimen di waduk........73
Tabel B. 20. Angka Keamanan................................................................88
Tabel B. 21. Daftar Tenaga Ahli Yang Diusulkan..................................94
Tabel B. 22. Jadwal Penugasan Tenaga Ahli.........................................96
Tabel B. 23. Daftar Laporan....................................................................97

DAFTAR GAMBAR
Gambar B. 1.

Lokasi Pekerjaan............................................................7

Gambar B. 2.

Distribusi Hujan 12 Jam...............................................40

Gambar B. 3.

Distribusi Hujan 12 Jam Dalam Bentuk Genta.........40

Gambar B. 4. .........................................................Grafik Metode Horton


42
Gambar B. 5. Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu............................43
Gambar B. 6. Struktur Model F.J. Mock................................................52
Gambar B. 7. Rencana Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan.....................93

Anda mungkin juga menyukai