Kajian Permasalahan Impor Pelumas
Kajian Permasalahan Impor Pelumas
LAPORAN KAJIAN
PERMASALAHAN IMPOR PELUMAS
SERTA ALTERNATIF SOLUSINYA
KATA PENGANTAR
Pelumas merupakan salah satu komponen yang memiliki peranan penting
dalam pengoperasian berbagai jenis mesin. Dengan demikian keberadaan
pelumas selalu dibutuhkan, mengingat berbagai jenis mesin telah menjadi hal
yang vital untuk memudahkan berbagai aspek pekerjaan manusia.
Dalam perkembangannya, pemenuhan kebutuhan Pelumas dalam negeri
masih menjadi polemik dimana pemerintah perlu melakukan langkah-langkah
yang tepat untuk memberikan solusinya. Oleh karena itu, kegiatan kajian
permasalahan impor Pelumas perlu dilakukan sebagai dukungan kami
terhadap pengembangan dan perlindungan industri Pelumas dalam negeri.
Kajian ini memuat data dan analisis mengenai impor, ekspor, penyerapan
(utilisasi)
nasional,
serta
pemaparan
konsep
kebijakan
impor
dan
kajian
ini
dapat
memberikan
Rido Nugroho
Penulis
kontribusi
positif
dalam
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................. ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
DAFTAR TABEL
..........................................................................................................................
iv
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1Latar Belakang ............................................................................................ 1
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Daftar Pos Tarif/HS Pelumas Berdasarkan BTKI 2012 ......................4
Tabel 3.1 Jadwal Pelaksanaan Kajian ..............................................................8
Tabel 4.1 Negara Asal Impor Pelumas Non Sintetik Periode 2012 - 2016 .......9
Tabel 4.2 Negara Asal Impor Pelumas Non Sintetik Periode 2012 - 2016
........................................................................................................................
10
Tabel 4.3 Neraca Perdagangan Pelumas Jadi Non Sintetik
Periode 2012 September 2016
.........................................................................................................
11
Tabel 4.4 Neraca Perdagangan Pelumas Jadi Sintetik
Periode 2012 September 2016
.........................................................................................................
12
Tabel 4.5 Analisis Biaya
..........24
Tabel 4.5 Analisis Manfaat
..........25
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Perkembangan Jumlah Kendaraan Bermotor ..............................1
Gambar 4.1 Neraca Perdagangan Pelumas Jadi Non Sintetik
Periode 2012 September 2016
........................................................................................................................
10
Gambar 4.2 Neraca Perdagangan Pelumas Jadi Sintetik
Periode 2012 September 2016
........................................................................................................................
11
6
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA
MINERAL, MENTERI KEUANGAN DAN MENTERI PERINDUSTRIAN
DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 1905
K/34/MEM/2001 NOMOR : 426/KMK.01/2001 NOMOR :
233/MPP/Kep/7/2001
....................................................................................................
30
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mesin merupakan kebutuhan yang cukup vital yang digunakan hampir di
seluruh sisi kehidupan, salah satu penggunaan pelumas yang paling rutin
digunakan di Indonesia adalah penggunaan untuk mesin kendaraan
bermotor. Seiring dengan kemajuan zaman, permintaan akan kendaraan
bermotor
semakin
meningkat.
Hal
ini
ditunjukkan
melalui
data
40,000,000
20,000,000
0
Periode
penggunaan
pelumas.
Dengan
meningkatnya
penggunaan
tingkat
penggunaan
jumlah
kendaraan
bermotor
di
Indonesia
dirasa
cukup
untuk
merepresentasikan
pertumbuhan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Pelumas
Pelumas adalah zat kimia yang umumnya cairan dan diberikan di antara
dua benda bergerak untuk mengurangi gaya gesek. Zat ini merupakan
fraksi hasil destilasi minyak bumi yang memiliki suhu 105-135 derajat
celcius. Umumnya pelumas terdiri dari 90% minyak dasar dan 10% zat
tambahan. Salah satu penggunaan pelumas paling utama adalah oli
mesin yang dipakai pada mesin pembakaran dalam.
Sistem pelumasan ini memiliki beberapa fungsi dan tujuan,yaitu :
Mengurangi gesekan serta mencegah keausan dan panas, dengan cara oli
dapat membentuk suatu lapisan tipis (oil film) untuk mencegah kontak
langsung permukaan logam dengan logam.
Sebagai media pendingin, yaitu dengan menyerap panas dari bagian-bagian
yang mendapat pelumasan dan kemudian membawa serta memindahkannya
pada sistem pendingin.
Sebagai bahan pembersih, yaitu dengan mengeluarkan kotoran pada bagianbagian mesin.
Mencegah karat pada bagian-bagian mesin.
Mencegah terjadinya kebocoran gas hasil pembakaran.
Pelumas secara garis besar terbagi dalam 2 jenis, yaitu :
Pelumas Non Sintetik
dari
bahan
minyak
mineral,
biasa
disebut
juga
compound oil.
Pelumas Sintetik
Pelumas sintetik, yaitu pelumas yang bukan berasal dari nabati
ataupun mineral. Minyak pelumas ini berasal dari suatu bahan
yang dihasilkan dari pengolahan tersendiri. Pada umumnya
pelumas sintetik mempunyai sifat-sifat khusus, seperti daya
tahan terhadap suhu tinggi yang lebih baik daripada pelumas
mineral atau nabati, daya tahan terhadap asam, dll.
2.2 Kode HS Pelumas
Berikut Kode HS Pelumas beserta uraiannya berdasarkan BTKI 2012:
Tabel 2.1 Daftar Pos Tarif/HS Pelumas Berdasarkan BTKI
2012
Deskripsi
Digit
2710
27101941
00
27101942
00
27101943
00
27101944
00
27101950
00
27101960
00
27101990
00
HS 10
Deskripsi
Digit
3403
34031111
00
34031119
00
34031190
00
34031911
00
34031912
00
34031919
00
34031990
00
Pelumas lainnya
34039911
00
petroleum
34039912
00
34039919
00
petroleum
2.3.
PERDAGANGAN
K/34/MEM/2001
REPUBLIK
NOMOR
INDONESIA
NOMOR
426/KMK.01/2001
1905
NOMOR
233/MPP/Kep/7/2001.
Peraturan Bersama Menteri ESDM, Menteri Keuangan dan Menteri
Perdagangan tentang Ketentuan Impor pelumas mengatur beberapa hal
di antaranya:
a. Bahan baku pelumas berupa pelumas dasar sebagaimana dimaksud
dalam
Keputusan
Presiden
Nomor
21
Tahun
2001
Tentang
BAB III
METODOLOGI KAJIAN
3.1 Data dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam kajian merupakan data sekunder yang
terdiri dari:
1. Data impor Pelumas tahun 2012 Oktober 2016, sumber: BPS;
2. Data ekspor Pelumas tahun 2012 Oktober 2016, sumber: BPS;
3. Data
produksi
dan
konsumsi
pelumas,
sumber:
Kementrian
Perindustrian
4. Data Pertumbuhan Kendaraan Bermotor, sumber: Kepolisian Republik
Indonesia
3.2 Metode Kajian
Kajian ini menggunakan metode analisis deskriptif terhadap data-data
sekunder yang telah dikumpulkan. Aspek yang dianalisis meliputi data
impor, ekspor, penyerapan (utilisasi) nasional, serta pemaparan konsep
kebijakan impor dan pengembangan industri Pelumas dalam negeri.
Selain
menggunakan
metode
analisis
deskriptif,
kajian
ini
juga
Pada
tahap
ini
dirumuskan
tata
pelaksanaan
kajian
secara
analisis
peraturan-peraturan
terkait
Aktivitas/Pekerjaan
Diskusi awal
Identifikasi permasalahan
Identifikasi peraturan
terkait
Diskusi kelayakan
Penyusunan laporan
10
Diskusi akhir
11
12
1
0
1
1
1
2
BAB IV
IDENTIFIKASI DAN ANALISIS
4.1 Analisis Data Impor dan Ekspor
Selama 2012 2016, pasar pelumas Indonesia diisi oleh beberapa jenis
pelumas impor, diantaranya adalah pelumas non sintetik dan sintetik.
Untuk pelumas non sintetik
impornya diperkirakan mencapai 264 Juta USD dan dengan pangsa pasar
yang diprediksi mencapai 49% dari total pasar pelumas di dalam negeri.
Sedangkan untuk pelumas sintetik didominasi oleh Amerika Serikat yang
menguasai pangsa pasar pelumas dalam negeri yang diprediksi akan
mencapai 40% dari total pasar pelumas di dalam negeri.
Tabel 4.1 Negara Asal Impor Pelumas Non Sintetik Periode 2012-2016
Nilai (Juta USD)
N
o
NEGARA
2012
2013
2014
2015
440.6
441.6
343.
247.
94
11
85.7
69.1
65.5
45.6
21.8
20.9
32.6
22.2
28.4
15.5
38.3
19.9
21.0
13.2
SINGAPURA
KOREA SELATAN
18.21
52.24
THAILAND
94.81
75.46
TAIWAN
18.13
19.93
MALAYSIA
31.89
35.83
SWEDIA
21.24
21.69
JEPANG
24.66
31.62
PERANCIS
21.63
20.79
INDIA
17.07
14.75
AMERIKA SERIKAT
12.60
12.68
37.07
34.34
737.9
9
1
0
1
LAINNYA (54
NEGARA)
Total
11.9
0
7.95
13.0
18.9
22.1
28.2
761.
684.
509.
02
80
02
10
2016
(Jansept)
198.21
56.10
34.43
17.34
11.88
17.71
22.82
Est
2016
264.
28
74.8
0
45.9
1
23.1
2
15.8
4
23.6
1
30.4
3
Share
Est
2016
49%
14%
9%
4%
3%
4%
6%
4.81
6.41
1%
7.35
9.80
2%
8.55
22.96
402.16
11.4
1
30.6
1
536.
21
2%
6%
100%
NEGARA
2012
2013
2014
201
5
Est
201
6
Share
Est
2016
1.06
5.69
3.28
2.70
2.43
1.59
0.81
0.68
25.9
3
13.0
1
7.59
4.37
3.60
3.24
2.12
1.07
0.91
0.64
0.68
0.50
0.66
1.0%
3.72
2.89
2.27
1.69
2.25
3.5%
96.42
82.85
66.0
7
48.56
64.
75
100%
33.6
AMERIKA SERIKAT
89.33
59.43
43.37
JEPANG
15.93
13.09
11.34
VIETNAM
0.97
3.45
5.61
5.07
JERMAN
4.77
4.66
6.03
4.35
REP.RAKYAT CINA
2.03
2.60
2.56
2.89
SINGAPURA
6.99
4.11
4.74
2.45
MALAYSIA
1.22
1.50
2.57
2.47
TAIWAN
5.25
0.93
1.40
0.67
PERANCIS
1.47
1.68
1.70
1
0
KOREA SELATAN
0.78
1.25
1
1
LAINNYA (35
NEGARA)
4.50
133.2
3
Total
2016
(Jansept)
0
10.5
6
19.44
9.76
40.0%
20.1%
11.7%
6.8%
5.6%
5.0%
3.3%
1.7%
1.4%
11
Tahun
sisi
Dari
ekspor,
2012
baik
2013
jenis
2014
2015
2016 (Jan184,67
402,16
-217,50
Sep)
Est 2016
246,22
536,21
-289,99
pelumas jadi non sintetik maupun pelumas jadi sintetik selama periode
2012 September 2016 terdapat kecenderungan penurunan nilai ekspor
dan nilainya selalu lebih rendah dibanding dengan nilai impor. sehingga
neraca perdagangan selalu defisit sepanjang periode tersebut.
1,000,000,000
800,000,000
600,000,000
400,000,000
Ekspor (USD)
200,000,000
Impor (USD)
Neraca (USD)
0
-200,000,000
-400,000,000
-600,000,000
12
Sumber: BPS
150,000,000
100,000,000
50,000,000
Ekspor (USD)
0
Impor (USD)
2012
2013
2014
-50,000,000
-100,000,000
-150,000,000
13
Neraca (USD)
Tahun
Ekspor
3,45
3,23
3,19
2,69
Impor
133,23
96,42
82,85
66,07
Neraca
-129,78
-93,19
-79,65
-63,38
1,49
48,56
-47,07
1,99
64,75
-62,76
2012
2013
2014
2015
2016 (JanSep)
Est 2016
Sumber: BPS
Hal yang perlu diketahui bahwa realisasi ekspor yang terjadi merupakan
akibat dari tidak terserapnya produksi dalam negeri karena gencarnya
produk impor yang masuk. Artinya kapasitas produksi yang dihasilkan
sebenarnya hanya diperuntukkan untuk memenuhi permintaan dalam
negeri, bukan sengaja dipersiapkan untuk ekspor, sehingga dapat
dikatakan bahwa pasar ekspor merupakan bentuk pengalihan alokasi
dari pasar dalam negeri. Akan tetapi upaya tersebut masih menyisakan
permasalahan karena masih tetap menyisakan kapasitas produksi yang
tidak terserap oleh pasar dalam negeri maupun ekspor. Oleh karena itu
diperlukan suatu upaya yang dapat menjadi solusi untuk meningkatkan
penyerapan kapasitas produksi secara optimal di pasar dalam negeri
(substitusi impor), namun juga tidak meninggalkan pasar ekspor yang
cukup potensial bagi industri dalam negeri untuk melakukan ekspansi.
4.2 Konsep Umum Pengelompokan Jenis Impor
Sebagai langkah awal untuk mengembangkan industri Pelumas dalam
negeri, maka perlu adanya pemetaan permasalahan impor pelumas yang
selama ini menjadi hambatan tumbuh dan berkembangnya industri
pelumas dalam negeri. Berikut ini adalah pemetaan / pengelompokan
jenis impor yang selama ini terjadi :
14
Umum
Pengelompokan Jenis
Impor
Secara umum
perekonomian
di
dalam
negeri.
Dalam
menghadapi
untuk
menghambat
masuknya
barang
impor
dan
15
dalam negeri, namun di sisi lain hal ini berakibat pada hilangnya devisa
Negara yang begitu besar akibat dari dominasi penuh barang impor pada
segmen pasar tersebut. Permasalahan ini harus disikapi pemerintah
dengan melakukan upaya substitusi impor ke dalam negeri, cara yang
paling efektif digunakan adalah mewajibkan para produsen dari luar
negeri untuk membangun industrinya di dalam negeri. Jika hal tersebut
berhasil dilaksanakan pemerintah, maka akan memberika multiplier efek
yang positif bagi perekonomian, dengan terciptanya industri baru di
dalam negeri
4.3 Identifikasi Permasalahan Impor Pelumas
Setiap barang impor yang masuk ke dalam negeri , pasti memiliki
dampak negatif bagi beberapa stakeholder di dalam negeri, sehingga
perlu
dilakukan
identifikasi
permasalahan
untuk
melindungi
para
Gambar 4.4 Dampak Negatif Produk Pelumas Jadi Impor di dalam negeri
Pelumas impor memiliki dampak negatif yang bisa ditinjau dari dua sudut
pandang,
16
ditinjau
dari
sudut
pandang
perdagangan,
berdasarkan
17
maka
perlu
dilakukan
penanganan
yang
berbeda
oleh
pemerintah. Produk impor pelumas hulu, saat ini masih dibutuhkan oleh
industri pelumas di dalam negeri sebagai bahan baku pengolahan
industri pelumas jadi lokal dan bahan baku pelumas yang tersedia di
dalam negeri pun memang belum bisa memenuhi kebutuhan industri
dalam negeri, sehingga impor produk pelumas hulu masih bisa
ditoleransikan keberadaannya.
Berbeda dengan produk impor pelumas hulu, produk impor pelumas jadi
saat ini telah memiliki industri di dalam negeri, sehingga perlu dilakukan
penanganan yang berbeda oleh pemerintah. Untuk menentukan langkah
kebijakan
yang
akan
diambil
pemerintah,
maka
perlu
diketahui
KAPASITAS
PRODUKSI
PELUMAS
DALAM
NEGERI
KAPASITA
KAPASITA
S
S TIDAK
850 rb
4
950
rb
5
TERSERAP
TERSERAP
Kilolite 7
Kilolite 3
PASAR
PASAR
rs
%
rs
%
1,8 Jt
kilolit
ers
18
OVER
SUPP
LY
19
Berdasarkan gambar 4.4 terdapat suatu fakta bahwa saat ini industri
pelumas dalam negeri mampu memproduksi pelumas jadi sebesar 1,8
Juta Kiloliter per tahun, namun kemampuan pasar dalam negeri untuk
menyerap produksi pelumas dalam negeri hanya 47 % dari total produksi
pelumas jadi yang dihasilkan di dalam negeri. Kondisi ini membuat 950
ribu kiloliter atau setara dengan 53% pelumas jadi di dalam negeri tidak
terserap atau dikenal dengan kondisi oversupply industri pelumas jadi
dalam negeri.
Salah satu penyebab adanya kelebihan kapasitas pelumas jadi di dalam
negeri karena masih cukup besarnya impor pelumas jadi masuk di pasar
dalam negeri, saat impor masuk ke dalam negeri dengan harga yang
lebih kompetitif dibandingkan dengan produk dalam negeri, maka impor
tersebut akan secara serius mengancam pasar pelumas jadi di dalam
negeri. Di tengah kondisi pasar yang kelebihan kapasitas, impor pelumas
jadi terus masuk ke dalam negeri dan menjadi pesaing industri pelumas
lokal.
Kondisi industri pelumas jadi di dalam negeri mengindikasikan bahwa
pelumas termasuk kedalam jenis barang impor yang sudah bisa
diproduksi dan dipenuhi kebutuhannya di dalam negeri, sehingga
pemerintah
perlu
menghambat
masuknya
pelumas
impor
agar
kerusakan.
20
maka
bentuk
pengaturan/pengendalian
impor
yang
perlu
21
verifikasi/penelusuran
teknis
di
negara
muat
guna
suatu
peraturan/regulasi
ketentuan/ langkah-langkah
yang
memuat
substansi
berupa
22
c. Menetapkan
alokasi
impor
oleh
Kemenperin
untuk
membatasi
yang
mempertimbangkan
keselamatan,
keamanan
dan
efisiensi energi;
f.
untuk
pengembangan
usaha
dan
investasinya
(hanya
Menteri
Perdagangan
No.
118/M-DAG/PER/12/2015
dan
Peraturan Menteri Perindustrian No. 19/M-IND/PER/3/2016 yang masingmasing mengatur tentang Ketentuan Impor dan Pemberian Rekomendasi
terhadap Barang Komplementer, Barang untuk Keperluan Tes Pasar dan
Pelayanan Purna Jual.
4.5 Peran Pendataan Impor Dalam Implementasi Kebijakan Impor
Produk Pelumas Jadi
Database impor merupakan modal utama yang dibutuhkan untuk
melakukan pemetaan impor. Database impor yang lengkap akan
memberikan hasil pemetaan yang akurat mengenai:
23
segera
dilaksanakan
jika
kita
menginginkan
kebijakan
untuk melakukan
Lingkup Kebijakan
Pengaturan impor
24
percepatan
Pengaturan IP dan IT
Pengaturan pengawasan impor (verifikasi teknis)
Peran Dalam Kebijakan
Pengaturan importir (penetapan importir sebagai IT-Pelumas
Jadi)
Penetapan Kode HS (usulan dari Kemenperin)
Pengaturan pelabuhan tujuan
Ketentuan impor di Kawasan Perdagangan Bebas
Persyaratan dokumen Nomor Pelumas Terdaftar (NPT)
Ketentuan verifikasi di negara/pelabuhan muat
untuk
Lingkup Kebijakan
Pengaturan pembinaan industri Pelumas Jadi (Produsen Pelumas
Jadi DN)
Pengkoordinasian
tindakan
pengamanan
untuk
melindungi
industri DN
Peran Dalam Kebijakan
Menjaga Keseimbangan supply-demand dalam negeri
Peningkatan daya saing produk
Pemilahan Kode HS yang perlu diatur impornya
Sasaran Kebijakan
Industri Pelumas Jadi dalam negeri terlindungi
Mutu produk impor terjaga
Konsumen terhindar dari kerugian ekonomis
Lingkup Kebijakan
Pengaturan pembinaan industri Pelumas Dasar (Pertamina)
Pengaturan
persyaratan
teknis
produk
dalam
rangka
perlindungan konsumen
Peran Dalam Kebijakan
Penetapan Persyaratan Teknis Pelumas Dasar dan Pelumas Jadi
Penetapan mekanisme pengawasan pemberlakuan persyaratan
TEKNIS
25
Pemberian NPT
Sasaran Kebijakan
Produk Pelumas Jadi yang beredar telah memenuhi persyaratan
TEKNIS
Produk Pelumas Jadi tidak merugikan konsumen
4.7 Regulatory
Impact
Analysis
(RIA)
terhadap
Pemberlakuan
tujuan
dari
penggunaan
RIA
adalah
menyediakan
secara
impor
produk
pelumas
jadi
untuk
mengantisipasi
26
atau
dengan
pembatasan
alasan:
Impor
untuk
Barang
membangun,
untuk
kepentingan
mempercepat,
dan
birokrasi
pembuat
regulasi
(kementrian
teknis
terkai)
dan
27
Jelas dan harus dapat diakses merata oleh seluruh stakeholders yang
berkepentingan terhadap regulasi tersebut.
pengaturan
mekanisme
impor
produk
pelumas
jadi,
Stakeholders
Produsen
Produk
Pelumas
2.
Jadi
Dalam
Negeri
Importir Produk Pelumas
Jadi
Analisis Biaya
-
biaya
berdampak
pengurusan
pada
izin
peningkatan
28
3.
Konsumen
Produk
Pelumas Jadi
Peningkatan
pelumas
harga
jadi
produk
membuat
impor
pelanggan
Pemerintah
dari
turunnya
impor
produk
penggunaan
kendaraan
Stakeholders
Produsen
Produk
Pelumas
Jadi
Dalam
Negeri
Analisis Manfaat
Meningkatkan potensi penjualan produk
pelumas jadi buatan dalam negeri untuk
Profit
negeri
produsen
pelumas
jadi
diharapkan
dalam
mengalami
3.
Konsumen
Pelumas Jadi
penjualan
Mendapatkan
kepastian
jumlah
dan
atas
keamanan
dan
Pemerintah
impor
pelumas
29
BAB V
KESIMPULAN
Pelumas menjadi komponen yang sangat dibutuhkan
seiring dengan
Jadi
produksi
dalam
negeri
terganggu
dan
defisit
neraca
diperlukan
suatu
upaya
yang
dapat
menjadi
solusi
untuk
industri
dalam
negeri
tidak
kehilangan
momentum
dalam
30
BAB VI
REKOMENDASI
Untuk mengatasi permasalahan dan mengimplementasikan konsep yang
telah disampaikan dalam pembahasan, maka direkomendasikan beberapa
hal berikut:
1. Produk Pelumas Jadi Impor didatangkan dari negara-negara yang telah
menjalin kerjasama perdagangan bebas dengan Indonesia, sehingga
diperlukan kebijakan yang bersifat non tarif yang diizinkan oleh WTO
karena dalam kasus ini kebijakan tarif tidak lagi efektif dalam
membendung impor Transformator.
2. Perlu disusun regulasi yang mengatur tentang ketentuan impor
Pelumas yang memuat substansi pembatasan impor dan kewajiban
penyerapan produk lokal beserta suatu instrumen berupa Verifikasi
atau Penelusuran Teknis Impor (VPTI) yang berperan dalam melakukan
pendataan
sekaligus
monitoring/pengawasan
untuk
memastikan
rendah,
penerapan
31
SNI
wajib
diharapkan
mampu
DAFTAR PUSTAKA
Badan
Pusat
Statistik
(BPS).
2016.
Data
Ekspor-Impor
BPS
Dan
Menteri
Perindustrian
Dan
Perdagangan
Menteri
Tentang
Ketentuan
Impor
Barang
Komplementer,
Barang
untuk
32
LAMPIRAN
Lampiran 1.
KEPUTUSAN BERSAMA
MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL, MENTERI KEUANGAN
33
TENTANG
KETENTUAN IMPOR PELUMAS
MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL, MENTERI KEUANGAN
Menimbang :
a. bahwa sebagai pelaksanaan Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 2001 tentang
Penyediaan dan Pelayanan Pelumas, maka ketentuan mengenai impor pelumas
perlu disempurnakan dan diatur kembali;
b. bahwa untuk itu perlu dikeluarkan Keputusan Bersama Menteri Energi dan
Sumber Daya Mineral, Menteri Keuangan dan Menteri Perindustrian dan
Perdagangan.
Mengingat :
1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 33,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3817);
2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
(Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3821);
3. Keputusan Presiden Nomor 165 Tahun 2000 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,
Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen sebagaimana telah
diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 37 Tahun 2001;
4. Keputusan Presiden Nomor 234/M Tahun 2000 tentang Pembentukan Kabinet
Periode Tahun 1999-2004 sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Keputusan Presiden Nomor 177/M Tahun 2001;
5. Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 2001 tentang Penyediaan dan Pelayanan
Pelumas;
6. Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 0223K/43/M.PE/1991
tentang Pengawasan Mutu Hasil-hasil Pemurnian dan Pengolahan Minyak dan
Gas Bumi Di Dalam Negeri;
7. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 229/MPP/Kep/7/1997
tentang Ketentuan Umum Di Bidang Impor;
34
Pasal 1
(1) Bahan baku pelumas berupa pelumas dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal
6 ayat (2) Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 2001 diklasifikasikan dalam Pos
Tarip 2710.00.910, hanya dapat diimpor oleh perusahaan yang telah mendapat
persetujuan sebagai Importir Produsen (IP) dan semata-mata untuk kepentingan
produksinya.
(2) Persetujuan sebagai Importir Produsen (IP) sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
ditetapkan oleh Menteri yang bertanggungjawab di bidang perdagangan.
35
Pasal 3
(1) Pelumas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) hanya dapat diimpor dan
dipasarkan di dalam negeri sepanjang telah memenuhi standar mutu (spesifikasi)
dan memiliki serta mencantumkan Nomor Pelumas Terdaftar (NPT) sesuai
dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di
bidang minyak dan gas bumi.
(2) Importir atau pedagang yang memasarkan pelumas yang tidak memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikenakan sanksi sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 4
Dengan ditetapkannya Keputusan Bersama ini, maka Keputusan Bersama Menteri
Pertambangan dan Energi, Menteri Keuangan dan Menteri Perdagangan Nomor
829K/004/M.PE/89, Nomor 836/KMK.00/1989 dan Momor 181/KPB/VII/89 tentang
Ketentuan Impor Pelumas dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 5
Keputusan Bersama ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengumuman Keputusan Bersama ini
dengan menempatkannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
36
MENTERI KEUANGAN
MENTERI
SUMBER DAYA
PERINDUSTRIAN DAN
MINERAL,
PERDAGANGAN,
PURNOMO
RIZAL RAMLI
YUSGIANTORO
37
LUHUT B. PANDJAITAN
1. Pelumas motor bensin, motor diesel, motor gas dan motor uap
2. Pelumas transmisi
3. Pelumas Hidrolik/Sirkulasi
4. Pelumas Turbin
5. Pelumas Kompresor
6. PelumasPenerbangan
7. Pelumas alat-alat Pneumatic dan alat-alat "pemboran"
8. Pelumas sumbu baling-baling
9. Pelumas mesin industri
10. Pelumas senjata dan peralatan khusus militer lainnya
11. Pelumas lainnya untuk pelumasan sesuai perkembangan teknologi
AI. PELUMAS PADAT DAN SEMI PADAT YANG DIKLASIFIKASIKAN
DALAM POS TARIP NOMOR 2710.00.930.
BI. PELUMAS MINYAK TRANSFORMER YANG DIKLASIFIKASIKAN
DALAM POS TARIP NOMOR 2710.00.950.
IV.
PELUMAS LAIN-LAIN YANG DIKLASIFIKASIKAN DALAM POS TARIP
NOMOR 2710.00.990.
V. PELUMAS OLAHAN MINYAK PELUMAS YANG DIKLASIFIKASIKAN
DALAM POS TARIP NOMOR 3403.11.100
VI.
VII.
VIII.
________________________________________________________________________
_______________
MENTERI KEUANGAN
MENTERI
SUMBER DAYA
PERINDUSTRIAN DAN
MINERAL
PERDAGANGAN,
PURNOMO
RIZAL RAMLI
YUSGIANTORO
LUHUT B. PANDJAITAN