Anda di halaman 1dari 27

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan teknlogi yang semakin pesat menuntut adanya peningkatan
sumberdaya manusia sebagai pengguna teknologi khususnya dalam bidang
pertambangan. Ilmu pengetahuan yang diperoleh selama mengikuti perkuliahan,
dimana sebagian besar hanya mempelajari teori-teori pada buku yang mengulas
tentang penambangan, namun tidaklah efektif jika kita hanya melihat dari
pandangan teori tanpa aplikasi atau pembuktian di lapangan.
Kendala yang dihadapi seorang mahasiswa sebagai calon sarjana teknik
pertambangan adalah kurangnya pemahaman mengenai kondisi lapangan
pekerjaan yang sebenaranya pada sebuah perusahaan tambang, salah satu solusi
untuk mengatasi kendala ini adalah dengan diharuskannya seorang mahasiswa
teknik pertambangan melakukakan Kerja Praktek (KP) pada perusahaan yang
bergerak dibidang pertambangan. Disamping itu kurikulum pendidikan yang
beralaku di Jurusan S1 Teknik Pertambangan Fakultas Teknik Pertambangan Dan
Perminyakan Universitas Papua, mewajibkan setiap mahasiswa untuk melakukan
Kerja Praktek pada suatu perusahaan pertambangan sebagai sayrat sebelum
melanjutkan ketahap penelitian skripsi.
1.2.

Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana kegiatan penambangan di PT. Semen Bosowa Maros


2. Jenis peralatan dan teknologi yang digunakan di PT. Semen Bosowa Maros
1.3.

Batasan Masalah
Dalam Penulisan proposal kerja praktek ini agar lebih jelas dan terarah, maka

penulis membatasi masalah yang akan diteiti terfokus pada kegiatan penambangan
meliputi kegiatan pemboran, peledakan, pemuatan dan kegiatan pengangkutan dan
peralatan yang digunakan dalam kegiatan pemboran, peledakan, pemuatan dan
pengangkutan

1.4.

Maksud dan Tujuan


Kerja Praktek (KP) ini dimaksudkan untuk menambah pengalaman dan

pemahaman yang lebih lanjut kepada mahasiswa dan melihat kegiatan


penambangan yang sebenarnya di lapangan.
Adapun tujuan dari Kerja Praktek ini adalah :
1. Mengetahui proses kegiatan penambangan batu gamping yang dilakukan
oleh PT. Semen Bosowa Maros.
2. Mengetahui peralatan dan teknologi yang digunakan dalam penambangan
batu gamping PT. Semen Bosowa Maros

II TINJAUAN PUSTAKA
2

2.1.

Tambang Terbuka
Tambang terbuka (surface mining) adalah metode penambangan yang segala

kegiatan atau aktifitas penambangannya dilakukan di atas atau relatif dekat


dengan permukaan bumi, dan tempat kerjanya berhubungan langsung dengan
udara luar.
Metode dalam Tambang terbuka (surface mining) pada penambangan
Batugamping yaitu :
Quarrying mining.
Dimensi batuan yang diproduksi pada sistem penambangan quarry, pada
umumnya adalah mineral yang berbentuk prismatik pendek atau balok-balok yang
memiliki ukuran dan bentuk yang kasar. Quarry pada dasarnya sama dengan open
pit, namun yang membedakannya adalah material yang ditambang. Open pit pada
dasarnya merupakan tambang terbuka yang menambang mineral logam.
Sedangkan quarry pada dasarnya merupakan sistem penambangan terbuka yang
menambang mineral non logam atau batuan, contoh material yang biasanya
ditambang pada quarry yaitu : marmer, batu granit, dan masih banyak lagi yang
lainnya.
Apabila dilihat dari geologi batuan yang akan ditambang dengan metoda
quarry ini adalah :
a. Endapan sekunder

:Batugamping

b. Batuan methamorphic

:Marmer

c. Batuan beku

:Andesit

Ada dua istilah yang dipakai pada cara penambangan secara quari ini,
berdasarkan bentuk yang dihasilkan, yaitu :
Dimension

stone,

biasa

pada

penambangan

batumamer,

dimana

dipergunakan gergaji atau dengan peledakan khusus, sehingga dihasilkan


bongkah-bongkah yang baik dan teratur. Produksinya sangat selektif dengan
jumlah yang terbatas. Pada metode penambangan ini muka dari jenjang (bench
face) hampir vertikal.Broken stone adalah cara penambangan guna menghasilkan
batu pecah dan pada umunya dilakukan dengan cara peledakan.

Quarry adalah system tambang terbuka yang diterapkan untuk menambang


endapan-endapan bahan galian industri atau mineral industri, antara lain:
penambangan batu gamping, marmer, granit, andesit dan sebagainya. Quarry
dapat menghasilkan material atau hasil tambang dalam bentuk loose/broken
material ataupun dalam bentuk dimensional stones. Berdasarkan letak endapan
yang digali atau arah penambangan atau penggalian, secara garis besar quarry
dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu:
1. Side Hill Type Quarry
Side Hill Type Quarry adalah system penambangan yang diterapkan untuk
menambang batuan atau endapan mineral industri yang letalnya di lereng bukit
atau endapannya berbentuk bukit.
Berdasarkan jalan masuk (access road) ke front penambangan, side hill type dapat
dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu:
a. Jalan masuk berbentuk spiral

Gambar 2.1 Jalan Masuk Spiral Pada System Penambangan Side Hill Type Quary
Cara ini diterapkan apabila seluruh lereng/bukit akan digali atau
ditambang.Penggalian dilakukan mulai dari bagian atas ke arah bawah. diterapkan
jika seluruh lereng bukit akan digali, yang arah penggaliannya dilakukan mulai
dari bagian atas ke arah bawah
b. Jalan masuk langsung
Cara ini digunakan apabila hanya sebagian lereng saja yang akan digali.
Front kerjanya dibuat memanjang sepanjang lereng yang akan digali dan jalan
masuk dari salah satu sisinya atau dari depan (Straight Ramp)

Gambar 2.2 Jalan Masuk Langsung Pada System Penambangan Side Hill Type
2. Pit Type (Sub Surface Type)
Pit type adalah sistem penambangan yang diretapkan untuk menambang
batuan atau endapan mineral industri yang terletak pada suatu daerah yang relatif
mendatar. Permuka kerja (front) di gali kearah bawah sehingga membentuk
cekungan (pit). Berdasarkan jalan masuk ke permuka kerja, pit type memiliki tiga
kemungkinan untuk membuatnya, yaitu:
a.

Jalan Masuk Spiral


Apabila bentuk endapan yang akan ditambang kurang lebih bulat atau

lonjong, maka jalan masuk dan front penambangannya dibuat berbentuk spiral

Gambar 2.3 Jalan Masuk Spiral Pada System Penambanagan Pit Type
b. Jalan Masuk Langsung
Apabila bentuk endapan yang akan ditambang kurang lebih memanjang
atau persegi, maka jalan masuk ke front penambangan dibuat berbentuk langsung
dari salah satu sisi

Gambar 2.4 Jalan Masuk Langsung Pada System Penambangan Pit Type
c.

Jalan Masuk Zig-zag


Sama halnya dengan jalan masuk langsung apabila bentuk endapan yang akan

ditambang kurang lebih memanjang atau persegi, maka jalan masuk ke front
penambangan dibuat berbentuk zig-zag dari salah satu sisi

Gambar 2.5 Jalan Masuk Zig-Zag Pada Sisitem Penambangan Pit Type
2.2. Tahapan Penambangan Batugamping
2.2.1. Pembersihan Dan Pengupasan Tanah Penutup
Pembersihan dan pengupasan tanah penutup bertujuan untuk membersihkan
lahan dari pepohonan, semak dan rumput serta memisahkan humus agar tidak
terangkut ke crusher. Lapisan humus ini merupakan lapisan tanah subur yang akan
digunakan untuk reklamasi daerah pasca tambang, sehingga harus disimpan dan

dikelola sebelum nantinya akan digunakan kembali untuk reklamasi lahan pasca
tambang.
2.2.2. Pemboran
Pemboran merupakan kegiatan yang pertama kali dilakukan dalam suatu
operasi

peledakan batuan. Kegiatan ini bertujuan untuk membuat sejumlah

lubang ledak yang nantinya akan diisi dengan sejumlah bahan peledak untuk
diledakkan. Kinerja suatu mesin bor dipengaruhi oleh faktor-faktor sifat batuan
yang dibor, ock drillability, geometri pemboran, umur dan kondisi mesin bor, dan
ketrampilan operator.
A. Geometri Pemboran
1. Diameter Lubang ledak
Faktor-faktor yang mempengaruhi penentuan diameter lubang ledak
adalah :
a. Volume batuan yang dibongkar
b. Tinggi jenjang dan konfigurasi isian
c. Tingkat Fragmentasi yang diinginkan
d. Mesin bor yang tersedia
e. Kapasitas alat muat yang akan menangani material hasil peledakan.
2. Arah Lubang ledak
Pada kegiatan pemboran ada dua macam arah lubang ledak yaitu
arah tegak dan arah miring. Pada tinggi jenjang yang sama, kedalaman
lubang ledak miring kurang dari pemboran tegak selain itu pemboran
miring penempatan posisi awal lebih sulit karena harus menyesuaikan
dengan kemiringan lubang ledak yang direncanakan.
3. Kedalaman Lubang ledak
Penentuan kedalaman lubang ledak disesuaikan dengan tinggi
jenjang, dimana kedalaman lubang ledak lebih besar dari tinggi jenjang.
Kelebihan kedalaman lubang bor (subdrilling) dimaksudkan untuk
memperoleh jenjang yang rata.

B. Pola pemboran

Pola pemboran yang biasa diterapkan pada tambang terbuka


biasanya menggunakan dua macam pola pemboran yaitu :
a. Pola pemboran segi empat (square pattern)
b. Pola pemboran selang-seling (staggered)
Pola pemboran segi empat adalah pola pemboran dengan
penempatan lubang-lubang tembak antara baris satu dengan baris
berikutnya sejajar dan membentuk segi empat (Gambar2.6). Pola
pemboran segi empat yang mana panjang burden dengan panjang spasi
tidak sama besar disebut square rectangular pattern (Gambar2.7).
Sedangkan pola pemboran selang-seling adalah pola pemboran yang
penempatan lubang ledak pada baris yang berurutan tidak saling sejajar
(Gambar 2.8), dan untuk pola pemboran selang-seling yang mana panjang
burden tidak sama dengan panjang spasi disebut staggered rectangular
pattern (Gambar 2.9).
Bidang Bebas
B
S

Baris 1

Baris 2

Baris 3

Baris 4

S=B

Gambar 2.6 Pola Pemboran Segiempat (Square Pattern)

Bidang Bebas

Baris 1

Baris 2

Baris 3

Baris 4

SB

Gambar 2.7 Pola Pemboran Segi Empat (Square Rectanguler Pattern)


Bidang Bebas
B

Baris 1

Baris 2
Baris 3

Baris 4

S=B

Gambar 2.8 Pola Pemboran Selang-Seling (Staggered Square Pattern)


Bidang Bebas

Baris 1

Baris 2
Baris 3

Baris 4

SB

Gambar 2.9 Pola Pemboran Selang-Seling (Staggered Rectanguler Pattern)


C. Estimasi produksi mesin bor
9

1. Waktu Edar (Cycle Time)


Waktu edar yang dibutuhkan untuk membuat satu lubang dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
Ct = Bt + St + At + Pt + Dt
Keterangan :
Ct

= Waktu edar (menit)

Bt

= Waktu pemboran (menit)

St

= Waktu menyambung batang bor (menit)

At

= Waktu melepas batang bor (menit)

Dt

= Waktu untuk mengatasi hambatan (menit)

Pt

= Waktu pindah ke lubang yang lain, dan

mempersiapkan alat bor hingga


siap untuk melakukan pemboran (menit)

2. Kecepatan Pemboran Rata-rata ( Drilling Speeds)


Kecepatan pemboran terdiri dari beberapa definisi :
a. Drilling Rate
Drilling Rate merupakan perbandingan kedalaman lubang bor yang
dicapai terhadap waktu yang diperlukan untuk membuat 1 atau lebih
lubang bor, tanpa memperhitungkan waktu untuk mengatasi hambatan
(delay time).
Dr 1=

H
(Ct Dt )

Keterangan :
Dr1

= Kecepatan pemboran bersih (meter/menit)

= Kedalaman lubang tembak (meter)

Ct Dt

= Waktu edar pemboran tanpa hambatan (menit)

b.

Gross Driling Rate


Gross Drilling Rate merupakan perbandingan kedalaman lubang bor

yang dicapai terhadap waktu yang tersedia.


GDR=

H
Ct

10

Keterangan:
GDR = Kecepatan pemboran (meter/menit)
H

= Kedalaman Lubang Tembak (meter)

Ct

= waktu edar pemboran (menit)

3. Efisiensi Kerja Pemboran


Efisiensi kerja pemboran adalah perbandingan antara waktu kerja
produktif dengan waktu kerja yang terjadwal dan dinyatakan dalam
persen. Waktu produktif adalah waktu yang digunakan untuk kerja
pemboran. Jadi efisiensi kerja dapat dinyatakan:
EK =

x 100
WT

Keterangan:
EK

= Efisiensi kerja pemboran (%)

WP

= waktu kerja produktif (jam)

WT

= waktu kerja yang tersedia (jam)

4. Volume Setara
Volume setara (Equivalent volume, Veq) menyatakan volume batuan
yang diharapkan terbongkar untuk setiap meter kedalaman lubang ledak
yang dinyatakan dalam m3/m. Volume setara dapat dihitung denga
persamaan:
Veq =
Keterangan :
Veq = volume setara (m3/m)
V = volume batuan yang diledakkan (m3)
n = jumlah lubang tembak
H = kedalaman lubang tembak (m)

5. Produksi Pemboran
Produksi pemboran tergantung kecepatan pemboran mesin bor,
volume setara dan penggunaan efektif mesin bor. Produksi tersebut
dinyatakan dalam m3/jam. Maka persamaan produksi pemboran adalah:
P = Veq x GDR x EK x 60
Keterangan :
11

= produksi alat bor (m3/jam/alat)

2.2.3. Peledakan
Peledakan adalah merupakan kegiatan pemecahan suatu material (batuan)
dengan

menggunakan

bahan

peledak.

Geometri

peledakan

yang

akan

mempengaruhi tingkat fragmentasi batuan, geometri peledakan terdiri dari:


a. Burden (B)
Burden adalah jarak dari lubang tembak dengan bidang bebas yang
terdekat, dan arah di mana perpindahan akan terjadi. Pada daerah ini energi
ledakan adalah yang terkuat dan yang pertama kali bereaksi pada bidang bebas.
Jarak burden yang baik adalah jarak yang memungkinkan energi secara
maksimal dapat bergerak keluar dari kolom isian menuju bidang bebas dan
dipantulkan kembali dengan kekuatan yang cukup untuk melampaui kuat tarik
batuan sehingga akan terjadi penghancuran.
Nilai burden yang optimum akan menghasilkan fragmentasi yang sesuai
dan perpindahan dari pecahan batuan sesuai dengan yang diinginkan. Jarak
burden yang terlalu kecil dapat menyebabkan terjadinya batuan terbang dan
suara yang keras. Sedangkan jarak burden yang terlalu besar akan
menghasilkan fragmentasi yang kurang baik, dan akan menyebabkan batuan di
sekitar burden tidak akan hancur. Menurut R.L. Ash, harga burden tergantung
pada harga burden ratio dan diameter lubang bor. Besarnya burden ratio antara
20 40 dengan harga Ks standard adalah 30. Sedangkan harga Ks standard
sebesar 30 terjadi pada kondisi sebagai berikut :
Densitas batuan

160 lb/cuft

Specific gravity bahan peledak

1,20

Kecepatan detonasi bahan peledak =

12.000 fps

Pada kondisi batuan yang berbeda dan penggunaan bahan peledak yang
berbeda, maka harga Ks turut berubah. Untuk mengatasi perubahan angka Ks
perlu dihitung terlebih dahulu harga faktor penyesuaian pada kondisi batuan
dan bahan peledak yang berbeda
1. Faktor penyesuaian terhadap bahan peledak (AF1) adalah :

12

Af1

SG.Ve 2

2
SGstd.Vestd

1/ 3

Keterangan :
SG

= berat jenis bahan peledak yang digunakan

Ve

= kecepatan detonasi bahan peledak yang digunakan

SGstd

= berat jenis bahan peledak standard, 1,20.

Vestd

= kecepatan detonasi bahan peledak standard, 12.000 fps.

2. Faktor penyesuaian terhadap batuan (AF2) adalah :

Af2

Dstd
D

1/ 3

Di mana
Dstd

= kerapatan batuan standard, 160 lb/cuft

= kerapatan batuan yang diledakkan

Sehingga harga Kb yang terkoreksi adalah :


Kb

Kbstandard x Af1 x Af2

Di mana :
Kb

= burden ratio yang telah dikoreksi

Kbstd

= burden ratio standard

Untuk menentukan burden, maka menggunakan rumus :


Kb x De
B

meter
12

Di mana :
B

= burden

Kb

= burden ratio

De

= diameter lubang tembak, inchi

12

= faktor perubah kedalam satuan meter

b. Spasi (S)
Spasi dapat diartikan sebagai jarak terdekat antara antara dua lubang
tembak yang berdekatan dalam satu baris. Yang perlu diperhatikan dalam

13

memperkirakan spasi adalah apakah ada interaksi di antara isian yang saling
berdekatan. Besar spasi dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut :
S

B x Ks

Di mana :
S

= spasi, meter.

= burden, meter.

Ks

= spacing ratio
Hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan spasi yaitu apakah ada

interaksi antar muatan yang berdekatan. Bila masing-masing lubang tembak


diledakkan sendiri-sendiri, dengan interval waktu yang panjang, maka tidak
akan terjadi interaksi gelombang energi antar muatan yang berdekatan
sehingga memungkinkan setiap lubang tembak akan meledak dengan
sempurna. Jika interval waktu diperpendek atau lubang tembak diledakkan
secara serentak akan terjadi efek ledakan yang kompleks.
Besar Ks menurut interval waktu yang dipergunakan adalah :
Long interval delay

Ks = 1

Short interval delay

Ks = 1 2

Normal

Ks = 1,2 1,8

Berdasarkan cara urutan peledakannya penentuan spasi adalah sebagai


berikut :
Untuk pola peledakan serentak maka S = 2B, untuk pola peledakan
beruntun dengan delay interval lama maka S = B, untuk pola peledakan
dengan ms delay, maka S antara 1B sampai 2B. Jika terdapat kekar yang
tidak saling tegak lurus, maka S antara 1,2B sampai 1,8B
c. Stemming (T)
Stemming adalah tempat material penutup di dalam lubang bor di atas
kolom isian bahan peledak. Fungsi stemming adalah agar terjadi stress
balance dan untuk mengurung gas-gas hasil ledakan agar dapat menekan
batuan dengan kekuatan yang besar. Sedangkan di dalam penggunaan
stemming yang perlu diperhatikan adalah panjang stemming dan ukuran
material stemming.

14

a. Panjang stemming
Stemming yang pendek dapat menyebabkan pecahnya batuan pada
bagian atas, tapi mengurangi fragmentasi keseluruhan karena gas hasil
ledakan menuju atmosfir dengan mudah dan cepat, juga akan
menyebabkan terjadinya flyrock, overbreak pada bagian permukaan dan
juga akan menimbulkan airblast. Panjang stemming dapat ditentukan
dengan menggunakan rumus :
T

= B x Kt

dimana :
T

= stemming, meter

Kt

= stemming ratio (0,75 1,00)

b. Ukuran material stemming


Ukuran material stemming sangat berpengaruh terhadap hasil
peledakan, apabila bahan stemming terdiri dari butiran-butiran halus hasil
pemboran, kurang memiliki gaya gesek terhadap lubang tembak sehingga
udara yang bertekanan tinggi akan dengan mudah mendorong material
stemming

tersebut,

sehingga

energi

yang

seharusnya

untuk

menghancurkan batuan, banyak yang hilang keluar melalui lubang


stemming.
Untuk mencegahnya maka digunakan bahan yang berbutir kasar dan
keras. Bahan ini mempunyai karakteristik sebagai berikut :
o

Mempunyai bentuk susunan butir yang saling berkait dengan kuat.

Membentuk sambungan pasak dengan dinding lubang tembak,


sehingga mencegah keluarnya gas secara prematur.

Adapun persamaan yang digunakan untuk menentukan ukuran material


stemming optimum adalah sebagai berikut :
Sz

0,05 Dh

Keterangan:
Sz

ukuran material stemming optimum

Dh

diameter lubang tembak

d. Sub drilling (J)

15

Subdrilling adalah tambahan kedalaman dari lubang bor di bawah


lantai jenjang yang dibuat agar jenjang yang dihasilkan sebatas dengan
lantainya dan lantai yang dihasilkan rata. Bila jarak subdrilling terlalu besar
maka akan menghasilkan efek getaran tanah, sebaliknya bila subdrilling
terlalu kecil maka akan mengakibatkan problem tonjolan pada lantai jenjang
(toe) karena batuan tidak akan terpotong sebatas lantai jenjangnya. Panjang
subdrilling dapat ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
J = B x Kj
di mana :
J

= subdrilling, meter

Kj

= subdrilling ratio (0,2 0,3)

e. Tinggi jenjang (L)


Secara spesifik tinggi jenjang maksimum ditentukan oleh peralatan
lubang bor dan alat muat yang tersedia. Tinggi jenjang berpengaruh
terhadap hasil peledakan seperti fragmentasi batuan, ledakan udara, batu
terbang, dan getaran tanah. Penentuan ukuran tinggi jenjang berdasarkan
pada stiffness ratio. Rumus yang digunakan adalah :
L = 5 x De
Di mana,
L

= Tinggi Jenjang minimum

De

= Diameter lubang ledak

f. Kedalaman lubang tembak (H)


untuk menentukan kedalaman lubang tembak dapat digunakan rumus
sebagai berikut :
H = Kh x B
dimana :
H

= kedalaman lubang tembak, meter

Kh

= Hole depth ratio (1,5 4,0)

g. Kolom isian (PC)


Panjang kolom isian dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
PC = H T
dimana :

16

PC

= panjang kolom isian, meter

= kedalaman lubang tembak, meter

= stemming, meter

Gambar 2.10 Geometri Peledakan Menurut R.L.Ash


Pola peledakan merupakan urut-urutan waktu peledakan antara lubang
tembak dalam satu baris dan antara satu dengan yang lainnya. Setiap baris
lubang tembak yang akan diledakkan harus memiliki ruang yang cukup di
muka bidang bebas yang sejajar dengan lubang tembak untuk terdesak, pecah,
mengembang dan tidak terlontar keatas. Adapun macam-macam pola
peledakan adalah sebagai berikut :

Pola peledakan di mana lubang-lubang tembak diledakkan dengan


waktu penundaan atau beruntun dalam satu baris.

Pola peledakan serentak dalam satu baris dan beruntun antara baris
satu dengan baris yang lain.
Bidang bebas

17

Gambar 2. 11 Pola Peledakan Tunda Antar Baris Dan Serentak Dalam Satu Baris

Bidang bebas

Gambar 2.12 Pola Peledakan Tunda Dalam Satu Baris


Menurut R.L. Ash dengan adanya tiga bidang bebas, kuat tarik batuan
dapat dikurangi sehingga akan dapat meningkatkan jumlah retakan dengan
syarat lokasi dua bidang bebasnya mempunyai jarak yang sama terhadap
lubang tembak.
2.2.4. Pemuatan dan Pengangkutan
Cara pemuatan material oleh alat muat ke dalam alat angkut ditentukan
oleh kedudukan alat muat terhadap material dan alat angkut, apakah kedudukan
alat muat tersebut berada lebih tinggi atau kedudukan kedua-duanya sama tinggi
1. Top Loading
Kedudukan alat muat lebih tinggi dari bak truk jungkit(alat muat
berada di atas tumpukan material atau berada di atas jenjang).

18

2.

Gambar 2.13 Pola Muat Top Loading


Bottom Loading
Ketinggian atau letak alat angkut dan truk jungkit adalah sama. Cara

ini dipakai pada alat muat power shovel.

Gambar 2.14 Pola Pemuatan Bottom Loading


Pemilihan alat-alat mekanis untuk transportasi sangat ditentukan oleh
jarak yang dilalui. Fungsi jalan adalah untuk menunjang operasi tambang
terutama dalam kegiatan pengangkutan. Secara geometri yang perlu diperhatikan
dan dipenuhi dalam penggunaan jalan angkut :
a. Lebar jalan angkut lurus
Lebar jalan angkut minimum yang dipakai sebagai jalur ganda atau
lebih menurut Aasho Manual Rural High-Way pada jalan lurus adalah :
L(m) = n . Wt + (n + 1)(1/2 . Wt)
keterangan :
L(m) = lebar minimum jalan
angkut ,m n

= jumlah jalur

W(t) = lebar alat angkut, m

19

Gambar 2.15 Lebar Jalan Angkut Lurus Dua Jalur


b. Lebar jalan angkut tikungan
Lebar jalan angkut pada tikungan selalu lebih besar dari pada jalan
lurus. Untuk jalur ganda, lebar minimum pada tikungan dihitung
berdasarkan :
1. lebar jejak ban
2. lebar tonjolan alat angkut bgian depan dan belakang pada saat
membelok
3. jarak antar alat angkut pada saat bersimpangan
4. jarak alat angkut terhadap tepi jalan
Perhitungan terhadap lebar jalan angkut pada tikungan dapat
menggunakan rumus :
W = n(U+Fa+Fb+Z)+C
W = n(U+Fa+Fb+Z)+Z
C = Z = (U+Fa+Fb)
Keterangan :
W = lebar jalan angkut pada
tikungan, meter n = jumlah jalur

20

U = jarak jejak roda kendaraan, meter


Fa = lebar juntai depan, meter
= jarak as roda depan dengan bagian depan truk x sin , meter
Fb = lebar juntai belakang, meter
= jarak as roda belakang dengan bagian belakang truk x
sin , meter = sudut penyimpangan roda depan
C = jarak antara dua truk yang akan bersimpangan, meter
Z = jarak sisi luar truk ke tepi jalan, meter

Gambar 2.16 Lebar Jalan Angkut Pada Tikungan

21

III METODE PENELITIAN


3.1.

Waktu Dan Tempat


Kerja Praktek ini direncanakan akan dilaksanakan selama 1 bulan yaitu

mulai dari tanggal 1 juli sampai tanggal 31 juli 2016 pada PT. Semen Bosowa
Maros atau rencana tersebut disesuaikan dengan kebijakan dari perusahaan.
Adapun perician rencana kerja prektek dapat seperti pada tabel 3.1 dibawah ini:
Tabel 3.1 Rencana Kegiatan Kerja Praktek
Waktu Pelaksanaan
Jadwal kegiatan

Juni

Juli

Agustus
Minggu

Tiba dilokasi dan persiapan


Orientasi lapangan
Pengumpulan data dan pengolahan data
Penyusunan laporan

3.2.

Alat
Alat yang digunakan dalam pengambilan data yaitu:
1. Alat tulis
2. Papan lapangan
3. Stopwatch
4. Kamera

3.3.

Tahapan penelitian
Tahapan penelitian kerja praktek sebagai berikut:

22

1. Tahapan persiapan, pada tahapan ini hal- hal yang dipersiapkan berupa
pengurusan proposal dan surat izin pelaksanaan kerja praktek dari program
stusi teknik pertambangan universitas papua kepada pihak PT Semen
Bosowa maros.
2. Tahapan penelitian diperusahaan berupa interview atau wawancaa secara
langsung dilakukan kepada narasumber yang menangani setiap kegiatan
dimasing-masing departemen PT. Semen Bosowa Maros dan pengamatan
langsung pada lokasi pertambangan untuk mengetahui secara langsung
proses kegiatan penambangan pada PT. Semen Bosowa Maros
3. Tahap pengolahan data, pada tahapan ini data yang diperoleh baik dari
hasil interview maupun pengamatan langsung dilapangan disusun dalam
bentuk laporan dan diprensentasikan di depan departemen engineering PT.
Semen Bosowa Maros. Dan program studi teknik pertambangan
Universitas Papua.
3.4.

Variabel pengamatan

Variable pengamatan
1. Kegiatan pemboran dan peledakan
2. Kegiatan pemuatan
3. Kegiatan pengangkutan

23

3.5.

Outline laporan KP
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR SINGKATAN
DAFTAR LAMPIRAN
I.

PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
I.2 Permasalahan
I.3 Batasan Masalah
I.4 Tujuan

II.

TINJAUAN UMUM

III.

TINJAUAN PUSTAKA

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

V.

KESIMPULAN DAN SARAN


DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

3.6.

24

DAFTAR PUSTAKA

Ash. R.L. (1963), The Mechanics of Rock Breakage, Pit and Quarry Magazine.
Projdjosumarto. Partanto (1993) Pemindahan Tanah Mekanis, Jurusan Teknik
Pertambangan.ITB
Singgih Saptono, (2006), Teknik Peledakan, Jurusan Teknik
Fakultas Teknologi Mineral, UPN Veteran Yogyakarta.

Pertambangan,

https://www.scribd.com/doc/187244613/quarry-mining BudiYuniarto(114080008)

25

26

CURICULUM VITAE
Nama

: Andi Milwadi

NIM

: 201263101

Program Studi : S1 Teknik Pertambangan


Jurusan

: Teknik Pertambangan

Fakultas

: Fakultas Teknik Pertambangan Dan Perminyakan.


Jl. Gunung Salju Amban Manokwari Kode Pos : 98314,
Fax : 211455 Telp. (0986) 211430, 211982, 2113735, 211974

Jenis Kelamin : Laki-laki


TTL

: Tanjonge, 8 Juni 1992

Alamat

: Bumi Marina Asri

Telepon

: 081247866028

Agama

: Islam

Status

: Mahasiswa

Alamat email : andimilwadi101@gmail.com


Riwayat Pendidikan
SD

SD 144 Madello, Kabupaten Soppeng Provinsi

SMP

Sulawesi Selatan
SMP Negeri 3

Marioriwawo,

Kabupaten

SMA

Soppeng Provinsi Sulawesi Selatan.


SMA Negeri 1 Marioriwawo,

Kabupaten

Soppeng Provinsi Sulawesi Selatan


UNIVERSITAS PAPUA, Manokwari

PERGURUAN TINGGI

Manokwari, 20 Mei 2016


Peserta,

Andi milwadi

27

Anda mungkin juga menyukai