RSUD BANJARBARU
HEMATEMESIS MELENA
DEFINISI:
Hematemesis adalah muntah darah berwana hitam ter yang berasal dari saluran cerna bagian
atas.
Melena adalah buang air besar berwarna hitam ter yang berasal dari saluran cerna bagian atas.
Yang dimaksud saluran cerna diatas (proksimal) ligamentum Treitz, mulai dari jejunum
proksimal, duodenum, gaster dan esophagus.
DIAGNOSIS:
1.
2.
3.
4.
DIAGNOSIS DIFERENSIAL
1. Hemoptoe
2. hemetoskezia
PEMERIKSAAN PENUNJANG:
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk kasus hemetemesis melena, adalah sebagai
berikut:
- Darah perifer lengkap
- Hemetemesis lengkap atau masa pendarahan
- Masa pembekuan
- Masa protombin
- Elektrolit (Na, K,Cl)
- Pemeriksaan fungsi hati (cholinesterase, albumin, globulin, SGOT, SGPT, petanda
hepatitis B dan C, Endoskopi SCBA diagnostic atau foto roentgen OMD, USG hati)
TERAPI
Terapi yang dilakukan untuk kasus hematemesis melena, yaitu:
- Non farmakologis : tirah baring, puasa, diet hati/lambung, pasang NGT untuk
dekompresi, pantau perdarahan
- Farmakologis
PENDAHULUAN
Infeksi virus Dengue disebabkan oleh virus Dengue yang terdiri dari 4 serotipe yaitu :
DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Manifestasi klinis infeksi virus Dengue dapat berupa
keadaan asimtomatik hingga menimbulkan kematian. Demam simtomatik dapat berupa : demam
dengan tidak terdiferensiasikan, DD, dan DBD yang dapat disertai syok (DSS) dan tanpa syok.
DIAGNOSIS
Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14 hari), timbul gejala
prodromal yang tidak khas seperti : nyeri kepala, nyeri tulang belakang dan perasaan lelah.
Demam dengue (DD) merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua
atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut:
- Nyeri kepala
- Nyeri retro-orbital
- Mialgia/artralgia
- Ruam kulit
- Manifestasi perdarahan (petekie atau uji bendung positif)
- Leucopenia
Dan pemeriksaan serologi dengue positif, atau ditemukan pasien DD/DBD yang
sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama
Demam Berdasar Dengue (DBD)
Berdasarkan criteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal dibawah ini dipenuhi.
1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.
2. Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut:
- Uji bendung, positif
- Petekie, ekomosis, atau purpura
- Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi) atau perdarahan dari
tempat lain.
- Hematemesis atau melena
3. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/l)
4. Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai berikut:
- Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan jenis
kelamin
- Penurunan hematokrit >20% setalah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan
nilai hematokrit sebelumnya.
- Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau hipoproteinemial
Dari keterangan diatas terlihat bahwa perbedaan utama antara DD dan DBD adalah pada DBD
ditemukan kebocoran plasma
Sindroma Syok Dengue (SSD): Sindroma Renjatan Dengue (SRD):
4-7
Hematologi
Hb
Ht
Hitung lekosit
Hitung trombosit
Hapus darah putih
PT, APTT,
D- Dimer/Fibrin
monomer,
Fibrinogen
Imunoserologi:
Anti dengue IgM, IgG
Uji HI
8-10
11-12
KIMIA
Hematologi
Hemoglobin
Hematokrit
Hitung lekosit
Hitung trombosit
Hapus darah tepi
Imunoserologi
- uji HI
Catatan/interpretasi
Biasanya normal
TATALAKSANA
Keluhan DBD
(criteria WHO 1997)
Observasi
Rawat jalan
Periksa
Hb,Ht, leuko,
trombo/24
jam
Hb, Ht normal,
trombo 100.000150.000
Observasi
Rawat jalan
Periksa
Hb,Ht, leuko,
trombo/24
jam
Hb, Ht normal,
trombo
<100.000
Rawat
Hb, Ht meningkat,
trombo
Normal/turun
rawat
Suspek DBD
Perdarahan spontan dan massif (-)
Syok (-)
- Hb, Ht (N)
- Trombo<100.000
- Infus kristaloid
- Hb, Ht, Trombo tiap 24 jam
5% deficit cairan
PERBAIKAN
Ht dan frekuensi nadi turun,
Tekanan darah membaik
Produksi urin meningkat
Kurangi infus kristaloid 5
ml/kg/jam
PERBAIKAN
infus kristaloid 10
ml/kg/jam
TIDAK MEMBAIK
PERBAIKAN
infus kristaloid 15
ml/kg/jam
PERBAIKAN
Kondisi MEMBURUK
Tanda syok
PERBAIKAN
Tatalaksana sesuai
Protokol Syok dan
Perdarahan
KID (+)
KID (-)
Airway
Breathing: O2 1-2 l/mnt dengan kateter nasal, bila lebih dipakai sungkup
Circulation: cairan kristaloid * dan atau koloid** 10-20 ml/kgBB
secepatnya (bila mungkin<10menit)
Perhatikan: tanda-tanda hipovolemia, hipervolemia/overload dan respons
pemberian cairan
Kristaloid guyur 20-30ml/kgBB
20-30 mnt
PERBURUKAN
PERBAIKAN****
TETAP SYOK
Ht
Ht
Kristaloid*
Kristaloid
5 ml/kg/jam dalam 1 jam
Transfusi darah
10ml/kgBB dapat
diulang sesuai
kebutuhan
PERBAIKAN
TETAP SYOK
PERBAIKAN
Koloid***hingga
max 30ml/KgBB
PERBAIKAN
Kristaloid
Stop infus
TETAP SYOK
hipovolemik
normovolemi
k
Tetap syok
Kristaloid
dipantau
10-15 menit
PERBAIKAN
Kombinasi koloid
kristalod
Perbaikan
bertahan
vasopresor
inotropik
vosopresor
vasodilator
PERBURUKAN
PERBAIKAN****
TETAP SYOK
Ht
Ht
Kristaloid*
Kristaloid
5 ml/kg/jam dalam 1 jam
Transfusi darah
10ml/kgBB dapat
diulang sesuai
kebutuhan
PERBAIKAN
TETAP SYOK
PERBAIKAN
Koloid***hingga
max 30ml/KgBB
PERBAIKAN
Kristaloid
Stop infus
TETAP SYOK
hipovolemik
normovolemi
k
Tetap syok
Kristaloid
dipantau
10-15 menit
PERBAIKAN
Kombinasi koloid
kristalod
Perbaikan
bertahan
vasopresor
inotropik
vosopresor
vasodilator
MALARIA
DEFINISI;
Disebabkan oleh infeksi parasit plasmodium falsifarum, plasmodium vivax, plasmodium ovale
atau plasmodium malariae dan ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles
ANAMNESIS:
Riwayat demam intermiten atau terus menerus, riwayat dari atau pergi ke daerah endemic
malaria, trias malaria (keadaan menggigil yang diikuti dengan demam dan kemudian timbul
keringat yang banyak, pada daerah endemic malaria, trias malaria mungkin tidak ada, diare dapat
merupakan gejala utama)
PEMERIKSAAN FISIK:
Konjungtiva pucat, sclera ikterik dan splenomegali
PEMERIKSAAN PENUNJANG:
Sedian darah tebal dan tipis ditemukan plasmodium serologi malaria (+), sebagai penunjang
Malaria berat:
Ditemukan P. falsifarum dalam stadium aseksual disertai satu atau lebih gejala berikut:
1. Malaria serebral : koma dalam yang tak dapat/sulit dibangunkan dan bukan disebabkan
olah penyakit lain.
2. Anemia berat (normositik) pada keadaan hilang parasit >10000/ul, (Hb < 5 g/dl atau
hematokrit < 15%
3. Gagal ginjal akut (urin < 400ml / 24 jam pada orang dewasa, atau < 12 ml/kgBB pada
anak- anak setelah dilakukan rehidrasi disertai kreatinin > 3 mg/dl
4. Edema paru/ acute respiratory distress syndrome (ARDS)
5. Hipoglikemia (gula darah < 40 mg/dl)
6. Gagal sirkulasi atau syok (tekanan sistolik < 70% mmHg disertai keringat dingin atau
perbedaan temperature kulit mukosa > 1C)
7. Perdarahan spontan dari hidung, gusi, saluran cerna dan/ atau disertai gangguan
koagulasi intravascular.
8. Kejang berulang lebih dari 2 kali dalam 24 jam setelah pendingin pada hipertermia
9. Asidemia (pH 7, 25) atau asidosis (bikarbonat plasma < 15mEq/l)
10. Hemoglobinuria makroskopik, oleh karena infeksi malaria akut (bukan karena efek
samping obat antimalaria pada pasien dengan defisiensi G6PD
11. Diagnosis pasca kematian dengan ditemukannya P falsifarum yang dapat pada pembuka
darah kapiler jaringan otak.
Beberapa keadaan yag juga digolongkan sebagai malaria berat sesuai dengan gambaran klinis
daerah setempat:
1. Gangguan kesadaran
2. Kelemahan otot tanpa kelainan neurologist (tak bisa duduk atau jalan)
3. Hiperpireksi <5% pada daerah hipoendemik atau daerah tak stabil malaria
4. Ikterus ( bilirubin >3mg/dl)
5. Hipereksia (temperature rectal > 40)
DIAGNOSA BANDING:
Infeksi virus, demam tifoid toksis, hepatitis fulminan, leptopirosis, ensefalitis
PEMERIKSAAN PENUNJANG:
Darah tebal dan tipis malaria, serologi malaria, DPL, tes fungsi ginjal< tes fungsi hati,
gula darah, UL, AGD, elektrolit, hemostasis, roentgen thorak dan EKG
TERAPI
1. Infeksi P.vivax atau P. ovale
- Daerah sensitive klorokuin:
Klorokuin basa 150 mg, hari I dan II 4 tablet, hari III 2 tablet.
Terapi radikal : primaquin 1 x 15 mg selama 14 hari, bila gagal dengan terapi
klorokuin, kina sulfat 3 x 400 -600mg/hari selama 7 hari
- Daerah resisten klorokuin:
Klorokuin basa 150 mg , hari I 4 tablet + 2 tablet ( 6 jam kemudian), hari II dan III ; 2
tablet atau hari I dan II 4 tablet, hari III 2 tablet + SP 3 tablet dosis tunggal.
Terapi radikal : primakuin 1 x 15 mg selama 14 hari
2. Infeksi P. falsifarum ringan/sedang, infeksi campur P.falsifarum dan P.vivax
- Klorokuin basa 150mg:
Hari I 4 tablet + 2 tablet (6 jam kemudian) hari II dan III : 2 tablet atau hari 1 dan II 4
tablet, hari III 2 tablet.
- Bila perlu terapi radikal :
Falsifarum : primaquin 45 mg (dosis tunggal) infeksi campur : primaquin 1 x 15 mg
selama 14 hari.
Bila resisten dengan pengobatan tersebut: SP 3 Tablet ( dosis tunggal) atau kina sulfat
3 x 400-600 mg/hari selama 7 hari.
3. Malaria Berat
- Drip kina HCL 500mg (10mg/kgBB) dalam 250-500 ml D5% diberikan dalam 6-8
jam (maksimum 2000mg dengan pemantauan EKG dan kadar gula darah tiap 8- 12
jam sampai pasien dapat minum obat peroral atau sampai hitung parasit malaria
sesuai target (total pemberian parenteral dan peroral selama 7 hari dengan dosis
peroral 10mg/kg BB/24 jam diberikan 3 kali sehari)
- Pengobatan dengan kina dapat dikombinasikan dengan tetrasiklin 3 mg/kgBB sekali
sehari
Perhatian: SP tidak boleh diberikan pada bayi dan ibu hamilan. Primakuin tidak boleh diberikan
pada ibu hamil, bayi dan penderita defisiensi G6DP. Klorokuin tidak boleh diberikan dalam
keadaan perut kosong. Pada pemberian kina parenteral bila obat sudah diterima selama 48 jam
tetapi belum ada perbaikan dan atau terdapat gangguan fungsi ginjal, maka dosis selanjutnya
diturunkan sampai 30-50%. Kortikosteroid merupakan kotraindikasi pada malaria serebral.
Pemantauan pengobatan: hitung parasit minimal tiap 24 jam, target hitung parasit badan H1 50%
HO dan H3< 25 % HO. Pemeriksaan diulang sampai dengan tidak ditemukan parasit malaria
dalam 3 kali pemeriksaan berturut-turut.
PENGERTIAN :
Kondisi dekompensasi metabolic akibat defisiensi insulin absolute atau relative dan
merupakan komplikasi akut diabetes mellitus yang serius. Gambaran klinis utama KAD adalah
hiperglikemia, ketosis dan asidosis metabolic.
FAKTOR PENCETUS:
- infeksi
- infakr miocard akut
- pankreatitis akut
- penggunaan obat golongan teroid
- penghentian atau pengurangan dosis insulin
DIAGNOSIS:
Klinis:
- keluhan poliuri, polidipsi
- riwayat berhenti menyuntik insulin
- demam/infeksi
- muntah
- nyeri perut
- kesadaran: CM - delirium koma
- pernapasan cepat dan dalam
- dehidrasi (turgor kulit, lidah dan bibir kering)
- dapat disertai syok hipovolemik
KRITERIA DIAGNOSIS:
- kadar glukosa > 250 mg/dl
- PH < 7,35
- HCO3
: rendah
- Anion gap
: tinggi
- Keton serum
: positif dan atau ketonuria
DIAGNOSIS BANDING:
- ketosis diabetic
- hiperglikemi hiperosmolar non ketotik/hyperglikemik hyperosmolar state
- ensefalopati uremikum, asidosis uremikum
- Minum alcohol, ketosis alkoholik
- Ketosis hipoglikemia
- Ketosis starvasi
- Asidosis starvasi
- Asidosis laktat
- Asidosis hiperglikemik
- Kelebihan salisilat
- Drug induced asidosis
- Ensefalopati karena infeksi
Trauma kapitis
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan cito:
- gula darah
- elektrolit
- ureum kreatinin
- aseton darah
- urin rutin
- analisa gas darah
- EKG
Pemantauan:
- gula darah tiap jam
- Na+, K+, Cl- : tiap 6 jam selama 24 jam, selanjutnya sesuai keadaan
- Analisa gas darah : bila pH < 7 saat masuk, diperiksa setiap 6 jam sd pH >7,1.
selanjutnya setiap hari sampai stabil.
Pemeriksaan lain (sesuai indikasi):
- kultur darah
- kultur urin
- kultur pus
TERAPI :
Akses 2 jalur salah satunya dicabang dengan 3 jalur
1. cairan:
- NaCl 0,9% diberikan 1 2L pada 1 jam pertama, lalu 1 L pada jam kedua, lalu
0,5 L pada ketiga dan keempat, dan 0,25 L pada jam kelima dan keenam
selanjutnya sesuai kebutuhan
- Jumlah cairan yang diberikan dalam 15 jam sekitar 5 L
- Jika Na+> 155 mEq/L ganti cairan dengan NaCl 0,45%
- Jka GD<200 mg/dl ganti cairan dengan dektrose 5 %
2. Insulin (regular insulin=RI)
- deiberikan setelah 2 jam rehidrasi cairan
- RI bolus 180 mU/kgBB IV, dilanjutkan
- RI drip 90 mU/KgBB/jam, dalam NaCl 0,9%
- Jika GD, 200 mg/dl: kecepatan dikurangi RI drip 45 mU/kgBB/jam dalam NaCl 0,9%
- JIka GD stabil 200-300 mg/dl selama 12 jam RI drip 1-2 U/jam IV disertai sliding
scale setiap 6 jam
GD (mg/dl)
RI (Unit subkutan)
< 250
0
200-250
5
250-300
10
300-350
15
>350
20
- Jika kadar GD ada yang < 100 mg/dl drip RI dihentikan
Setelah sliding scale tiap6 jam, dapat diperhitungan kebutuhan insulin sehari dibagi 3
dosis sehari subkutan sebelum makan (bila pasien sudah makan)
3. Bicarbonat
Drip 100 mEq bila pH < 7,0 disertai KCl 26 mg drip, 50 mEq bila pH 7,0 7,1, disertai
KCl 13 mEq drip. Juga diberikan pada asidosis laktat dan hiperkalemi yang mengancam
4. Tata laksana Umum
02 bila P02 < 80 mmHg
Antibiotika adekuat
Heparin : bila ada DIC atau hiperosmolar (>380 mOsm/L)
TERAPI
disesuaikan dengan pemanatauan klinis:
- tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi pernapasan, temperature setiap jam
- kesadaran setiap jam
- keadaan hidrasi (turgor, lidah) setiap jam
- produksi urin setiap jam (balans cairan)
- cairan infuse yang masuk setiap jam
dan pemantauan laboratorik (lihat pemeriksaan penunjang)
KOMPLIKASI
- Edema paru
- Hipertrigliseridemia
- Infark miokard akut
- Hipoglikemia
- Hipokalemia
- Hiperkloremia
- Edema oatk
- Hipokalsemia
PROGNOSIS :
Dubia, tergantung usia, komorbit, adanya infark miokard akut, sepsis.
INTOKSIKASI OPIAT
PENGERTIAN:
Intoksikasi akibat penggunaan obat golongan
pentazokain, kodein,loperamid, dektrometorfan.
DIAGNOSIS:
Anamnesis : Informasi mengenai seluruh obat yang digunakan sisa obat yang ada.
Pemeriksaan fisik : pupil miosis pin point pupil, depresi napas, penurunan kesadaran, nadi
lemah, hipotensi, tanda edema paru, needle track sign, sianosis, spasme saluran cerna dan bilier,
kejang.
Laboratorium:
Opiate urin positif atau kadar dalam darah tinggi.
DIAGNOSIS BANDING:
Intoksikasi obat sedative: barbiturate, benzodiazepine, etanol
PEMERIKSAAN PENUNJANG:
Opiate urin/darah, AGD, elektrolit, gula darah, roentgen toraks
TERAPI:
A. Penanganan kegawatan: resusitasi A-B-C (airway, breathing, circulation) dengan
memperhatikan prinsip kewaspadaan universal. Bebaskan jalan napas, berikan oksigen sesuai
kebutuhan pemesangan infus dan pemberian cairan sesuai kebutuhan
B. Pemberian antidot nalokson
1. Tanpa hipoventilasi: dosis awal diberikan 0,4 mgIV pelan-pelan atau diencerkan
2. Dengan hipoventilasi: dosis awal diberikan 1-2 mgIV pelan-pelan atau diencerkan
3. Bila tidak ada respon, diberikan nalokson 1-2 mg IV tiap 5-10 menit hingga timbul
respon (perbaikan kesadaran hilangnya depresi pernapasan, dilatasi pupil) atau telah
mencapai dosis maksimal 10 mg. bila tetap tidak ada respon, diagnosis intoksikasi opiate
perlu dikaji ulang lapor konsulen Tim Narkoba Bagian IPD RSCM
4. Efek nalokson berkurang dalam 20-40 menit dan pasien dapat jatuh kedalam over dosis
kembali sehingga perlu pemantauan ketat tanda vital, kesadaran dan perubahan pupil
selama 24 jam untuk pencegahan dapat diberikan drip nalokson satu ampul dalam 500 ml
D5% atau NaCl 0,9% diberikan dalam 4-6 jam.
5. Simpan sample urin untuk pemeriksaan opiate urin dan lakukan rongent toraks
6. Pertimbangan pemasangan ETT bila, pernapasan tidak adekuat setelah pemberian
nalokson yang optimal, oksigenasi kurang meski ventilasi cukup, atau hipoventilasi
menetap setelah 3 jam pemberian nalokson yang optimal