Anda di halaman 1dari 23

LEMBAR PERSETUJUAN

Nama : RISA ROSELI

NIM : 1802591

JUDUL : PENGARUH OUTDOOR EDUCATION PROGRAM


CAMPING & LEARNING TERHADAP SELF AWARENESS
PESERTA DIDIK

Diterima oleh
Dosen Pengampu,

Dr. Eka Nugraha, M.Kes, AIFO.


NIP. 195903041987031002
BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan


suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara efektif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara
(Sisdikas, UU RI No.20 Tahun 2003 hlm. 1)

Lebih jauh lagi menurut sisdiknas, pendidikan nasional berfungsi


mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdasan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara
yang demokratis serta bertanggung jawab (UU RI No. 20 Tahun 2003)

Pendidikan adalah salah satu upaya yang dilakukan dalam


meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Manusia di didik agar
menjadi berguna bagi dirinya maupun orang lain. Proses pendidikan
merupakan salah satu upaya yang dilakukan terhadap peserta didik agar
mampu mengembangkan kemampuan dan potensi dalam dirinya. Hal ini
sesuai dengan yang disampaikan oleh Syaripudin (2007:27) “
Pendidikan adalah hidup, pendidikan adalah segala pengalaman belajar
yang berlangsung dalam segala lingkugan dan sepanjang hidup,
pendidikan adalah segala situasi hidup yang mempengaruhi
pertumbuhan individu” mengacu dari definisi tersebut dapat
disimpulkan bahwa pendidikan adalah upaya meningkatkan dan
mengembangkan kualitas individu yang dilakukan secara sengaja.

Kaitannya dengan proses pendidikan disekolah, pendidikan


jasmani merupakan bagian terpenting dan tidak dapat dipisahkan dari
program pendidikan secara umum. Pendidikan jasmani merupakan
proses pendidikan aktifitas jasmani serta terkait didalamnya terdapat
domain afektif, kognitif dan psikomotor. Hal ini sesuai dengan yang
disampaikan oleh Rusli Lutan (2000, hlm. 15) dijelaskan bahwa
:”Pendidikan jasmani adalah proses pendidikan melalui aktifitas
jasmani. Tujuan yang ingin dicapaii bersifa menyeluruh, mencangkup
domain psikomotor, kognitif dan afektif”.

Pendidikan jasmani penting dilakukan karena diantaranya dapat


memenuhi kebutuhan anak akan gerak, mengenalkan anakpaada
lingkungan potensi dirinya menanamkan dasarketerampilan dan
merupakan pemprosesan pendidikan secara keseluruhan baik fisik,
mental maupun emosional. Oleh karena itu pendidikan jasmani sangat
penting diberikan pada anak disekolah.

Pendidikan jasmani pada hakikatnya adalah proses pendidikan


yang memanfaatkan aktivitas fsisk untuk menghasilkan perubahan
holistik dalam kualitas individu, baik dalam hal fisik, mental, serta
emosional. Pendidikan jasmani memperlakukan anak sebagai sebuah
kesatuan utuh, mahluk total daripada hanya menganggapnya sebagai
seseorang yang terpisah kualitas fisik dan mentalnya.

Pada kenyataannya, pendidikan jasmani adalah suatu bidang


kajian yang sungguh luas. Titik perhatiannya adalah peningkatan gerak
manusia. Lebih khusus lagi, berkaitan dengan hubungan antara gerak
manusia dan wilayah pendidikan lainnya: hubungan dari perkembangan
tubuh-fisik dengan fikiran dan jiwanya. Fokusnya pada pengaruh
perkembangan fisik terhadap wilayah pertumbuhan dan perkembangan
aspek lain dari manusia itulah yang menjadikannya unik. Tidak ada
bidang tunggal lainnya seperti pendidikan jasmani yang berkepentingan
dengan perkembangan total manusia.

Sungguh pendidikan jasmani ini karenanya harus menyebabkan


perbaikan dalam ‘pikiran dan tubuh’ yang mempengaruhi seluruh aspek
kehidupan harian seseorang. Pendekatan holistik tubuh-jiwa ini
termasuk pula penekanan pada ketiga domain kependidikan: psikomotor,
kognitif dan afektif.

Tujuan pembelajaran meliputi tiga domain yaitu kognitif, afektif


dan psikomotor. Aspek kognitif dan psikomotor sudah dilaksanakan oleh
para pendidik, sedang aspek afektif belum memperoleh perhatian seperti
pada kedua aspek lainnya. Masalah afektif merupakan hal yang penting,
namun implementasinya masih kurang, karena merancang pencapaian
tujuan pembelajaran afektif tidak semudah seperti pembelajaran
kognitif. Ranah afektif harus nampak dalam proses dan hasil belajar yang
dicapai peserta didik oleh karena itu harus dinilai hasil-hasilnya. Afektif
berhubungan dengan emosi seperti perasaan, nilai, apresiasi, motivasi
dan sikap. Terdapat lima kategori utama afektif dari yang paling
sederhana sampai kompleks yaitu: penerimaan, tanggapan, penghargaan,
pengorganisasian, dan karakterisasi berdasarkan nilai-nilai atau
internalisasi nilai (Sukanti, 2011, hlm. 75).
Menurut Prawitha (2014) keterampilan sikap (afektif) mencakup
dua hal. Pertama, sikap yang berkenaan dengan nilai, moral, tata susila,
baik, buruk demokratis, terbuka, dermawan, jujur, teliti dan lain
sebagainya. Kedua, sikap terhadap materi dan kegiatan pembelajaran,
seperti menyukai, menyenangi, memandang positif, menaruh minat, dan
lain sebagainya. Mengingat sulitnya merumuskan, mengajarkan dan
mengevaluasi aspek afektif, seringkali kompetensi afektif tersebut tidak
dimasukkan dalam program pembelajaran dan bukan menjadi tujuan
pembelajaran. Sehingga peserta didik sebagai generasi penerus bangsa
menjadi krisis adab dan moral akibat kurangnya pembelajaran mengenai
ranah keterampilan sikap, terutama di sekolah. Sama halnya dengan self
awareness, kompetensi afektif hendaknya diupayakan pencapaian
melalui pengintegrasian dengan topik topik pengalaman belajar yang
relevan.
Salah satu komponen dari domain afektif adalah kesadaran diri a
tau self awareness, Self awareness (Kesadaran diri) adalah salah satu
kemampuan individu dalam hal menganalisa pikiran dan perasaan yang
ada dalam diri. Kesadaran diri merupakan dasar dari kecerdasan
emosional (EQ). Kemampuan untuk memantau emosi dari waktu ke
waktu merupakan hal penting bagi wawasan psikologi dan pemahaman
diri. Seseorang yang mempunyai kecerdasan emosi akan berusaha
menyadari emosinya ketika emosi itu menguasai dirinya, namun
kesadaran diri ini tidak berarti bahwa seseorang itu hanyut terbawa
dalam arus emosinya tersebut sehingga suasana hati itu menguasai
dirinya sepenuhnya. Sebaliknya kesadaran diri adalah keadaan ketika
seseorang dapat menyadari emosi yang sedang menghinggapi pikirannya
akibat permasalahan-permasalahan yang dihadapi untuk selanjutnya ia
dapat menguasainya (Goleman, 2001). Setiap individu memiliki
kesadaran akan dirinya dan kesadaran terhadap lingkungan sekitarnya,
seperti kesadaran akan pikiran, perasaan, ingatan, dan intensitasnya
Skinner (Feist & Feist, 2013).

Masalah yang sekarang banyak terjadi di kalangan remaja,


khususnya di lingkungan sekolah adalah banyaknya kasus kenakalan
remaja yang terjadi, di karenakan pada usia remaja ini belum memiliki
kesadaran diri (self awareness) yang baik, sehingga remaja tersebut
belum bisa memilih mana perilaku yang seharusnya dilakukan dan tidak
dilakukan.
Demi menghadapi permasalahan yang terjadi akibat belum
memiliki self awareness, penulis berupaya untuk mencari solusi, yaitu
melalui pembelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan
dengan pembelajaran outdoor education melalui hiking dan camping
yang memungkinkan dapat menunjang terjadinya self awareness karena
pembelajaran tersebut menempatkan siswa berada dalam situasi
pembelajaran melalui pengalaman kemudian terdorong kesadaran
dirinya melalui pengetahuan yang ia dapatkan setelah terjadinya
pengalaman yang telah dilaksanakan. Situasi pembelajaran tersebutlah
yang memungkinkan dapat memicu terjadinya self awareness.

Sehubungan dengan hal diatas peneliti tertarik untuk meneliti


tentang pengaruh pembelajaran outdoor education melalui program
hiking dan camping terhadap self awareness peserta didik dalam
pembelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan

1.2.Identifikasi Variabel

Sebuah penelitian membutuhkan identifikasi variabel agar


masalah yang diteliti lebih terarah. Adapun identifikasi variabel yang
dimaksud dalam penelitian ini sebagai berikut: Penelitian ini meneliti
tentang pengaruh pembelajaran outdoor education melalui program
hiking dan camping terhadap self awareness peserta didik dalam
pembelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan. Peneliti
mengukur self awareness siswa menggunakan instrumen penelitian
dengan angket selfawareness dengan indikator instrumen angket self
awareness. Angket tersebut dikembangkan atas dasar perspektif kajian
Important Areas of Self Awareness dari Allan & Waclawski (1999);
Atwater & Yammarino (1992); Goleman (1998b); Judge et al, (2003);
Parker & Kram (1993); Sosik & Megerian (1999); Cools & Van den
Broeck (2007)
1.3.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah penelitian yang telah


diuraikan, terdapat masalah dalam pembelajaran pendidikan jasmani
olahraga dan kesehatan. Dan dari masalah tersebut, maka peneliti
mengajukan permasalahan yang akan diteliti adalah :

“Apakah terdapat pengaruh pembelajaran outdoor education


melalui program hiking dan camping terhadap self awareness peserta
didik dalam pembelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan?”

1.4.Batasan Masalah

Dalam penelitian ini, penulis membatasi ruang lingkup penelitian


agar tidak terlalu luas dan lebih akurat dalam pelaksanaannya.
Pembatasan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:

1.4.1. Penelitian ini memfokuskan pada pengaruh pembelajaran


outdoor education melalui program hiking dan camping terhadap
self awareness peserta didik dalam pembelajaran pendidikan
jasmani olahraga dan kesehatan
1.4.2. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran outdoor
education melalui program hiking dan camping
1.4.3. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah self awareness
peserta didik
1.4.4. Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah peserta didik
SMAN 1 Lembang
1.4.5. Metode penelitian dalam penelitian ini menggunakan metode
penelitian eksperimen murni
1.4.6. Instrumen penelitian dalam penelitian ini menggunakan
instrumen penelitian dengan angket self awareness dengan
indikator instrumen angket ikembangkan atas dasar perspektif
kajian Important Areas of Self Awareness.

1.5.Tujuan Penelitian
1.5.1. Tujuan Umum
Adapun tujuan peneliti melakukan penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh pembelajaran outdoor education melalui
program hiking dan camping terhadap self awareness peserta
didik.
1.5.2. Tujuan Khusus
Sementara tujuan khusus peneliti adalah untuk mengetahui cara
agar guru dapat meningkatkan self awareness peserta didik
dengan pembelajaran outdoor education melalui program hiking
dan camping.

1.6.Manfaat Penelitian
Setelah melakukan penelitian diharapkan mempunyai manfaat,
berkaitan dengan permasalahan dan tujuan penelitian diatas, manfaat
penelitian antara lain:
1.6.1. Secara teoritis
Dapat memberikan informasi maupun pengetahuan yang
bermanfaat tentang ppengaruh pembelajaran outdoor education
melalui program hiking dan camping terhadap self awareness
peserta didik dalam pembelajaran pendidikan jasmani olahraga
dan kesehatan.
1.6.2. Secara Praktis
Hasil penelitian ini bermanfaat bagi para guru khususnya guru
pendidikan jasmani olahraga dan kesehatanebagai acuan untuk
memilih pembelajaran yang dapat meningkatkan self awareness
peserta didik
1.6.3. Secara kebijakan
Dapat dijadikan sebuah masukan atau informasi khususnya bagi
sekolah, guru dan pemerintah dalam pembelajaran pendidikan
jasmani untuk meningkatkan self awareness peserta didik
melalui pembelajaran outdoor education melalui program hiking
dan camping terhadap self awareness peserta didik.
1.6.4. Secara isu serta aksi sosial
Dapat memberikan sebuah pengalaman belajar mengajar melalui
pembelajaran outdoor education melalui program hiking dan
camping terhadap self awareness peserta didik dalam
pembelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan.
BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Outdoor Education

Pendidikan luar kelas (outdoor education) merupakan aktivitas luar


sekolah yang berisi kegiatan di luar kelas/sekolah dan di alam bebas lainnya,
seperti: bermain di lingkungan sekolah, taman, perkampungan
pertanian/nelayan, berkemah, dan kegiatan yang bersifat kepetualangan,
serta pengembangan aspek pengetahuan yang relevan (Arief Komarudin,
2000). Pendidikan luar kelas tidak sekedar memindahkan pelajaran ke luar
kelas, tetapi dilakukan dengan mengajak siswa menyatu dengan alam dan
melakukan beberapa aktivitas yang mengarah pada terwujudnya perubahan
perilaku siswa terhadap lingkungan melalui tahap-tahap penyadaran,
pengertian, perhatian, tanggungjawab dan aksi atau tingkah laku. Pendidikan
luar kelas mengandung filosofi, teori dan praktis dari pengalaman dan
pendidikan lingkungan. Priest (1986) dalam menyatakan “ Outdoor
education is, an experimential method of learning by doing, which takes
place primarily through exposure to the out-of-doors. In outdoor education,
the emphasis for the subject of learning is placed on RELATIONSHIP:
relationship concerning human and natural resources. Pendidikan luar kelas
bertujuan agar siswa dapat beradaptasi dengan lingkungan dan alam sekitar
dan, mengetahui pentingnya keterampilan hidup dan pengalaman hidup di
lingkungan dan alam sekitar, dan memiliki apresiasi terhadap lingkungan
dan alam sekitar. Aktivitas luar kelas dapat berupa permainan, cerita,
olahraga, eksperimen, perlombaan, mengenal kasus-kasus lingkungan
disekitarnya dan diskusi, penggalian solusi, aksi lingkungan, dan jelajah
lingkungan (Vincencia S, 2006).
2.2.Self Awareness

Pengembangan penelitian mengenai self awareness dimulai


diakhir tahun 1960 dan awal tahun 1970, psikologi sosial mempelajari
mengenai self focused yang menggambarkan sifat diri dan harga diri.
Duval and Wicklund (1972), dalam A theory of objective self
awareness (OSA), mengatakan bahwa pemahaman diri bisa dilakukan
melalui evaluasi diri. Memahami diri dalam hal ini adalah melalui,
pikiran, perasaan dan tingkah laku melalui suatu proses yang melihat
kedalam diri dan standard kebenaran yang ada (Duval & Silvia, 2001,
hlm. 4). Selain itu kesadaran diri (self awareness) didefinisikan sebagai
suatu kecerdasan emosional didalam diri seorang individu (Goleman,
1995 dan 1998; Boyatzis, 1999). Self Awareness merupakan
kemampuan untuk menyadari dan memahami emosi, perasaan, pikiran
tentang suasana hati dan dorongan hati yang ada dalam diri seseorang
untuk melakukan sesuatu serta menyadari pengaruh perasaannya dalam
berinteraksi dengan orang lain. Kesadaran diri dapat mengetahui apa
yang dirasakan seseorang pada suatu saat, dan menggunakannya untuk
memandu pengambilan keputusan diri sendiri dan memiliki tolak ukur
yang realistis atas kemampuan diri, dan kepercayaan diri yang kuat.

Menurut Brigham (dalam Sosiawan, 2009) self awareness


merupakan keadaan pada manusia ketika mengarahkan perhatiannya ke
dalam untuk memfokuskan pada diri sendiri atau derajat perhatian yang
diarahkan ke dalam untuk memusatkan perhatian pada aspek diri. Self
awareness dapat berfokus pada dua situasi, yaitu :

2.2.1. Secara pribadi dimana individu fokus pada aspek yang


relatif terjadi pada diri sendiri seperti mood, persepsi dan perasaan.
Individu yang memiliki self awareness jenis ini dominan akan lebih
cepat memproses informasi yang mengacu pada dirinya dan memiliki
gambaran tentang diri sendiri yang lebih konsisten dikenal dengan
private self awareness.

2.2.2. Secara umum dimana individu fokus pada aspek tentang


diri yang tampak atau terlihat pada orang lain seperti penampilan dan
tindakan sosial. Individu yang memiliki self awareness seperti ini akan
cenderung menaruh perhatian pada identitas sosialnya dan reaksi orang
lain pada dirinya, sehingga disebut dengan public self awareness.

2.3.Experiental Learning Theory


Experiential Learning Theory (ELT), dikembangkan oleh David Kolb
sekitar awal 1980-an. Model ini menekan pada sebuah model
pembelajaran yang holistik dalam proses belajar. Dalam Experiential
Learning, pengalaman mempunyai peran sentral dalam proses belajar.
Penekanan inilah yang membedakan (ELT) dari teori-teori belajar
lainnya. Istilah “Experiential Learning” disini untuk membedakan
anatara teori belajar kognitif yang cenderung menekankan kognisis lebih
dari afektif dan teori belajar behavior yang menghilangkan peran
pengalaman subyektif dalam proses belajar (Kolb, 1984). Teori ini
mendefinisikan belajar sebagai proses dimana pengetahuan diciptakan
melalui transformasi pengalaman (experience). Pengetahuan merupakan
hasil perpaduan antara memahami dan mentransformasi pengalaman
(Kolb, 1984). Experiential Learning juga dapat didefinisikan sebagai
tindakan untuk mencapai hasil belajar yang baik berdasarkan pengalaman
secara terus menerus.

Tujuan dari model ini adalah untuk mempengaruhi siswa dengan tiga
cara yaitu:

2.3.1. Mengubah struktur kognitif siswa.


2.3.2. Mengubah sikap siswa.
2.3.3. Memperluas keterampilan-keterampilan siswa yang sudah ada.
Ketiga elemen tersebut saling berhubungan dan mempengaruhi
secara keseluruhan, tidak terpisah-pisah, karena apabila salah satu elemen
tidak ada maka kedua elemenya tidak akan efektif. Model Experiential
Learning memberi kesempatan kepada siswa untuk memutuskan
pengalaman apa yang ingin mereka kembangkan, dan bagaimana cara
mereka membuat konsep dari pengalaman yang mereka alami tersebut.
Belajar melalui pengalaman (Experiential Learning) mengacu pada proses
belajar yang melibatkan siswa secara langsung dalam masalah atau materi
yang sedang dipelajari. Berdasarkan konsep belajar melalui pengalaman,
segala aktivitas kehidupan yang dialami individu merupakan sarana
belajar yang dapat menciptakan ilmu pengetahuan.

Menurut Kolb (1984), mendefinisikan Experiential Learning adalah


sebagai proses dimana pengetahuan diciptakan melalui transformasi
pengalaman. Mardana (Tarwiyah, 2009) mengemukakan bahwa belajar
dari pengalaman mencakup keterkaitan antara bebuat dan berpikir. Jika
siswa terlibat aktif dalam proses belajar, maka siswa itu akan belajar lebih
baik. Hal ini dikarenakan dalam proses belajar tersebut siswa secara aktif
berpikir tentang apa yang dipelajari dan bagaimana menerapkan hasil dari
proses belajar dalam situasi nyata. Menurut Atherton (2008), bahwa dalam
konteks belajar pembelajaran berbasis pengalaman dideskripsikan sebagai
proses yang mana pengalaman siswa direfleksikan secara mendalam dan
dari sini muncul pemahaman baru atau proses belajar.

2.4.Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara dari peneliti untuk


memberikan arah dan tujuan dari penelitian tersebut. Hipotesis merupakan
teori yang masih bersifat sementara sampai kemudian dibuktikan
kebenarannya melalui suatu penelitian. Faisal (mulyadi waseso, 1982,
hlm. 62) menjelaskan bahwa hipotesis merupakan jawaban sementara
terhadap permasalahan yang ditanyakan. Maka hipotesis yang diajukan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

“Terdapat pengaruh ppembelajaran outdoor education melalui


program hiking dan camping terhadap self awareness peserta didik
dalam pembelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan”
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode


eksperimen. Metode eksperimen bertujuan untuk mengetahui hubungan
sebab akibat seperti yang dikemukakan oleh (Fraenkel, 2012, p. 269)
“...the experimen is the best way to establish cause and effect relationsip
among variable.” Melalui metode eksperimen peneliti melakukan
perlakuan atau treatment peserta dengan program outdoor education
melalui program camping dan hiking.

Penelitian eksperimen yang digunakan adalah True Eksperimen


yang terdiri dari dua kelompok penelitian yaitu kelas eksperimen dengan
kegiatan outdoor education program camping dan hiking menggunakan
aktivitas game tidak terstuktur serta kelas control outdoor education
program camping dan hiking menggunakan aktivitas game terstuktur.
(Maksum, 2012, p. 67) menyatakan bahwa “ penelitian eksperimen
dicirikan oleh empat hal, yaitu adanya perlakuan mekanisme kontrol,
randomisasi, dan ukuran keberhasilan. Apabila suatu penelitian
eksperimen memenuhi keempat hal diatas, maka dapat dikatakan
eksperimen murni (True Eksperimen).

3.2. Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah the pretest


post-test two treatment design. Menurut Cohen et al (2007, hlm.272),
desain penelitian The pretest post-test two treatment design adalah:

Here participants are randomly allocated to each of two treatment.


Experimental group 1 receives intervention 1 and experimental group 2
receives intervention 2. Pretests and post-tests are conducted to measure
changes in individuals in the two groups design.

Pada desain the pretest post-test two treatment design dua


kelompok subjek diukur atau diamati dua kali. Pengukuran pertama
berfungsi sebagai pretest, yang kedua sebagai post test. Pengukuran atau
pengamatan dilakukan pada saat bersamaan untuk kedua kelompok.
Pengukuran pertama dilakukan pada kelompok outdoor education
program camping dan hiking dengan aktivitas games terstruktur serta
outdoor education program camping dan hiking dengan aktivitas games
tidak terstruktur, selanjutnya setelah diberikan perlakuan dilakukan
kembali pengukuran kepada kedua kelompok tersebut. Adapun
gambaran mengenai desain tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:

The Pretest Post-Test Two Treatment Design (Research Methods In


Education: Cohen (2007, hlm. 278)

Keterangan:

O1 = Pretest instrumen Self Control pada kelompok aktivitas game


terstruktur

O2 = Posttest instrumen Self Control pada kelompok aktivitas game


terstruktur

O3 = Pretest instrumen Self Control pada kelompok aktivitas game


tidak terstruktur

O4 = Pretest instrumen Self Control pada kelompok aktivitas game


tidakterstruktur

X1 = Kelompok eksperimen satu outdoor education (program camping


dan hiking dengan aktivitas games terstruktur.
X2 = Kelompok eksperimen dua outdoor education (program camping
dan hiking dengan aktivitas games tidak terstruktur.

3.3. Populasi Sampel

Menurut Sugiyono (2013, hlm. 27) ”Populasi adalah wilayah


generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kualitas
dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”.Maka populasi dari
penelitian ini adalah siswa SMPN 1 Lembang. Sedangkan sampel dari
populasi menurut Sugiyono (2013 hlm. 118) mengatakan bahwa:
“Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
populasi tersebut”. Sampel dalam penelitian ini adalah dua kelas
siswa kelas XII berjumlah 35 orang tiap kelas sehingga berjumlah 70
orang siswa kelas XII di SMAN 1 Lembang , teknik pengambilan
dilakukan yaitu secara acak (random sampling).

3.4. Prosedur Penelitian

Penelitian ini akan berlangsung selama tiga hari dua malam di


kawasan wisata Ciwangun Indah Camp, tepatnya di curug tilu leuwih
opat. Dalam pelaksanaaanya peneliti akan dibantu oleh beberapa
orang mahasiswa pacasarjana UPI prodi pendidikan olahraga, guru
sekolah yang bersangkutan, dan PAMOR. Sehingga harapannya
dengan dibantunya beberapa orang tersebut kegiatan dapat berjalan
dengan lancar, mengingat orang-orang tersebut memiliki pengalaman
dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan
outdoor education.

3.5. Instrumen dan Alat Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan


oleh peneliti dalam mengumoulkan data agar pekerjaanya lebih
mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lrbih cepat , lengkap dan
sistematis sehingga lebih mudah diolah (Arikunto, 2006)

Pengembangan instrumen pada penelitian ini mengadaptasi


instrument penelitian tentang indikator self awareness dengan
melakukan translation. Didalam pengembangan angket ini
disampaikan bahwa self awareness, adalah kemampuan seseorang
yang ada didalam hati untuk dapat menguasai dirinya. Angket
tersebut dikembangkan atas dasar perspektif kajian Important Areas
of Self Awareness dari Allan & Waclawski (1999); Atwater &
Yammarino (1992); Goleman (1998b); Judge et al, (2003); Parker &
Kram (1993); Sosik & Megerian (1999); Cools & Van den Broeck
(2007). Ada 5 area penting didalam self awareness yang dapat
membangun kesuksesan seorang individu didalam meningkatkan
potensi dirinya:

3.5.1. Kecerdasan Emosi (Emotional Intelligence): Mengidentifikasi


kesadaran emosi dan cara mengontrolnya; kemampuan untuk dapat
mengatur diri sendiri dan hubungan dengan orang lain.

3.5.2. Nilai-nilai Pribadi (Personal Values): Mengidentifikasi standar


pribadi dan penilaian moral; dinamika terhadap perilaku seseorang
yang merupakan kesatuan dari sikap, orientasi dan tingkah laku dalam
pribadi orang tersebut misalnya: baik-buruk, berguna-tidak berguna,
diinginkan-tidak diinginkan, benar-salah, bermoral-tidak bermoral.

3.5.3. Gaya Kognitif (Cognitive Style): Mengidentifikasi perolehan


informasi dan melakukan evaluasi; mengacu pada perilaku individu
dalam mengumpulkan dan memproses informasi. Bentuk proses yang
terjadi biasanya melalui interpretasi, menghakimi atau melakukan
respon terhadap informasi tersebut.

3.5.3. Orientasi terhadap perubahan (Orientation Toward Change):


Mengidentifikasi penyesuaian dan tanggung jawab; fokus pada
metode yang digunakan individu untuk mengatasi perubahan dalam
lingkungan mereka.

3.5.4. Evaluasi Diri (Core Self Evaluation): Mengidentifikasi atribut


kepribadian yang mendasar seperti: self esteem, self efficacy, self
control dan kestabilan emosi yang berpengaruh terhadap kebahagiaan
individu tersebut; membangun aspek penting dari kepribadian untuk
dapat dikembangkan.

3.6. Teknik Analisis Data


Analisis data dalam penelitian merupakan satu kegiatan yang sangat
penting dan memerlukan ketelitian serta kekritisan dari peneliti (Zuriah,
2006, hlm. 198)
Data yang diperoleh dari penelitian kemudian diolah dan dianalisa
untuk menjawab permasalahan dan hipotesis penelitian. Menurut Hadi
(2004) proses analisa data sering digunakan adalah metode statistik, karena
menyajikan data lebih teratur, singkat dan mudah dimengerti.
Pada penelitian ini, sesuai dengan awal bab adalah penelitian
korelasional yang bertujuan untuk menguji hipotesis tentang ada tidaknya
hubungan positif antara variabel dan menjawab rumusan masalah dalam
penelitian ini. Oleh karena itu, dalam analisis data ini menggunakan
koefisien korelasi yang merupakan alat statistik untuk membandingkan hasil
pengukuran koefisien korelasi yang merupakan alat statistik untuk
membandingkan hasil pengukuran variabel-variabel yang berbeda untuk
menentukan tingkat hubungan antara variabel-variabel tersebut.
Langkah pengolahan data tersebut ditempuh dengan prosedur
sebagai berikut:
3.6.1. Menghitung nilai rata-rata dari setiap kelompok sampel:

̅= ∑ xi
X n
Keterangan :
̅
X = Nilai rata-rata yang dicapai
∑ = Jumlah
xi = Nilai data
n = Jumlah sampel
3.6.2. Menghitung simpangan baku:

̅ )2
∑(X1 −X
S=√ n−1

Keterangan:
S = Simpangan baku yang dicari
n = Jumlah sampel
X1 = Skor yang dicapai seseorang
̅
X = Nilai rata-rata
3.6.3. Menguji normalitas data menggunakan uji kenormalan Liliefors.
Prosedur yang digunakan menurut Bambang Abduljabar dan Jajat
Darajat (2013:148) adalah sebagai berikut
a. Membuat tabel penolong untuk mengurutkan data terkecil
sampai terbesar, kemudian mencari rata-rata simpangan baku
b. Mencari Z skor dan tepatkan pada kolom Zi. Dengan
menggunakann rumus:

̅
Xi − X
Zi =
S
Keterangan:
Zi = Z skor
Xi = Skor sampel
̅
X = Rata-rata
S = Simpangan baku dari sampel
3.6.4. Mencari luas Zi pada tabel Z
Pada kolom F (Zi), untuk luas daerah yang bertana negatif maka
0,5-luas daerah, sedangkan untuk luas daerah bertanda positif maka
0,5+ luas daerah.
S (Zi) adalah urutan n dibagi jumlah n

Hasil pengurangan F (Zi) – S (Zi) ditempatkan pada kolom F (Zi) –


S (Zi).

Mencari data atau nilai tertinggi, tanpa melihat (-) atau (+) sebagai
nilai L0.

3.6.5. Membuat kriteria penerimaan dan penolakan hipotesis:


3.6.5.1.Jika L0 ≥ Ltabel tolak H0 dan H1 diterima artinya data tidak
berdistribusi normal.
3.6.5.2.Jika L0 ≤ Ltabel terima H0 artinya data berdistribusi normal.

3.6.6. Menguij homogenitas. Rumus yang digunakan menurut Bambang


Abduljabar dan Jajat Drajat (2013:179) adalah sebagai berikut:
S1 2 Varians terbesar
F= 2 =
S2 Varians terkecil
Kriteria pengujian adalah terima H0 jika Fhitung lebih kecil dari Ftabel.

Ftabel = Fα dengan dk (n1 – 1; n2– 1) dan taraf nyata (α) = 0,05.


Berikut langkah langkah untuk menguji kesamaan dua rata-rata satu
pihak. Statistik yang digunakan adalah statistik t atau uji t dengan
rumus:
̅̅̅
X1 − ̅̅̅
X2
t hitung =
̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅
s 1 1
√ +
n1 n2

Tetapi sebelum dilakukan uji t terlebih dahulu dicari variansi


gabungan (S2) dengan rumus sebagai berikut :

2
(n1 − 1)s1 2 + (n2 − 1)s2 2
S =
n1 + n2 − 2
Keterangan dalam rumus :
thitung = Nilai t yang dicari
̅̅̅1
𝑋 = Rata-rata nilai yang diperoleh dari hasil post-test
̅̅̅2
X = Rata-rata nilai yang diperoleh dari hasil pre-test
S = Simpangan baku gabungan
n1 = Jumlah sampel post-test
n2 = Jumlah sampel pre-test
S1 2 = Variansi post-test
S2 2 = Variansi pre-test
Dengan kriteria pengujian yang berlaku ialah, terima H0 jika t < t1-α
dan tolak H0 jika thitung mempunyai harga-harga lain. Derajat
kebebasan untuk daftar distribusi t ialah (n1 + n2 - 2) dengan
peluang (1 - α).

3.6.6. Menguji Hipotesis/Uji Signifikan

Hipotesis yang penulis harapkan adalah hipotesis yang


mengandung pengertian sama. Dalam hal ini penulis menggunakan
rumus independ sample t-test, sebagai berikut :

~𝑋1−~𝑋2
t=
𝑆√1⁄𝑛1+1⁄𝑛2

Keterangan:
t = Nilai t
d = Selisih nilai post dan pre (nilai post – nilai pre)
N = Banyaknya sampel pengukuran
Peneliti menggunakan rumus ini dikarenakan standar deviasi
(σ) belum diketahui. Rumusnya: Kriteria Hipotesis dengan taraf
nyata 0,05
Terima hipotesis nol jika harga t hitung lebih kecil dari t
tabel (t hitung <t tabel), Tolak hipotesis nol jika harga t hitung
lebih besar atau sama dengan t tabel (t hitung ≤ T table).

Anda mungkin juga menyukai