Anda di halaman 1dari 22

SPM Kegawatdaruratan Penyakit Dalam 2

RSUD BANJARBARU

HEMATEMESIS MELENA

DEFINISI:
Hematemesis adalah muntah darah berwana hitam ter yang berasal dari saluran cerna bagian
atas.
Melena adalah buang air besar berwarna hitam ter yang berasal dari saluran cerna bagian atas.
Yang dimaksud saluran cerna diatas (proksimal) ligamentum Treitz, mulai dari jejunum
proksimal, duodenum, gaster dan esophagus.
DIAGNOSIS:
1.
2.
3.
4.

Hematemesis melena dapat di diagnosa sebagai berikut:


Muntah dan buang air besar darah warna hitam ter
Sindrom dyspepsia, bila ada riwayat makan obat NSAID, jamu pegal linu, alcohol yang
menimbulkan erosi/ulkus peptikum
Keadaan umum pasien sakit ringan sampai berat, dapat disertai gangguan kesadaran
(prekoma, koma hepatikum)
Dapat terjadi syok hipovolemik

DIAGNOSIS DIFERENSIAL
1. Hemoptoe
2. hemetoskezia
PEMERIKSAAN PENUNJANG:
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk kasus hemetemesis melena, adalah sebagai
berikut:
- Darah perifer lengkap
- Hemetemesis lengkap atau masa pendarahan
- Masa pembekuan
- Masa protombin
- Elektrolit (Na, K,Cl)
- Pemeriksaan fungsi hati (cholinesterase, albumin, globulin, SGOT, SGPT, petanda
hepatitis B dan C, Endoskopi SCBA diagnostic atau foto roentgen OMD, USG hati)
TERAPI
Terapi yang dilakukan untuk kasus hematemesis melena, yaitu:
- Non farmakologis : tirah baring, puasa, diet hati/lambung, pasang NGT untuk
dekompresi, pantau perdarahan
- Farmakologis

SPM Kegawatdaruratan Penyakit Dalam 3


RSUD BANJARBARU
a. Transfusi darah PRC (sesuai pendarahan yang terjadi dan Hb). Pada kasus varices
transfuse sampai dengan Hb 10 gr%, pada kasus non varices transfuse sampai dengan Hb
12gr%
b. Sementara menunggu darah dapat diberikan prngganti plasma (misalnya
dekstran/hemacel) atau NaCL 0,9% atau RL
c. Untuk penyebab non varises:
1. injeksi antagonis reseptor H2 atau penghambat pompa proton
2. sitoproktektor: sukralfat 3-4 x 1 gram atau teprenon 3 x 1 tab
3. antasida
4. injeksi vitamin K untuk pasien dengan penyakit hati kronis atau sirosis hati
d. Untuk penyebab varises
1. Somatostatin bolus 250 ug + drip 250 mikro gr/jam intravena atau ocreotide
(sandostatin) 0,1 mg/2 jam. Pemberian diberikan sampai perdarahan berhenti atau
bila mampu diteruskan 3 hari setelah skeleroterapi/ligasi varices esophagus.
2. Propanolol, dimulai dengan dosis 2 x 10mg, dosis dapat ditingkatkan sampai
tekanan diastolic turun 20 mmHg atau denyut nadi turun 20%.
3. Isosorbid dinitrat / mononitrat 2 x 1 tablet per hari.
4. Metoklorpramit 3 x 10Mg per hari
- Bila gangguan hemostasis, obati sesuai kelainan.
- Pada pasien dengan pecah varices / penyakit hati kronis / sirosis hati diberikan
:
1. Laktulosa 4x1 sendok makan
2. Neomisin 4x500mg, obat ini diberikan sampai tinja normal.
Prosedur bedah dilakukan sebagai tindakan emergensi atau elektif. Bedah emergensi
diindikasikan bila pasien masuk dalam keadaan gawat I-II.
KOMPLIKASI
Hematemesis melena juga dapat menimbulkan terjadinya Syok hipovolemik, aspirasi
pneumonia, gagal ginjal akut, sindrom hepatorenal, koma hepatikum, anemia karena pendarahan.
PROGNOSIS
Prognosis dari Hematemesis melena adalah Dubia.

SPM Kegawatdaruratan Penyakit Dalam 4


RSUD BANJARBARU

DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

PENDAHULUAN
Infeksi virus Dengue disebabkan oleh virus Dengue yang terdiri dari 4 serotipe yaitu :
DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Manifestasi klinis infeksi virus Dengue dapat berupa
keadaan asimtomatik hingga menimbulkan kematian. Demam simtomatik dapat berupa : demam
dengan tidak terdiferensiasikan, DD, dan DBD yang dapat disertai syok (DSS) dan tanpa syok.
DIAGNOSIS
Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14 hari), timbul gejala
prodromal yang tidak khas seperti : nyeri kepala, nyeri tulang belakang dan perasaan lelah.
Demam dengue (DD) merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua
atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut:
- Nyeri kepala
- Nyeri retro-orbital
- Mialgia/artralgia
- Ruam kulit
- Manifestasi perdarahan (petekie atau uji bendung positif)
- Leucopenia
Dan pemeriksaan serologi dengue positif, atau ditemukan pasien DD/DBD yang
sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama
Demam Berdasar Dengue (DBD)
Berdasarkan criteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal dibawah ini dipenuhi.
1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.
2. Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut:
- Uji bendung, positif
- Petekie, ekomosis, atau purpura
- Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi) atau perdarahan dari
tempat lain.
- Hematemesis atau melena
3. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/l)
4. Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai berikut:
- Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan jenis
kelamin
- Penurunan hematokrit >20% setalah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan
nilai hematokrit sebelumnya.
- Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau hipoproteinemial
Dari keterangan diatas terlihat bahwa perbedaan utama antara DD dan DBD adalah pada DBD
ditemukan kebocoran plasma
Sindroma Syok Dengue (SSD): Sindroma Renjatan Dengue (SRD):

SPM Kegawatdaruratan Penyakit Dalam 5


RSUD BANJARBARU
Seluruh criteria di atas untuk DBD disertai kegagalan sirkulasi dengan manifestasi nadi yang
cepat dan lemah, tekanan darah turun (20mmHg), hipotensi dibandingkan standar sesuai umur,
kulit dingin dan lembab serta gelisah
DERAJAT PENYAKIT INFEKSI VIRUS DENGUE
Untuk menentukan penatalaksanaan pasien infeksi virus dengue, perlu diketahui klasifikasi
derajat penyakit seperti tertera pada tabel 1.
Tabel 1. Klasifikasi derajat penyakit infeksi virus dengue
DD/DBD Derajat Gejala
Laboratorium
DD
Demam disertai 2 atau lebih tanda Leokopenia,
trombositopenia
sakit kepala, nyeri retro-orbital, tidak ditemukan bukti kebocoran
mialgia, artralgia
plasma
DBD
I
Gejala di atas ditambah uji Trombositopenia, (<100.000/ml)
bendung positif
Bukti ada kebocoran plasma
DBD
II
Gejala diatas ditambah perdarahan Trombositopenia (<100.000/ml)
spontan
bukti ada kebocoran plasma
DBD
III
Gejala diatas ditambah kegagalan Trombositopenia (<100000/ml)
sirkulasi (kulit dingin dan lembab bukti ada kebocoran plasma
serta gelisah)
DBD
IV
Syok berat disertai dengan tekanan Trombositopenia (<100.000/ml),
darah dan nadi tidak terukur
bukti ada kebocoran plasma
*DBD derajat III dan IV juga disebut sindroma syok dengue (SSD)
PERJALANAN PENYAKIT
Perjalanan penyakit DD/DBD sulit diramalkan. Pada umumnya pasien mengalami fase
demam selama 2-7 hari, yang diikuti oleh fase kritis selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien
sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai risiko untuk terjadinya DBD/SSD yang dapat
berakibat fatal jika tidak mendapat pengobatan yang adekuat. Apabila terjadi perdarahan dan
atau syok, harus segera diberikan pengobatan yang tepat. Dengan melakukan hal ini maka angka
kematian akan menurun

SPM Kegawatdaruratan Penyakit Dalam 6


RSUD BANJARBARU
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Laboratorium Diagnosis Demam Dengue/DBD
Hari
Jenis Pemeriksaan
Demam
1-2
Hematologi:
hemoglobin (Hb)
hematokrit (Ht)
hitung lekosit
hitung trombosit
Hematologi
Hemoglobin
3
Hematokrit
Hitung lekosit
Hitung trombosit

4-7

Hematologi
Hb
Ht
Hitung lekosit
Hitung trombosit
Hapus darah putih
PT, APTT,
D- Dimer/Fibrin
monomer,
Fibrinogen
Imunoserologi:
Anti dengue IgM, IgG
Uji HI

8-10

11-12

KIMIA
Hematologi
Hemoglobin
Hematokrit
Hitung lekosit
Hitung trombosit
Hapus darah tepi
Imunoserologi
- uji HI

Catatan/interpretasi
Biasanya normal

Hemokonsentrasi (peningkatan Ht20%)


Leucopenia
Limfositosis relative (>45% dari total leuko)
Limfosit plasma baru
(>15% dari total leukosit atau >4% dari total
limfosit)
trombositopeni (<100.000/l) atau penurunan
serial
trombosit <2/100 eritrosit ( min dilihat 10 lapangan
pandang)
Bila dicurigai terjadi perdarahan
Waspadai DIC
(PT>, APTT>, D-Dimer+ atau fibrin monomer+,
fibrinogen <)
Peningkatan IgM dan atau IgG
IgM+, IgG- : inf primer
IgM+, IgG+ : inf sekunder
IgM-, IgG+ : riwayat terpapar/dugaan inf
sekunder

IgM-, IgG- : bukan inf flavivirus, ulang 3-5 hari


curiga
1:2560 inf sekunder flavivirus
SGOT/SGPT meningkat, albumin menurun
Normal pada fase penyembuhan

Peningkatan titer > 4x


1 : 1280 inf flavivirus akut primer
1 : 2560 inf flavivirus akut sekunder

SPM Kegawatdaruratan Penyakit Dalam 7


RSUD BANJARBARU
b. Pemeriksaan Radiologis
Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemithoraks kanan tetapi apabila
terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemitoraks.
Pemeriksaan foto rongent dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan. Asites dan efusi
pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG

TATALAKSANA
Keluhan DBD
(criteria WHO 1997)

Hb, Ht, Trombosit


Normal

Observasi
Rawat jalan
Periksa
Hb,Ht, leuko,
trombo/24
jam

Hb, Ht normal,
trombo 100.000150.000

Observasi
Rawat jalan
Periksa
Hb,Ht, leuko,
trombo/24
jam

Hb, Ht normal,
trombo
<100.000

Rawat

Hb, Ht meningkat,
trombo
Normal/turun

rawat

Penanganan Protokol Rawat Inap Untuk


DBD (Protokol 2)

Protokol 1. Penanganan tersangka (probable_ DBD dewasa tanpa syok

SPM Kegawatdaruratan Penyakit Dalam 8


RSUD BANJARBARU

Suspek DBD
Perdarahan spontan dan massif (-)
Syok (-)

- Hb, Ht (N)
- Trombo<100.000
- Infus kristaloid
- Hb, Ht, Trombo tiap 24 jam

- Hb, Ht meningkat 10-20%


- Trombo<100.000
- Infus kristaloid
- Hb, Ht, Trombo tiap 24 jam

- Hb, Ht meningkat >20%


- Trombo<100.000

Protokol pemberian cairan DBD


dengan Ht meningkat 20%

Protokol 2. Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat


Catatan:
- volume cairan kristaloid per hari yang diperlukan :
sesuai rumus berikut 1500 + ( 20 X (BB dalam kg 20) )
Contoh volume rumatan untuk BB 55 kg: 1500 + [20 x (55 20)] = 2200 ml
(Pan American Health Organization: Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever:
Guidelines for Prevention and Control PAHO: D.C, 1994:67)
Pemantauan disesuaikan dengan fase / hari perjalanan penyakit dan kondisi klinis
Awasi kadar elektrolit darah jika memungkinkan.

SPM Kegawatdaruratan Penyakit Dalam 9


RSUD BANJARBARU

5% deficit cairan

Terapi awal cairan intravena


kristaloid 6-7 ml/kg/jam
Evaluasi 3-4 jam
TIDAK MEMBAIK
Ht , nadi meningkat,
Tekanan darah menurun <20mmHg
Produksi urin meningkat

PERBAIKAN
Ht dan frekuensi nadi turun,
Tekanan darah membaik
Produksi urin meningkat
Kurangi infus kristaloid 5
ml/kg/jam

PERBAIKAN

TANDA VITAL DAN


HEMATOKRIT
MEMBURUK

infus kristaloid 10
ml/kg/jam

TIDAK MEMBAIK
PERBAIKAN

Kurangi infus kristaloid 3


ml/kg/jam

infus kristaloid 15
ml/kg/jam

PERBAIKAN
Kondisi MEMBURUK
Tanda syok

Terapi cairan dihentikan


24 48 jam

PERBAIKAN

Protokol 3. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht > 20%

Tatalaksana sesuai
Protokol Syok dan
Perdarahan

SPM Kegawatdaruratan Penyakit Dalam 10


RSUD BANJARBARU
KASUS DBD
Perdarahan spontan dan massif:
epistaksis tidak terkendali
hematemesis melena
perdarahan otak
Syok (-)

Hb, HT, Trombo, Leuko, Pemeriksaan


Hemostasis (KID), golongan darah, uji cocok
serasi

KID (+)

KID (-)

Transfusi komponen darah:


- PRC (Hb<10g/dl)
- FFP
- TC (Trombo<100.000)
- Heparinisasi 5000-10.000/24 jam drip
- Pemantauan Hb,Ht, trombo, tiap 4-6 jam
- Ulang pemeriksaan hemostasis 24 jam
Kemudian
- Cek APTT tiap hari, target 1,5-2,5 kali kontrol

Transfusi komponen darah:


- PRC (Hb<10g/dl)
- FFP
- TC (Trombo<100.000)
Pemantauan Hb,Ht, trombo, tiap 4-6 jam
- Ulang pemeriksaan hemostasis 24 jam
Kemudian
- Cek APTT tiap hari, target 1,5-2,5 kali kontrol

Protokol 4. Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD dewasa


Keterangan:
- Pemeriksaan hemostasis pada kasus DBD
Parameter : PT, APTT, Fibrinogen, D Dimer
Sebenarnya penggunaan APTT kurang tepat sebab kemungkinan sebelum heparinisasi
APTT telah memanjang karena KID
Bagi sarana kesehatan yang tidak memiliki fasilitas dan reagen untuk pemeriksaan
tersebut, sebagai alternative dapat dikerjakan :
1. masa perdarahan
2. masa pembekuan
3. tes parakoagulasi yaitu ethanol gelation test untuk deteksi fibrin monomer. Jika
positif berarti ada aktivitas koagulasi

SPM Kegawatdaruratan Penyakit Dalam 11


RSUD BANJARBARU

Airway
Breathing: O2 1-2 l/mnt dengan kateter nasal, bila lebih dipakai sungkup
Circulation: cairan kristaloid * dan atau koloid** 10-20 ml/kgBB
secepatnya (bila mungkin<10menit)
Perhatikan: tanda-tanda hipovolemia, hipervolemia/overload dan respons
pemberian cairan
Kristaloid guyur 20-30ml/kgBB
20-30 mnt

PERBURUKAN

PERBAIKAN****

TETAP SYOK

Ht

Ht

Kristaloid*

Koloid 1020ml/kg/BB tetes


cepat 10-15 menit

7 ml/kg/jam dalam 1 jam

Kristaloid
5 ml/kg/jam dalam 1 jam

Transfusi darah
10ml/kgBB dapat
diulang sesuai
kebutuhan

PERBAIKAN

TETAP SYOK

PERBAIKAN

Koloid***hingga
max 30ml/KgBB
PERBAIKAN

Kristaloid

Pasang kateter vena


sentral*****

3 ml/kg/jam dalam 1 jam

Koloid**bila dosis maksimal belum


dicapai atau kristaloid/gelatin (bila koloid
sebelumnya telah mencapai dosis
maksimal) 10ml/kg dalam 10 menit dapat
diulang sampai 30 ml/kg. sasaran tekanan
vena sentral (TVS) 15-18mmH2O

24-48 jam setelah syok


teratasi, tanda vital/Ht stabil,
diuresis cukup

Stop infus

TETAP SYOK

Koreksi gangguan asam


basa, elektrolit,
hipoglikemia, anemia,
KID, infeksi sekunder

hipovolemik

normovolemi
k

Tetap syok
Kristaloid
dipantau
10-15 menit
PERBAIKAN
Kombinasi koloid
kristalod

Protokol 5. Tatalaksana syok pasien dewasa

Perbaikan
bertahan
vasopresor

Koreksi gangguan asam


basa, elektrolit,
hipoglikemia, anemia,
KID, infeksi sekunder

inotropik
vosopresor
vasodilator

SPM Kegawatdaruratan Penyakit Dalam 12


RSUD BANJARBARU
Airway
Breathing: O2 1-2 l/mnt dengan kateter nasal, bila lebih dipakai sungkup
Circulation: cairan kristaloid * dan atau koloid** 10-20 ml/kgBB
secepatnya (bila mungkin<10menit)
Perhatikan: tanda-tanda hipovolemia, hipervolemia/overload dan respons
pemberian cairan
Kristaloid guyur 20-30ml/kgBB
20-30 mnt

PERBURUKAN

PERBAIKAN****

TETAP SYOK

Ht

Ht

Kristaloid*

Koloid 1020ml/kg/BB tetes


cepat 10-15 menit

7 ml/kg/jam dalam 1 jam

Kristaloid
5 ml/kg/jam dalam 1 jam

Transfusi darah
10ml/kgBB dapat
diulang sesuai
kebutuhan

PERBAIKAN

TETAP SYOK

PERBAIKAN

Koloid***hingga
max 30ml/KgBB
PERBAIKAN

Kristaloid

Pasang kateter vena


sentral*****

3 ml/kg/jam dalam 1 jam

Koloid**bila dosis maksimal belum


dicapai atau kristaloid/gelatin (bila koloid
sebelumnya telah mencapai dosis
maksimal) 10ml/kg dalam 10 menit dapat
diulang sampai 30 ml/kg. sasaran tekanan
vena sentral (TVS) 15-18mmH2O

24-48 jam setelah syok


teratasi, tanda vital/Ht stabil,
diuresis cukup

Stop infus

TETAP SYOK

Koreksi gangguan asam


basa, elektrolit,
hipoglikemia, anemia,
KID, infeksi sekunder

hipovolemik

normovolemi
k

Tetap syok
Kristaloid
dipantau
10-15 menit
PERBAIKAN
Kombinasi koloid
kristalod

Protokol 5. Tatalaksana syok pasien dewasa

Perbaikan
bertahan
vasopresor

Koreksi gangguan asam


basa, elektrolit,
hipoglikemia, anemia,
KID, infeksi sekunder

inotropik
vosopresor
vasodilator

SPM Kegawatdaruratan Penyakit Dalam 13


RSUD BANJARBARU
Keterangan:
*: RL, RA, NS
**: HES BM 130.000, HES BM 200.000, HES BM 40.000, GELATIN, DEKSTRAN
***: Dosis maksimal koloid sintetik
HES (pentastarch) 6% 30 ml/kg/hari
HES (pentastarch) 10% 20 ml/kg/hari
HES (pentastarch, voluven) 50 ml/kg/hari
Urutan pemilihan koloid:
1. HES dengan BM 130.000 D dan dengan derajat substitusi 0,4 (tetra starch)
2. HES dengan BM 200.000 D
3. HES dengan BM 40.000 D
4. Gelatin
5. Dekstran 6%
6. Dekstran 10%
**** : mengikuti prosedur teratasi
***** : pasang kateter vena sentral (CVC) di ICU jika tersedia sarana dan tenaga terlatih
- CVP dipertahankan 15-18 mmH20 atau 8 12 mmHg
- Bila CVP sudah tinggi tetapi tanda-tanda syok masih ada maka dapat diberikan
inotropik
- Bila ditakutkan timbul perdarahan akibat pemasangan kateter vena sentral, dapat
dipakai vena ferifer untuk memasukkan kateter vena sentral.
- Indikasi kontra pemberian zat inotropik : hipovolemia
Protokol pemberian zat inotropik / zat vasoaktif (keadaan pasien harus euvolemik dulu)
1. Dopamin 5 g/kg/mnt dititrasi sampai 10 g/kg/mnt dengan sasaran MAP > 60 mmHg
2. Jika MAP tetap dibawah 60mmHg, maka dopamine distop, diganti dobutamin 5
g/kg/mnt dikombinasikan dengan norepinefrin 0,05 0,1 g/kg/mnt dan dapat
dititrasikan hingga dobutamin 20 g/kg/mnt dan noerepinefrin dititrasikan kenaikannya
setiap 0,01 g/kg/mnt hingga dosis norepinefrin 1 g/kg/mnt
3. JIka MAP masih tetap dibawah 60 mmHg, maka regimen di atas diganti dengan epinefrin
0,1 g/kg/mnt dititrasikan setiap 0,1 g/kg/mnt hingga 2g/kg/mnt.
Catatan :
- Bila ada indikasi dapat diberikan FFP, trombosit atau kriopresipitat
- Bila terjadi syok berulang dapat diulangi skema di atas dengan mengingat dosis
maksimal koloid
- Beri dekstrose minimal 150 g per 24 jam lewat oral/enteral/parenteral
- Nilai CVP tidak dapat dipakai secara absolute untuk menentukan kecukupan volume,
yang lebih penting perubahan nilai (naik turunnya).
- Indikasi masuk ICU :
1. syok yang tidak teratasi dalam 1 jam
2. syok berulang
3. syok dengan perdarahan hebat
4. syok dengan penyulit seperti : gagal napas, ensefalopati, gagal jantung, gagal
ginjal, kejang dan keadaan yang memerlukan terapi dengan titrasi.

SPM Kegawatdaruratan Penyakit Dalam 14


RSUD BANJARBARU
Interpretasi AGD
- Bila BE lebih berat dari -5 (pH normal atau turun), menandakan bahwa resusitasi
cairan tidak atau belum adekuat (kecuali bila telah diberikan NS > 30 ml/kg dimana
bisa terjadi asidosis hiperkloremik). Dalam hal ini jangan memberikan biknat tetapi
atasi hipovolemia
- PaO2 yang baik tidak selalu menjamin oksigenasi jaringan baik
- SaO2 yang baik dengan pemberian O2 yang tinggi tidak menyingkirkan kemungkinan
edema paru
- 200 < PaO2 / FiO2 < 300 : tanda-tanda ALI (acute lung injury)
Indikasi Pemberian Komponen Darah
- FFP : bila ada perdarahan nyata/berat dan APTT > 1,5 kali normal
- Trombosit : bila ada perdarahan nyata/berat, diberikan sampai perdarahan berhenti
- Kriopresipitat : bila fibrinogen di bawah 100 mg/dl
- Pada setiap pasien syok harus dikerjakan pemeriksaan golongan darah dan uji cocok
serasi. Perdarahan internal sulit dikenali karena adanya hemokonsentrasi. Adanya
penurunan nilai Ht missal dari 50% menjadi 40% tanpa disertai perbaikan klinis,
meskipun telah cukup diberi cairan, menunjukan adanya perdarahan internal. Pada
keadaan demikian diberikan darah segar. Transfusi diberikan sampai perdarahan
teratasi.

SPM Kegawatdaruratan Penyakit Dalam 15


RSUD BANJARBARU

MALARIA

DEFINISI;
Disebabkan oleh infeksi parasit plasmodium falsifarum, plasmodium vivax, plasmodium ovale
atau plasmodium malariae dan ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles
ANAMNESIS:
Riwayat demam intermiten atau terus menerus, riwayat dari atau pergi ke daerah endemic
malaria, trias malaria (keadaan menggigil yang diikuti dengan demam dan kemudian timbul
keringat yang banyak, pada daerah endemic malaria, trias malaria mungkin tidak ada, diare dapat
merupakan gejala utama)
PEMERIKSAAN FISIK:
Konjungtiva pucat, sclera ikterik dan splenomegali
PEMERIKSAAN PENUNJANG:
Sedian darah tebal dan tipis ditemukan plasmodium serologi malaria (+), sebagai penunjang
Malaria berat:
Ditemukan P. falsifarum dalam stadium aseksual disertai satu atau lebih gejala berikut:
1. Malaria serebral : koma dalam yang tak dapat/sulit dibangunkan dan bukan disebabkan
olah penyakit lain.
2. Anemia berat (normositik) pada keadaan hilang parasit >10000/ul, (Hb < 5 g/dl atau
hematokrit < 15%
3. Gagal ginjal akut (urin < 400ml / 24 jam pada orang dewasa, atau < 12 ml/kgBB pada
anak- anak setelah dilakukan rehidrasi disertai kreatinin > 3 mg/dl
4. Edema paru/ acute respiratory distress syndrome (ARDS)
5. Hipoglikemia (gula darah < 40 mg/dl)
6. Gagal sirkulasi atau syok (tekanan sistolik < 70% mmHg disertai keringat dingin atau
perbedaan temperature kulit mukosa > 1C)
7. Perdarahan spontan dari hidung, gusi, saluran cerna dan/ atau disertai gangguan
koagulasi intravascular.
8. Kejang berulang lebih dari 2 kali dalam 24 jam setelah pendingin pada hipertermia
9. Asidemia (pH 7, 25) atau asidosis (bikarbonat plasma < 15mEq/l)
10. Hemoglobinuria makroskopik, oleh karena infeksi malaria akut (bukan karena efek
samping obat antimalaria pada pasien dengan defisiensi G6PD
11. Diagnosis pasca kematian dengan ditemukannya P falsifarum yang dapat pada pembuka
darah kapiler jaringan otak.
Beberapa keadaan yag juga digolongkan sebagai malaria berat sesuai dengan gambaran klinis
daerah setempat:
1. Gangguan kesadaran
2. Kelemahan otot tanpa kelainan neurologist (tak bisa duduk atau jalan)
3. Hiperpireksi <5% pada daerah hipoendemik atau daerah tak stabil malaria
4. Ikterus ( bilirubin >3mg/dl)
5. Hipereksia (temperature rectal > 40)

SPM Kegawatdaruratan Penyakit Dalam 16


RSUD BANJARBARU

DIAGNOSA BANDING:
Infeksi virus, demam tifoid toksis, hepatitis fulminan, leptopirosis, ensefalitis
PEMERIKSAAN PENUNJANG:
Darah tebal dan tipis malaria, serologi malaria, DPL, tes fungsi ginjal< tes fungsi hati,
gula darah, UL, AGD, elektrolit, hemostasis, roentgen thorak dan EKG
TERAPI
1. Infeksi P.vivax atau P. ovale
- Daerah sensitive klorokuin:
Klorokuin basa 150 mg, hari I dan II 4 tablet, hari III 2 tablet.
Terapi radikal : primaquin 1 x 15 mg selama 14 hari, bila gagal dengan terapi
klorokuin, kina sulfat 3 x 400 -600mg/hari selama 7 hari
- Daerah resisten klorokuin:
Klorokuin basa 150 mg , hari I 4 tablet + 2 tablet ( 6 jam kemudian), hari II dan III ; 2
tablet atau hari I dan II 4 tablet, hari III 2 tablet + SP 3 tablet dosis tunggal.
Terapi radikal : primakuin 1 x 15 mg selama 14 hari
2. Infeksi P. falsifarum ringan/sedang, infeksi campur P.falsifarum dan P.vivax
- Klorokuin basa 150mg:
Hari I 4 tablet + 2 tablet (6 jam kemudian) hari II dan III : 2 tablet atau hari 1 dan II 4
tablet, hari III 2 tablet.
- Bila perlu terapi radikal :
Falsifarum : primaquin 45 mg (dosis tunggal) infeksi campur : primaquin 1 x 15 mg
selama 14 hari.
Bila resisten dengan pengobatan tersebut: SP 3 Tablet ( dosis tunggal) atau kina sulfat
3 x 400-600 mg/hari selama 7 hari.
3. Malaria Berat
- Drip kina HCL 500mg (10mg/kgBB) dalam 250-500 ml D5% diberikan dalam 6-8
jam (maksimum 2000mg dengan pemantauan EKG dan kadar gula darah tiap 8- 12
jam sampai pasien dapat minum obat peroral atau sampai hitung parasit malaria
sesuai target (total pemberian parenteral dan peroral selama 7 hari dengan dosis
peroral 10mg/kg BB/24 jam diberikan 3 kali sehari)
- Pengobatan dengan kina dapat dikombinasikan dengan tetrasiklin 3 mg/kgBB sekali
sehari
Perhatian: SP tidak boleh diberikan pada bayi dan ibu hamilan. Primakuin tidak boleh diberikan
pada ibu hamil, bayi dan penderita defisiensi G6DP. Klorokuin tidak boleh diberikan dalam
keadaan perut kosong. Pada pemberian kina parenteral bila obat sudah diterima selama 48 jam
tetapi belum ada perbaikan dan atau terdapat gangguan fungsi ginjal, maka dosis selanjutnya
diturunkan sampai 30-50%. Kortikosteroid merupakan kotraindikasi pada malaria serebral.
Pemantauan pengobatan: hitung parasit minimal tiap 24 jam, target hitung parasit badan H1 50%
HO dan H3< 25 % HO. Pemeriksaan diulang sampai dengan tidak ditemukan parasit malaria
dalam 3 kali pemeriksaan berturut-turut.

SPM Kegawatdaruratan Penyakit Dalam 17


RSUD BANJARBARU
Pencegahan: klorokuin basa 5 mg/kg BB, maksimal 300 mg/minggu atau SP dengan dosis
sulfadoksin 10 15 mg/kgBB atau pirimetamin 0,5 0,75 mg/kgBB diminum tiap minggu tiap
minggu sejak 1 minggu sebelum masuk daerah endemic sampai dengan 4 minggu setelah
meninggalkan daerah endemic.
KOMPLIKASI;
Malaria berat, renjatan, gagal napas, gagal ginjal akut.
PROGNOSIS:
Malaria falsifarum ringan/sedang, malaria vivax, atau malaria ovale: bonam, malaria
berat : dubia ad malam

SPM Kegawatdaruratan Penyakit Dalam 18


RSUD BANJARBARU

KETO-ASIDOSIS DIABETIKUM (KAD)

PENGERTIAN :
Kondisi dekompensasi metabolic akibat defisiensi insulin absolute atau relative dan
merupakan komplikasi akut diabetes mellitus yang serius. Gambaran klinis utama KAD adalah
hiperglikemia, ketosis dan asidosis metabolic.
FAKTOR PENCETUS:
- infeksi
- infakr miocard akut
- pankreatitis akut
- penggunaan obat golongan teroid
- penghentian atau pengurangan dosis insulin
DIAGNOSIS:
Klinis:
- keluhan poliuri, polidipsi
- riwayat berhenti menyuntik insulin
- demam/infeksi
- muntah
- nyeri perut
- kesadaran: CM - delirium koma
- pernapasan cepat dan dalam
- dehidrasi (turgor kulit, lidah dan bibir kering)
- dapat disertai syok hipovolemik
KRITERIA DIAGNOSIS:
- kadar glukosa > 250 mg/dl
- PH < 7,35
- HCO3
: rendah
- Anion gap
: tinggi
- Keton serum
: positif dan atau ketonuria
DIAGNOSIS BANDING:
- ketosis diabetic
- hiperglikemi hiperosmolar non ketotik/hyperglikemik hyperosmolar state
- ensefalopati uremikum, asidosis uremikum
- Minum alcohol, ketosis alkoholik
- Ketosis hipoglikemia
- Ketosis starvasi
- Asidosis starvasi
- Asidosis laktat
- Asidosis hiperglikemik
- Kelebihan salisilat
- Drug induced asidosis
- Ensefalopati karena infeksi

SPM Kegawatdaruratan Penyakit Dalam 19


RSUD BANJARBARU
-

Trauma kapitis

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan cito:
- gula darah
- elektrolit
- ureum kreatinin
- aseton darah
- urin rutin
- analisa gas darah
- EKG
Pemantauan:
- gula darah tiap jam
- Na+, K+, Cl- : tiap 6 jam selama 24 jam, selanjutnya sesuai keadaan
- Analisa gas darah : bila pH < 7 saat masuk, diperiksa setiap 6 jam sd pH >7,1.
selanjutnya setiap hari sampai stabil.
Pemeriksaan lain (sesuai indikasi):
- kultur darah
- kultur urin
- kultur pus
TERAPI :
Akses 2 jalur salah satunya dicabang dengan 3 jalur
1. cairan:
- NaCl 0,9% diberikan 1 2L pada 1 jam pertama, lalu 1 L pada jam kedua, lalu
0,5 L pada ketiga dan keempat, dan 0,25 L pada jam kelima dan keenam
selanjutnya sesuai kebutuhan
- Jumlah cairan yang diberikan dalam 15 jam sekitar 5 L
- Jika Na+> 155 mEq/L ganti cairan dengan NaCl 0,45%
- Jka GD<200 mg/dl ganti cairan dengan dektrose 5 %
2. Insulin (regular insulin=RI)
- deiberikan setelah 2 jam rehidrasi cairan
- RI bolus 180 mU/kgBB IV, dilanjutkan
- RI drip 90 mU/KgBB/jam, dalam NaCl 0,9%
- Jika GD, 200 mg/dl: kecepatan dikurangi RI drip 45 mU/kgBB/jam dalam NaCl 0,9%
- JIka GD stabil 200-300 mg/dl selama 12 jam RI drip 1-2 U/jam IV disertai sliding
scale setiap 6 jam
GD (mg/dl)
RI (Unit subkutan)
< 250
0
200-250
5
250-300
10
300-350
15
>350
20
- Jika kadar GD ada yang < 100 mg/dl drip RI dihentikan

SPM Kegawatdaruratan Penyakit Dalam 20


RSUD BANJARBARU
-

Setelah sliding scale tiap6 jam, dapat diperhitungan kebutuhan insulin sehari dibagi 3
dosis sehari subkutan sebelum makan (bila pasien sudah makan)

3. Bicarbonat
Drip 100 mEq bila pH < 7,0 disertai KCl 26 mg drip, 50 mEq bila pH 7,0 7,1, disertai
KCl 13 mEq drip. Juga diberikan pada asidosis laktat dan hiperkalemi yang mengancam
4. Tata laksana Umum
02 bila P02 < 80 mmHg
Antibiotika adekuat
Heparin : bila ada DIC atau hiperosmolar (>380 mOsm/L)
TERAPI
disesuaikan dengan pemanatauan klinis:
- tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi pernapasan, temperature setiap jam
- kesadaran setiap jam
- keadaan hidrasi (turgor, lidah) setiap jam
- produksi urin setiap jam (balans cairan)
- cairan infuse yang masuk setiap jam
dan pemantauan laboratorik (lihat pemeriksaan penunjang)
KOMPLIKASI
- Edema paru
- Hipertrigliseridemia
- Infark miokard akut
- Hipoglikemia
- Hipokalemia
- Hiperkloremia
- Edema oatk
- Hipokalsemia
PROGNOSIS :
Dubia, tergantung usia, komorbit, adanya infark miokard akut, sepsis.

SPM Kegawatdaruratan Penyakit Dalam 21


RSUD BANJARBARU

INTOKSIKASI OPIAT

PENGERTIAN:
Intoksikasi akibat penggunaan obat golongan
pentazokain, kodein,loperamid, dektrometorfan.

opiate, morfin petidin, heroin opium,

DIAGNOSIS:
Anamnesis : Informasi mengenai seluruh obat yang digunakan sisa obat yang ada.
Pemeriksaan fisik : pupil miosis pin point pupil, depresi napas, penurunan kesadaran, nadi
lemah, hipotensi, tanda edema paru, needle track sign, sianosis, spasme saluran cerna dan bilier,
kejang.
Laboratorium:
Opiate urin positif atau kadar dalam darah tinggi.
DIAGNOSIS BANDING:
Intoksikasi obat sedative: barbiturate, benzodiazepine, etanol
PEMERIKSAAN PENUNJANG:
Opiate urin/darah, AGD, elektrolit, gula darah, roentgen toraks
TERAPI:
A. Penanganan kegawatan: resusitasi A-B-C (airway, breathing, circulation) dengan
memperhatikan prinsip kewaspadaan universal. Bebaskan jalan napas, berikan oksigen sesuai
kebutuhan pemesangan infus dan pemberian cairan sesuai kebutuhan
B. Pemberian antidot nalokson
1. Tanpa hipoventilasi: dosis awal diberikan 0,4 mgIV pelan-pelan atau diencerkan
2. Dengan hipoventilasi: dosis awal diberikan 1-2 mgIV pelan-pelan atau diencerkan
3. Bila tidak ada respon, diberikan nalokson 1-2 mg IV tiap 5-10 menit hingga timbul
respon (perbaikan kesadaran hilangnya depresi pernapasan, dilatasi pupil) atau telah
mencapai dosis maksimal 10 mg. bila tetap tidak ada respon, diagnosis intoksikasi opiate
perlu dikaji ulang lapor konsulen Tim Narkoba Bagian IPD RSCM
4. Efek nalokson berkurang dalam 20-40 menit dan pasien dapat jatuh kedalam over dosis
kembali sehingga perlu pemantauan ketat tanda vital, kesadaran dan perubahan pupil
selama 24 jam untuk pencegahan dapat diberikan drip nalokson satu ampul dalam 500 ml
D5% atau NaCl 0,9% diberikan dalam 4-6 jam.
5. Simpan sample urin untuk pemeriksaan opiate urin dan lakukan rongent toraks
6. Pertimbangan pemasangan ETT bila, pernapasan tidak adekuat setelah pemberian
nalokson yang optimal, oksigenasi kurang meski ventilasi cukup, atau hipoventilasi
menetap setelah 3 jam pemberian nalokson yang optimal

SPM Kegawatdaruratan Penyakit Dalam 22


RSUD BANJARBARU
7. Pasien dipuasakan 6 jam untuk menghindari aspirasi akibat spame pilorik bila diperlukan
dapat dipasang NGT untuk mencegah aspirasi atau bilas lambung pada intoksikasi opiat
oral.
8. Activited charcoal, dapat diberikan pada intoksikasi peroral dengan memberikan 240 ml
cairan dengan 30 gram charcoal, dapat diberikan sampai 100gram
9. Bila terjadi kejang dapat diberikan diazepam IV 5-10 mg dan dapat diulang bila perlu
Pasien dirawat dan dikonsultasikan ke Tim Narkoba Bagian IPD RSCM untuk penilaian keadaan
klinis dan rencana rehabilitasi
KOMPLIKASI:
Aspirasi, gagal napas, edema paru akut
PROGNOSIS
Dubia

Anda mungkin juga menyukai