Anda di halaman 1dari 18

MODUL PERKULIAHAN

Rekayasa
Trafik
CDMA Mobile Traffic

Fakultas
FAKULTAS TEKNIK

Program
Studi
TEKNIK
ELEKTRO

Tatap
Muka

14

Kode MK

Disusun Oleh

14038

FAHRAINI BACHARUDDIN, ST., MT

Abstract

Kompetensi

Perbedaan yang mendasar sistem


CDMA dengan sistem GSM adalah
pada teknologi aksesnya, yaitu CDMA,
yang akhirnya dapat membedakan
jumlah pelanggan pengakses masingmasing satu BTS dalam jaringannya.

Mahasiswa/i dapat mengerti konsep


trafik seluler untuk teknologi CDMA.

Pembahasan
CDMA Mobile Traffic
Sebagai juga sistem komunikasi voice, sistem telepon seluler bergerak CDMA (code
division multiple access) mengenali adanya trafik dan kapasitasnya, nilai GOS yang dipilih
serta rumusan hubungan antara trafik yang terjadi dengan durasi rata-rata komunikasi
pelanggan. Singkatnya, semua persoalan yang pernah dibahas sebelumnya di bidang PSTN
berlaku juga pada sistem komunikasi telepon mobile.
Perbedaan yang mendasar sistem CDMA dengan sistem GSM adalah pada teknologi
aksesnya, yaitu CDMA, yang akhirnya dapat membedakan jumlah pelanggan pengakses
masing-masing satu BTS dalam jaringannya. Sementara pada sistem GSM menggunakan
teknologi TDMA. Akibat dari teknologi CDMA ini yang menggunakan pembedaan kode
untuk setiap terminal, maka jumlah pengakses satu BTS menjadi relatif lebih banyak
daripada pengakses pada sistem GSM. Salah satu parameter yang menyebabkan sistem
CDMA dapat mempunyai pengakses lebih banyak adalah, sistem CDMA dapat bekerja
dengan nilai BER1 yang mendekati nilai ambang jelek yang pada sistem GSM sudah tidak
dapat diterima lagi.
Tetapi masalah dalam sistem CDMA lebih kompleks karena adanya faktor sinyal
interferensi (= I) yang lebih dominan daripada sinyal utamanya (= C) sehubungan dengan
penggunaan frekuensi yang sama untuk semua BTS maupun MS dalam satu wilayah layanan.
Oleh karena itu, nilai C/I selalu lebih kecil dari nilai satu.
Teknologi CDMA yang dibahas adalah jenis direct-spreading (DS), yang mempunyai
proses sebagai berikut. Pada sisi pancar, sinyal dengan laju bit rendah (misal; 9,6 kbps),
pertama kali dimodulasikan digital secara BPSK. Selanjutnya, sinyal BPSK ini dikalikan
dengan deretan kode PN (pseudo-noise) yang memiliki laju bit tinggi (misal; 1,2288 Mbps).
Pada proses perkalian tersebut terjadi penyebaran energi pada pita frekuensi yang besar.
Sinyal tersebar ini kemudian dimodulasi dengan pembawa RF tertentu dan kemudian
dipancarkan.

1 BER (bit error rate) didefinisikan sebagai kesalahan (error) 1 bit dalam
kelompok sejumlah bit. Nilai ambang batas jelek adalah 10 -5 yang artinya, terjadi
kesalahan 1 bit dalam kelompok 105 bit.
201
4

Rekayasa Trafik
FAHRAINI BACHARUDDIN, ST., MT

Pada sisi terima, sinyal didemodulasi dan mendapat kembali sinyal tersebarnya.
Kemudian sinyal ini di despread dengan mengalikannya dengan deretan kode PN yang sama
seperti pada sisi kirim. Sinyal yang telah di despread ini kemudian dilewatkan pada
demodulator sinyal BPSK untuk memperoleh sinyal digital asal. Kedua proses tersebut diatas
dilukiskan secara diagram blok yang ditunjukkan pada Gbr-1. Dalam hal ini sinyal data yang
diproses adalah m(t) dengan laju bit Rb.

Pada sisi kirim nampak, bahwa sinyal carrier pada proses modulasi BPSK adalah
Accosct, sedang sinyal pseudonoise yang biasa disebut chip, adalah c(t) yang mempunyai
laju bit sebesar Rc. Nilai yang diambil untuk Rc umumnya >> Rb. Dengan keseluruhan proses
pada sisi kirim tersebut, sinyal keluarannya yang disebut sebagai BPSK-DS-SS mempunyai
persamaan sebagai,

s(t) = Ac m(t).c(t).cosct

.................................................

(14-1)

Karena m(t) dan c(t) adalah sebagai fungsi waktu, maka sinyal s(t) tersebut dapat dibuktikan
mempunyai spektrum yang relatif sangat lebar sehingga daya didistribusikan atau disebarkan
sepanjang bandwidth tersebut seperti ditunjukkan pada Gbr-2.

201
4

Rekayasa Trafik
FAHRAINI BACHARUDDIN, ST., MT

Pada Gbr-2 nampak, bahwa lebar pita sinyal m(t) ditunjukkan sebagai Bs ( 2Rb )
yang mempunyai rapat spektral (power spectral density, PSD), P (watt/Hz). Sementara sinyal
s(t) mempunyai lebar pita sebesar Bss dengan nilai PSD yang sebanding dengan nilai B s/Bss.
Lebar pita frekuensi ini lebih banyak ditentukan oleh laju bit sinyal pseudonoise. Sebagai
contoh misalnya, bila Rb = 9,6 kb/s dan Rc = 9,6 Mchip/s, maka lebar pita frekuensi sinyal
BPSK-DS-SS adalah, BT 2Rc = 19,2 MHz. Dengan data itu juga, maka PSD sinyal s(t)
direduksi sebesar (9,6 Mchip/s)/(9,6 kb/s) = 1000x atau 30 dB.

Pada sisi terima, terjadi proses sebaliknya, yaitu proses despreading dan demodulasi
BPSK. Tetapi sinyal yang menjadi input receiver tidak hanya sinyal s(t) saja, melainkan
bersama sinyal-sinyal interferensi yang disebut sebagai sinyal jamming dari transmitter yang
lain. Sehingga sinyal yang diterima adalah, r(t) = s(t) + nj(t). Selanjutnya, sinyal r(t) di
despread dengan sinyal c(t) yang sama dari generator yang mendapat sinkronisasi dari
generator pada sisi kirim. Sinyal nj(t) mempunyai lebar pita relatif sempit dan berbentuk
sinyal sine-wave yang diasumsikan mempunyai frekuensi sama dengan fc pada situasi
jamming yang paling buruk, sehingga sinyal input pada sisi terima berbentuk,

r(t) = Ac m(t).c(t).cosct + Aj..cosct

..........................

(14-2)

Disini diasumsikan bahwa, daya sinyal jamming adalah [ Aj2/2 ] relatif terhadap daya sinyal
data, [ Ac2/ 2 ]. Dengan memperhatikan diagram blok Gbr-2(b), sinyal keluaran blok
despreader adalah,

201
4

Rekayasa Trafik
FAHRAINI BACHARUDDIN, ST., MT

v1(t) = Ac m(t).cosct + Aj..c(t).cosct

..........................

(14-3)

karena c2(t) = ( 1)2 = 1. Sehingga sinyal BPSK-DS-SS sekarang menjadi sinyal BPSK-nya
sendiri ditambah sinyal jamming yang mengalami penyebaran daya. Karena mengalami
penyebaran daya, maka level sinyal jamming tersebut menjadi seperseribu sesuai contoh soal
kasus di atas. Pada input receiver, lebar pita frekuensi sinyal sebesar 2RC, tetapi setelah proses
despreading, lebar-pita-frekuensi sinyal outputnya, yaitu sinyal BPSK, adalah 2RB. Sinyal
BPSK ini kemudian dideteksi2 kembali menjadi sinyal data aslinya.
Untuk sinyal jamming sendiri, karena levelnya yang rendah dan bandwidth-nya yang
lebar dengan proses spreading oleh sinyal c(t), maka dengan menggunakan lowpass filter
(LPF) seperti ditunjukkan pada Gbr-2(b), sinyal jamming dapat dieliminasi. Nampak pada
Gbr-2(b), bahwa input LPF3 menjadi,

v2(t) = Ac m(t) + n2(t)

..............................................

(14-4a)

dimana,
n2(t) = Aj..c(t)

............................................................

(14-4b)

dan sinyal selebar 2 fc yaitu sinyal jamming, dieliminasi karena tidak dapat melewati LPF
yang mempunyai bandwidth hanya 2 fb. Daya sinyal jamming pada output receiver tertentu
nilainya sebesar,

2 Dengan memperhatikan Gbr-2(b), deteksi sinyal BPSK dilakukan dengan mengalikan sinyal
BPSK tersebut dengan 2 cos(t). Hasilnya adalah 2cos2(t) = cos(2t) + 1, sehinggaAcm(t).
2cos2(t) = Acm(t) [cos(2t) + 1]
Tetapi dengan menggunakan LPF, maka sinyal harmonik keduanya dapat dihilangkan, sehingga
Acm(t). 2cos2(t) = Acm(t)

3 LPF yang mempunyai lebar spektrum sebesar 2RB pada Gbr-2(b) disamping
digunakan untuk meng-hilangkan harmonik kedua yang ada, juga digunakan
untuk membatasi spektrum sinyal jamming yang sebelumnya mempunyai
spektrum selebar 2Rc.
201
4

Rekayasa Trafik
FAHRAINI BACHARUDDIN, ST., MT

Rb

Rb

Aj

Aj

1
df
2 Rc

Pn2 =

Rc / Rb
=

................................

(14-5)

Dengan demikian, receiver SS (spread spectrum) dapat meredam sinyal jamming yang sudah
sempit karena LPF, dengan faktor Rc/Rb seperti ditunjukkan pada Persamaan (14-5). Faktor
Rc/Rb ini dinamakan processing-gain satu receiver SS. Sehingga dikatakan bahwa receiver SS
tersebut mempunyai kemampuan antijam (antijam capability) sebesar Rc/Rb. Dalam contoh
soal diatas, nilai tersebut adalah 30 dB.
Dalam sistem CDMA, setiap user diberi satu kode spreading (PN code) tertentu,
sehingga beberapa user dapat terlayani dengan frekuensi yang sama, karena masing-masing
tetap dapat diterima terpisah oleh receiver-nya sendiri yang menggunakan kode spreading
sama ketika dia ditransmisikan.
Spreading-code Generator
Nama lain unit generator ini adalah, pseudonoise code (PN code) generator yang
dilengkapkan, baik di sisi kirim maupun sisi terima seperti ditunjukkan pada Gbr-2.
Spreading-code generator terdiri dari r shift-register dan penjumlah modulo-2 seperti
ditunjukkan pada Gbr-4. Shift-register tersebut digerakkan oleh pulsa clock dengan frekuensi
fc, sehingga keluaran spreading-code generator, sinyal c(t), yang merupakan kombinasi pulsapulsa mempunyai lebar pulsa, Tc, yang disebut sebagai interval chip.

Selanjutnya, sambungan umpan-balik dari sederetan shift register dan penjumlah


modulo-2 diatur sehingga bentuk sinyal c(t) mempunyai satu panjang maksimum N chip
dimana N = (2r1). Tipe PN-code generator ini menghasilkan satu urutan sinyal dengan

201
4

Rekayasa Trafik
FAHRAINI BACHARUDDIN, ST., MT

panjang maksimum (maximum-length sequence) atau m-sequence. Sinyal PN-code dengan


panjang N tersebut mengikuti ketentuan [property-1, (5)p450], bahwa jumlah bit-1 selalu satu
bit lebih banyak dari bit-0 nya. Kombinasi PN-code yang dihasilkan dengan syarat itu
mengikuti rumus kombinasi sebagai,

C mn

m!
n!(m n)!

............................................................

(14-6)

dimana : m = panjang PN-code


n = jumlah bit-1 dalam PN-code tersebut
Berikut ini ditunjukkan bentuk gelombang c(t) satu data stream dengan sinyal PNcode tertentu, yang ditunjukkan pada Gbr-4.
Pada Gbr-4 nampak bahwa, sinyal data yang akan di spreading adalah, 10110100
yang mempunyai laju bit Rb = 1/Tb, sementara sinyal PN-code mempunyai laju bit sebesar
Rc = 1/Tc. Nampak bahwa, sinyal keluaran DSSS atau sinyal c(t) akan mempunyai laju bit
sama dengan laju bit sinyal PN-code, yaitu Rc, sedang bentuk sinyal c(t) merupakan operasi
EXOR antara sinyal data dengan sinyal PN-code pada sisi kirim. Sementara pada sisi terima,
proses EXOR dilakukan antara sinyal c(t) dengan sinyal PN-code. Untuk mengingat kembali
tabel-kebenaran fungsi EXOR, berikut ini dituliskan tabel tersebut,

Tabel 1. Fungsi XOR

201
4

Rekayasa Trafik
FAHRAINI BACHARUDDIN, ST., MT

Contoh Soal

1. Satu sistem DSSS mempunyai lebar spektrum sebesar 1,25 MHz, mengirim data
dengan laju bit sebesar 9,6 kbps. Tentukan kemudian :
a). laju bit PN-code ?
b). processing gain dalam dB ?

Jawaban :
a). Lebar spektrum sinyal DSSS = 2Rc, sehingga laju bit PN-code nya adalah,
Rc = x 1,25 = 0,625 Mbps = 640 kbps
b). Processing-gain, , adalah,
= Rc / Rb = 640 / 9,6 = 66,67
= 10 log 66,67 = 18,24 dB
2. Pada satu pseudonoise generator terdapat 4 shift register dalam rangkaiannya.
Tentukan :
a). panjang PN-code nya ?
b). jumlah code yang dihasilkan bila syarat bit-1 lebih banyak satu bit dari bit-0
nya ?
Jawaban :
a). Panjang PN-code nya adalah,
N = 24 1 = 15 bit
201
4

Rekayasa Trafik
FAHRAINI BACHARUDDIN, ST., MT

b). Jumlah code yang dihasilkan mengikuti rumus kombinasi 8 dari 15, yaitu,
C158

15!
8!7!

= 6435 code

3. Tentukan lebar pita frekuensi sinyal DSSS agar sistem mempunyai kemampuan
antijamming sebesar 20 dB, bila laju bit sinyal data sebesar 24.000 bps ?
Jawaban :
Kemampuan antijamming = 20 dB
10 log Rc / Rb
Rc / Rb
sehingga,

Rc

= 20
= 100
= 100 x 24.000 = 2.400.000 bps

Jadi lebar pita frekuensi sinyal DSSS = 2 x 2.400.000 Hz = 4,8 MHz

Trafik pada Sistem CDMA


Dengan teknologi yang dibahas di atas, maka kita dapat memahami bahwa walaupun
semua hp bekerja dengan frekuensi yang sama bahkan dalam satu kawasan yang luas, sistem
tidak akan mengalami fenomena interferensi. Jaringan demikian itu dikenal sebagai singlefrequency-network (SFN). Tetapi walaupun demikian, jumlah hp pengakses itu tetap terbatas
jumlahnya, yang akan dijelaskan pada uraian berikut.
Jumlah pelanggan per sel dan trafik
Jumlah pelanggan per sel dapat ditentukan secara merata dalam kawasan tersebut
dengan menganggap bahwa, seluruh pelanggan tersebar di kawasan itu dengan mobilitas
yang relatif cukup tinggi. Dari asumsi tersebut, maka jumlah pelanggan per sel tertentu dari
hubungan,
pt
NS
ps =
dimana :

....................................................................

ps = jumlah pelanggan per sel, pelanggan


pt = jumlah pelanggan per total kawasan, pelanggan

201
4

Rekayasa Trafik
FAHRAINI BACHARUDDIN, ST., MT

(14-7)

NS = jumlah minimum BTS

Sementara nilai trafik per sel tertentu dari kebiasaan pelanggan melakukan hubungan tilpun
secara rata-rata yang dikenal sebagai average holding time (= h). Nilai ini diperoleh
berdasarkan survey yang dilakukan operator sebelum proses penggelaran jaringan (network)
yang dirancang. Sekaligus dalam survey tersebut diperoleh jumlah pelanggan potensial
( = pt ) yang dapat diperkirakan. Nilai trafik tertentu dari hubungan dalam Persamaan (14-7)
di depan. Nilai A, yaitu trafik yang dapat berlangsung dalam satu BTS, atau jumlah
pelanggan yang terlayani oleh satu BTS tersebut dalam saat yang bersamaan.
Nilai A, yaitu trafik yang dapat berlangsung dalam satu BTS, tertentu dari kapasitas
BTS tersebut melayani pelanggan dalam saat yang bersamaan. Pada sistem CDMA, nilai
jumlah pelanggan terlayani tersebut ditentukan juga oleh jeda bicara yang biasa terjadi pada
satu dialog yang disebut sebagai voice-activity seperti ditunjukkan diagramnya pada Gbr-5.
Adanya perhitungan voice-activity tersebut disebabkan karena pada sistem CDMA,
semua MS bekerja pada frekuensi yang sama, sehingga akan menyebabkan nilai C/I yang
makin memburuk bila banyak MS yang bekerja pada kawasan layanan bersangkutan.
Sehingga faktor jeda bicara perlu diperhitungkan (karena satu TX bersangkutan dapat
dikurangi dayanya), sehingga akan mempertahankan nilai C/I tetap pada nilai yang relatif
baik untuk beban BTS (beban interferensi dapat dikurangi).

Jadi, untuk menentukan nilai trafik seperti ditunjukkan pada Persamaan (14-8),
ditentukan nilai jumlah pelanggan, n, pada persamaan tersebut. Nilai n dapat tertentu dari
persamaan,

Rc / Rb xV
1 s x Eb / N o
n =
dimana : Rc = kecepatan chips, cps
201
4

10

Rekayasa Trafik
FAHRAINI BACHARUDDIN, ST., MT

.................................................

(14-8)

Rb = kecepatan laju data, bps


V = faktor aktivitas suara
= 2,5 (dengan deteksi aktivitas suara)
= 1
s

(tanpa deteksi aktivitas suara)

= ratio spill over4


= 0 (untuk sel terisolasi)

Eb/No = 2,7 dB untuk downlink dengan BER 10-3


= 3,7 dB untuk uplink dengan BER 10-3

Sektorisasi pada sistem CDMA akan meningkatkan jumlah trafik menjadi hampir tiga
kali lipat. Sedang kecepatan chips yang dioperasikan adalah, 4,096 Mcps; 8,192 Mcps atau
12,288 Mcps, yang bersesuaian dengan lebar pita yang dioperasikan. Lebar pita tersebut
masing-masing adalah, 5 MHz, 10 MHz, atau 15 MHz.

Jumlah unit microwave


Jumlah unit microwave yang diperlukan dalam jaringan yang dirancang tergantung dari
jumlah BTS yang diperlukan untuk kawasan tersebut, yaitu sesuai dengan jumlah lokasi BTS,
dimana satu diantaranya berfungsi sebagai RNC (Radio Network Controller) yang sama
dengan fungsi BSC pada sistem GSM.
Contoh simulasi perancangan total sistem seluler CDMA akan memberikan gambaran
sesungguhnya trafik CDMA yang dimaksudkan.
Rencanakan satu sistem seluler CDMA yang akan melayani daerah DKI Jakarta, dengan data
sebagai berikut :

Luas kawasan sebesar 656 km2 dari data Atlas atau Pemda

Jumlah pelanggan 8000 orang dari data kependudukan Pemda

GOS yang diminta sebesar 0,01 keputusam manajemen Perusahaan


Telco

4 Spillover adalah, terpaan sinyal interferensi dari sel bersebelahan pada area
penerimaan satu sel tertentu. Bila sel tersebut sendiri atau terisolasi, maka nilai
ratio-spillover sama dengan nol. Bila sel tersebut berada dalam satu area
layanan yang luas, minimal enam sel di sekitar mempengaruhi dan juga sinyal
pilot BTS-nya sendiri, maka nilai ratio tersebut sama dengan 0,64.
201
4

11

Rekayasa Trafik
FAHRAINI BACHARUDDIN, ST., MT

Rata-rata holding-time, h = 4 menit dari data survey

Faktor aktivitas suara = 2,5 dan ratio spill over = 0,64 dari data
vendor

Daya sistem seluler adalah, MS = 0,1 watt dari data teknikal vendor

Rugi-rugi berjumlah 38 dBm dari data teknikal vendor

Sel tipe sektoral 120o dari data teknikal vendor

Tinggi antena BTS 40 m dan tinggi rata-rata orang 1,65 m dari data
Perda

Gain antena BTS dan MS, 17 dBi dan 0 dBi dari data vendor

BSsens = 107 dB; MSsens = 103 dB5 dari data vendor

Hasil perhitungan adalah, radius sel, jumlah sel, jumlah pelanggan per sel, total trafik oleh
sistem, serta sistem microwave yang diinstal dalam jaringan.
Solusi :

Radius dan Jumlah sel


Karena radius sel lebih ditentukan oleh daya MS daripada daya BTS, maka yang
menjadi P1, G1, dan h1 adalah daya, gain antena, dan tinggi antena MS. Sehingga ukuran
radius sel tertentu sebagai berikut,
P1 P2 G1 G2 20 log h1 20 log h2 Lkabel lain2

= 10
=

10

40

20 107 0 17 4 , 35 3238

40

10 3,55875

= 3620,35 m = 3,62 km

Dari ukuran radius sel 3,62 km; maka luas sel adalah,

LS =

3
3R 2
2

= 34,05 km2

Sehingga jumlah sel di kawasan DKI adalah,


N = L/ LS = 656/34,05 = 19,27 20 sel
5 BSsens = BTS sensitivity; MSsens = MS sensitivity
201
4

12

Rekayasa Trafik
FAHRAINI BACHARUDDIN, ST., MT

Dengan nilai radius sel tersebut, maka pengaturan kecondongan antena sel dapat
dilakukan pada saat instalasi awal. Nilai kecondongan itu sebesar,

= arc tan [( h1-h2 )/R)]


= arc tan [ (40 1,65) / 3620,35 ] = 0,67 derajat

Jumlah Pelanggan dan TRX per sel


Karena total pelanggan di wilayah DKI sebanyak 8000, maka jumlah pelanggan per sel
adalah,
nS = 8000/20 = 400 pelanggan
sehingga jumlah pelanggan per sektor adalah,
nStr = 400/3 134 pelanggan

Dengan menggunakan Persamaan (14-5), maka jumlah trafik yang harus ditanggung satu
BTS adalah,

A =

nxh
3600

400 x 4 x60
3600

= 27 erlang

shg untuk seluruh jaringan kawasan tersebut, trafik yang ditanganinya sebesar,
At = 20 x 27 = 540 erlang

Spesifikasi TRX

Spesifikasi TRX akan ditentukan dari kapasitas satu TRX untuk menangani user yang
dipengaruhi oleh parameter seperti ditunjukkan pada Persamaan (14-8), sehingga dapat
menentukan spesifikasi lebar bidang operasi.

201
4

13

Rekayasa Trafik
FAHRAINI BACHARUDDIN, ST., MT

Rc / Rb xV
1 s x E b / N o
n =

Rc =

nx1 s x E b / N o xRb
V

134 x1 0,64 x 10 0,37 x32.768


2,5
Rc =

= 6.752.406,397 cps

= 6,44 Mcps

sehingga dalam hal ini perlu dipilih sistem yang menggunakan laju chips yang
8,192 Mcps dan beroperasi dengan lebar bidang frekuensi 10 MHz.

Jumlah unit microwave


Karena jumlah BTS sebanyak 20 sel, maka jumlah unit TRX microwave yang diperlukan
sebanyak 20 unit dengan 1 unit diantaranya dirancang untuk jalur dari RNC (Radio
Network Controller) ke MSC. Sesuai dengan beban trafik yang ditanganinya, maka,
19 unit dari tipe = 27 x 32.768

= 0,844 Mbps 2 GHz

1 unit dari tipe = 540 x 32.768 = 16,88 Mbps 6 GHz


Rangkuman hasil perencanaan :
Jumlah sel

= 20 area

Luas area per sel

= 34,05 km2

Jumlah pelanggan per BTS = 400 pelanggan


Jumlah total pelanggan

= 8000 pelanggan

Konfigurasi TRX

= 1 + 1 + 1 , bekerja pada pita 10 MHz

Jumlah TRX total

= 60 unit

Jalur micowave/type

= 19 jalur/2 GHz , 1 jalur/6 GHz 20 unit

Trafik total kawasan DKI

= 540 erlang

Tinggi menara BTS

= 40 meter

Pemetaan sel di kawasan DKI sesuai perhitungan di atas ditunjukkan pada Gbr-6 yang
201
4

14

Rekayasa Trafik
FAHRAINI BACHARUDDIN, ST., MT

tentunya tidak sepenuhnya dapat menutup seluruh kawasan. Kawasan yang blank dari
jaringan DKI nantinya dapat tertangani oleh jaringan di area yang berbatasan dengan DKI,
yaitu daerah layanan bodetabek (Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi).

Kapasitas Unit TRX


Dari Persamaan (14-8) di atas, nampak bahwa nilai kapasitas untuk arah uplink dan
downlink berbeda, karena nilai Eb/No kedua arah tersebut berbeda. Silahkan para mahasiswa
mencoba menghitungnya, dengan data,
Laju chips = 4,096 Mcps
Laju data

= 32 kbps = 32.768 bps

Eb/No

= 2,7 dB untuk downlink


= 3,7 dB untuk uplink

Nilai s

= 0,64

Nilai V

= 2,5

Bila sistem CDMA yang digunakan mengoperasikan unit ICS (Interference Canceller
System) dengan gain tertentu, dan memperhitungkan interferensi kanal pilot dan pensinyalan
201
4

15

Rekayasa Trafik
FAHRAINI BACHARUDDIN, ST., MT

dengan level tertentu, maka Persamaan (14-8) menjadi,

Rc / Rb xV

n =
dimana :

1 s x Eb / N o x10 G

ICS I ps

Rc

= kecepatan chips, cps

Rb

= kecepatan laju data, bps

= faktor aktivitas suara

..................................

(14-9)

= 2,5 (dengan deteksi aktivitas suara)


= 1
s

(tanpa deteksi aktivitas suara)

= ratio spill over


= 0,64

Eb/No = 2,7 dB untuk downlink dengan BER 10-3


= 3,7 dB untuk uplink dengan BER 10-3
GICS
Ips

= gain unit ICS, dB


= level interferensi sinyal pilot dan pensinyalan, dB

Contoh soal-2
Hitung kapasitas unit TRX satu sistem CDMA yang menggunakan unit ICS dengan
gain sebesar 3,2 dB; dan level interferensi sinyal pilot serta pensinyalan sebesar 1,6 dB;
dengan data lain sebagai berikut,
Laju chips = 4,096 Mcps
Laju data = 32 kbps = 32.768 bps

Eb/No

= 2,7 dB untuk downlink


= 3,7 dB untuk uplink

201
4

16

Nilai s

= 0,64

Nilai V

= 2,5

Rekayasa Trafik
FAHRAINI BACHARUDDIN, ST., MT

Solusi
Dengan Persamaan (14-8), maka nilai kapasitas sistem TRX tersebut adalah,

Rc / Rb xV

n =

1 s x Eb / N o x10 G

ICS I ps

4,096 x1024 / 32 x 2,5


1 0,64 x10 0,37 0,320,16
=

123 pelanggan

Kesimpulannya, dengan menggunakan unit ICS dan juga memperhitungkan pengaruh


interferensi sinyal pilot tersebut, maka jumlah user yang dapat terlayani menjadi meningkat.
Dengan menggunakan Persamaan (14-8) saja, maka jumlah user atau pelanggan yang dapat
terlayani sebesar 85 pelanggan.

201
4

17

Rekayasa Trafik
FAHRAINI BACHARUDDIN, ST., MT

Daftar Pustaka
1
2
3
4

201
4

Jolley, E.H. 1984; Introduction to Telephony & Telegraphy, YP Chopra for AH


Wheeler & Company Ltd, Allahabad.
Siemens 1962; Introduction to Telephone Engineering, Siemens & Halske AG, Berlin.
Suhana, Ir., et. al 1984; Buku Pegangan Teknik Telekomunikasi, Pradnya Paramita,
Jakarta.
Villy B. Iversen. Teletraffic Engineering and Network Planning. Technical University
of Denmark. 2006.

18

Rekayasa Trafik
FAHRAINI BACHARUDDIN, ST., MT

Anda mungkin juga menyukai