Anda di halaman 1dari 30

KEMAMPUAN PSIKOMOTORIK SISWA DALAM PEMBELAJARAN

PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK SMA BUDI MURNI II

Oleh:

⮚ Andry Ella Paustina Bangun


⮚ Friska
⮚ Jonatan Gultom
⮚ Risna Valentin Saragih
⮚ Sarma Sagala

PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN AGAMA KATOLIK


SEKOLAH TINGGI PASTORAL SANTO BONAVENTURA
KEUSKUPAN AGUNG MEDAN
2022
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Secara umum pengertian kemampuan menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa
Indonesia) adalah suatu kesanggupan, kecakapan seseorang dalam melakukan
sesuatu . Seseorang dikatakan memiliki kemampuan atau mampu apabila ia bisa
dan sanggup melakukan sesuatu yang memang harus dilakukannya.
Kemampuan (ability) adalah kecakapan atau potensi menguasai suatu keahlian
yang merupakan bawaan sejak lahir atau merupakan hasil latihan atau praktek dan
digunakan untuk mengerjakan sesuatu yang diwujudkan. Dari pengertian
kemampuan tersebut dapat dijelaskan bahwa kemampuan adalah kecakapan yang
dimiliki seseorang untuk melakukan sesuatu.
Kemampuan psikomotorik yang dimiliki siswa merupakan hasil pembelajaran
yang didapat sebagai kemampuan kognitif dan diinternalisasikan melalui
kemampuan afektif dan diaplikasikan secara nyata melalui kemampuan
psikomotorik. 
Pendidikan merupakan aktifitas terencana yang diselenggarakan melalui
keluarga yang disebut pendidikan non formal dan melalui pendidikan formal di
sekolah-sekolah
Lawrence Cermin dalam Groome, (2010;29) mengartikan pendidikan
sebagai usaha sengaja, sistematis, dan terus menerus untuk
menyampaikan, menimbulkan atau memperoleh pengetahuan, sikap-
sikap, nilai-nilai, keahlian-keahlian, atau kepekaan-kepekaan, juga
setiap akibat dari usaha itu.

Alfred North Whitehead dalam Groome,(2010;30) mengartikan pendidikan


adalah bimbingan bagi individu untuk memahami seni kehidupan; prestasi-
prestasi yang paling lengkap dari pelbagai kegiatan yang mengekspresikan
potensi-potensi makhluk hidup ketika berhadapan dengan lingkungannya yang
sebenarnya
Pembelajaran adalah suatu kumpulan proses yang bersifat individual, yang
merubah stimuli dari lingkungan seseorang kedalam sejumlah informasi, yang
selanjutnya dapat menyebabkan adanya hasil belajar dalam bentuk ingatan jangja
panjang. Definisi pembelajaran menurut Sadiman, dkk., (1986:2) “Belajar
(learning) adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan
berlangsung seumur hidup, sejak ia masih bayi sampai ke liang lahat nanti.”
Belajar dapat terjadi di rumah, di sekolah, di tempat kerja, di tempat ibadah, dan
di masyarakat, serta berlangsung dengan cara apa saja, dari apa, bagaimana, dan
siapa saja. Salah satu tanda seseorang telah belajar adalah adanya perubahan
tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut meliputi perubahan
pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotor), dan perubahan sikap atau
tingkah laku (afektif)
Pembelajaran (instruction) adalah suatu usaha untuk membuat peserta didik
belajar atau suatu kegiatan untuk membelajarkan peserta didik (Warsita, 2008:85).
Dalam pengertian lain, pembelajaran adalah usaha-usaha yang terencana dalam
memanipulasi sumber-sumber belajar agar terjadi proses belajar dalam diri peserta
didik (Sadiman dkk, 1986:7). Sedangkan menurut Depdiknas (dalam Warsita,
2008:85) “Dalam UU No.20 Tahun 2003 tentang Sikdiknas Pasal 1 Ayat 20,
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber
belajar pada suatu lingkungan belajar.” Dari semua pendapat mengenai
pembelajaran dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah adanya interaksi
aktif antara guru yang memberikan bahan ajaran dan peserta didik yang menerima
pelajaran.
Pendidikan Agama Katolik merupakan pendidikan yang bervisi spiritual
(Heryatno, (2008: 16). Pengertian Pendidikan Agama Katolik dapat dipahami
sebagai proses pendidikan iman yang diselenggarakan oleh Gereja melalui
lembaga-lembaga pendidikan untuk membantu peserta didik agar semakin
beriman kepada Tuhan Yesus Kristus, sehingga nilai-nilai Kerajaan Allah
sungguh terwujud di tengah-tengah hidup peserta didik
Pendidikan iman katolik di sekolah merupakan salah satu usaha untuk
memampukan peserta didik berinteraksi (berkomunikasi), memahami,
menggumuli dan menghayati iman. Karena itu, dengan kemampuan berinteraksi
didik semakin diperteguh. Dengan demikian, tujuan PAK dapat tercapai dengan
baik.
Dunia Pendidikan mengenal tiga kompetensi atau kemampuan dasar yang
harus dimiliki siswa yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Psikomotorik
berkaitan dengan tindakan dan keterampilan. Psikomotorik memiliki korelasi
dengan hasil belajar yang dicapai melalui manipulasi otot dan fisik. Ranah
psikomotor adalah ranah yang berkaitan dengan keterampilan seseorang setelah
menerima pengalaman belajar.
Hasil psikomotorik merupakan lanjutan dari hasil belajar kognitif dan afektif.
Aspek kognitif menjadi aspek utama dalam banyak kurikulum pendidikan dan
menjadi tolok ukur penilaian perkembangan anak. Kognitif yang berasal dari
bahasa latin cognitio memiliki arti pengenalan, yang mengacu kepada proses
mengetahui maupun kepada pengetahuan itu sendiri.
Dengan kata lain, aspek kognitif merupakan aspek yang berkaitan dengan nalar
atau proses berpikir, yaitu kemampuan dan aktivitas otak untuk mengembangkan
kemampuan rasional.
Kecakapan kognitif berpengaruh besar terhadap perkembangan psikomotorik.
Keterampilan dalam pembelajaran Agama Katolik bisa dilihat dari anak didik
berdoa. Anak didik yang sudah terampil membuat doa diharapkan berani tampil
kedepan untuk memimpin doa.
Ranah afeksi adalah materi yang berdasarkan segala sesuatu yang berkaitan
dengan emosi seperti penghargaan, nilai, perasaan, semangat, minat, dan sikap
terhadap sesuatu hal.
Psikomotorik adalah domain yang meliputi perilaku gerakan dan koordinasi
jasmani, keterampilan motorik dan kemampuan fisik seseorang. Keterampilan
yang akan berkembang jika sering dipraktekkan ini dapat diukur berdasarkan
jarak, kecepatan, kecepatan, teknik dan cara pelaksanaan. 
Dalam pembelajaran agama katolik aspek psikomotrik seakan-akan kurang
penting. Anak didik masih banyak yang memiliki keterampilan yang minim
bahkan dalam memimpin doa mash keadaan takut, malu dan kurang percaya diri.
Anak didik yang tidak terampil dalam memimpin doa di sekolah menjadi
permasalahan dalam gereja, keluarga dan masyarakat.

Mengingat betapa pentingnya kemampuan psikomotorik bagi siswa penulis


melakukan penelitian dengan judul “KEMAMPUAN PSIKOMOTORIK
SISWA DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
SMA BUDI MURNI II”.

1.2 Fokus Penelitian


1. Proses pelaksanaan pembelajaran PAK
2. Kemampuan psikomotorik siswa I SMA Budi Murni II
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang maka pertanyaan penuntun dalam pemecahan
masalah sebagaimana yang telah diuraikan dalam latar belakang adalah sebagai
berikut:

1. Bagaimana proses pelaksanaan pembelajaran PAK?


2. Bagaimana kemampuan psikomotorik siswa di SMA Budi Murni II

1.4 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian adalah sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui proses pelaksanaan pembelajaran PAK
2. Untuk mengetahui kemampuan psikomotorik siswa di SMA Budi Murni II.

1.5 Manfaat Penelitian


1.5.1 Manfaat Akademis
1. Penelitian bertujuan meninjau bagaimana kemampuan psikomotorik siswa
dalam Pembelajaran Agama Katolik
2. Penelitian bertujuan menambah wawasan

1.5.2 Manfaat Praktis


1. Menambah wawasan mengenai kemampuan psikomotorik siswa dalam
Pembelajaran Agama Katolik
2. Bermanfaat bagi para pembaca khususnya guru dan peserta didik
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Kemampuan Psikomotorik Siswa

2.1.1 Pengertian Psikomotor

Psikomotor berhubungan dengan kata “motor” dan “sensory motor”. Ranah


psikomotor berhubungan erat dengan kerja otot sehingga menyebabkan geraknya tubuh atau
bagian – bagiannya (Arikunto : 2002). Kemampuan yaitu kesanggupan, kecakapan, kekuatan.
Psikomotor yaitu berhubungan dengan aktivitas fisik yang berkaitan dengan proses mental.
Kemampuan psikomotorik adalah kecakapan yang berhubungan dengan aktivitas fisik berupa
penampilan selama kegiatan praktikum. Kemampuan psikomotor merupakan keterampilan
bertindak atau dalam berprilaku (Sudjana : 2010). Jadi dapat disimpulkan bahwa kemampuan
psikomotorik ialah kemampuan atau kesanggupan seseorang yang didukung dengan aktivitas
fisik nya.

Ranah psikomotorik merupakan ranah yang berorientasi pada keterampilan motorik


yang berhubungan dengan anggota tubuh, atau tindakan (action) seseorang yang memerlukan
koordinasi antara syaraf dengan otot. Psikomotorik adalah sebuah penilaian yang bertujuan
untuk mengetahui tingkat keterampilan yang dimiliki seseorang. Penilaian dilakukan dengan
melihat gerak yang dilakukan baik gerakan dasar atau gerakan yang dilakukan secara kreatif.
Jadi, Psikomotor adalah kemampuan seseorang untuk melakukan suatu keterampilan dengan
pengalaman-pengalaman yang pernah diterima. Hasil belajar motorik akan terlihat ketika
seseorang telah menerima pembelajaran dan telah dinilai secara kognitif. Dengan demikian,
psikomotor adalah ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) kemampuan bertindak
setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. 

(dalam Dahniar, 2007 : 1), penilaian psikomotor penting untuk melatih keterampilan
motorik yang berhubungan dengan anggota tubuh atau tindakan yang memerlukan koordinasi
antara syaraf dan otot. Penilaian psikomotorik merupakan penilaian yang menghendaki
peserta didik menampilkan sikap, menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang
diperoleh dari pembelajaran dalam melakukan tugas pada situasi yang sesungguhnya.
Menurut Kusnandar (2007), untuk mengukur ranah psikomotor, indikator yang digunakan
disesuaikan dengan jenis kegiatan yang dilakukan.

2.1.2 Tujuan Psikomotorik


Dafe mengemukakan tujuanya terbagi lima katagori sebagai berikut:

1. Peniruan

Peniruan terjadi ketika seorang siswa mengamati suatu gerakan. Mulai memberi
respons serupa dengan yang diamati. Mengurangi koordinasi dan kontrol otot-otot syaraf.
Peniruan ini pada umunya dalam bentuk global dan tidak sempurna.

2. Manipulasi

Manipulasi menekankan perkembangan kemampuan dalam mengikuti pengarahan,


penampilan, gerakan-gerakan pilihan yang menetapkan suatu penampilan melalui latihan.
Pada tingkatan ini seorang siswa akan menampilkan sesuatu menurut petunjuk-petunjuk tidak
hanya meniru tingka laku saja.

3. Ketetapan

Memerlukan kecermatan, proporsi, dan kepastian yang lebih tinggi dalam


penampilan. Respons-respons lebih terkoresksi dan kesalahan-kesalahan dibatasi sampai pada
tingkat minimum.

4. Artikulasi

Menentukan koordinasi suatu rangkaian dengan membuat urutan yang tepat dan
mencapai apa yang diharapkan atau konsistensi internal di antara gerakan-gerakan yang
berbeda.

5. Pengalaman

Pengalaman merupakan tingkat tertinggi dalam domain psikomotorik. Walaupun


belajar ketrampilan motorik menguatamakan gerakan-gerakan persendian dalam tubuh,
namun diperlukan pengamatan melalui alat indra dan secara kognitif. Yang melibatkan
pengetahuan dan pengalaman. Karena kompleksitas ini, oleh para psikolog belajar, disebut
belajar, “prespeptual motor skill” sebagai indikator kecakapan atau tujuan dari aspek
psikomorik sebagai berikut: pertama observasing, (memperhatikan). Kedua imitation
(peniruan), ketiga, practicting (pembiasaan). Keempat, adapting (penyesuaian)

2.1.3 Tingkatan dalam Ranah Psikomotorik


Perilaku (kompetensi) psikomotorik berbagai empat tingkatan, dan secara graduatif
yang lebih tinggi dipengarui oleh tingkatan dibawahnya. Berbagai kompetensi psikomotorik
tersebut lebih detail dapat dilihat dalam uraian berikut.

a. Observing, yakni mengamati proses, memberikan perhatian terhadap step-step dan


teknik-teknik yang dilalui dan yang digunakan dalam menyelesaiakan sebuah
pekerjaan atau mengartikulasikan sebuah perilaku.
b. Imitating, yakni semua arahan, tahapan-tahapan dan teknik-teknik yang diamatinya
dalam menyelesaikan sesuatu, dengan penuh kesadaran dan dengan usaha yang
sungguh-sungguh, untuk tingkatan ini perlu dukungan observing.
c. Practicing: mengulang tahap-tahap dan teknik-teknik diikutinya itu, sehingga menjadi
kebiasaan. Untuk ini diperlukan kesungguhan upaya, dan memperlancar langkah-
langkah tersebut melalui pembiasaan terus menerus. Untuk ini diperlukan dukungan
observing dan imitating.
d. Adapting: yakni penyesuaian individual terhadap tahap-tahap dan teknik-teknik yang
telah dibiasakanya, agar sesuia dengan kondisi dan situasi pelaku sendiri. Untuk
tingkatan ini diperlukan dukungann observing, imitating, dan practicing.

2.1.4 Tahapan-tahapan Perkembangan Psikomotorik Siswa

Aspek psikomotorik merupakan salah satu aspek yang penting untuk diketahui oleh
guru. Bila diruntut, hal-hal yang perlu dikembangkan dalam kecakapan psikomotorik akan
dipahami sebagai berikut:

a. Memotivasi siswa Ketrampilan yang dipelajari membutuhkan usaha kontinyu dan


banyak sekali latihan. Untuk itu usaha memotivasi siswa agar selalu “mood” dalam
menjalaninya sangat diperlukan.

b. Pengkonsentrasian Belajar ketrampilan selalu menuntut pengamatan terhadap


lingkungan untuk menentukan fisik. Seperti posisi badan dan memperkirakan jarak, seperti
dalam belajar menulis kaligrafi dan bermain olahraga. Pengkosentrasian perlu ditekankan
agar mendapatkan hasil yang maksimal tanpa menyebabkan disfungsi keadaan fisik.

c. Mengelola (pengelolahan) informasi Mempelajari prosedur yang harus diikuti dan


melatih diri, baik subketerampilan maupun keseluruhan rangkaian gerak-gerik, disertai
koordinasi dilakukan ketika siswa mengolah (pengolahan) informasi teoritis kedalam aplikasi
kegiatan motorik.
Psikomotorik menuntut kemampuan untuk merangkaikan sejumlah gerakan-gerakan
jasmani sampai menjadi suatu keseluruhan tindakan yang dilakukan terus menerus dan luwes
tanpa perlu memikirkan lagi secara mendetail apa yang dilakukan dan mengapa hal itu
dlakukan. Psikomotorik ini mengemutamakan berbagai gerakan seluruh oto, urat-urat tubuh,
namun diperlukan juga pengamatan. Melalui alat-alat indera dan pengelolan secara kognitif
yang melibatkan pengetahuan dan pemahaman dalam mengenalkan lingkungan sekitar.
Berkenaan dengan hal tersebut, pendidikan harus membantu anak agar memperolah kesan
atau tangapan yang benar dan jelas, maka pendidik seyogyanya mengusahakan dan
menyediakan lingkungan nyata dan mendekati nyata dengan memberi kesempatan kepada
peserta didik atau dengan benda tiruan, seperti gambar- gambar, remakaman-remakaman,
peta dan lain-lain.

2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Psikomotorik

2.2.1 Faktor Intern


a. Intelegensi/Kecerdasan
Pada umumnya kecerdasan diartikan sebagai kemampuan psikofisik dalam
mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui cara
yang tepat. Dengan demikian, Kecerdasan bukan hanya kognitif seseorang saja
tetapi dengan aktivitas fisik oleh organ-organ tubuh dimana kognitif sebagai
pengendali tertinggi dari hampir seluruh aktivitas yang dilakukan manusia.
Itelegensi/kecerdasan merupakan factor tertinggi dari keterempilan motoric.

b. Kematangan Pertumbuhan Fisik


Seorang individu yang semakin dewasa, menunjukkan fungsi-fungsi fisik yang
semakin matang. Hal ini berarti ia akan mampu menunjukkan kemampuan yang
lebih baik dalam banyak hal, seperti kekuatan untuk mempertahankan perhatian,
koordinasi otot, kecepatan berpenampilan dan lain sebagainya. Dapat dinyatakan
bahwa pertambahan umur mempengaruhi kematangan dan tingkat kecakapan
motoric seseorang.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan motorik
dipengaruhi oleh Intelegensi/kecerdasan karena kemampuan berfikir yang dimiliki
setiap orang itu berbeda-beda dan Kematangan perumbuhan fisik yang
mempengaruhi tingkat kecakapan motorik seseorang.
2.2.2 Faktor Ekstern
a. Pola Asuh Orang Tua
Pola asuh orang tua adalah sebuah faktor bisa menjadi penghambat
psikomotorik peserta didik. Disaat pola asuh orang tua terlalu otoriter ataupun
terlalu memaksa, karena karakteristik seorang anak sangat sensitif ditambah setiap
anak tidak dapat secara langsung dioptimalkan secara cepat dengan kata lain
memaksakan kemampuan dengan waktu yang singkat. Pola asuh bukan hanya
menghamba psikomotorik anak akan tetapi bisa juga menurunkan kemampuan
psikomotorik anak, pada saat anak dalam kondisi depresi ditambah dengan
tuntutan dari orang tua yang tidak dapat dipenuhi oleh anak, anak dalam kondisi
seperti itu dapat berubah secara drastis seperti anak yang suka bercanda menjadi
pemurung, anak yang biasanya ceria berubah menjadi gampang marah, yang
biasanya aktif berubah menjadi pemalas.

b. Lingkungan Sekolah
Sekolah merupakan lingkungan yang dibuat untuk membina peserta didik ke
arah tujuan, khususnya untuk membantu mengasah kemampuan dan keterampilan
sebagai bekal kehidupannya dikemudian hari. Di sini mereka akan menerapkan
kebiasaan yang dilatih oleh orang tua masing-masing.

c. Lingkungan Bermain
Bermain adalah hal yang serius dan menyenangkan. Anak-anak dapat
mengekspresikan dan mengeksplorasi dari permainan. Melalui permainan, anak-
anak juga dapat mengembangkan semua potensinya secara optimal, baik potensi
fisik maupun mental intelektual dan spiritual serta dapat menambah wawasannya
mengenai hal-hal baru yang ditemui dari suatu permainan.

d. Lingkungan Fisik
Lingkungan fisik terdiri dari kondisi fisik hunian (bangunan), ruang beserta
perabotnya, dan sebagainya. Jika bangunan itu memiliki ruang- ruang yang sangat
nyaman untuk dihuni dan untuk beraktivitas didalamnya, maka dapat
mempengaruhi pembentukan dan perkembangan perilaku peserta didik.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwasanya kemampuan
psikomotorik siswa dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni faktor dari
dalam diri siswa itu sendiri maupun dari luar dimana faktor dari orang tua dan
lingkungan sekitar. Disinilah sekolah dan guru dapat berperan dalam membantu
orang tua untuk meningkatkan kemampuan psikomotorik siswa dengan
menggunakan berbagai rencana ataupun kegiatan yang dibuat oleh guru yang
mendorong kemampuan dan keterampilan siswa dalam menguasai suatu materi
pelajaran sehingga dapat diterapkan siswa dalam kehidupan sehari-hari dan dapat
bermanfaat bagi keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.

2.2 Pembelajaran Pendidikan Agama Katolik

2.2.1 Pengertian Pendidikan

Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mengembangkan


potensi peserta didik yang meliputi potensi intelektual, sikap atau perilaku, dan
keterampilan.

Selain itu, pendidikan juga merupakan aktifitas terencana yang


diselenggarakan melalui keluarga yang disebut pendidikan non formal dan melalui
pendidikan formal di sekolah-sekolah.

Tentunya, pendidikan berperan untuk membentuk manusia muda yang


utuh dan integrasi (Driyakara, 1980; 16).

Sedangkan, Lawrence Cermin dalam Groome, (2010;29) mengartikan


pendidikan sebagai usaha sengaja, sistematis, dan terus menerus untuk
menyampaikan, menimbulkan atau memperoleh pengetahuan, sikap-sikap, nilai-
nilai, keahlian-keahlian, atau kepekaan-kepekaan, juga setiap akibat dari usaha itu.

Alfred North Whitehead dalam Groome,(2010;30) mengartikan


pendidikan adalah bimbingan bagi individu untuk memahami seni kehidupan;
prestasi-prestasi yang paling lengkap dari pelbagai kegiatan yang
mengekspresikan potensi-potensi makhluk hidup ketika berhadapan dengan
lingkungannya yang sebenarnya. Karena itu, pendidikan mewajibkan pendekatan
holistik terhadap manusia yang memperhatikan seluruh seni kehidupan, serta
potensi-potensi peserta didik dalam konteks lingkungan sosial. Hal ini dipertegas
oleh para pada intelektualisme yang sempit, hanya urusan pikiran, akan tetapi
pendidikan menekankan pikiran yang sehat, tubuh yang sehat, dan kebajikan-
kebajikan yang berkembang. Pendidikan yang baik harus bersifat kognitif, afektif,
dan tingkah laku. Hal senada pun ditegaskan dalam Kitab Hukum Kanonik
(KHK. 795),demikian:

Pendidikan yang sejati adalah pendidikan yang meliputi pembentukan


pribadi manusia seutuhnya, yang memperhatikan tujuan akhir manusia dan
sekaligus pula kesejahteraan umum dari masyarakat, maka anak-anak dan kaum
muda hendaknya dibina sedemikian sehingga dapat mengembangkan bakat-bakat
fisik, moral, dan intelektual mereka secara harmonis, agar mereka memperoleh
rasa tanggung jawab yang lebih sempurna dan dapat menggunakan kebebasan
mereka dengan benar, dan terbina pula untuk berperan-serta secara aktif dalam
kehidupan sosial (KWI, 2011: 230). Pernyataan KHK di atas menunjukkan bahwa
pendidikan adalah kata kunci dalam setiap usaha untuk meningkatkan kualitas
kehidupan manusia.

Dengan demikian, pendidikan adalah proses pengangkatan manusia muda


sampai sedemikian tingginya sebagai manusia dan membudayakan diri. Jadi,
pendidikan adalah kegiatan yang fundamental bagi manusia. Dengan kata lain,
pendidikan adalah suatu proses pendewasaan; dalam arti kemampuan untuk
mengarahkan diri secara mandiri dan bertanggung jawab. Seluruh proses
pendidikan tersebut merupakan bimbingan ke arah kemandirian diri sendiri dan
kemandirian dalam masyarakat (Djokopranoto, 2011: 90-91).

2.2.2 Pengertian Pendidikan Agama Katolik

Umat Kristen telah menjadi ciptaan baru dan disebut putra-putri Allah
berkat kelahiran dari air dan Roh Kudus. Karena itu, semua orang Kristen berhak
peserta didik untuk memperteguh iman dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa sesuai dengan ajaran katolik. Tentunya, usaha tersebut juga tetap
memperhatikan penghormatan terhadap agama lain dalam hubungan kerukunan
antar umat beragama di tengah masyarakat.

Hal ini bertujuan untuk mewujudkan persatuan nasional (Mohamad Nuh,


2013: 2). Mary Boys dalam Heryatno, (2008;22) mengartikan PAK merupakan
suatu cara (jalan) membuka peluang selebar-lebarnya bagi para peserta didik agar
sampai kepada kekayaan tradisi. Mangunwijaya dalam Heryatno, (2008; 16)
memaparkan bahwa hakikat dasar PAK adalah sebagai komunikasi iman. PAK itu
bukan pengajaran agama melainkan komunikasi pengalaman beriman. Sebagai
komunikasi iman, PAK menekankan sifatnya yang praktis dan selalu mengarah
pada perkembangan.

Dengan kata lain, PAK menjadi mediasi perkembangan iman yang


berlangsung secara terus menerus. Dengan demikian, PAK merupakan pendidikan
yang bervisi spiritual (Heryatno, (2008: 16).

Pengertian PAK dapat dipahami sebagai proses pendidikan iman yang


diselenggarakan oleh Gereja melalui lembaga-lembaga pendidikan untuk
membantu peserta didik agar semakin beriman kepada Tuhan Yesus Kristus,
sehingga nilai-nilai Kerajaan Allah sungguh terwujud di tengah-tengah hidup
peserta didik.

Pendidikan iman katolik di sekolah merupakan salah satu usaha untuk


memampukan peserta didik berinteraksi (berkomunikasi), memahami,
menggumuli dan menghayati iman. Karena itu, dengan kemampuan berinteraksi
didik semakin diperteguh. Dengan demikian, tujuan PAK dapat tercapai dengan
baik.

2.2.3 Tujuan Pendidikan Agama Katolik

Setiap lembaga pendidikan tentunya berusaha dengan segala upaya untuk


mengembangkan pendidikan ke arah yang lebih baik. Tujuan pembangunan dalam
bidang pendidikan adalah mengembangkan kemampuan akal budi. Sedangkan,
berdasarkan misinya, sekolah menumbuhkan kemampuan memberikan penilaian
yang cermat, memperkenalkan harta warisan budaya yang telah dihimpun oleh
generasi-generasi masa silam, meningkatkan kesadaran akan tata-nilai,
menyiapkan peserta didik untuk mengelola sikap jujur, memupuk kerukunan, dan
mengembangkan sikap saling memahami (Djokopranoto, 2011: 90-91). Tujuan
PAK adalah membantu peserta didik mencapai kematangan hidup sebagai orang
kristiani menurut pola Yesus Kristus Ef 4 :13. (Heryatno, 2008: 86).Selain itu,
tujuan PAK menurut Heryatno Wono Wulung (2008: 24),sebagai berikut:
a. Tujuan Pendidikan iman yang bersifat Holistik. Artinya, sesuai dengan
kepentingan peserta didik. PAK bertujuan mengembangkan secara utuh
dan serentak segi kognitif, afektif, dan psikomotorik hidup peserta didik.
Dengan kata lain, perkembangan pengetahuan dan melaksanakannya
sungguh menyatu. Peserta didik mengetahui secara benar, berarti
melaksanakannya dengan berpegang pada nilai-nilai kebenaran dan moral.
Dengan demikian, PAK juga mengarah kepada aktualisasi potensi diri dan
perkembangan iman.
b. Demi terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah. Tujuan ini merupakan visi
dasar, arah utama, dan pusat acuan untuk mengukur tercapai tidaknya
PAK. Hal ini berdasar pada pemahaman bahwa Kerajaan Allah merupakan
tindakan Allah sendiri. Dengan kata lain, Allah yang setia dan penuh
belaskasih, menyelamatkan manusia melalui Yesus Kristus. Seluruh Sabda
dan karya Yesus merupakan perwujudan hadirnya Kerajaan Allah,
sehingga dapat dikatakan Kerajaan Allah itu Kerajaan Kristus. Kristus
menjadi ahli waris dan menuntut dari kita sebuah sikap yang positif
kepada siapa pun seperti yang di kehendaki-Nya sendiri bahwa kita harus
saling mengasihi(Yoh. 15: 13). Tujuannya, agar semua orang mengalami
damai dan sejahtera. Karena itu, tujuan PAK menjadi sakramen kehadiran
Allah terus diperjuangkan dan diwujudkan melalui kesaksian hidup.
c. Tujuan PAK demi perkembangan dan kedewasaan iman. Fowler dalam
Heryatno, (2008: 80) mengatakan bahwa perkembangan iman di dalam
dunia pendidikan sangat penting. Sedangkan, Groome (2008: 31)
menjelaskan bahwa iman merupakan poros kehidupan, yang menyangkut
visi dan nilai hidup yang menggerakan seseorang untuk menanggapi
realitas yang transenden. Iman dapat dipahami sebagai keterampilan
seseorang untuk memaknai realitas hidup. Iman menekankan kesatuan tiga
elemen, yaitu pemahaman, emosi, dan moral. Iman itu inti hidup manusia,
lebih personal dan mendalam. James Fowler dalam Heryatno, (2008: 31)
mengatakan bahwa “pendidikan agama katolik harus betul-betul
memperhatikan tahap-tahap perkembangan iman”. Iman mencakup
tindakan meyakini, mempercayai dan melaksanakan kehendak Allah. Iman
bersentuhan dengan inti hidup manusia. Maka dengan adanya PAK di
sekolah diharapkan agar peserta didik dapat semakin peka pada rahmat
Allah yang dilimpahkan kepadanya dan tekun menanggapi rahmat itu
sehingga peserta didik semakin beriman. Sebagai mahluk rasional,
manusia menggunakan akal budi untuk makin beriman, maka itu iman
memiliki aspek kognitif yang membuat masuk akal. Dengan demikian,
arah PAK membantu peserta didik untuk semakin meyakini nilai-nilai
kekayaan Gereja. Peranan PAK membantu peserta didik untuk mengenali
dan meyakini belaskasih dan kesetiaan Allah yang menyatu dalam hidup
Yesus Kristus dan terus berkarya melalui Roh Kudus. Tugas PAK untuk
meningkatkan kepercayaan total peserta didik kepada Allah, dengan cara
memupuk relasi dari hati ke hati antara hidup peserta didik dengan
kepedulian terhadap sesama; semakin peserta didik percaya kepada Tuhan,
maka peserta didik juga semakin beriman.

4. Sifat dan Arah Pendidikan Agama Katolik

Pendidikan harus memiliki sifat dan arah pendidikan yang jelas, agar semua
komponen pendidikan, khususnya para peserta didik dapat mengetahui tujuan
proses pendidikan yang mereka pelajari. Vanlith dan Driyakara dalam Heryatno,
( 2008: 13-14) menyatakan bahwa arah PAK adalah memperkembangkan
humanisme Kristiani supaya peserta didik dapat menjadi pelaku-pelaku perubahan
arah PAK adalah untuk memperjuangkan humanisme sosial. Artinya, pendidikan
dipahami sebagai mediasi atau jalan ke arah transformasi sosial. Sisi lain, PAK
yang bervisi spiritual secara konsisten berusaha memperkembangkan jati diri atau
inti hidup seseorang ke dalam diri anak didik. PAK pun memperkembangkan rasa,
kepekaan hati, imaginasi, serta dimensi social hidup manusia. PAK tidak hanya
bersifat kognitif, tetapi memberi ilham untuk menghadapi kenyataan hidup masa
sekarang dan masa depan. PAK menekankan kebijaksanaan dan keutamaan,
scholae non scholae sed vitae.artinya dalam kegiatan belajar mengajar yang
terpenting bukan sekolahnya tetapi kualitas hidupnya. Hal ini perlu disadari
bahwa dalam perkembangan hidup peserta didik tidak sekali jadi tetapi seumur
hidup. PAK mengusahakan perkembangan diri secara terus menerus, from the
womb to the tomb (perkembangan iman yang berlangsung sepanjang hayat) dalam
Heryatno, (2008: 15) Sisi lain, Groome (1991: 11-14) membedakan sifat dasar
PAK atas tiga jenis, antara lain:

1. Ontologis: Dasar pendidikan yang bersifat ontologis, maksudnya dalam


kegiatannya, manusia itu sebagai subjek bukan objek. Memperlakukan
peserta didik sebagai subjek bukan objek dalam PAK. Hal ini berarti PAK
secara serentak memperkembangkan nilai-nilai kemanusiaan dan secara
seimbang memperkembangkan kognitif (head) rasa dan simpati, hati
(heart), tangan yang bergerak dan berbuat (hands) rumah: rasa aman,
percaya diri dan saling.
2. Transenden: Dasar kegiatan yang bersifat Transenden, bertolak dari
keadaan konkret dan mengarah pada perkembangan secara hakiki demi
hidup peserta didik. Perkembangan peserta didik melampaui
perkembangan sebelumnya.
3. Politis: Dasar kegiatan yang bersifat politis berarti pendidikan mendorong
peserta didik untuk peduli dan aktif terlibat di dalam masalah sosial di
sekitarnya demi transformasi sosial. Selain itu, Groome Thomas (1991:
11-14) memaparkan fungsi-fungsi pendidikan, yakni (a) membentuk (to
form), (b) informasi (to inform) untuk mengkomunikasikan kekayaan ilmu
dan kebijaksanaan hidup peserta didik, dan (c) memperjelas artinya untuk
memberdayakan peserta didik bagi perkembangan diri sendiri (to
transform). Artinya, suasana yang ada dalam PAK harus dijiwai oleh Roh
cinta kasih dan kebebasan Injili. Berarti, suasananya baik, karena suasana
yang baik dapat menjadi guru yang baik pula. Maksudnya, dari suasana
baik itu suasana yang dijiwai oleh roh cinta kasih dan kebebasan Injili
terwujud di dalam suasana kelas yang memperkembangkan keterkaitan,
perhatian, dan kebersamaan. Suasana yang membuat peserta didik merasa
diterima, diteguhkan, dan diberdayakan untuk semakin berkembang.
Akibatnya, suasana kelas sungguh menggembirakan dan perlu diusahakan.
PAK dipahami sebagai seni yang membutuhkan persiapan, keheningan,
dan kontemplasi untuk membiarkan Roh bekerja sendiri dalam diri guru
PAK juga peserta didik itu sendiri.
2.2.4 Proses Pelaksanaan Pembelajaran PAK

Pembelajaran yang sesungguhnya adalah pembelajaran yang tidak hanya


berpatokan kepada pengetahuan dalam arti untuk menjadikan peserta didik
menjadi pintar. Tetapi pembelajaran yang sesungguhnya adalah pembelajaran
yang menghantarkan siswa untuk memiliki nilai estetika dan etika. Oleh karena itu
dalam proses pembelajaran guru harus mampu menciptakan suasana pembelajaran
yang interaktif dan kreatif. Untuk menciptakan suasana tersebut, guru harus
mampu memilih dan menerapkan strategi pembelajaran dengan tepat. Mengajar
agama masih dianggap pekerjaan yang mudah dan tidak perlu dilakukan guru
yang ahli di bidang agama. Sebenarnya PAK mempunyai tanggungajawab yang
besar dan tidak boleh disamakan dengan bidang studi lainnya. Selain dari segi
pengetahuna, ajaran agama menyangkut iman atau keyakinan yang berkaitan
dengan perasaan dan penghayatan.
PAK bukan hanya berkaitan dengan mata pelajaran tetapi menjadi tolak
ukur dalam membuat pertimbangan dan cermin bagi peserta didik dalam
menyelami seluruh pelajaran.
Keberhasilan pelaksanaan PAK yang bermutu dan berkualitas ditentukan oleh
bebarapa faktor, yaitu mutu dan kualitas guru, mutu kurikulum, kemampuan
peserta didik, sarana dan prasarana, peraturan dan undang-undang tentang
pendidikan dan pelaksanaannya serta dukungan dari sekolah dalam
penyelenggaraan PAK. Namun pada kenyataannya masih banyak pergumulan
pelaksanaan PAK di sekolah. Berikut ini akan diuraikan mutu dan kualitas serta
pergumulan dalam penyelenggaraan PAK di sekolah.
Penggunaan strategi pembelajaran sangat perlu untuk mempermudah proses
pembelajaran dan membuat aktivitas belajar yang antusias sehingga dapat
mencapai hasil belajar yang optimal. Tanpa strategi yang jelas, proses
pembelajaran tidak akan terarah sehingga tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan sulit tercapai secara optimal, dengan kata lain pembelajaran tidak dapat
berlangsung secara efektif dan efisien.
Strategi guru PAK mengajar dari rumah selama pandemi covid-19 mendapat
perhatian serius dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas pendidikan. Artikel
ini bertujuan untuk menemukan dan mendeskripsikan strategi yang digunakan
oleh para guru PAK, menemukan faktor pendukung dan penghambat selama
mengajar dari rumah.

Faktor pendukung, guru memiliki banyak waktu dalam menyiapkan materi


pembelajaran, batuan pulsa/kuota dari sekolah, dan tersedianya wifi. Faktor
penghambat, koneksi internet yang kurang lancar, SDM pemanfaatan teknologi
masih kurang, sulit mengukur pemahaman dan kemampuan peserta didik,
kurangnya interaksi dalam pembelajaran, biaya belajar mahal, dan tingkat
keaktifan dalam belajar kurang.Strategi merupakan sebuah perencanaan yang
berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu (Sanjaya H. Wina 2012). Di masa pandemi covid-19 ini strategi mengajar
harus ditemukan oleh seorang guru dalam mengatur dan merencanakan proses
pembelajaran. Oleh karena itu, pada masa pandemi ini strategi merupakan sebuah
sebuah pendekatan (approsch).Strategi bagi seorang guru adalah pendekatan
umum mengajar yang berlaku dalam berbagai bidang materi dan digunakan untuk
memenuhi berbagai tujuan pembelajaran (Eggen 2012).

Dapat dipastikan strategi mengajar sangat penting dalam situasi pandemi


ini. Strategi mengajar menuntut pendidik untuk meningkatkan kompetensinya
(Sudrajat 2020). Guru harus merubah pola rancangan, strategi, tempat, gaya
belajar, prilaku, keyakinan, keterampilan guru yang sangat diperlukan untuk
memastikan semua siswa belajar sebanyak mungkin (Eggen 2012). Oleh karena
itu, ada beberapa strategi yang dapat digunakan selama masa pandemi covid-19,
seperti Project Based Learning, Daring Method, Luring Method, blended learnin,
Youtube, strategi Tanya jawab, dan strategi mengevaluasi hasil pembelajaran
(Yuliati and Saputra 2020).Diberlakukannya sistem belajar dari rumah oleh
Menteri Pendidikan tentunya berdampak juga bagi para guru PAK dalam
menyampaikan pelajaran agama di sekolah-sekolah. Masa Pandemi covid-19
tersebut menuntut para guru PAK untuk mengubah strategi, lokasi, model dan
metode belajar Pendidikan Agama Katolik dari rumah yang dapat diterima oleh
para peserta didik. Strategi mengajar jarak jauh yang digunakan atau dipilih oleh
para guru agama Katolik akan menentukan tingkat keberhasilan dalam mencapai
tujuan dan kompetensi belajar yang di inginkan. Oleh karena itu, mau tidak mau
para guru PAK harus menguasai berbagai strategi, metode belajar tidak langsung
atau belajar daring/online yang menuntut keterampilan mendayagunakan
teknologi atau berbagai cara lain dalam melaksanakan belajar jarak jauh tersebut
(Anugrahana 2020).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian


Penelitian adalah usaha untuk mendesain, memperoleh, menganalisis, data yang
ilmiah untuk mencapai kesesuaian antara teori yang seharusnya dan kenyataan. Metode
penelitian kualitatif menekankan pada cara melakukan wawancara, pengamatan, dan
pemanfaatan dokumen yang dilakukan di lapangan. Metode penelitian kualitatif merupakan
penelitian yang memanfaatkan wawancara terbuka untuk menelaah dan memahami sikap,
pandangan, perasaan dan perilaku individu atau sekelompok orang.
Menurut Iskandar, pendekatan kualitatif (naturalistik) merupakan pendekatan
penelitian yang memerlukan pemahaman yang mendalam dan menyeluruh, serta
berhubungan dengan obyek yang diteliti dan mampu menyelesaikan permasalahan yang
dihadapi dengan cara mencari data-data kemudian menganalisis dan menentukan kesimpulan
penelitian dalam situasi dan kondisi tertentu.
Menurut Sudjarwo dalam Iskandar pendekatan penelitian kualitatif harus memiliki
prinsip, yaitu peneliti harus menjadi partisipan yang aktif bersama obyek yang diteliti,
sehingga peneliti diharapkan mampu melihat sesuatu fenomena di lapangan secara struktural
dan fungsional.Struktural adalah peneliti harus melihat fenomena sosial dengan tidak
melepaskan diri dari struktur bangun yang ada kaitannya dengan struktur lainnya.
Fungsional artinya peneliti mampu memahami suatu fenomena dan pandangan fungsinya
dengan fenomena lainnya atau situasi informal. Pendekatan penelitian kualitatif dijalankan
dari fenomena-fenomena atau gejala yang berlaku di lapangan yang sesuai dengan situasi dan
kondisi yang bisa saja berubah-ubah. Kerangka yang sistematis dan terperinci serta baku
tidak mungkin disusun sebelumnya.

3.2 Lokasi Penelitian


Lokasi penelitian berada di Sekolah Menengah Pertama Budi Murni II dalam mata
pelajaran Pendidikan Agama Katolik. Alasan pemilihan lokasi penelitian ini adalah untuk
mengetahui, memahami dan membantu memberikan kontribusi (solusi) yang berguna bagi
permasalahan Kemampuan Psikomotorik Siswa dalam Pembelajaran Pendidikan Agama
Katolik yang terjadi di Sekolah Menengah Pertama Budi Murni II.

3.3 Jenis Dan Sumber Data Penelitian


3.3.1 Jenis Data
Data merupakan kumpulan materi yang sedang diteliti untuk membentuk dasar-dasar
analisis. Data yang dikumpulkan meliputi catatan orang yang aktif dalam studi, seperti
catatan observasi, wawancara lapangan dan dokumentasi foto, buku, dokumen resmi, surat
kabar, dan sebagainya.
Peneliti dapat dikatakan sebagi instrumen kunci dalam penelitian Kualitatif. Dalam
pengumpulan data penelitian kualitatif, dapat dilakukan dalam berbagai setting, dan berbagai
jenis data melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Pengumpulan data dapat
menggunakan sumber primer dan sumber sekunder. Sumber data primer adalah sumber yang
langsung memberikan data kepada peneliti, sedangkan sumber data sekunder adalah sumber
data yang tidak langsung memberikan data kepada peneliti, seperti melalui dokumen atau
memanfaatkan orang lain.

3.3.2 Sumber Data


Menurut Lofland sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan
tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lainnya. Kata-kata dan
tindakan orang-orang yang diamati dan diwawancarai merupakan sumber data utama.
Sumber data utama dicatat melalui catatan tertulis atau melalui perekaman audio tapes, dan
pengambilan foto.
Sumber data yang ditentukan peneliti, diharapkan mampu mengetahui situasi
penelitian. Sumber data tersebut dimanfaatkan untuk memberikan informasi berdasarkan
pengalaman tentang situasi dan kondisi lokasi penelitian. Teknik penentuan sumber data
dapat dilakukan dengan purposive sampling dan snowball sampling. “Purposive sampling
adalah terknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu”.
Pertimbangan tersebut dilakukan karena sumber data tersebut dianggap paling tahu atau
mungkin penguasa sehingga memudahkan menjelajahi objek/situasi penelitian.“Snowball
sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data, yang pada awalnya jumlahnya
sedikit, lama-lama menjadi besar”. Snowball sampling juga diharapkan untuk memberikan
informasi sejauh pengetahuan mereka akan objek penelitian yang diteliti.
Pencatatan sumber data utama dilaksanakan melalui wawancara atau pengamatan
berperan serta, merupakan hasil usaha gabungan dari kegiatan melihat, mendengar dan
bertanya. Kegiatan ini dilakukan secara sadar dan terarah karena telah direncanakan oleh
peneliti. Dilakukan secara terarah, untuk mendapatkan berbagai macam informasi yang
tersedia dan tidak seluruhnya akan digali oleh peneliti. Sebab peneliti sudah mempunyai
suatu tujuan yang diharapkan tercapai, untuk memecahkan masalah-masalah yang hendak
diteliti.
Dokumentasi merupakan data tambahan yang mendukung data utama yang diperoleh
dari kegiatan melihat, mendengar, dan bertanya.Walaupun dikatakan data tambahan, data ini
tidak dapat diabaikan. Dokumen ini menjadi bahan pendukung dalam melaksanakan
penelitian.Sumber data dokumentasi dapat diperoleh dari sumber buku dan majalah ilmiah,
arsip, dokumen pribadi dan dokumen resmi, dan foto.
Sumber data dari buku, majalah, arsip, dokumen pribadi, dan dokumen resmi disebut
sebagai sumber tertulis. Dari sumber ini, peneliti hendak memperoleh informasi tentang
subjek yang hendak diteliti. Oleh sebab itu, peneliti hendaknya secara cermat, hati-hati, dan
sabar menjajaki sumber data sehingga datanya menjadi kaya.
Foto juga digunakan sebagai sumber data penelitian karena dapat dipakai dalam
berbagai keperluan. Foto menghasilkan data deskriptif yang cukup berharga dan sering
digunakan untuk menelaah segi-segi subjektif dan hasilnya diselidiki secara induktif.
Menurut Bogdan dan Biklen, foto terbagi menjadi dua kategori yakni foto hasil orang yang
dapat dimanfaatkan dalam penelitian dan foto yang dihasilkan oleh peneliti sendiri.

3.4 Teknik Pengumpulan Data


Pengumpulan data akan dilakukan dengan teknik sederhana. Tetap diupayakan agar
seakurat dan seefektif mungkin. Seperti teknik observasi, wawancara, dalam bentuk
pertanyaan tertulis maupun lisan, dan dokumentasi. Peneliti juga berupaya untuk dapat
menggunakan alat perekam yang baik ditambah dengan catatan atau laporan tertulis.
Pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian, karena
tujuan utama dalam penelitian adalah mendapatkan data. Data dan informasi dapat
dipergunakan dalam penalaran data. Teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti
adalah dengan beberapa cara yaitu pengamatan, wawancara, dan dokumentasi. Berikut akan
dibahas secara lebih mendalam yakni peneliti menggunakan pengumpulan data melalui 3
(tiga) kegiatan, yaitu: observasi, wawancara, dan dokumentasi.

3.4.1. Observasi
Menurut Sutrisno Hadi observasi adalah suatu proses yang kompleks, suatu proses
yang tersusun dari pelbagai proses biologis dan psikologis. Observasi juga merupakan proses
pengamatan dan ingatan. Teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan bila,
penelitian berkenaan dengan prilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan bila
responden yang diamati tidak terlalu besar.
Menurut Nasution dalam Sugiono observasi adalah dasar semua ilmu pengamatan.
Para ilmuan hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan
yang diperoleh melalui observasi.
Istilah observasi diarahkan pada kegiatan memperhatikan secara akurat, mencatat
fenomena yang muncul, dan mempertimbangkan hubungan antara aspek dalam fenomena
tersebut. Observasi yang dilakukan langsung menyajikan gambaran realistik perilaku di
lapangan. Agar menjawab pertanyaan dan evaluasi yaitu melakukan ukuran terhadap aspek
tertentu.
Usaha mencari dan mengumpulkan data, peneliti melakukan observasi terhadap
kepala sekolah, guru dan peserta didik. Peneliti menggunakan teknik observasi dalam
pengambilan data dengan melakukan pengamatan partisipan (Participant Observation)
tentang apa yang benar-benar dilakukan oleh individu, serta membuat pencatatan atas apa
yang diamati. Peneliti membuat pencatatan atas segala tindakan individu di lapangan
sehingga peneliti dapat memperoleh data dengan baik.
Tabel 3.4.1.1 Kisi-kisi Observasi
No Fokus Aspek Indikator Observasi Sasaran
3.4.2.Wawancara
Menurut Lincoln dan Guba wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu
oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) sebagai pengaju atau pemberi pertanyaan
dan yang diwawancarai (interviewee) sebagai pemberi jawaban atas pertanyaan itu.
Wawancara dilakukan guna merekonstruksi perihal orang, kejadian, kegiatan, organisasi,
perasaan, motivasi, tuntutan, dan kepedulian.Teknik wawancara merupakan pengumpulan
data kualitatif dengan menggunakan instrumen yaitu pedoman wawancara. Wawancara
dilakukan oleh peneliti dengan subjek penelitian yang terbatas, untuk memperoleh data yang
memadai dapat menggunakan teknik wawancara yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi
subjek yang terlibat dalam interaksi.
Teknik wawancara yang efektif adalah dengan menyusun beberapa pertanyaan dari
yang umum sampai pertanyaan khusus atau inti. Wawancara juga dapat dilakukan dengan
menggunakan berbagai macam-macam wawancara yaitu: wawancara terbuka, wawancara
informal, wawancara terstruktur atau formal, dan wawancara secara tulisan. Hal ini dapat
memungkinkan peneliti mendapat jumlah data yang banyak.
Wawancara yang dilakukan peneliti adalah wawancara terbuka dan terstruktur.
Peneliti akan menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada
informan sehingga melalui berbagai pertanyaan itu hipotesa kerja dapat terjawab. Wawancara
yang dilakukan oleh peneliti adalah memberi pertanyaan-pertanyaan secara langsung tentang
Kemampuan Psikomotorik Siswa dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Katolik di Sekolah
Menengah Pertama Budi Murni II.
Tabel 3.4.2.1 Kisi-kisi Wawancara
No Fokus Aspek Indikator Kisi-Kisi Jumlah Sifat Sasaran
Wawancara Pertanyaan
3.4.3.Dokumentasi
Dokumentasi merupakan penelaahan terhadap referensi-referensi yang berhubungan
dengan fokus permasalahan penelitian.Dokumen-dokumen yang dimaksud adalah dokumen
pribadi, dokumen resmi, foto-foto, dan rekaman.
Penelitian kualitatif digunakan peneliti agar dapat mencari dan mengumpulkan data-
data teks atau gambar melalui dokumentasi di Sekolah Menengah Pertama Budi Murni II
dapat memperoleh data dari berbagai sumber tertulis atau dokumen yang ada pada informan.
Data dokumentasi merupakan pendukung dari teknik observasi dan wawancara. Dokumentasi
merupakan teknik pengumpulan data melalui pengumpulan dokumen-dokumen yang
diperlukan untuk ditelaah secara intens sehingga dapat mendukung dan menambah
kepercayaan dan pembuktian suatu masalah.Dokumentasi penelitian dapat diperkuat dengan
data-data lisan dan tertulis, foto, video, rekaman, dan data-data lainnya yang didapatkan dari
lapangan.
Peneliti menggunakan studi dokumentasi ini dengan tujuan agar peneliti memperoleh
data secara jelas dan kuat dengan memiliki bukti fisik tentang Kemampuan Psikomotorik
Siswa dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Katolik Sekolah Menengah Atas Budi Murni
II.

3.5 Teknik Analisis Data


Analisis data akan berlangsung setelah proses penelitian selesai. Analisis data adalah
proses mencari data dan menyusun data secara sistematis. Data-data yang yang diperoleh dari
hasil pengamatan, wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi disusun dengan cara
mengorganisasikan data untuk memilih mana lebih penting dan dipelajari.
Bogdan dan Biklen (1982) adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan
data, mengorganisasikan data, memilih-milihnya menjadi satuan yang dapat dikelola,
mensintesiikannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa
yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.

3.5.1 Reduksi Data


Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan, perhatian, pengabstrakan, dan
pentransformasian data dasar dari lapangan. Reduksi berfungsi untuk menajamkan,
menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasikan sehingga
dapat dibuat yang logis, interpretasi.Analisis data perlu dilakukan melalui reduksi
data.Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada
hal- hal yang penting, dicari tema polanya dan membuang yang tidak perlu.

3.5.2 Penyajian Data


Penyajian data adalah sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan
untuk menarik kesimpulan dan pengambilan tindakan.Tujuan penyajian data adalah untuk
memudahkan membaca dan menarik kesimpulan penelitian. Bentuk peyajian yang digunakan
antara lain berupa teks naratif, bagan dan juga melalui observasi wawancara. Peneliti
menyajikan data dari stasi dengan cara memaparkan secara sederhana dan jelas segala sesuatu
yang diperoleh dari lapangan.

3.5.3 Penarikan Kesimpulan


Penarikan kesimpulan merupakan analisis lanjutan dari reduksi data, dan display data
sehingga data dapat disimpulkan. Penarikan kesimpulan sementara, masih dapat diuji kembali
dengan data di lapangan, dengan cara merefleksikan kembali, peneliti dapat bertukar pikiran
dengan teman sejawat, triangulasi, sehingga kebenaran ilmiah dapat tercapai. Bila proses
siklus interaktif ini berjalan dengan kontinu dan baik, maka keilmiahan hasil penelitian dapat
diterima. Setelah hasil penelitian telah diuji kebenarannya, maka peneliti dapat menarik
kesimpulan dalam bentuk deskriptif sebagai laporan penelitian.

3.6 Keabsahan Data


Keabsahan data artinya bahwa setiap data mampu (1).Mendemonstrasikan nilai yang
benar, (2).Menyediakan dasar untuk dapat diterapkan, dan (3).Memperbolehkan keputusan
luar yang konsisten dan netral.Peneliti harus menyesuaikan data dengan tuntutan pengetahuan
pada zaman sekarang berdasarkan kriteria yang diharapkan, yaitu derajat kepercayaan
(credibility), keteralihan (transferability), kebergantungan (dependability), dan kepastian
(confirmability).
3.6.1 Derajat Kepercayaan
Kepercayaan atau Credibility adalah kriterium yang berfungsi untuk melaksanakan
inkuiri sedemikian rupa sehingga tingkat kepercayaan penemuannya dapat memcapai dan
mempertunjukkan derajat kepercayaan hasil-hasil penemuan dengan jalan pembuktian oleh
peneliti pada kenyataan ganda yang sedang diteliti. Strategi untuk meningkatkan kredibilitas
data meliputi perpanjangan pengamatan, ketekunan peneliti, triangulasi, diskusi teman
sejawat, analisis kasus negative dan membercheking.

3.6.2 Perpanjangan Pengamatan


Perpanjangan pengamatan berarti peneliti tinggal di lapangan penelitian sampai
pada data jenuh sehingga meningkatkan derajat kepercayaan data yang dikumpulkan oleh
peneliti.Peneliti yang tinggal di lapangan banyak mempelajari kebudayaan, menguji
kebenaran informasi dari informan maupun peneliti dengan waktu yang cukup panjang.
Semua itu didapatkan peneliti, jika peneliti peduli dan teliti dalam mengamati, mendengarkan,
dan bertanya kepada informan agar tidak terjadi distorsi.
Selain itu perpanjangan pengamatan ingin membangun kepercayaan para subjek
kepada peneliti dan kepercayaan diri peneliti sendiri. Hal itu dibangun pada proses
perjumpaan setiap hari. Oleh karena itu, peneliti harus mampu bersikap tidak terlalu
mencolok dalam melakukan penelitian untuk menjaga kenyamanan informan.

3.6.3 Ketekunan Pengamatan


Ketekunan pengamatan berarti mencari secara konsisten interpretasi dengan
berbagai cara yang kaitan dengan proses analisis yang konstan atau tentative. menemukan
ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang
sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci. Peneliti
dituntut untuk lebih mendalami apa yang diteliti ketika perpanjangan pengamatan. Peneliti
hendaknya peduli dan teliti dalam mengamati, mendengarkan, dan bertanya kepada responden
agar tidak terjadi distorsi.Dalam hal ini peneliti dapat mengetahui bagaimana tanggapan
responden, apakah responden pura-pura, menipu maka peneliti tidak perlu buru-buru untuk
membuat keputusan suatu data.

3.6.4 Triangulasi
Triangulasi adalah pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang
lain sebagai pembanding terhadap data. Teknik triangulasi yang paling banyak digunakan
ialah pemeriksaan melalui sumber lainnya. Triangulasi berarti cara terbaik untuk
menghilangkan perbedaan-perbedaan dalam konstruksi kenyataan yang ada dalam konteks
suatu studi sewaktu mengumpulkan data tentang berbagai kejadian dan hubungan dari
berbagai pandangan. Triangulasi yang digunakan peneliti adalah triangulasi teknik dan
triangulasi sumber.
a. Triangulasi Teknik
Triangulasi teknik dilakukan dengan pemeriksaan data pada sumber yang
sama dengan teknik yang berbeda. Apabila ada perbedaan ketika diperiksa
oleh peneliti, peneliti mendiskusikan dan memastikan kebenaran yang
sesungguhnya kepada sumber data yang diuji peneliti.
Gambar 3.6.4.1 Skema Triangulasi Teknik Pengumpulan Data

Observasi

Sumber
Wawancara Data sama

Dokumentasi

b. Triangulasi Sumber
Triangulasi sumber dilakukan dengan memeriksa data kembali pada beberapa
sumber yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya dalam topik
penelitian. Hasil triangulasi sumber hendaknya dideskripsikan,
dikategorisasikan, dan memilah-milah mana yang sama atau yang berbeda dan
spesifik. Jadi peneliti perlu menganalisis untuk menghasilkan suatu
kesimpulan sesuai sumber data.
Gambar 3.6.4.2 Skema Triangulasi Sumber Data

Kepala Sekolah

Wawancara
Mendalam Guru PAK

Rekan Sejawat

3.6.5 Keteralihan
Keteralihan adalah validitas eksternal dalam penelitian kualitatif yang menunjukkan
ketepatan hasil penelitian dalam kehidupan subjek penelitian. Peneliti akan menghasilkan
laporan dalam bentuk uraian yang jelas, sistematis dan dapat dipercaya. Keberhasilan itu
untuk kegunaan bagi pembaca yang membaca tulisan peneliti tentang Pelaksanaan Supervisi
Akademik Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Kompetensi Guru Pendidikan Agama
Katolik.

3.6.6 Kebergantungan
Kebergantungan adalah bentuk keberhasilan suatu penelitian ketika orang lain dapat
mengulangi dan mereplikasikan. Proses penelitian itu dengan melakukan audit. Proses audit
dalam depenability dilakukan oleh pembimbing atau auditor yang independen. Pembimbing
membimbing bagaimana peneliti mulai menentukan masalah, memasuki lapangan,
menentukan sumber data, analisis data, keabsahan dan kesimpulan dari peneliti.

3.6.7 Kepastian
Kepastian disebut dengan pengujian objektifitas penelitian ketika hasil penelitian
disepakati banyak orang. Pengujian ini dapat dilakukan secara bersamaan dengan
depenability, karena hampir sama maksud pengujiannya dari proses penelitian yang telah
dilakukan. Jadi penelitian yang telah diuji bagaimana prosesnya dan mencapai tujuan
penelitian sudah dapat dikatakan memenuhi standar konfirmability.

3.7 Waktu dan Tahapan Penelitian


3.7.1 Waktu Penelitian
Susan Stainback menyatakan bahwa tidak ada cara yang mudah untuk menentukan
berapa lama penelitian kualitatif dilaksanakan. Pada umumnya penelitian dilaksanakan dalam
tahunan, tetapi lamanya penelitian akan tergantung pada keberadaan sumber data, interest dan
tujuan peneliti. Selain itu juga akan tergantung cakupan penelitian, dan bagaimana peneliti
mengatur waktu yang digunakan dalam setiap hari atau tiap Minggu. Penelitian akan dimulai
pada bulan Maret- juni 2022.

Tabel 3.7.1.1 Waktu Penelitian


No Jenis Maret April Mei Juni
Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2

1 Pengamatan ● ● ● ● ● 
2 Wawancara ● ● ● ● ● ●

3 Dokumentasi ● ● ● ● ●

4 Triangulasi ● ● ● ●

5 Reduksi Data ● ● ● ● ●

6 Penyajian ● ● ● ●
Data

7 Penarikan ● ● ● ● ● `
Kesimpulan

3.7.2 Tahapan penelitian


3.7.2.1 Tahap Pra-lapangan
Ada enam tahap kegiatan yang harus dilakukan oleh peneliti dalam tahapan ini
yaitu menyusun rancangan penelitian, memilih lapangan penelitian, mengurus perizinan,
menjejaki dan menilai lapangan, memilih dan memanfaatkan informan, menyiapkan
perlengkapan penelitian.
3.7.2.2 Tahap Pekerjaan Lapangan
Uraian tentang tahap pekerjaan lapangan dibagi atas tiga bagian, yaitu: memahami
latar penelitian dan persiapan diri, memasuki lapangan dan berperan serta sambil
mengumpulkan data.

3.7.2.3 Tahap Analisis Data


Pada bagian ini, akan dibahas prinsip pokok yaitu menganalisis data seperti yang
telah penulis paparkan pada sub bab sebelumnya. Tahap ini peneliti akan menganalisis data
dengan teknik mereduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

Anda mungkin juga menyukai