Anda di halaman 1dari 6

Konsep Dan Landasan Psikologis

Indonesia disatu sisi secara psichologis, Kurikulum dikembangkan atas dasar teori
“pendidikan berdasarkan standar” (standard-based education), dan teori kurikulum berbasis
kompetensi. Pendidikan berdasarkan standar adalah pendidikan yang menetapkan standar
nasional sebagai kualitas minimal warga negara untuk suatu jenjang pendidikan. Standar bukan
kurikulum dan kurikulum dikembangkan agar peserta didik mampu mencapai kualitas standar
nasional atau di atasnya. Standar kualitas nasional dinyatakan sebagai Standar Kompetensi
Lulusan. Standar Kompetensi Lulusan mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Standar
Kompetensi Lulusan dikembangkan menjadi Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan
yaitu SKL SD/MI, SMP/MTS, SMA/MA, SMK/MAK.
Kompetensi adalah kemampuan sesorang untuk bersikap, menggunakan pengetahuan dan
keterampilan untuk melaksanakan suatu tugas di sekolah, masyarakat, dan lingkungan dimana
yang bersangkutan berinteraksi. Kurikulum berbasis kompetensi dirancang untuk memberikan
pengalaman belajar seluas-luasnya bagi peserta didik untuk mengembangkan sikap, keterampilan
dan pengetahuan yang diperlukan untuk membangun kemampuan yang dirumuskan dalam SKL.
Hasil dari pengalaman belajar tersebut adalah hasil belajar peserta didik yang menggambarkan
manusia dengan kualitas yang dinyatakan dalam SKL.
Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan bahwa minimal terdapat dua bidang
psikologi yang mendasari pengembangan kurikulum yaitu (1) psikologi perkembangan dan (2)
psikologi belajar. Psikologi perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku
individu berkenaan dengan perkembangannya. Dalam psikologi perkembangan dikaji tentang
hakekat perkembangan, pentahapan perkembangan, aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas
perkembangan individu, serta hal-hal lainnya yang berhubungan perkembangan individu, yang
semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan mendasari pengembangan
kurikulum. Psikologi belajar merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam
konteks belajar. Psikologi belajar mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar, serta
berbagai aspek perilaku individu lainnya dalam belajar, yang semuanya dapat dijadikan sebagai
bahan pertimbangan sekaligus mendasari pengembangan kurikulum.
Sementara itu, berkenaan dengan landasan psikologis, Ella Yulaelawati memaparkan
teori-teori psikologi yang mendasari Kurikulum 2004 yang berbasis kompetensi. Dengan
mengutip pemikiran Spencer, Ella Yulaelawati mengemukakan pengertian kompetensi bahwa
kompetensi merupakan “karakteristik mendasar dari seseorang yang merupakan hubungan kausal
dengan referensi kriteria yang efektif dan atau penampilan yang terbaik dalam pekerjaan pada
suatu situasi“.
Selanjutnya, dikemukakan pula tentang 5 tipe kompetensi, yaitu :
1. Sesuatu yang dimiliki seseorang untuk berfikir secara konsisten atau keinginan untuk
melakukan suatu aksi;
2. Bawaan; yaitu karakteristik fisik yang merespons secara konsisten berbagai situasi atau
informasi;
3. Konsep diri; yaitu tingkah laku, nilai atau image seseorang;
4. Pengetahuan; yaitu informasi khusus yang dimiliki seseorang; dan
5. Keterampilan; yaitu kemampuan melakukan tugas secara fisik maupun mental.
Kelima kompetensi tersebut mempunyai implikasi praktis terhadap perencanaan sumber
daya manusia atau pendidikan. Keterampilan dan pengetahuan cenderung lebih tampak pada
permukaan ciri-ciri seseorang, sedangkan konsep diri, bawaan dan motif lebih tersembunyi dan
lebih mendalam serta merupakan pusat kepribadian seseorang. Kompetensi permukaan
(pengetahuan dan keterampilan) lebih mudah dikembangkan. Pelatihan merupakan hal tepat
untuk menjamin kemampuan ini. Sebaliknya, kompetensi bawaan dan motif jauh lebih sulit
untuk dikenali dan dikembangkan. Kelima kompetensi tersebut dapat diragakan dalam gambar
berikut :
Masih dalam konteks Kurikulum 2004, E. Mulyasa (2002) menyoroti tentang aspek perbedaan
dan karakteristik peserta didik, Dikemukakannya, bahwa sedikitnya terdapat lima perbedaan dan
karakteristik peserta didik yang perlu diperhatikan dalam Kurikulum 2004, yaitu : (1) perbedaan
tingkat kecerdasan; (2) perbedaan kreativitas; (3) perbedaan cacat fisik; (4) kebutuhan peserta
didik; dan (5) pertumbuhan dan perkembangan kognitif.
Para ahli pendidikan mempunyai perhatian yang besar terhadap azas psychology dalam
pendidikan, karena akan terkait dengan apa yang harus diajarkan, bagaimana mengajarkannya,
siapa yang diajar, berapa usianya, bagaimana bakat dan talentanya, apa potensinya, semuanya
terkait dengan hal yang bersifat psychology. Evan(1978) menbaginya dalam 3 bagian sebagai
berikut :
- Proses belajar (The Process of Learning)
- Perbedaan individu (Individual differences)
- Kepribadian (Personality, Caracter, Tata nilai dan Moral )

1. Proses Belajar (The Process of Learning)


Kurikulum adalah dokumen tertulis perencanaan pendidikan dan pembelajaran, proses
pembelajaran akan berlangsung berkelanjutan, proses pembelajaran adalah perubahan tingkah
laku siswa dalam setiap proses interaksi yang terjadi. Efek psychologis dalam pembelajaran
akan membentuk kepribadian siswa, karakter siswa, membentuk sikap dan prilaku siswa,
untuk menjadi manusia dewasa yang menguasai ilmu pengetahuan, keterampilan dan sikap
yang sesuai dengan norma dan tata nilai yang ada dimasyarakat. Pendidikan dan pembelajaran
secara pedagogig hendaknya mengenal dan dapat mengidentifikasi situasi belajar peserta
didik. Proses belajar akan berlangsung dengan baik bila pembelajaran direncanakan dan
dilaksanakan dalam situasi secara psychologis membuat anak tenang, damai, dan memiliki
kesiapan untuk belajar (readiness). Thordike mengungkapkan 3 teori di dalam proses belajar
yaitu pertama, the law of effect, bahwa belajar hendaknya mempunyai pengaruh terhadap
sikap, prilaku, pengetahuan dan keterampilan pembelajar. Artinya setelah pembelajaran usai,
siswa merasa bahwa ada perubahan pengetahuan, prilakunya dalam dirinya. Kedua adalah
"the law of exercise", proses belajar yang memberikan latihan akan meningkatkan
keterampilan berfikir dan bertindak pembelajar sesuatu yang diulang akan memantapkan
penguasaan ilmu pengetahuan itu sendiri. Pepatah kita mengatakan lancar kaji karena di
ulang, lancar jalan karena sering dilalui. Hukum Thorndike yang ketiga adalah the law of
readiness. Artinya peserta didik akan belajar dengan baik bila mereka siap untuk belajar,
kesiapan kejiwaan sangat besar pengaruhnya dalam proses pembelajaran, guru sebagai
pengelola pembelajaran, sebelum proses belajar berlangsung, harus diyakini dan berasumsi
bahwa siswanya siap untuk belajar. Relevan juga mengungkapkan bahwa manusia belajar
melalui inderanya termasuk indera kinestetik. Reaksi indera tersebut akan dimodifikasi
melalui rantai aktifitas syaraf dalam pusat sistem syaraf manusia. Selanjutnya ini akan
diteruskan pada perubahan pola gerakan otot dalam merespon stimuli dimasa selanjutnya.
Pola gerakan inilah yang disebut behaviour (tingkah laku), dan pengaruh dari behavior inilah
yang disebut unjuk kerja (performance).
Proses belajar secara psychologis menuntut partisipasi dari pembelajar, makin banyak
waktunya terlibat dalam pembelajaran, maka pengalaman belajar tersebut akan meningkatkan
hasil belajarnya. Evan (1978) mengungkapkan belajar keterampilan biasanya terjadi lebih
efisien bila si pembelajar mengikuti proses demontrasi dari gurunya. Bila keterampilan yang
dipelajari lebih komplek maka instruksionalnya juga harus lebih kompeten untuk dipraktekan.

2. Perbedaan individu (Individual differences)


Setiap insan mempunyai perbedaan, mereka dapat diperlakukan sama dalam
pendidikan dan pengajaran, namun secara psychologis mereka berbeda. Perbedaan individu
meliputi :
a. Innate ability adalah kemampuan bawaan yang dimiliki setiap orang, kemampuan ini
adalah bersifat hereditas, seperti tingkat kecerdasan seseorang, setiap orang dapat
mempunyai tingkat kecerdasan yang berbeda tentang spasial, aritmatika, daya nalar.
Mungkin saja seorang anak lebih cerdas dalam belajar matematika, namun tidak bertalenta
untuk belajar keterampilan.
b. Rate of achievement adalah derajat ketercapaian adalah kemampuan seseorang dalam
mempelajari sesuatu, ada siswa yang cepat (rapid)dan ada siswa yang lambat dalam belajar
(slow learners). Seseorang bisa sangat cepat memahami sesuatu tapi cepat lupa, akan tetapi
ada juga lambat mempelajari sesuatu tapi ingatannya setia, dan tidak mudah lupa.
c. Rate of growth, tingkat pertumbuhan setiap orang juga berbeda, ada siswa yang tubuhnya
kelihatan cepat dewasa akan tetapi secara kejiwaan tingkah lakunya masih seperti anak
remaja, atau bersifat childish (kekanak-kanakan).
d. Language ability. Kemampuan berbahasa setiap orang juga mempunyai kemampuan yang
berbeda, seorang anak dalam usia dini dapat menguasai banyak bahasa, ada juga seorang
guru besar hanya bisa berbicara dengan bahasa negaranya saja.
e. Creativity. Berfikir kreatif sangat diperlukan untuk menciptakan sesuatu yang innovatif.
Pendidikan teknik dan vokasional membutuhkan inovasi, oleh karena itu perlu memberikan
pembelajaran yang mengembangkan kemampuan berfikir kreatif pada siswanya.
Kreatifitas bisa dilatih dengan cara memberikan permasalahan yang jawabannya tidak
hanya satu yang benar. Misalnya sekelompok siswa diberi tugas untuk mengebor benda
kerjanya, sementara bor tangan yang diberikan hanya satu, siswa yang kreatif akan
menggunakan mesin bubut untuk mengebor benda kerjanya demi untuk efisiensi waktu.
Berfikir kreatif dapat dilatih dengan mengembangkan cara berfikir divergent (divergent
thinking).
f. Home background. Latar belakang kehidupan keluarga juga dapat mempengaruhi proses
belajar di sekolah. Keluarga yang hangat di rumah akan membuat siswa ramah dan
gembira di sekolah, mereka merasa di dukung dalam proses pendidikannya, karena
pendidikan di rumah berjalan baik dalam hubungan antar anggota keluarga. Sementara
pada keluarga yang tidak berada dalam kehidupan harmonis, akan berpengaruh terhadap
tingkah laku anak di sekolah, mereka cenderung untuk mencari perhatian dengan cara yang
salah bila terkontrol oleh guru dengan baik.
g. Attitude and belief. Sikap dan keyakinan yang dimiliki seseorang juga berbeda, keyakinan
akan membentuk sikap seseorang yang berbeda antara satu dengan lainnya. Keyakinan
dapat diterima sesorang berdasarkan hal yang bersifat rasional, namun bisa juga bersifat
ortodok, yaitu seseorang meyakini sesuatu tanpa ada proses berfikir, karena percaya saja
dengan apa yang disampaikan seseorang yang dipercayainya. Pendidikan dan pembelajaran
membuat orang meyakini sesuatu melalui proses berfikir, logis dan masuk akal. Sehingga
sikap dan prilakunya tidak hanya bagaimana hatinya saja, tetapi ada proses berfikir
sebelum melakukan tindakan tertentu.
3. Kepribadian (Personality, Caracter, Tata nilai dan Moral )
Kurikulum pada dasarnya ada perangkat dokumen yang berisi perencanaan
pengalaman belajar bagi siswa yang diarahkan oleh sekolah, proses pembelajaran itu sendiri
diarahkan untuk pembentukan kepribadian anak, pembentukan karakter anak, sesuai dengan
fungsi sekolah sebagai custodial dan juga indoktrinasi nilai-nilai dan moral baik yang dianut
masyarakat. Seleksi siswa hendaknya didasarkan atas keadilan (fairness) sesuai dengan minat,
bakat dan potensi siswa untuk menentukan bidang dan keahlian vokasional yang dipilihnya.
Jangan sampai sekelompok anak pandai bertumpuk disatu sekolah, sementara sebagian anak
yang tidak ada pilihan ditumpuk saja disatu bidang yang bukan pilihannya. Pendidikan bukan
hanya membentuk keterampilan untuk mampu bekerja, tapi juga mendidik sikap dan
prilakunya, karakternya sebagai anak bangsa, disiplin dan etos kerja, termasuk juga motivasi
belajar dan motivasi kerjanya.

Anda mungkin juga menyukai