Anda di halaman 1dari 55

LAPORAN AKHIR TAHUN

PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

MODEL PENANGGULANGAN GOLONGAN PUTIH (GOLPUT)


BERDASARKAN PERUBAHAN PRILAKU PEMILIH PADA
PILKADA SERENTAK

Tahun 2 dari rencana 3 tahun

TIM PENELITI
1. Drs. Ahmad Hidayah Dalimunthe, M.Si (Ketua)
NIDN: 0005055502
2. Drs. Azamris Chanra, M.A.P (Anggota)
NIDN: 0108115201
3. Yusriati, S.S., M.Hum (Anggota)
NIDN: 0013127007

Dibiayai oleh:
Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat
Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan
Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi
Sesuai dengan Kontrak Penelitian Tahun Anggaran 2018

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA


November, 2018
i
RINGKASAN

Penerapan model penanggulangan golput di KPUD Langkat dapat mengurangi


sorotan pengamat politik pada pelaksanaan pilkada. Pelaksanaan pilkada serentak tahun
ini membuktikan menurunnya angka golput di Kabupaten Langkat. Namun penerapan
model penanggulangan golput yang telah ada masih belum sempurna karena terganggu
dengan penerapan Rumah Pintar Pemilu (RPP) di kantor KPUD Langkat. Selain itu letak
RPP yang berada di kantor KPUD membuat model penanggulangan golput menjadi
bertolak kurang saling mendukung. Tujuan penelitian ini untuk menemukan kelemahan
penerapan model penanggulangan golput. Membuktikan model penanggulangan golput
yang baru dapat berjalan bersama RPP. Membuktikan model penanggulangan golput
yang baru dapat meningkatkan partisipasi. Metode deskriptif dengan pendekatan studi
kasus berguna untuk membuktikan efektivitas penerapan model penanggulangan golput
yang telah diperbaiki. Model yang telah diperbaiki ini dapat berjalan bersamaan dengan
RPP yang dilakukan di kantor KPUD Langkat.
Efektivitas penerapan model penanggulangan golput di KPUD Langkat terbukti
dengan menurunnya angka golput. Namun penerapan model penanggulangan golput
tersebut berbenturan dengan program RPP di KPUD. Pendidikan politik melalui tokoh
masyarakat dan agama dengan teknik mendatangi masyarakatnya tidak berjalan dengan
sempurna. Penerapan model baru dapat dilakukan KPUD dengan memadukan RPP yang
dimiliki KPUD dan dukungan penuh partai politik serta tokoh masyarakat agar partisipasi
masyarakat tetap tinggi.
Pada penelitian tahun pertama telah terbukti ketidakefektivan sistem sosialisasi
yang selama ini menjadi satu-satunya alat bagi penanggulangan golput. Kemudian
dibentuklah komponen pendukung selain sosialisasi bagi model penanggulangan golput.
Pada penelitian tahun ke dua ini model penanggulangan golput tersebut diterapkan dan
telah terlaksana walaupun banyak terganggu dengan penerapan rumah pintar pemilu.
Pada tahun ke tiga nantinya model penanggulangan golput diterapkan dengan maksimal
tanpa terganggu penerapan RPP. Pembuatan pelatihan pemilu terhadap tokoh masyarakat
dan partai politik sekaligus menjalin kerjasama dengan kantor camat atau kelurahan/desa
dijadikan ujung tombak penuntasan model penanggulangan golput ini. Adapun luaran
yang dihasilkan pada tahun kedua ini adalah seminar internasional, e-books dan artikel
jurnal internasional.

Keyword: Golongan Putih, Prilaku Pemilih, Pilkada Serentak.

ii
PRAKATA

Puji dan syukur kepada Allah swt yang telah memberi kekuatan, kesehatan dan
kemudahan dalam penulisan laporan kemajuan pelaksanaan penelitian produk terapan.
Selawat dan salam kita sampaikan kepada junjungan Nabi Muhammad Saw. Semoga kita
termasuk golongan yang menjadi penerus sunnahnya hingga akhir hayat kelak.
Laporan akhir tahun ke 2 penelitian ini dibuat untuk memenuhi syarat
pelaksanaan skema penelitian strategis nasional. Adapun Judulnya adalah Model
Penanggulangan Golongan Putih (Golput) Berdasarkan Perubahan Prilaku Pemilih Pada
Pilkada Serentak
Semoga penelitian strategis nasional yang sedang dilaksanakan ini dapat
memberikan manfaat yang dapat membantu meningkatkan partisipasi pemilih dalam
setiap pilkada serentak yang dilaksanakan pada masa yang akan datang.

Medan, 16 November 2018


Ketua,

Drs. Ahmad Hidayah Dalimunthe., M.Si

iii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL
HALAMAN PENGESAHAN...................................................................... i
RINGKASAN.............................................................................................. ii
PRAKATA………………………………………………………………... iii
DAFTAR ISI................................................................................................ iv
DAFTAR TABEL........................................................................................ v
DAFTAR GAMBAR.................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................. vii

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2. Permasalahan Penelitian ...................................................................... 3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Studi Pendahuluan Yang Dicapai........................................................ 4
2.2. Partisipasi ............................................................................................. 4
2.3. Partisipasi Politik .................................................................................. 8
2.4. Partisipasi Masyarakat .......................................................................... 9
2.5. Pengertian Masyarakat .......................................................................... 10
2.6. Pemilihan Umum .................................................................................. 10
BAB 3. TUJUAN DAN MANFAAT
3.1. Tujuan Penelitian ................................................................................. 13
3.2. Manfaat Penelitian …........................................................................... 13
BAB 4. METODE PENELITIAN
4.1. Desain Penelitian ................................................................................. 15
4.2. Teknik Pengumpulan Data ................................................................... 15
4.4. Informan Penelitian .............................................................................. 14
4.5. Teknis Analisis Data ............................................................................ 16
4.6. Luaran Penelitian .................................................................................. 16
4.7. Lokasi Penelitian .................................................................................. 17
4.8. Indikator Capaian ................................................................................. 17
BAB 5. HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI
5.1. Hasil Yang Dicapai .............................................................................. 18
5.2. Luaran Yang Dicapai............................................................................ 27
BAB 6. RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA
6.1. Yang Sudah Dicapai.............................................................................. 29
6.2. Rencana Tahapan Berikutnya................................................................ 29
BAB 7. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan .......................................................................................... 31
7.2. Saran .................................................................................................... 31

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 32


LAMPIRAN-LAMPIRAN

iv
DAFTAR TABEL
Halaman

Tabel 5.1. Luaran Penelitian ......................................................................... 27


Tabel 6.1. Tabel Jadwal Penelitian ………………………………………… 29

v
DAFTAR GAMBAR
Halaman

Gambar 01. Model Pelaksanaan Penanggulangan Golput ............................ 19


Gambar 02. Model Penanggulangan Golput …….………………………… 19
Gambar 03. Model Model Pelaksanaan Penanggulangan Golput ………… 20
Gambar 04. Gambar Pengambilan Data …………..……………………… 24
Gambar 05. Gambar Sosialisasi …………………………………………… 24

vi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Artikel Ilmiah


Lampiran 2: Submission Artikel Q1
Lampiran 3: E-Book
Lampiran 4: Seminar Internasional (Pembicara)

vii
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Partisipasi pendukuk Kabupaten Langkat pada penelitian pertama terlihat
menurun dan sarana penanggulangan golput yang berupa sosialisasi kurang efektif
diterapkan pada saat pemilu dan pilkada. Untuk itu dibuat model baru penanggulangan
golput dalam menghadapi pilkada serentak. Model ini diterapkan dan diuji pada
penelitian kedua ini.
Partisipasi yang diberikan penduduk Langkat pada pilkada serentak kali ini
meningkat dibandingkan pemilu sebelumnya. Hal ini berarti adanya pengurangan angka
golput dalam kegiatan pemilihan umum yang terjadi di Kabupaten Langkat. Penerapan
Model Penanggulangan Golput yang dilakukan KPUD Langkat berjalan sesuai dengan
rencana yang telah dibuat. Model penanggulangan golput yang ditawarkan kepada KPUD
Kabupaten Langkat dilaksanakan sebagaimana yang disepakati. Namun pelaksanaan
program rumah pintar yang diinstruksikan oleh pemerintah pusat menjadi kendala utama
penyelesaian model penanggulangan golput di KPUD Langkat.
Program penanggulangan golput pada partai politik tidak dapat berjalan dengan
baik mengingat tidak satu partai politik pun yang memiliki program pendidikan politik
intensif kepada masyarakat sebagai wujud dari amanah UU partai politik yang diberikan
Negara. Penerapan model penanggulangan golput melalui peran partai politik menjadi
tidak dapat diterapkan, karena partai politik hanya melakukan sosialisasi terbatas dan
pengerahan masa.
Ada beberapa tahapan dan elemen model penanggulangan golput yang tidak
dapat dilaksanakan dengan sempurna oleh KPUD Langkat mengingat keterbatasan dana,
sumber daya dan waktu pelaksanaan. Namun partisipasi masyarakat dalam melaksanakan
pemilihan gubernur dan pemilihan bupati tersebut mengalami peningkatan dibandingkan
pilkada sebalumnya.
Pada penelitian kali ini fokus penelitian diletakkan pada penerapan model
penanggulangan golput pada pilkada serentak yang sedang berlangsung. Model yang
sudah terbentuk tidak dapat diterapkan secara sempurna karena adanya benturan program
dengan rumah pintar pemilu. Peran pendidikan politik yang dijalankan oleh partai politik
juga tidak berjalan sebagai mana mestinya. Pada elemen lain juga terlihat penggunaan

1
tokoh agama, tokoh masyarakat dan tokoh adat dalam memberikan pendidikan politik
pada saat pemilu berlangsung juga belum maksimal dilakukan. Hanya kegiatan sosialisasi
yang dapat dilakukan secara masksimal dengan sekali kali melibatkan tokoh masyarakat,
tokoh adat dan tokoh agama dalam pelaksanaannya. Beratnya medan yang harus
ditempuh juga membuat model ini hanya berjalan pada kegiatan sosialisasi pilkada saja.
Pengadaan model penanggulangan golput ini secara garis besar sudah dapat
membantu KPU dan parpol untuk mengatasi golput pada pilkada serentak bupati dan
gubernur di Sumatera Utara pada kesempatan ini. Namun ini lebih ditopang pada satu
elemen saja dibandingkan dengan keterlibatan elemen lainnya. Elemen yang berperan
adalah pelaksanaan sosialiasi oleh KPUD, sedangkan elemen yang tidak bergerak
sigifikan adalah partai politik, tokoh masyarakat dan pendidikan politik yang intensif oleh
semua unsur terlibat.
Upaya yang telah dilakukan oleh KPU sejak awal pilkada serentak melalui
sosialisasi pilkada patut diacungi jempol walaupun terjadi keterbatasan anggaran dan
personal. Namun penanggulangan golput pada pilkada kali ini bukan hanya sosialisasi
saja, sehingga elemen lain terlupakan dan tidak dapat dijalankan. Penerapan rumah pintar
pemilu juga membuat perhatian KPUD Langkat menjadi terpecah dan sulit untuk
menerapkan model penanggulangan golput dengan baik.
Peran ketua adat, agama dan tokoh masyarakat walaupun disadari sangat
penting, namun masih sangat minim dimanfaatkan untuk penyadaran golput ini.
Disamping itu partai politik yang punya tugas melakukan pendidikan politik belum
maksimal melakukan fungsinya ditengah masyarakat. Pemerintah melalui KPU sudah
saatnya memindahkan rumah pintar pemilu ke tengah masyarakat dan melatih serta
mendidik tokoh adat, agama serta tokoh masyarakat lainnya guna melalukan sosialisasi
dan pendidikan politik dengan program kerja yang dekat dengan masyarakat dan tidak
hanya menunggu pemilih datang mengadukan masalahnya.
Pada pelitian ketiga yang akan datang, model penanggulangan golput yang telah
diterapkan pada penelitian tahun kedua ini harus diuji lagi dan setelah itu diterapkan lagi
dengan memperhatikan aspek-aspek yang kurang dalam pelaksanaan sebelumnya.

2
1.2. Permasalahan Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah diungkapan sebelumnya, maka
permasalahan pada penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Apakah model baru penanggulangan golput dapat dipahami oleh KPUD dan Partai
Politik sebagai penanggungjawab terjadinya golput.
2. Apakah model baru penanggulangan golput dapat dipahami oleh tokoh masyarakat ,
tokoh adat dan tokoh agama sebagai pengawal demokrasi dimasyarakat
3. Bagaimanakah penerapan model penanggulangan golput yang efektif bila melibatkan
semua unsur mulai dari penanggungjawab sampai kepada pengawal demokrasi
4. Bagaimana perbaikan yang dilakukan dari model penanggulangan golput yang telah
diterapkan agar partisipasi warga meningkat.

3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Studi Pendahuluan Yang Dicapai
Penelitian yang pernah dilakukan terkait partisipasi penduduk kota medan dalam
pilkada walikota pada tahun 2005 terhadap suku Tionghoa mengungkapkan bahwa
rendahnya partisipasi suku Tionghoa terkait pilkada dan proses pemilihan yang terjadi
pada saat berlangsungnya pilkada walikota Medan. Peran parpol dan KPU Kota Medan
untuk memberikan penyadaran dan sosialisasi kepada mereka sangat kurang sekali.
Selain itu seorang mahasiswa S-1 Administrasi Negara bernama Yogtolis yang
kebetulan dibimbing oleh ketua peneliti saat ini, pernah juga meneliti Pengaruh
Kemiskinan Terhadap Tingkat Partisipasi Masyarakat Dalam Pilkada Walikota Medan.
Hasil penelitiannya menggambarkan bahwa kemiskinan ternyata memberikan pengaruh
yang signifikan terhadap partisipasi yang terbangun di dalam diri masyarakat. Mereka
yang hidup digaris kemiskinan apalagi dibawah garis kemiskinan merasa lebih utama
mencari nafkah ketimbang memberikan hak suaranya. Selanjutnya sikap apatis,
ketidakpedulian dan merasa tidak perlu dengan pilkada dan pemilu juga terbangun karena
kurangnya informasi yang diterima warga kota selama ini di kota Medan. Seandainya
model sosialisasi dan komunikasi yang dibangun berjalan dan terjalin dengan baik,
tentunya hal ini bisa dikurangi. Selain itu juga peran KPU dan Parpol terlihat tidak begitu
menonjol karena menurut mereka kedua institusi ini kurang dipercaya masyarakat.

2.2. Partisipasi
2.2.1. Pengertian Partisipasi
Kata Partisipasi berasal dari bahasa Inggris yaitu “Participation”, Take A Part,
artinya peran serta atau ambil bagian atau kegiatan bersama-sama dengan orang lain.
Partisipasi merupakan keterlibatan mental atau pikiran dan emosi perasaan
sumbangan dalam usaha mencapai tujuan serta turut bertanggung jawab terhadap
usaha yang bersangkutan.
Midgley (1986:34) menyatakan bahwa partisipasi bukan hanya sekedar salah satu
tujuan dari pembangunan sosial tetapi merupakan bagian yang integral dalam proses
pembangunan sosial. Partisipasi masyarakat berarti eksistensi manusia seutuhnya.

4
Tuntutan partisipasi masyarakat akan semakin menggejala seiring kesadaran akan hak
dan kewajiban warga Negara.
Allport dalam Sastropoetro (1988:12), menyatakan bahwa seseorang yang
berpartisipasi sebenarnya mengalami keterlibatan dirinya, egonya yang sifatnya lebih
daripada keterlibatan dalam pekerjaan atau tugas saja. Dengan keterlibatan dirinya,
berarti keterlibatan pikiran dan perasaannya.
David dalam Sastropoetro (1988:13), mengemukakan bahwa partisipasi adalah
sebagai keterlibatan mental atau pikiran dan emosi, perasaan seseorang dalam situasi
kelompok yang mendorongnya untuk memberikan sumbangan kepada kelompok dalam
usaha mencapai tujuan serta bertanggung jawab terhadap usaha yang bersangkutan.
Mikkelsen (1999:35), mengatakan bahwa partisipasi adalah suatu proses yang aktif,
mengandung arti bahwa orang atau kelompok yang terkait, mengambil inisiatif dan
menggunakan kebebasannya untuk melakukan suatu hal.
Tilaar (1997:237) mengatakan berpartisipasi adalah masyarakat yang
produktif, sadar hukum, dan bertekad untuk mandiri. Sampai sejauh ini partisipasi
masyarakat merupakan suatu proses aktif dari seseorang, kelompok atau warga
masyarakat dalam mencapai tujuan bersama, baik itu yang bersifat lokal maupun
nasional.
2.2.2. Prasyarat Partisipasi
Keberhasilan partisipasi menurut Nitisemito (1982:62), yang berkaitan dengan
seberapa baik terpenuhinya prasyarat tertentu. Adalah prasyarat utama yang dimaksud
adalah sebagai berikut : 1) Harus ada waktu untuk berpartisipasi sebelum diperlukan
tindakan, partisipasi hampir tidak tetap dalam situasi darurat; 2) Kemungkinan
maslahat seyogiyanya lebih besar dari keinginan, sebagai contoh, bawahan tidak
boleh memboroskan begitu banyak untuk berpartisipasi sehingga, mengabaikan
pekerjaan mereka; 3) Bidang garapan partisipasi haruslah relevan dan menarik bagi
masyarakat; 4) Para peserta hendaknya memiliki kemampuan seperti, kecerdesan dan
pengetahuan teknis untuk berpartisipasi; 5) Para peserta harus meningkatkan atau
berkomunikasi timbal balik untuk berbicara dengan bahasa lain untuk dapat bertukar
gagasan.

5
Sedangkan menurut Tilaar (1997:231-236), meningkatkan partisipasi
masyarakat atau yang populer dewasa ini memberdayakan masyarakat, menurut
beberapa prasyarat atau kondisi. Ada lima prasyarat yang diperlukan yaitu: 1)
mencipatakan Kondisi Pemberdayaan. Kondisi pemberdayaan masyarakat melingkupi
berbagai aspek kehidupan, masyarakat yang berbedaya adalah masyarakat yang hidup
di dalam suatu masyarakat Madani (civil society); 2) mesempatan Agar Semakin
Berdaya. Kondisi berdaya yang telah dijelaskan hanya dapat terwujud apabila anggota
masyarakatnya memperoleh kesempatan agar semakin berdaya; 3) perlindungan Agar
Berdaya. Di dalam suatu masyarakat atau negara yang sedang berkembang,
perlindungan terhadap pemberdayaan masyarakat terutama pada tahap-tahap
permulaan perlu dilakukan. Sebagai contoh adalah perlindungan terhadap yang lemah
menghadapi organisasi masyarakat yang sudah mapan; 4) kemampuan Agar Semakin
Berdaya. Pemberdayaan masyarakat pada hakikatnya adalah pemberdayaan setiap
anggota masyarakat itu serta lembaga-lembaga masyarakat yang menampung
produktifitas dari para anggotanya; 5) kungsi Pemerintah. Tumbuhnya suatu
masyarakat dan partisipasi anggotanya tumbuh dengan marak, tentunya memerlukan
suatu pemerintahan yang kondusif untuk seperti yang telah dijelaskan mengenai
masyarakat madani, fungsi pemerintah di dalam masyarakat seperti itu adalah ibarat
memegang setir perahu dan bukan sebagai pendayung. Fungsi pemerintah adalah
mengarahkan kekuatan dayung yang amat besar itu kepada suatu tujuan yang jelas
seperti yang ditentukan di dalam visi misi pembangunan. Hal ini berarti kita harus
menciptakan suatu pemerintahan yang bersih dan efektif dan terhindar dari kekuatan
sistem birokrasi.
2.2.3. Manfaat Partisipasi
Manfaat partisipasi dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Memberikan landasan yang lebih baik untuk pembuatan kebijakan publik.
2. Memastikan adanya implementasi yang lebih efektif karena warga mengetahui
dan terlibat dalam pembuatan kebijakan publik.
3. Meningkatkan kepercayaan warga kepada eksekutif dan legislatif.

6
4. Efisiensi sumber daya, sebab dengan keterlibatan masyarakat dalam pembuatan
kebijakan publik, maka sumber daya yang digunakan dalam sosialisasi kebijakan
publik dapat dihemat. (dikutip dari http://kotak-wasiat.blogspot.com).
2.2.4. Bentuk Partisipasi atau Corak Partisipasi
Partisipasi dalam masyarakat memiliki beberapa bentuk atau corak, Menurut
Kuromotomo (1992:111) bentuk partisipasi sebenarnya beraneka ragam, bukan
sekedar berkumpulnya masyarakat di satu tempat tertentu untuk mendengarkan
penjelasan mengenai program-program yang akan direncanakan. Secara umum corak
partisipasi warga negara dibedakan menjadi empat (4) macam: 1) partisipasi dalam
Pemilihan (Electiral Participation). Ini merupakan corak Partisipasi yang paling
mudah dilihat karena biasanya bersifat rasional. Aktifitas Partisipasi masa dalam hal
ini ditujukan untuk memilih wakil-wakil rakyat, mengangkat pemimpin atau
menerapkan ideologi pembangunan tertentu. Oleh sebab itu aktifitas yang dilakukan
antara lain kegiatan-kegiatan dalam partai, kampanye, mengisi kotak suara,
propaganda atau menyumbangkan uang pribadi untuk kegiatan faksi tertentu. Di
samping itu Partisipasi dapat mengambil bentuk keikutsertaan warga negara dalam
voting melalui koran, selebaran atau media massa lainnya; 2) partisipasi kelompok
(Group Parrticipation). Warga negara bergabung dalam kelompok-kelompok tertentu
untuk menyuarakan aspirasi mereka. Kelompok-kelompok itu mungkin terdiri dari
orang-orang yang bekerjasama ingin memerangi kemiskinan, mengadukan
penyelewengan administratif kepada lembaga-lembaga kerakyatan, atau sekedar
membela kepentinggan-kepentingan sekelompok individu yang sama. Jika diantara
para pejabat dan kelompok-kelompok partisipan dapat terbina saling pengertian,
kelompok-kelompok ini dapat dimanfaatkan sebagai sarana penengah (Intermediary
Medium) antara pejabat dan warga Negara. Ia sekaligus dapat berfungsi sebagai
saluran mengkomunikasikan kepentingan warga negara dengan pejabat-pejabat yang
berkompeten; 3) kontak antara warga Negara dengan pemerintah (Citizen-Government
Contacting). Proses komunikasi dapat terjalin antara warga masyarakat dengan
pemerintahannya dengan cara menulis surat, menelpon, atau pertemuan secara
pribadi. Kontak lain juga bisa berlangsung dalam pertemuan-pertemuan mulai tingkat
desa hingga rapat akbar yang melibatkan seluruh warga di sebuah kota, atau lokarya

7
dan konferensi yang membahas masalah-masalah khusus. Untuk mengetahui kadar
Partisipasi warga negara, aparatur pemerintah mungkin mengadakan survey mengenai
opini publik atas kebijakan tertentu; 4) partisipasi warga negara secara langsung di
lingkungan pemerintahan. Menurut Kuromotomo (1992:114) Partisipasi seperti ini
mensyaratkan keterlibatan secara langsung seorang warga negara dalam pembuatan
kebijakan pemerintah. Misalnya saja bila terdapat seorang tokoh masyarakat yang
didudukkan sebagai wakil rakyat di lembaga-lembaga pembuat kebijakan. Cara yang
lain adalah dengan mengkaji klien dari suatu program untuk menjadi pelaksana
program itu sendiri.
2.2.5. Cara Meningkatkan Partisipasi
Adapun cara meningkatkan partisipasi menurut Nitisemito (1982:262), adalah
sebagai berikut: 1) Mengikutsertakan mereka secara langsung dalam proses
pengambilan keputusan dan perencanaan; 2) Menjelaskan tentang maksud tujuan
keputusan dan perencanaan yang akan dikeluarkan; 3) Meminta tanggapan dan saran
tentang keputusan dan perencanaan yang akan dikeluarkan; 4) Meminta informasi
tentang segala sesuatu dari mereka dalam usaha membuat keputusan dan perencanaan
5) Memberikan kesempatan untuk ikut serta memiliki saham; 6) Meningkatkan
pendelegasian wewenang. Apa yang dikemukakan tersebut hanyalah sebagaian cara-
cara untuk meningkatkan partisipasi, sebab masih banyak cara-cara lain untuk dapat
meningkatkan partisipasi yang tidak dapat disebutkan satu persatu sebab suatu cara
yang tepat bagi instansi atau perusahaan belum tentu cocok untuk instansi atau
perusahaan yang lain.

2.3. Partisipasi Politik


Oleh Rush dan Althoff dalam Maran (2001:147), mendefenisikan partisipasi
politik adalah sebagai usaha terorganisir oleh para warga negara untuk memilih
pemimpin-pemimpin mereka dan mempengaruhi bentuk dan jalannya kebijaksanaan
umum. Usaha ini dilakukan berdasarkan kesadaran akan tanggung jawab mereka
terhadap kehidupan bersama sebagai suatu bangsa dalam suatu negara.
Menurut Mc Closky dalam Budiardjo (1989:1), mengatakan partisipasi politik
adalah proses pemilihan penguasa, dan secara langsung atau tidak langsung dalam proses

8
pembentukan kebijakan umum. Menurut Nelson (1992:114), Partisipasi politik adalah
orang bersedia menilai proses politik secara netral maka bentuk-bentuk perilaku misal
berupa protes, aksi pamphlet, ataupun pemogokan sebenarnya juga termasuk partisipasi.
Menurut Budiarjo (2008:185) Partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau
kelompok untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, antara lain dengan jalan
memilihpemimpin negara dan secara langsung mempengaruhi kebijakan pemerintah.
Menurut Syafiie (1997:96) Partisipasi politik adalah sikap dari keterlibatan hasrat setiap
individu dalam politik sehingga pada akhirnya mendorong individu tersebut untuk
berperan serta dalam tujuan pencapaian politi.
Masyarakat yang berpartisipasi adalah masyarakat yang mengetahui masalah
yang dihadapinya dan berusaha memecahkan masalah tersebut demi untuk
meningkatkan mutu kehidupan masyarakat. Ini berarti bahwa masyarakat yang
berpartisipasi adalah masyarakat yang mempunyai daya kritis. Mereka tidak
menerima apa yang ada, tetapi gandrung terhadap perubahan ( change ). Maka
partisipasi merupakan keterlibatan diri, mental, pikiran dan emosi atau perasaan
seseorang di dalam situasi kelompok yang mendorongnya untuk memberikan
sumbangan kepada pemerintah atau kelompok lain dalam usaha mencapai tujuan serta
turut bertanggung jawab terhadap usaha yang bersangkutan.

2.4. Partisipasi Masyarakat.


Menurut Budiman (1997:56) partispasi masyarakat adalah keikutsertaan
masyarakat dalam memilih pemimpin-pemimpin formil yang mempunyai legalitas dan
pemimpin yang memiliki legitimasi. Tilaar (1997:237) mengatakan partisipasi
masyarakat adalah masyarakat yang produktif, sadar hukum, dan bertekad untuk mandiri.
Menurut Budiman (1997:56) partispasi masyarakat adalah keikutsertaan
masyarakat dalam memilih pemimpin-pemimpin formil yang mempunyai legalitas dan
pemimpin yang memiliki legitimasi. Jadi, masyarakat yang berpartisipasi adalah
masyarakat yang mengetahui masalah yang dihadapinya dan berusaha memecahkan
masalah tersebut demi untuk meningkatkan mutu kehidupan masyarakat. Ini berarti
bahwa masyarakat yang berpartisipasi adalah masyarakat yang mempunyai daya kritis.
Mereka tidak menerima apa yang ada, tetapi gandrung terhadap perubahan (change).

9
2.5. Pengertian Masyarakat
Menurut Linton dalam Harsajo (1997:44) masyarakat adalah setiap kelompok
manusia yang jelas cukup lama hidup dan bekerja sama sehingga mereka dapat
mengorganisasikan dirinya dan berfikir tentang dirinya sebagai kesatuan sosial dengan
batasan-batasan tertentu. Hal ini didukung oleh Wahyu (1986:10) yang mengatakan
bahwa secara umum pengertian masyarakat adalah sejumlah manusia yang hidup dalam
suatu hubungan dalam kurun waktu yang cukup sehingga melahirkan budaya dengan satu
kesatuan kreteria dalam memilih system hidup bersama.
Menurut Mansyurdin (1994:40) masyarakat merupakan suatu sistem tentang
kebiasaan tentang prosedur, tentang kekuasaan dan batuan timbal-balik, tentang
kelompok dan pembagiannya, tentang perilaku pengawasan manusia dan kebebasannya.
Selanjutnya Shadily dalam Mansyurdin (1994:42) mengungkapkan bahwa masyarakat
adalah golongan besar atau kecil yang terdiri dari beberapa manusia yang atau dengan
sendirinya bertalian secara golongan dan pengaruh satu sama lain.
Akhirnya Durkhem dalam Berry (1981:5) masyarakat merupakan suatu kenyataan
yang objektif secara mandiri, bebas dari individu-individu yang merupakan anggota-
anggotanya. Jadi dari beberapa pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwasanya
masyarakat adalah suatu kelompok manusia yang telah memiliki tatanan kehidupan,
norma-norma, adapt istiadat yang sama-sama di taati dalam lingkungannya.

2.6. Pemilihan Umum (pemilu legislatif, pilkada, dan pilpres)


2.6.1. Pengertian Pemilu
Dari berbagai sudut pandang, banyak pengertian mengenai pemilihan umum.
Tetapi intinya adalah pemilihan umum merupakan sarana untuk mewujudkan asas
kedaulatan di tangan rakyat sehingga pada akhirnya akan tercipta suatu hubungan
kekuasaan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Dan, ini adalah inti kehidupan
demokrasi.
Bahwa berdasarkan undang-undang dasar 1945, negara republik indonesia adalah
negara yang berkedaulatan rakyat. Pemilihan umum merupakan sarana untuk
mewujudkan kedaulatan rakyat dalam rangka keikutsertaan rakyat dalam

10
penyelenggaraan pemerintahan Negara. Pemilihan umum umum bukan hanya bertujuan
untuk memilih wakil-wakil rakyat yang akan duduk dalam lembaga
Permusyawaratan/Perwakilan, melainkan juga merupakan suatu sarana untuk
mewujudkan penyusunan tata kehidupan Negara yang dijiwai semangat Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945 dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi Pemilihan
umum adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam negara kesatuan republik
indonesia yang berdasarkan pancasila dan undang-undangn 1945.
Pada pernyataan umum hak asasi manusia PBB pasal 21 ayat 1 dinyatakan bahwa
setiap orang mempunyai hak untuk mengambil bagian dalam pemerintahan negerinya,
secara langsung atau melalui wakil-wakilnya yang dipilih secara bebas. Hak untuk
berperan serta dalam pemerintahan ini berkaitan dan tidak terpisahkan dengan hak
berikutnya dalam ayat 2 yaitu setiap orang mempunyai hak untuk memperoleh ekses
yang sama pada pelayann oleh pemerintah negerinya.
Pemilihan umum merupakan perwujudan nyata demokrasi dalam praktek
bernegara masa kini (modern) karena menjadi sarana utama bagi rakyat untuk
menyatakan kedaulatannya atas negara dan pemerintah. Pernyataan kedaulatan rakyat
tersebut diwujudkan dalam proses pelibatan masyarakat untuk menentukan siapa-siapa
saja yang harus menjalankan dan di sini lain mengawasi pemerintahan negara. Karena itu,
fungsi utama bagi rakyat adalah untuk memilih dan melakukan pengawasan terhadap
wakil-wakil mereka, kepala daerah mereka, dan presiden mereka.
2.6.2. Perlunya Pemilu
Pemilihan umum dalam sebuah negara yang demokratis menjadi kebutuhan yang
tidak terelakan. Melalui pemilihan umum, rakyat yang berdaulat memilih wakil-wakilnya
yang diharapkan dapat memperjuangkan aspirasi dan kepentingannya dalam suatu
pemerintahan yang berkuasa. Pemerintahan yang berkuasa sendiri merupakan hasil dari
pilihan maupun bentukan para wakil rakyat tadi untuk menjalankan kekuasaan negara.
Tugas para wakil pemerintahan yang berkuasa adalah melakukan kontrol atau
pengawasan terhadap pemerintah tersebut.
Dengan demikian, melalui pemilihan umum rakyat seperti pemilihan anggota
legislatif, pilkada ataupun pilpres, rakyat akan selalu dapat terlibat dalam proses politik
dan, secara langsung maupun tidak langsung menyatakan kedaulatan atas kekuasaan

11
negara dan pemerintah melalui para wakil-walilnya. Dalam tatanan demokrasi, Pemilu
juga menjadi mekanisme/cara untuk memindahkan konflik kepentingan dari tataran
masyarakat ke tataran badan perwakilan agar dapat diselesaikan secara damai dan adil
sehingga kesatuan masyarakat tetap terjamin. Hal ini didasarkan pada perinsip bahwa
dalam sitem demokrasi, segala perbedaan atau pertentangan kepentingan di masyarakat
tidak boleh diselesaaikan dengan cara-cara kekerasan atau ancaman kekerasan, melainkan
melalui musyawarah (deliberition). Tugas wakil-wakil rakyaat adalah melakukan
musyawarah mengenai kepentingan-kepentingan yang berbeda-beda agar tercapai apa
yang disebut sebagai kepentingan umum yang nantinya kemudian dirumuskan dalam
kebijakan umum.

12
BAB 3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
3.1. Tujuan Penelitian
Kegiatan penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut:
1. Menemukan kelemahan sosialisasi yang dilakukan selama ini oleh KPU dan Parpol
dalam pilkada walikota dan bupati.
2. Membuat model penanggulangan golput yang selama ini belum ada di KPU dan
Partai Politik Kota.
3. Membuktikan efektivitas model penanggulangan golput guna menghindari lemahnya
legitimasi pemimpin terpilih dimasa yang akan datang .
4. Membuktikan bahwa hasil penelitian ini dapat menjadi model penanggulangan golput
yang baru yang bisa meningkatkan partisipasi dan diterapkan KPU maupun Parpol di
Sumatera Utara.

3.2. Manfaat Penelitian


Penelitian ini secara praktis dan teoritis akan bermanfaat bagi Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara dalam
mengembangkan teori administrasi pembangunan, politik dan sosiologi politik khususnya
dalam hal partisipasi politik masyarakat pada pilkada serentak adalah penanggulangan
golput yang selama ini diterapkan oleh KPUD dan Parpol terlihat hanya mengandalkan
sosialisasi dan belum maksimal dalam pelaksanaannya. Melalui penelitian ini KPUD dan
Parpol terbantu dengan diujicobanya model baru penanggulangan golput dalam rangka
pendidikan politik bagi masyarakat.
Manfaat dan dampak yang timbul dari ditemukannya model penanggulangan
golput ini sebagai berikut:
1) Penelitian ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan
a. Dengan dilakukannya penelitian ini akan dibuktikan bahwa model
penanggulangan golput pada pilkada serentak yang dilakukan KPU dan Parpol
cukup hanya menggunakan sosialisasi saja dan mengabaikan peran pendidikan
politik langsung ke masyarakat.
b. Dengan tercipta model baru penanggulangan golput diharapkan dapat membantu
KPUD dan Partai Politik melakukan pendidikan politik di tengah masyarakat.

13
c. Dengan ditemukannya model penanggulangan golput memberikan kesempatan
pengembangan penerapan ilmu administrasi negara/pembangunan dan sosiologi
politik khususnya tentang partisipasi politik.
d. Penelitian ini tidak hanya menghasilkan model penanggulangan golput pada
pilkada serentak, tapi juga diharapkan menghasilkan pubikasi ilmiah di jurnal
internasional sebagai awal untuk memperoleh HKI.
2) Penelitian ini bermanfaat bagi pemecahan masalah pembangunan
a. Membantu KPU, Parpol dan Pemerintah Kota atau Kabupaten yang melaksanakan
pilkada serentak
b. Mendorong KPU, Parpol dan Pemko atau Pemkab untuk melakukan proses
penanggulangan golput yang lebih serius berdasarkan data yang pasti dan terukur.
c. Model baru yang dibuat dalam penelitian kali ini akan diterapkan bagi
pelaksanaan pilkada serentak di seluruh Sumatera Utara.
d. Model baru ini akan dievaluasi untuk memperbaiki kekurangan yang timbul
dalam pelaksanaannya dilapangan.
3) Penelitian ini bermanfaat bagi Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara
a. Hasil penelitian ini akan menjadi acuan untuk pengembangan teori politik,
administrasi pembangunan dan administrasi pemerintahan daerah di FISIP UMSU
b. Hasil penelitian ini akan menjadi bahan dasar pengabdian masyarakat jurusan
administrasi negara disetiap momen pilkada serentak diadakan.
c. Sebagai wujud tridarma perguruan tinggi ditengah-tengah masyarakat.

14
BAB 4. METODE PENELITIAN
4.1. Desain Penelitian
Metode penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah studi kasus. Melalui
metode studi kasus ini dilakukan kajian yang intensif, rinci, dan mendalam mengenai
kasus goput, gejala sosialnya, atau unit sosial tertentu yang spesifik yang terkait dengan
golput tersebut. Melalui metode ini akan diuraikan dan dijelasankan secara komprehensif
mengenai berbagai aspek golput yang terkait individu, kelompok, organisasi komunitas,
program, atau situasi sosial tertentu. Di sini akan ditelaah sebanyak mungkin data
mengenai subjek data yang diteliti.

4.2. Teknik Pengumpulan Data


Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini menurut
Yin (2002: 103-117)adalah pengumpulan data dalam studi kasus dapat diambil dari
berbagai sumber informasi, karena studi kasus melibatkan pengumpulan data yang
“kaya” untuk membangun gambaran yang mendalam dari suatu kasus. Yin juga
mengungkapkan bahwa terdapat enam bentuk pengumpulan data dalam studi kasus yaitu:
1) dokumentasi yang terdiri dari surat, memorandum, agenda, laporan-laporan suatu
peristiwa, proposal, hasil penelitian, hasil evaluasi, kliping, artikel; 2) rekaman arsip yang
terdiri dari rekaman layanan, peta, data survei, daftar nama, rekaman-rekaman pribadi
seperti buku harian, kalender dsb; 3) wawancara biasanya bertipe open-ended; 4)
observasi langsung; 5) observasi partisipan dan; 6) perangkat fisik atau kultural yaitu
peralatan teknologi, alat atau instrumen, pekerjaan seni dll.
Tohirin (2011: 54) mengungkapkan bahwa data yang diperoleh tidak bisa
diramalkan karena banyak bergantung kepada peserta penelitian, tujuan penelitian dan
konteks penelitian yang hendak dilakukan. Terdapat beberapa teknik dalam pengumpulan
data ,tetapai yang lebih dipakai dalam penelitian kasus adalah obsevasi, wawancara,dan
dokumentasi.
Jadi teknik pengumpulan data yang dapat diterapkan di penelitian administrasi
negara/ administrasi publik adalah observasi, wawancara dan dokumentasi.

15
4.3. Informan Penelitian
Informan yang diambil dalam penelitian ini adalah para pelaksana pilkada
serentak dan warga langkat yang terlibat dalam pilkada serentak. Selain itu dimungkinkan
juga pengambilan data dari kalangan tokoh masyarakat dan golput serta Parpol, dan LSM
Peduli Pemilu (jika diperlukan).

4.4. Teknik Analisis Data


Menurut Yin (2002: 166-167) cara menganalisis data dalam penelitian studi
kasus adalah 1) menggunakan proses analisis; 2) menggabungkan data kualitatif dan
kuantitatif (jika ada); 3) menjodohkan pola-pola (teknik penjodohan terhadap pola dalam
analisisnya); 4) menyusun suatu eksplorasi (indentifikasi beberapa perubahan yang baru);
5) menganalisis kecenderungan jangka waktu . Sedangkan Stake dalam Tohorin (2011:
34) mengungkapkan ada 4 bentuk analisis data beserta interpretasinya dalam penelitian
studi kasus yaitu : 1) pengumpulan kategori. Peneliti mencari suatu kumpulan dari
contoh-contoh data serta berharap menemukan makna yang relevan dengan isu yang akan
muncul; 2) interpretasi langsung. Peneliti studi kasus melihat pada satu contoh serta
menarik makna darinya tanpa mancari banyak contoh; 3) membentu pola generalisasi.
Peneliti mencari kesepadanan antara dua atau lebih kategori; 4) generalisasi naturalistik.
Peneliti mengembangkan generalisasi naturalistik melalui analisa data, generalisasi ini
diambil melalui orang-orang yang dapat belajar dari suatu kasus.
Jadi dapat kita simpulkan cara menganalisis data yang dapat digunakan dalam
penelitian kali ini adalah 1) melakukan pengumpulan kategorisasi; 2) melakukan
menggabungkan data kualitatif dan data kuantitatif (jika ada data kuantitatifnya); 3)
melakukan interpretasi langsung; 3) membentuk pola generalisasi; 4) melakukan
generalisasi umum.
.
4.5. Luaran Penelitian
Luaran penelitian ini adalah HKI, buku pembelajaran, artikel ilmiah internasional
dan seminar internasional.

16
4.6. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah di Langkat, tepatnya di daerah yang melakukan
pilkada serentak, selain itu akan diambil juga data di kantor KPU, dan Kantor Parpol
serta tokoh masyarakat. Pada lokasi penelitian di Medan, tidak dilakukan pemilihan
umum pada pilkada serentak kali ini sehingga tidak layak untuk dijadikan lokasi
pengujian model penanggulangan golput.

4.7. Indikator Capaian


Dari uraian konsep yang tersaji pada bagian terdahulu, terdapat beberapa
kategorisasi atau variabel yang dapat memberikan arah capian tujuan penelitian ini.
Capaian yang dimaksud adalah indikator model yang ditemukan setelah
dilangsungkannya penelitian ini, antara lain : a) pemahaman KPUD dan Partai Politik
terhadap model baru penanggulangan golput di Kabupaten Langkat; b) kesadaran KPUD
dan Partai Politik akan pendidikan politik yang harus mereka lakukan selama ini; c)
pemahaman dan kesadaran tokoh masyarakat terhadap demokrasi dimasyarakat; d)
penerapan model barupenanggulangan golput; e) efektivitas penerapan model baru
penanggulangan golput; f) perbaikan model model penanggulangan golput oleh KPU
Langkat dan Partai Politik setelah pilkada serentak dilakukan; g) Menawarkan model
perbaikan dalam penanggulangan golput di Langkat.

17
BAB 5. HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI
5.1. Hasil Yang Dicapai
Berdasarkan penelitian tahun pertama diketahui bahwa terdapat kelamahan dalam
penanggulangan golput di Kabupaten Langkat. Baik dalam teori maupun dalam
pelaksanaan di lapangan. Sejak KPU dibentuk di Kabupaten Langkat terlihat hanya
menggunakan sosialisasi sebagai sarana untuk menanggulangi persoalan golput yang
hingga pilkada terakhir sangat mengkhawatirkan keberadaannya. Peneliti melihat tidak
tidak maksimalnya KPU dalam melaksanakan sosialisasi dan tidak berjalannya Parpol
dalam melakukan sosialisasi ke tengah masyarakat.
Peneliti menemukan kelemahan sosialisasi yang dilakukan selama ini oleh KPU
dan Parpol dalam pilkada walikota dan bupati. Untuk itu dilakukan penelitian dengan
mencari aspek yang selama ini penting tapi tertinggal dan tidak dimaksimalkan oleh KPU
dan Parpol di Kabupaten Langkat.
Untuk itu peneliti membuat model penanggulangan golput yang selama ini belum
ada diterapkan di KPU dan Partai Politik di Kabupaten Langkat. Inti model yang ada
adalah pada pembentukan posko pemilu dan melatih aktivisnya yang kita sebut dengan
tokoh masyarakat dan unsur partai politik. Posko ini harus berada di tengah masyarakat
dan dekat dengan masyarakat. Sehingga mampu menampung permasalahan dan keluhan
serta pertanyaan masyarakat.
Model baru penanggulangan golput sudah diberikan untuk dipahami kepada
KPUD dan Partai Politik sebagai penanggungjawab terjadinya golput. Pengembangan
model penanggulangan golput diambil dari model pelaksanaan golput dan model
penanggulangan golput yang telah dilakukan selama ini.

18
Model Pelaksanaan Penanggulangan Golput Selama ini

Rumah Pintar
Pemilu
(PoskoPemilu)

Pelaksanaan
KPUD Perencanaan Sosialisasi ke Masyarakat
Sosialisasi ke Masyarakat
Masyarakat

Pelaksanaan
Pilkada

Gambar 01. Model Pelaksanaan Penanggulangan Golput


Sumber: Data Primer

KPUD melaksanakan tahapan sosialisasi aktif (mendatangi masyarakat) dan pasif


(memasang spanduk dll) ke pada Masyarakat. Sosialisasi ini efektif atau tidak dapat
dilihat dari pelaksanaan pemilu yang dilakukan.
Model Penanggulangan Golput Selama ini

Pembentukan Rumah
Pintar Pemilu/Posko
Pemilu

Partisipasi
Perencanaan Sosialisasi dan Masyarakat
dan Interaksi
Sosialisasi dengan
Masyarakat

Pelaksanaan
Pemilu

Gambar 02. Model Penanggulagan Golput


Sumber: Data Primer

19
Penanggulangan Golput merupakan tahapan kerja yang berisi aktifvitas rutin yang
direncanakan setiap tahun dan memiliki dasar hukum yang jelas. Namun isinya hanya
sosialisasi ke masyarakat dan bentuknya dapat langsung serta tidak langsung. Selain itu
amanah pembentukan rumah pemilu juga diberika kepada kpud. Sudah terbentuk namun
belum bekerja.

Model Baru Yang Akan Diterapkan

Model Pelaksanaan Penanggulangan Golput:

Tokoh
Masyarakat Aspirasi dan
, Tokoh Issue Politik
menjelang Pemilu
Adat dan
Tokoh
Agama
Kesadaran
Memilih dan
Partisipasi
tanggungjaw Masyarakat
Rumah Pintar Sosialisasi ab sebagai
Pemilu/Posko warga
Pemilu negara

Partai Politik

Rapat KPUD dan Partai Politik

Gambar 03. Pengembangan Model Pelaksanaan Penanggulangan Golput


Sumber: Data Primer

Model Pengembangan Pelaksanaan Penanggulangan Golput

Peran sentral diberikan kepada Rumah Pintar Pemilu/Posko Pemilu. Aktivitas


KPUD dan Partai Politik serentak membina masyarakat dalam menghadapi masalah
kesadaran memilih serta memberikan solusi dan informasi yang dibutuhkan terkait issue
politik yang berkembang. Para tokoh masyarakat, tokoh adat dan agama menjadi faktor
penting untuk diperhatikan KPUD dan Partai politik dalam menjalankan tugas

20
menyadarkan pemilih akan haknya. Sosialisasi yang sudah dilakukan selama ini akan
lebih efektif melalui program rumah pintar pemilu yang diadakan dikantong-kantong
pemilih bukannya di salah satu ruangan kantor KPUD. Selain itu partai politik juga harus
memiliki program penyadaran memilih bagi konstituen dan masyarakat pemilih di daerah
pemilihan.

Pelaksanaan di lapangan menggunakan TOR yang disepakati KPUD.

KERANGKA ACUAN KEGIATAN (TOR)

Nama Program : PENELITIAN PENANGGULANGAN GOLPUT DI KABUPATEN


LANGKAT
Kegiatan : WAWANCARA/FGD/PELATIHAN
Alamat : Jalan Imam Bonjol No.66, Kwala Bingai, Stabat
Mata Anggaran : 2018
Kode Anggaran dalam : 01 PENGEMBANGAN MODEL PENANGGULANGAN
GOLPUT
Tahun Anggaran : 2018

1. Latar Belakang
Fenomena golongan putih (golput) menjadi sorotan para pengamat politik pada
setiap pilkada digelar di sumut. Golput merupakan pertanda kurangnya upaya pendidikan
politik melalui sosialisasi kepada masyarakat oleh KPUD dan Partai Politik. Peran
pendidikan politik kepada masyarakat di setiap pemilu hanya dilakukan oleh KPUD
dalam skala terbatas. Model yang digunakan hanya bentuk sosialisasi sederhana langsung
kepada masyarakat pemilih. Model penanggulangan golput yang dilakukan selama ini
tidak efektif mengurangi besarnya angka pemilih yang tidak ikut memilih. Perlu
dilakukan perbaikan model penganggulangan golput yang dilakukan dengan melibatkan
partai politik, tokoh masyarakat dan memperhatikan adat budaya dan agama calon
pemilih. Penerapan model baru ini dilakukan bersama-sama antara KPUD dan Peneliti
untuk menemukan kelemahan agar dapat diperbaiki untuk menghasilkan model yang
terbaik. Selain itu juga digali informasi dari KPUD dan Partai Politik serta masyarakat
pelaku golongan putih terkait model baru ini. Data diperoleh melalui observasi,
wawancara dan studi dokumentasi. Pada tahun ke dua model disosialisasikan dan
diterapkan serta dievaluasi efektivitasnya dalam pilkada serentak dan tahun ketiga model
dipublikasikan dan dibuat percontohan bagi pilkada serentak lainnya.

2. Tujuan
Tujuan yang hendak dicapai dalam Wawancara/FGD/Pelatihan ini adalah :
1. Mengumpulkan data-data terkait penanggulangan golput.
2. Menemukan kendala penanggulangan golput.
3. Mengumpulkan data pelaksanaan kegiatan berdasarkan model penanggulangan golput.
4. Memberikan evaluasi terhadap pelaksanaan model penanggulangan golput yang baru.

21
3. Hasil Yang Diharapkan
Hasil yang diharapkan dari Wawancara/FGD/Pelatihan ini adalah :
1. Terkumpulnya data-data terkait penanggulangan golput.
2. Ditemukannya kendala penanggulangan golput.
3. Terkumpulnya dan terlaksananya kegiatan berdasarkan model penanggulangan golput.
4. Terevaluasinya pelaksanaan model penanggulangan golput yang baru.

4. Ruang Lingkup Kegiatan


a. Waktu Pelaksanaan
Wawancara/FGD/Pelatihan ini akan dilaksanakan pada hari kerja yaitu :
Tanggal : 6 - 10
Bulan : Januari 2019
Mulai : Pukul 08.00 s/d pukul 14.00 Wib.
b. Tempat Pelaksanaan
Tempat pelaksanaan Wawancara/FGD/Pelatihan, Pengambilan data dan lain lain
dilakukan di kantor KPUD dan Rumah Pintar Pemilu serta Partai Politik
c. Pelaksana
Peneliti dibantu Asisten Peneliti dan dua orang mahasiswa. yaitu :
1. Sdr. Ahmad Hidayah Dalimunthe
2. Sdr. Dedi Amrizal,
3. Sdri. Yusriati
4. Mahasiswa Asri dan Mahasiswa Herman.
e. Materi Wawancara/FGD/Penelitian, dan Pengambilan Data
Materi yang akan ditanyakan adalah :
1. Sistem Penanggulangan Golput
2. Pelaksana Penanggulangan Golput
3. Kendala Pelaksanaan Penanggulangan Golput
4. Pendanaan
5. Evaluasi kerja pelaksanaan penanggulangan golput
6. Model Penanggulangan Golput
7. Masukan dan Saran

e. Peserta
Peserta Wawancara/FGD/Pelatihan yaitu:
Ketua Rumah Pintar Pemilu : 1 Orang
Staf /Pegawai KPUD : 2 Orang
Partai Politik : 2 Orang
Jumlah Seluruhnya : 5 Orang

f. Sarana
Alat-alat yang diperlukan untuk mendukung Wawancara/FGD/Pelatihan terdiri dari :
1. Daftar Wawancara (Panduan Wawancara)
2. Alat Perekam
3. Buku-buku terkait penjaminan mutu di USU
4. Pulpen dan Kertas

22
g. Prasarana
Prasarana dibutuhkan ruangan kondusif dengan kelengkapan :
1. AC
2. Meja dan Kursi
3. Internet
4. Microphon
5. Papan Tulis

5. Biaya
Rincian Biaya
Jumlah peserta : 5 Orang
Panitia : 4 Orang
Jumlah Pelaksanaan : 1 hari

8. Evaluasi dan Monitoring


a. Evaluasi
Tujuan dari evalusi ini adalah untuk mengidentifikasi apakah semua target kegiatan telah
tercapai sesuai dengan rencana dan juga untuk mengidentifikasi berbagai kendala yang
tidak dapat teratasi untuk digunakan sebagai dasar penentuan langkah pada kegiatan
selanjutnya.
Pelaksanaan evaluasi dilaksanakan pada saat terkahir setelah pelaksanaan aktivitas
Wawancara/FGD/Pelatihan.

b. Monitoring
Diharapkan setelah Wawancara/FGD/Pelatihan ini tujuan dapat tercapai dan menjadi
dasar pembuatan laporan akhir penelitian saya di UMSU.
Selain itu dalam hal tindak lanjutnya akan dilihat dari petunjuk dan arahan tim peneliti..

Melalui wawancara yang dilakukan terlihat bahwa model baru penanggulangan


golput dapat dipahami oleh tokoh masyarakat, tokoh adat dan tokoh agama sebagai
pengawal demokrasi dimasyarakat dapat dipahami sebagai sesuatu yang baik, namun
mereka harus dilatih, diberi pencerahan dan diberi informasi terbaru terkait
perkembangan politik pemerintah dan pilkada oleh KPUD Langkat dan Partai Politik.

23
Gambar 04. Gambar Pengambilan Data
Peningkatan partisipasi pemilih terlihat dari sosialsiasi yang dilakukan KPUD.
Model penanggulangan golput perlu diterapkan dengan lebih sungguh sungguh lagi
mengingat tidak maksimalnya aktivitas terkait penerapan model yang dilakukan KPUD,
hal ini disebabkan peran Partai Politik dan Rumah Pintar Pemilu tidak mendukung penuh
pekerjaan KPUD Langkat. Rumah Pintar Pemilu sebaiknya berada langsung di tengah
masyarakat dengan komponen penggeraknya dari unsur tokoh masyarakat dan tokoh
partai politik.
Berikut aktivitas sosialisasi yang dilakukan KPUD bersama peneliti pada saat
pilkada serentak dilakukan:
Gambar 05. Gambar Sosialisasi Pemilu

24
25
Peningkatan jumlah suara pada pilkada serentak kali ini membuktikan model ini
berjalan efektif walaupun tidak maksimal adanya. Perlu dimaksimalkan peran posko
pemilu atau rumah pintar pemilu yang langsung berada di tengah masyarakat. Selain itu
tokok masyarakat dan partai politik dilibatkan penuh dalam posko atau rumah pintar
pemilu tersebut. Walaupun model ini belum berjalan maksimal namun membuktikan
efektivitas model penanggulangan golput guna menghindari lemahnya legitimasi
pemimpin terpilih dimasa yang akan datang .

26
5.2. Luaran Penelitian
Luaran penelitian yang diharapkan adalah HKI hak cipta, Buku Pembelajaran, Model
Penanggulangan Golput yang diseminarkan di tingkat Internasional, Jurnal Ilmiah
Internasional
Tabel 5.1. Luaran dan Indikator
Indikator Capaian
No Jenis Luaran
TS1) TS+1 TS+2
Internasional
Accepted/
1 Publikasi ilmiah2) Tidak ada Tidak Ada
Published
Nasional
terakreditasi Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada
Pemakalah dalam Internasional Sudah
2 temu ilmiah3) Tidak ada Tidak Ada
Dilaksanakan
Nasional
Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada

Invited speaker Internasional Tidak ada Tidak ada Tidak Ada


3 dalam temu
Nasional Tidak Ada Tidak Ada Tidak ada
ilmiah4)
Visiting Lecturer5) Internasional
4 Tidak ada Tidak ada Tidak ada
5 Hak Kekayaan Paten Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Intelektual (HKI)6)
Paten sederhana Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Hak cipta Tidak ada Granted Tidak Ada
Merek dagang Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Rahasia dagang
Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Desain produk
industri Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Indikasi geografis
Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Perlindungan
varietas tanaman Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Perlindungan
topografi sirkuit Tidak ada Tidak ada Tidak ada
terpadu
6 Teknologi Tepat Guna7) Tidak ada Tidak ada Tidak ada
7 Model/Purwarupa/Desain/Karya seni/
Draft Penerapan Tidak Ada
Rekayasa Sosial8)
8 Buku Ajar (ISBN)9) Tidak ada Cetak Idak Ada
9 Tingkat Kesiapan Teknologi (TKT)10) 7 7 7

Sumber: Data Primer


Luaran penelitian yang sudah diperoleh hingga saat ini berdasarkan uraian
sebelunya dan data table luaran di atas adalah:

27
1. Peneliti sudah melakukan konferensi/seminar tingkat internasional
2. Konferensi/seminar tingkat internasional yang diikuti menjanjikan akan
mempublikasikan hasil seminar ke dalam prosiding internasional terindeks Thomson
Reuters.
3. Sudah diterbitkan e-book dari hasil penelitian ini.
4. Telah dikirim artikel untuk jurnal internasional dengan skala Q1 scopus. (sedang
tahapan proses atau sedang di review)

28
BAB 6. RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA
6.1. Jadwal Penelitian
Agar terlihat mekanisme serta terukurnya kegiatan penelitian ini, sangat
diperlukan kejelasan jadwal yang dapat diakses oleh seluruh anggota yang terlibat di
dalam penelitian ini nantinya. Untuk itu jadwal yang lengkap serta alur kerja penelitian
yang jelas akan sangat membantu kelancaran proses penelitian secara keseluruhan,
seperti yang terlihat di bawah ini :
Tabel 6.1. Tabel Jadwal Penelitian

Tahun II
No Jenis Kegiatan 3 4 5 6 7 8 9 10 11
1 Persiapan Penerapan Penelitian
2 Penerapan Model Baru
3 Penyusunan Instrumen
4 Pengumpulan Data
5 Proses Analisa Data
6 Laporan Akhir Penerapan
Seminar dan Sosialisasi Penerapan
7 Model
8 Penerbitan Jurnal Nasional
9 Persiapan Pembuatan Buku

6.2. Jadwal yang telah dijalankan


Tahapan penelitian sudah dijalankan mulai dari persiapan penerapan penelitian
sampai pada persiapan pembuatan buku. Pengambilan data sekunder (pendukung) sudah
dilakukan bersamaan dengan penerapan model dan observasi. Semua aktivitas ditulis
dalam tabel berikut ini.
Tabel 6.2. Tabel Kegiatan Penelitian
NO. TANGGAL KEGIATAN
1. 4 Desember 2017 Catatan: Perbaikan proposal penelitian tahun ke II
Dokumen: Naskah Proposal diperbaiki kegiatan,
tanggal dan lokasi serta narasumber
2. 11 Desember 2017 Catatan: Penentuan mahasiswa yang dilibatkan
dalam penelitian
Dokumen: Foto Mahasiswa
3. 18 Desember 2017 Catatan: Kunjungan ke narasumber dan kunjungan
ke lokasi penelitian oleh mahasiswa untuk
pengambilan data awal
29
Dokumen: TOR
4. 4 Januari 2018 Catatan: Pengiriman TOR dan pengambilan data
awal penerapan model ke lokasi-lokasi penelitian
di KPUD Kab. Langkat.
Dokumen: Foto penelitian mahasiswa bersama staf
KPUD
5. 9-26 Januari 2018 Catatan: Perumusan model lama dan pembuatan
model baru penanggulangan golput di langkat
Dokumen: Foto di ruang rapat UMSU.
6. 1-15 Februari 2018 Catatan: Penyusunan Instrumen wawancara dll
guna kepentingan penelitian lapangan dan
penerapan model
Dokumen: Model dan instrumen
7. 19 Februari-28 Juni 2018 Catatan: Pengumpulan Data dan Penerapan Model
Baru dalam pilkada
Dokumen: Foto-foto Pilkada
8. 7 Maret-20 Juli 2018 Catatan: Pelaksanaan analisis data dan keterlibata
di lokasi pilkada.
Dokumen: Foto-foto Rapat dan Pilkada
9. 21 Juli sd 28 Agustus 2018 Catatan: Laporan akhir penerapan ke KPUD
Dokumen: Foto-foto di KPUD
10. 28-30 Agustus 2018 Pembuatan e-book buku ajar
Dokumen: Submission document, draft buku
11. 28 Juni- 30 Agustus 2018 Pembuatan Artikel dan Pengiriman Artikel
Dokumen: Artikel dan Submission Document
12. September 2018 Pendaftara Seminar Internasional
13. Oktober 2018 Pembuatan proposal tahun ke 3
14. November 2018 Pembuatan laporan akhir

Rencana tahapan penelitian berikutnya adalah melakukan pengujian model


sekali lagi guna menyempurnakan efektivitas penerapan model penanggulangan golput di
Kabupaten langkat.

30
BAB 7. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil sampai saat ini adalah penerapan model lama
masih dominan dan model baru belum dapat dilaksanakan dengan sempurna baik
pelaksanaannya maupun model penanggulangan golputnya. Walaupun angka golput
turun, sosialisasi masih menjadi elemen penting dibandingkan tokoh masyarakat, partai
politik dan posko pemilu/rumah pintar pemilu kpu. Penerapan model terganggu dengan
pelaksanaan program rumah pintar yang mau tidak mau harus dilaksanakan oleh KPUD
Langkat. Juknis pelaksanaannya sudah turun dan dananya sudah digulirkan walaupun
terbatas. Hal ini membuat penerapan model agak terganggu sehingga yang dapat
dilakukan hanya sampai sosialisasi tanpa melibatkan penuh partai politk dan tokoh
masyarakat. Selain itu penerapan rumah pintar pemilu yang tidak berada dilokasi
masyarakat membuat penerapan model tidak berjalan baik. Seharusnya model diterapkan
ditengah masyarakat dengan pelatih KPU, pelaksana tokoh masyarakat dan partai politik.
Selain itu keengganan masyarakat untuk ke kantor KPUD menjadi kendala lain dalam
penerapan model ini.
Peran serta KPUD sudah maksimal namun pelaksanaan model dengan
memanfaatkan kantor atau rumah singgah di tengah masyarakat dengan parpol dan tokoh
masyarakat tidak berjalan dengan baik. Sehingga kontribusi tokoh masyarakat dan
Parpol dalam penanggulangan golput sangat minim dalam penerapan model
penanggulangan golput pada pilkada serentak kali ini. KPUD Langkat juga masih belum
maksimal di elemen lain mengingat keterbatasan sdm dan padatnya program kerja pada
saat pilkada serentak.

7.2. Saran
Semoga KPUD dengan rumah pintar pemilunyanya dapat diterapkan ditengah
tengah masyarakat dengan menggunakan partai politik dan tokoh masyarakat sebagai
pelaksananya. Tentunya melalui pelatihan dan bantuan pendanaan dari pemerintah
dengan program pelatihan dan pelaksanaan program rumah pintar tersebut. Rumah pintar
ini diharapkan ada pada setiap kecamatan dan bersinergi dengan aparat kecamatan dan
PPK setempat.

31
DAFTAR PUSTAKA

Abe, Alexander. 2005. Perencanaan Daerah Partisipatif. Jogyakarta: Pembaharuan.


Ali, Farid. 1997. Metode Penelitian Sosial Dalam Ilmu Administrasi Dan Pemerintah.
Sirakarta: Aksara Pratama.
Budiardjo, Miriam. 1982. Partisipasi Politik Masyarakat Di Negara Berkembang.
Jakarta: Gramedia.
Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Furchan, Arief. 1992. Pengantar Metode Penelitian Kualitatif. Surabaya: Usaha
Nasional.
Kuncoro, Mudrajad. 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah, Reformasi,
Perencanaan, Strategi dan Peluang. Jakarta: Erlangga.
Langenberg, M. van. 1990. The New Order State: Language, Ideology, Hegemony. dalam
Arief Budiman (ed.). State and Civil Society in Indonesia. Clayton,Victoria:
Centre of Southeast Asian Studies, Monash University.
Mikkelsen, Britha. 1999. Metode penelitian dan partisipatoris dan Upaya-Upaya
Pemberdayaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Midgley, James, 1986. Community Participation, Social Development and The State.
London ; Metheun.
Maran, 2001. Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta: Rineka Cipta.
Miriam, Budiarjo. 1981. Partisipasi Dan Partai Politik, Sebuah Bunga Rampai, Glora.
Surakarta : Aksara Pratama.
Mansyurdin, T. 1994. Sosiologi Suatu Pengenalan Awal, Kelompok Studi Hukum dan
Masyarakat. Medan: FH USU.
Moleong, Lexy. J. 1988. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remja
Rosdakarya.
Mikkelsen, Britha. 1999. Metode penelitian dan partisipatoris dan Upaya-Upaya
Pemberdayaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Nawawi, Hadari. 1992. Metodologi Penelitian social. Yogyakarta: Gajah Mada
University press.
Sarwoto. 1991. Dasar-dasar Organisasi dan Manajemen. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Nitisemito, S. Alex. 1982. Menejemen Personalia (MSDM). Jakarta: Ghalia Indonesia.
Nugroho, D, Riant. 2003. Reinventing Pembangunan. Jakarta: PT. Alex Media
Komputindo.
Siagiaan, Sondang P. 1992. Proses Pengelolaan Pembangunan Nasional. Jakarta:
Gunung Agung.
Singarimbun, Masri dan Effendi Sofyan. 1982. Metode Penelitian Survei. Jakarta:
LP3ES.
Soetrisno, Loekman, 1995. Menuju Masyarakat Partisipatif. Yogyakarta: Kanius.
Suharsimi, Arikunto, 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT.
Rineka Cipta.
Sunarto, Kamanto, 2000. Pengantar Sosiologi. Jakarta: LPES.
Syafiie, Inu Kencana 1997. Ilmu Politik. Jakarta: Rineka Cipta.
Siagian, Sondang. P. 1991. Filsafat Administrasi. Jakarta: Haji Masagung.

32
Satropoetro, Santoso. 1998. Partisipasi dan Disiplin dalam Pembangunan Nasional.
Bandung: Alumni.
Tjokroamidjojo, Bintoro. 1994. Perencanaan Pembangunan. Jakarta: Gunung Agung.
Tjokrowinoto, Moerlianto. 1995. Politik Pembangunan. Yogyakarta: Tiara Wicana.
Tilaar, 1997. Pengembangan Sumber Daya Manusia Dalam Era Globalisasi. Jakarta:
Gramedia.
Tohirin. 2011. Metode Penelitian Kualitatif Dalam Pendidikan dan Bimbingan
Konseling. Bumi Lancang Kuning : Raja Grafinda Persada.
Yin, Robert K. 2002. Studi Kasus Desain & Metode. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Jurnal :
Saswito, Edi. 2012. Pengaruh Pendidikan Terhadap Partisipasi Politik Masarakat Pada
Pemilihan Kepala Daerah Kota Tanjung Pinang. E. Journal UMRAH, Vol. 5, No. 2 , 1-14.

33
LAMPIRAN-LAMPIRAN:
Lampiran 1.

Draf artikel
The Countermeasures of Election Abstainers Model Based on Change
of Voters' Behavior in Simultaneous Regional Elections, North
Sumatra, Medan, Indonesia

Ahmad Hidayah Dalimunthe1, Dedi Amrizal1, Yusriati2

1
Social Science and Politics Faculty, University of Muhammadiyah Sumatera Utara
(UMSU) Medan, Indonesia
2
FKIP Faculty, University of Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) Medan,
Indonesia

Jalan Kapten Mucthar Basri No.3, Glugur Darat II, Medan Timur, Kota Medan, Sumatera
Utara 20238
dediamrizal9@gmail.com

Abstract--Phenomenon of abstain in election was highlighted by the political observers


at every regional election held in Sumut. Abstain in election is considered to be the
winner because it has the largest percentage of voters compared to the voters of the
election candidates. Political and law observers argue that the legitimacy of elected
regional leaders is very low due to the phenomenon of this golput. Political education
efforts through socialization to the community have not succeeded in reducing the
number of golput. Political parties have not played a significant role in public awareness
efforts in the Indonesian political system and only expect the function of the Regional
General Elections Commission (KPUD) in every election held either by regional head
election, legislative election, and presidential election. This research uses descriptive
qualitative method with case study approach. The data in this research is the information
about the role of KPU and political parties in conducting socialization in every general
election and information about being election absteiners. Data obtained through
observation, interview and documentation study. The results show that the role of
political education to the community in every election is only done by KPUD. Models are
used only in the form of simple socialization conducted directly to the voting community.

34
Countermeasures model of abstain in election has been done so far which has not
effectively reduced the number of people who did not vote in the elections held.
Keywords: election abstainers; voters’ behaviour; simultaneous regional election

Introduction
In a study it was argued that political participation affects the legitimacy of
society in the course of a government. Political participation is very influential on the
legitimacy of the community to the elected candidates. Every society has their own
preferences and interests to determine their choice in elections. It can be said that the
future of elected public officials in an election depends on the preferences of the
community as voters. n other contexts, voter participation also relates to citizens' trust in
democracy, the political system, election organizers and those who will represent them to
govern and become citizen representatives in parliament.
Public participation in the development of the nation and state, especially in the
political process is one of the benchmarks of the successful implementation of
development. The participation of the community in development will not place the
community as a target of development alone but also a subject in the process of
modernization and the changes expected by the development itself. Voter participation in
a democratic country is an indicator of the implementation of a legitimate state power
that reflects the people's sovereignty.which is manifested by their involvement in
elections. The higher the level of voter participation indicates that the better the
community is to follow, understand and involve themselves in state activities. On the
contrary, the lower level of political participation of the community indicates that the less
appreciation and interest of the community towards the problems or activities of the state.
The low level of political participation of the community is reflected by the number of
golput in the election.
To overcome this, it is necessary to hold a continuous political education to the
community. The Political education is conducted by two institutions involved in election
activities namely KPU and Political Parties. The role of political parties is rarely noticed
and the work programs observed related to political education related to voter
participation. The work program of political parties is rarely noticed and observed

35
especially in relation to political education related to voter participation. According to the
Law of political party No. 2 of 2008 it is clearly stated that the general objectives of
political parties are:
a. To realize the national ideals of Indonesia as intended in the Preamble of Law;
b. To maintain the integrity of the Unitary State of the Republic of Indonesia (NKRI);
c. To develop a democratic life based on Pancasila by upholding the sovereignty of the
people within the Unitary State of the Republic of Indonesia;
d. To bring prosperity to all Indonesian people. While the specific objectives of
Political Parties are (1) to increase the political participation of members and the
community in the context of organizing political and governmental activities; (2)
championing the ideals of political parties in the life of society, nation and state; (3)
building ethics and political culture in the life of society, nation and state.
Political parties make political education a top priority, but so far the political
education given to society is still oriented to the image of political parties [3]. In addition,
political education conducted by the party has not had a positive impact for the
community because the implementation of political education conducted by the party is
more focused on the party cadres only. Political education conducted to the community is
only done by using one-way method, which means that the public only accept the
education without any feedback from the community. In relation to political education
conducted in the form of absorbing the aspirations of the people, the party only involves
some people only, not all of them. The role of political parties in providing political
education to the cadres as well as to the community is still low. The methods and
materials in political education undertaken by the party are still very conceptual and less
applicable. The method of evaluation in the implementation of political education does
not work effectively. As a result, the role of political parties in providing awareness to the
community about their rights and obligations as citizens is low. The intensity of the
implementation of political education or national insight still needs to be improved.
Based on the data obtained, there is still a gap between the planning and implementation
of education of national insight. In terms of themes, the party always adjusts to its
political interests.the implementation of political education to the public can not run well
and planned because of differences in interests between political parties as a political

36
educational institutions of society with the government as a holder of power. Political
parties are more preoccupied with practical political activities related to power.
Article 11 Paragraph (1) of Law Number 2 Year 2008 regarding Political Parties
states that the function of political parties in Indonesia is as a means of political education
for party members and the wider community in order to become citizens of Indonesia
who are aware of their rights and obligations in the life of society, nation, and state. The
noble task of conducting political education has not been fully implemented by political
parties in Indonesia. On the contrary, KPUD has done so but has not been able to find an
appropriate and effective model to address the people who do not want to vote.
Socialization has become the responsibility of the KPU in accordance with the
explanation in the Regulation of the General Election Commission Number 5 of 2015 on
Socialization and Public Participation in the Election of Governor and Deputy Governor,
Regent and Deputy Regent and / or Mayor and Deputy Mayor. In article 1 point 10 it is
explained that the Socialization of the Implementation of Elections, hereinafter referred
to as the Selection Socialization is the process of delivering information about the stages
and program of the election.
The purpose of socialization by KPU has been stipulated in the regulation of KPU
Number 5 Year 2015 article 3 namely:
a) Disseminating information on the stages, schedules and election programs;
b) Enhancing community knowledge, understanding and awareness of the rights and
obligations in elections; and
c) Increasing voter participation in elections.
Based on the results of previous research on the role of the KPU in the
socialization of the election, KPU has conducted interactional socialization activities
(conducted in many programs and involves several elements of society, community
organizations that aim to educate the public about the election process and also to novice
voters, gender groups and disabilities), and directional socialization (through the
pamphlet / posters, brochures, banners, or through public information media such as
public service advertisements broadcast through television, radio and print media.
Based on the results of research conducted on the role of KPU in election
socialization, KPU has conducted interactional socialization activities which conducted

37
in many programs and involves several elements of community, social organization that
aims to educate the public about the election process and also to novice voters and gender
groups and disability. KPU also conducts directional socialization through media such as
pamphlets / posters, brochures, banners, as well as through public information media
such as public service advertisements that are broadcast through television, radio and
print media. However, the countermeasures of golput conducted through this
socialization turned out to have little impact to awaken voters in the election.
In every regional election the phenomenon of golput became the focus of political
observers in every election held. Golput seems to be positioned as the winner because it
has the greatest percentage compared to voter candidates in the elections. At the elections
of the governor of Sumatra Utara and the elections of Mayor of Medan, the number of
those who did not vote for more than 60% eventhough socialization and political
education have been done.
Therefore, it is necessary to study the success of socialization that has been
applied so far. This is done to increase the participation and political awareness of the
public in the nation and state so as to realize the sovereignty of a democratic nation.

Leterature Review
2.1 Participation
The word participation comes from the English language "Participation", take a
part, or taking part or activities together with others. Participation is the involvement of
mental or emotional thoughts and feelings of contribution in an effort to achieve the goals
and take responsibility for the business concerned. Midgley (1986: 34) states that
participation is not merely one of the goals of social development but an integral part of
the social development process. Community participation means the existence of a whole
human being. The demand for public participation will become more and more
symptomatic as awareness of citizens' rights and duties.Allport in Sastropoetro (1988:
12), states that a participant actually experiences of his own involvement, his ego which
is more than involvement in work or duty. With his involvement, it means the
involvement of his thoughts and feelings.

38
David in Sastropoetro (1988: 13), argues that participation is as a mental
engagement or mind and emotion, a person's feelings in a group situation that encourages
him to contribute to the group in an effort to achieve the goals and is responsible for the
business concerned. While Mikkelsen (1999: 35), says participation is an active process
of person or group takes the initiative and uses its freedom to do something. Tilaar
(1997: 237) says participate is a productive society, aware of the law, and determined to
be independent.
2.2 Society
According to Linton in Harsajo (1997: 44), society is every group of people who
clearly live long enough and work together so that they can organize themselves and
think about himself as a social unity with certain limitations. While Wahyu (1986: 10)
said that in general society is a number of humans who live in a relationship within a
sufficient time to give birth of culture with a unity in choosing a system of living
together. According to Mansyurdin (1994: 40), society is a system of customs about
procedures, about power and reciprocal rock, about the group and its distribution, about
the behavior of human control and freedom. Another definition comes from Shadily in
Mansyurdin (1994: 42), society is a large or small group consisting of several humans
who are related in groups and influence each other. Meanwhile, according to Durkhem in
Berry (1981: 5) society is an objective reality independently, free of individuals who are
members. So from some of the above, it can be concluded that society is a group of
people who already have the order of life, norms, adapt customs are equally obeyed in the
environment.
2.3 Election
From many perspectives, there is a lot of understanding about elections. But the
point is that elections are a means to realize the principle of sovereignty in the hands of
the people so that in the end it will create a relationship of power from the people, by the
people, and to the people. And this is the core of democratic life. Whereas based on the
constitution of 1945, the republic of Indonesia is a sovereign state of the people. General
election is a mean to realize the sovereignty of the people in the framework of the
participation of the people in the administration of the state government. The general
election is not only aimed at electing representatives of the people who will sit in the

39
consultative/representative institution, but also a means of realizing the preparation of the
state's life order imbued with the spirit of Pancasila and the 1945 Constitution within the
Unitary State of the Republic of Indonesia. So the general election is a means of
execution of the sovereignty people in the unitary state of the Indonesian republic based
on Pancasila and the 1945 law. In the general declaration of human rights of article 21
paragraph 1, it is stated that everyone has the right to take part in the government of his
country, directly or through his freely chosen representatives. The right to participate in
this government is linked and inseparable from the subsequent right in paragraph 2 that
each person has the right to obtain equal excesses on servicing by the government of his
country.
Elections are the real manifestation of democracy in contemporary state practice
because it is the primary means for the people to declare their sovereignty over the state
and government. The statement of the people's sovereignty is manifested in the process of
engaging of people to determine who should run and here others oversee the government
of the state. Therefore, the main function for the people is to elect and exercise control
over their representatives, their regional heads, and their presidents.

METHODOLOGY
This research uses descriptive qualitative method with case study approach by
digging information of socialization conducted by KPUD and political education
conducted by political party. Data were obtained through participant observation, in-
depth interviews, and document studies on the implementation of political education and
election socialization by KPUD and political parties.dataof this research are: (1)
implementation of socialization in KPUD; (2) political education conducted by KPUD
and (3) political education conducted by the party
The validity of the data from the observation, interview, and documentation study
is done by credibility test on the data obtained in the field., triangulation method
(checking data from various sources with various ways and deadlines), confirmability
(research is said objectively if the research results have been agreed by many people ),
and transferability (making reports with detailed, clear, systematic, and reliable

40
descriptions so that others can understand the research results so as to have the possibility
to apply the results of the research).

FINDING AND DISCUSSION


The political participation of the people in the elections is very low. The absence
of the community in the election process is due to the level of intelligence and lack of
knowledge about the information of an activity. Another cause that keeps people from
being present in the elections is political awareness. Apparently this political awareness is
not much and influential.
Based on the cause of abstain in election, Saswito (2012) states that partially and
simultaneously, the variables of intelligence and awareness affect the political
participation in pilkadatanjungpinang in 2012.the most influential variable on the level of
political participation of the community in tanjungpinang elections in 2012 is the
intelligence variables.
Political education conducted by KPUD and Political Parties has less impact on
voters. The model used by KPUD has not been effective in getting voters to attend the
general election during the election. Data provided by KPUD in Langkat and KPUD in
Medan revealed the form of political education conducted so far is through direct
socialization to the public. The form varies from the delivery of announcements and
election messages to discussions related to elections.
The countermeasures of abstain in election owned by KPUD is not always
updated. This model is used only in the form of socialization that is run in accordance
with existing regulations. The form of evaluation conducted by KPUD in relation to the
implementation of the election is only used for the purposes of the election at that time
including the evaluation of the implementation of election socialization which is also
used for the handling of golput in the election.
Addressing the problem of increasing number of golput in every election
conducted in Sumatera Utara is not merely the duties and responsibilities of KPUD. A
political party is an institution thathas clearfunctions according to the positive law
prevailing in Indonesia. However, when conducted research into political parties to prove
the active role in handling golput apparently can not be found in the work.

41
So far, the workplan of institutions related to elections such as KPUD and
political parties have not reflected good political education. Model Countermeasures of
Golput in political parties is not seen at all in their workplan and activities. Only KPUD
has a workplan and socialization form that can be said as political education. Political
education like this can be said as a model of countermeasuresalthough it looks simple.
Unfortunately, this simple model has never been evaluated and developed to address the
issue of absenteeism in elections.
This model should be updated every time the elections are held in KPUD working
areas. Improvements to the old model by the KPUD should involve the role of political
parties and community leaders and should consider the cultural values of the region so
that it becomes a critical determinant of the success of the model Countermeasures of
golput.

CONCLUSION
The role of KPUD and political parties in handling the problem of golput is very
central and important. However, only KPUDs have such counter-measures, although they
look simple. The improvement of this model of counter-opponation is important because
more than 50% of the residents are absent during the elections. It is important to involve
political parties, religious and community leaders and traditional leaders in improving
Model Countermeasures of GOLPUT in KPUD. In addition, considering the cultural
and religious values in a region also contributed in the formation of the new model.

References
[1] Arry Dharmawan Trissatya Putra, “Inovasi Model Sosialisasi Peran Serta Masyarakat
Dalam Pemilu”, Jurnal Wacana Politik – ISSN 2502-9185, Vol. 1, No. 2, Oktober
2016, pp. 139-151.
[2] Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik.
[3] Ayub Budi Prayoga, “Role Of Political Party In The Community To Provide
Education Politics In The District Of Gresik”, Jurnal Mahasiswa UNESA, vol 1,
nomor 3, 3013, pp. 1-15.

42
[4] Marchel Fernando Rolos, “Fungsi Partai Politik Dalam Melaksanakan Pendidikan
Politik Bagi Masyarakat”, E-Journal Unsrat, Vol 1. No.7, 2016, pp. 1-12.
[5] Marchel Fernando Rolos, “Fungsi Partai Politik Dalam Melaksanakan Pendidikan
Politik Bagi Masyarakat”, E-Journal Unsrat, Vol 1. No.7, 2016, pp. 1-12.
[6] Menurut Yulianto Dwi Saputro, “Peran Partai Politik Dalam Pendidikan Politik
Generasi Muda Dan Implikasinya Terhadap Ketahanan Politik Wilayah, Jurnal
Ketahanan Nasional No. XXI (1) April 2015, pp. 34-42.
[7] Muhammad Arifin Nasution, ‘Peranan Parpol dalam Pendidikan Politik dan Wawasan
Kebangsaan”, Jurnal Politeia ISSN: 0216-9290 Vol. 4 No.1, Januari 2012, pp. 35-40.
[8] Maslekah Pratama Putri, “Peran Komisi Pemilihan Umum Dalam Sosialisasi Pemilu
sebagai upaya Untuk Meningkatkan Partisipasi Politik Masyarakat Pada Pemilu
Presiden 2014 di Kalimantan Timur”, eJournal Ilmu-Komunikasi, Vol 4 (1), ISSN
0000-0000 , ejournal.ilkom.fisip-unmul.org, pp.30-43

43
Lampiran 2.
---------- Forwarded message ---------
From: USCM <uscm@growingscience.com>
Date: Thu, Aug 23, 2018 at 3:43 PM
Subject: [USCM] Submission ID 81
To: <ahmadhidayahdalimunthe@gmail.com>,<dediamrizal9@gmail.com>, <yusriatim@gmail.com>,
<info@growingscience.com>

Thank you for your submission to USCM. Below is a copy of the information submitted for your
records.

Submission ID: 81

Title: The Countermeasures of Election Abstainers Model Based on Change of Voters' Behavior in
Simultaneous Regional Elections, North Sumatra, Medan, Indonesia

Author 1:
First Name: Ahmad Hidayah
Last Name: Dalimunthe
Organization: University of Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) Medan, Indonesia
Country: Indonesia
Email: ahmadhidayahdalimunthe@gmail.com

Author 2:
First Name: Dedi
Last Name: Amrizal
Organization: University of Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) Medan, Indonesia
Country: Indonesia
Email: dediamrizal9@gmail.com

Author 3:
First Name: Yusriati
Last Name: mrs
Organization: University of Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) Medan, Indonesia
Country: Indonesia
Email: yusriatim@gmail.com

Contact Author: Author 2

Alternate Contact: dediamrizal9@gmail.com

Topic(s): Total Quality Management

Keywords: election abstainers; voters’ behaviour; simultaneous regional election

Abstract: Phenomenon of abstain in election was highlighted by the political observers at every
regional election held in Sumut. Abstain in election is considered to be the winner because it has the
largest percentage of voters compared to the voters of the election candidates. Political and law
observers argue that the legitimacy of elected regional leaders is very low due to the phenomenon of
this golput. Political education efforts through socialization to the community have not succeeded in
reducing the number of golput. Political parties have not played a significant role in public awareness
efforts in the Indonesian political system and only expect the function of the Regional General
Elections Commission (KPUD) in every election held either by regional head election, legislative
election, and presidential election. This research uses descriptive qualitative method with case study

44
approach. The data in this research is the information about the role of KPU and political parties in
conducting socialization in every general election and information about being election absteiners.
Data obtained through observation, interview and documentation study. The results show that the role
of political education to the community in every election is only done by KPUD. Models are used only
in the form of simple socialization conducted directly to the voting community. Countermeasures
model of abstain in election has been done so far which has not effectively reduced the number of
people who did not vote in the elections held.

Comments:

45
Lampiran 3.

saat ini sudah terbit dengan judul Penanggulangan Golput dalam Pelaksanaan
Pemilu Legislatif dan Pilkada ISBN 978-602-52676-6-6

46
Lampiran 4.

47

Anda mungkin juga menyukai