Menurut Kushartanti (2004), eksplorasi otak selama era otak (Brain Era) yaitu tahun 1990
2000 berhasil menunjukkan fakta bahwa otak menyediakan komponen anatomis untuk aspek
rasional (Intelligence Quotient = IQ), aspek emosional (Emotional Quotient = EQ), dan aspek
spiritual (Spiritual Quotient = SQ).
Menurut Kadiman (2010), Intellgence Quotient (IQ) adalah ukuran kemampuan intelektual,
analisis, logika dan rasio seseorang.
Sehingga dalam dunia pendidikan IQ sangatlah diperlukan karena dalam pembelajaran baik
siswa maupun mahasiswa pasti menggunakan kemampuan logika atau pikiran mereka pada saat
mencerna ilmu yang diberikan oleh guru-guru mereka.
Contohnya yaitu dalam pengerjaan tugas atau latihan yang telah diberikan oleh guru mereka,
pasti semua murid maupun mahasiswa akan menggunakan IQ mereka, bagaimana mereka bisa
menyelesaikan tugasnya dengan baik. Sehingga permasalahan yang ada dalam tugas tersebut
telah diselesaikan oleh mereka menggunakan IQ yang mereka punya.
Memang setiap manusia mempunyai IQ yang berbeda. Tapi sebenarnya otak mereka bisa
mencerna pengetahuan yang mereka dapatkan semaksimal mungkin, yang menjadi masalah yaitu
bagaimana manusia sendiri mengasah otak mereka agar mereka mampu menggunakannya
semaksimal mungkin.
Menurut Kadiman (2010), Emosional Quotient (EQ) mempunyai dua arah dan dua dimensi, arah
ke dalam (personal) berarti sebuah kesadaran diri (self awareness), penerimaan diri (self
acceptance), hormat diri (self respect), dan penguasaan diri (self mastery) dan arah keluar
(interpersonal) berarti kemampuan memahami orang (to understand others), menerima orang (to
accept others), mempercayai orang (to trust others), dan mempengaruhi orang (to influence
others).
Dari dua arah tersebut bisa disimpulkan bahwasanya setiap manusia mempunya sifat personal
dan interpersonal. Yang mana dalam sifat personal manusia mempunyai kemampuan bagaimana
bisa manusia membuat diri mereka menjadi pribadi yang baik. Sedangkan dalam sifat