Anda di halaman 1dari 3

Pengertian sastra dari segi ilmu sastra

Ada tiga hal yang berkaitan dengan pengertian sastra, yaitu ilmu sastra, teori sastra,
dan karya sastra.
a. Ilmu sastra adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki secara ilmiah berdasarkan
metode tertentu mengenai segala hal yang berhubungan dengan seni sastra.
Ilmu sastra sebagai salah satu aspek kegiatan sastra meliputi hal-hal berikut.

Teori sastra, yaitu cabang ilmu sastra yang mempelajari tentang asas-asas,
hukum-hukum, prinsip dasar sastra, seperti struktur, sifat-sifat, jenis-jenis,
serta sistem sastra.

Sejarah sastra, yaitu ilmu yang mempelajari sastra sejak timbulnya hingga
perkembangan yang terbaru.

Kritik sastra, yaitu ilmu yang mempelajari karya sastra dengan memberikan
pertimbangan dan penilaian terhadap karya sastra. Kritik sastra dikenal juga
dengan nama telaah sastra.

Filologi, yaitu cabang ilmu sastra yang meneliti segi kebudayaan untuk
mengenal tata nilai, sikap hidup, dan semacamnya dari masyarakat yang
memiliki karya sastra.

Keempat cabang ilmu tersebut tentunya mempunyai keterkaitan satu sama lain
dalam rangka memahami sastra secara keseluruhan.
b. Teori sastra adalah asas-asas dan prinsip-prinsip dasar mengenai sastra dan
kesusastraan.
c. Seni sastra adalah proses kreatif menciptakan karya seni dengan bahasa yang
baik, seperti puisi, cerpen/novel, atau drama.

Ilmu sastra
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Ilmu Sastra adalah ilmu yang menyelidiki tentang karya sastra secara ilmiah dengan
berbagai gejala dan masalah sastra.[1]. Sedangkan,Sastra adalah lembaga sosial yang
menggunakan bahasa sebagai medium, dan Bahasa itu sendiri merupakan ciptaan sosial.[2]
Seorang penelaah sastra harus dapat menerjemahkan pengalaman sastranya dalam bahasa
ilmiah, dan harus dapat menjabarkannya dalam uraian yang jelas dan rasional.[3]. Dalam Ilmu
sastra terdapat beberapa cabang ilmu sastra yang mempermudah jalannya studi sastra.

Cabang Ilmu Sastra


Cabang dalam Ilmu Sastra terbagi menjadi 3 bagian, yaitu : Teori sastra, Sejarah sastra dan
Kritik sastra.[4]

Teori, Kritik dan Sejarah Sastra

Dalam sejarahnya, faktor-faktor sosial memengaruhi evolusi genre-genre sastra, seperti epik
ritual, puisi lirik, esai, drama dan yang terakhir adalah novel.[3] Dalam penjabarannya, teori
sastra berarti meneliti hal-hal yang berhubungan dengan kesusastraan dalam suatu karya,
misalnya gaya bahasa, jenis sastra, hakikat sastra, aliran-aliran dalam sastra, unsur cerita, dll.
[3]
Teori sastra juga merupakan studi prinsip, kategori, dan kriteria. Kritik sastra dan sejarah
sastra adalah studi karya-karya konkret. Menurut salah satu tokoh, ilmu sastra atau studi
sastra selaras dengan filologi. Tokoh tersebut adalah Philiph August Boeckh. Dalam bukunya
yang berjudul Encyklopadie und Methodologie der Philologischen Wissenschaften (1887), dia
menjabarkan bahwa filologi sebagai knowledge of the known. Beberapa bidang yang
termasuk adalah studi sastra, bahasa, seni, politik, agama, dan adat istiadat.
Filologi Boeckh didasarkan pada kebutuhan mempelajari karya-karya klasik. Dia memunyai
batasan dalam studi sastra, yaitu studi sastra hanya merupakan satu cabang dari filologi,
sebagai ilmu kebudayaan secara menyeluruh. Studi sastra mempunyai ciri khas dalam
kegiatannya, yaitu membuat interpretasi, meneliti kekhasan suatu karya, dan memberi
penilaian. Ada pendapat yang mengatakan bahwa maksud pengarang adalah bahan utama
studi sastra, sebenarnya keliru. Makna karya seni tidak sama atau berhenti pada maksud
pengarang. Karya sastra berdiri sendiri sebagai suatu sistem nilai.[3]
Seorang sejarawan sastra tidak akan puas menilai suatu karya sastra dari sudut pandang masa
kini saja. Ia akan mengevaluasi masa lalu sesuai dengan kebutuhan gaya dan gerakan sastra
masa kini. Mungkin lebih baik lagi, jika sejarawan sastra bisa menyoroti karya sastra dengan
sudut pandang zaman ketiga (zaman yang tidak sama dengan pengarang dan kritikus) atau
melihat keseluruhan sejarah interpretasi dan kritik pada karya sastra untuk memperoleh
makna yang lebih menyeluruh.[3] Dalam kenyataannya, tak ada sejarah yang ditulis tanpa
prinsip seleksi dalam usaha memerinci ciri-ciri dan membuat penilaian.[3] Sejarawan sastra
yang menolak pentingnya kritik sastra sebetulnya melakukan kritik sastra tanpa disadari.[3]

Satra Bandingan, Sastra Umum dan Sastra Nasional


Ada pengertian dari Sastra Umum, Sastra Khusus dan Sastra Bandingan. Sastra umum adalah
ilmu sastra yang membicarakan hal ihwal sastra pada umumnya, terlepas dari masalahmasalah kekhususan dari kehidupan sastra akibat adanya corak bangsa dan bahasa.Sastra
khusus adalah ilmu sastra yang membicarakan kehidupan sastra suatu bangsa atau suatu suku
bangsa tertentu, atau sastra dengan suatu media bahasa tertentu.Sastra perbandingan adalah
ilmu sastra yang berusaha menyelidiki adanya persamaan, perbedaan, dan pengaruh dari
berbagai hal yang terdapat pada dua atau beberapa sastra tertentu/sastra khusus.[4]
Istilah "Sastra Bandingan" agak merepotkan, dan jenis inilah sebabnya jenis studi yang
penting ini kurang sukses secara akademis. Matthew Arnold menggunakan istilah ini pertama
kali dalam bahasa inggris, ketika menerjemahkan istilah J.J. Ampere histoire comparative
(1848). Ilmuwan Perancis lebih suka memakai istilah yang dipakai lebih awal oleh A.F
Villemain yang menyebutnya "litterature compare" dan ilmuwan Jerman mengenalnya
dengan "vergleichende Literature geschichte".[5] Perbandingan adalah metode yang umum

dipakai dalam semua kritik sastra dan cabang ilmu pengetahuan, dan sama sekali tidak
menggambarkan kekhasan prosedur studi sastra.[3] Menurut Sutarto (2012:7882), telaah
sastra bandingan sejatinya tidak bisa dilepaskan dari sejarah sastra, karena sastra berbicara
tentang perjalanan perasaan dan pikiran manusia dari zaman ke zaman, dan menggunakan
bahasa sebagai mediumnya. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam telaah sastra
bandingan, yaitu:
1. Suatu penilaian terhadap karya sastra hendaknya tidak lepas dari jati diri penciptanya.
2. Telaah sastra bandingan harus menguak kenyataan, wawasan tentang manusia, budaya,
martabat nilai lokal, dan semangat zaman yang dibangun oleh masyarakat Timur sebagai
masyarakat yang memiliki hak untuk menjaga warisan budaya mereka.
3.Dalam disiplin sastra bandingan hendaknya dihindari kegiatan pembacaan jauh agar
penelaah memperoleh hasil yang prima.
4. Perbandingan karya-karya sastra yang terpisah dari keseluruhan sastra nasionalnya masingmasing cenderung menjadi dangkal karena telaah semacam itu hanya terbatas kepada
pembicaraan tentang pengaruh, sumber, reputasi, dan ketenaran
5. Telaah sastra bandingan hendaknya tidak memasukkan secara mentah-mentah konsep
multikulturalisme ala Barat karena pemahaman tentang the other seringkali harus
bertabrakkan dengan metanarasi yang dipegang teguh sebagai rujukan oleh masyarakat
Timur.

Anda mungkin juga menyukai